An HDL Menurunkan Risiko Alzheimer

advertisement
BERITA TERKINI
BERITA TERKINI
HDL Menurunkan
Risiko Alzheimer
Tingginya kadar high-density lipoprotein cholesterol (HDL-C) dapat membantu melindungi
pasien usia lanjut dari penyakit Alzheimer
tingkat lanjut. Pendapat ini diungkapkan pada
Archives of Neurology edisi Desember 2010.
Dislipidemia dan penyakit Alzheimer tingkat
lanjut pada pasien berusia lanjut umum terjadi pada komunitas Eropa. Kendati demikian,
masalah ini masih belum dapat menjelaskan
apakah dislipidemia dapat meningkatkan risiko
mengalami penyakit Alzheimer.
Sebuah penelitian melakukan penilaian kaitan
antara profil lemak dan penyakit Alzheimer
pada 1120 pasien berusia 65 tahun atau lebih
tanpa ada riwayat demensia atau gangguan
kognitif pada awal penelitian dari tahun 1999
hingga 2001.
Selama pemantauan 4469 person-years,
dokter mendiagnosis 89 kasus kemungkinan
(probable) Alzheimer dan 12 kasus diduga
(possible) Alzheimer. Rerata umur dimulainya
kemungkinan dan dugaan mengalami demensia adalah 82,9 tahun dan 83,1 tahun.
Dibandingkan dengan pasien yang tidak menderita demensia, mereka yang menderita demensia sering kali adalah keturunan Hispanik
dan memiliki prevalensi diabetes yang tinggi
pada awal.
Kadar HDL-C yang tinggi (ditentukan jika melebihi >55 mg/dL) dikaitkan dengan penurunan risiko baik untuk probable dan possible
Alzheimer setelah penghitungan multivariat
untuk faktor confounding. Ada efek ambang
batas yang jelas, dengan penurunan risiko
penyakit Alzheimer yang jelas pada nilai
kuartil kadar HDL-C tertinggi (>56 mg/dL).
Antibiotik Profilaksis pada Kasus Obstetri
Tabel 1. Kuartil Kadar HDL-C Plasma dan Risiko Insidens Penyakit Alzheimer
HDL-C Quartile
Hazard Ratio
(95% CI)
S
Nilai P
1 (<38,00 mg/dL)
1 (Reference)
1 (Reference)
2 (38,01 – 46,00 mg/dL)
0,8 (0,4 – 1,5)
0,43
3 (46,01 – 56,00 mg/dL)
1,1 (0,6 – 1,9)
0,9
4 (>56,00 mg/dL)
0,4 (0,2 – 0,9)
0,03
Nilai P untuk kecenderungan
0,1
Hazard ratios adjusted for age, sex, education, ethnic group, APOE e4 genotype, and vascular risk factors
(diabetes, hypertension, heart disease, body mass index, and lipid-lowering treatment). CI = confidence
interval; HDL-C = high-density lipoprotein cholesterol.
Tingginya kadar kolesterol total, non HDL-C,
dan low density lipoprotein cholesterol (LDL-C)
berkaitan dengan risiko penyakit Alzheimer
pada analisis untuk usia, pendidikan, kelompok etnis, dan genotipe APOE e4. Namun
demikian, hubungan ini menjadi tidak bermakna setelah memperhitungkan faktor risiko
vaskuler atau obat-obat penyusut lemak.
Hasil analisis tambahan yang berkaitan dengan
kadar lemak dengan demesia vaskuler juga
menunjukan bahwa kadar HDL-C yang tinggi
berkaitan dengan rendahnya risiko mengalami
demensia vaskuler. Hazard ratio untuk kuartil
HDL-C tertinggi adalah 0,4 (95% rentang kepercayaan 0,1 – 2,3). Peneliti menekankan
bahwa analisis ini dibatasi oleh jumlah kasus
demensia vaskuler yang sedikit.
High-density lipoprotein cholesterol (HDL-C)
adalah suatu lipoprotein dialirkan melalui darah.
HDL-C membawa kolesterol dari jaringan
tubuh ke hati untuk diubah menjadi empedu.
Karena itulah, kolesterol ini dinamakan “kolesterol baik”. Semakin tinggi HDL-C, semakin
rendah risiko penyakit koroner jantung.
Setiap peningkatan 1 mg/dL dapat menurunkan 2 hingga 4% risiko penyakit koroner
jantung.
Untuk meningkatkan kadar HDL-C di dalam
tubuh dibutuhkan modifikasi gaya hidup seperti
latihan aerobik, mengurangi kelebihan berat
badan (lemak) dan menghentikan kebiasaan
merokok. Konsumsi alkohol dalam batas yang
cukup juga dapat meningkatkan kadar HDL-C.
Jika modifikasi gaya hidup tidak cukup, obatobatan dapat digunakan. Obat-obat yang
efektif meningkatkan HDL-C meliputi asam
nikotinat (niasin), gemfibrozil, estrogen, dan
obat-obat golongan statin. (SFN)
REFERENSI:
1. Brooks M, Vega CP. Higher HDL-C levels may curb Alzheimer's disease. Medscape Education Clinical Briefs. Available from: http://www.medscape.org/viewarticle/734535
2. Reitz C, Tang MX, Schupf N, Manly JJ, Mayeux R, Luchsinger JA. Association of higher levels of high-density lipoprotein cholesterol in elderly individuals and lower risk of late-onset
Alzheimer disease. Arch Neurol. 2010;67:1491-1497. Abstract. Available from: http://archneur.ama-assn.org/cgi/content/short/67/12/ 1491
3. Definition of HDL cholesterol. Medicinet.com. Available from: http://www.medterms.com/script/main/art.asp?articlekey=3662
C DK 1 8 5 / Vo l. 38 no. 4/M ei -Juni 2011
283
ebagian besar tindakan pada kasus obstetri
menyebabkan kontaminasi bakteri. Tindakantindakan obstetri diklasifikasikan sebagai cleancontaminated bahkan ketika pasien tidak memiliki infeksi aktif sebelum dilakukan operasi.
Sectio caesarea (proses persalinan dengan
pembedahan/operasi) dikatakan prosedur yang
bebas-kontaminasi bila prosedurnya dijadwalkan tanpa ada ruptur membran amnion dan/
atau tanda-tanda persalinan, serta dikatakan
prosedur yang terkontaminasi bila prosedurnya
dilakukan secara emergensi dengan adanya
tanda-tanda persalinan dan/atau ruptur membran amnion.
Beberapa studi telah menunjukkan manfaat
profilaksis antimikroba perioperatif dalam
mencegah infeksi setelah Sectio caesarea.
Profilaksis dosis tunggal merupakan regimen
yang sangat baik dibandingkan regimen
selama beberapa hari, tidak tergantung pada
segera atau tidaknya prosedur dilakukan.
8 dari 91 pasien (8,8%) yang mendapat ampisilin/sulbaktam (p = 0,6). Enam atau lebih pemeriksaan vaginal sebelum dilakukan operasi
(p = 0,004), ruptur membran amnion lebih dari
6 jam (p = 0,08), dan kehilangan darah lebih
dari 500 mL (p = 0,018) terkait dengan infeksi
pada luka operasi postoperatif. Berdasarkan
regresi logistik, enam atau lebih pemeriksaan
vaginal merupakan faktor risiko paling bermakna untuk terjadinya infeksi pada luka
operasi postoperatif (OR 6,8; 95% CI:1,433,4; p = 0,019). Follow up prenatal secara
teratur berkaitan dengan efek protektif (OR
0,04; 95% CI: 0,005-0,36; p = 0,004). Tidak
dijumpai efek samping pada kedua kelompok.
Simpulan studi ini adalah ampisilin/sulbaktam
sama aman dan efektif dengan sefuroksim
untuk pencegahan infeksi pada cesarean
delivery.
Sebagian besar infeksi pada luka operasi setelah cesarean delivery adalah infeksi jaringan
lunak yang disebabkan organisme dari traktus
genitalis bagian bawah seperti bakteri gram
negatif dan anaerob.
Secara spesifik, kasus infeksi postoperatif yang
dijumpai pada kelompok ampisilin/sulbaktam
sebanyak 6 kasus dan pada kelompok sefuroksim sebanyak 4 kasus (p = 0,7), 5 kasus
berupa infeksi superfisial pada luka operasi,
4 kasus berupa endometritis, dan 1 kasus
berupa infeksi intraabdominal.
Kombinasi ampisillin dan sulbaktam memiliki
spektrum antibakteri yang lebih luas dibandingkan sefalosporin generasi pertama dan kedua.
Pada studi di bidang obstetri, ampisilin/ sulbaktam lebih sering diberikan daripada ampisilin
untuk mencegah terjadinya infeksi setelah
cesarean pada wanita dengan ruptur membran amnion.
Kultur bakteri penyebab infeksi pada luka
operasi postoperatif menghasilkan antara
lain Staphylococcus aureus, S. epidermidis,
Proteus mirabilis, Enterobacter aerogenes,
Enterococcus faecalis. Sementara penyebab
kasus endometritis terkait dengan bakteri
gram negatif aerob (E. coli, Citrobacter spp,
dan Enterobacter cloacae).
Studi Ziogos dkk. dilakukan pada 176 pasien,
85 pasien mendapat sefuroksim 1,5 g dan 91
pasien mendapat ampisilin/sulbaktam 3 g.
Pada kedua kelompok, antibiotik diberikan
secara intravena setelah pemotongan tali pusat.
Infeksi postoperatif dijumpai pada 5 dari 86
pasien (5,9%) yang mendapat sefuroksim dan
Studi lain mengonfirmasi peran profilaksis
antimikroba yang bermanfaat pada wanita
yang akan menjalani Sectio caesarea terjadwal ataupun emergensi terlepas dari ada
atau tidaknya faktor risiko. Operasi dikatakan
memiliki risiko 5-20 kali untuk terjadinya
infeksi dibandingkan persalinan normal.
284
Bakteri patogen dapat mengkontaminasi
ruang endometrial selama cesarean delivery.
Endometritis merupakan komplikasi infeksi
yang paling sering dijumpai.
Sebuah metaanalisis oleh Constantine dkk.
pada 749 wanita dengan Sectio caesarea
menyimpulkan bahwa pemberian antibiotika
preoperatif secara bermakna menurunkan
insiden endometritis postpartum dan total
morbiditas infeksi tanpa memengaruhi bayi
yang dilahirkan. Pada metaanalisis ini, yang
dibandingkan adalah pemberian antibiotika
sebelum prosedur dan setelah pemotongan
tali pusat.
Pemberian antibiotika profilaksis pada Sectio
caesarea bermanfaat mengurangi infeksi postoperatif dan endometritis yang merupakan
komplikasi infeksi yang paling sering dijumpai.
(HLI)
REFERENSI:
1. Ziogos E, Tsiodras S, Matalliotakis I, Giamarellou H,
Kanellakopoulou K. Ampicillin/sulbactam versus cefuroxime as an antimicrobial prophylaxis for cesarean
delivery: a randomized study. BMC Infect.Dis.2010;
10:341 doi:10.1186/1471-2334-10-341.
2. Constantine et al. Timing of perioperative antibiotics
for cesarean delivery: a metaanalysis. Am. J. Obstetr.
Gynecol. 2008; 199(3): 301.e1-e6. Abstract.
3. Preoperative Antibiotic Prophylaxis for Cesarean Delivery Preferred. Available from:http://aapgrandrounds.
aappublications.org/cgi/content/full/21/2/15
C D K 1 8 5 / V o l . 3 8 n o . 4 / Me i- J u n i 2 0 1 1
Download