0 ANALISIS KONTRIBUSI PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD) DALAM MEMENUHI APBD PADA PEMERINTAH KOTA MEDAN OLEH : NAMA : K. DEBBY DEBORA L. NPM : 10510016 PROGRAM STUDY : AKUNTANSI FAKULTAS EKONOMI PROGRAM STUDI AKUNTANSI UNIVERSITAS HKBP NOMMENSEN MEDAN 2014 i KATA PENGANTAR Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan nikmat yang tiada terhingga, sehingga penyusunan skripsi ini selesai dengan baik. Skripsi ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat guna memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Fakultas Ekonomi Universitas HKBP Nommensen Medan. Adapun judul skripsi ini yaitu : Analisis Kontribusi Pendapatan Asli Daerah (PAD) Dalam Memenuhi APBD Pada Pemerintah Kota Medan. Banyak sekali pihak-pihak yang telah bersedia meluangkan waktu dan tenaga, pikiran serta dukungannya baik secara moril dan materil dalam membantu penulis dalam menyelesaikan penyusunan skripsi ini. Terutama untuk kedua orang tua penulis kepada Ayahanda S. Lumban Gaol dan Ibunda M. Br Sihombing yang tidak henti-hentinya memberikan dukungan moril dan materil, nasehat, motivasi serta doanya kepada penulis. Beserta kepada adik Bryan David Lumban Gaol dan Lola Triartini Lumban Gaol yang sangat penulis cintai dan sayangi. Dalam kesempatan ini penulis menyampaikan rasa terima kasih yang tiada terhingga kepada yang terhormat: 1. Bapak Dr. Ir. Parulian Simanjuntak, MA., selaku Dekan Fakultas Ekonomi Universitas HKBP Nommensen Medan. 2. Bapak Dr. Jadongan Sijabat, SE., MSi., selaku Ketua Jurusan Akuntansi Universitas HKBP Nommensen Medan. ii 3. Ibu Audrey M. Siahaan, SE., MSi., Akt., selaku Sekretaris Jurusan Akuntansi Universitas HKBP Nommensen Medan. 4. Bapak Amran Manurung, SE., MSi., selaku Dosen Pembimbing Utama yang telah banyak membantu, membimbing, dan memberikan pengarahan kepada penulis dalam proses penyusunan dan penyelesaian skripsi ini. 5. Bapak Ardin Dolok Saribu, SE., MSi., selaku Dosen Pembimbing kedua sekaligus selaku Dosen Wali penulis yang telah banyak membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. 6. Kepada seluruh Dosen Pengajar Program Studi Akuntansi yang telah mendidik penulis selama mengikuti perkuliahan dan juga kepada seluruh pegawai/staf Tata Usaha Fakultas Ekonomi yang telah banyak memberikan bantuan kemudahan administrasi. 7. Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan kota Medan yang telah memberikan izin untuk mengadakan riset di Badan Pengelola Keuangan Daerah Pemerintah kota Medan. 8. Bapak Pimpinan dan seluruh pegawai/staf Badan Pengelola Keuangan Daerah Pemerintah kota Medan yang memberi izin mengadakan riset dan memberikan bimbingan kepada penulis dalam pelaksanaan riset, khususnya kepada Bapak Arfan Rangkuti yang dengan kesediaannya meluangkan waktu dan memberikan kemudahan kepada penulis. iii 9. Kepada sahabat-sahabat terdekat penulis yang penulis sayangi dan yang selalu memberi semangat dan motivasi: Trisliani Napitipulu, Xarismawati Simangunsong, Putri Bane Cindy Napitupulu dan terutama kepada Rintal Parlindungan Sibarani yang tiada hentinya memberikan dukungan, motivasi dan Doa kepada penulis. 10. Kepada kakak Frida Napitupulu, SE. dan abang Heri Silalahi, SE. yang telah memberikan motivasi, semangat serta saran kepada penulis. 11. Kepada teman-teman Group AD-1 dan kepada semua yang berperan dan mendoakan penulis dalam penyelesaian skripsi ini. Penulis menyadari masih terdapat kekurangan-kekurangan dalam penyusunan skripsi ini. Untuk itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun bagi kesempurnaan skripsi ini. Peneliti berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi ilmu pengetahuan di bidang akuntansi. Medan, April 2014 Penulis K. Debby Debora L. Npm. 10510016 iv DAFTAR ISI KATA PENGANTAR ............................................................................. i DAFTAR ISI .......................................................................................... iv DAFTAR GAMBAR DAN DAFTAR TABEL ...................................... vi ABSTRAK viii BAB I BAB II PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah ............................................... 1 1.2 Rumusan Masalah ........................................................ 5 1.3 Batasan Masalah ........................................................... 6 1.4 Tujuan Penelitian .......................................................... 7 1.5 Manfaat Penelitian ........................................................ 7 URAIAN TEORITIS 2.1 Pendapatan Asli Daerah ................................................ 8 2.1.1 Pengertian Pendapatan Asli Daerah ................... 8 2.1.2 Klasifikasi Pendapatan Asli Daerah ................... 9 2.1.3 Potensi Pendapatan Asli Daerah ........................ 17 Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) ...... 20 2.2.1 Pengertian APBD .............................................. 20 2.2.2 Struktur APBD .................................................. 21 2.3 Kontribusi Pendapatan Asli Daerah Dalam APBD ........ 29 2.4 Kerangka Konseptual.................................................... 30 2.2 BAB III .......................................................................................... METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Objek dan Jenis Penelitian ............................................ 33 3.2 Jenis dan Sumber Data.................................................. 33 v BAB IV 3.3 Metode Penelitian dan Pengumpulan Data .................... 34 3.4 Metode Analisis Data ................................................... 34 ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN 4.1 4.2 4.3 Gambaran Umum Pemerintah Kota Medan ................... 37 4.1.1 Sejarah Singkat Pemerintah Kota Medan ............. 37 4.1.2 Visi dan Misi Kantor Walikota Medan ................. 37 4.1.3 Struktur Organisasi dan Deskripsi Tugas ............. 40 Data Penelitian .............................................................. 47 4.2.1 Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah ........... 47 4.2.2 Perkembangan PAD Pemerintah Kota Medan ....... 58 Analisis Hasil Penelitian ................................................ 66 4.3.1 Analisis Kontribusi PAD dalam APBD Kota Medan 66 4.3.2 Sekor-sektor PAD yang Berpotensi untuk Dikembangkan di Pemerintah Kota Medan ........... BAB V 69 KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan ................................................................... 73 5.2 Saran ............................................................................. 74 DAFTAR PUSTAKA DAFTAR RIWAYAT HIDUP vi DAFTAR GAMBAR DAN DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR Gambar 2.1 Kerangka Konseptual.................................................... 32 Gambar 4.1 Struktur Organisasi BPKD ............................................ 41 DAFTAR TABEL Tabel 3.1 Skala Interval Kemampuan Keungan Daerah Kabupaten/ Kota .......................................................................... 36 Tabel 4.2 Laporan Realisasi APBD Tahun 2008 .................................... 48 Tabel 4.3 Laporan Realisasi APBD Tahun 2009 .................................... 50 Tabel 4.4 Laporan Realisasi APBD Tahun 2010 .................................... 52 Tabel 4.5 Laporan Realisasi APBD Tahun 2011 .................................... 54 Tabel 4.6 Laporan Realisasi APBD Tahun 2012 .................................... 56 Tabel 4.7 Perkembangan Sumber-sumber PAD di Pemerintah Kota Medan Periode 2008-2012 ..................................................... 59 Tabel 4.8 Rincian Perkembangan Sumber Pendapatan Asli Daerah Tahun 2008 .......................................................................... 59 Tabel 4.9 Rincian Perkembangan Sumber Pendapatan Asli Daerah Tahun 2009 .......................................................................... 60 Tabel 4.10 Rincian Perkembangan Sumber Pendapatan Asli Daerah Tahun 2010 .......................................................................... 61 Tabel 4.11 Perkembangan Sumber Pendapatan Asli Daerah Tahun 2011 .......................................................................... 63 vii Tabel 4.12 Perkembangan Sumber Pendapatan Asli Daerah Tahun 2012 .......................................................................... 64 Tabel 4.13 Skala Interval Kemampuan Keuangan Daerah Kabupaten/ Kota .......................................................................... 68 Tabel 4.14 Kontribusi PAD Terhadap APBD Pemerintah Kota Medan Periode 2008-2012................................................................. 68 viii ABSTRAKSI SKRIPSI ANALISIS KONTRIBUSI PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD) DALAM MEMENUHI APBD PADA PEMERINTAH KOTA MEDAN NAMA : K. DEBBY DEBORA L. NPM` : 10510016 JURUSAN : AKUNTANSI Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui berapa kontribusi Pendapatan Asli Daerah (PAD) dalam memenuhi Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) serta sektor-sektor mana saja dari PAD yang berpotensi untuk dapat dikembangkan dalam meningkatkan PAD di Pemerintahan Kota Medan. Jenis data yang digunakan penulis dalam melakukan penelitian adalah data sekunder selanjutnya metode analisis yang digunakan adalah metode deskriptif dan metode komparatif dimana penulis mengambil data-data yang berhubungan dengan PAD dan APBD dari tahun 2008-2012, kemudian menganalisa seberapa besar kontribusi PAD dalam memenuhi APBD dengan menggunakan rasio PAD terhadap total APBD berdasarkan Badan Penelitian dan Pengembangan Depdagri RI yang bekerja sama dengan Fisipol UGM dengan tolak ukur kemampuan keuangan daerah dilihat dari skala interval, 0,00%-10,00% kriteria sangat kurang, 10,01%20,00% kriteria kurang, 20,01%-30,00% kriteria sedang, 30,01%-40,00% kriteria cukup, 40,01%-50,00% kriteria baik dan diatas 50,00% kriteria sangat baik, serta menganalisis sektor-sektor mana saja dari PAD yang dapat dikembangkan untuk meningkatkan PAD yang memberikan kontribusi yang terbesar terhadap PAD. Setelah melakukan penganalisaan, maka penulis menarik kesimpulan bahwa kontribusi PAD dalam memenuhi APBD Pemerintah Kota Medan pada periode 2008-2012, mencapai rata-rata 28,86%, dari angka tersebut dapat disimpulkan bahwa kontribusi Pendapatan Asli Daerah terhadap Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Kota Medan dari tahun 2008 sampai 2012 dengan kriteria kemampuan keuangan daerah sedang. dan yang memperoleh kontribusi tertinggi terjadi pada tahun 2012 yaitu sebesar 38,28% dengan kriteria kemampuan keuangan daerah cukup dan kontribusi terendah terjadi pada tahun 2009 yaitu dengan persentase 19,70% dengan kriteria kemampuan keuangan daerah sedang. Serta sektor-sektor PAD yang berpotensi untuk dikembangkan dalam meningkatkan PAD di Pemerintah Kota Medan untuk tahun 2008-2012 adalah pajak daerah dan retribusi daerah. Untuk meningkatkan kemampuan keuangan daerah Kota Medan harus berupaya meningkatkan Pendapatan Asli Daerah serta menjadikan PAD sebagai sumber motor penggerak pertumbuhan ekonomi dengan menggali potensi PAD. Kata kunci : Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Era reformasi saat ini memberikan peluang bagi perubahan paradigma pertumbuhan menuju paradigma pemerataan pembangunan secara lebih adil dan berimbang. Perubahan paradigma ini antara lain diwujudkan melalui kebijakan otonomi daerah dan perimbangan keuangan pusat dan daerah yang diatur dalam satu paket undang-undang yaitu Undang-undang No.22 tahun 1999 tentang pemerintah daerah menjelaskan tentang tanggungjawab politik dan administratif pemerintah pusat, provinsi dan daerah dan undang-undang No.25 tahun 1999 tentang perimbangan keuangan pemerintah pusat dan pemerintah daerah menyediakan dasar hukum tentang desentralisasi fiskal, menjelaskan pembagian baru mengenai sumber pemasukan dan transfer antar pemerintah. Berdasarkan perundang-undangan ini, ada peralihan fungsi yang cukup besar dari pemerintah pusat langsung ke pemerintah daerah tanpa melalui propinsi. Kota dan kabupaten menjadi bertanggungjawab dalam penyediaan sebagian besar pelayanan umum. Namun berdasarkan undang-undang No. 22 tahun 1999 pemerintah pusat tetap memegang tanggungjawab untuk sistem hukum, masalah keagamaan, pertahanan dan keamanan nasional, perencanaan ekonomi makro, masalah keuangan dan moneter, hubungan internasional dan standarisasi; sementara tanggung jawab wajar lainnya dilimpahkan, pemerintah 2 daerah belum sepenuhnya memiliki sumber daya, pemasukan dan kapasitas kelembagaan yang memadai untuk memenuhi tanggung jawab tersebut. Selanjutnya pada tanggal 15 Oktober 2004 dengan persetujuan dengan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia dan Presiden Republik Indonesia memutuskan : bahwa undang-undang No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah tidak sesuai dengan perkembangan keadaan, ketatanegaraan dan tuntunan penyelenggaraan otonomi daerah sehingga perlu direvisi dan terbitlah UndangUndang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah sedangkan UndangUndang No.25 tahun 1999 tentang perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah direvisi menjadi Undang-Undang No. 33 tahun 2004. Dalam rangka pelaksanaan otonomi tersebut tidak dapat dipungkiri dalam menjalankan otonomi sepenuhnya implementasinya diperlukan dana yang memadai. Oleh karena itu, melalui undang-undang No.33 Tahun 2004 kemampuan daerah untuk memperoleh dana dapat ditingkatkan. Sebagai daerah otonom, daerah dituntut untuk dapat mengembangkan dan mengoptimalkan semua potensi daerah yang digali dari dalam wilayah yang bersangkutan yang terdiri dari hasil pajak daerah, hasil retribusi daerah, pengelolaan kekayaan yang dipisahkan dan lain-lain pendapatan daerah yang sah menjadi sumber PAD maka pemerintah mempunyai kewajiban untuk meningkatkan taraf kesejahteraan rakyat serta menjaga dan memelihara ketentraman dan ketertiban masyarakat. Dalam rangka desentralisasi itulah maka daerah – daerah diberi otonomi, yaitu mengatur dan mengurusi rumah tangganya sendiri. Karena makna subtantif otonomi itu sebenarnya adalah pengakuan pentingnya kemandirian. 3 Dana untuk pembiayaan pembangunan daerah terutama di gali dari sumber kemampuan sendiri dengan prinsip peningkatan kemandirian dalam pelaksanaan pembangunan. Pemerintah daerah dipacu untuk meningkatkan kemampuan di dalam membelanjai urusan rumah tangga sendiri, dengan cara menggali segala sumber dana yang potensial di daerah tersebut. Dari uraian yang disampaikan diatas bahwa ciri utama suatu daerah mampu melaksanakan otonomi daerah adalah: (1) kemampuan keuangan daerah, yang berarti daerah tersebut memiliki kemampuan dan kewenangan untuk menggali sumber-sumber keuangan, mengelola dan menggunakan keuangannya sendiri untuk membiayai penyelenggaraan pemerintahan (2) ketergantungan kepada sumber keuangan terbesar yang didukung juga oleh kebijakan perimbangan keuangan pemerintah pusat dan daerah sebagai prasyarat dalam sistem pemerintahan Negara. Dengan kata lain, keberhasilan pengembangan otonomi daerah bisa dilihat dari derajat desentralisasi fiskal daerah yaitu perbandingan antara PAD dengan total penerimaan APBD-nya yang semakin meningkat. Sejalan dengan upaya untuk memantapkan kemandirian Pemerintah Daerah yang dinamis dan bertanggung jawab serta mewujudkan pemberdayaan dan otonomi daerah dalam lingkup yang lebih nyata, salah satu aspek dari pemerintahan daerah yang harus diatur secara hati-hati adalah masalah pengelolaan keuangan daerah dan anggaran daerah. 4 Anggaran Daerah atau Anggaran Pendapatan Dan Belanja Daerah (APBD) merupakan instrumen kebijakan yang utama bagi pemerintah daerah. APBD digunakan sebagai alat untuk menggambarkan besarnya pendapatan dan pengeluaran, membantu pengambilan keputusan dan perencanaan pembangunan, otorisasi pengeluaran di masa-masa yang akan datang, sumber pengembangan ukuran-ukuran standar untuk evaluasi kinerja, alat untuk memotivasi para pegawai, dan alat koordinasi bagi semua aktivitas dari berbagai unit kerja. Dalam operasionalisasinya, kemampuan keuangan daerah dapat dilihat dari struktur APBD-nya. Pendapatan Asli Daerah (PAD) memiliki peran yang cukup signifikan dalam menentukan kemampuan daerah untuk melakukan aktivitas pemerintahan dan program-program pembangunan. Namun, dalam implementasinya banyak daerah yang memiliki struktur kontribusi PAD relatif kecil terhadap total penerimaan daerah, sebaliknya sebagian penerimaan pendapatan terbesar justru berasal dari pendapatan pemerintah atau instansi lebih tinggi, hal ini menunjukkan ketergantungan yang sangat besar dari pemerintah daerah terhadap pemerintah pusat. Dana untuk membiayai pembangunan daerah terutama digali dari sumber kemampuan keuangan sendiri dengan prinsip peningkatan kemandirian dalam pelaksanaan pembangunan. Dengan kata lain, pemerintah daerah dipacu untuk meningkatkan kemampuan seoptimal mungkin dalam membelanjai urusan rumah tangganya sendiri, dengan cara menggali segala sumber dana yang potensial yang ada didaerah tersebut. 5 Demikian halnya dengan pembangunan yang ada di Pemerintah Kota Medan, dimana untuk jangka panjang Pendapatan Asli Daerah diharapkan mampu menjadi sumber pembiayaan daerah sehingga mampu membiayai sendiri pembangunan yang ada di Kota Medan dan dampaknya dapat mengurangi ketergantungan dari bantuan pemerintah pusat berupa dana perimbangan (Dana Bagi Hasil,DAU dan DAK). Sejauh ini peranan dan kontribusi Pendapatan Asli Daerah sebagai sumber pembiayaan pembangunan di Kota Medan. Melihat latar belakang dan pentingnya kontribusi PAD dalam memenuhi APBD sebagai sumber pembiayaan pembangunan Kota Medan dan mewujudkan kemandirian daerah dalam berotonomi maka penulis tertarik untuk mengkaji permasalahan ini dalam skripsi yang berjudul “Analisis Kontribusi Pendapatan Asli Daerah Dalam Memenuhi anggaran pendapatan Dan Belanja Daerah Pemerintah Kota Medan’’. 1.2 Rumusan Masalah Menurut Moh. Nazir, Masalah timbul karena adanya tantangan, adanya kesangsian ataupun kebingungan kita terhadap suatu hal atau fenomena, adanya kemenduaan arti (ambiguity), adanya halangan dan rintangan, adanya celah (gap) baik antarkegiatan atau antarfenomena, baik yang telah ada ataupun yang akan ada.1 1 111 Moh. Nazir, Metode Penelitian, Cetakan keenam: Ghalia Indonesia, Bogor, 2005, hal. 6 Menurut Elvis F. Purba, “Merumuskan masalah berarti membuat masalah menjadi lebih jelas, dari mana harus dimulai, kemana harus pergi dan dengan apa dilakukan”.2 Berdasarkan latar belakang masalah, penulis merumuskan masalah yang menjadi dasar penyusunan skripsi, adalah: Berapa besar kontribusi realisasi Pendapatan Asli Daerah (PAD) dalam memenuhi Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Pemerintahan kota Medan Tahun 2008-2012? 1.3 Batasan Masalah Menurut Elvis F. Purba, “Membatasi masalah berarti menetapkan batasan-batasan dari masalah penelitian yaitu dengan menetapkan faktorfaktor apa saja yang termasuk dalam ruang lingkup masalah penelitian”.3 Dengan mempertimbangkan terbatasnya kemampuan pengetahuan, waktu dan biaya yang dimiliki serta data yang diperoleh, maka ruang lingkup penelitian dibatasi hanya menyangkut masalah Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Tahun 2008-2012. 2 Elvis F. Purba, Metode Penelitian, Cetakan Kedua: Universitas HKBP Nommensen, Medan, 2008, hal.40 3 Ibid, hal.49 7 1.4 Tujuan Penelitian Adapun tujuan penelitian ini dilakukan yaitu: 1. Untuk mengetahui berapa besar kontribusi Pendapatan Asli Daerah (PAD) dalam memenuhi Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Tahun 2008-2012. 2. Untuk mengetahui sektor – sektor mana saja dari PAD yang berpotensi untuk dikembangkan dalam meningkatkan PAD di Pemerintahan Kota Medan Tahun 2008-2012. 1.5 Manfaat Penelitian Manfaat yang diperoleh dari penelitian ini adalah: 1. Bagi Pemerintah Daerah dapat Memberikan bahan masukan bagi Badan Pengelolaan Keuangan Daerah kota Medan mengenai kinerja keuangan yang dilaksanakan Badan Pengelolaan Kuangan Daerah Kota Medan sehingga dapat menjadi motivasi bagi peningkatan kinerja pemerintah daerah. 2. Dengan adanya penelitian ini diharapkan akan menambah wawasan dan pengetahuan tentang masalah yang diteliti sehingga dapat diperoleh gambaran yang lebih jelas mengenai kesesuaian dilapangan dengan teori yang ada. 3. Bagi peneliti, dapat menambah pengetahuan dalam bidang keuangan daerah serta meningkatkan kemampuan analisis kontribusi Pendapatan Asli Daerah dalam memenuhi APBD. 8 BAB II URAIAN TEORITIS 2.1 Pendapatan Asli Daerah 2.1.1 Pengertian Pendapatan Asli Daerah Pendapatan Asli Daerah merupakan pendapatan daerah yang bertujuan untuk memberikan keleluasaan kepada daerah dalam menggali pendanaan dalam pelaksanaan otonomi daerah sebagai pewujudan asas desentralisasi. Pendapatan Asli Daerah yang merupakan sumber penerimaan daerah sendiri perlu terus ditingkatkan agar dapat menanggung sebagian beban belanja yang diperlukan untuk penyelenggaraan pemerintah dan kegiatan pembangunan yang setiap tahun meningkat sehingga kemandirian otonomi daerah yang luas, nyata dan bertanggung jawab dapat dilaksanakan. Bedasarkan UU No. 33 tahun 2004, Tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah Pendapatan Asli Daerah merupakan Pendapatan Daerah yang bersumber dari hasil Pajak Daerah, hasil Retribusi Daerah, hasil pengelolaan kekayaan Daerah yang dipisahkan, dan Lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang sah, yang bertujuan untuk memberikan keleluasaan kepada Daerah dalam menggali pendanaan dalam pelaksanaan otonomi daerah sebagai perwujudan asas Desentralisasi.4 4 Undang-undang Republik Indonesia Nomor 33 Tahun 2004 tentang, Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat Dan Pemerintahan Daerah, hal. 2 www.djlpe.esdm.go.id/modules/UU/tahun /2004.pdf 9 Peningkatan kemandirian daerah sangat erat kaitannya dengan kemampuan daerah dalam mengelola Pendapatan Asli Daerah (PAD). Menurut Mahmudi, “Semakin tinggi kemampuan daerah dalam menghasilkan PAD, maka semakin besar pula diskresi daerah untuk menggunakan PAD tersebut sesuai dengan aspirasi, kebutuhan, dan prioritas pembangunan daerah”.5 2.1.2 Klasifikasi Pendapatan Asli Daerah Di dalam Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah telah menetapkan “Sumber-sumber pendanaan pelaksanaan Pemerintahan Daerah terdiri atas Pendapatan Asli Daerah, Dana Perimbangan, Pinjaman Daerah, dan Lainlain Pendapatan Yang Sah”.6 Pendapatan Asli Daerah terdiri dari: A. Pajak daerah Berdasarkan UU Nomor 34 Tahun 2000 tentang pajak daerah dan retribusi daerah dalam Marihot , yang dimaksud dengan Pajak daerah adalah iuran wajib yang dilakukan oleh daerah kepada orang pribadi atau badan tanpa imbalan langsung yang seimbang, yang dapat dipaksakan berdasarkan peraturan perundang-undangan 5 Mahmudi , Manajemen Keuangan Daerah: Buku Seri Membudayakan Akuntabilitas Publik: Erlangga, Jakarta, 2010, hal. 18 6 Undang-undang Republik Indonesia Nomor 33 Tahun 2004, Op. Cit., hal. 2 10 yang berlaku, yang digunakan untuk membiayai penyelenggaraan pemerintah daerah dan pembangunan daerah.7 Sementara berdasarkan UU No. 28 tahun 2009 tentang pajak daerah dan retribusi daerah Pasal 1 ayat (10), bahwa Pajak Daerah, yang selanjutnya disebut pajak, adalah kontribusi wajib kepada Daerah yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang besifat memaksa berdasarkan Undang- Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan Daerah bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.8 Menurut Andrian Sutedi, … bahwa pajak daerah adalah pajak negara yang diserahkan kepada daerah untuk dipungut berdasarkan peraturan perundanganundangan, yang dipergunakan guna membiayai pengeluaran daerah sebagai badan hukum publik.9 Pemerintah daerah diberdayakan untuk kreatif mengembangkan pajakpajak daerah, dengan kriteria-kriteria perpajakan yang baik (good tax). kriteriakriteria ini antara lain: a. Objek pajak harus berada di daerah dan kemungkinan kecil bergerak diluar daerah b. Pajak tidak kontradiktif dengan kepentingan umum c. Pajak tidak melanggar undang-undang perpajakan nasional maupun provinsi 7 Marihot P. Siahaan, Pajak Daerah & Retribusi Daerah, Edisi Pertama, Cetakan Ketiga: Rajagrafindo Pers, Jakarta, 2008, hal 10 8 Undang-undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2009 Tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, Bab 1 Pasal 1 ayat 10 9 Andrian Sutedi, Hukum Pajak dan Retribusi Daerah, Cetakan Pertama: Ghalia Indonesia, Bogor, 2008, hal 57 11 d. Pajak harus sesuai dengan potensi pendapatan e. Penerapan pajak tidak memberi dampak negatif bagi ekonomi lokal f. Pajak dilakukan secara adil kepada penduduk daerah g. Pajak melindungi pelestarian lingkungan. Pemerintah daerah mempunyai kewenangan untuk mengatur tarif pajak daerah untuk memaksimumkan pendapatan, atau menciptakan daerah yang kompetitif bagi investor potensial. Berdasarkan UU No. 28 tahun 2009 Jenis pajak kabupaten/kota terdiri atas: 1. Pajak Hotel 2. Pajak Restoran 3. Pajak Hiburan 4. Pajak Reklame 5. Pajak Penerangan Jalan 6. Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan 7. Pajak Parkir 8. Pajak Air Tanah 9. Pajak Sarang Burung Walet 10. Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan dan 11. Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan.10 B. Retribusi Daerah Menurut Rohmat Sumitro dalam Andrian Sutedi, … mengatakan bahwa retribusi daerah adalah pembayaran kepada negara yang dilakukan kepada mereka yang menggunakan jasa-jasa negara, artinya retribusi daerah sebagai pembayaran atas jasa atau karena mendapat pekerjaan usaha atau milik daerah bagi yang 10 Undang-undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2009 Tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah ,Op. Cit.,, bab 2 pasal 2 ayat 2 12 berkepentingan, atau jasa yang diberikan oleh daerah bagi secara langsung maupun tidak langsung.11 Berdasarkan UU No. 28 Tahun 2009 tentang pajak dan retribusi daerah Pasal 1 ayat (64), Retribusi Daerah, yang selanjutnya disebut Retribusi, adalah pungutan daerah sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian izin tertentu yang khususnya disediakan dan/ atau diberikan oleh Pemerintah Daerah untuk kepentingan orang pribadi atau Badan.12 Berdasarkan UU No. 28 Tahun 2009 tentang pajak daerah dan retribusi daerah pasal 108 ayat (1) Objek retribusi adalah: (a) a. Jasa Umum, (b) Jasa Usaha, (c) Perizinan Tertentu. Retribusi Jasa Umum: Menurut UU No. 28 tahun 2009 Pasal 109 yang dimaksud dengan, Objek Retribusi Jasa Umum adalah pelayanan yang disediakan atau diberikan Pemerintah Daerah untuk tujuan kepentingan dan kemanfaatan umum serta dapat dinikmati oleh orang pribadi atau badan.13 Jenis Retribusi Jasa Umum menurut UU No. 28 tahun 2009 Pasal (109) adalah: 1. retribusi pelayanan kesehatan 2. retribusi pelayanan persampahan/kebersihan; 3. retribusi penggantian biaya cetak kartu tanda penduduk dan akta catatan sipil; 11 Andrian Sutedi, Op. Cit., hal. 7 4 Undang-undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2009 Tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, Op. Cit., , bab 1 pasal 1 ayat 64 13 Ibid, bab VI pasal 109 12 13 4. retribusi pelayanan pemakaman dan penguburan mayat; 5. retribusi pelayanan parkir di tepi jalan umum; 6. retribusi pelayanan pasar; 7. retribusi pengujian kendaraan bermotor; 8. retribusi pemeriksaan alat pemadam kebakaran; 9. retribusi penggantian biaya cetak peta; 10. retribusi penyediaan dan/ atau penyedotan kakus; 11. retribusi pengolahan limbah cair; 12. retribusi pelayanan Tera/Tera Ulang; 13. retribusi pelayanan pendidikan; dan 14. retribusi pengendalian menara telekomunikasi Adapun kriteria Retribusi jasa umum menurut UU No. 28 tahun 2009 Pasal 150 yaitu: 1. Retribusi Jasa Umum bersifat bukan pajak dan bersifat bukan Retribusi Jasa Usaha atau Retribusi Perizinan Tertentu; 2. Jasa yang bersangkutan merupakan kewenangan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi; 3. Jasa tersebut memberi manfaat khusus bagi orang pribadi atau badan yang diharuskan membayar retribusi, disamping untuk melayani kepentingan dan kemanfaatan umum; 4. Jasa tersebut hanya diberikan kepada orang pribadi atau badan yang membayar retribusi dengan memberikan keringanan bagi masyarakat yang tidak mampu; 14 5. Retribusi tidak bertentangan dengan kebijakan nasional mengenai penyelenggaraannya; 6. Retribusi dapat dipungut secara efektif dan efisien, serta merupakan salah satu sumber pendapatan daerah yang potensial; dan 7. Pemungutan retribusi memungkinkan penyediaan jasa tersebut dengan tingkat dan/ atau kualitas pelayanan yang lebih baik. b. Retribusi Jasa Usaha: Menurut Undang-undang No. 28 Tahun 2009, Objek Retribusi Jasa Usaha adalah pelayanan yang disediakan oleh Pemerintah Daerah dengan menganut prinsip komersial yang meliputi: a. Pelayanan dengan menggunakan / memanfaatkan kekayaan Daerah yang belum dimanfaatkan secara optimal; dan/ atau b. Pelayanan oleh Pemerintah Daerah sepanjang belum disediakan secara memadai oleh pihak swasta.14 Yang termasuk jenis- jenis jasa usaha dalam UU No. 28 Tahun 2009 Pasal 127 adalah sebagai berikut: 1. retribusi pemakaian kekayaan daerah; 2. retribusi pasar grosir dan/ atau pertokoan; 3. retribusi tempat pelelangan; 4. retribusi terminal; 5. retribusi tempat khusus parkir; 6. retribusi tempat penginapan/ pesanggrahan/ villa; 7. retribusi rumah potong hewan; 8. retribusi pelayanan kepelabuhan; 14 Ibid, hal bab VI pasal 126 15 9. retribusi tempat rekreasi dan olahraga; 10. retribusi penyeberangan di air;dan 11. retribusi penjualan produksi usaha daerah. Adapun kriteria Retribusi Jasa Usaha menurut UU No. 28 Tahun 2009 yaitu sebagai berikut: 1. Retribusi Jasa Usaha bersifat bukan pajak dan bersifat bukan retribusi jasa umum atau retribusi perizinan tertentu; dan 2. Jasa yang bersangkutn adalah jasa yang besifat komersial yang seyogyanya disediakan oleh sektor swasta tetapi belum memadai atau terdapatnya harta yang dimiliki/dikuasai Daerah yang belum dimanfaatkan secara penuh oleh Pemerintah Daerah. c. Retribusi Perizinan Tertentu Menurut Undang-undang No. 28 Tahun 2009, Objek Retribusi Perizinan Tertentu adalah pelayanan perizinan tertentu oleh Pemerintah Daerah kepada oran pribadi atau badan yang dimaksudkan untuk pengaturan dan pengawasan atas kegiatan pemenfaatan ruang, penggunaan sumber daya alam, barang, prasarana, sarana atau fasilitas guna meindungi kepentinga umum dan menjaga kelestarian lingkungan.15 Adapun jenis – jenis Retribusi Perizinan Tertentu berdasarkan UU No. 28 Tahun 2009 Pasal 141 adalah: 1. retribusi izin mendirikan bangunan; 2. retribusi izin tempat penjualan minuman beralkohol; 3. retribusi izin gangguan; 4. retribusi izin trayek; dan 15 Ibid, bab VI pasal 140 16 5. retribusi izin usaha perikanan. Adapun kriteria Retribusi Perizinan Tertentu menurut UU No. 28 Tahun 2009 Pasal 150 yaitu sebagai berikut: 1. Perizinan tersebut termasuk kewenangan pemerintahan yang diserahkan kepada Daerah dalam rangka asas desentralisasi; 2. Perizinan tertentu benar-benar diperlukan guna melindungi kepentingan umum; dan 3. Biaya yang menjadi beban Daerah dalam penyelenggaraan izin tersebut dan biaya untuk menanggulangi dampak negatif dari pemberian izin tersebut cukup besar sehingga layak dibiayai dari retribusi perizinan; Ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah C. Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan Menurut Abdul Halim, “Hasil pengelolaan kekayaan milik daerah yang dipisahkan merupakan penerimaan daerah yang berasal dari pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan”.16 Jenis pendapatan ini dirinci menurut objek pendapatan yang mencakup: 1. Bagian laba atas penyertaan modal pada perusahaan milik daerah/BUMD 16 Abdul Halim, Akuntansi Keuangan Daerah (Akuntansi Keuangan Daerah) , Edisi Ketiga, Cetakan Ketiga : Salemba Empat, Jakarta, 2008, hal. 98 17 2. Bagian laba atas penyertaan modal pada perusahaan milik Negara/BUMN 3. Bagian laba atas penyertaan modal pada perusahaan milik swasta atau kelompok usaha masyarakat. D. Lain-Lain Pendapatan Asli Daerah yang Sah Pendapatan ini merupakan penerimaan Daerah yang berasal dari lainlain milik pemerintah Daerah Menurut Abdul Halim, jenis pendapatan ini meliputi objek pendapatan berikut: 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. Hasil penjualan aset Daerah yang tidak dipisahkan Jasa giro Pendapatan bunga Penerimaan atas tuntutan ganti kerugian daerah Penerimaan komisi, potongan, ataupun bentuk lain sebagai akibat dari penjualan, pengadaan barang, dan jasa oleh daerah. Penerimaan keuangan dari selisih nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing Pendapatan denda atas keterlambatan pelaksanaan pekerjaan Pendapatan denda pajak Pendapatan denda retribusi Pendapatan hasil eksekusi atas jaminan Pendapatan dari pengembalian Fasilitas sosial dan umum Pendapatan dari penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan. Pendapatan dari angsuran/cicilan penjualan.17 2.1.3 Potensi Pendapatan Asli Daerah Adapun sumber-sumber penerimaan pelaksanaan Pemerintah Daerah terdiri atas Pendapatan asli daerah, Dana perimbangan, Pinjaman Daerah, dan lain-lain pendapatan yang sah. 17 Ibid., hal. 98 18 Menurut Riadi Lancar Padang, Pendapatan asli daerah belum diandalkan sebagai sumber pembiayaan utama otonomi daerah kabupaten/kota disebabkan oleh beberapa hal sebagai berikut: a. Rendahnya basis pajak/retribusi daerah Pajak/retribusi yang ditetapkan untuk daerah kabupaten/kota memiliki basis pungutan yang relatif kecil dan sifatnya bervariasi antar daerah. Daerah pariwisata dan daerah yang memiliki aktivitas yang luas akan menikmati penerimaan pendapatan asli daerah yang besar. Sementara daerah terpencil dan daerah pertanian akan menikmati penerimaan pendapatan asli yang relatif kecil. b. Perannya yang tergolong kecil dalam total penerimaan daerah Sebagian besar penerimaan daerah masih berasal dari bantuan pusat dalam bentuk dan subsidi. Dari segi upaya pemungutan pajak, banyaknya bantuan dan subsidi ini mengurangi usaha daerah dalam pemungutan pendapatan asli daerahnya dan daerah lebih mengandalkan kemampuan negosiasinya terhadap pusat untuk memperoleh tambahan bantuan. c. Kemampuan administrasi pemungutan di daerah masih rendah Pemungutan pajak di daerah cenderung dibebani dengan biaya pungut yang besar dan pengelolaan pendapatan asli daerah ditetapkan berdasarkan target. Akibatnya beberapa daerah lebih condong memenuhi target, walaupun dari segi pertumbuhan ekonomi sebenarnya pemasukan pajak dapat melampaui target yang telah ditetapkan. d. Kemampuan perencanaan dan pengawasan keuangan yang cukup Pemungutan pajak selalu mengalami kebocoran-kebocoran yang cukup besar, sebagai dampak daripada lemahnya kemampuan aparat perencanaan dan pengawasan keuangan. Pengembangan sumber keuangan atau potensi ekonomi khususnya PAD agar supaya memenuhi syarat minimum otonomi sering mengalami kendala. Hal ini karena pengenaan atau penarikan PAD harus memperhatikan tolak ukur seperti hasil, keadilan, efisiensi, kemampuan dan kecocokan objek sebagai sumber PAD. Pencapaian sasaran pembangunan daerah melalui kebijakan otonomi masih dihadapkan pada beberapa kendala yang harus diatasi pemerintah daerah.18 18 Riadi Lancar Padang, Analisis Kontribusi Pendapatan Asli Daerah (PAD) Dalam Memenuhi APBD Pada Pemerintah Kabupaten Pakpak Barat, Skripsi, 2011, hal. 18 19 Setiap daerah memiliki kendala yang berbeda sesuai dengan tingkat kesiapan dan kondisi nyata daerah masing-masing. Beberapa kendala utama antara lain adalah: a. Belum memadai dan belum mantapnya kelembagaan di daerah, sehingga cenderung dapat menghambat pelaksanaan desentralisasi dan otonomi daerah. b. Masih terbatasnya ketersediaan dana pembangunan, sementara tuntutan untuk mempercepat pembangunan semakin gencar. c. Masih terbatasnya ketersediaan sarana dan prasarana dasar di beberapa daerah d. Tidak meratanya ketersediaan sumber daya alam di beberapa daerah e. Kurang dan tidak meratanya SDM yang berkualitas. Padahal SDM berkualitas dapat menciptakan lapangan kerja sendiri dan tumbuhnya kreativitas di daerah f. Kendala alamiah, yaitu sumber daya alam daerah tidak sama g. Kendala institusional h. Kendala investasi (modal) i. Kendala sumber keuangan daerah dalam APBD Oleh karena seringnya timbul permasalahan dalam melaksanakan suatu kebijakan publik sehingga dalam proses pelaksanaannya tidak memuaskan semua pihak. Untuk itu perlu adanya proses analisis terhadap pelaksanaan suatu kebijakan publik yang dalam hal ini akan mencoba menganalisis terhadap 20 kebijakan fiskal yang akan menunjukkan kemampuan keuangan daerah dalam menunjang pelaksanaan otonomi daerah. Dalam rangka pelaksanaan Otonomi Daerah yang nyata dan bertanggung jawab, Pendapatan Daerah memegang peranan sangat penting, karena melalui sektor ini dapat dilihat sejauh mana suatu daerah dapat membiayai kegiatan pemerintahan dan pembangunan yang menjadi urusan rumah tangganya. 2.2 Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) 2.2.1 Pengertian Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Salah satu bentuk dari anggaran organisasi sektor publik adalah Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Adapun salah satu fungsi dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah yaitu untuk menjadi dasar dalam merealisasi pendapatan dan belanja pada tahun yang bersangkutan. Karena jika tidak dianggarkan dalam APBD sebuah kegiatan tidak memiliki kekuatan untuk dilaksanakan. Menurut Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004, “Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah selanjutnya disebut APBD adalah suatu rencana keuangan tahunan pemerintahan daerah yang ditetapkan dengan peraturan daerah”.19 Sedangkan berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 71 Tahun 2010 Tentang Standar Akuntansi Pemerintahan, “Anggaran Pendapatan 19 Undang-undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2004 tentang, Pemerintah Daerah, bab 1 pasal 1 ayat 14 21 dan Belanja Daerah (APBD) adalah rencana keuangan tahunan pemerintahan daerah yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah”. 20 APBD adalah suatu anggaran daerah. Yang memiliki unsur - unsur sebagai berikut: 1. rencana kegiatan suatu daerah, beserta uraiannya secara rinci. 2. adanya sumber penerimaan yang merupakan target minimal untuk menutupi biaya-biaya sehubungan dengan aktivitas tersebut, dan adanya biaya-biaya yang merupakan batas maksimal pengeluaranpengeluaran yang akan dilaksanakan. 3. jenis kegiatan dan proyek yang dituangkan dalam bentuk angka. 4. periode anggaran yang biasanya satu tahun. 2.2.2 Struktur APBD Dengan dikeluarkannya kebijakan otonomi daerah, maka akan membawa konsekuensi terhadap berbagai perubahan dalam keuangan daerah, termasuk terhadap struktur APBD. Sebelum UU Otonomi Daerah dikeluarkan, struktur APBD yang berlaku selama ini adalah anggaran yang berimbang dimana jumlah penerimaan atau pendapatan sama dengan jumlah pengeluaran atau belanja. Kini struktur APBD mengalami perubahan bukan lagi anggaran berimbang, tetapi disesuaikan dengan kondisi keuangan daerah. Artinya, setiap daerah memiliki perbedaan struktur APBD sesuai dengan kapasitas keuangan atau pendapatan masing-masing daerah. 20 Peraturan Pemerintah No. 71 tahun 2010 Tentang Akuntansi Pemerintahan, Pernyataan No.2, hal. 280 22 Sejalan dengan perubahan yang terjadi, bentuk APBD sekarang ini didasari pada Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah. Menurut Permendagri No. 13 Tahun 2006 dalam Yonge L.V. Sihombing, Struktur APBD merupakan satu kesatuan yang terdiri dari: 1. Pendapatan Daerah 2. Belanja Daerah 3. Pembiayaan Daerah21 A. Pendapatan Daerah Pendapatan daerah yang dimaksud meliputi semua penerimaan uang melalui Rekening Kas Umum Daerah yang menambah ekuitas dana lancar, yang merupakan hak daerah dalam satu tahun anggaran dan tidak perlu dibayar kembali oleh Daerah. Pendapatan Daerah meliputi: 1. Pendapatan Asli Daerah Pendapatan Asli Daerah merupakan pendapatan daerah yang bertujuan untuk memberikan keleluasaan kepada daerah dalam menggali pendanaan dalam pelaksanaan otonomi daerah sebagai perwujudan asas desentralisasi yang bersumber dari: a. Hasil Pajak Daerah b. Hasil Retribusi Daerah c. Hasil pengelolaan Kekayaan Daerah Dipisahkan d. Lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang Sah 21 Yonge L.V. Sihombing, Manajemen APBD (Anggaran Pendapatan Dan Belanja Daerah) Untuk Pejabat Daerah, Konsultan/ Kontraktor Pemerinah, Pengama APBD, LSM, Akademisi, dan Mahasiswa: Bina Media Perintis, Medan, 2011, hal. 2 23 2. Dana Perimbangan Menurut Nurlan Darise, Dana perimbangan adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada daerah untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi yang bertujuan untuk menciptakan keseimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah dan antara pemerintah daerah.22 Sebagaimana diatur dalam UU No. 33 Tahun 2004 tentang perimbangan keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, Dana Perimbangan yang terdiri atas 3 (tiga) jenis sumber dana, merupakan pendanaan pelaksanaan Desentralisasi yang alokasinya tidak dapat dipisahkan satu dengan yang lain karena masing-masing jenis Dana Perimbangan tersebut saling mengisi dan melengkapi.23 Pemerintah daerah menyatakan dana perimbangan terdiri atas: a. Dana Bagi Hasil Menurut Nurlan Darise, Dana Bagi Hasil adalah dana yang bersumber dari APBN yang dibagihasilkan kepada daerah berdasarkan angka persentase tertentu dengan memperhatikan potensi daerah pengahasil. Dana Bagi Hasil terdiri dari Dana bagi hasil bersumber dari pajak dan Dana Bagi Hasil bersumber daya alam. 24 b. Dana Alokasi Umum Menurut Nurlan Darise, Dana Alokasi Umum (DAU) adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan dengan tujuan pemerataan kemampuan keuangan antara daerah untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi bertujuan untuk pemerataan dan mengurangi ketimpangan kemampuan keuangan 22 Nurlan Darise, Akuntansi Keuangan Daerah (Akuntansi Sektor Publik), Cetakan Pertama: Indeks, Jakarta, 2008, hal. 137 23 Undang-undang No. 33 Tahun 2004, Op. Cit., Pasal 10 Ayat (1), hal.6 24 Nurlan Darise, Pengelolaan Keuangan Pada Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) Dan BLU,, Edisi Kedua, Cetakan Pertama: Indeks, Jakarta, 2009, hal. 38 24 antar daerah melalui penerapan formula yang mempertimbangkan kebutuhan dan potensi daerah.25 DAU suatu daerah ditentukan atas besar kecilnya celah fiskal (fiscal gap) suatu daerah, yang merupakan selisih antara kebutuhan daerah (fiscal need) dan potensi daerah (fiscal capacity). c. Dana Alokasi Khusus Menurut Nurlan Darise, Dana Alokasi Khusus (DAK) adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada daerah tertentu dengan tujuan untuk membantu mendanai kegiatan khusus yang merupakan urusan daerah dan sesuai dengan prioritas nasional khususnya untuk membiayai kebutuhan sarana dan prasarana pelayanan dasar masyarakat yang belum mencapai standar tertentu atau untuk mendorong percepatan pembangunan.26 3. Lain-lain Pendapatan yang Sah, meliputi: a. Hibah/ Bantuan dari pemerintah, pemerintah daerah lainnya, badan lembaga/ organisasi swasta dalam negeri, kelompok masyarakat/ perorangan, dan lembaga luar negeri yang tidak mengikat; b. Dana darurat dari pemerintah dalam rangka penanggulangan korban/ kerusakan akibat bencana alam dan krisis solvalibilitas; c. Dana bagi hasil pajak dan provinsi kepada kabupaten/ kota; d. Dana penyesuaian dan dana otonomi khusus yang ditetapkan oleh pemerintah; dan e. 25 26 Bantuan keuangan dari provinsi atau dari pemerintah daerah lainnya. Ibid, hal.39. Loc. Cit., 25 B. Belanja Daerah Menurut UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah, “Belanja daerah adalah semua kewajiban daerah yang diakui sebagai pengurang nilai kekayaan bersih dalam periode tahun anggaran yang bersangkutan”.27 Menurut Peraturan Pemerintah No 71 Tahun 2010 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan Pernyataan No. 02, “Belanja adalah semua pengeluaran dari Rekening Kas Umum Negara/Daerah yang mengurangi ekuitas dana lancar dalam periode tahun anggaran bersangkutan yang tidak akan diperoleh pembayarannya kembali oleh pemerintah”.28 Belanja diklasifikasikan menurut klasifikasi ekonomi (jenis belanja), organisasi, dan fungsi. Klasifikasi ekonomi adalah pengelompokan belanja yang didasarkan pada jenis belanja untuk melaksanakan suatu aktivitas. Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 71 Tahun 2010 Contoh klasifikasi belanja menurut ekonomi (jenis belanja) adalah sebagai berikut: Belanja Operasi: - Belanja Pegawai xxx - Belanja Barang xxx - Bunga xxx - Subsidi xxx - Hibah xxx - Bantuan Sosial xxx 27 Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004, Op. Cit., Pasal 1 ayat 16, hal. 6 Peraturan Pemerintah No. 71 Tahun 2010 tentang, Standar Akuntansi Pemerintahan, Op. Cit., Pernyataan No.2 hal. 281 28 26 Belanja Modal: - Belanja Aset Tetap xxx - Belanja Aset Lainnya xxx Belanja Lain-lain/Tak Terduga xxx Sumber: Peraturan Pemerintah No. 71 Tahun 2010 Klasifikasi menurut organisasi yaitu klasifikasi berdasarkan unit organisasi pengguna anggaran. Klasifikasi belanja menurut organisasi di lingkungan pemerintah pusat antara lain belanja per kementerian negara/lembaga beserta unit organisasi di bawahnya. Klasifikasi belanja menurut organisasi di pemerintah daerah antara lain belanja Sekretariat Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD), Sekretariat Daerah pemerintah provinsi/ kabupaten/ kota, dinas pemerintah tingkat provinsi/kabupaten/kota, dan lembaga teknis daerah provinsi/kabupaten/kota. Klasifikasi menurut fungsi adalah klasifikasi yang didasarkan pada fungsifungsi utama pemerintah pusat/daerah dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat. Contoh klasifikasi belanja menurut fungsi adalah sebagai berikut: Belanja : - Pelayanan Umum xxx - Pertahanan xxx - Ketertiban dan Keamanan xxx - Ekonomi xxx - Perlindungan Lingkungan Hidup xxx - Perumahan dan Permukiman xxx - Kesehatan xxx 27 - Pariwisata dan Budaya xxx - Agama xxx - Pendidikan xxx - Perlindungan sosial xxx Sumber: Peraturan Pemerintah No. 71 Tahun 2010 C. Pembiayaan Daerah Pembiayaan merupakan kategori baru yang belum ada pada APBD di era prareformasi. Adanya pos pembiayaan merupakan upaya agar APBD semakin informatif, yaitu memisahkan pinjaman dari pendapatan daerah. Hal ini sesuai dengan dengan definisi pendapatan sebagai hak pemda, sedangkan pinjaman belum tentu menjadi hak Pemda.Pembiayaan Daerah seperti dimaksud adalah meliputi semua penerimaan uang yang perlu dibayar kembali dan/atau pengeluaran yang akan diterima kembali, baik pada tahun anggaran yang bersangkutan meupun pada tahun-tahun anggaran berikutnya. Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 71 Tahun 2010 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan Pernyataan No. 02 Pembiayaan (financing) adalah seluruh transaksi keuangan pemerintah, baik penerimaan maupun pengeluaran, yang perlu dibayar atau akan diterima kembali, yang dalam penganggaran pemerintah terutama dimaksudkan untuk menutup defisit dan atau memanfaatkan surplus anggaran. Penerimaan pembiayaan antara lain dapat berasal dari pinjaman, dan hasil divestasi. Sementara, pengeluaran pembiayaan antara lain digunakan untuk pembayaran kembali pokok pinjaman, pemberian pinjaman kepada entitas lain, dan penyertaan modal oleh pemerintah.29 29 Peraturan Pemerintah No. 71 tahun 2010, Op. Cit., Pernataan No.2, hal. 281 28 Penerimaan pembiayaan adalah semua penerimaan Rekening Kas Umum Negara/Daerah antara lain berasal dari penerimaan pinjaman, penjualan obligasi pemerintah, hasil privatisasi perusahaan negara/daerah, penerimaan kembali pinjaman yang diberikan kepada fihak ketiga, penjualan investasi permanen lainnya, dan pencairan dana cadangan. Pengeluaran pembiayaan adalah semua pengeluaran Rekening Kas Umum Negara/Daerah antara lain pemberian pinjaman kepada pihak ketiga, penyertaan modal pemerintah, pembayaran kembali pokok pinjaman dalam periode tahun anggaran tertentu, dan pembentukan dana cadangan. Pembentukan Dana Cadangan menambah Dana Cadangan yang bersangkutan. Hasil-hasil yang diperoleh dari pengelolaan Dana Cadangan di pemerintah daerah merupakan penambah Dana Cadangan. Hasil tersebut dicatat sebagai pendapatan dalam pos pendapatan asli daerah lainnya. Selisih antara anggaran pendapatan daerah dengan dengan anggaran belanja mengakibatkan terjadinya surplus atau defisit. Surplus anggaran, terjadi apabila anggaran pendapatan daerah lebih besar dari pada anggaran belanja daerah. Defisit anggaran terjadi apabila anggaran pendapatan daerah diperkirakan lebih kecil dari pada anggaran belanja daerah. 29 2.3 Kontribusi Pendapatan Asli Daerah Dalam APBD Salah satu penerimaan Pemerintah Kota/Kabupaten yang tercermin dalam APBD Pemerintah Kota/Kabupaten berasal dari PAD yaitu pajak daerah, retribusi daerah, pendapatan hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, lain-lain pendapatan asli daerah yang sah. Perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan daerah yang ideal apabila setiap tingkat pemerintahan daerah independen di bidang keuangan untuk membiayai pelaksanaan tugas dan wewenang masing,masing. Hal utama yang menunjukkan suatu daerah otonom mampu berdiri sendiri dalam pembangunannya terletak pada kemampuan keuangan daerah tersebut untuk menggali sumber-sumber keuangan sendiri dan ketergantungan terhadap pemerintah pusat harus seminimal mungkin, sehingga PAD harus menjadi sumber keuangan besar yang didukung oleh kebijakan pembagian keuangan pusat dan daerah sebagai prasyarat mendasar dalam system pemerintahan mendasar dalam system pemrintah daerah. Dilihat dari sisi pendapatan, keuangan daerah yang berhasil adalah jika keuangan daerah mampu meningkatkan penerimaan daerah secara berkelanjutan seiring dengan perkembangan perekonomian di daerah tersebut tanpa memperburuk alokasi faktor-faktor produksi dan rasa keadilan dalam masyarakat serta dengan biaya untuk mendapatkan penerimaan daerah secara efektif dan efisien. Inti dari desentralisasi fiskal adalah menciptakan kemandirian daerah dalam penyelenggaraan daerah. Dalam hubungannya dengan pendanaan, 30 desentralisasi fiskal merupakan faktor utama bagi kelancaran penyediaan dana pembangunan daerah dapat berjalan secara maksimal. Pendapatan asli daerah merupakan variabel utama untuk menentukan tingkat kemandirian daerah atau sering disebut dengan derajat desentralisasi fiskal. Untuk melihat kemampuan daerah dalam menjalankan otonomi daerah salah satunya bisa diukur melalui kinerja atau kemampuan keuangan daerah, dapat digunakan alat analisis Derajat Desentralisasi Fiskal. Derajat desentralisasi fiskal ditentukan berdasarkan rasio pendapatan daerah terhadap total pendapata daerah. Semakin besar nilai derajat desentralisasi fiskal tersebut maka semakin besar pula kemandirian daerah dalam pendanaan tugas daerah. 2.4 Kerangka Konseptual Dengan berlakunya UU No. 32 tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah dan UU No. 33 tahun 2004 tentang perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah sebagai dasar penyelenggaraan Otonomi Daerah, Organisasi pemerintah dituntut untuk dapat mengembangkan dan mengoptimalkan semua potensi daerah yang digali dari dalam wilayah yang bersangkutan agar dapat meningkatkan kesejahteraan rakyat serta memelihara ketentraman dan ketertiban masyarakat. Karena itu Pemerintah Daerah harus siap dengan segala konsekuensinya untuk memikul tanggungjawab mengatur seperangkat sumbersumber dana dan daya manusia dalam menigkatkan pelayanan publiknya. 31 Beradasarkan UU No. 33 tahun 2004 Pendanaan penyelenggaraan pemerintahan agar terlaksana secara efisien dan efektif serta untuk mencegah tumpang tindih ataupun tidak tersedianya pendanaan pada suatu bidang pemerintahan, maka diatur pendanaan penyelenggaraan pemerintahan. Penyelenggaraan pemerintahan yang menjadi kewenangan Daerah dibiayai dari APBD, sedangkan penyelenggaraan kewenangan pemerintahan yang menjadi tanggung jawab Pemerintah dibiayai dari APBN, baik kewenangan Pusat yang didekonsentrasikan kepada Gubernur atau ditugaskan kepada Pemerintah Daerah dan/atau Desa atau sebutan lainnya dalam rangka Tugas Pembantuan. Adapun Sumber-sumber pendanaan pelaksanaan Pemerintahan Daerah terdiri atas Pendapatan Asli Daerah, Dana Perimbangan, Pinjaman Daerah, dan Lain-lain Pendapatan Yang Sah. Pendapatan Asli Daerah merupakan Pendapatan Daerah yang bersumber dari hasil Pajak Daerah, hasil Retribusi Daerah, hasil pengelolaan kekayaan Daerah yang dipisahkan, dan Lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang sah, yang bertujuan untuk memberikan keleluasaan kepada Daerah dalam menggali pendanaan dalam pelaksanaan otonomi daerah sebagai perwujudan asas Desentralisasi. Dalam penulisan ini yang menjadi lingkup kajian nantinya adalah Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang merupakan sumber pembiayaan dalam penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan daerah. Secara sederhana kerangka konseptual dapat dibuat dalam gambar 2.1 berikut: 32 OTONOMI DAERAH Undang-undang No.32 Tahun 2004 Undang-undang No.33 Tahun 2004 DANA PENDAPATAN PERIMBANGAN ASLI DAERAH (PAD) PAJAK RETRIBUSI LABA DAERAH DAERAH BUMD LAPORAN APBD ANALISA KESIMPULAN Gambar 2.1 Gambar 2.1 Kerangka Konseptual LAIN-LAIN PENDAPATAN YANG SAH LAIN-LAIN PENDAPATAN DAERAH YANG SAH 33 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Objek Dan Jenis Penelitian Penelitian atau riset merupakan suatu proses yang dilakukan dengan sistematis dengan meliputi pengumpulan dan analisis data (informasi) dalam upaya meningkatkan pengertian kita mengenai fenomena yang telah menjadi perhatian kita maupun hal yang kita minati. Adapun penelitian ini dilakukan penulis pada Badan Pengelola Keuangan Daerah Kota Medan. Jenis penelitian yang dilakukan penulis berupa deskriptif kuantitatip, yaitu menguraikan kontribusi Pendapatan Asli Daerah terhadap APBD. 3.2 Jenis dan Sumber Data Data yang diperlukan dalam penelitian ini adalah data sekunder. Menurut Elvis “Data sekunder adalah data yang telah ada atau telah dikumpulkan oleh orang ketiga”. 30 Meliputi jumlah penerimaan masing-masing komponen PAD yaitu penerimaan pajak daerah, retribusi daerah, Pendapatan hasil pengelolaan 30 Elvis F. Purba dan Parulian Simanjuntak, Op. Cit.,, hal. 107 34 kekayaan Daerah yang dipisahkan dan lain-lain pendapatan asli daerah yang sah serta APBD yang ada di dalam Laporan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), undang-undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah, Undang-undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah, Peraturan Pemerintah, Standar Akuntansi Pemerintah. 3.3 Metode Penelitian dan Pengumpulan Data Untuk mendapatkan data yang diperlukan dalam penulisan ini, penulis menggunakan metode penelitian lapangan yaitu penelitian yang berhubungan dengan pengumpulan data yang relevan melalui pengamatan langsung. Adapun teknik pengumpulan data dalam penelitian ini yaitu dengan teknik dokumentasi, yaitu dengan cara mempelajari dokumen-dokumen dan laporan-laporan yang ada kemudian melakukan pencatatan atau pengcopyan terhadap dokumen-dokumen yang dibutuhkan baik data keuangan maupun non keuangan. 3.4 Metode Analisis data Dalam melakukan analisis terhadap data-data yang diperoleh, penulis menggunakan metode analisis yakni: 35 1. Metode Analisis Deskriptif Menurut Elvis, “ … penelitian Deskriptif adalah suatu jenis penelitian yang bertujuan untuk memberikan gambaran (deskripsi) dari suatu fenomena tertentu secara obyektif”.31 Dimana dalam penelitian ini penulis menganalisa seberapa besar kontribusi PAD dalam memenuhi APBD yang di ukur dengan desentralisasi fiskal. DDF = Dimana : DDF : Derajat Desentralisasi fiskal PADt : Realisasi Pendapatan Asli Daerah Tahun ke t APBDt : Anggaran Pendapatan dan belanja Daerah Tahun ke t Menurut Badan Penelitian dan Pengembangan Depdagri RI Bekerja sama dengan Fisipol UGM dalam Munir Dasril untuk menentukan tolak ukur kemampuan keuangan daerah dapat dilihat dari rasio PAD terhadap total APBD dan berikut ini skala interval kemampuan keuangan daerah seperti pada Tabel 3.2 dibawah ini: 31 Ibid, hal. 19 36 Tabel 3.1 Skala Interval Kemampuan Keuangan Daerah Kabupaten/kota Presentase PAD Kemampuan keuangan daerah 0,00 - 10,00 Sangat Kurang 10,01 - 20,00 Kurang 20,01 - 30,00 Sedang 30,01 - 40,00 Cukup 40,01 - 50,01 Baik > 50,00 Sangat Baik Sumber : BALITBANG-Fisipol UGM 2. Metode Analisis Komparatif Menurut, Moh. Nazir, “Penelitian komparatif adalah sejenis penelitian deskriptif yang ingin mencari jawab secara mendasar tentang sebab akibat, dengan menganalisis faktor-faktor penyebab terjadinya ataupun munculnya suatu fenomena tertentu”.32 Dimana dalam hal ini penulis membandingkan kontribusi PAD terhadap APBD setiap tahun. 32 Moh Nazir, Op. Cit., hal. 58 37 BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Pemerintah Kota medan 4.1.1 Sejarah Singkat Pemerintahan Kota Medan Pemerintah Kota Medan berdiri berdasarkan UU Darurat No. 8 Tahun 1956 tentang Pembentukan Daerah Otonomi Kota-Kota dalam lingkungan Daerah Propinsi Sumatera Utara. Pemerintah Kota Medan beraktivitas untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat, terutama dalam bidang pendidikan, kesehatan dan infrastruktur. Sebagai salah satu daerah otonom berstatus Kota di Propinsi Sumatera Utara, Kedudukan, fungsi dan peranan Kota Medan cukup penting dan strategis secara regional. Bahkan sebagai Ibukota Propinsi Sumatera Utara, Kota Medan sering digunakan sebagai barometer dalam pembangunan dan penyelenggaraan pemerintah daerah. Pelaksanaan pembangunan kota, khususnya setelah melalui fase kritis (2002-2004) memiliki kinerja yang menggembirakan, berdasarkan indikatorindikator yang dapat diamati, keluaran, hasil, manfaat dan dampak pembangunan kota pada periode tersebut, cenderung cukup berarti, bahkan dapat dianggap efektif dan efisien, meningkatkan kesejahteraan warga kota. 38 4.1.2 Visi dan Misi Kantor Walikota Medan Visi Secara umum arah dan agenda pembangunan kota mengacu kepada visi: Jangka Panjang (Visi 2025): Perda Nomor 8 Tahun 2009 Kota Medan yang maju, sejahtera, religious dan berwawasan lingkungan (Indikasi: Income perkapita Rp 72 Juta / Tahun) Jangka Menengah (Visi 2015): Kota Medan menjadi Kota Metropolitan yang berdaya saing, nyaman, peduli dan sejahtera. Jangka Pendek (Tahun 2011): Mendorong pertumbuhan ekonomi daerah yang semakin dinamis dan berkualitas guna menciptakan kesempatan kerja yang luas, mengurangi kemiskinan, meningkatkan mutu pelayanan publik dan kesejahteraan masyarakat (Indikasi: Income perkapita menjadi Rp 41,3 Juta dari Rp 36 Juta Tahun 2010). Misi Untuk mewujudkan visi tersebut diperlukan beberapa misi yang merupakan titik konsentrasi kegiatan yang sekaligus menjadi pedoman dalam melaksanakan tugas-pemerintah. Adapun Misi yang akan diwujudkan Pemerintah Kota Medan Tahun 2013 yaitu melaksanakan percepatan dan perluasan pembangunan kota terutama pada 6 (enam) aspek dasar, yaitu: 39 1. Pelayanan pendidikan baik akses, kualitas maupun manajemen pendidikan yang semakin baik, sehingga dapat menciptakan lulusan yang unggul 2. Perbaikan infrastruktur, utamanya perbaikan jalan kota, jalan lingkungan, taman kota dan drainase serta penataan pasar tradisional secara simultan. 3. Pelayanan kesehatan, baik akses, mutu maupun manajemen kesehatan yang semakin baik. 4. Peningkatan pelayanan administrasi public terutama pelayanan KTP/KK/Akte kelahiran dan perizinan usaha. 5. Peningkatan Disiplin Pegawai Negeri Sipil (PNS) untuk meningkatkan kapasitas dan prestasi kerjanya, sesuai dengan tugas pokok dan fungsi masing-masing. 6. Menurunkan angka pengangguran dan kemiskinan. Catatan: Misi ini tidak ringan dan pencapaiannya akan dipengaruhi faktor eksternal dan internal. Untuk itu, kita harus bekerja lebih efektif. Dengan terwujudnya misi kota Medan maka telah mendukung kemajuan dan kemakmuran Medan Kota Metropolitan dengan motto Kota Medan “Hari ini lebih baik dari hari kemarin dan hari esok lebih cerah dari hari ini”. 40 4.1.3 Struktur Organisasi dan Deskripsi Tugas Struktur Organisasi Untuk memudahkan pengawasan dan pengaturan kerja terhadap pegawai diperlukan suatu struktur organisasi dalam perusahaan/instansi, sebuah perusahaan besar ataupun yang kecil tentunya sangat memerlukan adanya struktur organisasi perusahaan, dimana struktur organisasi ini memberikan penjelasan tentang semua kedudukan ataupun jabatan-jabatan yang diemban oleh pegawai untuk mengetahui tugas dan batasan-batasan pekerjaan serta kepada siapa dia akan bertanggung jawab, sehingga akhirnya aktivitas organisasi akan berjalan dengan lancer dan tepat serta baik tanpa adanya kendala yang timbul dalam perusahaan tersebut. Untuk memperjelas, pada gambar 4.3 berikut dapat ditampilkan gambar struktur organisasi Badan Pengelolaan Keuangan Daerah Kantor Walikota Medan. 41 Deskripsi Tugas Organisasi Badan Pengelolaan Keuangan Daerah (BPKD), terdiri dari: a. Kepala BPKD BPKD dipimpin oleh Kepala Badan yang berkedudukan di bawah dan bertanggung jawab kepada Walikota melalui Sekretaris Daerah. BPKD mempunyai tugas melaksanakan penyusunan dan pelaksanaan kebijakan urusan pemerintahan daerah di bidang pengelolaan keuangan daerah lingkup anggaran, perbendaharaan, akuntansi dan pelaporan. Dalam melaksanakan tugas, BPKD menyelenggarakan fungsi: a. Perumusan kebijakan teknis di bidang pengelolaan keuangan daerah b. Penyusunan pedoman dan petunjuk teknis urusan pemerintah daerah di bidang pengelolaan keuangan daerah. c. Pemberian dukungan atas penyelenggaraan pemerintahan daerah di bidang pengelolaan keuangan. d. Penyusunan dan penyelenggaraan administrasi keuangan, penatausahaan, pelaporan dan pertanggungjawaban pengelolaan keuangan daerah. e. Pembinaan dan pelaksanaan tugas di bidang pengelolaan keuangan daerah. f. Pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh Walikota sesuai dengan tugas dan fungsinya. 42 b. Sekretariat Sekretariat dipimpin oleh Sekretaris, yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Kepala Badan. Sekretariat mempunyai tugas pokok melaksanakan sebagian tugas BPKD lingkup kesekretariatan yang meliputi pengelolaan administrasi umum, keuangan dan penyusunan program. Sekretariat menyelenggarakan fungsi: a. Penyusunan rencana, program, dan kegiatan kesekretariatan. b. Pengkoordinasian penyusunan perencanaan program BPKD c. Pelaksanaan dan penyelenggaraan pelayanan administrasi umum, kepegawaian, keuangan dan kerumahtanggaan BPKD. d. Pengelolaan dan pemberdayaan sumber daya manusia, pengembangan organisasi, dan ketatalaksanaan. e. Pelaksanaan koordinasi penyelenggaraan tugas-tugas BPKD. f. Pelaksanaan pembinaan, pengawasan dan pengendalian bidang kesekretariatan. g. Pelaksanaan monitoring, evaluasi dan pelaporan kesekretariatan. h. Pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh Kepala Badan sesuai dengan tugas dan fungsinya. c. Bidang Anggaran Bidang Anggaran dipimpin oleh Kepala Bidang, yang berad dibawah dan bertanggung jawab kepada Kepala Badan. Bidang Anggaran mempunyai tugas pokok melaksanakan sebagian tugas BPKD lingkup pendapatan, belanja tidak langsung dan belanja langsung 43 Bidang Anggaran menyelenggarakan fungsi: a. Penyusunan rencana, program, dan kegiatan Bidang Anggaran. b. Penyusunan bahan petunjuk teknis lingkup anggaran yang meliputi pendapatan dan pembiayaan, belanja tidak langsung dan belanja langsung. c. Pengkoordinasian Kebijakan Umum APBD (KUA) dan Prioritas Plafon Anggaran d. Sementara (PPAS) dengan Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD). e. Pengkoordinasian Rencana Kerja dan Anggaran (RKA) SKPD. f. Pengkoordinasian dan penyusunan Rancangan APBD dan Perubahan APBD atas usulan SKPD. g. Penyiapan bahan pengesahan DPA/DPPA SKPD. h. Penyiapan SPD sesuai DPA/DPPA SKPD. i. Penyusunan laporan realisasi SPD SKPD. j. Penyusunan laporan kinerja program bidang anggaran. k. Penyiapan bahan pembinaan, pengendalian, evaluasi dan pelaporan pelaksanaan tugas. l. Pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh Kepala Badan sesuai dengan tugas dan fungsinya. d. Bidang Perbendaharaan Bidang Perbendaharaan dipimpin oleh Kepala BIdang, yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Badan. Bidang Perbendaharaan mempunyai 44 tugas pokok melaksanakan sebagian tugas BPKD lingkup gaji, belanja, verifikasi dan kas. Bidang Perbendaharaan menyelenggarakan fungsi: a. Penyusunan rencana, program, dan kegiatan Bidang Perbendaharaan. b. Penyusunan petunjuk teknis lingkup perbendaharaan. c. Pengkoordinasian pelaksanaan tugas di bidang gaji, belanja, verifikasi dan kas. d. Penyiapan SP2D belanja tidak langsung, belanja langsung dan pengeluaran pembiayaan. e. Pengujian terhadap pengajuan pembayaran gaji, belanja, verifikasi dan kas. f. Penyiapan Surat Permintaan Pembayaran (SPP) belanja tidak langsung, belanja langsung dan pengeluaran pembiayaan. g. Penyusunan laporan realisasi SP2D SKPD. h. Penyusunan laporan kinerja program bidang pembendaharaan. i. Penyiapan bahan dalam rangka penyelesaian masalah tuntutan perbendaharaan dan tuntutan ganti rugi. j. Penyiapan bahan pembinaan, pengendalian, evaluasi dan pelaporan pelaksanaan tugas. k. Pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh Kepala Badan Sesuai dengan tugas dan fungsinya. 45 e. Bidang Akuntansi dan Pelaporan Bidang Akuntansi dan Pelaporan dipimpin oleh Kepala Bidang, yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Kepala Badan. Bidang Akuntansi dan Pelaporan mempunyai tugas pokok melaksanakan sebagian tugas BPKD lingkup akuntansi dan pelaporan. Bidang Akuntansi dan Pelaporan menyelenggarakan fungsi: a. Penyusunan rencana, program dan kegiatan Bidang Akuntansi dan Pelaporan. b. Penyusunan petunjuk teknis lingkup akuntansi dn pelaporan. c. Pengkoordinasian pelaksanaan tugas di bidang akuntansi dan pelaporan. d. Pelaksanaan penyusunan, sosialisasi dan asistensi sistem penatausahaan akuntansi pemerintah daerah. e. Pengkoordinasian laporan keuangan, laporan kinerja dan laporan manajerial dari SKPD menjadi laporan keuangan sebagai pertanggungjawaban pelaksanaan APBD. f. Penyajian data dan informasi di bidang analisa, bidang pelaporan keuangan serta bidang penatausahaan keuangan. g. Penatausahaan Pembukuan Keuangan Pemerintah Daerah dan penyusunan Laporan Keuangan Daerah. h. Penyusunan Laporan realisasi APBD setiap semester dan prognosis 6 (enam) bulan berikutnya. 46 i. Penelitian kelengkapan surat pertanggungjawaban belanja dan pengesahan surat pertanggung jawaban pendapatan. j. Penyusunan laporan kinerja program bidang akuntansi dan pelaporan. k. Pelaksanaan pembinaan, pemantauan pengawasan dan pengendalian di bidang akuntansi dan pelaporan keuangan. l. Pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh kepala Badan sesuai dengan tugas dan fungsinya. f. Unit Pelaksana Teknis Pembentukan, nomenklatur, tugas pokok dan fungsi Unit Pelaksana Teknis akan ditentukan dan ditetapkan dengan peraturan Walikota. g. Kelompok Jabatan Fungsional Kelompok Jabatan Fungsional mempunyai tugas melaksanakan sebagian tugas Badan sesuai dengan keahlian dan kebutuhan. Kelompok Jabatan Fungsional dimaksud dalam Pasal 37, terdiri dari sejumlah tenaga fungsional yang diatur dan ditetapkan berdasarkan peraturan perundang-undangan. Setiap Kelompok Jabatan Fungsional tersebut dipimpin oleh Tenaga Fungsional Senior yang dihunjuk. Jumlah tenaga fungsinal tersebut ditentukan berdasarkan kebutuhan dan beban kerja. Jenis dan jenjang jabatan fungsional tersebut di atur berdasarkan peraturan perundang-undangan. 4.2 Data Penelitian 4.2.1 Anggaran Pendapatan Belanja Daerah Untuk melihat jumlah APBD Kota Medan dapat dilihat dalam struktur laporan realisasi APBD tahun 2008-2012 yang disajikan dibawah ini : 47 4.2.2 Perkembangan PAD Pemerintah Kota Medan Dalam era otonomi daerah sekarang ini, daerah diberikan kewenangan yang lebih besar untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri. Tujuannya antara lain adalah untuk lebih mendekatkan pelayanan pemerintah kepada masyarakat, memudahkan masyarakat untuk memantau dan mengontrol penggunaan data yang bersumber dari APBD, selain untuk menciptakan persaingan yang sehat antar daerah dan mendorong timbulnya inovasi. Sejalan dengan kewenangan tersebut, pemerintah daerah diharapkan lebih mampu menggali sumber-sumber keuangan khususnya untuk memenuhi kebutuhan pembiayaan pemerintah dan pembangunan di daerah melalui PAD. Adapun jenis-jenis PAD yang diterima oleh Badan Pengelola Keuangan Pemerintah Kota Medan adalah pendapatan pajak daerah, pendapatan retribusi daerah, pendapatan hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, lain-lain pendapatan asli daerah yang sah. Berikut perkembangan sumber-sumber PAD di kota Medan pasca pelaksanaan otonomi daerah tahun 2008-2012 yakni: 48 Tabel 4.7 Perkembangan sumber-sumber PAD di Pemerintah Kota Medan Periode 2008-2012 Dalam miliyaran rupiah Jenis PAD Pajak Daerah Retribusi Daerah Pendapatan Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah Yang Dipisahkan Lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang Sah Jumlah PAD Tahun 2008 216,910 141,208 Tahun 2009 237,097 80,760 Tahun 2010 308,123 212,158 Tahun 2011 609,379 236,694 Tahun 2012 892,674 127,839 4,910 4,524 9,526 11,727 9,780 28,484 391,514 46,181 368,564 59,132 588,941 137,271 117,607 995,072 1.147,901 Sumber : Diolah dari Badan Pengelolaan Keuangan Pemerintah Kota Medan Untuk mengidentifikasi dan menganalisis sektor-sektor mana saja dari PAD yang potensial untuk dikembangkan dalam rangka meningkatkan penerimaan pendapatan asli daerah di Pemerintah Kota Medan, berikut rincian perkembangan sumber pendapatan asli daerah. Tabel 4.8 Pemerintah Kota Medan Rincian Perkembangan Sumber Pendapatan Asli Daerah Tahun 2008 No. URAIAN JUMLAH I Pendapatan Pajak Daerah 216.910.382.187,23 1 Pajak Hotel 24.868.083.225,86 2 Pajak Restoran 43.114.093.968,34 3 Pajak Hiburan 9.417.048.139,23 4 Pajak Penerangan Jalan 113.584.356.914,00 49 5 Pajak Parkir 6 Pajak Reklame II Pendapatan Retribusi Daerah 1 Retribusi Jasa Umum 99.570.568.879,00 2 Retribusi Jasa Usaha 12.511.969.602,77 3 Retribusi Perijinan Tertentu 29.126.185.734,65 III 4.290.011.370,00 21.636.788.569,80 Pendapatan Hasil Pengelolaan Kekayaan 141.208.724.216,42 4.910.560.066,74 Daerah Yang Dipisahkan 1 Bagian Laba atas Penyertan Modal pada 4.910.560.066,74 Perusahaan Milik Daerah/BUMD IV Lain-lain Pendapatan Asli Daerah Yang 28.484.891.611,05 Sah 1 Pendapatan Jasa Giro 12.562.824.726,68 2 Pendapatan Denda Pajak 3 Pendapatan dari Pengembalian 9.549.643.169,28 4 Penerimaan Lain-lain 5.806.447.748,73 565.975.966,36 Sumber : Diolah dari Badan Pengelolaan Keuangan Daerah Kota Medan Tabel 4.9 Pemerintah Kota Medan Rincian Perkembangan Sumber Pendapatan Asli Daerah Tahun 2009 No. URAIAN JUMLAH I Pendapatan Pajak Daerah 237.119.620.405,07 1 Pajak Hotel 32.248.881.972,36 2 Pajak Restoran 48.513.407.068,68 3 Pajak Hiburan 9.995.090.144,30 4 Pajak Reklame 24.205.729.883,00 50 5 Pajak Penerangan Jalan 6 Pajak Parkir II Pendapatan Retribusi Daerah 80.760.379.948,75 1 Retribusi Jasa Umum 32.107.327.487,00 2 Retribusi Jasa Usaha 13.536.597.356,75 3 Retribusi Perizinan Tertentu 35.116.455.105,00 III 116.994.355.803,00 5.162.155.533,73 Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang 4.524.800.350,05 Dipisahkan 1 Bagian laba atas Penyertaan Modal pada 4.524.800.350,05 Perusahaan Milik Daerah/BUMD IV Lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang Sah 44.542.612.247,54 1 Penerimaan Jasa Giro 20.192.004.132,05 2 Pendapatan Denda Pajak 3 Pendapatan dari Pengembalian 25.385.670.430,90 4 Penerimaan Lain-lain (2.178.946.749,40) 1.143.884.433,99 Sumber : Diolah dari Badan Pengelolaan Keuangan Kota Medan Tabel 4.10 Pemerintah Kota Medan Rincian Perkembangan Sumber Pendapatan Asli Daerah Tahun 2010 No URAIAN JUMLAH I Pendapatan Pajak Daerah 308.123.452.172,49 1 Pajak Hotel 41.803.017.281,76 2 Pajak Restoran 63.001.970.875,10 3 Pajak Hiburan 12.944.719.326,63 4 Pajak Reklame 25.483.008.482,00 5 Pajak Penerangan Jalan 158.789.100.162,00 51 6 Pajak Parkir II Hasil Retribusi Daerah 212.158.267.838,94 1 Retribusi Jasa Umum 126.435.643.709,57 2 Retribusi Jasa Usaha 16.988.783.525,87 3 Retribusi Perizinan Tertentu 68.733.840.603,50 III 6.101.636.045 Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah 9.526.994.442,00 Bagian laba atas Penyertaan Modal pada 537.954.857,00 yang Dipisahkan 1 Perusahaan Milik Daera/BUMD 2 Bagian Laba atas Penyertaan Modal pada 8.989.039.585,00 Perusahaan Milik Pemerintah/BUMN IV Lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang 59.132.739.238,11 Sah 1 Penerimaan Jasa Giro 14.764.884.971,94 2 Komisi, Potongan, dan Selisih Nilai Tukar 37.452.656,00 Rupiah 3 Pendapatan Denda Keterlambatan 3.954.330.122,73 Pelaksanaan Pekerjaan 4 Pendapatan Denda Pajak 2.211.682.241,44 5 Pendapatan dari Pengembalian 1.139.402.054,00 6 Fasilitas Sosial dan Fasilitas Umum 7 Penerimaan Lain-lain 611.290.632,00 36.413.696.560,00 Sumber : Diolah dari Badan Pengelolaan Keuangan Daerah Kota Medan 52 Tabel 4.11 Pemerintah Kota Medan Rincian Perkembangan Sumber Pendapatan Asli Daerah Tahun 2011 No. URAIAN JUMLAH I Pendapatan Pajak Daerah 609.379.336.501,11 1 Pajak Hotel 58.597.540.530,49 2 Pajak Restoran 70.669.938.224,06 3 Pajak Hiburan 16.243.264.797,77 4 Pajak Reklame 28.005.529.193,00 5 Pajak Penerangan Jalan 6 Pajak Parkir 5.912.356.159,80 7 Pajak Air Bawah Tanah 3.067.489.752,28 8 Pajak Bea Perolehan Hak Atas Tanah & 172.666.073.481,00 254.217.144.362,71 Bangunan (BPHTB) II Hasil Retribusi Daerah 236.694.879.407,88 1 Retribusi Jasa Umum 114.358.586.390,00 2 Retribusi Jasa Usaha 19.609.029.014,56 3 Retribusi Perizinan Tertentu III 102.727.264.003,32 Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah 11.727.355.511,57 yang Dipisahkan 1 Bagian Laba atas Penyertaan Modal 151.890.800,00 pada Perusahaan Milik Daerah/BUMD 2 Bagian Laba atas Penyertaan Modal pada Perusahaan 11.350.767.030,57 Milik Pemerintah/BUMN 3 Bagian Laba atas Penyertaan Modal 224.697.681,00 pada Perusahaan Milik Swasta (PT. KIM) IV Lain-lain Pendapatan Asli Daerah 137.271.000.720,78 53 yang Sah 1 Penerimaan Jasa Giro 15.772.480.352,93 2 Komisi, Potongan dan Selisih Nilai 15.303.840,00 Tukar Rupiah 3 Pendapatan Denda Keterlambatan 3.152.251.178,34 Pelaksanaan Pekerjaan 4 Pendapatan Denda Pajak 5 Pendapatan dari Pengembalian 6 Fasilitas Sosial dan Fasilitas Umum 7 Penerimaan Lain-lain 8 Pendapatan Dari Kekurangan Bagi Hasil 1.829.759.846,16 947.574.864,00 22.800.000,00 4.717.345.668,35 110.813.484.971,00 Pajak Prov. Tahun Sebelumnya Sumber : Diolah dari Badan Pengelolaan Keuangan Daerah Kota Medan Tabel 4.12 Pemerintah Kota Medan Rincian Perkembangan Sumber Pendapatan Asli Daerah Tahun 2012 No. URAIAN JUMLAH I Pendapatan Pajak Daerah 1 Pajak Hotel 65.859.844.092,43 2 Pajak Restoran 82.157.551.577,81 3 Pajak Hiburan 21.554.181.278,77 4 Pajak Reklame 26.976.951.857,70 5 Pajak Penerangan Jalan 6 Pajak Parkir 8 Pajak Bea Perolehan Hak Atas Tanah & Bangunan (BPHTB) 891.624.045.209,23 146.304.763.696,00 6.862.498.055,34 259.114.429.583,50 54 9 Pajak Bumi dan Bangunan Perkotaan 10 Pajak Air Tanah II Hasil Retribusi Daerah 1 Retribusi Jasa Umum 33.332.919.450,00 2 Retribusi Jasa Usaha 14.933.645.411,16 3 Retribusi Perizinan Tertentu 79.573.087.656,37 III 274.853.657.632,00 7.940.167.435,68 127.839.652.517,53 Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah 9.780.305.586,00 yang Dipisahkan 1 Bagian Laba atas Penyertaan Modal pada 183.319.415,00 Perusahaan Milik Daerah/BUMD 2 Bagian Laba atas Penyertaan Modal pada 9.253.891.193,00 Pemerintah/BUMN 3 Bagian Laba atas Penyertaan Modal pada 343.094.978,00 Perusahaan Milik Swasta (PT. KIM) IV Lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang 117.607.258.270,11 Sah 1 Penerimaan Jasa Giro 7.152.735.788,04 2 Pendapatan Denda Pajak 2.035.669.936,38 3 Pendapatan dari Pengembalian 12.476.906.553,21 4 Pendapatan BULD 95.941.945.992,48 Sumber : Diolah dari Badan Pengelolaan Keuangan Daerah Kota Medan Berdasarkan tabel di atas menunjukkan bahwa sumber-sumber PAD untuk Kota Medan selama periode 2008-2012, yaitu pajak daerah, retribusi daerah, pendapatan hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, lain-lain pendapatan asli daerah yang sah mengalami terus peningkatan. Jika di perhatikan dari sumber-sumber pandapatan asli daerah tersebut, pajak daerah dan retribusi daerah masih mendominasi dalam penerimaan 55 pendapatan asli daerah di kota Medan bila dibandingkan dengan sumber penerimaan yang lain yakni pendapatan hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan dan lain-lain pendapatan asli daerah yang sah yang masih memberi kontribusi kecil. Besarnya kontribusi laba BUMD terhadap PAD dapat dijadikan indikator kuat atau lemahnya BUMD dalam suatu daerah. 4.3 Analisis Hasil Penelitian 4.3.1 Analisis Kontribusi PAD dalam APBD Pemerintah Kota Medan Kemampuan keuangan dan anggaran daerah pada dasarnya adalah kemampuan dari pemerintah daerah dalam meningkatkan sumber-sumber penerimaan pendapatan asli daerah. Ciri utama yang menunjukkan suatu daerah otonom mampu berotonomi terletak pada kemampuan keuangan daerah. Artinya, daerah otonom harus memiliki kewenangan dan kemampuan untuk menggali sumber-sumber keuangan sendiri, mengelola dan menggunakan keuangan sendiri yang cukup memadai untuk membiayai pemyelenggaraan pemerintah daerahnya. Ketergantungan kepada bantuan pusat harus seminimal mungkin, sehingga pendapatan asli daerah harus menjadi bagian sumber keuangan terbesar, yang didukung oleh kebijakan perimbangan keuangan pusat. Dengan demikian, otonomi daerah akan lebih mengarah pada aspek kemandirian dalam bidang keuangan, yang biasanya diukur dengan desentralisasi fiskal atau derajat otonomi fiskal daerah. Dimana derajat otonomi fiskal daerah menggambarkan kemampuan pemerintah daerah dalam meningkatkan Pendapatan 56 Asli Daerah seperti pajak daerah, retribusi daerah, pendapatan hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan dan lain-lain pendapatan asli daerah yang sah diketahui melalui perhitungan kontribusi PAD terhadap total APBD. DDF = Dimana : DDF : Derajat Desentralisasi Fiskal PADt : Realisasi Pendapatan Asli Daerah Tahun ke t APBDt : Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Tahun ke t Menurut Badan Penelitian dan Pengembangan Depdagri RI Bekerja sama dengan Fisipol UGM dalam Munir Dasril untuk menentukan tolak ukur kemampuan keuangan daerah dapat dilihat dari rasio PAD terhadap total APBD dan berikut ini skala interval kemampuan keuangan daerah seperti pada Tabel 4.13 dibawah ini: Tabel 4.13 Skala Interval Kemampuan Keuangan Daerah 57 Kabupaten/kota Presentase PAD Kemampuan keuangan daerah 0,00 - 10,00 Sangat Kurang 10,01 - 20,00 Kurang 20,01 - 30,00 Sedang 30,01 - 40,00 Cukup 40,01 - 50,01 Baik > 50,00 Sangat Baik Sumber : BALITBANG-Fisipol UGM Tabel 4.14 Kontribusi PAD terhadap APBD Pemerintah Kota Medan Periode 2008-2012 THN PAD APBD Kontribusi Kriteria (%) 2008 391.514.558.081,44 1.806.373.003.151,57 21,67 Sedang 2009 368.564.026.365,41 1.870.374.442.328,41 19,70 Kurang 2010 588.941.453.691,54 2.069.833.895.802,54 28,45 Sedang 2011 995.072.572.141,34 2.747.359.034.421,34 36,21 Cukup 1.147.901.461.607,38 2.998.203.912.475,38 38,28 Cukup 2012 Sumber : Diolah dari Badan Pengelolaan Keuangan Kota Medan 58 Berdasarkan skala interval kemampuan keuangan daerah, untuk Pemerintah Kota Medan maka pada tahun 2008, PAD Kota Medan memberikan kontribusi sebesar 21,67% dari APBD dengan kriteria sedang. sementara pada tahun 2009 mengalami penurunan kontribusi menjadi 19,70% dengan kriteria kurang, hal ini disebabkan karena terjadi penurunan pada pendapatan retribusi daerah yaitu sebesar Rp. 80.760.379.948,75, dan juga penurunan pada pendapatan hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan yaitu sebesar Rp. 4.524.800.350,05, Namun pada tahun 2010 mengalami peningkatan kontribusi menjadi 28,45% dengan kriteria sedang. Kemudian tahun 2011 mengalami peningkatan kembali menjadi 36,21% dengan kriteria cukup dan untuk tahun 2012 PAD memberikan kontribusi terhadap APBD sebesar 38,28% dengan kriteria cukup. 4.3.2 Sektor-sektor dari PAD yang berpotensi untuk dapat dikembangkan di Pemerintah Kota Medan Untuk menganalisis dan mengidentifikasi sektor-sektor dari PAD yang berpotensi untuk dikembangkan dalam meningkatkan pendapatan asli daerah di Kota Medan dapat dilihat pada tabel 4.14. Berdasarkan tabel 4.14 , dapat diketahui peningkatan PAD Kota Medan terjadi setiap tahun. Dari segi jumlah PAD tahun 2008 jumlah PAD sebesar Rp. 391.514.558.081,44 , namun di tahun 2009 jumlah PAD mengalami penurunan menjadi sebesar Rp. 368.564.026.365,41. Pada tahun 2010 jumlah PAD mengalami peningkatan kembali menjadi sebesar Rp. 588.941.453.691,54, tahun 59 2011 juga mengalami peningkatan menjadi sebesar Rp. 995.072.572.141,34, pada tahun 2012 mengalami peningkatan hingga Rp. 1.147.901.461.607,38. Perkembangan PAD dari segi pajak daerah meningkat setiap tahunnya. Hal ini dapat dilihat pada tahun 2008, pajak daerah yang berhasil diperoleh sebesar Rp. 216.910.382.187,23, pada tahun 2009 meningkat menjadi Rp. 237.119.620.405,07, Tahun 2010 meningkat kembali menjadi sebesar Rp. 308.123.452.172,49 dan tahun 2012 pajak daerah mengalami peningkatan hingga sebesar Rp. 891.624.045.209,23. Perkembangan PAD dari segi retribusi daerah mengalami fluktuasi naik dan turun. Pada tahun 2008 berhasil diperoleh sebesar Rp. 141.208.724.216,42, untuk tahun 2009 mengalami penurununan menjadi sebesar Rp. 80.760.379.948,75, untuk tahun 2010 terjadi peningkatan menjadi sebesar Rp. 212.158.267.838,94, kemudian pada tahun 2011 kembali terjadi kenaikan sebesar Rp. 236.694.879.407,88, namun pada tahun 2012 mengalami penurunan hingga menjadi Rp. 127.839.652.517,53 walaupun jumlah PAD pada tahun ini berhasil diperoleh paling banyak. Perkembangan PAD dari segi pendapatan hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, pada tahun 2008 diperoleh sebesar Rp. 4.910.560.066,74, kemudian pada tahun 2009 terjadi penurunan hinga menjadi Rp. 4.524.800.350,05, kemudian pada tahun 2010 kembali meningkat menjadi sebesar Rp. 9.526.994.442,00, pada tahun 2011 sebesar Rp. 11.727.355.511,57, namun 60 pada pada tahun 2012 kembali mengalami penurunan menjadi sebesar Rp. 9.780.305.586,00. Perkembangan PAD dari segi lain-lain pendapatan asli daerah yang sah terus mengalami peningkatan yang signifikan, pada tahun 2008 diperoleh sebesar Rp. 28.484.891.611,05, kemudian pada tahun 2009 Rp. 44.542.612.247,54, pada tahun 2010 sebesar Rp. 59.132.739.238,11 pada tahun 2011 sebesar Rp. 137.271.000.720,78, pada tahun 2012 sebesar Rp. 117.607.258.270,11. Berdasarkan keterangan diatas maka dapat diperoleh sektor-sektor PAD yang perlu dikembangkan adalah pajak daerah dan retribusi daerah. Untuk dapat meningkatkan PAD, dapat dilakukan langkah-langkah sebagai berikut: 1. Intensifikasi Dilakukan melalui upaya: a. Pendapatan dan peremajaan obyek dan subyek pajak dan retribusi daerah 2. b. Mengintensifikasi penerimaan retribusi daerah yang ada c. Memperbaiki prasarana dan sarana pungutan yang belum memadai Ekstensifikasi (Penggalian sumber-sumber penerimaan baru) Upaya penggalian sumber-sumber penerimaan diarahkan pada pemanfaatan potensi daerah yang memberikan kelebihan atau keuntungan secara ekonomis kepada masyarakat. Tujuannya untuk meningkatkan kegiatan ekonomi di masyarakat, jadi upaya ekstensifikasi diarahkan pada 61 upaya mempertahankan potensi daerah sehingga potensi tersebut dapat dimanfaatkan secara berkelanjutan. 3. Peningkatan Pelayanan Kepada Masyarakat Dalam perkembangan fenomena pembayaran pajak telah menjadi hak dari masyarakat, sebagai suatu hak tentunya masyarakat menuntut kualitas layanan untuk kepentingan umum. Wujud dari layanan yang baik kepada masyarakat dan memuaskan berupa: a. Adanya kemudahan dalam pengurusan kepentingan dengan layanan yang cepat b. Memperoleh layanan secara wajar c. Mendapatkan perlakuan yang sama dalam pelayanan d. Pelayanan yang jujur dan terus terang. 62 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil uraian tersebut dapat diambil kesimpulan sebagai beikut: 1. Untuk kontribusi PAD dalam memenuhi APBD Pemerintah Kota Medan tahun 2008 sampai 2012, kontribusi tertinggi terjadi pada tahun 2012 sebesar 38,28% dengan kriteria kemampuan keuangan daerah cukup dan terendah terjadi pada tahun 2009 dengan persentase 19,70% dengan kriteria kemampuan keuangan daerah kurang. 2. .Kontribusi Pendapatan Asli Daerah terhadap Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Kota Medan dari tahun 2008 sampai 2012 mencapai ratarata 28,86%. Dari angka tersebut dapat disimpulkan bahwa kontribusi Pendapatan Asli Daerah terhadap Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Kota Medan dari tahun 2008 sampai 2012 dengan kriteria kemampuan keuangan daerah sedang. 3. Sektor – sektor PAD untuk Kota Medan selama periode 2008-2012 memperlihatkan peningkatan untuk setiap tahunnya walaupun peningkatannya fluktuatif. Berdasarkan analisis yang dilakukan bahwa sektror-sektor PAD yang perlu dikembangkan adalah Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. 63 5.2 Saran Saran yang dapat diajukan penulis berkaitan dengan hasil analisis ini adalah sebagai berikut: 1. Untuk mengoptimalisasi sumber-sumber PAD perlu dilakukan intensifikasi dan ekstensifikasi subjek dan objek pajak. Dalam jangka pendek kegiatan yang paling mudah dan dapat segera dilakukan adalah melakukan intensifikasi terhadap objek atau sumber pendapatan daerah yang sudah ada melalu pemanfaatan teknologi. 2. Sebaiknya Pemerintah Kota Medan dapat mempertahankan dan meningkatkan sumber – sumber Pendapatan Asli Daerah tersebut dalam rangka untuk meningkatkan kemampuan Kota Medan dalam mendorong pertumbuhan ekonomi, maka secara perlahan harus mengurangi ketergantungan akan Dana Perimbangan dari pemerintah pusat serta menjadikan PAD sebagai sumber penggerak pertumbuhan ekonomi. 64 DAFTAR PUSTAKA Halim, Abdul, Akuntansi Keuangan Daerah, Edisi ketiga: Salemba Empat, Jakarta, 2007. Mahmudi, Manajemen Keuangan Daerah: Erlangga, Jakarta, 2010. Nazir, Moh. Metode Penelitian, Cetakan keenam: Ghalia Indonesia, Bogor, 2005. Darise Nurlan, Akuntansi Keuangan Daerah, Cetakan pertama: Erlangga, Jakarta, 2008. Darise Nurlan, Pengelolaan Keuangan Pada Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) Dan BLU, Cetakan pertama: Indeks, Jakarta, 2009 Padang, Riadi, Lancar, Analisis Kontribusi Pendapatan Asli Daerah (PAD) Dalam Memenuhi APBD Pada Pemerintah Kabupaten Pakpak Barat: Skripsi, Universitas HKBP Nommensen, 2011. Purba, Elvis, F. Metode Penelitian, Cetakan kedua: Universitas HKBP Nommensen, Medan, 2008. Siahaan, Marihot, P. Pajak Daerah & Retribusi Daerah: Raja grafindo, Jakarta, 2005. Sihombing, L. V., Yonge, Manajemen APBD: Bina Media Perintis, Medan, 2011. Sutedi, Andrian, Hukum Pajak dan Retribusi Daerah: Cetakan Pertama,Ghalia Indonesia, Bogor, 2008. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 32Tahun 2004 Tentang Pemerintah Daerah: www.djlpe.esdm.go.id/modules/UU/tahun /2004.pdf Undang-undang Republik Indonesia Nomor 33 Tahun 2004 Tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah: www.djlpe.esdm.go.id/modules/UU/tahun /2004.pdf Undang-Undang No. 28 Tahun 2009 Tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah: http://keuda.kemendagri.go.id/produkhukum/download/60/uuno28-tahun-2009 Undang-undang No.71 Tahun 2010 Tentang Standar Akuntansi Pemerintah: http://keuda.kemendagri.go.id/produkhukum/download/60/uu-no71-tahun2010