Tanah Negara - WordPress.com

advertisement
URAIAN &
PENGERTIAN
Penguasaan & Istilah
TANAH-TANAH NEGARA
&
Tanah Desa
Oleh:
Dr. H. Eddy Pranjoto W., S.H., M.P.A., M.H., M.Si.
1
TENTANG PEMAKAIAN
ISTILAH-ISTILAH
Tanah Negara, Tanah Partikelir, Tanah Garapan,
Penguasaan Tanah-Tanah Milik Perseorangan Warganegara
Belanda (Panitia Pelaksana Penguasaan Milik
Belanda [P3MB]), Tanah Bondo Deso dan Tanah
Bengkok.
2
Tanah Negara
Menurut jalannya sejarah
penindasan
di
Indonesia,
Domeinverklaring
menunjukkan
suatu
puncak
kesempurnaan
dari
sistem penjajahan yang
modern,
untuk
menggali
keuntungan
sebanyak-banyaknya
terhadap rakyat Indonesia dengan
menciptakan suatu
3
penghisapan
berbentuk
sistem
imperialisme dengan feodal. Zaman
penjajahan
tanah
Belanda,
dianggap
semua
tanah negara,
artinya >
‘negara yang menjadi “eigenaar
” dari tanah itu, kecuali jika
orang lain dapat membuktikan
dia yang menjadi “eigenaar ” dari
tanah itu’.
4
Dalam
tataran politik hukum tanah.
Tanah Negara adalah tanah milik
Negara (Raja/Ratu) diterapkan di
Indonesia melalui produk hukum
dalam peraturan agrarisch besluit.
Diundangkan dalam Lembaran
Negara “Staatblad” No. 118 Tahun 1870 (
S. 1870-118).
5
Pasal 1 Agrarisch Besluit
merumuskan:
“Dengan tidak mengurangi berlakunya
ketentuan dalam pasal 2 dan 3 Agrarisch
Wet, tetap dipertahankan asas bahwa,
semua tanah pihak lain tidak dapat
membuktikan sebagai hak eigendomnya,
adalah domein (milik) Negara” (behoudens
opvolging van de tweede en derde bepaling der
voormelde wet, blijft het beginsel gehandhaafd, dat
alle grond, waarop niet door anderen regt van
eigendom wordt bewezen, domein van de Staat is).
6
Tegasnya,
seseorang
harus
dapat
membuktikan
ia
mempunyai hak eigendom atas
tanah tersebut.
Selanjutnya, mengingat hak
rakyat Indonesia atas tanahnya
berdasarkan atas
hukum adat, sedangkan hukum
adat tidak sama dengan Burgerlijk
Wetboek (BW), maka
7
dengan demikian semua tanah
dari rakyat Indonesia menjadi
tanah milik negara.
Asas hukum tanah pada tiaptiap negara ada dasar hukumnya
(recht beginsel) yang
menerangkan bahwa, >>> semua
tanah dalam negara yang tidak
ada pemiliknya,
8
(eigenaar) dianggap tanah kepunyaan
negara. Demikian juga halnya
di
Indonesia.
Tanah-tanah pekarangan dan benda
tetap lainnya (onroerendezaken) yang
tidak
ada
yang menguasai dan
memilikinya, begitu juga
barang-barang dari orang yang
meninggal dunia tidak ada ahli
warisnya atau kuasanya,
menjadi miliknya Negara.
9
Pendirian pemerintah kolonial Belanda
tersebut dalam Keputusan Agraria
(Agrarische
kritikan
dan
Besluit)
mendapat
sorotan tajam dari
beberapa pakar, diantaranya C. Van
Vollenhoven, seorang pakar hukum
adat.
10
Dalam bukunya: “De Indonesier en
zijn grond” (Bangsa Indonesia dan
Tanahnya),
Van
Vollenhoven
berpendapat bahwa, kebijakan
pemerintah itu tidak adil terhadap
bangsa Indonesia.
Kemudian Ph. Kleintjes juga
membantah pendirian tersebut,
>>>
11
“jika
pemerintah mempunyai
hak eigendom atas tanahtanah bangsa Indonesia, maka
tidaklah
logis
pemerintah
harus
menjalankan
onteigening (pencabutan hak
eigendom) atas tanah-tanah
bangsa
Indonesia,
untuk
menjadi eigenaar dari tanahtanah itu”.
12
Meskipun sudah ada kebijakan umum
(Algemene Domein Verklaring) tentang tanah negara.
Hal itu masih ada keraguan,
sehingga menjelang pemberian
hak erfpacht atas tanah-tanah
negara di luar Jawa dan Madura.
Pemerintah Hindia Belanda
masih membuat “Kebijakan Khusus”
(Speciale Domein Verklaring), bagi tanah negara di
Sumatera (S. 1874. No.94f), Manado (S.
1877 No. 55),
13
Kalimantan Selatan dan Kalimantan
Timur (S. 188 No. 58). Dengan
demikian kekuasaan atas tanah
yang termasuk tanah negara, yaitu
hak penduduk untuk membuka
tanah ada pada Gubernemen.
14
Jika dibandingkan antara ‘kebijakan
khusus’ dengan ‘kebijakan umum’
(Pasal 1 Keputusan Agraria).
Kebijakan khusus
lebih sempit (terbatas) daripada
kebijakan
umum.
Menurut
kebijakan khusus, yang tidak dapat
dikuasai oleh Gubernemen hanya
tanah-tanah yang berasal dari hak
membuka tanah (onteigeninsrecht),
15
sedangkan
menurut
umum termasuk
kebijakan
juga
tanah
penduduk, tanah-tanah
desa seperti lapangan-lapangan
penggembalaan umum, dan tanah-
tanah yang karena suatu sebab
termasuk tanah desa.
16
Berhubung dengan hak tersebut, maka
tanah-tanah negara dapat dibagi atas dua
bagian, yaitu :
a.
Tanah Negara yang bebas (Vrij
Staatsdomein),
artinya
tanah
negara yang tidak terikat dengan
hak-hak bangsa Indonesia.
17
b. Tanah Negara yang tidak bebas,
(Onvrij
Staatsdomein),
artinya
tanah negara yang terikat dengan
hak-hak bangsa Indonesia.
18
Selanjutnya
terdapat
beberapa
penjelasan mengenai arti tanah
negara, antara lain menyebutkan:
semua tanah yang tidak dinyatakan
dengan hak milik
eigendom,
tanah hak milik perseorangan,
desa, ulayat, tanah erfpacht,
konsesi,
hak
usaha
dan
sebagainya,
yaitu
merupakan
Tanah Negara.
19
Dengan demikian juga dapat
dikatakan, tanah hak negara dapat
dibedakan menjadi tanah hak
negara bebas dan yang tidak
bebas.
Tanah negara bebas merupakan
tanah yang belum
dimiliki
orang atau badan hukum dan
tidak diusahakan oleh orang
atau badan hukum.
20
Dalam Peraturan Pemerintah
No. 8
Tahun 1953, tentang
Penguasaan Tanah-Tanah Negara
(LN. 1953 No.
14), dijelaskan
bahwa, yang dimaksud dengan
tanah negara adalah tanah yang
dikuasai penuh oleh negara,
kecuali jika penguasaan atas tanah
negara
21
dengan undang-undang atau peraturan lain
pada
waktu
Pemerintah ini
kepada
berlakunya
Peraturan
telah
diserahkan
suatu
Kementerian, Jawatan
atau
Daerah
Swatantra,
maka
penguasaan atas tanah negara
ada
pada
Menteri Dalam
Negeri.
22
Dalam hal penguasaan
tersebut,
Menteri
Dalam Negeri berhak untuk :
a.
Menyerahkan penguasaan itu kepada
suatu Kementerian, Jawatan atau
Daerah Swatantra untuk
keperluan
kepentingan
tertentu dari Kementerian, Jawatan
atau daerah Swatantra itu; dan
23
b.
Mengawasi agar tanah negara dipergunakan
sesuai
peruntukannya
dan
bertindak
mencabut penguasaan atas
tanah
negara,
apabila
penyerahan
ternyata keliru/
penguasaan itu
tidak tepat lagi, luas tanah yang
diserahkan
penguasaannya
ternyata
sangat
melebihi
keperluannya dan tanah itu tidak
dipelihara
atau
dipergunakan
sebagaimana mestinya.
24
Hak menguasai tanah dari Negara
meliputi
semua tanah dalam
wilayah
Negara Kesatuan R.I., baik tanahtanah
yang
tidak
atau
belum,
maupun yang
sudah
dihaki
dengan hak-hak perorangan oleh
UUPA
disebut
“tanah
yang
langsung dikuasai oleh negara”.
25
Untuk menyingkat pemakaian kata-kata,
dalam praktik administrasi negara
digunakan sebutan “Tanah Negara”.
Hal ini berbeda arti dengan
sebutan
“tanah negara” dalam
arti “landsdomein” (atau “milik
negara”)
dalam
“domeinverklaring”.
rangka
26
Tanah yang sudah dipunyai dengan
hak-hak atas
tanah
primer
disebut dengan tanah hak
dengan nama sebutan haknya,
unsurnya tanah hak milik, tanah
Hak Guna Usaha (HGU) dan lainlainnya.
27
Perkembangan Hukum Tanah Nasional, lingkup
tanah-tanah yang dalam UUPA
disebut tanahtanah yang dikuasai
langsung oleh negara, yang semula
dengan sebutan tanah negara
telah mengalami
perkembangan. Semula mencakup
semua tanah yang dikuasai oleh
negara, di luar apa yang disebut
tanah-tanah hak.
28
Sekarang
ini,
Hukum
Tanah
Indonesia dari segi
kewenangan
penguasaannya ada
kecenderungan
untuk
lebih
memperinci status tanah, yang
semula tercakup dalam pengertian
tanah negara itu menjadi:
29
(a) Tanah-tanah wakaf, yaitu tanah-tanah hak
milik yang sudah diwakafkan,
(b) Tanah-tanah Hak
yaitu
Hak
tanah-tanah
pengelolaan
Pengelolaan,
yang dikuasai dengan
yang
merupakan
pelimpahan
pelaksanaan
sebagian kewenangan Hak
Menguasai dari Negara kepada
pemegang haknya,
30
(c)
Tanah-tanah Hak Ulayat, yaitu tanah-
tanah yang dikuasai oleh masyarakat hukum
adat teritorial dengan hak ulayat,
(d)
Tanah-tanah
tanah-tanah
Kaum,
yaitu
bersama masyarakat-
masyarakat hukum adat genealogis,
(e)
Tanah-tanah kawasan hutan
dikuasai oleh Departemen Kehutanan >
yang
31
berdasarkan Undang-Undang Pokok
Kehutanan. Hak penguasaan ini pada
hakikatnya
juga
merupakan
pelimpahan
sebagian
kewenangan
Hak
Menguasai dari Negara,
(f) Tanah-tanah sisanya, yaitu
tanah-tanah yang dikuasai oleh
negara yang bukan tanah hak,
32
bukan tanah wakaf, bukan tanah
hak pengelolaan, bukan tanah hak
ulayat, bukan
tanah-tanah kaum dan bukan pula
tanah-tanah
kawasan
hutan.
Tanah-tanah ini merupakan
‘tanah-tanah yang benar-benar
langsung dikuasai
oleh
negara’,
singkatnya disebut
tanah negara.
33
Tanah-tanah negara dalam arti
sempit harus dibedakan dengan
tanah-tanah yang dikuasai
oleh
departemen-departemen dan
lembaga
pemerintah
non
departemen lainnya dengan Hak
Pakai, yang merupakan asset
atau
sebagian
kekayaan
negara, yang penguasaannya ada
pada Menteri Keuangan.
34
Penguasaan tanah-tanah negara
dalam arti publik sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 2 UUPA
ada
pada
Badan Pertanahan
Nasional.
Kemudian
yang
dimaksud tanah negara, yaitu tanah
yang langsung dikuasai oleh negara
sebagaimana dimaksud dalam
UUPA.
35
Berbeda arti tanah negara dalam
kamus
bahasa
Indonesia,
yaitu
dengan sebutan tanah milik negara
(h. 1001).
Dengan demikian, tanah negara itu
dapat dibedakan menjadi:
36
a.
Tanah negara,
tanah yang
dikuasai langsung oleh negara dalam
pengertian hak menguasai dari negara
untuk: mengatur
merupakan
bumi, air dan ruang angkasa serta
kekayaan alam yang terkandung
di
dalamnya
pada suatu
tingkatan
tertinggi
dikuasai
oleh negara, sebagai
organisasi
kekuasaan seluruh rakyat >
37
yang mempunyai kewenangan untuk:
1. mengatur
dan
menyelenggarakan peruntukan,
penggunaan, persediaan dan
pemeliharaan bumi, air dan
ruang angkasa;
38
2. menentukan
hubungan
dan mengatur hubungan-
hukum
antara
orang-orang
dengan bumi, air dan ruang angkasa;
3. menentukan
dan
mengatur
hubungan-hubungan hukum antara
orang-orang
dan
perbuatan-
perbuatan hukum yang mengenai
bumi, air dan ruang angkasa.
39
b. Tanah
negara,
tanah-tanah
yang
tanah-tanah
yang diperoleh pemerintah pusat
maupun
daerah
berdasarkan
nasionalisasi,
pemberian,
penyerahan
sukarela
maupun
melalui pembebasan tanah, dan
berdasarkan akta-akta peralihan
hak.
dimiliki oleh pemerintah, yaitu
40
c. Tanah negara, adalah tanah-tanah
yang tidak dimiliki, atau
oleh masyarakat,
badan
hukum
badan
keagamaan,
sosial
serta
dimiliki
asing.
oleh
dikuasai
swasta,
atau
tanah-tanah
perwakilan
dan
badan
yang
negara
41
Tanah Negara seperti sebutan tanah
yang lain. Misalnya, tanah milik dan
sebagainya. Hal ini menunjukan status
hubungan hukum tertentu, antara
objek dan subjeknya.
Dalam konteks ini lebih kepada
hubungan
kepemilikan
atau
kepunyaan, antara subjek dan objek
yang bersangkutan.
42
Dalam pengertian tersebut, maka
sebutan tanah Negara, artinya tanah
sebagai objek dan Negara sebagai
subjeknya. Negara sebagai subjek
mempunyai hubungan hukum tertentu
dengan objeknya, yakni tanah.
Adapun hubungan hukum itu dapat
berupa
hubungan
kepemilikan
kekuasaan
atau
kepunyaan.
43
 Didalam
konsep hukum, sebutan
menguasai atau dikuasai dengan
dimiliki ataupun kepunyaan dalam
konteks yuridis mempunyai arti
berbeda dan menimbulkan akibat
hukum yang berbeda pula.
44
Arti dikuasai tidak sama dengan
pengertian dimiliki. Jika sebutan
tanah itu dikuasai atau menguasai
dalam arti possession,
maka makna yuridisnya tanah
tersebut dikuasai seseorang
secara pisik, dalam arti kenyataan
digarap, dihuni, namun belum
tentu secara yuridis ia sebagai
pemilik tanah.
45
Demikian juga bila menyebutkan, tanah
tersebut dimiliki/kepunyaan dalam arti
ownership dalam pengertian juridis,
maka dapat diartikan tanah itu secara
yuridis merupakan tanah milik/
kepunyaan,
namun belum tentu ia secara pisik
menguasai
tanahnya,
karena
mungkin
adanya
hubungan
perbuatan hukum lainnya.
46
 Bentuk
lain, bisa juga tanah
diduduki orang tanpa ijin yang
berhak okupasi. Arti okupasi
atau accupation lebih kepada
penguasaan secara pisik tanpa
diikuti hak (right) dalam arti
sah secara hukum.
47
Tanah Negara diartikan sebagai
pemilik, dalam arti kepunyaan atas
tanah dapat ditemukan pada masa
pemerintahan Hindia Belanda, ketika
Indonesia bagian dari kerajaan
Belanda.
Berasal dari latar belakang sistem
ketatanegaraan yang berbentuk
absolute/monarchi (sistem feodalisme).
48
Tanah dalam wilayah kekuasaan adalah
tanah milik Raja/ratu sebagai pemilik.
Wilayah kekuasaan cakupannya
termasuk daerah jajahan.
Indonesia bagian dari wilayah
kerajaan Belanda dan disisi lain
rakyat yang berada di wilayah
tersebut berposisi sebagai
penggarap atau penyewa tanah
(lihat pula Curzon, 1989).
49
Konsekuensi logis model
hubungan antara Raja
sebagai pemilik dan rakyat
sebagai penyewa, dikenal
sebagai sistem kepemilikan
tanah yang disebut sebagai
doktrin land tenure.
50
Sistem Penguasaan Tanah (Land
Tenure System)
Sistem penguasaan tanah diterjemahkan
secara bebas dari istilah Inggris Land
Tenure System. Tenure bukan hanya
pengertian pemilikan terhadap sesuatu
atau terhadap tanah, yaitu mencakup:
(1) Hak Pakai (Accsess); (2) Hak
Menguasai (Control); (3) Hak Memiliki
(Ownership) baik terhadap tanaman, air,
ternak, dan lain sebagainya.
51
Tipologi hak-hak kepemilikan:
- Perorangan (private),
- Milik Bersama (common),
- Milik Negara (state), dan
- Akses Terbuka (open access)
yang berhubungan dengan
situasi ketika tidak ada hak-hak
kepemilikan yang jelas
52
Pasal 49 UU No. 1 Th. 2004,
tentang Perbendaharaan Negara
1. Barang milik Negara/Daerah berupa
tanah
yang dikuasai pemerintah
pusat/daerah harus disertipikatkan,
2. Bangunan milik Negara/Daerah harus
dilengkapi bukti status kepemilikan,
3. Tanah/Bangunan milik Negara/Daerah
yang
tidak
dimanfaatkan
untuk
penyelenggaraan tugas pokok dan
fungsi instansi,
53
wajib diserahkan pemanfaatannnya
kepada Menkeu/Gubernur/Bupati
Untuk kepentingan
penyelenggaraan tugas
pemerintahan Negara/Daerah
 4. Barang milik Negara/Daerah
dilarang untuk diserahkan kepada
pihak lain sebagai pembayaran atas
tagihan kepada pemerintah
Pusat/Daerah.

(PP No. 6/2006 tentang Pengelolaan Barang Milik
Negara/Daerah jo PP No. 38/2008 Perubahan)
54
Dasar Keberlakuan Yuridis
dan Keberlakuan Sosiologis

Hukum tentang Penguasaan Tanah
Negara setelah Indonesia merdeka dan
sebelum UUPA, yaitu PP No. 8 Th.
1953 tentang Penguasaan Tanah Tanah
Negara.
PP ini menganut asas Domeinverklaring
(Pasal 1 Agrarisch Besluit) > “semua tanah yang
bebas sama sekali dari hak-hak
seseorang dianggap menjadi tanah yang
langsung dikuasai oleh Negara (vrij
lansdomein)”.

“Semua
tanah yang bebas sama
sekali dari hak-hak seseorang,
baik yang berdasar atas hukum
adat asli Indonesia, maupun
yang berdasar atas hukum
barat”.
PP No. 8 Th. 1953 tidak memenuhi
syarat “hierarki”

Dalam konsideran “Mengingat”, PP
ini dibentuk berdasarkan Pasal 98
UUD Sementara RI 1950, namun PP ini
tidak
memenuhi
kriteria
sebagaimana Stufentheorie Hans
Kelsen.
PP ini ditetapkan sebagai norma
hukum berdasarkan norma hukum
yang lebih superior atau lebih tinggi.

Materi muatan PP berisi materi untuk
menjalankan UU
(UU No. 12/2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan)


Dalam teori peraturan perundangundangan, PP dibentuk atas perintah
tegas dari undang-undang.
Dalam realitanya ketika itu, PP No. 8
Th. 1953 dibentuk untuk menggantikan
Staadsblad Th. 1911 No. 110 tentang
Penguasaan
Benda-benda
Tidak
Bergerak. Akan tetapi PP ini sampai
sekarang tetap berlaku (keberlakuan
sosiologis).
Tanah Negara Dalam UUPA

Menurut UUPA, semua tanah di
kawasan negara R.I. dikuasai oleh
negara. Jika di atas tanah itu tidak ada
hak pihak tertentu (orang atau badan
hukum), maka tanah itu disebut tanah
yang langsung dikuasai negara. Kalau
tanah itu ada hak pihak tertentu, maka
tanah itu disebut tanah hak.
(Effendi Perangin, Praktek Permohonan Hak Atas
Tanah, Jakarta: Rajawali Pres, 1991).
59
Tanah Partikelir
Setelah Indonesia merdeka, tanah-
tanah partikelir yang sebagian besar
dimiliki
orang-orang
dan
badan-
badan hukum asing, yaitu
a. Hak
erfpacht untuk perusahaan
kebun besar seluas lebih dari 1 juta
hektar;
60
b. Hak
perusahaan
konsesi
kebun
untuk
seluas
besar
lebih dari 1 juta hektar;
c. Hak eigendom, hak opstal, hak
erfpacht untuk perumahan atas
kurang lebih dari 200.000 bidang.
Tanah
partikelir
merupakan
tanah-tanah “eigendom” di atas
nama pemiliknya >
61
sebelum undang-undang ini berlaku
mempunyai hak pertuanan (Antiquum
dominicum). > Arimanni.
Selain itu mewarisi pula tanahtanah eigendom
yang disebut
tanah “partikelir”.
Tanah-tanah partikelir merupakan
tanah-tanah
eigendom
yang
mempunyai sifat dan corak yang
istimewa.
62
Perbedaan antara tanah partikelir
dengan
tanah-tanah
eigendom
lainnya, yaitu adanya hak-hak pada
pemiliknya yang bersifat kenegaraan,
dahulu disebut landheerlijke rechten
dan di Indonesiakan menjadi: hakhak pertuanan.
Dengan adanya hak-hak pertuanan
itu,
maka tanah-tanah partikelir
seakan-akan merupakan negara di
dalam negara.
63
Selain istimewa dan mempunyai hak
pertuanan, tanah partikelir dapat
dibedakan menjadi:
Pertama, tanah-tanah partikelir
yang diduduki
oleh
orangorang
timur
asing disebut
tanah Tionghoa.
Kedua, tanah-tanah yang diduduki
oleh rakyat asli disebut tanahtanah usaha, dan
64
tanah-tanah partikelir yang
dikuasai oleh tuan-tuan tanah
sendiri yang
disebut tanah kongsi (tanah-tanah
kongsi yang diusahakan oleh
penduduk
dipakainya
untuk
tempat perumahan diberikan hak
sewa) (UU No. 1 Th. 1958 tentang Penghapusan
Ketiga,
tanah-tanah partikelir jo PP No. 18 Th. 1958 tentang
Pelaksanaan UU No. 1 Th. 1958).
65
Tanah Garapan
Tanah garapan, atau memakai
tanah
untuk
menduduki,
mengerjakan dan atau menguasai
sebidang
tanah,
atau
mempunyai tanaman,
atau bangunan di atasnya, dengan
tidak mempersoalkan, apakah
bangunan itu digunakan sendiri
atau tidak.
66
Dapat juga dikatakan istilah garapan,
yaitu hubungan
hukum
antara
penggarap dengan sebidang tanah
negara berdasarkan: surat keputusan
(bukan pemberian hak atas tanah),
surat ijin atau surat lain maupun
yang tidak berdasarkan sesuatu
suratpun,
termasuk
dalam
pengertian garapan ini: occupatie
vergunning, ijin pakai, >
67
ijin garapan atau nama lainnya yang
sejenis (actio serviana). Selain definisi
tersebut, yang
dimaksudkan dengan garapan,
yaitu: tanah yang
diduduki,
dipelihara dan atau dibebaskan
dari
penggarapnya
semula,
sebelum berlakunya UU No. 51 Prp
Tahun 1960 tanggal 14 Desember
1960.
68
Undang-Undang Pokok Agraria (UU
No. 5 Tahun 1960) tidak mengatur
adanya tanah garapan, karenatanah garapan bukanlah
status
hak atas tanah.
Dalam
peraturan
perundangundangan terdapat istilah hukum
untuk tanah garapan,
yaitu:
pemakaian
tanah
tanpa
ijin
pemilik
69
atau kuasanya dan pendudukan tanah
tidak sah (onwettige occupatie). Jenis
tanah garapan dapat dikelompokkan
menjadi tiga, yaitu:
1). Tanah garapan di atas tanah yang
langsung dikuasai oleh negara
(vrij landsdomein),
2). Tanah garapan di atas tanah
Instansi atau badan hukum
milik pemerintah; dan
70
Tanah garapan di atas tanah
perorangan atau badan hukum
swasta.
Mengingat UUPA
tidak mengatur
tentang tanah garapan, maka tanah
garapan tidak ada status haknya.
Seseorang yang menggarap: a) tanah
hak orang lain, atau b) tanah hak
badan hukum swasta, atau c) tanah
hak badan hukum publik, atau
3).
71
d) tanah yang dikuasai langsung
oleh Negara, meskipun dengan
jangka waktu lama, namun tanah
garapan tersebut tidak dapat
menciptakan
hak
atas
tanah
dengan alasan lampaunya waktu.
72
Hukum Tanah Nasional
meskipun
didasarkan
pada
Hukum Adat, tidak dikenal
lembaga “lampaunya waktu”
sebagai
sarana
untuk
memperoleh hak atas tanah.
73
Oleh karena itu, Negara tidak dapat
menuntut orang atau badan hukum
perdata untuk menyerahkan tanahnya
kepada Negara dengan dalih
lampaunya waktu, untuk menjadi
tanah Negara.
Meskipun hukum perdata dan hukum
adat mengenal lampaunya waktu, atau
daluwarsa.
74
Dalam Hukum Adat dikenal lembaga
‘kedaluarsa’ (rechtsverwerking), yang
berarti sebaliknya, yaitu lampaunya
waktu yang menyebabkan orang
menjadi kehilangan haknya atas
tanah yang semula dimilikinya.
(Hukum Barat dikenal ada lembaga
acquisitieve verjaring > Pasal 1964 jo 1963
KUHPerdata)
75
 Hukum
adat juga mengenal
lewatnya waktu
(daluwarsa) yang
menghapuskan hak atau
memperoleh suatu hak (Prof.
Dr. Sudikno Mertokusumo, S.H., 1998, Hukum
Acara Perdata Indonesia, Penerbit Liberty, h.
106).
76
(Yurisprudensi No. 200 K/Sip/1974, tgl.
11-12-1975)
“Keberatan yang diajukan penggugat
untuk kasasi bahwa, hukum adat tidak
mengenal daluwarsa dalam hal warisan
tidak dapat dibenarkan, karena gugatan
telah ditolak bukan atas alasan
daluwarsanya gugatan, tetapi karena
dengan berdiam diri selama 30 tahun
lebih, penggugat asal dianggap telah
melepaskan haknya (rechtsverwerking)”.
77
Pasal 1967 KUH Perdata
“Segala tuntutan hukum, baik yang
bersifat perbendaan maupun yang
bersifat perseorangan, hapus karena
daluwasa dengan lewatnya waktu 30
tahun, sedangkan siapa yang menunjukkan
akan adanya daluwarsa tersebut tidak usah
mempertunjukkan suatu alas hak, lagi pula tidak
dapatlah dimajukan terhadapnya sesuatu
tangkisan yang didasarkan kepada itikadnya
yang buruk”.
78
Pasal 1963 KUH Perdata
“Siapa dengan itikad baik, dan
berdasarkan suatu alas hak yang sah,
memperoleh suatu benda tak
bergerak, suatu bunga, atau suatu
piutang lain yang tidak harus dibayar
atas tunjuk, memperoleh hak milik
atasnya, dengan jalan daluwarsa
dengan suatu penguasaan
selama 20 tahun. >
79
 Siapa
yang dengan itikad baik
menguasainya selama 30 tahun,
memperoleh hak milik, dengan
tidak dapat dipaksa untuk
mempertunjukkan alas haknya”.
80
(Yurisprudensi No. 783K/Sip/1973, tgl. 29-11976).
“Bahwa seandainya memang penggugat
terbanding tidak berhak atas tanah
tersebut, kenyataan bahwa tergugattergugat sampai sekian lama (27 tahun)
menunggu untuk menuntut pengembalian
tanah tersebut menimbulkan anggapan
hukum bahwa mereka telah melepaskan
hak mereka (rechtsverwerking)”
81
Penguasaan Tanah-Tanah Milik
Perseorangan Warganegara
Belanda.
Cara Penyelesaiannya
Melalui > P3MB
[Panitia Pelaksana Penguasaan
Milik Belanda]
82
Dengan berlakunya undang-undang
tentang nasionalisasi perusahaan
perusahaan milik Belanda (UU No. 86
Tahun 1958, tentang Nasionalisasi Perusahaan Belanda),
dan penunjukan perusahaanperusahaan yang dikenakan
nasionalisasi
serta adanya
semangat anti Belanda yang
meningkat,
83
berakibat banyak orang-orang
Belanda pemilik benda-benda
tetap (berupa rumah dan tanah)
pergi keluar Indonesia
secara tergesa-gesa. Hal ini
menjadikan penguasaan
atas
benda-benda
yang
ditinggalkan itu menjadi tidak
teratur. Ada yang dikuasai oleh
orang-orang yang sudah
84
mengadakan perjanjian jual beli dengan
pemiliknya, mengingat pada saat itu ada
larangan soal ijin pemindahan haknya (UU
Drt. 1/1952 jo UU No. 24/1954 tentang Pemindahan hak tanah-tanah dan barang-
barang tetap lainnya yang tunduk pada hukum barat)
, maka
jual
beli tersebut tidak
dapat
dilakukan. Kemudian
ada
yang
dikuasai seseorang yang
ditunjuk
sebagai kuasa oleh pemiliknya dan
ada pula yang ditinggalkan tanpa ada
penunjukan seorang kuasa.
85
Untuk mencegah jatuhnya tanahtanah
dan
rumah-rumah
peninggalan warga negara Belanda
ketangan golongan tertentu saja.
Pemerintah menertibkan kembali
penguasaan dengan menempatkan
semua benda-benda tetap yang
ditinggalkan di bawah penguasaan
pemerintah.
86
Penguasaan tersebut bukan
berarti pengambil-alihan ataupun
nasionalisasi sebagaimana yang
dimaksud
dalam
undangundang Nasionalisasi PerusahaanPerusahaan Milik Belanda
(UU
No.
86 Tahun 1958) dan oleh
karenanya tidak menghilangkan,
atau
87
mengganggu gugat hak milik dari
pemiliknya.
Penguasaan itu
berarti pengelolaan (beheer)
yang
bermaksud
memberikan
wewenang
kepada pemerintah untuk
secara aktif campur tangan
dalam
soal
pemindahan
haknya,
88
khususnya
dalam
memberi
keputusan mengenai, siapa yang
akan diperkenankan mengelola
hak milik atas benda-benda
tersebut,
syarat-syarat bagi pemilik
yang
baru
dan
mengenai
cara
pembayarannya kepada pemilik
yang bersangkutan.
89
Kemudian dalam peraturan ini dijelaskan:
siapa saja dalam hubungan yang
bagaimana dengan pemiliknya
telah
menguasai benda-benda tetap
dalam waktu 2 (dua) bulan, sejak
mulai
berlakunya
Peraturan
Pemerintah Pengganti Undangundang ini wajib menyerahkan
penguasaan tersebut dan
90
melaporkan
segala
sesuatu
mengenai benda yang dikuasainya
itu serta hubungannya dengan
pemilik
kepada
Pemerintah
c.q Kantor Pertanahan, dan bagi
yang tidak memenuhi kewajiban
tersebut > dianggap tidak
mempunyai hubungan yang
sah dengan benda yang
bersangkutan.
91
Siapa yang boleh membeli benda
tetap milik WN Belanda tersebut?
 Siapa
saja WNI yang menguasai
benda-benda
tersebut
wajib
mengajukan permohonan ke BPN
setempat melalui Panitia (P3MB),
dengan ketentuan pembelian yang
baru itu tidak akan mempunyai
lebih dari 3 (tiga) bidang tanah.
Fakta Empiris Kondisi Benda
1.


Dikuasai orang-orang yang
sudah mengadakan
perjanjian jual-beli dengan
pemiliknya, tetapi ada
larangan
(UU Drt. 1/1952 jo UU No. 24/1954 tentang
Pemindahan hak tanah-tanah dan barang-barang
tetap lainnya yang tunduk pada hukum barat),
> sehingga izin pemindahan haknya belum
dapat diberi keputusannya.
 2.
Ada yang dikuasai seseorang
yang ditunjuk sebagai kuasa oleh
pemiliknya,
 3.
Ada yang ditinggalkan
begitu saja, tanpa ada
penunjukan seseorang kuasa.
94
Selanjutnya untuk melaksanakan
penguasaan
dan
mengadakan
penyelesaian benda-benda tetap milik
perseorangan warga negara Belanda
yang
telah
ditinggalkan
oleh
pemiliknya, dibentuk Panitia-panitia Pelaksana
Penguasaan
Benda-Benda Tetap
Milik
Perseorangan Warga Negara Belanda, disingkat:
Panitia Pelaksana Penguasaan Milik Belanda (P3MB).
[Disarikan dan ditambah PERPU No. 3 Th. 1960 tentang
PENGUASAAN BENDA-BENDA TETAP MILIK PERSEORANGAN
WARGA NEGARA BELANDA]


95
Rumah/Tanah Badan Hukum
yang Meninggalkan Indonesia
PENEGASAN STATUS
RUMAH/TANAH KEPUNYAAN
BADAN-BADAN HUKUM YANG
DITINGGALKAN
DIREKSI/PENGURUSNYA

PER. PRESIDIUM KABINET DWIKORA RI
No. 5/Prk/TAHUN 1965
Semua rumah dan tanah kepunyaan
badan-badan hukum yang direksi/
pengurusnya sudah meninggalkan
Indonesia dan menurut kenyataannya
tidak
lagi
menyelenggarakan
ketatalaksanaan dan usahanya,
dinyatakan jatuh kepada negara dan
dikuasai oleh pemerintah.
 Rumah/tanah
tersebut oleh BPN
dapat dijual kepada WNI yang
memenuhi syarat-syarat tertentu,
sepanjang
dipergunakan
pemerintah.


tidak
sendiri
akan
oleh
 Prioritas
diberikan kepada
penghuni rumah/tanah yang
mempunyai
surat-surat
penghunian yang sah dari
instansi yang berwenang,
baik sebagai pegawai negeri
ataupun bukan.

 Apabila
suatu rumah/tanah
tersebut didiami oleh beberapa
penghuni/keluarga, maka
prioritas diberikan kepada
penghuni sah yang terlama,
sepanjang rumah/tanah itu
tidak dapat/layak untuk
dibagi-bagi.
100
TANAH DESA
Tanah Desa adalah barang
milik desa berupa
Tanah Bengkok,
Tanah Kuburan, dan
Tanah Titisara.
Referensi
Peraturan Pemerintah No. 72 Th. 2005 Ttg. Desa.
Peraturan Menteri Dalam Negeri
No. 4 Th. 2007, Ttg. Pedoman Pengelolaan
Kekayaan Desa.
Istilah tanah desa meliputi tanah kas desa >
Pasal 6 ayat (2) Perda Istimewa Yogyakarta No.
5 Th. 1954 tentang Hak Atas Tanah.
Per. Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta
No. 11 Th. 2012, ttg. Pedomnan Pengelolaan Dan
Pemanfaatan Tanah Kas Desa
102
Tanah Bondo Deso
Tanah Bondo Deso, merupakan
tanah milik desa sebagai kekayaan
desa
atau
sekelompok
masyarakat,
penggunaannya
dapat bersama-sama atau bergiliran.
Hasilnya
untuk
kepentingan
bersama, misal untuk biaya pembangunan
Balai Desa, Pasar Desa,
Keagamaan dan sebagainya.
Kepentingan
103
Tanah Bengkok
Tanah Bengkok merupakan suatu
insentif yang kuat untuk calon
Kepala Desa.
Tanah
tanah
Bengkok merupakan
garapan milik desa.
Tanah tersebut tidak dapat dijualbelikan tanpa persetujuan warga
desa.
104
3 Kelompok Tanah Bengkok
Sesuai Penggunaannya
 1.
Tanah Lungguh > Wewenang
pamong desa untuk menggarap
>> kompensasi gaji
 2. Tanah Kas Desa > Dikelola
pamong desa > keperluan desa
atau pembangunan
infrastruktur
105
 3.
Tanah Pengarem-Arem
>Digarap pamong desa
pensiun >> jaminan hari tua.
Jika ia wafat, dikembalikan
ke desa.
106
Demikian
juga
tanah
merupakan gaji pegawai
Bengkok
berupa
tanah. Pegawai yang
dimaksud, yaitu perangkat desa,
misalnya:
Kepala
Desa,
Sekretaris Desa (carik) dan
Kepala-Kepala Bagian.
107
Mengenai besar kecilnya tanah
bengkok ditentukan oleh:
a. Kepadatan penduduknya,
b. Luas wilayah,
c. Kesuburan tanah,
d. Jenis
jabatan
dipangkunya.
yang
Hak yang ada di sini, yaitu hak
menikmati saja.
108
Hak menikmati hasil dari tanah
bengkok selama ia menjadi
perangkat desa. Apabila sudah
selesai tugasnya, maka tanah
kembali
kepada
negara
dan
akan
dinikmati oleh penggantinya. Jadi
tidak boleh perangkat desa
menjual tanah bengkoknya.
109
Tanah desa pakraman di Bali juga
dapat dibedakan menjadi 4 jenis
tanah druwe desa. Tanah druwe
desa, yang dimaksudkan dalam
hal ini adalah tanah druwe desa
Pakraman (sesuai Perda Provinsi Bali No. 3
Th. 2001 dan telah dirubah dengan Perda
Provinsi Bali No. 3 Th. 2003 ttg Desa
Pakraman), yang sebelumnya dikenal
dengan nama desa adat.
110
4 jenis tanah druwe desa, yaitu:
1.
2.
Tanah Desa, yaitu tanah yang
dipunyai yang biasa didapati
melalui usaha usaha pembelian
maupun usaha lainnya.
Tanah Laba Pura, yaitu tanah
(yang dulunya milik desa atau
dikuasai oleh desa) yang khusus
dipergunakan untuk keperluan
pura.
111
3. Tanah Pekarangan Desa (PKD),
merupakan tanah yang
dikuasai oleh desa, yang
diberikan kepada krama desa
tempat mendirikan perumahan,
yang lazimnya dalam ukuran
luas tertentu dan hampir sama
dalam setiap keluarga.
112
4. Tanah Ayahan Desa (AYDS),
adalah tanah-tanah yang
dikuasai atau dimiliki oleh
desa yang penggarapannya
diserahkan kepada masingmasing krama desa disertai
hak untuk menikmati hasilnya.
113
Tanah Titisara
Tanah Titisara merupakan Tanah
Kas Desa yang sudah ada suatu
hak tertentu, yaitu Hak Pakai
atas tanah negara yang
diberikan tanpa batas waktu
dan dapat dilepaskan haknya
kepada pihak lain.
Salah satunya melalui tukar guling.
114
Istilah ‘tukar guling’ berasal dari
Pasal 1541 KUHPerdata, yaitu ‘tukarmenukar’ barang. Dalam bahasa
Belanda ‘ruilen’ yang berarti
‘bertukar/tukar’.
Dalam bahasa Indonesia, kata ‘tukar
guling’ berarti ‘tukar lalu’. Tukar lalu
> bertukar barang dengan tidak
menambah uang.
115
Landasan Yuridis
UU No. 1 Th. 2004 ttg. Perbendaharaan
Negara.
 PP No. 6 Th. 2006 ttg. Pengelolaan
Barang Milik Negara/Daerah
 PP No. 38 Th. 2008 ttg. Perubahannya
 Per. Menkeu No. 96/PMK.06/2007 ttg.
Tata Cara Pelak. Penggunaan,
Pemanfaatan Penghapusan, Dan
Pemindahtanganan Barang Milik
Negara

116
Prosedurnya:
I. Dilakukan Penilaian (kondisi riil)
terhadap tanah atau bangunan
yang akan dilakukan tukar guling
II. Mengajukan usulan dari
Instansi/lembaga pengguna
Anggaran (pemkab/pemkot)
kepada provinsi → mendagri →
dimintakan persetujuan menteri
keuangan.
117
 Setelah
mendapatkan
persetujuan, dilanjutkan
kembali ke provinsi.
 Dari provinsi ke
pemkab/pemkot. Catatan:
tanah > 500 jt harus persetujuan
DPRD, < 500jt, kondisonal.
118
 Jika
disetujui, maka
persetujuan tersebut
dijadikan dasar pembuatan
MoU, antara pengguna
anggaran dan investor.
119
Prinsip Penilaian
(1) Tidak merugikan negara;
 (2) Bangunan bersifat “idle”;
 (3) Terkena ketentuan UU Tata

Ruang dan
 (4) Negara tidak mempunyai
anggaran
III. Proses Pelepasan Hak menjadi
tanah negara (sertifikasi tanah
tugas kantor pertanahan). <
120
Download