gambaran locus of control pada kelompok musik emo di kota medan

advertisement
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Sejak awal masa kehidupan sosial kita, banyak dari kita yang membangun
hubungan dengan orang-orang di sekitar yang memiliki minat yang sama.
Hubungan seperti ini biasanya didasari oleh adanya afek positif yang mendorong
orang untuk saling tertarik (Lyndon, Jamieson,& Holmes dalam Baron & Byrne,
2004). Pengaruh teman sebaya, terutama pada remaja, menjadi sangat besar
selama periode ini dimana remaja cenderung mengikuti teman sebaya tanpa
memperdulikan diri mereka sendiri (Hurlock, 1980). Dalam hal kehidupan
sosialnya, remaja menunjukkan perubahan dimana remaja cenderung menjauh
bahkan memisahkan diri dari keluarga. Remaja lebih sering menghabiskan waktu
dengan teman-teman sebaya daripada dengan orangtua (Santrock, dalam Lahey,
2004).
Remaja mengalami kesulitan yang besar dalam banyak hal terutama
karena terjadinya konflik-konflik dengan orangtua sebagai akibat pertentangan
aturan yang berlaku, perubahan mood yang tidak menentu dan peningkatan
perilaku berbahaya (Lahey, 2004). Hal ini sering ditemukan pada remaja pria yang
cenderung lebih suka terlibat dengan perilaku agresif, beresiko dan berhubungan
dengan kriminalitas (Bjorklund & Kipp, Eagly & Wood, Keenan & Shaw, dalam
Lahey, 2004). Lebih lanjut lagi, Spear (dalam Lahey, 2004) mengatakan bahwa
masa remaja merupakan masa dimana individu mengalami kesulitan yang
Universitas Sumatera Utara
diakibatkan oleh perubahan hormon, otak, peningkatan stres sosial dan konflik
melawan otoritas sosial.
Salah satu cara melawan otoritas yang ditunjukkan remaja adalah dengan
menjauhi aturan sosial dan masuk ke dalam subkultur-subkultur yang dibangun
sendiri oleh remaja-remaja tersebut. Misalnya masuk dalam kelompok-kelompok
musik yang menawarkan ruang bebas bagi remaja untuk menentukan sendiri cara
hidup mereka (Strouse, 1995).
Kelompok diakui memiliki efek yang sangat besar terhadap perkembangan
kepribadian dan interaksi sosial individu (Baron & Byrne, 2004). Aspek-aspek
dalam kelompok sangat berpengaruh terhadap perilaku individu di dalam dan di
luar kelompok (Kallgren, Reno, dan Cialdini dalam Baron & Byrne, 2004).
Bahkan ukuran kelompok juga memiliki pengaruh terhadap keterikatan diantara
anggota kelompok; semakin kecil ukuran kelompok, maka semakin kuat ikatan
antar anggota kelompok (Lickel dkk., dalam Baron & Byrne, 2004). Dalam hal
ini, kelompok musik sebagai kelompok peer, yang lebih kecil daripada kelompok
masyarakat pada umumnya, memberikan perubahan perilaku yang lebih besar
terhadap individu di dalamnya (Baron & Byrne, 2004).
Norma kelompok sangat mempengaruhi perilaku individu, terutama saat
individu benar-benar berfokus terhadap norma yang berlaku dalam kelompok
(Kallgren, Reno, dan Cialdini dalam Baron & Byrne, 2004). Kelompok peer,
sebagai kelompok yang dipilih sendiri oleh individu sebagai tempat bernaung,
memiliki pengaruh yang sangat besar karena saat memasuki kelompok tersebut
individu merasa sukarela (Walgito, 2007).
Universitas Sumatera Utara
Kelompok musik, sesuai dengan pengertian secara harfiah, merupakan
kelompok yang dibentuk oleh orang-orang yang memiliki ketertarikan yang sama
dalam hal musik. Musik merupakan bagian dari kehidupan kita, sebuah hal yang
tidak dapat dipisahkan dari keseharian tiap-tiap individu. Musik menjadi sebuah
bahasa universal yang dapat dimengerti oleh semua orang. Bisa dipastikan semua
budaya yang ada di bumi memiliki musik dan alat-alat musik yang khas di
dalamnya (Willoughby, 1996).
Musik memiliki beberapa definisi, pertama, musik adalah suara yang
menyenangkan di telinga. Musik bisa saja ribut, keras, kasar, namun bukan berarti
semua orang tidak menyukainya, beberapa orang menyenangi jenis musik seperti
ini. Kedua, musik adalah suara dan diam yang diatur dalam waktu. Ketiga, musik
adalah suara yang ingin didengar sebagai musik. Definisi terakhir memberi
pandangan bahkan suara apapun bisa dikatakan sebagai musik bila dipersepsikan
sebagai musik. Secara keseluruhan, musik dapat didefinisikan sebagai bentuk
karya seni yang menggunakan suara sebagai medianya (Willoughby, 1996).
Musik diakui memiliki banyak kegunaan dalam kehidupan manusia, mulai
dari mengurangi stres, mengembangkan diri, sampai meningkatkan kemampuan
akademis (Merritt, 2003). Namun disamping hal-hal baik tersebut, musik juga
memiliki konsuekensi tertentu yang disebut-sebut sebagai salah satu penyebab
kemunduran atau pengaruh buruk pada pendengar jenis musik tertentu yang
memiliki ritme yang tidak sama dengan ritme tubuh manusia. Pengaruh buruk
tersebut bisa saja penurunan sistem kekebalan tubuh, stres, depresi, perilaku
hiperaktif dan kelelahan (Diamond dalam Merritt, 2003).
Universitas Sumatera Utara
Menurut Rosenfeld (dalam Strouse,1995), musik juga merupakan media
kuat yang dapat membangkitkan emosi tertentu, membantu pendengar mengalami
pembentukan atau perubahan perilaku tertentu.
Kombinasi paparan audio dan visual juga sangat berpengaruh besar dalam
pembentukan perilaku dan perubahan sikap terhadap suatu pesan tertentu (Rubin
dalam Strouse, 1995).
Musik yang memiliki ritme yang tidak teratur, memberikan tekanan pada
irama terakhir, memiliki jeda yang pendek sebelum memasuki irama pertama
seperti yang terdapat dalam pola musik rock pada umumnya, yang biasa disebut
musik anapestik, memiliki pola irama yang tidak sama dengan pola irama tubuh
manusia pada umumnya dan dapat menyebabkan gangguan-gangguan terhadap
sistem saraf dan sistem kekebalan tubuh (Diamond dalam Merritt, 2003).
Sudah menjadi kesepakatan umum bahwa musik terutama musik keras
yang biasanya membahayakan dan menjadi tempat bernaung remaja yang
menolak aturan atau biasa disebut dengan musik bermasalah, seperti rock, hardcore, punk, rap dan musik sejenisnya, membawa gaya hidup tertentu untuk
dijalani oleh individu didalamnya (North dkk, 2006). Aliran musik di atas
biasanya hadir dalam masyarakat sebagai sebuah subkultur yang terpisah dari
budaya pusat yang diakui oleh masyarakat (Bennet dalam Haenfler, 2008).
Subkultur ini merupakan sebuah alternatif budaya yang diciptakan oleh remaja
yang mengalami ketidakpuasan terhadap budaya pusat yang dibentuk sebelumnya
dalam masyarakat. Subkultur ini menawarkan mereka perlawanan untuk
membentuk gaya hidup alternatif, “ruang budaya” yang menentang nilai dominan,
Universitas Sumatera Utara
kepuasan yang berarti dan solusi untuk dilema-dilema terhadap pengakuan akan
keberadaan mereka (Brake dalam Haenfler,2008).
Salah satu aliran musik yang belakangan ini mulai muncul dari
pergerakannya yang awalnya bersifat underground adalah aliran musik emo yang
merupakan aliran yang lahir dari musik punk dan rock. Emo merupakan singkatan
dari emotional yang merupakan sebuah generasi dari punk rock. Komunitas ini
ditandai dengan penggunaan kaos sempit dan kacamata, dasi-dasi, jeans ketat dan
sepatu sneakers. Pengertian emo merupakan hal sulit untuk dijelaskan ke dalam
definisi yang jelas, sampai-sampai ada penulis yang berpendapat menterjemahkan
emo sama sulitnya dengan menterjemahkan arti pornografi karena keambiguan
arti sebenarnya yang kemudian kabur melewati beberapa kali penafsiran asal oleh
orang yang merasa tahu apa itu emo (Marni, 2008).
Emo sendiri secara global memiliki sejarah yang agak kabur dan tidak
memiliki sumber yang benar-benar dapat menjelaskan kemunculannya pertama
kali. Hal ini disebabkan oleh pergerakan emo yang hanya di tandai dan
disosialisasikan lewat pertumbuhan komunitas yang sangat terbatas (Radin, 2008).
Emo pertama kali muncul pada dekade delapan puluhan dengan
kemunculan band seperti Embrace dan Moss Icon yang merupakan band dengan
latar belakang punk, namun kemudian memodifikasi permainan musik punk yang
biasanya bersemangat dan terkesan keras lewat lirik-lirik dan tempo musik yang
lebih lambat dan emosional. Pertama kali muncul, emo merupakan singkatan dari
emocore, atau emotional-hardcore, nama yang dikenakan pada kelompok musik
punk yang memisahkan diri dari kelompok utamanya dengan menambahkan unsur
Universitas Sumatera Utara
emosional pada musik mereka, berhubungan dengan kesedihan, cinta dan
kemarahan dalam lirik-lirik lagu mereka (Marni, 2008).
Berdasarkan hasil wawancara peneliti dengan salah seorang pria emo
Medan, kelompok emo mulai berkembang di kota Medan sekitar tahun 2003. Dari
wawancara ini juga di dapat keterangan bahwa sudah ada banyak band emo yang
cukup di kenal dalam dunia musik underground dan indie kota Medan, beberapa
nama yang sering muncul seperti Sadness Stories, Blame to Weakness, Missin
Envy, dan banyak band lain sejenis yang menurut sumber sering berkumpul di
”Tomato”, sebuah event organizer sekaligus studio musik yang sering mengurusi
acara musik indie kota Medan.
Berdasarkan hasil observasi peneliti, ada sedikit perbedaan antara pria emo
kota Medan dengan gambaran ideal pria emo secara fisik. Walaupun mirip, tetapi
penggunaan aksesoris pada pria emo Medan tidak terlalu terlihat pada beberapa
orang, hanya saja kesamaan perilaku terlihat di sikap mereka memandang atribut
”yang baik” dan ”tidak baik”, walaupun terbatas, pria emo sangat memperhatikan
merek pakaian dan aksesoris yang mereka kenakan, penggunaan merek palsu atau
yang tidak terkenal akan menjatuhkan harga diri mereka di antara sesama pria
emo.
Berdasarkan pengamatan peneliti terhadap komunitas emo di Medan,
banyak band emo yang masih segan mengatakan mereka mengusung aliran musik
emo atau screamo. Mereka lebih nyaman dilabel hard-core atau alternative.
Namun tidak demikian dengan perilaku mereka, yang walaupun tidak persis benar
dengan yang diketahui secara umum, mereka telah menunjukkan kesesuaian
Universitas Sumatera Utara
dengan karakter ideal emo yang terlihat dari sifat sensitif mereka, termasuk
perilaku emosional dan suka mendramatisir masalah mereka, beberapa bahkan
telah mengembangkan kepribadian yang sangat pesimis.
Kelompok emo memiliki beberapa karakteristik khas yang dapat dilihat
dari perilaku dan gaya hidup kelompok tersebut yang cukup eksentrik dan musik
mereka yang sangat tidak biasa. Seperti yang telah dijelaskan diatas, anggota
kelompok emo terutama pria, mengenakan pakaian-pakaian dan aksesoris yang
menurut masyarakat lebih cocok bila digunakan oleh perempuan (G. Frouts &
Burrgraf; Lin; Fraser; Massoth, dalam Matlin, 2004).
Hal inilah yang kemudian menjadi alasan utama mengapa masyarakat luas
yang mengaku mengerti akan bahaya musik emo melakukan aksi menentang
pergerakan musik emo (misalnya, Yancy, 2008). Musik emo ditandai dengan
vokal yang dramatis, membuat pendengarnya merasa emosional lewat tangisan
dan jeritan (Marni, 2008). Sejalan dengan pernyataan Rosenfeld (dalam Strouse,
1995), musik dan lirik-lirik emo yang cenderung emosional dan dramatis sangat
berperan penting dalam pembentukan perilaku dan sikap pendengarnya untuk
bersikap positif terhadap gaya hidup yang ditawarkan oleh aliran ini, terutama
pada pendengar dan pelaku musik pria emo sendiri. Gaya hidup yang dimaksud
peneliti mencakup emosi yang berlebihan pada remaja pria dalam kelompok emo,
perhatian yang berlebihan pada penampilan, tangisan, drama berlebihan mengenai
masalah dalam hidup, kecenderungan untuk merasa tertekan, dan banyak hal lain
yang biasanya di asosiasikan dengan emo (Radin, 2008).
Universitas Sumatera Utara
Bila menyinggung mengenai karakteristik emosional dan sensitifitas pria
dan wanita, tokoh-tokoh psikologi setuju bahwa anak pria lebih dominan
menunjukkan sedikit emosi dibandingkan anak wanita (Diener dalam Shaffer,
2005). Lebih jauh lagi, anak pria hanya menunjukkan secara baik satu emosi,
kemarahan, dibandingkan anak wanita (Fabes dalam Shaffer, 2005). Dari hal-hal
yang disebutkan diatas dapat disimpulkan bahwa sejak kecil pria sudah diajarkan
untuk tidak terlalu menunjukkan emosi dan otomatis saat mulai dewasa, pria akan
menjadi sosok yang lebih stabil dalam hal emosi karena tidak terlalu banyak
dipengaruhi oleh emosi-emosi tersebut (Shaffer, 2005). Berbeda dari pernyataan
diatas, wawancara singkat oleh peneliti dengan salah satu pria emo menghasilkan
jawaban sebagai berikut saat ditanyai mengenai apakah dia merasa malu untuk
menunjukkan emosi atau bila harus menangis didepan umum:
“mana ada hak orang ngelarang-larang, ngelarang pula orang itu, suka ati
aku lah. Mau nangis-nangis, mau njerit-jerit, itukan bukan orang itu yang
atur. Pernah aku lagi putus datang ketempat kerjanya (menunjuk teman
disampingnya)….nangis aku….ada yang urus? (peduli. red)….gada….kau
urus?” (Komunikasi Personal, 15 Mei 2008)
Pria yang tidak malu menunjukkan emosi mereka pada penganut aliran
musik emo juga terlihat dari kutipan hasil wawancara berikut ini:
“aku pernah tiba-tiba dicium si A (pria. red)…. kukira dia ntah kenapa
kan, waktu kubonceng dia memang cerita-cerita kalo lagi ada masalah, ya
ku iya-iyakan ajalah…. terus…. ‘ku peluk kau ya?’ katanya. Aku
sebenarnya dah mulai geli kan…. Dah geli lah kurasa…. Aku diam aja….
Terus dipeluknya aku betul-betul, katanya lagi, ‘ku cium kau
ya?’….mak….dah
nggak
jelas….tiba-tiba
aja
dah
hangat
leherku….dahlah….dah diciumnya aku….menyedihkan kali idup kawan
tu….macam dah mau mati aja….main cium-cium pula dia.” (Komunikasi
Personal, 15 Mei 2008)
Universitas Sumatera Utara
Terdapat banyak ketakutan yang muncul sehubungan dengan kemunculan emo
dan gaya hidup mereka. Salah satunya muncul dari kalangan orang yang merasa
perduli dengan masalah kelompok remaja yang melabel emo sebagai kelompok
yang hanya melemahkan anak muda, mengarahkan ke homoseksualitas, depresi
dan feminisasi besar-besaran (Yancy, 2008).
Tekanan dan kecurigaan masyarakat terhadap komunitas ini bahkan
meningkat sejalan dengan terjadinya beberapa kejadian bunuh diri yang dilakukan
oleh pendengar musik emo. Beberapa kalangan meyalahkan musik emo sebagai
pendorong terjadinya hal ini (Yancy, 2008). Emo dituduh telah mensugesti
pendengarnya untuk melakukan tindakan bunuh diri dan hal semacamnya.
Bila dilihat lebih dekat, ternyata permasalahan yang menyangkut bunuh
diri ini merupakan akibat dari depresi sosial yang tidak dapat diterima oleh
beberapa orang. Perilaku bunuh diri merupakan masalah kontrol. Beberapa
individu yang merasa tidak dapat mengendalikan lingkungan disekitarnya akan
berusaha memanipulasi keadaan tak berdaya tersebut dengan usaha bunuh diri
dengan harapan mendapatkan perhatian lebih dari lingkungan sekitarnya
(Lifestrong, 2008). Dalam bahasa psikologi, masalah ini dikenali dengan sebutan
locus of control, dimana individu membentuk keyakinan mengenai arah
datangnya reinforcement terhadap hasil dari perilaku mereka (Schultz, 1994).
Perilaku bunuh diri merupakan manifestasi dari locus of control eksternal
(Lifestrong, 2008), dimana individu meyakini reinforcement yang mereka dapat
berasal dari luar dirinya, nasib baik atau sekedar keberuntungan (Schultz, 1994).
Perasaan tidak berdaya individu dalam mengendalikan lingkungan ini dipercaya
Universitas Sumatera Utara
memaksa mereka untuk melakukan ”perjudian” dengan nyawa mereka sendiri
demi mendapat perhatian dan pertolongan dari orang di sekitarnya (Lifestrong,
2008).
Beberapa penelitian telah dilakukan untuk melihat hubungan antara locus
of control eksternal dengan usaha bunuh diri. Salah satu penelitian yang dilakukan
Martin dan kolega-koleganya (2004) melihat adanya hubungan yang signifikan
antara locus of control eksternal dengan kecenderungan usaha bunuh diri pada
remaja dan dewasa awal. Sebagai hasil tambahan; tingkat simptom depresi,
pikiran-pikiran mengenai bunuh diri, harga diri yang rendah, pesimisme,
kemampuan mengatasi masalah yang rendah, kompetensi sosial yang rendah,
konflik dengan orang tua dan sedikitnya dukungan dari orang tua dan rekan
sebaya mendukung terjadinya perilaku bunuh diri.
Hal di atas merupakan dasar pikiran dari penelitian ini. Menurut
pengamatan peneliti, kelompok emo yang saat ini sedang berkembang dalam
masyarakat kota Medan juga memiliki ciri yang sama dengan yang terdapat di
tempat asalnya, dimana mayoritas pria emo yang ada di kota Medan memiliki ciri
yang hampir sama seperti wanita pada umumnya seperti penggunaan anting,
rambut lurus panjang, penggunaan make-up pada pria, gelang dan penggunaan
pakaian yang menyerupai wanita, selain hal tersebut, musik dan gaya hidup yang
mereka jalani juga memiliki kesamaan yang memungkinkan terjadinya kondisi
yang serupa. Dari pemikiran diatas, peneliti tertarik untuk melihat lebih dekat
gambaran kelompok emo secara khusus di kota Medan. Bagaimanakah gambaran
Universitas Sumatera Utara
kelompok emo di kota Medan dilihat dari karakteristik fisik, psikologis dan
musikal? Bagaimana locus of control pada kelompok emo di kota Medan?
B. TUJUAN PENELITIAN
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran locus of
control pada kelompok aliran musik emo di kota Medan.
C. MANFAAT PENELITIAN
Dari penelitian ini diharapkan akan memberikan manfaat, antara lain:
1. Manfaat teoritis Dengan adanya penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat untuk pengembangan kajian di bidang psikologi, khususnya bagian psikologi sosial menyangkut gambaran kelompok aliran musik emo di kota Medan. Di samping itu penelitian ini akan membantu memberikan kerangka teoritis yang berkaitan dengan kelompok aliran musik emo. 2. Manfaat praktis Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi bagi pembaca untuk mengetahui gambaran kelompok aliran musik emo di kota Medan, terutama mengenai locus of control pada kelompok ini. Penelitian ini juga diharapkan dapat menjadi bahan referensi atau informasi tambahan bagi para praktisi psikologi dalam mengetahui dan memahami kelompok emo. Universitas Sumatera Utara
D. SISTEMATIKA PENULISAN Sistematika penulisan penelitian ini adalah sebagai berikut:
BAB I
: Pendahuluan
Terdiri dari latar belakang masalah, tujuan penelitian, manfaat
penelitian dan sistematika penulisan.
BAB II
: Landasan Teori
Terdiri dari kelompok: definisi kelompok, ciri-ciri kelompok, macammacam kelompok, aspek-aspek kelompok; emo: definisi musik, efek
emosional musik, definisi emo, sejarah emo, ciri-ciri emo, locus of
control, locus of control eksternal, hubungan locus of control
eksternal, dan pertanyaan penelitian.
BAB III
: Metodologi Penelitian
Terdiri dari identifikasi variabel; definisi operasional variabel
penelitian; subjek penelitian; instrumen/alat ukur penelitian; dan teknik
pengumpulan data.
BAB IV
: Analisa Data dan Pembahasan
Terdiri dari uraian singkat hasil penelitian, interpretasi data dan
pembahasan.
BAB V
: Kesimpulan dan Saran
Universitas Sumatera Utara
Download