BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Air Susu Ibu (ASI) merupakan suatu emulsi lemak dalam larutan protein, laktosa dan garam-garam organik yang desekresi oleh kedua belah payudara ibu, sebagai makanan utama bagi bayi. ASI bukan minuman, namun ASI merupakan satu-satunya makanan tunggal paling sempurna bagi bayi hingga berusia 6 bulan. ASI cukup mengandung seluruh zat gizi yang dibutuhkan bayi. Secara alamiah ASI dibekali enzim pencerna susu sehingga organ pencernaan bayi mudah mencerna dan menyerap gizi ASI. Sistim pencernaan bayi usia dini belum memiliki cukup enzim pencerna makanan, oleh karena itu berikan pada bayi ASI saja hingga usia 6 bulan, tanpa tambahan minuman atau makanan apapun (Arif, 2009). Air susu ibu (ASI) merupakan makanan pertama bayi yang memiliki peranan penting dalam tumbuh kembang, karena terbukti memiliki manfaat sangat besar untuk jangka panjang. Kandungan zat gizi ASI yang sempurna membuat bayi tidak akan mengalami kekurangan gizi. ASI merupakan makanan terbaik untuk bayi, karena ASI mengandung hampir semua zat gizi dengan komposisi sesuai kebutuhan bayi. Walaupun ASI merupakan makanan terbaik bagi bayi dengan bertambahnya umur, bayi yang sedang tumbuh memerlukan energi dan zat-zat gizi yang melebihi jumlah yang didapat dari ASI. Pada waktu bayi berumur 6 bulan ASI sudah tidak dapat memenuhi kebutuhan gizi bayi, dengan demikian bayi memerlukan energi tambahan (Prabantini, 2010). 1 Dilaporkan dalam beberapa studi, WHO telah merekomendasikan bahwa bayi harus secara eksklusif mendapat ASI pada usia 6 bulan pertama, dengan pengenalan makanan pendamping ASI (MP-ASI) yang sesuai umur, dan terus memberikan ASI selama 2 tahun (Kalanda, et al., 2006). Menyusui eksklusif dan sesuai praktek makanan pendamping ASI secara universal diterima sebagai elemen penting untuk memaksimalkan pertumbuhan dan perkembangan bayi serta untuk pencegahan penyakit pada masa kanak-kanak. ASI sebagai sumber nutrisi dan langkah preventif untuk melindungi anak-anak dari diare dan infeksi saluran pernapasan akut, serta memberikan manfaat psikologis (Duong, et al., 2004). ASI Eksklusif atau lebih tepat disebut pemberian ASI secara eksklusif, artinya bayi hanya diberi ASI saja, tanpa tambahan cairan lain, seperti susu formula, jeruk, madu, air teh, air putih, juga tanpa tambahan makanan padat, seperti pisang, pepaya, bubur susu, biskuit, bubur nasi ataupun tim mulai lahir sampai usia 6 bulan (Roesli, 2005). Pemberian makanan pendamping ASI (MP-ASI) yang tidak tepat waktu dapat mengakibatkan hal-hal yang merugikan, apabila terlalu dini (kurang dari 6 bulan) dapat menimbulkan resiko diare, dehidrasi, produksi ASI menurun dan alergi, sedangkan pemberian makanan pendamping ASI (MP-ASI) yang terlambat (sesudah usia 7 bulan) dapat berpotensi untuk terjadinya gagal tumbuh, defisiensi zat besi serta gangguan tumbuh-kembang (WHO, 2009). Makanan Pendamping ASI (MP-ASI) diperlukan bayi untuk memenuhi kebutuhan selanjutnya demi pertumbuhan dan perkembangannya. Pengenalan dan 2 pemberian MP-ASI harus dilakukan secara bertahap baik bentuk maupun jumlahnya, sesuai dengan kemampuan penceranaan bayi (Proverawati dan Kusumawati, 2011). Umumnya kebutuhan nutrisi bayi tidak lagi terpenuhi oleh ASI setelah berumur 6 bulan dan bayi mulai memperlihatkan minat pada makanan lain selain ASI. ASI akan memenuhi 60% kebutuhan bayi, sedangkan sisanya didapat melalui makanan pendamping yang disesuaikan secara bertahap. Pemberian makanan pendamping ASI (MP-ASI) pada saat yang tepat sangat bermanfaat bagi pertumbuhan dan perkembangan bayi dan merupakan periode peralihan dari ASI eksklusif ke makanan keluarga (Nugroho, 2011). Terlalu dini memberikan makanan pendamping ASI (MP-ASI) akan menyebabkan pemenuhan kebutuhan ASI bayi berkurang. Sebaliknya, bila terlambat akan sulit mengembangkan keterampilan makan, seperti menggigit, mengunyah, tidak menyukai makanan padat, dan kekurangan gizi penting (Arief, 2009). Pemberian makanan tambahan yang terlalu dini dapat mengganggu pemberian ASI eksklusif serta meningkatkan angka kesakitan pada bayi. Selain itu, tidak ditemukan bukti yang menyokong bahwa pemberian makanan tambahan pada usia 6 bulan lebih menguntungkan. Bahkan sebaliknya hal ini akan mempunyai dampak yang negatif terhadap kesehatan bayi dan tidak ada dampak positif untuk perkembangan pertumbuhannya (Yuliarti, 2010). Pemberian makanan pendamping harus diberikan secara bertahap, dimulai pada umur 6 bulan. Risiko pada pemberian sebelum umur tersebut diantaranya 3 akan mengganggu kelancaran produksi ASI bilamana diberikan sebelum bayi disusui, kenaikan berat badan yang terlalu cepat hingga menjurus ke obesitas, alergi terhadap salah satu zat gizi yang terdapat dalam makanan tersebut, mendapat zat-zat tambahan seperti garam dan nitrat yang dapat merugikan dan menyebabkan banyak infeksi pada bayi. Sebaliknya penundaan pemberian makanan pendamping dapat menghambat pertumbuhan jika energi dan zat-zat gizi yang dihasilkan oleh ASI tidak mencukupi lagi kebutuhannya (Pudjiadi, 2003). Banyak orang tua menganggap bahwa kebutuhan nutrisi bayi tidak cukup hanya dengan ASI, sehingga bayi perlu dibantu dengan memberikan makanan pendamping ASI (MP-ASI). Pemberian makanan pendamping ASI (MP-ASI) berupa susu atau makanan padat yang lain pada kalangan orang tua sudah menjadi hal yang biasa, dengan berbagai alasan yang diberikan seperti ASI yang keluar sedikit, kesibukan ibu, kurangnya pengetahuan ibu tentang pemberian ASI, hemat waktu dan tergiur dengan kandungan susu formula yang ditawarkan. Kebanyakan orangtua menilai pemberian susu formula setara dengan ASI dan dapat mencukupi kebutuhan gizi sang bayi (Orzy, 2008). Banyak sikap yang berkembang di masyarakat yang tidak mendasar terhadap makna pemberian ASI yang membuat para ibu tidak melakukan pemberian ASI secara eksklusif kepada bayi mereka dalam periode 6 bulan pertama sehingga memberikan makanan pendamping ASI secara dini. Hal ini akan mengganggu pertambahan berat badan bayi (IDAI, 2010). Dalam hal ini, pengetahuan ibu yang memiliki bayi memegang peranan penting dalam pemberian pendamping ASI yang tepat. Banyaknya para ibu yang 4 memberikan pendamping ASI kurang dari 6 bulan pada bayi saat ini dapat menyebabkan dampak negatif terhadap kesehatan bayi seperti bayi menjadi mudah terkena penyakit pada saluran pencenaan seperti diare bahkan dapat meningkatkan angka kematian bayi. Hal ini terjadi karena ibu kurang mengetahui tentang pemberian pendamping ASI yang benar, disamping itu status pekerjaan ibu menjadi alasan ibu memberikan pendamping ASI terlalu dini karena kurang mempunyai waktu untuk anaknya, dan juga status sosial ekonomi keluarga mempengaruhi ibu memberikan makanan pendamping ASI terlalu dini dilihat dari daya beli terhadap makanan pendamping ASI yaitu jika semakin baik perekonomian keluarga maka daya beli akan makanan tambahan juga mudah, sebaliknya semakin buruk perekonomian keluarga, maka daya beli akan makanan tambahan lebih sukar (Soraya, 2005). Perilaku adalah apa yang dikerjakan oleh organisme, baik yang dapat diamati secara langsung maupun secara tidak langsung. Perilaku dan gejala perilaku yang tampak pada kegiatan organisme tersebut dipengaruhi oleh faktor genetik (keturunan) dan lingkungan. Perilaku merupakan hasil hubungan antara perangsang atau stimulus dan tanggapan atau respon (Notoatmodjo, 2003). Penelitian ilmiah menunjukkan bahwa anak-anak yang diberikan makanan pendamping ASI setelah berumur 6 bulan umumnya lebih cerdas dan memiliki daya tahan tubuh lebih kuat, mengurangi resiko terkena alergi akibat makanan. Sedangkan jika makanan pendamping ASI diberikan terlalu dini justru dapat meningkatkan angka kematian bayi, mengganggu sistem pencernaan pada bayi, 5 dan apabila terlambat memberikan juga akan membuat bayi kekurangan gizi (Kodrat, 2010). Berdasarkan studi pendahuluan melalui wawancara yang telah dilakukan oleh peneliti di wilayah kerja Puskesmas Pantai Labu Kecamatan Pantai Labu Kabupaten Deli Serdang, pemberian PASI sudah diberikan pada balita usia 1 bulan karena sudah menjadi tradisi atau kebiasaan wilayah tersebut. Pemberian PASI yang terjadi pada balita kemungkinan karena kurangnya pengetahuan tentang penting PASI. Berdasarkan uraian di atas, peneliti tertarik ingin meneliti dengan judul “Hubungan tingkat pengetahuan dengan pemberian PASI pada bayi 0-6 bulan di wilayah Puskesmas Kecamatan Pantai Labu Kabupaten Deli Serdang”. 1.2. Rumusan. Berdasarkan latar belakang diatas yang menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana hubungan tingkat pengetahuan dengan pemberian PASI pada bayi 0-6 bulan di wilayah Puskesmas Kecamatan Pantai Labu Kabupaten Deli Serdang. 1.3. Tujuan Penelitian 1.3.1. Tujuan Umum Untuk mengetahui hubungan tingkat pengetahuan dengan pemberian PASI pada bayi 0-6 bulan di wilayah Puskesmas Kecamatan Pantai Labu Kabupaten Deli Serdang. 6 1.3.2. Tujuan Khusus 1. Untuk mengetahui distribusi frekuensi tingkat pengetahuan di wilayah Puskesmas Kecamatan Pantai Labu Kabupaten Deli Serdang. 2. Untuk mengetahui distribusi frekuensi pemberian PASI pada bayi 0-6 bulan di wilayah Puskesmas Kecamatan Pantai Labu Kabupaten Deli Serdang. 3. Untuk mengetahui hubungan tingkat pengetahuan dengan pemberian PASI pada bayi 0-6 bulan di wilayah Puskesmas Kecamatan Pantai Labu Kabupaten Deli Serdang. 1.4. Manfaat Penelitian 1.4.1. Bagi Peneliti Meningkatkan pengetahuan peneliti tentang kapan pemberian PASI pada bayi dan menerapkan ilmu yang telah diperoleh dari pendidikan selama mengikuti perkuliahan. 1.4.2. Bagi Tempat Penelitian Sebagai masukan informasi mengenai pemberian PASI pada bayi bulan di wilayah Puskesmas Kecamatan Pantai Labu Kabupaten Deli Serdang. 1.4.3. Bagi Institusi Pendidikan Sebagai bahan masukan dan perbandingan bagi mahasiswa yang akan melakukan penelitian selanjutnya. 7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengetahuan 2.1.1. Pengertian Pengetahuan adalah merupakan hasil dari tahu dan ini setelah orang melakukan penginderaan terhadap obyek tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca indera manusia, yakni indera penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagaian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telingan. Dalam wikipedia dijelaskan; pengetahuan adalah informasi atau maklumat yang diketahui atau disadari oleh seseorang. Pengetahuan tidak dibatasi pada deskripsi, hipotesis, konsep, teori, prinsip dan prosedur (Notoatmodjo, 2010). Pengetahuan bukanlah sesuatu yang sudah ada dan tersedia dan sementara orang lain tinggal menerimanya. Pengetahuan adalah sebagai suatu pembentukan yang terus menerus oleh seseorang yang setiap saat mengalami reorganisasi karena adanya pemahaman-pemahaman baru. Dalam pengertian lain, pengetahuan adalah berbagai gejala yang ditemui dan diperoleh manusia melalui pengamatan akal. Pengetahuan muncul ketika seseorang menggunakan akal budinya untuk mengenali benda atau kejadian tertentu yang belum pernah dilihat atau dirasakan sebelumnya. Misalnya ketika seseorang mencicipi masakan yang baru dikenalnya, ia akan mendapatkan pengetahuan tentang bentuk, rasa, dan aroma masakan tersebut. 8 2.1.2. Kategori Pengetahuan Menurut Arikunto (2006), pengetahuan dibagi dalam 3 kategori, yaitu: a. Baik : Bila subyek mampu menjawab dengan benar 76-100% dari seluruh petanyaan b. Cukup : Bila subyek mampu menjawab dengan benar 56-75% dari seluruh pertanyaan c. Kurang : Bila subyek mampu menjawab dengan benar 40-55% dari seluruh pertanyaan 2.1.3. Tingkat Pengetahuan Dalam Domain Kognitif Menurut Notoatmodjo (2003) pengetahuan yang tercakup dalam domain kognitif mempunyai 6 tingkatan, yaitu: a. Tahu (Know) Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya. Termasuk kedalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali (recall) sesuatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima. Oleh sebab itu tahu ini merupakan tingkat pengatahuan yang paling rendah b. Memahami (Comprehension) Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui dan dapat menginterpretasikan materi tersebut secara benar. Orang telah faham terhadap objek atau materi harus dapat menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan, meramalkan, dan sebagainya terhadap objek yang dipelajari. 9 c. Aplikasi (Aplication) Aplikasi dapat diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi real (sebenarnya). d. Analisis Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek kedalam komponen-komponen, tetapi masih didalam satu struktur organisasi, dan masih ada kaitannya satu sama lain. e. Sintesis Menunjukkan pada suatu kemampuan untuk meletakkan atau menyambungkan bagian-bagian didalam suatu bentuk keseluruhan yang baru, dengan kata lain sintesis adalah kemampuan untuk menyusun suatu formulasi baru dari formulasi-formulasi yang ada. f. Evaluasi Berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek 2.2. PASI 2.2.1. Air Susu Ibu (ASI) ASI adalah makanan lengkap yang dapat memenuhi kebutuhan zat gizi bayi yang baru lahir dan pada umur selanjutnya, apabila diberikan dalam jumlah yang cukup (Maclean, 1998). ASI juga merupakan makanan terbaik dan sempurna untuk bayi, karena mengandung semua zat gizi sesuai kebutuhan untuk pertumbuhan dan perkembangan bayi (Dinkes Prop SU, 2005). 10 ASI diberikan segera setelah bayi lahir, biasanya 30 menit setelah bayi lahir. Sampai bayi berumur enam bulan, bayi hanya diberi ASI saja tanpa tambahan makanan dan minuman lain (Sulistijani, 2001). Pemberian ASI secara eksklusif berarti bayi hanya diberikan ASI tanpa memberikan makanan dan minuman lain kepada bayi sejak lahir sampai bayi berusia enam bulan, kecuali obat dan vitamin sesuai dengan rekomendasi WHO/UNICEF tahun 1997 yaitu pemberian ASI Eksklusif sejak lahir sampai enam bulan. Pemberian ASI sebaiknya juga tetap dilanjutkan hingga bayi berusia dua tahun (Dinkes Prop SU, 2005). Dibandingkan dengan susu lainnya, ASI memiliki beberapa keunggulan, yaitu: 1. Mengandung semua zat gizi dalam susunan dan jumlah yang cukup untuk memenuhi kebutuhan gizi bayi. 2. Tidak memberatkan fungsi saluran pencernaan dan ginjal. 3. Mengandung beberapa zat antibodi sehingga mencegah terjadinya infeksi 4. Ekonomis dan praktis. Tersedia setiap waktu pada suhu ideal dan dalam keadaan segar serta bebas dari kuman. 5. Berfungsi menjarangkan kehamilan. 6. Membina hubungan yang hangat dan penuh kasih sayang antara ibu dan bayi. Bila ibu dan bayi sehat, ASI hendaknya secepatnya diberikan. ASI yang diproduksi pada 1 sampai 5 hari pertama dinamakan kolostrum, yaitu cairan kental yang berwarna kekuningan. Kolostrum ini sangat menguntungkan bayi, 11 karena mengandung lebih banyak antibodi, protein, mineral dan vitamin A. Pemberian ASI tidak dibatasi dan dapat diberikan setiap saat (As’ad, 2002). Data UNICEF menunjukkan sekitar 30 ribu kematian anak balita di Indonesia setiap tahunnya dan 10 juta kematian balita diseluruh dunia setiap tahunnya, yang sebenarnya dapat dicegah melalui pemberian ASI Eksklusif selama enam bulan sejak kelahiran. Pola asuh juga berkaitan dengan status gizi anak. Pemberian kolostrum pada bayi di hari-hari pertama kehidupan berdampak positif pada keadaan anak di umur-umur selanjutnya. Anak-anak dengan keadaan gizi yang lebih baik berkaitan erat dengan perilaku pemberian ASI. Mereka yang sudah tidak diberikan ASI lagi ternyata keadaan gizinya lebih rendah (Jahari, dkk, 2000). Sementara, bukti ilmiah yang dikeluarkan oleh jurnal Paediatrics pada tahun 2006 mengungkapkan bahwa bayi yang diberi susu formula (susu bayi) memiliki kemungkinan untuk meninggal dunia pada bulan pertama kehidupan 25 kali lebih tinggi dibandingkan bayi yang disusui ibunya secara eksklusif (Anonim, 2006). 2.2.2. Makanan Pengganti Air Susu Ibu (PASI) Walaupun ASI adalah makanan paling ideal bagi bayi, namun tidak semua ibu dapat memberikan ASI pada bayinya. Menurut Sulistijani (2001), pemberian PASI dapat dimengerti jika alasannya adalah: a. Bayi sakit seperti kekurangan cairan, radang mulut atau infeksi paru-paru b. Bayi lahir dengan berat badan rendah c. Bayi lahir sumbing (bawaan) 12 Pemberian PASI juga dapat disebabkan oleh masalah pada pihak ibu : a. Jumlah dan mutu ASI kurang memadai sehingga tidak mencukupi kebutuhan bayi b. Ibu menderita sakit dan karena sakitnya dilarang menyusui oleh dokter baik untuk kepentingan ibu maupun bayinya, seperti ginjal atau penyakit menular c. Ibu menderita infeksi, luka puting (mastitis) d. Ibu mengalami gangguan jiwa atau epilepsi e. Ibu sedang menjalani terapi obat yang tidak aman bagi bayi. Untuk alasan-alasan tersebut, pada umumnya bayi harus diberi makanan pengganti ASI (PASI) berupa susu formula. Pada umumnya susu formula untuk bayi terbuat dari susu sapi yang susunan zat gizinya diubah sedemikian rupa sehingga dapat diberikan kepada bayi tanpa menimbulkan efek samping. Oleh karena ASI yang paling ideal untuk bayi maka perubahan yang dilakukan pada komponen gizi susu sapi harus mendekati susunan zat gizi ASI. Meskipun para ahli teknologi pangan telah berusaha untuk memperbaiki susunan zat gizi susu sapi agar komposisinya mendekati susunan zat gizi ASI sampai saat ini usaha tersebut belum menunjukkan hasil yang baik (Krisnatuti, 2004). Dibandingkan dengan ASI, susu formula memiliki banyak kelemahan terutama dalam hal kandungan gizinya. Selain itu penggunaan susu formula harus di kontrol dari kemungkinan masuknya organisme-organisme patogen atau terjadinya kontaminasi yang dapat menyebabkan diare. Pengaturan makanan bayi dengan PASI sama dengan pengaturan makanan dengan ASI. Pemberian PASI dilakukan berdasarkan kebutuhan gizi bayi 13 terutama dalam hal kebutuhan air, energi dan protein (RSCM dan Persagi, 1992). Untuk mencukupi kebutuhan bayi, susu diberikan sesuai dengan takarannya. Takaran akan bertambah sesuai dengan bertambahnya umur bayi. Jadwal menyusu dengan susu formula tetap seperti pada bayi yang diberi ASI (Nadesul, 2005). 2.2.3. Makanan Pendamping ASI (MP-ASI) Makanan Pendamping ASI (MP-ASI) adalah makanan yang diberikan pada bayi yang telah berusia enam bulan atau lebih karena ASI tidak lagi memenuhi gizi bayi. Pemberian makanan pendamping dilakukan secara berangsur-angsur untuk mengembangkan kemampuan bayi mengunyah dan menelan serta menerima macam-macam makanan dengan berbagai tekstur dan rasa. Pemberian makanan pendamping harus bertahap dan bervariasi, mulai dari bentuk bubur cair ke bentuk bubur kental, sari buah, buah segar, makanan lumat, makanan lembek dan akhirnya makanan padat (Sulistijani, 2001). Memasuki usia enam bulan bayi telah siap menerima makanan bukan cair, karena gigi telah tumbuh dan lidah tidak lagi menolak makanan setengah padat. Disamping itu, lambung juga telah lebih baik mencerna zat tepung. Menjelang usia sembilan bulan bayi telah pandai menggunakan tangan untuk memasukkan benda ke dalam mulut. Karena itu jelaslah, bahwa pada saat tersebut bayi siap mengkonsumsi makanan (setengah padat) (Arisman, 2004). Selain itu saat bayi berumur enam bulan ke atas, sistem percernaannya juga sudah relatif sempurna dan siap menerima MP-ASI. Beberapa enzim pemecah protein seperti asam lambung, 14 pepsin, lipase, enzim amilase dan sebagainya juga telah diproduksi sempurna pada saat ia berumur enam bulan (Anonim, 2005). Ada dua tujuan pengaturan makanan untuk anak usia 0-24 bulan (As’ad, 2002) : 1. Untuk mendidik kebiasaan makan anak yang baik 2. Memberikan zat gizi yang cukup bagi kebutuhan hidup yaitu untuk pemeliharaan atau pemulihan serta peningkatan kesehatan, pertumbuhan, perkembangan fisik dan psikomotor serta melakukan aktivitas fisik. Makanan untuk anak usia 0-24 bulan harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut (As’ad, 2002) : 1. Memenuhi kecukupan energi dan semua zat gizi sesuai dengan umur 2. Susunan hidangan disesuaikan dengan pola menu seimbang, bahan makanan yang tersedia setempat, kebiasaan makan dan selera makan 3. Bentuk dan porsi makanan disesuaikan dengan daya terima, toleransi dan keadaan faali anak 4. Memperhatikan kebersihan perorangan dan lingkungan Pemberian makanan padat sebaiknya diberikan pada umur yang tepat. Resiko pemberian makanan padat sebelum umur adalah : 1. Kenaikan berat badan yang terlalu cepat hingga menjurus ke obesitas 2. Alergi terhadap salah satu zat gizi yang terdapat dalam makanan tersebut 3. Mendapat zat-zat tambahan seperti garam dan nitrat yang dapat merugikan 4. Mungkin saja dalam makanan padat yang dipasarkan terdapat zat pewarna atau zat pengawet yang tidak diinginkan 15 5. Kemungkinan pencemaran dalam penyediaan atau penyimpanannya. Sebaliknya, penundaan pemberian makanan padat menghambat pertumbuhan jika energi dan zat-zat gizi yang dihasilkan oleh ASI tidak mencukupi lagi kebutuhannya (Pudjiadi, 1990). Makanan tambahan untuk bayi sebaiknya memenuhi persyaratan sebagai berikut : nilai energi dan kandungan protein cukup, dapat diterima dengan baik, harganya relatif murah, sebaiknya dapat diproduksi dari bahan-bahan yang tersedia secara lokal. Makanan tambahan pada bayi hendaknya juga bersifat padat gizi dan mengandung serat kasar serta bahan lain yang sukar dicerna sedikit mungkin. Sebab serat kasar yang terlalu banyak jumlahnya akan mengganggu pencernaan (Muchtadi,1994). 2.2.4. Makanan Bayi Umur 0-6 bulan Berikan hanya ASI saja sampai berumur enam bulan (ASI Eksklusif). Kontak fisik dan hisapan bayi akan merangsang produksi ASI terutama 30 menit pertama setelah lahir. Pada periode ini ASI saja sudah dapat memenuhi kebutuhan gizi bayi. Berikan ASI dari kedua payudara. Berikan ASI dari satu payudara sampai kosong, kemudian pindah ke payudara lainnya (Depkes, 2000). Kolostrum jangan dibuang tetapi harus segera diberikan pada bayi. Walaupun jumlahnya sedikit, namun sudah memenuhi kebutuhan gizi bayi pada hari-hari pertama. Waktu dan lama menyusui tidak perlu dibatasi dan frekuensinya tidak perlu dijadwal (diberikan pagi, siang, dan malam hari). Serta sebaiknya jangan memberikan makanan atau minuman (air kelapa, air tajin, air teh, madu, pisang dan lain-lain) pada bayi sebelum diberikan ASI karena sangat 16 membahayakan kesehatan bayi dan mengganggu keberhasilan menyusui (Dinkes Prop SU, 2005). 2.3. Kerangka Konsep Variabel Independen Variabel Dependen Pengetahuan Pemberian PASI Gambar 2.1. Kerangka Konsep 2.4. Hipotesa Penelitian 1. Ada hubungan pengetahuan dengan pemberian PASI pada bayi 0-6 bulan di wilayah Puskesmas Kecamatan Pantai Labu Kabupaten Deli Serdang. 17 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis penelitian Jenis penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah penelitian survei analitik dengan desain cross sectional, yaitu variabel independen dan variabel dependen diteliti secara bersamaan dan dalam satu waktu yang bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya hubungan yang terdapat antara kedua variabel tersebut. 3.2. Lokasi Penelitian dan Waktu Penelitian 3.2.1. Lokasi Penelitian Penelitian dilakukan di wilayah Puskesmas Kecamatan Pantai Labu Kabupaten Deli Serdang dengan alasan : 1. Pelaksanaan ASI eksklusif masih sangat rendah. 2. Belum pernah dilakukan penelitian tentang pemberian PASI. 3. Desa tersebut memiliki jumlah populasi yang cukup untuk diteliti. 3.2.2 . Waktu Penelitian Waktu penelitian dimulai pada bulan pengajuan judul sampai dengan penggandaan laporan. 3.3. Populasi dan Sampel Penelitian 3.3.1. Populasi Populasi dalam penelitian ini seluruh ibu yang memiliki bayi 0-6 bulan di wilayah Puskesmas Kecamatan Pantai Labu Kabupaten Deli Serdang dari bulan Januari sampai dengan bulan Juni 2015 sebanyak 51 orang. 18 3.3.2. Sampel Sampel dalam penelitian ini adalah seluruh populasi dijadikan menjadi sampel yaitu sebesar 51 orang. 3.4. Jenis dan Cara Pengumpulan Data 3.4.1. Jenis Data Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer yang diambil langsung menggunakan kuesioner. 3.4.2. Cara Pengumpulan Data Pengumpulan data dilakukan dengan cara meminta kesediaan responden di wilayah Puskesmas Kecamatan Pantai Labu Kabupaten Deli Serdang sampai batas sampel terpenuhi. Peneliti terlebih dahulu menjelaskan cara pengisian kuesioner, menayakan apakah ada hal-hal yang tidak dimengerti oleh responden. Apabila ada maka harus dijelaskan kembali setelah itu hasil kuesioner dikumpulkan kembali. 3.5. Definisi Operasional 1. Pengetahuan adalah segala sesuatu yang diketahui oleh responden tentang pemberian PASI yang dinilai dari jawaban responden terhadap pertanyaan yang diberikan melalui kuesioner, dengan kategori: 0. Baik 1. Buruk 19 2. Pemberian PASI adalah pemberian pendamping ASI pada bayi usia 0-6 bulan, yang dinilai dari jawaban responden terhadap pertanyaan yang diberikan melalui kuesioner, dengan kategori: 0. Tidak diberikan 1. Diberikan 3.6. Aspek Pengukuran 1. Pengetahuan Pengukuran variabel pengetahuan disusun 10 pertanyaan yang diajukan dengan jawaban ”benar (bobot nilai 2)” dan ”salah (bobot nilai 1)”, dan dikategorikan menjadi 2, yaitu: 0. Baik, jika jawaban responden memiliki skor ≥ 76% dari total skor 16-20 1. Buruk, jika jawaban responden memiliki total skor < 76 % dari total skor 1-15 (Nursalam, 2011). Tabel 3.1. Variabel, Cara dan Alat, Skala dan Hasil Ukur Variabel 1. Pengetahuan 2. Pemberian PASI Cara dan Alat Ukur Wawancara (kuesioner) Wawancara (kuesioner) Skala Ukur Ordinal Ordinal Hasil Ukur 0. 1. 0. 1. Baik Buruk Tidak Diberikan Diberikan 3.7. Pengolahan dan Analisis Data 3.7.1. Pengolahan data Data yang telah dikumpulkan selanjutnya diolah dengan langkah–langkah sebagai berikut : 20 a. Pengeditan (Editing) Pada tahap pengeditan data dilakukan dengan memeriksa kelengkapan dari data rekam medik yang bertujuan agar data yang diperoleh dapat diolah benar sehingga pengolahan data memberikan hasil yang menggambarkan masalah yang diteliti. b. Pengkodean (Coding) Setelah data diperoleh, penulis melakukan pengkodean untuk mempermudah analisis data c. Pemasukan data (Entering) Pemasukan data merupakan kegiatan memasukkan data yang telah selesai di coding dari dummy tabel ke dalam program komputer. d. Pembersihan (Cleaning) Pembersihan data merupakan kegiatan pengecekan kembali data yang sudah dimasukan ke dalam komputer apakah ada kesalahan atau tidak. Apabila ada data yang salah maka dilakukan editing data. 3.7.2. Analisis data Dalam penelitian ini analisis data yang dilakukan adalah analisa data univariat dan bivariat. Analisis univariat untuk bertujuan untuk menjelaskan atau mendeskripsikan karakteristik setiap variabel penelitian dan digunakan untuk menghasilkan distribusi frekuensi dan persentase dari tiap variabel sedangkan analisis bivariat ini digunakan untuk melihat hubungan pengetahuan dengan pemberian PASI pada bayi 0-6 bulan di wilayah Puskesmas Kecamatan Pantai 21 Labu Kabupaten Deli Serdang dengan menggunakan uji statistik Chi-square. Adapun rumus Chi-square yang digunakan adalah sebagai berikut : Dimana : ² = Chi-square O = Nilai hasil observasi E = Nilai yang diharapkan Untuk melihat adanya hubungan antara variabel independen dan variabel dependen maka dilakukan uji statistik chi-square dengan α = 0,05. Jika hasil perhitungan statistic dengan bantuan perangkat lunak komputer nilai ρ < 0,05 maka terdapat hubungan yang signifikan antara variabel independen dengan variabel dependen 22 BAB IV HASIL PENELITIAN 4.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian Wilayah Puskesmas Kecamatan Pantai Labu Kabupaten Deli Serdang terletak merupakan salah satu kecamatan yang terletak di daerah dataran rendah dan berada di pesisiran pantai sumatera. Secara geografis Kecamatan Pantai Labu mempunyai luas wilayah 12.492 km2 dengan batas wilayah sebagai berikut : 1. Sebelah Utara : Kecamatan .............. 2. Sebelah Selatan : Kabupaten ................ 3. Sebelah Barat : Kecamatan ................. 4. Sebelah Timur : Kecamatan .................. 4.2. Karakteristik Responden Karakteristik responden dalam penelitian ini meliputi : umur dan pendidikan responden dapat dilihat di bawah ini : 4.2.1. Umur Responden Untuk melihat distribusi frekuensi umur responden di wilayah Puskesmas Kecamatan Pantai Labu Kabupaten Deli Serdang dilihat pada tabel berikut: Tabel 4.1. Distribusi Frekuensi Umur Responden di wilayah Puskesmas Kecamatan Pantai Labu Kabupaten Deli Serdang No 1 2 3 Umur Responden < 20 tahun 20-35 tahun > 35 tahun Jumlah Jumlah 3 40 8 51 23 Persentase 5,9 78,4 15,7 100 Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat bahwa umur responden di wilayah Puskesmas Kecamatan Pantai Labu lebih banyak dengan umur 20-35 tahun sebanyak 40 orang (78,4%), umur > 35 tahun sebanyak 8 orang (15,7%) dan lebih sedikit dengan umur < 20 tahun sebanyak 3 orang (5,9%). 4.2.1. Pendidikan Responden Untuk melihat distribusi frekuensi pendidikan responden di wilayah Puskesmas Kecamatan Pantai Labu Kabupaten Deli Serdang dilihat pada tabel berikut: Tabel 4.2. Distribusi Frekuensi Pendidikan Responden di wilayah Puskesmas Kecamatan Pantai Labu Kabupaten Deli Serdang No 1 2 3 4 Pendidikan Responden Tidak lulus SD SD SMP SMA Jumlah Jumlah 10 9 17 15 51 Persentase 19,6 17,6 33,3 29,4 100 Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat bahwa pendidikan responden di wilayah Puskesmas Kecamatan Pantai Labu lebih banyak dengan pendidikan SMP sebanyak 17 orang (33,3%), SMA sebanyak 15 orang (29,4%), tidak lulus SD sebanyak 10 orang (19,6%) dan lebih sedikit dengan pendidikan SD sebanyak 9 orang (17,6%). 4.2. Analisis Univariat Analisis univariat digunakan untuk melihat distribusi frekuensi dari variabel dependen dan variabel independen, yaitu: 24 4.2.1. Pengetahuan Untuk melihat pendidikan responden di wilayah Puskesmas Kecamatan Pantai Labu Kabupaten Deli Serdang dilihat pada tabel berikut: Tabel 4.3. Distribusi Frekuensi Pengetahuan Responden di wilayah Puskesmas Kecamatan Pantai Labu Kabupaten Deli Serdang No 1 2 3 4 5 6 Pengetahuan Pengertian ASI Yang dimaksud dengan ASI Esklusif? Zat gizi apa yang terdapat dalam ASI? Mmanfaat menyusui secara esklusif? Makanan utama bayi 0-6 bulan? Umur sebaiknya diberikan MPASI Jawaban Benar Salah f % f % 21 42,1 30 58,8 19 37,3 32 62,7 Total N 51 51 % 100 100 14 27,5 37 72,5 51 100 18 35,3 33 64,7 51 100 18 35,3 33 64,7 51 100 19 37,3 32 62,7 51 100 Berdasarkan tabel 4.3 diatas, dapat dilihat bahwa responden menjawab benar pengertian ASI sebanyak 21 orang (42,1%), yang dimaksud dengan ASI Esklusif sebanyak 19 orang (37,3%), zat gizi apa yang terdapat dalam ASI sebanyak 14 orang (27,5%), manfaat menyusui secara esklusif sebanyak 18 orang (35,3%), makanan utama bayi 0-6 bulan sebanyak 18 orang (35,3%) dan umur sebaiknya diberikan MPASI sebanyak 19 orang (37,3%). Hasil pengukuran pengetahuan responden tentang pemberian MPASI di wilayah Puskesmas Kecamatan Pantai Labu Kabupaten Deli Serdang kemudian dikategorikan seperti pada Tabel 4.4 : 25 Tabel 4.4. Distribusi Frekuensi Kategori Pengetahuan Responden tentang MPASI di Wilayah Puskesmas Kecamatan Pantai Labu Kabupaten Deli Serdang No 1 2 Kategori Pengetahuan f 27 24 51 Baik Buruk Total % 52,9 47,1 100 Dari tabel 4.4 diatas terlihat bahwa kategori pengetahuan responden tentang pemberian PASI lebih banyak dengan pengetahuan baik sebanyak 27 orang (52,9%) dan lebih sedikit dengan pengetahuan buruk sebanyak 24 orang (47,1%). 4.2.2. Pemberian PASI Untuk melihat distribusi frekuensi pemberian PASI pada bayi 0-6 bulan di wilayah Puskesmas Kecamatan Pantai Labu Kabupaten Deli Serdang dilihat pada tabel berikut: Tabel 4.5. Distribusi Frekuensi Pemberian PASI pada bayi 0-6 Bulan di wilayah Puskesmas Kecamatan Pantai Labu Kabupaten Deli Serdang No 1 2 Pemberian PASI Tidak Diberikan Diberikan Jumlah Jumlah 29 22 51 Persentase 56,9 43,1 100 Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat bahwa pemberian PASI pada bayi 0-6 bulan di wilayah Puskesmas Kecamatan Pantai Labu lebih banyak dengan tidak diberikan sebanyak 22 orang (56,9%) dan lebih sedikit dengan diberikan sebanyak 22 orang (43,1%). 26 4.3. Analisa Data Bivariat Analisa bivariat untuk mengetahui hubungan variabel pengetahuan dengan pemberian PASI pada bayi 0-6 bulan di wilayah Puskesmas Kecamatan Pantai Labu Kabupaten Deli Serdang dapat dilihat pada tabel berikut ini: 4.3.1. Hubungan Pengetahuan dengan Pemberian PASI pada Bayi 0-6 Bulan di Wilayah Puskesmas Kecamatan Pantai Labu Kabupaten Deli Serdang Untuk melihat mengetahui hubungan pengetahuan dengan pemberian PASI pada bayi 0-6 bulan di wilayah Puskesmas Kecamatan Pantai Labu Kabupaten Deli Serdang dapat dilihat pada tabel berikut: Tabel 4.6. Hubungan Pengetahuan dengan Pemberian PASI pada Bayi 0-6 Bulan di Wilayah Puskesmas Kecamatan Pantai Labu Kabupaten Deli Serdang Pengetahun Baik Buruk Pemberian PASI Tidak Diberikan Diberikan n % n % 22 81,5 5 18,5 7 29,2 17 70,8 Total ρ n 27 24 % 100 100 0,001 Berdasarkan tabel 4.6 diatas, dapat dilihat bahwa hasil analisis hubungan antara pengetahuan ibu dengan pemberian PASI pada bayi 0-6 bulan di wilayah Puskesmas Kecamatan Pantai Labu Kabupaten Deli Serdang diperoleh bahwa ada sebanyak 22 dari 27 orang (81,5%) dengan pengetahuan baik tidak memberikan PASI dan memberikan PASI sebanyak 5 orang (18,5%). Sedangkan diantara pengetahuan ibu buruk ada 7 dari 24 orang (29,2%) tidak memberikan PASI dan memberikan PASI sebanyak 17 orang (70,8%). Hasil uji statistik chi square diperoleh nilai ρ=0.001< α (0,05) maka dapat disimpulkan ada hubungan 27 pengetahuan ibu dengan pemberian PASI pada bayi 0-6 bulan di wilayah Puskesmas Kecamatan Pantai Labu Kabupaten Deli Serdang. 28 BAB V PEMBAHASAN 5.1. Pengetahuan Ibu tentang Pemberian PASI pada Bayi 0-6 Bulan di Wilayah Puskesmas Kecamatan Pantai Labu Kabupaten Deli Serdang Hasil penelitian tentang pengetahuan ibu ditemukan dengan pengetahuan baik tentang pemberian PASI sebesar 52,9%. Mengacu pada hasil tersebut dapat dijelaskan pengetahuan ibu memang lebih banyak dengan pengetahuan baik, namun tidak jauh berbeda dengan pengetahuan buruk dengan persentase 47,1%. Keadaan ini menunjukkan masih banyak ibu yang tidak mengetahui kapan pemberian PASI yang tepat pada anak. Berdasarkan keadaan ini perlu peningkatan pengetahuan ibu tentang pemberian PASI dari petugas kesehatan berupa penyuluhan ataupun sosialisasi tentang pemberian PASI. Selain itu ibu harus menambah pengetahuan tentang PASI dari berbagai sumber informasi sehingga ibu mengetahuai tentang PASI dan kapan sebenarnya diberikan kepada bayi. Penelitian ini sesuai dengan penelitian Helena (2013) bahwa responden yang memiliki pengetahuan kurang lebih besar presentasinya (89,3%) dalam memberikan PASI kepada bayi usia 0-6 bulan dibandingkan dengan responden yang memiliki pengetahuan cukup (61,5%). Berdasarkan hasil penelitian, masih banyak terdapat responden yang menganggap bahwa PASI atau susu formula boleh diberikan kepada bayi dibawah usia 6 bulan, tidak terlalu menimbulkan resiko gangguan kesehatan terhadap bayi mereka. Purwanti (2004), menyatakan pula bahwa ibu yang memiliki pengetahuan 29 kurang tentang pemberian ASI eksklusif cenderung memiliki perilaku yang kurang baik dalam pemberian ASI eksklusif dan beranggapan makanan pengganti ASI (susu formula) baik diberikan kepada bayinya. 5.2. Pemberian PASI pada Bayi 0-6 Bulan di Wilayah Puskesmas Kecamatan Pantai Labu Kabupaten Deli Serdang Hasil penelitian tentang pemberian PASI pada bayi 0-6 bulan di wilayah Puskesmas Kecamatan Pantai Labu lebih banyak dengan tidak diberikan sebanyak 22 orang (56,9%), namun tidak jauh berbeda dengan diberikan dengan persentase 43,1%. Keadaan ini menunjukkan masih banyak ibu yang meemberikan PASI pada bayi 0-6 bulan. Berdasarkan keadaan ini perlu pemberian informasi pada ibu tentang kapan pemberian PASI dari petugas kesehatan berupa penyuluhan ataupun sosialisasi tentang pemberian PASI. Selain itu ibu harus mencari informasi sendiri tentang kapan pemberian PASI yang tepat diberikan pada bayi 0-6 bulan. Penelitian ini sesuai dengan penelitian Helena (2013) bahwa responden yang memberikan PASI pada bayi 0-6 bulan dengan presentasinya (80,49%) dan dari hasil penelitian tersebut diperoleh Jenis pemberian makanan atau minum kepada bayi usia 0-6 bulan yaitu, pemberian ASI eksklusif sebanyak 24,07% lebih sedikit dibandingkan dengan pemberian PASI sebanyak 75,93%. Dari 54 responden terdapat 41 responden yang sudah memberikn PASI atau susu formula pada bayi mulai usia 0-6 bulan. Presentasi yang paling tertinggi yaitu pemberian susu formula pada bayi sejak usia 0 bulan sebesar 24,1%. Responden yang telah memberikan PASI kepada bayi usia 0-6 bulan dengan jenis PASI yaitu susu 30 formula 80,49%, dan 19,51% responden memberikan susu formula dan ditambah dengan pemberian air putih. Dari 54 responden 43,9% responden telah memberi PASI dengan alasan air susu kurang, 34,1% memberi alasan karena bekerja dan 22% responden memberi alasan karena masalah pada payudara ibu. Berdasarkan hasil penelitian, masih banyak terdapat responden yang menganggap bahwa PASI atau susu formula boleh diberikan kepada bayi dibawah usia 6 bulan, tidak terlalu menimbulkan resiko gangguan kesehatan terhadap bayi mereka. Pemberian makanan pendamping ASI (MP-ASI) yang tidak tepat waktu dapat mengakibatkan hal-hal yang merugikan, apabila terlalu dini (kurang dari 6 bulan) dapat menimbulkan resiko diare, dehidrasi, produksi ASI menurun dan alergi, sedangkan pemberian makanan pendamping ASI (MP-ASI) yang terlambat (sesudah usia 7 bulan) dapat berpotensi untuk terjadinya gagal tumbuh, defisiensi zat besi serta gangguan tumbuh-kembang. 5.3. Hubungan Pengetahuan dengan Pemberian PASI pada Bayi 0-6 Bulan di Wilayah Puskesmas Kecamatan Pantai Labu Kabupaten Deli Serdang Hasil penelitian tentang variabel pengetahuan ditemukan dengan pengetahuan baik memberikan tidak memberikan PASI sebesar 81,5%. Uji statistik chi square menunjukkan variabel pengetahuan dengan nilai p value < α (0,05) maka terdapat hubungan antara pengetahuan dengan pemberian PASI. Mengacu pada hasil uji tersebut dapat dijelaskan semakin baik pengetahuan ibu akan menurunkan pemberian PASI. 31 Pengetahuan ibu yang baik tentang pemberian PASI akan memengaruhi mereka dalam waktu pemberian PASI. Pengetahuan yang rendah tentang manfaat dan tujuan pemberian PASI bisa menjadi penyebab gagalnya pemberian ASI Eksklusif pada bayi. Kemungkinan pada saat pemeriksaan kehamilan (Ante Natal Care), mereka tidak memperoleh penyuluhan intensif tentang ASI Eksklusif, kandungan dan manfaat ASI, teknik menyusui, dan kerugian jika tidak memberikan ASI Eksklusif. Hal ini sesuai dengan pendapat Blum yang dikutip oleh Notatmodjo (2010) yang menyatakan bahwa tindakan seseorang individu termasuk kemandirian dan tanggung jawabnya dalam berperilaku sangat dipengaruhi oleh domain kognitif atau pengetahuan. Faktor pengetahuan ibu maupun keluarga sangat mendukung proses pemberian air susu ibu secara esklusif antara lain pengetahuan mengenai bagaimana caranya mengelola air susu ibu yang telah disimpan di lemari es, bagaimana cara ibu memerah air susu ibu walaupun tidak menggunakan pompa payudara, demikian juga pengetahuan tentang cara merawat payudara (Widuri, 2013). Penyebab umum kegagalan pemberian ASI Esklusif adalah minimnya pengetahuan ibu tentang ASI Esklusif dan menyusui, teknik menyusui yang tidak benar dan mitos-mitos lain tentang ASI tidak baik bagi bayi (Wiji, 2013). Kurangnya pengetahuan ibu tentang pentingnya ASI Esklusif dipengaruhi oleh promosi produk-produk makanan tambahan dan susu formula (Prasetyono, 2012). Hasil penelitian ini sejalan dengan Helena (2013) diperoleh ada hubungan antara pengetahuan dengan pemberian PASI. Besarnya keeratan hubungan dilihat dari koefisien 𝜑 (phi) sebesar 0, 324. Hal ini berarti hubungan sedang atau dapat 32 dikatakan bahwa variabel pengetahuan berkontribusi sebesar 32,4% terhadap pemberian PASI. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa ada hubungan signifikan antara pengetahuan dengan pemberian PASI, semakin kurang pengetahuan responden tentang PASI makin memberi efek negative dimana semakin meningkatnya pemberian PASI pada bayi usia dibawah 6 bulan. Pengetahuan ibu yang memiliki bayi memegang peranan penting dalam pemberian pendamping ASI yang tepat. Banyaknya para ibu yang memberikan pendamping ASI kurang dari 6 bulan pada bayi saat ini dapat menyebabkan dampak negatif terhadap kesehatan bayi seperti bayi menjadi mudah terkena penyakit pada saluran pencenaan seperti diare bahkan dapat meningkatkan angka kematian bayi. Hal ini terjadi karena ibu kurang mengetahui tentang pemberian pendamping ASI yang benar, disamping itu status pekerjaan ibu menjadi alasan ibu memberikan pendamping ASI terlalu dini karena kurang mempunyai waktu untuk anaknya, dan juga status sosial ekonomi keluarga mempengaruhi ibu memberikan makanan pendamping ASI terlalu dini dilihat dari daya beli terhadap makanan pendamping ASI yaitu jika semakin baik perekonomian keluarga maka daya beli akan makanan tambahan juga mudah, sebaliknya semakin buruk perekonomian keluarga, maka daya beli akan makanan tambahan lebih sukar (Soraya, 2005). 33 BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1. Kesimpulan 1. Pengetahuan responden tentang pemberian PASI lebih banyak dengan pengetahuan baik sebanyak 27 orang (52,9%) dan lebih sedikit dengan pengetahuan buruk sebanyak 24 orang (47,1%). 2. Pemberian PASI pada bayi 0-6 bulan di wilayah Puskesmas Kecamatan Pantai Labu lebih banyak dengan tidak diberikan sebanyak 22 orang (56,9%) dan lebih sedikit dengan diberikan sebanyak 22 orang (43,1%). 3. Terdapat hubungan pengetahuan dengan Pemberian PASI pada Bayi 0-6 Bulan di Wilayah Puskesmas Kecamatan Pantai Labu Kabupaten Deli Serdang 6.2. SARAN 1. Kepada ibu menyusui di Wilayah Puskesmas Kecamatan Pantai Labu Kabupaten Deli Serdang perlu meningkatkan pengetahuan tentang pemberian PASI dengan mengikuti penyuluhan yang diadakan petugas kesehatan dan mencari informasi tentang PASI. 2. Kepada tenaga yang bertugas melayani ibu menyusui di Wilayah Puskesmas Kecamatan Pantai Labu Kabupaten Deli Serdang perlu meningkatkan pemahaman ibu tentang pemberian PASI. 34 DAFTAR PUSTAKA IDAI, 2013, Perawatan Metode Kanguru (PMK) Meningkatkan Pemberian ASI, http://idai.or.id/public-articles/klinik/asi/perawatan-metode-kanguru-pmk - meningkatkan-pemberian-asi.html. Anggraini, Y., 2010. Asuhan Kebidanan Masa Nifas. Yogyakarta : Pustaka Rihama Badan Pusat Statistik Provinsi Sumut, 2012. Cakupan ASI Esklusif. http://www.depkes.go.id/downloads/PROFIL_KES_PROVINSI_2012/0 2_Profil_Kes_Prov.SumateraUtara_2012.pdf. Diakses 28 Desember 2013 Danuatmaja, B. dan Meiliasari, M., 2009. 40 Hari Pasca Persalinan Masalah dan Solusinya. Jakarta : Puspa Swara Desfi, dkk, 2013. Hubungan Tingkat Pengetahuan Ibu Tentang ASI dan Pekerjaan Ibu dengan Pemberian ASI Esklusif di Kelurahan Fajar Bulan. Tesis. Universitas Lampung. Diakses 28 Desember 2013 Harnowo,P.A.,2012.http://health.detik.com/read/2012/09/19/132344/2025874/764 /1/hanya-336-bayi-di-indonesia-yang-dapat-asi-eksklusif. Diakses 27 Desember 2013 Hasibuan, Y., 2011. Diktat Biostatistika. Medan : Politeknik Kesehatan Medan Hevira,S.,2012.BentukBentukDukunganKeluargahttp://digilib.unimus.ac.id/files/d isk1/103/jtptunimus-gdl-sarahevira-5136-3-bab2.pdf.Diakses 25 April 2013 Hidayat, A.A., 2010. Metode Penelitian Kebidanan Teknik Analisis Data. Jakarta : Salemba Medika Machfoedz, I., 2011. Metodologi Penelitian ( Kuantitatif & Kualitatif ) Bidang Kesehatan, Keperawatan, Kebidanan, Kedokteran. Yogyakarta : Fitramaya Maryunani, A., 2009. Asuhan Pada Ibu Dalam Masa Nifas. Jakarta : TIM Minarto,2011.www.http///MATERI%20ASI%20ESKLUSIF/Pentingnya%20ASI %20Eksklusif%20%20Februari%202011.htm. Diakses 30 Desember 2013 35 Mursyida, 2013. Hubungan Umur Ibu dan Paritas dengan Pemberian ASI Esklusif pada Bayi Berusia 0-6 bulan Di Puskesmas Pembina Palembang Tahun 2013. Tesis. Poltekkes Kemenkes Palembang. Diakses 29 Desember 2013 Notoatmojo, S., 2010. Metode Penelitian Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta Nursalam, 2008. Konsep dan Penerapan Metodologi Keperawatan. Jakarta : Salemba Medika Penelitian Ilmu Peraturan Pemerintah RI, 2012. Pemberian ASI Esklusif. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Prasetyono, D.S., 2012. Buku Pintar ASI Esklusif. Yogyakarta: DIVA Press Proverawati dan Rahmawati, 2010. Kapita Selekta ASI dan Menyusui. Yogyakarta : Nuha Medika Purwanti, H., 2012. Konsep Penerapan ASI Esklusif Buku Saku untuk Bidan. Jakarta : EGC Rahmadhanny, R., 2012. Faktor Penyebab Putusnya ASI Esklusif pada Ibu Menyusui Di Puskesmas Rumbai Kecamatan Rumbai Pesisir Tahun 2011. Skripsi. Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia. Depok. Diakses 28 Desember 2013 Riwidikdo, H., 2010. Statistik untuk Penelitian Kesehatan. Yogyakarta : Pustaka Rihama Roesli, U., 2012. Panduan Inisiasi Menyusui Dini Plus ASI Esklusif. Jakarta : Pustaka Bunda Saleha, S., 2009. Asuhan Kebidanan pada Masa Nifas. Jakarta : Salemba Medika SDKI 2012, Angka Kematian Bayi. laporan%3Fdownload%3D45%3Alaporanpendahuluan-sdki 2012&ei=FsldU7nZJsmErAfmyYCwBw&usg=AFQjCNGch2PmxIhHV7 fDSs-q_3mt5dyBng&bvm=bv.65397613,d.bmk. Diakses 30 Desember 2013 Suhardjo. 2010. Pemberian Makanan Pada Bayi dan Anak. Yogyakarta : Kanisius Sunyonto, D., 2012. Biostatistik untuk Kebidanan. Yogyakarta : Nuha Medika Suradi, R. dan Roesli, U., 2008. Manfaat ASI dan Menyusui. Jakarta : FKUI 36 TimGizi,2013.www.http///MATERI%20ASI%20ESKLUSIF/PEKAN%20ASI%2 0SEDUNIA%202013%20_%20Kementerian%20Kesehatan%20Republik %20Indonesia.htm. Diakses 30 Desember 2013 Utami, H.S., 2012. Faktor –Faktor yang Berhubungan dengan Perilaku Ibu dalam Praktek Pemberian ASI Esklusif Di Wilayah Kerja Puskesmas Kecamatan Koba Kabupaten Bangka Tengah Tahun 2012. Skripsi. Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia. Depok. Diakses 27 Desember 2013 Wawan, A. dan Dewi, M., 2010. Teori dan Pengukuran Pengetahuan, sikap, dan perilaku Manusia. Yogyakarta : Nuha Medika Widuri, H., 2013. Cara Mengelola ASI Esklusif Bagi Ibu Bekerja. Yogyakarta : Pustaka Baru Wiji, R.N., 2013. ASI dan Panduan Ibu Menyusui. Yogyakarta : Nuha Medika 37 KUESIONER PENELITIAN HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN DENGAN PEMBERIAN PASI PADA BAYI 0-6 BULAN DI WILAYAH PUSKESMAS KECAMATAN PANTAI LABU KABUPATEN DELI SERDANG. IDENTITAS RESPONDEN No. Responden : 1. Nama : 2. Alamat : 3. Umur : 4. Pekerjaan : A. PENGETAHUAN 1. Apakah yang dimaksud dengan ASI? a. Air Susu Ibu b. Air susu ibu untuk bayi c. Makanan terbaik bagi bayi 2. Apakah yang dimaksud dengan ASI Esklusif? a. Pemberian ASI saja sampai usia bayi 6 bulan b. Pemberian ASI saja sampai dengan usia bayi 4 bulan c. Pemberian ASI sampai usia 6 bulan dan bisa memberikan makanan tambahan bila diperlukan bayi. 38 3. Zat gizi apa yang terdapat dalam ASI? a. Vitamin, Lemak, Protein, Karbohidrat, Air b. Lemak, Udara, Karbohidrat, Air, Protein c. Madu, Vitamin, Udara, Air, Lemak 4. Apa manfaat menyusui secara esklusif? a. Bayi lebih cepat berkembang b. Bayi mendapatkan nutrisi yang optimal c. Bayi tidak terkena makanan luar yang mengandung kuman 5. Apa makanan utama bayi 0-6 bulan? a. ASI saja b. ASI + MPASI c. ASI + bubur tim 6. Umur berapa sebaiknya diberikan MPASI a. 4 bulan keatas b. 6 bulan keatas c. 7 bulan keatas B. PEMBERIAN MPASI 1. Apakah ibu sudah memberikan MPASI pada anak ibu? a. Ya b. Tidak Kalau ya…. Lanjut ke sal nomor 2 2. Mulai umur berapa bulan diberikan MPASI? …………….. 39 MASTER DATA PENELITAN No Umur 1 23 2 25 3 25 4 19 5 23 6 27 7 26 8 36 9 25 10 27 11 29 12 30 13 37 14 26 15 22 16 21 17 23 18 38 19 24 20 25 21 26 22 24 23 23 24 28 25 23 26 18 27 23 28 25 29 36 30 29 31 34 32 24 33 26 34 27 35 19 36 33 37 31 38 32 39 33 Umur K 1 1 1 0 1 1 1 2 1 1 1 1 2 1 1 1 1 2 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 2 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 Pendidikan 3 4 4 3 2 2 4 4 4 4 3 3 3 4 1 1 1 1 4 4 3 3 3 4 2 4 4 4 3 3 3 3 2 3 2 3 4 3 2 1 1 2 1 2 1 1 1 2 2 1 1 2 1 2 1 1 1 1 2 1 2 2 1 2 1 2 1 2 2 2 1 2 2 1 1 1 1 2 1 40 2 1 1 1 1 1 1 2 1 1 2 2 1 2 1 2 2 1 2 2 2 1 1 2 1 1 2 1 1 1 2 2 1 1 1 2 1 2 2 2 3 1 2 1 1 1 1 1 1 2 2 1 1 2 1 1 1 1 1 1 2 1 1 1 2 1 2 1 1 2 2 1 1 1 1 1 1 2 1 2 4 1 2 1 1 1 1 2 1 2 1 1 1 2 1 1 2 1 1 1 2 1 1 2 2 1 1 1 1 2 2 2 1 1 1 2 1 2 2 1 5 1 2 1 1 1 1 2 1 1 2 2 1 1 2 1 2 1 1 1 2 1 1 2 1 2 1 1 2 2 2 2 1 1 1 2 1 2 1 2 6 1 2 2 1 1 1 1 2 2 1 2 1 1 1 1 2 1 2 1 2 1 1 2 1 1 2 1 1 2 2 2 1 1 1 2 1 2 2 1 PTO T 6 11 7 7 6 6 9 8 10 9 9 7 9 8 7 10 6 8 8 11 7 7 10 9 7 10 6 8 11 12 10 7 7 6 10 6 11 10 9 P K 1 0 1 1 1 1 0 0 0 0 0 1 0 0 1 0 1 0 0 0 1 1 0 0 1 0 1 0 0 0 0 1 1 1 0 1 0 0 0 MPAS I 1 0 0 1 1 0 1 0 0 0 0 1 0 1 1 0 0 0 1 0 1 0 0 0 1 1 1 0 0 0 0 1 1 0 0 0 0 0 0 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 51 30 39 31 29 37 30 30 36 28 29 39 28 1 2 1 1 2 1 1 2 1 1 2 1 4 2 3 3 2 1 1 1 1 1 1 2 1 2 1 1 1 2 1 1 1 2 2 1 41 1 1 1 2 1 1 1 1 1 1 1 2 1 1 2 1 1 2 1 1 1 1 2 1 2 1 1 1 2 1 2 1 1 1 2 1 1 1 1 1 2 1 2 1 1 1 1 1 1 1 1 1 2 1 2 1 1 1 2 1 7 7 7 7 9 8 9 6 6 7 10 7 1 1 1 1 0 0 0 1 1 1 0 1 0 1 1 1 0 0 0 1 1 1 1 1 Frequencies umur responden Vali < 20 tahun d 20-35 tahun > 35 tahun Total Frequency 3 40 8 51 Percent 5.9 78.4 15.7 100.0 Valid Percent 5.9 78.4 15.7 100.0 Cumulative Percent 5.9 84.3 100.0 Pendidikan Valid tidak lulus SD SD SMP SMU Total Frequency 10 9 17 15 51 Percent Valid Percent 19.6 19.6 17.6 17.6 33.3 33.3 29.4 29.4 100.0 100.0 Cumulative Percent 19.6 37.3 70.6 100.0 P1 Valid 1 2 Total Frequency 30 21 51 Percent 58.8 41.2 100.0 Valid Percent 58.8 41.2 100.0 Cumulative Percent 58.8 100.0 P2 Valid 1 2 Total Frequency 32 19 51 Percent 62.7 37.3 100.0 Valid Percent 62.7 37.3 100.0 Cumulative Percent 62.7 100.0 P3 Valid 1 2 Total Frequency 37 14 51 Percent 72.5 27.5 100.0 42 Valid Percent 72.5 27.5 100.0 Cumulative Percent 72.5 100.0 P4 Valid 1 2 Total Frequency 33 18 51 Percent 64.7 35.3 100.0 Valid Percent 64.7 35.3 100.0 Cumulative Percent 64.7 100.0 P5 Valid 1 2 Total Frequency 33 18 51 Percent 64.7 35.3 100.0 Valid Percent 64.7 35.3 100.0 Cumulative Percent 64.7 100.0 P6 Valid 1 2 Total Frequency 32 19 51 Percent 62.7 37.3 100.0 Valid Percent 62.7 37.3 100.0 Cumulative Percent 62.7 100.0 Pengetahuan Valid Baik Buruk Total Frequency 27 24 51 Percent 52.9 47.1 100.0 Valid Percent 52.9 47.1 100.0 Cumulative Percent 52.9 100.0 Pemberian PASI Frequency Valid Tidak Diberikan 29 Diberikan 22 Total 51 Percent Valid Percent 56.9 56.9 43.1 43.1 100.0 100.0 43 Cumulative Percent 56.9 100.0 Crosstabs Pengetahuan * Pemberian PASI Crosstabulation Pemberian PASI Tidak Diberika Diberikan n Pengetahuan Baik Count 22 5 Expected Count 15.4 11.6 % within 81.5% 18.5% Pengetahuan Buruk Count 7 17 Expected Count 13.6 10.4 % within 29.2% 70.8% Pengetahuan Total Count 29 22 Expected Count 29.0 22.0 % within 56.9% 43.1% Pengetahuan Chi-Square Tests Asymp. Sig. (2Exact Sig. Value df sided) (2-sided) a 14.177 1 .000 12.124 1 .000 Total 27 27.0 100.0% 24 24.0 100.0% 51 51.0 100.0% Exact Sig. (1-sided) Pearson Chi-Square Continuity Correctionb Likelihood Ratio 14.888 1 .000 Fisher's Exact Test .000 .000 Linear-by-Linear 13.899 1 .000 Association N of Valid Cases 51 a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 10.35. b. Computed only for a 2x2 table 44