URAIAN & PENGERTIAN Penguasaan & Istilah TANAH-TANAH NEGARA & Tanah Desa Oleh: Dr. H. Eddy Pranjoto W., S.H., M.P.A., M.H., M.Si. 1 TENTANG PEMAKAIAN ISTILAH-ISTILAH Tanah Negara, Tanah Partikelir, Tanah Garapan, Penguasaan Tanah-Tanah Milik Perseorangan Warganegara Belanda (Panitia Pelaksana Penguasaan Milik Belanda [P3MB]), Tanah Bondo Deso dan Tanah Bengkok. 2 Tanah Negara Menurut jalannya sejarah penindasan di Indonesia, Domeinverklaring menunjukkan suatu puncak kesempurnaan dari sistem penjajahan yang modern, untuk menggali keuntungan sebanyak-banyaknya terhadap rakyat Indonesia dengan menciptakan suatu 3 penghisapan berbentuk sistem imperialisme dengan feodal. Zaman penjajahan tanah Belanda, dianggap semua tanah negara, artinya > ‘negara yang menjadi “eigenaar ” dari tanah itu, kecuali jika orang lain dapat membuktikan dia yang menjadi “eigenaar ” dari tanah itu’. 4 Dalam tataran politik hukum tanah. Tanah Negara adalah tanah milik Negara (Raja/Ratu) diterapkan di Indonesia melalui produk hukum dalam peraturan agrarisch besluit. Diundangkan dalam Lembaran Negara “Staatblad” No. 118 Tahun 1870 ( S. 1870-118). 5 Pasal 1 Agrarisch Besluit merumuskan: “Dengan tidak mengurangi berlakunya ketentuan dalam pasal 2 dan 3 Agrarisch Wet, tetap dipertahankan asas bahwa, semua tanah pihak lain tidak dapat membuktikan sebagai hak eigendomnya, adalah domein (milik) Negara” (behoudens opvolging van de tweede en derde bepaling der voormelde wet, blijft het beginsel gehandhaafd, dat alle grond, waarop niet door anderen regt van eigendom wordt bewezen, domein van de Staat is). 6 Tegasnya, seseorang harus dapat membuktikan ia mempunyai hak eigendom atas tanah tersebut. Selanjutnya, mengingat hak rakyat Indonesia atas tanahnya berdasarkan atas hukum adat, sedangkan hukum adat tidak sama dengan Burgerlijk Wetboek (BW), maka 7 dengan demikian semua tanah dari rakyat Indonesia menjadi tanah milik negara. Asas hukum tanah pada tiaptiap negara ada dasar hukumnya (recht beginsel) yang menerangkan bahwa, >>> semua tanah dalam negara yang tidak ada pemiliknya, 8 (eigenaar) dianggap tanah kepunyaan negara. Demikian juga halnya di Indonesia. Tanah-tanah pekarangan dan benda tetap lainnya (onroerendezaken) yang tidak ada yang menguasai dan memilikinya, begitu juga barang-barang dari orang yang meninggal dunia tidak ada ahli warisnya atau kuasanya, menjadi miliknya Negara. 9 Pendirian pemerintah kolonial Belanda tersebut dalam Keputusan Agraria (Agrarische kritikan dan Besluit) mendapat sorotan tajam dari beberapa pakar, diantaranya C. Van Vollenhoven, seorang pakar hukum adat. 10 Dalam bukunya: “De Indonesier en zijn grond” (Bangsa Indonesia dan Tanahnya), Van Vollenhoven berpendapat bahwa, kebijakan pemerintah itu tidak adil terhadap bangsa Indonesia. Kemudian Ph. Kleintjes juga membantah pendirian tersebut, >>> 11 “jika pemerintah mempunyai hak eigendom atas tanahtanah bangsa Indonesia, maka tidaklah logis pemerintah harus menjalankan onteigening (pencabutan hak eigendom) atas tanah-tanah bangsa Indonesia, untuk menjadi eigenaar dari tanahtanah itu”. 12 Meskipun sudah ada kebijakan umum (Algemene Domein Verklaring) tentang tanah negara. Hal itu masih ada keraguan, sehingga menjelang pemberian hak erfpacht atas tanah-tanah negara di luar Jawa dan Madura. Pemerintah Hindia Belanda masih membuat “Kebijakan Khusus” (Speciale Domein Verklaring), bagi tanah negara di Sumatera (S. 1874. No.94f), Manado (S. 1877 No. 55), 13 Kalimantan Selatan dan Kalimantan Timur (S. 188 No. 58). Dengan demikian kekuasaan atas tanah yang termasuk tanah negara, yaitu hak penduduk untuk membuka tanah ada pada Gubernemen. 14 Jika dibandingkan antara ‘kebijakan khusus’ dengan ‘kebijakan umum’ (Pasal 1 Keputusan Agraria). Kebijakan khusus lebih sempit (terbatas) daripada kebijakan umum. Menurut kebijakan khusus, yang tidak dapat dikuasai oleh Gubernemen hanya tanah-tanah yang berasal dari hak membuka tanah (onteigeninsrecht), 15 sedangkan menurut umum termasuk kebijakan juga tanah penduduk, tanah-tanah desa seperti lapangan-lapangan penggembalaan umum, dan tanah- tanah yang karena suatu sebab termasuk tanah desa. 16 Berhubung dengan hak tersebut, maka tanah-tanah negara dapat dibagi atas dua bagian, yaitu : a. Tanah Negara yang bebas (Vrij Staatsdomein), artinya tanah negara yang tidak terikat dengan hak-hak bangsa Indonesia. 17 b. Tanah Negara yang tidak bebas, (Onvrij Staatsdomein), artinya tanah negara yang terikat dengan hak-hak bangsa Indonesia. 18 Selanjutnya terdapat beberapa penjelasan mengenai arti tanah negara, antara lain menyebutkan: semua tanah yang tidak dinyatakan dengan hak milik eigendom, tanah hak milik perseorangan, desa, ulayat, tanah erfpacht, konsesi, hak usaha dan sebagainya, yaitu merupakan Tanah Negara. 19 Dengan demikian juga dapat dikatakan, tanah hak negara dapat dibedakan menjadi tanah hak negara bebas dan yang tidak bebas. Tanah negara bebas merupakan tanah yang belum dimiliki orang atau badan hukum dan tidak diusahakan oleh orang atau badan hukum. 20 Dalam Peraturan Pemerintah No. 8 Tahun 1953, tentang Penguasaan Tanah-Tanah Negara (LN. 1953 No. 14), dijelaskan bahwa, yang dimaksud dengan tanah negara adalah tanah yang dikuasai penuh oleh negara, kecuali jika penguasaan atas tanah negara 21 dengan undang-undang atau peraturan lain pada waktu Pemerintah ini kepada berlakunya Peraturan telah diserahkan suatu Kementerian, Jawatan atau Daerah Swatantra, maka penguasaan atas tanah negara ada pada Menteri Dalam Negeri. 22 Dalam hal penguasaan tersebut, Menteri Dalam Negeri berhak untuk : a. Menyerahkan penguasaan itu kepada suatu Kementerian, Jawatan atau Daerah Swatantra untuk keperluan kepentingan tertentu dari Kementerian, Jawatan atau daerah Swatantra itu; dan 23 b. Mengawasi agar tanah negara dipergunakan sesuai peruntukannya dan bertindak mencabut penguasaan atas tanah negara, apabila penyerahan ternyata keliru/ penguasaan itu tidak tepat lagi, luas tanah yang diserahkan penguasaannya ternyata sangat melebihi keperluannya dan tanah itu tidak dipelihara atau dipergunakan sebagaimana mestinya. 24 Hak menguasai tanah dari Negara meliputi semua tanah dalam wilayah Negara Kesatuan R.I., baik tanahtanah yang tidak atau belum, maupun yang sudah dihaki dengan hak-hak perorangan oleh UUPA disebut “tanah yang langsung dikuasai oleh negara”. 25 Untuk menyingkat pemakaian kata-kata, dalam praktik administrasi negara digunakan sebutan “Tanah Negara”. Hal ini berbeda arti dengan sebutan “tanah negara” dalam arti “landsdomein” (atau “milik negara”) dalam “domeinverklaring”. rangka 26 Tanah yang sudah dipunyai dengan hak-hak atas tanah primer disebut dengan tanah hak dengan nama sebutan haknya, unsurnya tanah hak milik, tanah Hak Guna Usaha (HGU) dan lainlainnya. 27 Perkembangan Hukum Tanah Nasional, lingkup tanah-tanah yang dalam UUPA disebut tanahtanah yang dikuasai langsung oleh negara, yang semula dengan sebutan tanah negara telah mengalami perkembangan. Semula mencakup semua tanah yang dikuasai oleh negara, di luar apa yang disebut tanah-tanah hak. 28 Sekarang ini, Hukum Tanah Indonesia dari segi kewenangan penguasaannya ada kecenderungan untuk lebih memperinci status tanah, yang semula tercakup dalam pengertian tanah negara itu menjadi: 29 (a) Tanah-tanah wakaf, yaitu tanah-tanah hak milik yang sudah diwakafkan, (b) Tanah-tanah Hak yaitu Hak tanah-tanah pengelolaan Pengelolaan, yang dikuasai dengan yang merupakan pelimpahan pelaksanaan sebagian kewenangan Hak Menguasai dari Negara kepada pemegang haknya, 30 (c) Tanah-tanah Hak Ulayat, yaitu tanah- tanah yang dikuasai oleh masyarakat hukum adat teritorial dengan hak ulayat, (d) Tanah-tanah tanah-tanah Kaum, yaitu bersama masyarakat- masyarakat hukum adat genealogis, (e) Tanah-tanah kawasan hutan dikuasai oleh Departemen Kehutanan > yang 31 berdasarkan Undang-Undang Pokok Kehutanan. Hak penguasaan ini pada hakikatnya juga merupakan pelimpahan sebagian kewenangan Hak Menguasai dari Negara, (f) Tanah-tanah sisanya, yaitu tanah-tanah yang dikuasai oleh negara yang bukan tanah hak, 32 bukan tanah wakaf, bukan tanah hak pengelolaan, bukan tanah hak ulayat, bukan tanah-tanah kaum dan bukan pula tanah-tanah kawasan hutan. Tanah-tanah ini merupakan ‘tanah-tanah yang benar-benar langsung dikuasai oleh negara’, singkatnya disebut tanah negara. 33 Tanah-tanah negara dalam arti sempit harus dibedakan dengan tanah-tanah yang dikuasai oleh departemen-departemen dan lembaga pemerintah non departemen lainnya dengan Hak Pakai, yang merupakan asset atau sebagian kekayaan negara, yang penguasaannya ada pada Menteri Keuangan. 34 Penguasaan tanah-tanah negara dalam arti publik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 UUPA ada pada Badan Pertanahan Nasional. Kemudian yang dimaksud tanah negara, yaitu tanah yang langsung dikuasai oleh negara sebagaimana dimaksud dalam UUPA. 35 Berbeda arti tanah negara dalam kamus bahasa Indonesia, yaitu dengan sebutan tanah milik negara (h. 1001). Dengan demikian, tanah negara itu dapat dibedakan menjadi: 36 a. Tanah negara, tanah yang dikuasai langsung oleh negara dalam pengertian hak menguasai dari negara untuk: mengatur merupakan bumi, air dan ruang angkasa serta kekayaan alam yang terkandung di dalamnya pada suatu tingkatan tertinggi dikuasai oleh negara, sebagai organisasi kekuasaan seluruh rakyat > 37 yang mempunyai kewenangan untuk: 1. mengatur dan menyelenggarakan peruntukan, penggunaan, persediaan dan pemeliharaan bumi, air dan ruang angkasa; 38 2. menentukan hubungan dan mengatur hubungan- hukum antara orang-orang dengan bumi, air dan ruang angkasa; 3. menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orang-orang dan perbuatan- perbuatan hukum yang mengenai bumi, air dan ruang angkasa. 39 b. Tanah negara, tanah-tanah yang tanah-tanah yang diperoleh pemerintah pusat maupun daerah berdasarkan nasionalisasi, pemberian, penyerahan sukarela maupun melalui pembebasan tanah, dan berdasarkan akta-akta peralihan hak. dimiliki oleh pemerintah, yaitu 40 c. Tanah negara, adalah tanah-tanah yang tidak dimiliki, atau oleh masyarakat, badan hukum badan keagamaan, sosial serta dimiliki asing. oleh dikuasai swasta, atau tanah-tanah perwakilan dan badan yang negara 41 Tanah Negara seperti sebutan tanah yang lain. Misalnya, tanah milik dan sebagainya. Hal ini menunjukan status hubungan hukum tertentu, antara objek dan subjeknya. Dalam konteks ini lebih kepada hubungan kepemilikan atau kepunyaan, antara subjek dan objek yang bersangkutan. 42 Dalam pengertian tersebut, maka sebutan tanah Negara, artinya tanah sebagai objek dan Negara sebagai subjeknya. Negara sebagai subjek mempunyai hubungan hukum tertentu dengan objeknya, yakni tanah. Adapun hubungan hukum itu dapat berupa hubungan kepemilikan kekuasaan atau kepunyaan. 43 Didalam konsep hukum, sebutan menguasai atau dikuasai dengan dimiliki ataupun kepunyaan dalam konteks yuridis mempunyai arti berbeda dan menimbulkan akibat hukum yang berbeda pula. 44 Arti dikuasai tidak sama dengan pengertian dimiliki. Jika sebutan tanah itu dikuasai atau menguasai dalam arti possession, maka makna yuridisnya tanah tersebut dikuasai seseorang secara pisik, dalam arti kenyataan digarap, dihuni, namun belum tentu secara yuridis ia sebagai pemilik tanah. 45 Demikian juga bila menyebutkan, tanah tersebut dimiliki/kepunyaan dalam arti ownership dalam pengertian juridis, maka dapat diartikan tanah itu secara yuridis merupakan tanah milik/ kepunyaan, namun belum tentu ia secara pisik menguasai tanahnya, karena mungkin adanya hubungan perbuatan hukum lainnya. 46 Bentuk lain, bisa juga tanah diduduki orang tanpa ijin yang berhak okupasi. Arti okupasi atau accupation lebih kepada penguasaan secara pisik tanpa diikuti hak (right) dalam arti sah secara hukum. 47 Tanah Negara diartikan sebagai pemilik, dalam arti kepunyaan atas tanah dapat ditemukan pada masa pemerintahan Hindia Belanda, ketika Indonesia bagian dari kerajaan Belanda. Berasal dari latar belakang sistem ketatanegaraan yang berbentuk absolute/monarchi (sistem feodalisme). 48 Tanah dalam wilayah kekuasaan adalah tanah milik Raja/ratu sebagai pemilik. Wilayah kekuasaan cakupannya termasuk daerah jajahan. Indonesia bagian dari wilayah kerajaan Belanda dan disisi lain rakyat yang berada di wilayah tersebut berposisi sebagai penggarap atau penyewa tanah (lihat pula Curzon, 1989). 49 Konsekuensi logis model hubungan antara Raja sebagai pemilik dan rakyat sebagai penyewa, dikenal sebagai sistem kepemilikan tanah yang disebut sebagai doktrin land tenure. 50 Sistem Penguasaan Tanah (Land Tenure System) Sistem penguasaan tanah diterjemahkan secara bebas dari istilah Inggris Land Tenure System. Tenure bukan hanya pengertian pemilikan terhadap sesuatu atau terhadap tanah, yaitu mencakup: (1) Hak Pakai (Accsess); (2) Hak Menguasai (Control); (3) Hak Memiliki (Ownership) baik terhadap tanaman, air, ternak, dan lain sebagainya. 51 Tipologi hak-hak kepemilikan: - Perorangan (private), - Milik Bersama (common), - Milik Negara (state), dan - Akses Terbuka (open access) yang berhubungan dengan situasi ketika tidak ada hak-hak kepemilikan yang jelas 52 Pasal 49 UU No. 1 Th. 2004, tentang Perbendaharaan Negara 1. Barang milik Negara/Daerah berupa tanah yang dikuasai pemerintah pusat/daerah harus disertipikatkan, 2. Bangunan milik Negara/Daerah harus dilengkapi bukti status kepemilikan, 3. Tanah/Bangunan milik Negara/Daerah yang tidak dimanfaatkan untuk penyelenggaraan tugas pokok dan fungsi instansi, 53 wajib diserahkan pemanfaatannnya kepada Menkeu/Gubernur/Bupati Untuk kepentingan penyelenggaraan tugas pemerintahan Negara/Daerah 4. Barang milik Negara/Daerah dilarang untuk diserahkan kepada pihak lain sebagai pembayaran atas tagihan kepada pemerintah Pusat/Daerah. (PP No. 6/2006 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah jo PP No. 38/2008 Perubahan) 54 Dasar Keberlakuan Yuridis dan Keberlakuan Sosiologis Hukum tentang Penguasaan Tanah Negara setelah Indonesia merdeka dan sebelum UUPA, yaitu PP No. 8 Th. 1953 tentang Penguasaan Tanah Tanah Negara. PP ini menganut asas Domeinverklaring (Pasal 1 Agrarisch Besluit) > “semua tanah yang bebas sama sekali dari hak-hak seseorang dianggap menjadi tanah yang langsung dikuasai oleh Negara (vrij lansdomein)”. “Semua tanah yang bebas sama sekali dari hak-hak seseorang, baik yang berdasar atas hukum adat asli Indonesia, maupun yang berdasar atas hukum barat”. PP No. 8 Th. 1953 tidak memenuhi syarat “hierarki” Dalam konsideran “Mengingat”, PP ini dibentuk berdasarkan Pasal 98 UUD Sementara RI 1950, namun PP ini tidak memenuhi kriteria sebagaimana Stufentheorie Hans Kelsen. PP ini ditetapkan sebagai norma hukum berdasarkan norma hukum yang lebih superior atau lebih tinggi. Materi muatan PP berisi materi untuk menjalankan UU (UU No. 12/2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan) Dalam teori peraturan perundangundangan, PP dibentuk atas perintah tegas dari undang-undang. Dalam realitanya ketika itu, PP No. 8 Th. 1953 dibentuk untuk menggantikan Staadsblad Th. 1911 No. 110 tentang Penguasaan Benda-benda Tidak Bergerak. Akan tetapi PP ini sampai sekarang tetap berlaku (keberlakuan sosiologis). Tanah Negara Dalam UUPA Menurut UUPA, semua tanah di kawasan negara R.I. dikuasai oleh negara. Jika di atas tanah itu tidak ada hak pihak tertentu (orang atau badan hukum), maka tanah itu disebut tanah yang langsung dikuasai negara. Kalau tanah itu ada hak pihak tertentu, maka tanah itu disebut tanah hak. (Effendi Perangin, Praktek Permohonan Hak Atas Tanah, Jakarta: Rajawali Pres, 1991). 59 Tanah Partikelir Setelah Indonesia merdeka, tanah- tanah partikelir yang sebagian besar dimiliki orang-orang dan badan- badan hukum asing, yaitu a. Hak erfpacht untuk perusahaan kebun besar seluas lebih dari 1 juta hektar; 60 b. Hak perusahaan konsesi kebun untuk seluas besar lebih dari 1 juta hektar; c. Hak eigendom, hak opstal, hak erfpacht untuk perumahan atas kurang lebih dari 200.000 bidang. Tanah partikelir merupakan tanah-tanah “eigendom” di atas nama pemiliknya > 61 sebelum undang-undang ini berlaku mempunyai hak pertuanan (Antiquum dominicum). > Arimanni. Selain itu mewarisi pula tanahtanah eigendom yang disebut tanah “partikelir”. Tanah-tanah partikelir merupakan tanah-tanah eigendom yang mempunyai sifat dan corak yang istimewa. 62 Perbedaan antara tanah partikelir dengan tanah-tanah eigendom lainnya, yaitu adanya hak-hak pada pemiliknya yang bersifat kenegaraan, dahulu disebut landheerlijke rechten dan di Indonesiakan menjadi: hakhak pertuanan. Dengan adanya hak-hak pertuanan itu, maka tanah-tanah partikelir seakan-akan merupakan negara di dalam negara. 63 Selain istimewa dan mempunyai hak pertuanan, tanah partikelir dapat dibedakan menjadi: Pertama, tanah-tanah partikelir yang diduduki oleh orangorang timur asing disebut tanah Tionghoa. Kedua, tanah-tanah yang diduduki oleh rakyat asli disebut tanahtanah usaha, dan 64 tanah-tanah partikelir yang dikuasai oleh tuan-tuan tanah sendiri yang disebut tanah kongsi (tanah-tanah kongsi yang diusahakan oleh penduduk dipakainya untuk tempat perumahan diberikan hak sewa) (UU No. 1 Th. 1958 tentang Penghapusan Ketiga, tanah-tanah partikelir jo PP No. 18 Th. 1958 tentang Pelaksanaan UU No. 1 Th. 1958). 65 Tanah Garapan Tanah garapan, atau memakai tanah untuk menduduki, mengerjakan dan atau menguasai sebidang tanah, atau mempunyai tanaman, atau bangunan di atasnya, dengan tidak mempersoalkan, apakah bangunan itu digunakan sendiri atau tidak. 66 Dapat juga dikatakan istilah garapan, yaitu hubungan hukum antara penggarap dengan sebidang tanah negara berdasarkan: surat keputusan (bukan pemberian hak atas tanah), surat ijin atau surat lain maupun yang tidak berdasarkan sesuatu suratpun, termasuk dalam pengertian garapan ini: occupatie vergunning, ijin pakai, > 67 ijin garapan atau nama lainnya yang sejenis (actio serviana). Selain definisi tersebut, yang dimaksudkan dengan garapan, yaitu: tanah yang diduduki, dipelihara dan atau dibebaskan dari penggarapnya semula, sebelum berlakunya UU No. 51 Prp Tahun 1960 tanggal 14 Desember 1960. 68 Undang-Undang Pokok Agraria (UU No. 5 Tahun 1960) tidak mengatur adanya tanah garapan, karenatanah garapan bukanlah status hak atas tanah. Dalam peraturan perundangundangan terdapat istilah hukum untuk tanah garapan, yaitu: pemakaian tanah tanpa ijin pemilik 69 atau kuasanya dan pendudukan tanah tidak sah (onwettige occupatie). Jenis tanah garapan dapat dikelompokkan menjadi tiga, yaitu: 1). Tanah garapan di atas tanah yang langsung dikuasai oleh negara (vrij landsdomein), 2). Tanah garapan di atas tanah Instansi atau badan hukum milik pemerintah; dan 70 Tanah garapan di atas tanah perorangan atau badan hukum swasta. Mengingat UUPA tidak mengatur tentang tanah garapan, maka tanah garapan tidak ada status haknya. Seseorang yang menggarap: a) tanah hak orang lain, atau b) tanah hak badan hukum swasta, atau c) tanah hak badan hukum publik, atau 3). 71 d) tanah yang dikuasai langsung oleh Negara, meskipun dengan jangka waktu lama, namun tanah garapan tersebut tidak dapat menciptakan hak atas tanah dengan alasan lampaunya waktu. 72 Hukum Tanah Nasional meskipun didasarkan pada Hukum Adat, tidak dikenal lembaga “lampaunya waktu” sebagai sarana untuk memperoleh hak atas tanah. 73 Oleh karena itu, Negara tidak dapat menuntut orang atau badan hukum perdata untuk menyerahkan tanahnya kepada Negara dengan dalih lampaunya waktu, untuk menjadi tanah Negara. Meskipun hukum perdata dan hukum adat mengenal lampaunya waktu, atau daluwarsa. 74 Dalam Hukum Adat dikenal lembaga ‘kedaluarsa’ (rechtsverwerking), yang berarti sebaliknya, yaitu lampaunya waktu yang menyebabkan orang menjadi kehilangan haknya atas tanah yang semula dimilikinya. (Hukum Barat dikenal ada lembaga acquisitieve verjaring > Pasal 1964 jo 1963 KUHPerdata) 75 Hukum adat juga mengenal lewatnya waktu (daluwarsa) yang menghapuskan hak atau memperoleh suatu hak (Prof. Dr. Sudikno Mertokusumo, S.H., 1998, Hukum Acara Perdata Indonesia, Penerbit Liberty, h. 106). 76 (Yurisprudensi No. 200 K/Sip/1974, tgl. 11-12-1975) “Keberatan yang diajukan penggugat untuk kasasi bahwa, hukum adat tidak mengenal daluwarsa dalam hal warisan tidak dapat dibenarkan, karena gugatan telah ditolak bukan atas alasan daluwarsanya gugatan, tetapi karena dengan berdiam diri selama 30 tahun lebih, penggugat asal dianggap telah melepaskan haknya (rechtsverwerking)”. 77 Pasal 1967 KUH Perdata “Segala tuntutan hukum, baik yang bersifat perbendaan maupun yang bersifat perseorangan, hapus karena daluwasa dengan lewatnya waktu 30 tahun, sedangkan siapa yang menunjukkan akan adanya daluwarsa tersebut tidak usah mempertunjukkan suatu alas hak, lagi pula tidak dapatlah dimajukan terhadapnya sesuatu tangkisan yang didasarkan kepada itikadnya yang buruk”. 78 Pasal 1963 KUH Perdata “Siapa dengan itikad baik, dan berdasarkan suatu alas hak yang sah, memperoleh suatu benda tak bergerak, suatu bunga, atau suatu piutang lain yang tidak harus dibayar atas tunjuk, memperoleh hak milik atasnya, dengan jalan daluwarsa dengan suatu penguasaan selama 20 tahun. > 79 Siapa yang dengan itikad baik menguasainya selama 30 tahun, memperoleh hak milik, dengan tidak dapat dipaksa untuk mempertunjukkan alas haknya”. 80 (Yurisprudensi No. 783K/Sip/1973, tgl. 29-11976). “Bahwa seandainya memang penggugat terbanding tidak berhak atas tanah tersebut, kenyataan bahwa tergugattergugat sampai sekian lama (27 tahun) menunggu untuk menuntut pengembalian tanah tersebut menimbulkan anggapan hukum bahwa mereka telah melepaskan hak mereka (rechtsverwerking)” 81 Penguasaan Tanah-Tanah Milik Perseorangan Warganegara Belanda. Cara Penyelesaiannya Melalui > P3MB [Panitia Pelaksana Penguasaan Milik Belanda] 82 Dengan berlakunya undang-undang tentang nasionalisasi perusahaan perusahaan milik Belanda (UU No. 86 Tahun 1958, tentang Nasionalisasi Perusahaan Belanda), dan penunjukan perusahaanperusahaan yang dikenakan nasionalisasi serta adanya semangat anti Belanda yang meningkat, 83 berakibat banyak orang-orang Belanda pemilik benda-benda tetap (berupa rumah dan tanah) pergi keluar Indonesia secara tergesa-gesa. Hal ini menjadikan penguasaan atas benda-benda yang ditinggalkan itu menjadi tidak teratur. Ada yang dikuasai oleh orang-orang yang sudah 84 mengadakan perjanjian jual beli dengan pemiliknya, mengingat pada saat itu ada larangan soal ijin pemindahan haknya (UU Drt. 1/1952 jo UU No. 24/1954 tentang Pemindahan hak tanah-tanah dan barang- barang tetap lainnya yang tunduk pada hukum barat) , maka jual beli tersebut tidak dapat dilakukan. Kemudian ada yang dikuasai seseorang yang ditunjuk sebagai kuasa oleh pemiliknya dan ada pula yang ditinggalkan tanpa ada penunjukan seorang kuasa. 85 Untuk mencegah jatuhnya tanahtanah dan rumah-rumah peninggalan warga negara Belanda ketangan golongan tertentu saja. Pemerintah menertibkan kembali penguasaan dengan menempatkan semua benda-benda tetap yang ditinggalkan di bawah penguasaan pemerintah. 86 Penguasaan tersebut bukan berarti pengambil-alihan ataupun nasionalisasi sebagaimana yang dimaksud dalam undangundang Nasionalisasi PerusahaanPerusahaan Milik Belanda (UU No. 86 Tahun 1958) dan oleh karenanya tidak menghilangkan, atau 87 mengganggu gugat hak milik dari pemiliknya. Penguasaan itu berarti pengelolaan (beheer) yang bermaksud memberikan wewenang kepada pemerintah untuk secara aktif campur tangan dalam soal pemindahan haknya, 88 khususnya dalam memberi keputusan mengenai, siapa yang akan diperkenankan mengelola hak milik atas benda-benda tersebut, syarat-syarat bagi pemilik yang baru dan mengenai cara pembayarannya kepada pemilik yang bersangkutan. 89 Kemudian dalam peraturan ini dijelaskan: siapa saja dalam hubungan yang bagaimana dengan pemiliknya telah menguasai benda-benda tetap dalam waktu 2 (dua) bulan, sejak mulai berlakunya Peraturan Pemerintah Pengganti Undangundang ini wajib menyerahkan penguasaan tersebut dan 90 melaporkan segala sesuatu mengenai benda yang dikuasainya itu serta hubungannya dengan pemilik kepada Pemerintah c.q Kantor Pertanahan, dan bagi yang tidak memenuhi kewajiban tersebut > dianggap tidak mempunyai hubungan yang sah dengan benda yang bersangkutan. 91 Siapa yang boleh membeli benda tetap milik WN Belanda tersebut? Siapa saja WNI yang menguasai benda-benda tersebut wajib mengajukan permohonan ke BPN setempat melalui Panitia (P3MB), dengan ketentuan pembelian yang baru itu tidak akan mempunyai lebih dari 3 (tiga) bidang tanah. Fakta Empiris Kondisi Benda 1. Dikuasai orang-orang yang sudah mengadakan perjanjian jual-beli dengan pemiliknya, tetapi ada larangan (UU Drt. 1/1952 jo UU No. 24/1954 tentang Pemindahan hak tanah-tanah dan barang-barang tetap lainnya yang tunduk pada hukum barat), > sehingga izin pemindahan haknya belum dapat diberi keputusannya. 2. Ada yang dikuasai seseorang yang ditunjuk sebagai kuasa oleh pemiliknya, 3. Ada yang ditinggalkan begitu saja, tanpa ada penunjukan seseorang kuasa. 94 Selanjutnya untuk melaksanakan penguasaan dan mengadakan penyelesaian benda-benda tetap milik perseorangan warga negara Belanda yang telah ditinggalkan oleh pemiliknya, dibentuk Panitia-panitia Pelaksana Penguasaan Benda-Benda Tetap Milik Perseorangan Warga Negara Belanda, disingkat: Panitia Pelaksana Penguasaan Milik Belanda (P3MB). [Disarikan dan ditambah PERPU No. 3 Th. 1960 tentang PENGUASAAN BENDA-BENDA TETAP MILIK PERSEORANGAN WARGA NEGARA BELANDA] 95 Rumah/Tanah Badan Hukum yang Meninggalkan Indonesia PENEGASAN STATUS RUMAH/TANAH KEPUNYAAN BADAN-BADAN HUKUM YANG DITINGGALKAN DIREKSI/PENGURUSNYA PER. PRESIDIUM KABINET DWIKORA RI No. 5/Prk/TAHUN 1965 Semua rumah dan tanah kepunyaan badan-badan hukum yang direksi/ pengurusnya sudah meninggalkan Indonesia dan menurut kenyataannya tidak lagi menyelenggarakan ketatalaksanaan dan usahanya, dinyatakan jatuh kepada negara dan dikuasai oleh pemerintah. Rumah/tanah tersebut oleh BPN dapat dijual kepada WNI yang memenuhi syarat-syarat tertentu, sepanjang dipergunakan pemerintah. tidak sendiri akan oleh Prioritas diberikan kepada penghuni rumah/tanah yang mempunyai surat-surat penghunian yang sah dari instansi yang berwenang, baik sebagai pegawai negeri ataupun bukan. Apabila suatu rumah/tanah tersebut didiami oleh beberapa penghuni/keluarga, maka prioritas diberikan kepada penghuni sah yang terlama, sepanjang rumah/tanah itu tidak dapat/layak untuk dibagi-bagi. 100 TANAH DESA Tanah Desa adalah barang milik desa berupa Tanah Bengkok, Tanah Kuburan, dan Tanah Titisara. Referensi Peraturan Pemerintah No. 72 Th. 2005 Ttg. Desa. Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 4 Th. 2007, Ttg. Pedoman Pengelolaan Kekayaan Desa. Istilah tanah desa meliputi tanah kas desa > Pasal 6 ayat (2) Perda Istimewa Yogyakarta No. 5 Th. 1954 tentang Hak Atas Tanah. Per. Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta No. 11 Th. 2012, ttg. Pedomnan Pengelolaan Dan Pemanfaatan Tanah Kas Desa 102 Tanah Bondo Deso Tanah Bondo Deso, merupakan tanah milik desa sebagai kekayaan desa atau sekelompok masyarakat, penggunaannya dapat bersama-sama atau bergiliran. Hasilnya untuk kepentingan bersama, misal untuk biaya pembangunan Balai Desa, Pasar Desa, Keagamaan dan sebagainya. Kepentingan 103 Tanah Bengkok Tanah Bengkok merupakan suatu insentif yang kuat untuk calon Kepala Desa. Tanah tanah Bengkok merupakan garapan milik desa. Tanah tersebut tidak dapat dijualbelikan tanpa persetujuan warga desa. 104 3 Kelompok Tanah Bengkok Sesuai Penggunaannya 1. Tanah Lungguh > Wewenang pamong desa untuk menggarap >> kompensasi gaji 2. Tanah Kas Desa > Dikelola pamong desa > keperluan desa atau pembangunan infrastruktur 105 3. Tanah Pengarem-Arem >Digarap pamong desa pensiun >> jaminan hari tua. Jika ia wafat, dikembalikan ke desa. 106 Demikian juga tanah merupakan gaji pegawai Bengkok berupa tanah. Pegawai yang dimaksud, yaitu perangkat desa, misalnya: Kepala Desa, Sekretaris Desa (carik) dan Kepala-Kepala Bagian. 107 Mengenai besar kecilnya tanah bengkok ditentukan oleh: a. Kepadatan penduduknya, b. Luas wilayah, c. Kesuburan tanah, d. Jenis jabatan dipangkunya. yang Hak yang ada di sini, yaitu hak menikmati saja. 108 Hak menikmati hasil dari tanah bengkok selama ia menjadi perangkat desa. Apabila sudah selesai tugasnya, maka tanah kembali kepada negara dan akan dinikmati oleh penggantinya. Jadi tidak boleh perangkat desa menjual tanah bengkoknya. 109 Tanah desa pakraman di Bali juga dapat dibedakan menjadi 4 jenis tanah druwe desa. Tanah druwe desa, yang dimaksudkan dalam hal ini adalah tanah druwe desa Pakraman (sesuai Perda Provinsi Bali No. 3 Th. 2001 dan telah dirubah dengan Perda Provinsi Bali No. 3 Th. 2003 ttg Desa Pakraman), yang sebelumnya dikenal dengan nama desa adat. 110 4 jenis tanah druwe desa, yaitu: 1. 2. Tanah Desa, yaitu tanah yang dipunyai yang biasa didapati melalui usaha usaha pembelian maupun usaha lainnya. Tanah Laba Pura, yaitu tanah (yang dulunya milik desa atau dikuasai oleh desa) yang khusus dipergunakan untuk keperluan pura. 111 3. Tanah Pekarangan Desa (PKD), merupakan tanah yang dikuasai oleh desa, yang diberikan kepada krama desa tempat mendirikan perumahan, yang lazimnya dalam ukuran luas tertentu dan hampir sama dalam setiap keluarga. 112 4. Tanah Ayahan Desa (AYDS), adalah tanah-tanah yang dikuasai atau dimiliki oleh desa yang penggarapannya diserahkan kepada masingmasing krama desa disertai hak untuk menikmati hasilnya. 113 Tanah Titisara Tanah Titisara merupakan Tanah Kas Desa yang sudah ada suatu hak tertentu, yaitu Hak Pakai atas tanah negara yang diberikan tanpa batas waktu dan dapat dilepaskan haknya kepada pihak lain. Salah satunya melalui tukar guling. 114 Istilah ‘tukar guling’ berasal dari Pasal 1541 KUHPerdata, yaitu ‘tukarmenukar’ barang. Dalam bahasa Belanda ‘ruilen’ yang berarti ‘bertukar/tukar’. Dalam bahasa Indonesia, kata ‘tukar guling’ berarti ‘tukar lalu’. Tukar lalu > bertukar barang dengan tidak menambah uang. 115 Landasan Yuridis UU No. 1 Th. 2004 ttg. Perbendaharaan Negara. PP No. 6 Th. 2006 ttg. Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah PP No. 38 Th. 2008 ttg. Perubahannya Per. Menkeu No. 96/PMK.06/2007 ttg. Tata Cara Pelak. Penggunaan, Pemanfaatan Penghapusan, Dan Pemindahtanganan Barang Milik Negara 116 Prosedurnya: I. Dilakukan Penilaian (kondisi riil) terhadap tanah atau bangunan yang akan dilakukan tukar guling II. Mengajukan usulan dari Instansi/lembaga pengguna Anggaran (pemkab/pemkot) kepada provinsi → mendagri → dimintakan persetujuan menteri keuangan. 117 Setelah mendapatkan persetujuan, dilanjutkan kembali ke provinsi. Dari provinsi ke pemkab/pemkot. Catatan: tanah > 500 jt harus persetujuan DPRD, < 500jt, kondisonal. 118 Jika disetujui, maka persetujuan tersebut dijadikan dasar pembuatan MoU, antara pengguna anggaran dan investor. 119 Prinsip Penilaian (1) Tidak merugikan negara; (2) Bangunan bersifat “idle”; (3) Terkena ketentuan UU Tata Ruang dan (4) Negara tidak mempunyai anggaran III. Proses Pelepasan Hak menjadi tanah negara (sertifikasi tanah tugas kantor pertanahan). < 120