ISSN 0852-8349 JURNAL PENELITIAN UNIVERSITAS JAMBI SERI SAINS Volume 14, Nomor 1, Januari– Juni 2012 Daftar Isi Sifat Kimia Tanah Ultisol dan Hasil Kedelai (Glycine Max (L) Merril) Akibat Perbedaan Waktu Aplikasi Limbah Cair Pabrik Kelapa Sawit Ermadani 01 - 08 Analisis Kebijakan Perubahan Tarif Puskesmas di Kabupaten Tanjung Jabung Barat Propinsi Jambi Dwi Noerjoedianto 09 - 16 Sifat Kimia dan Fisika Kerupuk Opak dengan Penambahan Daging Ikan Gabus (Ophiocephalus striatus) Hajar Setyaji, Viny Suwita, dan A. Rahimsyah 17 - 22 Identifikasi Jenis dan Perbanyakan Endomikoriza Lokal di Hutan Kampus Universitas Jambi Rike Puspitasari Tamin, Nursanti, dan Albayudi 23 - 28 Pemupukan Kelapa Sawit Berdasarkan Potensi Produksi untuk Meningkatkan Hasil Tandan Buah Segar (TBS) pada Lahan Marginal Kumpeh Arsyad AR, Heri Junedi dan Yulfita Farni 29 - 36 Pengaruh Penambahan Gelatin terhadap Pembuatan Permen Jelly dari Bunga Rosella (Hibiscus sabdariffa Linn) Silvi Leila Rahmi, Fitry Tafzi, dan Selvia Anggraini 37 - 44 Lama Periode Parasit Glochidia Kijing Taiwan (Anodonta Woodiana Lea) pada Berbagai Jenis Ikan sebagai Inang Afreni Hamidah 45 - 48 Efek Penggunaan Azolla Microphylla Fermentasi sebagai Pengganti Bungkil Kedele dalam Ransum terhadap Bobot Organ Pencernaan Ayam Broiler Noferdiman 49 - 56 Efektivitas Lateks Pepaya (Carica papaya) terhadap Perkembangan Colletotrichum capsici pada Buah Cabai (Capcicum annuum L) Marlina, Siti Hafsah, dan Rahmah 57 - 62 Pedoman Penulisan Volume 14, Nomor 1, Hal. 49-56 Januari – Juni 2012 ISSN 0852-8349 EFEK PENGGUNAAN Azolla microphylla FERMENTASI SEBAGAI PENGGANTI BUNGKIL KEDELE DALAM RANSUM TERHADAP BOBOT ORGAN PENCERNAAN AYAM BROILER Noferdiman Program Studi Produksi Ternak Fakultas Peternakan Universitas Jambi Kampus Pinang Masak, Mendalo Darat, Jambi 36361 Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari pengaruh penggantian Azolla microphylla fermentasi (AMF) dengan jamur Trichoderma harzianum sebagai pengganti bungkil kedele dalam ransum terhadap bobot organ pencernaan ayam broiler. Rancangan yang dipergunakan adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 4 perlakuan dan diulang 5 kali, setiap ulangan terdiri dari 7 ekor ayam broiler. Data dilakukan sidik ragam dan bila berbeda dilanjutkan dengan uji jarak berganda Duncan (Steel dan Torrie, 1989). Perlakuan dari penelitian ini adalah: R-0: Ransum kontrol 0 % AMF, R-1: Ransum mengandung 5 % AMF (16,7 % penggantian bungkil kedele), R-2: Ransum mengandung 10 % AMF (33,3 % penggantian bungkil kedele), dan R-3: Ransum mengandung 15 % AMF (50 % penggantian bungkil kedele). Peubah yang diukur adalah: konsumsi ransum (gr/ekor), bobot potong (gr/ekor), bobot organ pancernaan yang meliputi bobot tembolok relatif (%), bobot proventrikulus relatif (%), bobot ventrikulus relatif (%), panjang usus halus (cm), dan panjang sekum (cm). Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa pengaruh perlakuan AMF dalam ransum berbeda tidak nyata (P>0.05) terhadap konsumsi ransum, bobot potong, bobot tembolok rekatif, bobot proventrikulus relatif, panjang usus halus, panjang sekum, kecuali pada bobot ventriculus relatif berbeda sangat nyata (P<0,01). Fakta ini menunjukkan bahwa pengolahan Azolla microphylla fermentasi dengan jamur Trichoderma harzianum dapat meningkatkan kualitas Azolla sehingga tidak berpengaruh negatif terhadap peubah yang diukur, kecuali pada bobot ventrikulus relatif terjadi peningkatan bobot pada perlakuan R0, R1, R2, dan R3. Hal ini diduga karena terjadi peningkatan kontraksi ventrikulus yang aktif dalam mencerna serat kasar dan pembesaran ventrikulus yang dipengaruhi oleh banyak dan sifat kekasaran di dalam ransum. Kesimpulan dari penelitian ini adalah: Penggantian bungkil kedele dengan Azolla microphylla fermentasi (AMF) sampai 50% (15% AMF dalam ransum) tanpa mengganggu organ pencernaan ayam broiler dan Azolla microphylla produk fermentasi dengan jamur Trichoderma harzianum (AMF) dapat dimanfaatkan hingga 50 % pengganti bungkil kedele dalam ransum ayam broiler. Kata kunci : Azolla microphylla, fermentasi, Trichoderma harzianum, bobot organ, pencernaan, dan ayam broiler. PENDAHULUAN Ayam broiler merupakan jenis ras unggulan hasil persilangan dari bangsa-bangsa ayam yang memiliki daya produktivitas tinggi, terutama dalam memproduksi daging ayam. Waktu pemeliharaannya relatif singkat dan menguntungkan hanya berkisar antara 5-6 minggu. Berdasarkan hal tersebut maka banyak peternak baru serta peternak musiman yang bermunculan diberbagai wilayah Indonesia dan membutuhkan pakan dalam jumlah yang banyak dan berkualitas dengan harga yang relatif murah. Pakan merupakan salah satu faktor penentu untuk keberhasilan suatu usaha peternakan. Ketersediaan bahan-bahan pakan ternak yang lazim dipakai akhir-akhir ini semakin terasa sulit. Keadaan ini antara lain disebabkan oleh meningkatnya harga bahan-bahan pakan ternak, terutama bahan baku impor seperti jagung, bungkil kedelai, dan tepung ikan. 49 Jurnal Penelitian Universitas Jambi Seri Sains. Pada tahun 2009 Indonesia masih mengimpor bungkil kedele sebanyak 2.245.000 ton/tahun (BPS, 2010). Di sisi lain harga pakan akan mempengaruhi efisiensi usaha dan mengingat biaya pakan ternak mencapai 60 – 70 % dari seluruh biaya proses produksi peternakan (Sudrajat, 2000). Bungkil kedelai merupakan sumber protein yang tinggi dalam bahan pakan. Kandungan protein bungkil kedelai yaitu 45,14% dan serat kasar sekitar 5,29% (Hasil Analisa Laboratorium Teknologi dan Industri Pakan Universitas Andalas, 2011). Namun saat ini untuk mendapatkan bungkil kedelai cukup sulit selain diimpor, harganyapun cukup mahal yaitu Rp 10.000,00/kg. Melihat kondisi seperti ini maka diperlukan alternatif untuk mengatasinya. Salah satu alternatif yaitu mengurangi penggunaan bahan bahan pakan dari impor melalui penggunaan sumberdaya lokal dengan cara memanfaatkan bahan pakan non konvensional seperti Azolla microphylla. Tanaman Azolla microphylla mempunyai kemampuan pertumbuhan relatif cepat yaitu dalam waktu 2 minggu dapat diperoleh biomassa 20 ton segar/ha yang berasal dari bibit 0.5 ton/ha. Azolla microphylla mengandung protein kasar yang cukup tinggi yaitu 26.67% (Analisa Laboratorium Teknologi dan Industri Pakan Universitas Andalas 2011). Untuk menurunkan kandungan serat kasar pada Azolla microphylla salah satu caranya yaitu dengan memanfaatkan aktifitas mikroba melalui proses fermentasi. Salah satu mikroba yang digunakan dalam proses fermentasi adalah mikroba selulotik yaitu jamur Trichoderma harzianum karena mampu mendegradasi selulosa yang merupakan komponen dari serat kasar. Salah satu peningkatan nilai manfaat selulosa harus didahului dengan penguraian ikatan kompleks lignoselulosa yang dapat dilakukan oleh enzim selulase dari jamur Trichoderma harzianum. Proses fermentasi terjadi pemecahan oleh enzim terhadap komponen serat seperti: selulosa, hemiselulosa, serta polimer lainnya menjadi lebih sederhana sehingga bahan – bahan hasil fermentasi mempunyai mutu dan daya cerna lebih baik dari bahan asalnya. Penelitian 50 Nuraini (2002) melaporkan bahwa jamur Trichoderma harzianum mempunyai kemampuan yang tinggi dalam merombak selulosa dibanding spesies lain. Selain itu Azolla microphylla fermentasi (AMF) juga mempunyai harga yang relatif murah yaitu Rp. 3.500,-/kg serta mudah didapat. Hal ini menunjukkan selisih yang cukup jauh antara harga bungkil kedele dengan AMF, oleh karena itu AMF diharapkan dapat menggantikan bahan pakan sumber protein impor yang mahal harganya seperti bungkil kedele. Namun kelemahan dari Azolla microphylla memiliki kandungan serat kasar yang tinggi yaitu 18,53%. Hal ini menjadi suatu kendala untuk dimanfaatkan sebagai bahan pakan ternak unggas, karena unggas hanya memiliki sistem pencernaan tunggal sehingga tidak bisa menghasilkan enzim selulase yang berguna untuk mencerna komponen serat kasar. Tingginya serat kasar dalam ransum akan mempengaruhi proses pencernaan. Anggorodi (1985) menyatakan peningkatan serat kasar dalam ransum akan meningkatkan bobot organ pencernaan. Perubahan nilai gizi Azolla microphylla yang telah difermentasi dengan jamur Trichoderma harzianum ini perlu diuji secara biologis untuk menentukan kualitas nutrisinya. Salah satu cara mengevaluasi kualitas nutrisi tersebut adalah dengan menambahkannya di dalam campuran ransum, kemudian dilihat pengaruhnya terhadap bobot potong, bobot Crop, bobot Proventriculus, bobot Gizzard, panjang usus dan panjang sekum ayam broiler. Diharapkan Azolla microphylla yang difermentasi dengan Trichoderma harzianum (AMF) dapat menggantikan sebagian bungkil kedele dalam pakan ayam broiler. MATERI DAN METODE Penelitian ini menggunakan ayam broiler umur satu hari strain Arbor Acres CP 707 sebanyak 140 ekor, tanpa pemisahan jantan dan betina (unsexed). Kandang percobaan yang digunakan adalah kandang baterai berjumlah 20 unit dengan ukuran 100 x 80 x 60 cm yang terbuat dari kawat. Kandang Noferdiman : Efek penggunaan azolla microphylla fermentasi sebagai pengganti bungkil kedele dalam ransum terhadap bobot organ pencernaan ayam broiler Tabel 1. Kandungan Gizi dan Energi Metabolis Bahan Pakan Penyusun Ransum Perlakuan. Bahan Pakan Protein Lemak Serat Ca P ME * Metio- Lisin Kasar (%) Kasar (%) (%) (kkal/ nin (%) (%) (%) kg) (%) Jagung Giling Dedak Halus Bungkil Kedele AMF Tepung Ikan Minyak Kelapa Premix 8.20 10.96 45.14 34.06 53.87 - 2.15 3.43 4.08 2.09 4.15 100.00 - 3.36 14.10 5.29 12.46 2.68 - 0.43 0.38 0.61 0.72 5.17 5.38 0.35 0.29 0.70 0.48 2.08 1.14 3430 1830 2240 2420 3080 8600 - 0.18 0.20 0.60 0.98 1.51 - 0.28 0.50 2.56 2.02 3.97 - Triptofan (%) 0.07 0.11 1.00 1.05 0.45 - Keterangan : Hasil Analisis Laboratorium Teknologi dan Industri Pakan Unand (2011). Asam Amino Metionin, Lisin, dan Triptofan (Hartadi dkk., 1980). * Scott, et al. (1982). dilengkapi dengan lampu 60 watt, ditempatkan dibagian tengah yang berfungsi sebagai alat pemanas dan penerang. Kandungan gizi dan energi metabolis, serta susunan ransum perlakuan ayam broiler dapat dilihat pada Tabel 1 dan Tabel 2. Bahan Azolla microphylla diperoleh dari petani kolam ikan Buluran Kenali Kota Jambi dan daerah rawa tadah hujan Kecamatan Kumpeh Muaro Jambi, sedangkan jamur Trichoderma harzianum diperoleh dari Laboratorium Teknologi dan Industri Pakan Universitas Andalas. Bahan-bahan penyusun ransum lainnya adalah jagung kuning, dedak halus, dan premix diperoleh dari Poultry Shop Din Jaya Jambi, sedangkan bungkil kedele dan tepung ikan diperoleh dari Poultry Shop Generasi Baru Bandar Buat Padang, semua bahan pakan digiling. Rancangan yang dipergunakan adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 4 perlakuan dan diulang 5 kali, setiap ulangan terdiri dari 7 ekor ayam broiler. Data dilakukan sidik ragam dan bila berbeda dilanjutkan dengan uji jarak berganda Duncan (Steel dan Torrie, 1989). Tabel 2. Susunan Ransum, Kandungan Gizi dan Energi Metabolis- Perlakuan. Ransum Perlakuan Bahan Pakan R-0 R-1 R-2 Jagung Giling 50.00 50.00 50.00 Dedak Halus 10.00 10.00 10.00 Bungkil Kedele 30.00 25.00 20.00 AMF 0.00 5.00 10.00 Tepung Ikan 8.00 8.00 8.00 Minyak Kelapa 1.50 1.50 1.50 Premix 0.50 0.50 0.50 Total 100.00 100.00 100.00 R-3 50.00 10.00 15.00 15.00 8.00 1.50 0.50 100.00 Kandungan Gizi dan Energi Metabolis Hasil Perhitungan : Protein Kasar (%) 23.02 Serat Kasar (%) 4.90 Lemak (%) 4.47 Ca (%) 0.87 P (%) 0.58 Lisin (%) 1.34 Metionin (%) 0.45 Triptophan (%) 0.38 ME (kkal/kg) 2945.40 Keterangan : Dihitung berdasarkan Tabel 1. 22.47 5.25 4.37 0.88 0.57 1.31 0.46 0.38 2953.40 21.92 5.60 4.27 0.89 0.56 1.28 0.48 0.39 2961.40 21.37 5.96 4.17 0.90 0.55 1.25 0.50 0.39 2969.40 51 Jurnal Penelitian Universitas Jambi Seri Sains. Perlakuan dari penelitian ini adalah: tingkat penggunaan Azolla microphylla fermentasi oleh Jamur Trichoderma harzianum (AMF) dalam ransum, yaitu: R-0: Ransum kontrol 0 % AMF, R-1: Ransum mengandung 5 % AMF (16,7 % penggantian bungkil kedele), R-2: Ransum mengandung 10 % AMF (33,3 % penggantian bungkil kedele), dan R-3: Ransum mengandung 15 % AMF (50 % penggantian bungkil kedele). Peubah yang diukur adalah: konsumsi ransum (gr/ekor), bobot potong (gr/ekor), bobot organ pancernaan yang meliputi bobot tembolok relatif (%), bobot proventrikulus relatif (%), bobot ventrikulus relatif (%), panjang usus halus (cm), dan panjang sekum (cm). HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh Perlakuan Terhadap Konsumsi Ransum, Bobot Potong, Bobot Tembolok Relatif, Bobot Proventrikulus Relatif, dan Bobot Ventrikulus Relatif. Pengaruh perlakuan terhadap rataan konsumsi ransum, bobot potong, bobot tembolok relatif, bobot proventrikulus relatif, dan bobot ventrikulus relatif disajikan pada Tabel 3. Pada Tabel 3 terlihat bahwa pengaruh perlakuan berbeda tidak nyata (P>0.05) terhadap jumlah konsumsi ransum. Peningkatan penggunaan AMF sampai pada tingkat 15 % sebagai pengganti bungkil kedele dalam ransum ternyata tidak mempengaruhi konsumsi ransum selama penelitian. Kondisi ini disebabkan oleh pengolahan Azolla microphylla dengan fermentasi jamur Trichoderma harzianum dapat meningkatkan kualitas hasil Azolla tersebut, sehingga tidak berpengaruh negatif atau mengurangi konsumsinya. Menurut Desserheine (1998) dan Jaelani (2007), penggunaan bungkil inti sawit fermentasi (BISF) dengan jamur Aspergillus niger dan Trichoderma reesei dalam ransum, tidak berbeda nyata terhadap konsumsi ransum ayam broiler. Konsumsi ayam broiler yang diberi AMF 15 % dalam ransum terbukti tidak beda dengan ayam yang mengkonsumsi ransum kontrol (AMF 0%). Fakta ini memberi suatu kejelasan bahwa eksistensi AMF hingga 15 % dalam ransum tidak menimbulkan pengaruh negatif terhadap konsumsi ransum ayam broiler. Menurut Darana (1995) menyatakan bahwa ternak unggas memiliki indera rasa. Produk fermentasi menurut Basuki (1987) umumnya mengandung rasa, sehingga meningkatkan selera makan. Berdasarkan hasil penelitian ini diketahui bahwa paling tidak untuk ayam broiler kedua pendapat diatas tidak nampak secara nyata. Hal tersebut dapat memberikan indikasi bahwa cita rasa ransum tidak berpengaruh pada palatabilitas ayam broiler, karena rasa pada unggas kurang berpengaruh terhadap rangsangan pusat lapar. Pada unggas makan tujuan utama untuk memenuhi kebutuhan energinya. Salah satu teori pengatur teori konsumsi ransum yaitu teori termostatik, dimana makanan menghasilkan Tabel 3. Rataan konsumsi ransum (g/ekor), bobot potong (g/ekor), bobot tembolok relatif (%), bobot proventrikulus relatif (%), dan bobot ventrikulus relative (%) setiap perlakuan selama 5 minggu penelitian. Ransum Perlakuan (% AMF) Peubah SE * R0 (0) R1 (5) R2 (10) R3 (15) Konsumsi Ransum (g/ekor) 2574.29 2602.22 2557.87 2526.06 26.25 Bobot Potong (g/ekor) 1416.00 1474.20 1389.70 1365.50 34.95 Bobot Tembolok Relatif (%) 0.3042 0.3139 0.3449 0.3505 0.03 Bobot Proventrikulus Relatif (%) 0.5107 Bobot Ventrikulus Relatif (%) 2.0371 0.5043 a 2.0648 0.5032 a 2.2418 0.5349 ab Keterangan : Huruf kecil yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan (P<0.01). * SE Standard Error dari rata-rata. 52 2.4151 0.03 b 0.09 berbeda sangat nyata Noferdiman : Efek penggunaan azolla microphylla fermentasi sebagai pengganti bungkil kedele dalam ransum terhadap bobot organ pencernaan ayam broiler makanan menghasilkan panas, dimana panas yang timbul dari oksidasi makanan berperan pembawa berita ke pusat hypothalamus untuk menyesuaikan konsumsi makanan, jika panas yang dibutuhkan oleh ternak sudah tercukupi maka akan menghentikan makan, begitupula terjadi sebaliknya. Fakta ini didukung dengan kandungan energi termetabolis yang hampir sama pada masing-masing perlakuan tersebut (Tabel 2). Menurut Scott et al. (1982) dan Desserheine (1998) bahwa kandungan energi termetabolis ransum mempengaruhi terhadap jumlah ransum yang dikonsumsi ayam, semakin tinggi energi dalam ransum maka semakin rendah jumlah ransum yang dikonsumsi. Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa pengaruh perlakuan AMF dalam ransum berbeda tidak nyata (P>0.05) terhadap bobot potong. Rataan bobot potong cenderung menurun dengan semakin tinggi tingkat penggunaan Azolla microphylla fermentasi (AMF) dalam ransum. Rataan bobot potong untuk masing-masing perlakuan secara berurutan adalah R1, R0, R2, dan R3. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa terjadi penurunan bobot potong ayam broiler yang tidak berbeda dengan semakin tinggi tingkat pemakaian AMF dalam ransum. Fakta menunjukkan bahwa pada tingkat R0 (0 %), R1 (5 %), R2 (10 %) dan R3 (15 %) dalam ransum masih tidak mempengaruhi bobot potong. Kondisi ini berarti tingkat penggunaan AMF sampai 15 % dalam ransum tidak memberi efek negative pada bobot potong ayam broiler. Hal ini juga berindikasi bahwa Azolla microphylla yang sebelum proses fermentasi (AMTF) kualitas nutrisinya rendah, bahan pakan ini dapat diperbaiki melalui proses fermentasi dengan jamur Trichoderma harzianum sehingga mampu digunakan sebagai bahan pakan dalam ransum ayam broiler sampai tingkat 15 %, dengan mengurangi penggunaan bungkil kedele hingga 50 % dalam ransum (Tabel 2). Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa penggantian bungkil kedele dengan AMF sampai 50 % (15% dalam ransum) tidak berpengaruh nyata (P>0.05) terhadap bobot tembolok relatif. Hal ini diduga ransum yang diberikan tidak mengakibatkan kinerja tembolok semakin meningkat. Rataan bobot tembolok mutlak pada penelitian ini berkisar antara 4,26-4,8 gr dan rataan bobot tembolok relatif 0.30 – 0.35 %. Hasil hasil ini sedikit lebih rendah dari penelitian Noviyanti (2003) yaitu 0,46 %. Pakan yang berupa serat kasar dan biji-bijian tinggal di tembolok selama beberapa jam untuk proses pelunakan dan pengasaman. Metabolisme zat nutrisi di dalam tembolok tidak begitu menonjol hanya sedikit pencampuran saliva dari rongga mulut untuk membantu melicinkan dan membantu menelakan pakan. Hal ini sesuai dengan pendapat Sarwono (1997) yang menyatakan saliva atau air ludah dalam jumlah sedikit dikeluarkan dalam mulut untuk membantu menelan makanan dan melicinkan makanan yang masuk menuju esophagus dan diteruskan ke tembolok (crop). Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa penggantian bungkil kedele dengan AMF sampai 50 % (15% dalam ransum) tidak berpengaruh nyata (P>0.05) terhadap bobot proventrikulus. Hal ini diduga ransum yang diberikan tidak mengakibatkan kinerja proventrikulus dalam menghasilkan asam lambung. Rataan bobot proventrikulus mutlak pada penelitian ini yaitu berkisar antara 7-7,4 gr dan bobot proventrikulus relatif berkisar antara 0.50 – 0.53 %. Hasil penelitian ini lebih tinggi dari penilitian Mahmilia (1997) yaitu 5,62-6,75 gr dan bobot proventrikulus relatif berkisar antara 0,321-0,403 %. Proventrikulus merupakan pelebaran dan penebalan dari ujung akhir esophagus Akoso (1993). Proventrikulus mengeluarkan asam lambung, terutama asam hidroklarat, dan enzim pepsin yang melakukan pemecahan protein menjadi asam amino (Blakely dan Bade, 1998). Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa penggantian bungkil kedele dengan AMF sampai 50 % (15% dalam ransum) berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap bobot ventrikulus relatif. Uji lanjut duncan menunjukkan bahwa bobot ventrikulus relatif pada R1 (5% AMF) berbeda tidak nyata (P>0.05) dibandingkan dengan R0 (0% AMF), tetapi bobot ventrikulus relatif pada R2 53 Jurnal Penelitian Universitas Jambi Seri Sains. (10% AMF) dan R3 (15% AMF) sangat nyata (P<0.01) lebih tinggi dibandingkan dengan R0 dan R1. Rataan bobot ventrikulus mutlak pada penelitian ini berkisar antara 28,9-32,9 gr dan rataan bobot ventrikulus relatife 2,03 – 2,41 %. Hasil penelitian ini lebih tinggi dengan pendapat Sturkie (1976) bobot ventrikulus untuk ayam broiler jantan rata – rata 23 gram. Terjadi peningkatan bobot ventrikulus pada perlauan R0, R1, R2, dan R3 hal ini diduga karena terjadi peningkatan kontraksi ventrikulus yang aktif dalam mencerna serat kasar dan pembesaran ventrikulus dipengaruhi oleh banyak dan sifat kekasaran makanan. Deaton (1977) menyatakan bahwa dalam ransum yang terdapat serta kasar tinggi, maka kontraksi ventrikulus akan meningkat akibatnya bobot ventrikulus juga meningkat. Pengaruh Perlakuan Terhadap Panjang Usus Halus dan Panjang Sekum. Pengaruh perlakuan terhadap rataan panjang usus halus (cm), dan panjang sekum (cm) disajikan pada Tabel 4. Tabel 4. Rataan panjang usus halus (cm), dan panjang sekum (cm) setiap perlakuan selama 5 minggu penelitian. Ransum Perlakuan (% AMF) Peubah SE * R0 R1 R2 R3 (0) (5) (10) (15) Pjg Usus Halus 197.4 198.9 201.3 193.1 5.78 (cm) Pjg Sekum 17.1 17.9 18.3 17.5 0.47 (cm) Keterangan : Berbeda tidak nyata (P>0.05). *SE Standard Error dari rata-rata. Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa penggantian bungkil kedele dengan AMF sampai 50 % (15% dalam ransum) tidak berpengaruh nyata (P>0.05) terhadap panjang usus. Hal ini diduga ransum yang diberikan tidak meningkatkan kinerja usus halus dalam menyerap zat makanan. Rataan panjang usus pada penelitian ini berkisar antara 193,1 – 201,3. Menurut Jull (1978) menyatakan bahwa panjang usus halus untuk ayam dewasa sekitar 152 – 160 cm. Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa penggantian bungkil kedele dengan AMF sampai 50 % (15% 54 dalam ransum) tidak berpengaruh nyata (P>0.05) terhadap panjang sekum. Hal ini diduga ransum yang diberikan tidak meningkatkan kinerja sekum dalam mencerna makanan, terutama serat kasar. Rataan panjang sekum ayam broiler umur 5 minggu dapat dilihat pada Tabel 4. Peningkatan serat kasar dalam ransum mengakibatkan sekum bekerja lebih berat untuk mencerna makanan, sehingga hal ini dapat mengakibatkan caecum tersebut semakin panjang (Deaton, dkk., 1979). Rataan panjang sekum pada penelitian ini berkisar antara 17.1 – 17.5. Hasil penelitian ini masih sesuai dengan pendapat Koch (1973) usus buntu mempunyai panjang sekitar 15-25 cm. Fungsi utama sekum secara jelas belum diketahui tetapi di dalamnya terdapat sedikit pencernaan karbohidrat dan protein dan absorbsi air (North, 1978). Di dalamnya juga terjadi digesti serat oleh aktivitas mikroorganisma (Nesheim, dkk., 1979). KESIMPULAN Hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa : 1. Penggantian bungkil kedele dengan Azolla microphylla fermentasi (AMF) hingga 50% (15% AMF dalam ransum) tanpa mengganggu organ pencernaan ayam broiler. 2. Azolla microphylla produk fermentasi dengan jamur Trichoderma harzianum (AMF) dapat dimanfaatkan hingga 50 % pengganti bungkil kedele dalam ransum ayam broiler. DAFTAR PUSTAKA Akoso, B. T. 1998. Kesehatan Unggas. Kanisius, Yogyakarta Anggorodi, R. 1985. Kemajuan Mutakhir Makanan Ternak Unggas. Cetakan Pertama. Universitas Indonesia Press. Jakarta. Blakely, J. dan D.H. Bade. 1998. Ilmu Peternakan. Gajah Mada University Press, Yogyakarta. BPS, 2010. Statistik Indonesia. Badan Pusat Statistik, Jakarta. Noferdiman : Efek penggunaan azolla microphylla fermentasi sebagai pengganti bungkil kedele dalam ransum terhadap bobot organ pencernaan ayam broiler Corzo, A., C.A. Fritts., M.T. Kidd and B.J. Kerr. 2005. Response of broiler chicks to essential and non essential amino acid supplementation of low crude protein diets. Animal for Science and Technology 118 ; 319 – 327. Darana S. 1995. Penggunaan Sorghum bicolor L. Moench yang difermentasi dengan kapang Rhyzopus oligosporus dalam ransum ayam pedaging. Disertasi, Program Pascasarjana IPB, Bogor. Deaton, J. W. 1992. The effect of meal feeding on small intestine weight. Poultry Sci. 71: 1807 – 1810. Desserheine, S.D.S. 1998. Penggunaan Aspergillus niger untuk meningkatkan nilai gizi bungkil inti sawit dalam ransum broiler. Tesis. Pascasarjana IPB, Bogor. Etika, N., dan Jutono. 2000. Perkembangan biota pada perakaran Azolla microphylla Kaulfuss. Jurnal Biodiversitas Vol.1 No.1 Edisi Januari 2000 : 30 – 35. Gibson, T.S and B.V mCcleary. 2003. A Simple Procedure For The Lange Scale Purification of B – D – Xilanase from Tricoderma Viride. Carbohydrate Polymer. Volume 7, Issue 3, p : 225 – 240. Available on line 25 April 2003. Jaelani, A. 2007. Peningkatan kualitas bungkil inti sawit oleh kapang Trichoderma reesei sebagai pendegradasi polisakarida mannan dan pengaruhnya terhadap penampilan ayam pedaging. Disertasi. Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Jull. M.A. 1978. Poultry Husbandry. Mc Graw Hill Publishes Book Company. Inc. New York. Kassim, E.A., I.M. Ghazi, and Z.A. Nagieb. 1985. Effect of pretreatment of cellulosic waste on the production of cellulose enzymes by Trichoderma reesei. J. of Ferment. Technol. 6 (3) ; 129 – 193. Mahmilia, F. 1997. Respon Ayam Broiler Terhadap Pemberian Tepung enceng Gondok yang di Fermentasi Dengan Trichoderma harzianum Rifai Aggr Dalam Ransum. Tesis, Pascasarjana Universitas Andalas, Padang. National Research Council. 1994. Nutrient Requirement of Poultry National Academic of Science. Washington North M.O, and DD. Bell . 1990. Commercial Chicken Production Manual. 4Th Edition. Van Northland Reinhold. NewYork Noviyanti, L. 2003. Pengaruh pembatasan waktu pemberian pakan pada periode awal terhadap bobot relatif organ pencernaan ayam broiler. Laporan Penelitian Fakultas Peternakan Universitas Jambi. Jambi. Nuraini, 2002. Campuran ampas sagu dan enceng gonjdok fermentasi sebagai pakan ayam buras. Laporan Penelitian Hibah Bersaing Tahun 2002. Fakultas Peternakan Universitas Andalas, Padang. Perez, J.J., M. Dorado., T., de la Rubia and J. Martinez. 2002. Biodegradasi and biological treatment of cellulose, hemicellulose and lignin; an overview. Int. Microbiol. 5: 53 – 63 Person. 2008. Trichoderma. http ://doctor fungus.org/thefungi/Trichoderma.htm. Sari, L., dan T. Purwadaria. 2004. Pengkajian nilai gizi hasil fermentasi mutan Aspergillus niger pada substrat bungkil kelapa dan bungkil inti sawit. Jurnal Biodiversitas Vol. 5 No.2 Juli : 48 – 51. Sarwono, B. 1997. Ragam Ayam Piaraan. Penebar Swadaya. Jakarta Scott, M. L., M. C. Nesheim and R. J. Young, 1982. Nutrition of The Chicken 2nd ed. M. L Scott and Associates Ithaca. New York. Sondang, Y. 2010. Pemanfaatan Azolla pinnata dengan takaran dan waktu pemberian yang berbeda pada budidaya padi sawah. Jurnal Penelitian Universitas Jambi, Vol.12 No.2 Juli, Seri Sains: 83 – 90. Steel, R.G. dan H.J. Torrie. 1984. Prinsip dan prosedur statistik. Suatu pendekatan 55 Jurnal Penelitian Universitas Jambi Seri Sains. biometrik. Alih bahasa : B. Sumantri. PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Sturkie, P.D. 1976. Avian Physiology. 3 ed, Spinger. Verlag, New York. Helderburg Berlin. Sudrajat, S.D. 2000. Potensi dan prospek bahan pakan lokal dalam mengembangkan industri peternakan di Indonesia. 56 Seminar Nasional pada Dies Natalis UGM, Yogyakarta. Sutardi, T. 1991. Pemanfaatan limbah tanaman perkebunan sebagai pakan ternak ruminansia. Proseding seminar peningkatan produksi dan teknologi peternakan. Fakultas Peternakan IPB dan Pemda Bogor. hal : 1 – 7.