II. TINJAUAN PUSTAKA A. UBI JALAR (Ipomoea batatas) 1. Ubi Jalar Secara Umum Menurut Badan Pusat Statistik (2009), produktivitas ubi jalar sejak tahun 2005 hingga 2009 mengalami peningkatan. Angka produktivitasnya berkisar antara 10.41-10.87 ton/ha. Pada tahun yang sama, produktivitas ubi jalar masih lebih rendah dari pada singkong (15.9-18.2 ton/ha), namun masih lebih tinggi dibandingkan dengan komoditas padi (4.57-4.94 ton/ha) dan jagung (3.45-4.11 ton/ha). Meski demikian ubi jalar memiliki masa panen yang lebih singkat dibandingkan komoditas-komoditas tersebut. Ubi jalar tergolong tanaman palawija. Ubi jalar memproduksi umbi pada akar. Klasifikasi lengkapnya adalah divisi Spermatophyta, subdivisi Angiospermae, kelas Dycotiledon, ordo Solonaceae, dan genus Ipomoea, (Nonnecke, 1989). Menurut Rukmana (1997), ubi jalar dapat beradaptasi luas terhadap lingkungan tumbuh karena daerah penyebarannya terletak pada 30°C LU-30°C LS. Daerah yang paling ideal untuk mengembangkan ubi jalar adalah daerah bersuhu antara 21°C-27°C, yang mendapat sinar matahari 11-12 jam/hari, kelembaban udara (RH) 50-60%, dengan curah hujan 750-1500 mm/tahun. Pertumbuhaan dan produksi yang optimal untuk usaha ubi jalar tercapai pada musim kemarau. Gambar buah ubi jalar dapat dilihat pada Gambar 1. Gambar 1. Ubi Jalar Merah (Ipomea batatas) 3 Warna kulit ubi jalar beraneka ragam, antara lain putih kotor, jingga, merah muda, dan ungu tua. Warna daging putih, krem, kuning, merah muda kekuning-kuningan, dan jingga tergantung jenis dan banyaknya pigmen yang dikandung. Pigmen yang terdapat pada ubi jalar adalah karotenoid dan antosianin (Kay, 1973). Ubi jalar efektif sebagai penghasil karbohidrat. Ubi jalar mampu menghasilkan 48.000 kal/ha/hari (Syarief, 1999). Selain sebagai sumber karbohidrat, ubi jalar merupakan sumber vitamin A dan C serta mineral kalsium, besi, dan fosfor. Namun kadar protein dan lemaknya relatif rendah, sehingga konsumsinya perlu didampingi oleh bahan pangan lain yang berprotein tinggi (Widodo dan Ginting, 2004). Komposisi kimia ubi jalar dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Komposisi kimia ubi jalar per 100 gram Komposisi Energi Jumlah 123 Kkal Karbohidrat 27.38 gram Protein 1.8 gram Lemak 0.7 gram Vitamin A 60-7700 SI Vitamin C 22 mg Kalsium 30 mg Fosfor 49 mg Fe 0.7 mg Air 68.5 % Sumber : Direktorat Gizi Depkes RI (1993) 2. Pasta Ubi Jalar Menurut Rimbawan (1976), pasta adalah produk emulsi yang bersifat plastis seperti mentega dan margarine. Pasta adalah pangan olahan yang berbentuk padat tetapi dapat dioleskan. Produk makanan dan minuman yang dapat dibuat dari pasta ubi jalar antara lain saus, selai, minuman, dan makanan pelengkap bayi. Umumnya pada pembuatan 4 produk tersebut, pembuatan pasta merupakan rangkaian proses yang tidak terpisahkan. Gambar Pasta Ubi Jalar merah dapat dilihat pada Gambar 2. Gambar 2. Pasta Ubi Jalar Merah Teknologi proses produksi pasta ubi jalar yang telah diterapkan pada skala industri meliputi penyortiran, pencucian dengan brusher, penirisan (seasoning), pemasakan 1-2 jam daalam oven, pengupasan kulit, penggilingan serta pemadatan (Rambonang et al., 1999) 3. Karoten Ubi Jalar Karotenoid adalah suatu pigmen alami berupa zat warna kuning sampai merah yang memiliki struktur alifatik atau alisiklik yang tersusun oleh 8 unit isopren, 4 gugus metil dan selalu terdapat ikatan ganda terkonyugasi diantara gugus metal tersebut. Dari fungsinya, karotenoida dapat dibagi menjadi dua golongan yaitu yang bersifat nutrisi aktif, seperti beta karoten dan non nutrisi aktif seperti fucosantin, neosantin, dan violasantin (Tan, 1985). Karotenoida dapat berperan sebagai antioksidan karena struktur molekulnya mempunyai ikatan ganda yang sangat mudah mengalami oksidasi secara acak menurut kinetika reaksi ordo pertama. Selain berfungsi sebagai pigmen dan antioksidan beberapa karoten juga berperan sebagai provitamin A. Karotenoida yang umum dikenal sebagai provitamin A adalah β-karoten, α-karoten, dan γ-karoten yang memiliki aktivitas vitamin A berturut-turut 100%, 50-54%, dan 42-50%. Bentuk 5 trans dari karoten mempunyai derajat aktivitas vitamin A yang lebih tinggi dibandingkan dengan bentuk cis (Iwasaki dan Murakhosi, 1992). Ubi jalar mengandung vitamin A dalam bentuk provitamin A mencapai 7000 IU/100g (Damarjati et al., 1994). Faktor utama yang mempengaruhi karoten selama pengolahan pangan dan penyimpanan adalah oksidasi oleh oksigen udara dan perubahan struktur oleh panas. Karotenoid memiliki ikatan ganda sehingga sensitif terhadap oksidasi. Oksidasi karoten dipercepat dengan adanya cahaya, logam, panas, peroksida, dan bahan pengoksida lainnya. Panas akan mendekomposisi karoten dan mengakibatkan perubahan stereoisomer. Pemanasan sampai dengan suhu 60oC tidak mengakibatkan dekomposisi karoten tetapi dapat terjadi perubahan stereoisomer. Karotenoida akan menurun drastis pada suhu sekitar 180oC-210oC (Bauernfeind et al., 1981) B. BAHAN PENYUSUN ES PUTER Es puter merupakan salah satu frozen food product dan sering diidentikkan dengan es krim. Perbedaan es puter dengan es krim terdapat pada bahan baku dan proses pembuatannya. Sumber lemak yang digunakan pada es puter berasal dari santan kelapa. Es puter tidak menggunakan susu dan diproses secara manual. Namun pada prinsipnya teori-teori yang digunakan untuk es krim dapat diterapkan untuk es puter. 1. Santan Kelapa Kelapa merupakan salah satu komoditi perkebunan yang penting bagi Indonesia di samping kakao, lada, dan vanili. Salah satu bentuk olahan kelapa yang banyak digunakan masyarakat adalah santan kelapa. Kekhasan rasanya belum dapat digantikan oleh bahan manapun. Santan merupakan cairan yang diperoleh dari perasan kelapa parutan kering (Satoto, 1999). Hasil ekstraksi santan dipengaruhi oleh cara pemerasannya. Pemerasan dengan tangan dapat diekstrak santan sebanyak 52.9%, dengan waring blender sebanyak 61%, dengan kempa hidrolik 6 (6000 psi) sebanyak 70.3%, serta dengan kombinasi ketiganya dapat diperoleh ekstrak santan sebanyak 72.5% (Dachlan, 1984). Komposisi kimia santan kelapa bervariasi tergantung pada varietas lokasi tumbuh, cara budidaya, kematangan buah, dan metode ekstraksi, seperti jumlah penambahan air dan suhu ekstraksi. Menurut Seow dan Gwee (1997), komposisi kimia santan kelapa yang diekstraksi tanpa penambahan air terdiri atas protein 2.6-4.4%, lemak 32-40%, air 50-54%, dan abu 1-1.5%. Komposisi ekstrak santan kelapa pada tingkat penambahan air yang berbeda dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Komposisi Ekstrak Santan Kelapa pada Tingkat Penambahan Air yang Berbeda Ekstraksi dengan Air (27-30°°C) Proporsi Air : Kelapa %Air %Lemak °Brix 0:4 45.1 43.5 11.6 1:4 62.6 25.6 8.9 2:4 76.3 18.6 5.7 3:4 77.9 15.9 4.0 4:4 78.7 14.9 3.8 Sumber : Seow dan Gwee (1997) Menurut Davide (1985), santan kelapa seperti juga susu sapi, merupakan emulsi minyak dalam air. Dalam sistem tersebut, butiran minyak yang dilapisi oleh protein, fosfolipid dan substansi film, terdispersi dalam larutan protein. Santan secara alami mengandung emulsifier, Balasubramaniam dan Sihotang (1979) menemukan suatu emulsifier alami pada santan yaitu fosfolipid yang jumlahnya 0.27 g per 100 g daging buah kelapa. Menurut Woodroof (1979), protein kelapa juga memegang peranan penting sebagai emulsifier pada emulsi santan. Diketahui bahwa lebih dari 90 persen protein daging kelapa dapat diklasifikasikan sebagai albumin dan globulin. 7 Santan mempunyai titik awal koagulasi pada suhu 80.9°C dan sama sekali menggumpal pada suhu 85°C. Oleh karena itu proses pasteurisasi santan dilakukan di bawah suhu koagulasi (Djatmiko, 1983). 2. Gula dan Garam Gula (sukrosa) memiliki peranan penting dalam teknologi pangan karena fungsinya yang beraneka ragam, yaitu sebagai pemanis, pembentuk, tekstur, pengawet, pembentuk citarasa, sebagai bahan pengisi, pelarut, dan sebagai bahan pembawa trace element. Menurut Marshall dan Arbuckle (2000), gula sebagai bahan pemanis pada produk es krim dan sejenisnya mengandung sekitar 99.9% padatan, sangat mudah larut dan berdensitas 1.595 g/cc. Pada produk-produk es krim dan sejenisnya, gula menurunkan titik beku sehingga masih terdapat air yang tidak membeku pada suhu penyajian es krim, yaitu sekitar –150C hingga -180C. Gula mengikat air dan memberi cita rasa pada produk es krim dan sejenisnya. Penambahan selain dapat mengikat air juga dapat meningkatkan cita rasa. Beberapa faktor yang dapat dijadikan pertimbangan dalam menentukan kadar bahan pemanis dalam adonan antara lain : (1) konsentrasi gula dalam adonan; (2) kadar total padatan dari adonan; (3) pengaruh jenis gula pada karakterisktik produk seperti titik beku, viskositas dan pembuihan; (4) konsentrasi pemanis jenis lain yang ada dalam adonan; (5) tingkat kemanisan dari jenis gula yang digunakan. Konsentrasi gula yang dapat ditambahkan dalam adonan es krim berkisar antara 12 – 20%, tetapi yang umum digunakan adalah 14 – 16% (Arbuckle, 1986). 3. Bahan Penstabil (Stabilizer) Air pada es krim tidak selamanya membeku. Penstabil dapat mengikat air dan mengurangi sebanyak mungkin perubahan fase dari es menjadi air dan dari air menjadi es. Fungsi utama dari penggunaan bahan penstabil adalah mengikat air dan menghasilkan kekentalan yang tepat 8 untuk membatasi pembentukan Kristal es dan krital laktosa, terutama selama selama suhu penyimpanan berfluktuasi. Selain itu dapat memberikan udara kepada adonan selama pembekuan, meningkatkan kekuatan bentuk es krim, tekstur serta berpengaruh terhadap suhu leleh pada produk (Wong et al., 1988). Jumlah dan jenis bahan penstabil dalam es krim bervariasi tergantung komposisi adonan, waktu pembentukan, suhu dan tekanan. Penstabil yang biasanya digunakan dalam pembuatan es krim adalah sebanyak 0,1%-0,5% (Marshall dan Arbuckle, 2000). 4. Emulsifier Bahan pengemulsi ditambahkan dalam es krim untuk menghasilkan adonan yang merata, memperbaiki tekstur, serta untuk meratakan distribusi udara dalam tekstur es krim. Fungsi bahan pengemulsi di dalam es krim adalah menambah kekompakan tekstur dan membuat es krim lebih kering pada saat dikeluarkan dari freezer, mengurangi laju pelelehan atau tahan terhadap perubahan suhu yang mendadak, membantu dispersi dan aglomerasi lemak, membentuk tekstur yang halus, dan memberikan kesan tidak terlalu dingin di mulut pada saat dimakan. Dua tipe emulsifier yang banyak digunakan pada pembuatan es krim adalah: (1) mono- dan gliserida dan (2) turunan polioksietilena dari alkohol heksahidrik (umumnya sorbitol), glikol dan ester glikol (Marshall dan Arbuckle, 2000). Monogliserida dapat meningkatkan dispersi lemak dan daya pembuihan serta berpengaruh nyata pada pembentukan struktur yang kokoh dan kecepatan leleh dari produk es krim. C. ANALISIS FINANSIAL Suatu usaha diadakan tentulah dengan maksud agar usaha itu dapat memberikan keuntungan atau manfaat. Oleh karena itu dalam setiap perencanaan usaha harus selalu dipertimbangkan dan dihitung apakah usaha yang akan dilaksanakan itu menguntungkan atau tidak. Pengertian menguntungkan bagi perorangan atau swasta adalah keuntungan finansial, 9 sedangkan pengertian menguntungkan pada usaha pemerintah adalah manfaat yang mungkin berupa keuntungan ekonomi, sosial, keamanan, atau politis. Beberapa faktor yang sering menjadi pertimbangan kelayakan suatu usaha adalah kelayakan teknis, kelayakan ekonomis-finansial, kelayakan hukum dan sosial, kelayakan lingkungan, dan kelayakan keamanan (Soesarsono, 2003). Dalam melakukan studi peluang, aspek keuangan merupakan faktor yang menentukan, artinya betapapun aspek-aspek lain mendukung namun kalau tidak tersedia dana hanya sia-sia belaka. Aspek keuangan berkaitan dengan bagaimana menentukan kebutuhan jumlah dana dan sekaligus pengalokasiannya serta mencari sumber dana yang bersangkutan secara efisien, sehingga memberikan tingkat keuntungan yang menjanjikan bagi investor. Beberapa faktor pada analisis finansial yang umum digunakan untuk menguji kelayakan suatu usaha terutama berkisar pada perkiraan biaya investasi, perkiraan biaya operasi dan pemeliharaan, kebutuhan modal kerja, sumber pembiayaan, waktu, dan perkiraan pendapatan (Ibrahim, 2003). Untuk dapat menentukan apakah suatu usaha investasi dapat dikatakan layak diperlukan teknik-teknik kriteria penilaian investasi yang didasarkan pada estimasi aliran kas yang bersangkutan. Selain itu juga dapat menggunakan analisis Break Event Point (BEP) serta analisis sensitivitas untuk melengkapi analisis kriteria investasi tersebut. 1. Net Present Value (NPV) Net Present Value adalah selisih antara nilai sekarang dari investasi dengan nilai sekarang dengan penerimaan kas-kas bersih (operasional maupun terminal cash flow) di masa yang akan datang (Husnan dan Muhammad, 2000). Untuk menghitung nilai sekarang perlu ditentukan terlebih dahulu tingkat bunga yang dianggap relevan. Tingkat bunga tersebut dapat diperoleh dengan memelihara tingkat bunga pinjaman jangka panjang yang berlaku di pasar modal atau dengan menggunakan tingkat bunga pinjaman yang harus dibayar oleh pemilik usaha. 10 Rumus untuk menghitung NPV adalah sebagai berikut : NPV 1 r Keterangan : -A0 = Pengeluaran investasi pada tahun ke-0 At = Aliran kas masuk pada tahun ke-t r = Tingkat suku bunga pada periode ke-i t = Periode investasi (t=0,1,2….n) n = Jumlah tahun (usia) usaha Berdasarkan kriteria finansial bila NPV>0 maka usaha dinyatakan layak, jika NPV = 0 maka usaha mengembalikan Sosial Oportunity Cost of Capital, dan jika NPV<0 maka usaha tidak layak. 2. Internal Rate of Return (IRR) IRR merupakan tingkat bunga (discount factor) yang dapat menyamakan antara present value proceed dengan present value investasi IRR menggambarkan tingkat laju pengurangan, sehingga pendapatan (cash inflows) sama dengan pengeluaran (outflows), atau dengan kata lain merupakan nilai kini pendapatan dari usaha sama dengan besar modal yang ditanam (Soesarsono, 2003). Menurut Umar (1997), IRR merupakan metode yang digunakan untuk mencari tingkat bunga yang menyamakan nilai sekarang dari arus kas yang diharapkan di masa yang akan datang atau penerimaan kas dengan pengeluaran investasi awal. IRR dapat dikatakan sebagai tingkat bunga tertentu yang menyebabkan nilai NPV sama dengan nolsehingga nilai sekarang dari aliran uang yang masuk sama dengan nilai sekarang dari uang yang keluar (Sutojo, 1993). Untuk itu digunakan cara perhitungan “trial and error”, artinya tetapkan nilai diskonto yang dikenal dengan DF atau discount factor yang kira-kira berada diatas dan dibawah 11 tingkat bunganya. Tabel yang digunakan untuk perhitungan IRR sama dengan tabel untuk perhitungan NPV, hanya saja menggunakan beberapa nilai DF yang masing-masing dicoba sampai nilai NPV = 0. Rumus untuk menghitung IRR adalah sebagai berikut : i !"# 3. Net Benefit Cost Rasio (Net B/C) Net Benefit Cost Rasio merupakan perbandingan antara net benefit yang telah di discount positif (+) dengan net benefit yang telah di discount negatif (-) (Ibrahim, 2003). Untuk menghitung Net B/C, present value (PV) setiap tahun selama umur usaha harus diketahui. PV merupakan nilai net cash flow (NCF) yang dikalikan dengan discount factor (DF). Dimana net cash flow atau aliran kas bersih merupakan hasil pengurangan nilai manfaat (benefit) dengan nilai biaya (cost). Rumus untuk menghitung DF adalah : $%&'()* +,&*'- $+ Keterangan : i = Discount rate (Tingkat bunga) t = Tahun yang sedang berjalan 1 1 Nilai Net B/C dihitung dari perbandingan jumlah semua PV yang positif dengan semua PV negatif. Rumus untuk menghitung nilai Net B/C dapat dinyatakan sebagai berikut : .* ∑ / ∑ 2!"# 0 Apabila Net B/C≥1, maka usaha tersebut dianggap layak untuk dilaksanakan, namun apabila Net B/C < 1, maka usaha tersebut dianggap tidak layak untuk dilaksanakan. 12 4. Payback Periode (PBP) PBP merupakan waktu yang dibutuhkan untuk mengembalikan suatu invetasi dari sejumlah modal yang ditanamkan (Umar, 2005). Lama pengembalian modal bergantung pada besar modal dan nilai B/C usaha yang bersangkutan. Makin tinggi nilai B/C yang ada, relatif makin cepat pula modal kembali. Umumnya usaha yang memiliki modal besar memerlukan waktu yang relatif lama. Rumus untuk menghitung PBP adalah : 3 / ) /4 04 Keterangan : n = Periode investasi pada saat nilai kumulatif Bt-Ct negatif terakhir m = Nilai kumulatif Bt-Ct negatif terakhir Bn+1 = Nilai sekarang penerimaan sosial bruto pada tahun n+1 Cn+1 = Nilai sekarang biaya sosial bruto pada tahun n+1 5. Break Event Point (BEP) Dalam suatu perencanaan dan juga praktek yang sesungguhnya ingin juga diketahui hubungan antara biaya, penjualan, dan laba. Laba sangat bergantung pada tingkat produksi atau tingkat penjualan yang dicapai dihubungkan dengan besar biaya yang dikeluarkan. Kapan atau pada kapasitas produksi atau pada volume usaha berapa akan dicapai keadaan tidak rugi atau tidak untung yang dikenal dengan istilah titik impas atau BEP (Soesarsono, 2003). Break Event Point (BEP) adalah titik keseimbangan antara total penerimaan dan total pengeluaran (Ibrahim, 2003). 13 Rumus untuk menghitung BEP adalah: /56(,)**,% /,7, 8.*,9 :,-;, 9.)<(,=,)/()* /,7, ,-,?.=/()* /5.)<(,=,) /,7, 8.*,9 /,7, ,-,?.= 1 8'*,= .).-3,,) 6. Analisis Sensitivitas Analisis sensitivitas dilakukan untuk mengantisipasi terjadinya suatu kesalahan pendugaan suatu nilai biaya atau manfaat, dan kemungkinan terjadinya perubahan suatu unsur harga pada saat usaha tersebut dilaksanakan. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam melakukan analisis sensitivitas, antara lain adanya cost overrun, misalnya kenaikan biaya konstruksi, perubahan dalam perbandingan harga terhadap tingkat harga umum, umpamanya penurunan harga jual, dan mundurnya jadwal pelaksanaan usaha (Pramudya dan Dewi, 1992). Perhitungan untuk analisis sensitivitas umumnya didasarkan atas kenaikan harga satu komponen biaya terbesar, seperti bahan baku. Untuk itu perlu dihitung berapa besar dampaknya terhadap beban biaya produksi untuk setiap kenaikan atas harga bahan baku. Tingkat kenaikan harga satuan bahan baku akan menyebabkan nilai NPV, IRR, dan PBP tidak lagi meyakinkan keuntungan, maka pada titik itulah usaha tersebut tidak lagi layak. Selain itu, perlu juga dihitung setiap penurunan harga jual satuan produk jadi terhadap keuntungan yang akan diperoleh. Melalui analisis ini dapat diketahui seberapa jauh usaha tetap layak jika terjadi perubahanperubahan terhadap parameter-parameter tertentu. D. Nilai Tambah Produk Kegiatan agroindustri merupakan bagian integral dari pembangunan sector pertanian. Efek agroindustri mampu mentransformasikan produk primer ke produk olahan sekaligus budaya kerja bernilai tambah rendah menjadi budaya kerja industrial modern yang menciptakan nilai tambah tinggi 14 (Suryana, 2005). Menurut Sudiyono (2004), nilai tambah dapat dilihat dari dua sisi, yaitu nilai tambah pengolahan dan nilai tambah pemasaran. Nilai tambah untuk pengolahan dipengaruhi oleh faktor teknis meliputi kapasitas produksi, jumlah bahan baku, dan tenaga kerja serta faktor pasar yang meliputi harga output, harga bahan baku utama, upah tenaga kerja, dan harga bahan baku lain selain bahan baku utama. Besarnya nilai tambah suatu hasil pertanian karena proses pengolahan adalah pengurangan biaya bahan baku dan input lainnya terhadap nilai produk yang dihasilkan, tidak termasuk tenaga kerja. Bisa dikatakan nilai tambah merupakangambaran imbalan bagi tenaga kerja, modal, dan manajemen. 15