Bab 2 - Widyatama Repository

advertisement
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Pengertian Dasar
Penggabungan usaha merupakan salah satu strategi untuk mempertahankan kelangsungan
hidup dan mengembangkan perusahaan. Penggabungan usaha (business combination) secara
umum adalah menyatukan dua atau lebih perusahaan yang terpisah menjadi satu identitas
ekonomi karena satu perusahaan dengan perusahaan lain atau memperoleh kendali atas aktiva
atau operasi perusahaan lain, atau pembelian aktiva neto suatu perusahaan. Secara teori
penggabungan usaha dapat berupa merger, akuisisi, dan konsolidasi.
2.1.1 Pengertian Merger dan Akuisisi
Merger berasal dari kata merger (latin) yang berarti bergabung, bersama, berkombinasi
yang menyebabkan hilangnya identitas akibat penggabungan ini. Menurut Hasibuan (2007)
merger merupakan penggabungan dari dua perusahaan atau lebih dengan cara tetap
mempertahankan berdirinya salah satu perusahaan dan membubarkan perusahaan lainnya
tanpa melikuidasi terlebih dahulu. Menurutnya Merger dapat dikelompokan menjadi tiga
jenis, yaitu :
1. Merger Horizontal
Merger horizontal adalah penggabungan dua perusahaan atau lebih dengan status
bank yang sama menjadi satu perusahaan.
2. Merger Vertikal
Merger vertikal adalah penggabungan dua perusahaan atau lebih dengan status
yang tidak sama menjadi satu perusahaan.
3. Merger Konglomerat
Merger konglomerat adalah penggabungan dua perusahaan atau lebih yang satu
sama lainnya tidak memiliki hubungan secara lini.
Dalam Peraturan Bank Indonesia Nomor : 8/17/PBI/2006 Tentang Insentif Dalam
Rangka Konsolidasi dalam Rangka Konsolidasi Perbankan pasal 1 ayat 2 menjelaskan bahwa
merger adalah penggabungan dari dua bank atau lebih, dengan cara tetap mempertahankan
berdirinya salah satu bank dan membubarkan bank-bank lainnya tanpa melikuidasi lebih dahulu.
Merger didefinisikan oleh Brealey, Myers, & Marcus (1999) berpendapat bahwa merger
adalah penggabungan dua perusahaan menjadi satu, dimana perusahaan yang me-merger
mengambil atau membeli semua assets dan liabilities perusahaan yang di-merger, dengan begitu
perusahaan yang me-merger memiliki paling tidak 50% saham dan perusahaan yang di merger
berhenti beroperasi dan pemegang saham menerima sejumlah uang tunai atau saham
diperusahaan yang baru.
Pada
dasarnya
merger
merupakan
suatu
keputusan
untuk
mengkombinasi
atau
menggabungkan dua atau lebih perusahaan menjadi perusahaan baru. Proses merger umumnya
memakan waktu yang cukup lama karena masing-masing pihak memerlukan negosiasi, baik
terhadap aspek-aspek permodalan maupun aspek manajemen, sumber daya manusia, serta aspek
hukum dari perusahaan tersebut. Maka penggabungan usaha tersebut dilakukan secara drastis
yang dikenal dengan akuisisi atau pengambilalihan suatu perusahaan oleh perusahaan lain.
Akuisisi adalah pengambilalihan kepemilikan suatu perusahaan yang mengakibatkan
beralihnya pengendalian terhadap perusahaan. Menurut Hasibuan (2007) dan Husnan (2007)
akuisisi merupakan salah satu bentuk pengambilalihan. Pengambilalihan saham perusahaan
dapat secara langsung maupun melalui bursa efek. Akibat pengambilalihan saham,
kepemilikan saham oleh pemegang saham menjadi lebih dari 25% dari saham. Akuisisi dapat
dibedakan menjadi dua bagian, yaitu :
1. Akuisisi saham
Akuisisi saham merupakan pengambilalihan atau pembelian saham suatu
perusahaan dengan menggunakan kas, saham atau sekuritas lain. Akuisisi saham
biasanya melaui tahap penawaran (tender offer) oleh perusahaan penawar (bidder
firm) kepada para pemegang saham perusahaan target. Akuisisi ini tidak
membutuhkan persetujuan pihak manajemen dan dapat dilakukan meskipun pihak
manajemen tidak menyetujui pembelian saham perusahaan. Oleh karena itu akuisisi
ini disebut bentuk pengambilalihan yang tidak besahabat (hostile takeover).
2. Akuisisi asset
Akuisisi asset dilakukan dengan cara membekukan sebagian aset perusahaan
target oleh perusahaan pengakuisisi. Jika pembelian tersebut hanya sebagian dari
aktiva perusahaan maka hal ini dinamakan akuisisi parsial. Akuisisi aset secara
sederhana dapat dikatakan sebagai berikut :

Jual beli (aset) antara pihak yang melakukan akuisisi aset (sebagai
pihak pembeli) dengan pihak yang diakuisi asetnya, jika akuisisi
dilakukan dengan pembayaran uang tunai.

Perjanjian tukar menukar antara aset yang diakusisi dengan suatu
kebedaan lain milik dan pihak yang melakukan akuisisi, jika akiuisisi
tidak dilakukan dengan cara tunai. Dan jika kebedaan yang
dipertukarkan dengan aset merupakan saham, maka akuisisi tersebut
dinamakan asset for share exchange, dengan akibat hukum bahwa
perseroan yang diakuisisi tersebut menjadi pemegang saham dan
perseroan diakuisisi.
2.1.2 Motif Merger dan Akuisisi
Pada dasarnya menurut Moin (2007) terdapat dua motif yang mendorong sebuah
perusahaan untuk melakukan merger dan akuisisi yaitu motif ekonomi dan motif nonekonomi.Motif ekonomi berkaitan dengan esensi tujuan perusahaan yaitu
meningkatkan nilai perusahaan atau memaksimalkan kemakmuran pemegang
saham.Sedangkan motif non-ekonomi adalah motif yang bukan didasarkan pada
esensi tujuan perusahaan tersebut, tetapi didasarkan pada keinginan subjektif atau
ambisi pribadi pemiliki atau manajemen perusahaan.
Sedangkan menurut Gitman (2009) terdapat tujuh motif perusahaan melakukan
merger, yaitu:
a) Diversifikasi atau pertumbuhan
Perusahaan yang menginginkan pertumbuhan yang cepat, baik ukuran, pasar
saham, maupun diversifikasi usaha dapat melakukan merger maupun akuisisi.
Perusahaan tidak memiliki resiko adanya produk baru. Selain itu, jika
melakukan ekspansi dengan merger dan akuisisi, maka perusahaan dapat
mengurangi perusahaan persaingan atau mengurangi persaingan.
b) Sinergi
Sinergi dapat tercapai ketika merger menghasilkan tingkat skala ekonomi
(economic of scale). Tingkat skala ekonomi terjadi karena perpaduan biaya
overhead meningkatkan pendapatan yang lebih besar dari pada jumlah
pendapatan perusahaan ketika tidak merger. Sinergi tampak jelas ketika
perusahaan yang melakukan merger berada dalam bisnis yang sama karena
fungsi dan tenaga kerja yang berlebihan dapat dihilangkan.
c) Meningkatkan dana
Banyak perusahaan tidak dapat memperoleh dana untuk melakukan ekspansi
internal, tetapi dapat memperoleh dana untuk melakukan ekspansi eksternal.
Perusahaan tersebut menggabungkan diri dengan perusahaan yang memiliki
likuiditas tinggi sehingga menyebabkan peningkatan daya pinjam perusahaan
dan penurunan kewajiban keuangan. Hal ini memungkinkan meningkatkan
dana dengan biaya rendah.
d) Menambah keterampilan manajemen atau teknologi
Beberapa perusahaan tidak dapat berkembang dengan baik karena tidak
adanya efisiensi pada manajemennya atau kurang teknologi. Perusahaan yang
tidak dapat mengefisiensikan manajemennya dan tidak dapat membayar untuk
mengembangkan teknologinya, dapat menggambungkan diri dengan
perusahaan yang memiliki manajemen atau teknologi yang ahli.
e) Pertimbangan pajak
Perusahaan yang memiliki kerugian pajak dapat melakukan akuisisi dengan
perusahaan yang menghasilkan laba, untuk memanfaatkan kerugian pajak.
Pada saat ini perusahaan yang mengakuisisi akan menaikkan kombinasi
pendapatan setelah pajak dengan mengurangkan pendapatan sebelum pajak
dari perusahaan yang diakuisisi. Bagaimanapun merger tidak hanya
dikarenakan keuntungan dari pajak, tetapi berdasarkan dari tujuan
memaksimalisasi kesejahteraan pemilik.
f) Meningkatkan likuiditas pemilik
Merger antara perusahaan memungkinkan perusahaan memiliki likuiditas
yang lebih besar. Jika perusahaan lebih besar, maka pasar saham akan luas
dan saham lebih mudah diperoleh sehingga lebih likuid dibandingkan dengan
perusahaan yang lebih kecil.
g) Melindungi dari pengambilalihan
Hal ini terjadi pada saat perusahaan menjadi incaran pengambilalihan yang
tidak bersahabat. Target firm mengakuisisi perusahaan lain dan membiayai
pengambilalihannya dengan hutang, karena beban hutang ini, kewajiban
perusahaan menjadi terlalu tinggi untuk ditanggung oleh bidding firm yang
berminat.
Dengan demikian, motif perusahaan-perusahaan untuk melakukan merger dan
akuisisi sebenarnya didasarkan atas pertimbangan ekonomis dan dalam rangka
memenangkan dalam bisnis yang semakin kompetitif. Cost saving dapat dicapai karena
dua hal atau lebih perusahaan yang memiliki kekuatan berbeda melakukan
penggabungan, sehingga mereka dapat meningkatkan nilai perusahaan secara bersamasama.
2.1.3 Taktik-taktik merger
Menurut Gitman (2003), taktik-taktik merger yaitu :
1) Tender offer
Tender offer merupakan penawaran formal untuk membeli sejumlah saham
dari perusahaan dengan harga tertentu. Penawaran ini diajukan kepada semua
pemegang saham dengan nominal yang berada diatas harga pasar. Pada
umumnya pengakuisisian akan mengadakan two-tier-offer, atau penawaran
dua tingkat yang bearti penawaran tersebut akan lebih altraktif bagi mereka
yang menjual sahamnya lebih awal.
2) Taktik – taktik bertahan
Apabila manajemen dari target firm tidak menginginkan merger atau
mempertimbangkan bahwa harga yang ditawarkan dalam proses merger
terlalu rendah sehingga mereka akan cenderung bersikap defensif. Takeover
defense atau pertahanan terhadap pengambilalihan pada dasarnya adalah
strategi-strategi yang dijalankan oleh target firm untuk bertahan terhadap
pengambilalihan paksa. Terdapat cara-cara yang digunakannya anatara lain :

White knight : stratergi pertahanan terhadap pengambilalihan dimana
target firm menemukan pengakuisisian lain yang dapat diterima
olehnya ketimbang pengakuisisian yang terdahulu, sehingga kedua
perusahaan
pengakuisisian
tersebut
akan
berkompetisi
untuk
mengambil alih target firm.

Poison pill : merupakan strategi pertahanan terhadap pengambilalihan
dimana perusahaan akan menerbitkan sekuritas-sekuritas yang
memberikan kepada para pemegangnya sebuah hak yang akan berlaku
efektif pada waktu terjadi proses pengambilalihan. Hal ini membuat
perusahaan menjadi kurang disukai oleh perusahaan pengakuisisian.

Greenmail : merupakan strategi pertahanan terhadap pengambilalihan
dimana target firm membeli kembali sahamnya dalam jumlah yang
relatif besar dari satu atau lebih pemegang saham melalui negosiasi
pribadi. Saham dibeli dengan harga sahm diatas rata-rata. Hal ini
dilakukan untuk usaha pengambilalihan paksa oleh pemegang saham
yang bersangkutan.

Leveraged capitalization : merupakan strategi pertahanan terhadap
pengambilalihan dimana target firm membayar dividen tunai dari uang
yang didapat atau didanai oleh hutang. Sehingga dapat meningkatkan
financial leverage dari perusahaan yang bersangkutan dan membuat
pengakuisisian menjadi kurang tertarik terhadap perusahaan itu.

Golden parachutes : merupakan strategi pertahanan terhadap
pengambilalihan dimana terdapat sebuah persyaratan tersendiri dalam
kontrak
kepegawaian
para
eksekutif
kunci
perusahaan
yang
menyebutkan bahwa akan ada kompensasi yang cukup besar apabila
perusahaan diambil alih oleh perusahaan lain. Sehingga pengakuisisian
akan berpikir dua kali kerena terdapat arus kas yang keluar cukup
besar dan membuat proses pengambilalihan menjadi kurang aktraktif
bagi perusahaan.

Shark repellents : sebuah amademen anti pengambilalihan yang
dilakukan pada corporate charter yang membatasi kemampuan
perusahaan untuk mengalihkan kontrol manajerial ke perusahaan
pengakuisisian yang biasanya terjadi pada merger.
2.1.4 Tujuan merger dan akuisisi
Pada umumnya tujuan merger dan akuisisi adalah untuk mendapatkan sinergi atau
nilai tambah. Nilai tambah yang dimaksud merupakan lebih bersifat jangka panjang
dibandingkan nilai tambah yang bersifat sementara. Oleh karena itu, menurut Admin
(2009) ada tidaknya sinergi suatu merger dan akuisisi tidak dapat dilihat sesaat
setelah merger dan akuisisi itu terjadi sebagai akibat dari penggabungan usaha bisa
berupa naik turunnya skala ekonomis, maupun sinergi keuangan yang berupa
kenaikan modal.
2.1.5 Kelebihan dan kekurangan merger dan akuisisi
2.1.5.1 Kelebihan dan kekurangan merger
kelebihan merger yaitu pengambilalihan yang lebih sederhana dan lebih murah
dibanding pengambilalihan yang lain. Sedangkan kekurangan dari merger menurut
Harianto dan Sudomo (2001) yaitu harus ada persetujuan dari para pemegang saham
masing-masing perusahaan dan untuk mendapatkan persetujuan tersebut diperlukan
waktu yang lama.
2.1.5.2 Kelebihan dan Kekurangan akuisisi
Dalam akuisisi pun memiliki kekurangan dan kelebihannya menurut Harianto dan
Sudomo (2001) menyebutkan bahwa terdapat beberapa kelebihan akuisisi saham dan
akuisisi asset yaitu :

Akuisisi saham tidak memerlukan rapat pemegang saham dan suara pemegang
saham sehingga jika pemegang saham tidak menyukai tawaran bidding firm,
mereka dapat menahan sahamnya dan tidak menjual kepada pihak bidding
firm.

Dalam akuisisi saham, perusahaan yang membeli dapat berurusan langsung
dengan pemegang saham perusahaan yang dibeli dengan melakukan tender
offer sehingga tidak diperlukan persetujuan manajemen perusahaan.

Akuisisi saham dapat digunakan untuk pengambilalihan perusahaan yang
tidak bersahabat (hostile take over).

Akuisisi aset memerlukan suara pemegang saham tetapi tidak memerlukan
mayoritas suara pemegang saham minoritas jika mereka tidak menyetujui
akuisisi.
Sedangkan kekurangan-kekurangan akuisisi saham dan akuisisi aset sebagai berikut :

Jika cukup banyak pemegang saham minoritasnya tidak menyetujui
pengambilalihan tersebut maka akuisisi akan batal. Pada umumnya anggaran
dasar perusahaan menetukan paling sedikit dua per tiga atau sekita 67% suara
setuju pada akuisisi agar akuisisi terjadi.

Jika perusahaan mengambil alih seluruh saham yang dibeli maka terjadi
merger.

Pada dasarnya pembelian setiap unit aset dalam akuisisi harus hukum dibalik
nama sehingga menimbulkan biaya legal yang tinggi.
2.1.6 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi keberhasilanMerger dan Akusisi
Keberhasilan suatu merger dan akuisisi sangat tergantung pada ketepatan analisis
dan penelitian yang menyeluruh terhadap faktor-faktor pendukung atau kompatibilitas
antara organisasi yang akan bergabung. Menurut Neil M. K. (1997) dalam bukunya
Pattern in Corporate Evolution menyebutkan bahwa merger dan akuisisi akan
berlangsung sukses apabila diantara perusahaan yang akan bergabung memilki
market link dan technological link.

Faktor pasar dan pemasaran
Salah satu hasil yang diharapkan dari merger dan akuisisi adalah sinergi
yang dihasilkan oleh meningkatnya akses perusahaan ke pasar baru yang
selama ini tidak tersentuh. Sumber-sumber potensial yang dalam hal ini
menggabungkan kesempatan pasar dengan saling berbagi pasar yang ditekuni
masing-masing selama ini (cross marketing). Cross marketing ini
memungkinkan secara cepat masing-masing perusahaan untuk meningkatkan
pendapatannya dengan sangat cepat, sehingga memungkinkan terjadinya cross
selling yang akan meningktakan pendapatan perusahaan hasil merger dan
akuisisi.

Faktor teknologi
Menurut Neil Kay (1997) perusahaan dapat melakukan merger dan
akuisisi apabila terdapat kesamaan atau komplementaritas dalam hal sumber
daya teknologi dan produksi yang disebut sebagai technological linkages.
Technological linkages dapat meliputi penggabungan proses produksi karena
proses yang sama seperti halnya yang terjadi pada merger horizontal. Proses
pengembangan ini juga dapat menjadi sararan terjadinya sinergi teknologi
informasi dalam satu organisasi, ketika teknologi yang digunakan sama maka
potensi sinergi dapat diciptakan. Sehingga proses merger dan akuisisi secara
sehat dan sukarela, potensi sinergi akan menghasilkan skala dan ruang lingkup
ekonomi yang bermanfaat.

Faktor budaya organisasi
Budaya organisasi merupakan salah satu aspek non ekonomis yang sangat
penting untuk dipertimbangkan ketika dua perusahaan atau lebih melakukan
merger dan akuisisi. Dalam banyak kasus merger dan akuisisi diberbagai
perusahaan, masalah budaya seringkali menjadi maslah yang sangat krusial.
Latar belakang yang berbeda pada setiap karyawan dapat menyebabkan
karyawan enggan untuk melakukan kerja sama, karena masing-masing
karyawan berusaha melakukan sesuatu berdasarkan metode yang terdahulu
yang dilakukan pada perusahaan lama mereka, sehingga susah untuk
beradaptasi dan membutuhkan waktu yang cukup lama untuk beradaptasi.

Faktor keuangan
Dari sisi keuangan, sinergi ini bermakna kemampuan menghasilkan laba
perusahaan hasil merger dan akuisisi yang lebih besar dari kemampuan laba
masing-masing perusahaan sebelum merger dan akuisisi. Sinergi inilah yang
menjadi syarat awal terjadinya merger karena sinergi ini yang memungkinkan
perusahaan hasil merger dan akuisisi dapat membiayai proses merger dan
akuisisi serta mampu memberikan deviden yang premium kepada pemilik
modal perusahaan.
2.1.7 Tata cara melakukan merger dan akuisisi
Dalam proses melakukan merger dan akuisisi terdapat beberapa tata cara yang harus
dilakukan perusahaan, yaitu :
1) Direksi perusahaan yang akan menggabungkan diri dan menerima
penggabungan masing-masing menyusun usulan merger dan akuisisi
2) Usulan tersebut harus disetujui oleh dewan komisaris dan memuat
antara lain :
 Nama dan temapat kedudukan bank yang akan melakukan
merger dan akuisisi.
 Alasan dilakukannya merger dan akuisisi.
 Tata cara konversi saham dari masing-masing bank yang akan
merger.
 Rancangan perubahan anggaran dasar.
 Neraca dan perhitungan rugi laba selama tiga tahun terakhir.
 Cara penyelesaian status karyawan perusahaan yang akan
melakukan merger.
 Cara penyelesaian hak dan kewajiban bank terhadap pihak
ketiga.
 Kegiatan utama perusahaan dan perubahan selama tahun buku
yang sedang berjalan.
 Nama anggota direksi dan komisaris.
3) Usulan tersebut kemudian diserahkan kepada direksi bank Indonesia,
permohonan izin merger dan akuisisi diajukan dengan melampirkan
akta perubahan anggaran dasar berserta akta merger dan akusisi.
4) Persetujuan atau penolakan atas permohonan izin merger dan akuisisi
diberikan bank Indonesia dalam waktu paling lama 30 hari sejak
permohonan diterima secara lengkap.
5) Apabila dalam jangka waktu tersebut bank Indonesia tidak
memberikan tanggapan maka Bank Indonesia dianggap menyetujui
permohonan izin merger dan kuisisi. Jika permohonan ditolak, maka
Bank Indonesia akan memberitahukan penolakan berserta alasannya
kepada pemohon.
2.1.8 Analisis harga saham
2.1.8.1 Pengertian Harga saham
Suatu saham memuat harga saham yang disebut harga nominal. Harga nominal ini
merupakan harga yang ditetapkan oleh emiten setelah menilai setiap lembar harga yang
dikeluarkan. Besarnya harga nominal ini biasanya tergantung pada keinginan emiten dalam
rangka pencapaian tujuan perusahaan untuk memperoleh laba. Menurut Hartono (1998)
harga saham adalah harga yang terjadi di bursa pada waktu tertentu yang ditentukan oleh
pelaku pasar berdasarkan kekuatan permintaan dan penawaran pasar. Penentuan harga ini
tentunya akan berbeda dengan perdana (primary price) dari suatu harga saham. Harga
perdana adalah harga suatu saham sebelum dicatat di bursa efek. Harga perdana merupakan
harga yang terjadi atas hasil negosiasi antara penjamin emisi (underwriter) dengan calon
emiten. Jika suatu saham terjual dengan harga yang lebih tinggi dari harga nominalnya,
maka selisih harga saham tersebut disebut sebagai agio saham, hal ini sesuai dengan yang
dikemukakan oleh Sunariyah (2004). Harga saham dipengaruhi oleh 4 aspek yaitu:
pendapatan, dividen, aliran kas, dan pertumbuhan.
2.1.8.2 Jenis-jenis harga saham
Harga dari suatu saham digambarkan nilai pasar (value market) yaitu harga saham
yang terjadi di pasar modal atas dasar permintaan dan penawaran. Menurut Van
Horne dan Wachowich (2005) menyatakan bahwa The market value per share is the
current price at which the stock is traded, yang memiliki arti bahwa nilai pasar itu
merupakan nilai yang digunakan untuk melakukan transaksi perdagangan saham.
Menurut Sunariyah (2004) harga saham dapat dibedakan menjadi :
1) Harga nominal
Harga nominal ini merupakan nilai yang ditetapkan oleh emiten untuk
menilai setiap lembar saham yang dikeluarkan.Besarnya harga nominalnya
biasanya tergantung keinginan emiten.
2) Harga perdana
Harga perdana merupakan harga sebelum harga saham dicatat dibursa.
Besarnya harga perdana tergantung pada persetujuan antara emisi dan
penjamin emiten.
3) Harga pasar
Harga pasar merupakan harga jual terhadap investor yang satu dengan
investor yang lain setelah saham dicatat di bursa. Transaksi ini melibatkan
emiten dan penjamin emisi. Harga pasar memiliki ketergantungan pada
kekuatan permintaan dan penawaran di pasar sekunder.
2.1.8.3 Metode penilaian harga saham
Dalam melakukan analisis penilaian harga saham, terdapat dua pendekatan yang
dapat digunakan investor, yaitu analisis fundamental dan analisis teknikal. Pada dasarnya
kedua metode analisis tersebut hampir sama yaitu dalam melakukan taksiran harga di
masa yang akan dating dengan menggunakan data masa lalu. Perbedaan pada kedua
analisis tesebut jika analisis fundamental menggunakan data faktor-faktor fundamental,
sedangkan analisis teknikal menggunakan data harga saham di masa lalu untuk
memperkirakan harga saham di masa mendatang. Menurut Suad Husnan (2005)
pengertian analisis fundamental adalah mencoba memperkirakan harga saham di masa
yang akan datang dengan mengestimasi faktor-faktor fundamental yang mempengaruhi
harga saham di masa yang akan dating dan menerapkan variabel-variabel tersebut
sehingga dapat memperoleh taksiran harga saham. Sedangkan definisi analisis teknikal
menurut Suad Husnan (2005) adalah merupakan upaya untuk memperkirakan harga
saham (kondisi pasar) dengan mengamati perubahan saham tersebut di waktu lalu.
Analisis yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah analisis teknikal. Alasan
digunakannya analisis teknikal karena perubahan harga saham akan mempunyai pola
tertentu dan pola tersebut akan berulang, sehingga dapat mencerminakan informasi harga
saham yang relevan.
Salah satu langkah dalam melakukan analisis teknikal adalah dengan beberapa
metode yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu :

Return saham
Retun saham merupakan hasil atau keuntungan yang diperoleh pemegang
saham sebagai hasil dari investasinya. Menurut Jogiyanto (1998)
membedakan return saham menjadi dua jenis yaitu Return Realisasi (Realized
Return) dan Return Ekspektasi (Expected Return). Return realisasi merupakan
return yang sudah terjadi dan dihitung berdasarkandata historis. Return ini
merupakan selisih harga sekarang dengan harga sebelumnya secara relatif.
Return realisasi ini penting dalam mengukur kinerja perusahaan dan sebagai
penentuan return dan resiko dimasa mendatng dan bersifat tidak pasti.
Komposisi perhitungan return saham terdiri dari capital gain (loss) dan
deviden. Capital gain (loss) merupakan selisih laba atau rugi yang dialami
olehinvestor pemegang saham, karena harga saham relatif lebih tinggi atau
lebih rendah dibandingkan dengan harga sebelumnya. Sedangkan deviden
merupakan bagian dari laba perusahaan yang dibagikan pada periode tertentu
sesuai dengan keputusan manajemen. Para investor membeli saham berarti
membeli saham perusahaan. Bila prospek perusahaan membaik maka harga
saham tersebut akan meningkat. Dengan naiknya harga saham tersebut maka
diharapkan return saham juga akan mengalami kenaikan karena return saham
merupakan selisih harga antara harga saham sekarang dikurangi dengan harga
saham sebelumnya Suad husnan (1998). Jika saham mengalami stock split,
maka harga pasar teoritis saham tersebut akan mengalami penyesuian,
walaupun tidak terjadi dilusi, karena hak pemecahan saham (stock split) ini
masih dimiliki oleh pemegang saham Robert Ang (1997).

Abnormal return
Abnormal return umumnya menjadi fokus dalam studi yang mengamati reaksi
harga atau efisiensi pasar. Abnormal return merupakan selisih antara return
yang sesungguhnya terjadi dikurangi return yang diharapkan atau return
ekspektasi Jogiyanto (2003). Dengan kata lain Abnormal return merupakan
kelebihan dari return yang sesungguhnya terhadap return normal. Return
normal merupakan return ekspektasi (return yang diharapkan investor).
Return yang sesungguhnya merupakan return yang terjadi pada waktu ke–t
yang merupakan selisih harga sekarang dengan harga sebelumnya, sedangkan
return yang diharapkan merupakan return yang harus di estimasi. Abnormal
return akan terjadi apabila pengumuman merger dan akuisisi mempunyai
kandungan informasi dalam pasar modal yang efisien, harga saham dan
tingkat pengembalian bereaksi dengan adanya pengumuman merger dan
akuisisi sehingga dengan memanfaatkan informasi publik (public
information), maka perusahaan dapat memperoleh keuntungan diatas normal.
Brown dan Warner dalamBandi dan Jogiyanto (2000) menjelaskan untuk
mengestimasi return yang diharapkan digunakan tiga model, yaitu :
1. Mean Adjusted Model
Model disesuaikan rata-rata (Mean Adjusted Model) ini
menganggap bahwa return ekspektasi bernilai konstan dan sama dengan
rata-rata return realisasi sebelumnya selama periode estimasi return yang
diharapkan dihitung dengan cara membagi return realisasi suatu
perusahaan pada periode estimasi dengan lamanya periode estimasi.
2. Market Model
Market model atau model pasar, return yang diharapkan dihitung
melalui 2 tahap :pertama membentuk model ekspektasi dengan
mengunakan data realisasi selama periode estimasi. Sebelumnya
ditentukan dulu event periodnya. Model ekspektasi ini dapat dibentuk
dengan menggunakan teknik regresi OLS (Ordinary Least Square) untuk
memperoleh parameter α (alfa) dan β (beta). Beta dihitung berdasarkan
data historis dari sekuritas dan return pasar selama periode estimasi
setelah model-model estimasi dari tiap sekuritas diperoleh selanjutnya
adalah menghitung return estomasi untuk hari-hari periode jendela. Return
ekspektasi untuk sekuritas i pada hari ke-t dapat diestimasi dengan
memasukan nilai return indeks pasar untuk hari ke-t ke dalam model
ekspektasinya. Langkah selanjutnya adalah menghitung abnormal return.
Abnormal return dihitung dari selisih antara return sesungguhnya pada
peiode jendela dengan return ekspektasi pada periode jendela yang telah
didapat sebelumnya. Beta menunjukan kemiringan (slope) garis regresi.
Alfa menunjukan intercept dengan sumbu Rit. Perhitungan return
ekspektasi dengan model pasar dilakukan dengan dua tahap, yaitu:
membentuk model ekspektasi dengan menggunakan data realisasi selama
periode estimasi dan menggunakan model ekspektasi ini untuk
mengestimasi return ekspektasi di periode jendela.
3. Market Adjusted Model
Model disesuaikan pasar (market Adjusted model) menganggap
bahwa penduga terbaik untuk mengestimasi return suatu sekuritas adalah
return indeks pasar pada saat tersebut. Dengan menggunakan model ini
tidak perlumenggunakan periode estimasi untuk membentuk model
estimasi, karena return saham yang di estimasi adalah indeks pasar.
2.2 Kajian Penelitian Terdahulu
Pada sejumlah studi yang meneliti mengenai pasar saham seperti pada survei oleh
Bruner (2002), Campa dan Hernando (2004) yang meneliti mengungkapkan bahwa
pemegang saham perusahaan target menerima secara signifikan dan cukup abnormal
return positif di kisaran 20%-30%, meskipun bervariasi dalam periode waktu, jenis
akuisisi (merger vs lembut penawaran.) dan periode pengamatan. Sedangkan studi yang
mirip dengan pasar AS, misalya menurut Soongswang (2010) memberikan kesimpulan
bahwa pada perusahaan sasaran di Thailand yang berhasil memiliki abnormal return
yang positif dan perusahaan sasaran yang tidak berhasil memiliki abnormal return positif
dalam setiap waktu baik pada sebelum pengumuman, selama pengumuman, dan posting
pengumuman.
Sebaliknya
menurut
penelitian
Kusnadi
dan
Sohrabia
(1999)
menyimpulkan bahwa perusahaan tidak posting abnormal return yang signifikan selama
periode pengumuman. Selain itu Agrawal dan Jaffe (2003) meringkas penelitian
sebelumnya dari akuisisi pra-kinerja perusahaan target, di mana delapan dari dua belas
studi menunjukkan abnormal return negatif, tetapi hanya dua studi mencatat signifikan
abnormal return negatif, yang konsisten dengan dua penelitian lainnya sama seperti studi
Danbolt (2002), Karceski, Ongena, dan Smith (2000) yang menyimpulkan bahwa
abnormal return negatif (untuk windows lebih kecil dari sepuluh hari sebelum event
date).
Dari studi yang telah disebutkan tersebut memiliki hasil yang berbeda-beda dari
setiap Negara. Kebanyakan studi lebih fokus meneliti merger dan akuisisi pada Negara
maju. Sedangkan pada Negara berkembang sedikit yang fokus penelitian merger dan
akuisisi pada Negara berkembang. Menurut studi Fauver, Houston, dan Naranjo (2002)
melaporkan bahwa di negara berpenghasilan tinggi, ada diskon diversifikasi yang
signifikan, tetapi di negara-negara berpenghasilan rendah dan tersegmentasi, tidak ada
diskon atau premium diversifikasi. Sedangkan menurut Khanna dan Palepu (2000)
menunjukkan bahwa diversifikasi yang lebih berharga di pasar negara berkembang
daripada di negara yang lebih maju.
2.3 Kerangka Pemikiran
Pada dasarnya merger dan akusisi merupakan tindakan strategis yang digunakan
perusahaan untuk meningkatkan nilai dan mengembangkan usahanya sendiri. Banyak
alasan merger dan akuisisi yang sering diungkapkan perusahaan seperti memberikan
efek sinergi positif dalam produksi, pemasaran, penjualan, dan distribusi untuk
meningkatkan efisiensi, produktifitas, dan solvabilitas. Biasanya perusahaan yang
melakukan merger dan akuisisi akan terjadi perubahan-perubahan baik pada kinerja
perusahaan maupun penampilan perusahaan. Pasca merger dan akuisisi kondisi dan
posisi keuangan perusahaan mengalami perubahan dan hal ini tercermin dari laporan
keuangan perusahaan yang melakukan merger dan akuisisi. Perusahaan akan cenderung
memaksimalkan sumber daya yang dimiliki untuk mengoptimalkan strategi tersebut.
Optimalisasai kerja manajemen perusahaan akan faktor utama dalam keberhasilan
strategi merger dan akuisisi yang dilakukan perusahaan serta adanya para pemegang
saham yang berperan lebih aktif sehingga semakin mendorong keberhasilan merger dan
akuisisi tersebut. Meningkatkan return yang akan diterima investor merupakan salah
satu faktor utama yang dilakukannya dalam strategi merger dan akuisisi, sehingga
perusahaan akan menjadi daya tarik calon investor lain untuk melakukan investasi pada
perusahaan tersebut.
Uraian di atas dapat disederhanakan sebagaimana model kerangka pikiran teoritis
sebagai berikut:
Perusahaan yang listing di BEI
Perusahaan yang melakukan
merger dan akuisisi
Sebelum
Reaksi investor
Harga saham
Setelah
2.4 Pengembangan Hipotesis
Pada dasarnya perusahaan dibentuk untuk jangka panjang. Dalam menjaga
kelangsungan hidup perusahaan, serta untuk menjga perusahaan untuk dapat terus
berkembang dan bertahan dalam menghadapi suatu persaingan usaha perusahaan
memerlukan strategi yang tepat untuk mewujudkan tujuan tersebut. Merger dan akuisisi
dianggap merupakan salah satu strategi yang tepat dan dapat digunakan bagi
perusahaan dalam meningkatkan value perusahaan. Perusahaan yang memiliki tingkat
keuangan yang relatif stabil akan dapat memilih strategi-strategi eksternal yang tepat
bagi perusahaannya, termasuk keputusan strategi merger dan akuisisi. Sebaliknya
perusahaan dengan tingkat keuangan yang relatif rendah akan cenderung untuk
melakukan keputusan strategi yang tidak maksimal dengan memperhatikan kas atau dan
yang dimiliki oleh perusahaan.
Dasar logis dari pengukuran berdasarkan akuntansi adalah bahwa jika ukuran
bertambah besar ditambah dengan sinergi yang dihasilkan dari gabungan aktivitasaktivitas yang simultan maka laba perusahaan juga semakin meningkat. Oleh karena itu
tidak dapat diragukan lagi bahwa keputusan perusahaan dipengaruhi oleh penilaian
pasar saham. Harga saham berfokus pada perubahan harga saham sebagai dampak
adanya akuisisi. Ketika harga saham overlaued, manajer akan cenderung untuk
menerbitkan ekuitas sebaliknya ketika harga saham undervalued, manajer akan
cenderung menahan diri untuk melakukan investasi. Hal ini terjadi karena pada
dasarnya nilai perusahaan akan tercermin pada harga saham. Jika merger dan akuisisi
memiliki dampak terhadap perusahaan maka, harga saham perusahaan tersebut
mengalami perubahan.
Soongswang (2010) meneliti value creation in Thai mergers yang diproksikan
melalui abnormal return saham. Hasilnya menyimpulkan bahwa hasil dari setelah
merger dan akuisisi pada kedua target perusahaan yang diteliti memberikan abnormal
return yang positif baik sebelum merger dan akusisi maupun setelah merger dan
akusisi.
Sehingga berdasarkan uraian tersebut maka dirumuskan hipotesis yaitu sebagai
berikut :
H1
:Terdapat perubahan yang signifikan pada harga saham sebelum dan setelah
melakukan merger dan akuisisi.
H2
:Terdapat perubahan antara rata-rata abnormal return saham sebelum dan
sesudah melakukan merger dan akuisisi.
H3
:Terdapat pengaruh yang signifikan antara AAR dan CAAR terhadap harga
saham pada perusahaan yang melakukan merger dan akuisisi
H4
:Terdapat perubahan yang signifikan antara return pasar dengan return saham
pada perusahaan yang melakukan merger dan akuisisi.
Download