Jurnal Ilmiah Mahasiswa Ekonomi Manajemen Vol. 1, No. 1, November 2016: 183-201 PENGARUH EXPERIENTIAL MARKETING TERHADAP MINAT BELI ULANG YANG DIMEDIASI OLEH KEPUASAN PADA KONSUMEN CAFÉ SOCOLATTE DI KABUPATEN PIDIE JAYA, ACEH MALAHAYATI1, SORAYANTI UTAMI2 1,2) Jurusan Manajemen, Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Syiah Kuala e-mail: [email protected] ABSTRACT This study aims to determine the influence of dimension experiential marketing to the repurchase intention in customer satisfaction through customer satisfaction Cafe Socolatte in Pidie Jaya, Aceh. The study included 115 samples to people who meet the criteria.. The analytical method used is Structural Equation Modeling (SEM) with program Warp-PLS. The results showed that the dimension of experiential marketing significantly influence the repurchase intention. experiential marketing have a significant effect on satisfaction. Satisfaction significantly influence the repurchase intention later results also showed that satisfaction fully mediates the influence of experiential marketing to the repurchase intention. Keywords: Experiential marketing, Repurchase intention , Satisfaction , Cafe. PENDAHULUAN Di era yang penuh persaingan yang pesat ini menuntut perusahaan untuk lebih kompetitif dalam meniti usaha. Perusahaan perlu melakukan perubahan terhadap strategi dalam melayani konsumen, sehingga mendapatkan kepercayaan dan loyalitas dari konsumen. Mempertahankan pelanggan tidaklah mudah, perusahaan harus memiliki ide kreatif dan berbeda dari pesaingnya agar memberikan dampak positif terhadap bisnis yang sedang maupun yang telah lama dijalankan. Barang atau jasa yang dihasilkan perusahaan bertujuan untuk memberikan dan menghasilkan sesuatu yang dapat memenuhi keinginan maupun kebutuhan konsumen. Sehingga keberhasilan perusahaan untuk berkembang dan mendapatkan kepercayaan serta kesetiaan para konsumen. Ada beberapa hal yang harus diperhatikan oleh perusahaan yaitu kepuasan pelanggan dan minat beli ulang konsumen terhadap produk yang dihasilkan oleh perusahaan. Menurut Kotler (2008), kepuasan pelanggan adalah tingkat perasaan 183 Jurnal Ilmiah Mahasiswa Ekonomi Manajemen Vol. 1, No. 1, November 2016: 183-201 seseorang setelah membandingkan kinerja atau hasil yang ia rasakan dibandingkan dengan harapan. Perusahaan perlu memonitor dan meingkatkan kepuasan pelanggannya karena makin tinggi kepuasan pelanggan, berarti makin besar pula kemungkinan pelanggan tetap setia. Setiap perusahaaan harus mampu memperhatikan faktor-faktor utama yang dapat mempengaruhi tingkat kepusan konsumen seperti misal tingkat kepuasan produk maupun harga yang harus dikorbankan untuk mendapatkan produk tersebut (Kartajaya, 2006). Dalam hal kepuasan pelanggan untuk membeli produk, konsumen mempunyai banyak pertimbangan terhadap alternatif pilihan merek yang tentunya bisa memenuhi kebutuhan dan keinginannya. Dalam hal ini perusahaan harus memperhatikan strategi marketing yang digunakan. Salah satu konsep marketing yang dapat mempengaruhi persepsi dan emosi konsumen adalah melalui experiential marketing, dimana pemasaran bukan hanya sekedar memberikan informasi dan juga peluang pada konsumen untuk memperoleh keuntungan tetapi juga dapat membangkitkat emosi dan perasaan yang berdampak terhadap pada penjualan perusahaan ( Andreani, 2007) Menurut Andreani (2007:20) experiential marketing merupakan sebuah pendekatan dalam marketing yang sebenarnya telah dilakukan sejak zaman dulu hingga sekarang oleh pemasar. Pendekatan ini dinilai sangat efektif karena sejalan dengan perkembangan jaman dan teknologi, para pemasar lebih menekankan diferensiasi produk untuk membedakan produknya dengan produk kompetitor. Experiential marketing banyak di terapkan di beberapa lingkungan bisnis untuk menarik konsumen dengan menawarkan berbagai produk menarik dan berkualitas. Aceh merupakan suatu daerah yang kaya akan budaya dan ragam makanannya, oleh karena itu banyak terdapat jenis makanan dari tiap- tiap daerah Aceh itu sendiri. Aceh juga memproduksi coklat, coklat ini banyak di temukan di Pidie Jaya, sejak dulu Pidie Jaya sudah terkenal dengan kabupaten penghasil kakao di aceh, terlebih lagi tempat dan letaknya yang strategis dengan kebun-kebun yang luas serta mayoritas penduduknya adalah petani, Socolatte adalah produk makanan berbahan dasar coklat asli Aceh yang berlokasi di Kabupaten pidie Jaya Provinsi Aceh. Usaha coklat merk Socolatte di Pidie Jaya 184 Jurnal Ilmiah Mahasiswa Ekonomi Manajemen Vol. 1, No. 1, November 2016: 183-201 Aceh terus berkembang setiap tahunnya dengan produk unggulan Chocolate bar (termasuk chunky bar), Cocoa butter, Cocoa powder, dan Chocolate milk. Sejak tahun 2003 salah satu pemilik kebun coklat di Pidie Jaya, Aceh merintis usaha Café Socolatte. Socolatte merupakan produk coklat olahan perdana di Aceh. Bahan baku juga dipetik dari hasil kebun petani Aceh. Produk Socolatte ini mulai diproduksi sejak tahun 2010 dan proses pengolahannya dilakukan langsung petani- petani yang telah berpengalaman tentang kakao mulai dari budidaya hingga pengolahan coklat itu sendiri. Hal ini memberikan keunikan sendiri bagi Café Socolatte, dengan memproduksi hasil coklat olahan sendiri membuat konsumen ingin mencari tahu dan ingin mengunjungi café tersebut sehingga membuat konsumen atau pelanggan tertarik dengan coklat Aceh. KAJIAN KEPUSTAKAAN Minat Beli Ulang Gunarso (2005) mengartikan bahwa minat adalah sesuatu yang pribadi dan berhubungan dengan sikap, individu yang berminat terhadap suatu obyek akan mempunyai kekuatan atau dorongan untuk melakukan serangkaian tingkah laku untuk mendekati atau mendapatkan obyek tersebut. Menurut Engel, Blackwell, dan Miniard (2012) minat beli ulang adalah “a specific type of purchase intentions is repurchase intentions, which reflect whether we anticipate buying the same product or brand again”. Penjelasan tersebut mengatakan bahwa bentuk spesifik dari niat pemebelian adalah niat pembelian ulang, yang mencerminkan harapan untuk membeli ulang produk atau merek yang sama. Kepuasan Menurut Zeithaml dan Bitner (2005) dalam Perilaku konsumen, kepuasan konsumen merupakan konsumen yang merasa puas pada produk/jasa yang dibeli dan digunakannya akan kembali menggunakan jasa/produk yang ditawarkan. Menurut Kotler (2005), kepuasan adalah sejauh mana suatu tingkatan produk dipersepsikan sesuai dengan harapan pembeli. Dalam buku perilaku konsumen, kepuasan konsumen diartikan sebagai suatu keadaan di mana harapan konsumen 185 Jurnal Ilmiah Mahasiswa Ekonomi Manajemen Vol. 1, No. 1, November 2016: 183-201 terhadap suatu produk sesuai dengan kenyataan yang diterima oleh konsumen. Jika produk tersebut jauh di bawah harapan, konsumen akan kecewa. Sebaliknya, jika produk tersebut memenuhi harapan, konsumen akan puas. Harapan konsumen dapat diketahui dari pengalaman mereka sendiri saat menggunakan produk tersebut, informasi dari orang lain, dan informasi yang diperoleh dari iklan atau promosi yang lain (Mamang, Etta S dan Sopiah, 2013). Experiential Marketing Experential marketing menurut ( Schmitt dalam Amir Hamzah 2007:22 ) menyatakan bahwa pemasar menawarkan produk dan jasanya dengan merangsang unsur-unsur emosi konsumen yang menghasilkan berbagai pengalaman bagi konsumen. Dengan adanya experiential marketing, pelanggan akan mampu membedakan produk dan jasa yang satu dengan lainnya karena mereka dapat merasakan dan memperoleh pengalaman secara langsung melalui lima pendekatan (sense, feel, think, act, relate), baik sebelum maupun ketika mereka mengkonsumsi sebuah produk atau jasa. (Andreani, 2007:11). Sense Marketing Menurut Schmitt (2007:23) sense marketing merupakan tipe experience yang muncul untuk menciptakan pengalaman panca indera melalui mata, telinga, kulit, lidah dan hidung. Sedangkan menurut Kartajaya (2007:24) Sense marketing merupakan salah satu cara untuk menyentuh emosi konsumen melalui pengalaman yang dapat diperoleh konsumen lewat panca indera (mata, telinga, lidah, kulit, dan hidung) yang mereka miliki melalui produk dan service. Feel Marketing Menurut Schmitt (2007:23) feel marketing ditujukan terhadap perasaan dan emosi konsumen dengan tujuan mempengaruhi pengalaman yang dimulai dari suasana hati yang lembut sampai dengan emosi yang kuat terhadap kesenangan dan kebanggaan. Sedangkan menurut Kartajaya (2004:164) feel adalah suatu perhatian – perhatian kecil yang ditunjukan kepada konsumen dengan tujuan untuk menyentuh emosi pelanggan secara luar biasa. 186 Jurnal Ilmiah Mahasiswa Ekonomi Manajemen Vol. 1, No. 1, November 2016: 183-201 Think Marketing Think marketing merupakan tipe experience yang bertujuan untuk menciptakan kognitif, pemecahan masalah yang mengajak konsumen untuk berfikir kreatif (Schmitt dalam Amir Hamzah,2007:23). Menurut Kartajaya (2004:164) think marketing adalah salah satu cara yang dilakukan oleh perusahaan untuk membawa komoditi menjadi pengalaman (experience) dengan melakukan customization secara terus menerus. Act Marketing Act marketing merupakan tipe experience yag bertujuan untuk mempengaruhi perilaku, gaya hidup dan interaksi dengan konsumen (Schmitt dalam Amir Hamzah,2007:23). Act marketing adalah salah satu cara untuk membentuk persepsi pelanggan terhadap produk dan jasa yang bersangkutan (Kartajaya,2004:164). Act marketing untuk menciptakan pengalaman konsumen dalam hubungannya dengan physical body, lifestyle, dan interaksi dengan orang lain. Act marketing ini memberikan pengaruh positif terhadap loyalitas pelanggan. Relate Marketing Relate marketing merupakan tipe experience yang digunakan untuk memengaruhi pelanggan dan menggabungkan seluruh aspek, sense, feel, think, dan act serta menitik beratkan pada penciptaan persepsi positif dimata pelanggan (Schmitt dalam Amir Hamzah,2007:23). Relate menghubungkan pelanggan secara individu dengan masyarakat, atau budaya. Relate menjadi daya tarik keinginan yang paling dalam bagi pelanggan untuk pembentukan self-improvement, status socio-economic, dan image. Relate campaign menunjukkan sekelompok orang yang merupakan target pelanggan dimana seorang pelanggan dapat berinteraksi, berhubungan, dan berbagi kesenangan yang sama Rini (2009:17) . 187 Jurnal Ilmiah Mahasiswa Ekonomi Manajemen Vol. 1, No. 1, November 2016: 183-201 Pengaruh Experieintial Marketing terhadap Minat Beli Ulang pada Konsumen Café Socolatte di Kabupaten Pidie Jaya, Aceh Berdasarkan rujukan dari jurnal dan skripsi, peneliti mendapatkan gambaran mengenai variable experiential marketing dan kepuasan . Jurnal Ming (2010) meneliti adanya pengaruh experiential marketing terhadap kepuasan. Dengan adanya pengalaman sebelumnya, maka konsumen akan merasakan kepuasan pasca merasakan produk atau jasa tersebut. Berdasarkan uraian diatas maka hipotesis penelitian ini adalah : H1: Experieintial marketing berpengaruh terhadap minat beli ulang pada konsumen Café Socolatte di Kabupaten Pidie Jaya, Aceh. Pengaruh Experieintial Marketing terhadap Kepuasan pada Konsumen Café Socolatte di Kabupaten Pidie Jaya, Aceh Jurnal Ming (2010) meneliti adanya pengaruh experiential marketing terhadap kepuasan konsumen. Dengan adanya pengalaman sebelumnya, maka konsumen akan measakan kepuasan pasca merasakan produk atau jasa tersebut. Experiential marketing adalah suatu aktivitas untuk melakukan antisipasi, pengelolaan dan pencapaian kepuasan konsumen melalui proses pertukaran yang merupakan peristiwa-peristiwa pribadi yang terjadi sebagai tanggapan atau beberapa stimulus. Berdasarkan uraian diatas maka hipotesis penelitian ini adalah: H2: Experieintial marketing berpengaruh terhadap kepuasan pada konsumen Café Socolatte di Kabupaten Pidie Jaya, Aceh Pengaruh Kepuasan terhadap Minat Beli Ulang pada Konsumen Cafe Socolatte di Kabupaten Pidie Jaya, Aceh Oliver (1993) mengatakan bahwa di dalam banyak penelitian, banyak yang membahas kepuasan konsumen terlihat adanya hubungan yang positif antra kepuasan konsumen dengan pembelian ulang, dimana apabila konsumen memperoleh kepuasan atas suatu produk atau jasa yang dikonsumsi, maka konsumen tersebut cenderung untuk melakukan pembelian ulang. Yang meneliti (2009) meneliti tentang kepuasan konsumen yang menunjukkan arah yang positif antara experieintial marketing sebelumnya terhadap tingkat kepuasan. Dengan adanya pengalaman terhadap pembelian sebelumnya 188 Jurnal Ilmiah Mahasiswa Ekonomi Manajemen Vol. 1, No. 1, November 2016: 183-201 kemungkinan hanya sedikit ketidksesuaian antara harapan dan kinerja serta kemungkinan kecil terhadap ketidakpuasan. Dari definisi-definisi seperti yang sudah dijabarkan sebelumnya, minat beli ulang diartikan sebagai keputusan konsumen untuk melakukan pembelian kembali suatu produk atau jasa berdasarkan apa yang telah diperoleh dari perusahaan yang sama. Berdasarkan uraian diatas maka hipotesis penelitian ini adalah : H3: Kepuasan berpengaruh terhadap minat beli ulang pada konsumen Café Socolatte di Kabupaten Pidie Jaya, Aceh Pengaruh Experieintial Marketing Terhadap Minat Beli Ulang Melalui Kepuasan pada Konsumen Café Socolatte di Kabupaten Pidie Jaya, Aceh Menurut Hazlett pelanggan yang tidak mempunyai kesempatan memperoleh pengalaman nyata/langsung dalam menggunakan produk tidak akan menghargai mengapa produk yang satu lebih baik dari yang lain. Menurut Wong (2005, p.11), pengalaman merupakan sebuah alat yang membedakan produk atau jasa. Experiential marketing adalah suatu konsep pemasaran bertujuan untuk membentuk pelanggan-pelanggan yang loyal dengan menyentuh emosi mereka dan memberikan suatu feeling yang posiitif terhadap produk dan service (kertajaya, 2005). Berdasarkan uraian diatas maka hipotesis penelitian ini adalah : H4: Experieintial marketing berpengaruh terhadap minat beli ulang melalui kepuasan pada konsumen Café Socolatte di Kabupaten Pidie Jaya, Aceh Gambar 1. Model Kerangka Penelitian METODE PENELITIAN 189 Jurnal Ilmiah Mahasiswa Ekonomi Manajemen Vol. 1, No. 1, November 2016: 183-201 Populasi dan Sampel Populasi dari penelitian ini adalah Konsumen café socolatte di Kabupaten Pidie Jaya, Aceh. Sampel adalah suatu bagian dari populasi tertentu yang menjadi perhatian (Suharyadi dan Purwanto,2003:323). Teknik pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah purposive sampling method. (Suharyadi dan Purwanto,2003:332) Metode Analisis Data Analisis data dan pengujian hipotesis dalam penelitian ini menggunakan metode Structural Equation Model-Partial Least Square (SEM-PLS) dengan program WarpPLS 5.0. Model persamaan struktural (SEM) merupakan suatu teknik analisis multivariate yang menggabungkan analisis faktor dan analisis jalur sehingga memungkinkan peneliti untuk menguji dan mengestimasi secara simultan hubungan antar variabel eksogen (independen) dan endogen (dependen) multiple dengan banyak faktor (Sholihin & Ratmono, 2013). SEM dibagi menjadi dua tipe, yaitu Covarian-Based Structural Equation Model (CB-SEM) dan Partial Least Square-Structural Equation Model (PLS-SEM). HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Uji Reliabilitas Penggunaan item-item pertanyaan sebagai indikator dari data variabel penelitian mensyaratkan adanya suatu pengujian konsistensi melalui uji reliabilitas, sehingga data yang digunakan tersebut benar-benar dapat dipercaya atau memenuhi aspek kehandalan untuk dianalisis lebih lanjut. Uji reliabilitas dalam penelitian ini menggunakan dua ukuran reliabilitas instrumen penelitian yaitu composite reliability dan cronbach’s alpha. Composite reliability harus bernilai di atas 0,70 (Chin W., 1998) dan cronbach’s alpha di atas 0,60. Ukuran reliabilitas dianggap handal berdasarkan pada koefisien alpha 0,60 (Malhorta, 2005). Uji ini dilakukan hanya sekali pada masing-masing variabel. Jika derajat kehandalan data lebih besar dari koefisien alpha (α), maka hasil pengukuran dapat dipertimbangkan sebagai alat ukur dengan tingkat ketelitian dan konsistensi pemikiran yang baik. Tabel 1. Hasil Uji Reliabilitas No. Variabel Jumlah Item Composite 190 Cronbach’s Keterangan Jurnal Ilmiah Mahasiswa Ekonomi Manajemen Vol. 1, No. 1, November 2016: 183-201 Reliability 0,870 0,856 0,778 0,853 0,831 0,828 0,838 1. Sense 5 2. Feel 5 3. Think 5 4. Act 4 5. Relate 4 6. Minat Beli Uang 3 7. Kepuasan 2 Sumber: Output WarpPLS 5.0, 2016. Alpha 0,812 0,664 0,573 0,742 0,592 0,720 0,710 Handal Handal Handal Handal Handal Handal Handal Dapat dilihat bahwa composite reliability telah memenuhi syarat, begitu pula nilai cronbach’s alpha telah sesuai dengan kriteria. Dengan demikian seluruh pertanyaan yang digunakan dalam variabel penelitian ini dapat dikatakan reliabel karena telah memenuhi kredibilitas standar cronbanch’s alpha dengan nilai alpha yang lebih dari 0,60 dan composite reliability di atas 0,70. Evaluasi Outer Model Konstruk Formatif Evaluasi outer model untuk konstruk dimensi experiential marketing yang diukur secara formatif adalah setiap indikator bernilai signifikan (p value < 0,05) dan tidak ada multikolinearitas yang dapat diketahui dari nilai Variance Inflation Factor (VIF). Dalam analisis SEM-PLS batasan nilai VIF adalah 2,5 (Kock, 2013; Sholihin & Ratmono, 2013), hal ini karena algoritma SEM-PLS mempunyai sifat dapat meminimalkan terjadinya kolinearitas. Tabel 2. Output Indicator Weight Konstruk Formatif NoN No Dimensi Experiential Marketing 1. Sense 2. Feel 3. Think 4. Act 5. Relate Sumber: Output WarpPLS 5.0, 2016. P value 0,004 0,005 0,003 0,003 0,003 VIF 2,061 1,927 2,241 2,009 2,273 Kelima dimensi experiential marketing telah memenuhi syarat validitas untuk konstruk formatif dengan p value signifikan (< 0,05) dan VIF < 2,5 yang berarti tidak terjadi multikolinearitas. Secara keseluruhan, hasil measurement model (outer model) konstruk reflektif dan formatif telah memenuhi syarat sehingga penelitian ini dapat dilanjutkan ke structural model (inner model). 191 Jurnal Ilmiah Mahasiswa Ekonomi Manajemen Vol. 1, No. 1, November 2016: 183-201 Pengujian Structural Model (Inner Model) Pengujian inner model atau model struktural dilakukan untuk melihat hubungan antarkonstruk, nilai signifikansi dan R-square dari model penelitian. Pengujian model mediasi dalam penelitian ini diuji dengan menggunakan pendekatan step-wise (Baron & Kenny, 1986; Hartmann & Splanicar, 2009; Sholihin dkk., 2011). Pertama, menguji apakah dimensi experiential marketing berpengaruh langsung terhadap minat beli ulang(untuk menguji H1). Kedua, melakukan estimasi PLS dengan memasukkan kepuasan sebagai variabel pemediasi. Hasil Pengujian Model Langkah pertama, untuk menguji pengaruh langsung Dimensi Experiential Marketing terhadap kepuasan dan minat beli ulang, peneliti mengestimasi model direct effect Experiential Marketing ke Kepuasan dan MBU dengan hasil seperti pada gambar berikut: Gambar 1. Model Direct Effect Experiential Marketing ke Kepuasan dan MBU Sumber: Output WarpPLS 5.0, 2016. 192 Jurnal Ilmiah Mahasiswa Ekonomi Manajemen Vol. 1, No. 1, November 2016: 183-201 Hasil Pengujian Model Direct Effect Gambar 1. menunjukkan pengaruh langsung Experiential Marketing → MBU dengan koefisien sebesar 0,88 dan signifikan (p < 0,01). Kemudian Experiential Marketing → Kepuasan dengan koefisien sebesar 0,77 dan signifikan (p < 0,01). Oleh karena itu, H1 yang menyatakan bahwa Experiential Marketing berpengaruh terhadap minat beli ulang (MBU) dan H2 menyatakan bahwa Experiential Marketing berpengaruh terhadap Kepuasan diterima. Langkah kedua penulis menguji pengaruh langsung Kepuasan terhadap minat beli ulang (MBU). Hasil pengujian dapat dilihat pada gambar berikut: Gambar 2. Pengaruh Langsung Kepuasan Terhadap Minat Beli Ulang (MBU) Sumber: Output WarpPLS 5.0, 2016. Output pada Gambar 2 menunjukkan bahwa Kepuasan berpengaruh terhadap MBU dengan koefisien = 0,77; dan signifikan (H3 diterima). Selanjutnya kepuasan dimasukkan sebagai variabel pemediasi untuk menguji pengaruh tidak langsung ( indirect effect) Dimensi Experiential Marketing terhadap minat beli ulang konsumen melalui kepuasan. Hasil pengujian dapat dilihat pada Gambar 4.2. Gambar 3. Pengaruh Tidak Langsung Dimensi Experiential Marketing Terhadap minat beli ulang konsumen melalui kepuasan. 193 Jurnal Ilmiah Mahasiswa Ekonomi Manajemen Vol. 1, No. 1, November 2016: 183-201 Sumber: Output WarpPLS 5.0, 2016. Hasil Pengujian Model Indirect Effect Output pada Gambar 3 menunjukkan bahwa pengaruh K terhadap MBU koefisiennya turun dari 0,77 menjadi 0,23 namun tetap signifikan. Lalu pengaruh langsung Experiential Marketing terhadap MBU koefisiennya turun dari 0,88 menjadi 0,70. Hasil Estimasi Nilai R-squared dan Q-squared R-squared menunjukkan berapa persentase variansi konstruk endogen/kriterion dapat dijelaskan oleh konstruk eksogen/prediktor. Nilai Rsquared 0.75, 0.50, dan 0.25 menunjukkan model substansial, moderat dan lemah (Hair et al, 2011; Ghozali & Latan, 2012). Gambar 4. Hasil output nilai R-squared untuk konstruk MBU Sumber: Output Warp PLS 5.0, 2016. 194 Jurnal Ilmiah Mahasiswa Ekonomi Manajemen Vol. 1, No. 1, November 2016: 183-201 Hasil output nilai R-squared untuk konstruk MBU diperoleh sebesar 0,793, untuk konstruk K diperoleh sebesar 0,596. Hasil ini menunjukkan bahwa variansi minat beli ulang dapat dijelaskan sebesar 79,3% oleh variansi experiential marketing dan K. Variansi kepuasan dapat dijelaskan sebesar 59,6% oleh variansi experiential marketing. Dapat disimpulkan bahwa nilai R-squared untuk minat beli ulang menunjukkan model moderat atau medium karena nilainya di atas 0,50. Sedangkan nilai R-squared untuk kepuasan juga menunjukkan model moderat. Sementara itu untuk penilaian validitas prediktif atau relevansi dari sekumpulan variabel laten prediktor pada variabel kriterion dapat menggunakan Qsquared. Jika Q-squared > 0, maka model memiki validitas prediktif dan sebaliknya jika < 0, maka model tidak memiliki validitas prediktif (Sholihin & Ratmono,2013). Gambar 5. Nilai Q-squared untuk variabel minat beli ulang Sumber: Output WarpPLS 5.0, 2016 Nilai Q-squared untuk variabel minat beli ulang adalah sebesar 0,794. Sedangkan nilai Q-squared untuk variabel kepuasan adalah sebesar 0,604. Hasil estimasi model tersebut menunjukkan validitas prediktif yang baik karena bernilai di atas nol. Hasil Pengujian Indeks Fit Output model fit indices and P values menampilkan hasil tiga indikator fit yaitu Average Path Coefficient (APC), Average R-Squared (ARS), dan Average Variance Inflation Factor (AVIF). Nilai p diberikan untuk indikator APC dan ARS, Nilai p untuk APC dan ARS harus lebih kecil dari 0,05 atau berarti signifikan. Sedangkan AVIF sebagai indikator multikolinearitas harus lebih kecil dari 5 (Sholihin & Ratmono, 2013). 195 Jurnal Ilmiah Mahasiswa Ekonomi Manajemen Vol. 1, No. 1, November 2016: 183-201 Gambar 6. Indeks Fit Sumber: Output WarpPLS 5.0, 2016. Hasil output menunjukkan kriteria goodness of fit model telah terpenuhi yaitu dengan nilai APC sebesar 0,567 dan ARS 0,695 serta signifikan. Nilai AVIF sebesar 2.513 juga telah memenuhi kriteria. Hal ini menunjukkan bahwa model yang diajukan didukung oleh data. Pengujian Hipotesis Pengujian hipotesis didasarkan pada pengujian signifikansi koefisien path menggunakan statistik t (t-value) dimana bila p-value < 0,05 maka H0 ditolak. Hasil estimasi koefisien path pengaruh dimensi experiential marketing terhadap minat beli ulang konsumen yang dimediasi oleh kepuasan, yang telah diuji dengan model direct effect (Model 1), indirect effect (Model 2) dengan memasukkan kepuasan sebagai variabel mediasi. Tabel 3. Hasil Koefisien Path Hubungan Struktural Antar-konstruk Koef. Koef. P value (β) (β) Model 1 EM (X) 0,88 Kepuasan (Z) 0,77 Model 2 EM (X) 0,77 Kepuasan (Z) Sumber: Output WarpPLS 5.0, 2016. < 0,01 0,7 0,23 P value < 0,01 < 0,01 < 0,01 < 0,01 Pada Model 1 Dimensi experiential marketing berpengaruh secara langsung terhadap minat beli ulang dengan nilai koefisien 0,88 dan signifikan. Dengan demikian, H1 yang menyatakan bahwa dimensi experiential marketing 196 Jurnal Ilmiah Mahasiswa Ekonomi Manajemen Vol. 1, No. 1, November 2016: 183-201 berpengaruh terhadap minat beli ulang pada konsumen café Socolatte diterima dan menolak H1. Pada Model 2, Dimensi experiential marketing berpengaruh signifikan terhadap kepuasan dengan koefisien sebesar 0,77. Dengan demikian, H2 yang menyatakan bahwa Dimensi experiential marketing berpengaruh terhadap kepuasan pada konsumen café Socolatte diterima dan H2 ditolak. Kepuasan tetap berpengaruh positif signifikan terhadap minat beli ulang kepuasan konsumen meskipun koefisiennya turun dari 0,77 menjadi 0,23. Artinya, H3 yang menyatakan kepuasan berpengaruh positif terhadap minat beli ulang pada café Socolatte diterima dan menolak H03. Sementara itu H6 yang menyatakan bahwa Dimensi experiential marketing berpengaruh positif terhadap minat beli ulang pada konsumen café Socolatte melalui kepuasan diterima dan menolak H06. Secara keseluruhan, hasil ini menunjukkan bahwa kepuasan memediasi sebagian pengaruh dimensi experiential marketing terhadap minat beli ulang. Hal ini sesuai argumen Baron & Kenny (1986) yang menyatakan bahwa mediasi parsial (partial mediation) terjadi terjadi jika pengaruh variabel independen pada variabel dependen baik secara langsung maupun tidak langsung adalah signifikan. PENUTUP Hasil pengujian menggunakan program WarpPLS 5.0 menunjukkan bahwa ada pengaruh positif signifikan secara langsung antara Dimensi experiential marketing terhadap minat beli ulang. Dapat dikatakan bahwa setiap konsumen yang merasa puas kembali mengunjungi café Socolatte dan melakukan pembelian ulang. Hasil penelitian lebih lanjut menunjukkan bahwa pengaruh Dimensi experiential marketing terhadap minat beli ulang konsumen bersifat langsung maupun tidak langsung dan dimediasi secara sebagian oleh kepuasan. Hal ini berarti experiental marketing maupun kepuasan berperan dalam mempengaruhi minat beli ulang konsumen. Berdasarkan hasil penelitian didapat bahwa skor dari dimensi experiential marketing secara keseluruhan memiliki rerata yang setuju yaitu hampir mendekati 4. Konsumen yang setuju yang paling besar reratanya adalah pada dimensi think 197 Jurnal Ilmiah Mahasiswa Ekonomi Manajemen Vol. 1, No. 1, November 2016: 183-201 yaitu sebesar 3,98 sedangkan yang kedua adalah pada dimensi relate yaitu sebesar 3,97. Hal ini menunjukkan bahwa hampir sebagian besar responden memberikan respon setuju terhadap experiential marketing pada café Socolatte yang berada di Pidie Jaya Aceh. Hasil ini sejalan dengan penelitian terdahulu yang menemukan bahwa dimensi experiential marketing memiliki pengaruh signifikan terhadap minat beli ulang, Meskipun demikian, ada beberapa konsumen yang kurang tertarik ketika berkunjung ke café tersebut. Kemudian rata-rata variabel kepuasan konsumen yang diperoleh sebesar 3,94 dimana angka tersebut menunjukkan bahwa secara keseluruhan konsumen merasa puas dengan café socolatte di Pidie Jaya Aceh. Dengan demikian, penulis dapat menyimpulkan bahwa variabel kepuasan memiliki peran dalam mempengaruhi minat beli ulang kosumen pada café Socolatte Pidie Jaya Aceh. Guna kepentingan lebih lanjut, ada beberapa saran yang diajukan oleh penulis yang kiranya dapat dipertimbangkan oleh peneliti selanjutnya, yaitu sebagai berikut: 1. Bagi penulis diharapkan dapat memperdalam wawasan konsep tau teori guna mendukung pengetahuan manajemen pemasaran, yang terkait dengan experiential marketing dan bagaimana minat beli ulang dipengaruhi oleh kepuasan. 2. Menyusuri penelitian-penelitian yang relevan dengan penelitian ini agar didapat perbandingan-perbandingan yang menyeluruh dan lengkap sehingga penelitian selanjutnya diharapkan bisa menghasilkan hasil yang lebih baik dan akurat. 3. Peneliti juga menyarankan penelitian selanjutnya dapat menambahkan berapa kali sampel telah mengunjungi café yang menjadi tempat penelitian agar informasi dan hasil penelitian lebih lengkap. 4. Bagi peneliti selanjutnya, dapat menambahkan variable lain yang belum diteliti seperti loyalitas pelanggan. Sehingga dapat diketahui hubungan mana yang paling berpengaruh. Berdasarkan hasil analisis dari data-data yang diolah peneliti, maka peneliti mengemukakan beberapa saran yang diharapkan dapat menjadi bahan 198 Jurnal Ilmiah Mahasiswa Ekonomi Manajemen Vol. 1, No. 1, November 2016: 183-201 pertimbangan bagi perusahaan dalam memecahkan masalah mengenai pelaksanaan experiential marketing. Adapun saran-saran tersebut sebagai berikut: 1. Café Socolatte memperhatikan bahwa mengaplikasikan experiential marketing secara tepat dapat menimbulkan kepuasan bagi konsumen 2. Café Socolatte harus memberikan sebuah stimuli lain untuk memberikan pengalaman kepada konsumen mengenai konsep café yang ditampilkan sehingga menjadi daya tarik café itu sendiri misalnya dengan memainkan music yang khas. 3. Café Socolatte mencari tahu factor lain apa yang mempengaruhi kepuasan konsumen seutuhnya. Terutama agar café ini dapat menciptakan cara memenuhi kepuasan konsumen sepenuhnya, agar kepuasan konsumen ditingkatkan. REFERENSI A. B. Susanto, A. B (2007) Corporate Social Responsibility. Jakarta: The Jakarta Consulting Group Adhi Hendra, Bhaskara (2006) Tahap yang dilalui pelanggan dalam Experiential Marketing. Jurnal Manajemen Prasetya Mulya, Vol. I2 (1), 35 – 52 Amir, Hamzah (2007) Analisis Experiental Marketing, Emotional Branding, dan Brand Trust terhadap Loyalitas Merek Mentari”. Manajemen Usahawan Indonesia (MUI): No.06 / Th.36 / Juni 2007, 22-28 Boulding, William, et al (1993) A Dynamic Process Model Of Service Quality: From Expectations to Behaviorial Intsntions. Journal of Marketing Reseach, Vol. 30, 7-27 Schimdt, B.H (2008) Experiential Marketing. New York, YN: Word-Press. Chaplin, James P (2008) Kamus Lengkap Psikologi. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada. Christian, A. & Dharmayanti, D (2013) Pengaruh Experiential Marketing Terhadap Customer Satisfation Dan Customer Loyalty The Light Cup Disurabaya Town Square. Jurnal manajemen pemasaran petra, Vol.1 (2), 1-13. Dinawan, M., Rhendria (2010) Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Keputusan Pembelian (Studi Kasus Pada konsumen Yamaha Mio PT 199 Jurnal Ilmiah Mahasiswa Ekonomi Manajemen Vol. 1, No. 1, November 2016: 183-201 Harpindo Jaya Semarang)”, Tesis Sarjana S2, Program studi Magister Manajemen Universitas Diponegoro, Semarang. Engel, Blackwell, Miniard (2012) Perilaku Konsumen. Tangerang: Binarupa Aksara Esti Dewayani Sri Danarismawarni (2008) Hubungan Antara Experiential Marketing, Emotion Marketing dan Loyalitas Pelanggan. Jurnal Manajemen Pemasaran. Vol. l9 (2), 102-117. Fransisca, Andreani (2007) Experiential Marketing Sebuah Pendekatan Pemasaran. Jurnal Manajemen Pemasaran, Vol. 2 (1), 1 – 8. Freddy, Rangkuti (2002) Riset Pemasaran, Jakarta : Gramedia Pustaka Utama Fitri (2011) Analisis Faktor-faktor Experiential Marketing yang mempengaruhi Keputusan Pembelian Konsumen Terhadap Sepeda Motor Yamaha Mio di Universitas Muria Kudus. Jurnal Sosial dan Budaya, Vol.4 (2) Gerson Hendrasono (2013) Analisis Pengaruh Experiential Marketing Terhadap Minat Beli Ulang Konsumen Café Buntons 99 Sidoarjo, Jurnal Manajemen Pemasaran, Vol.1 (2), 1-8 George, M.J, Jones, G. R (2008) Understanding and Managing Organizational Behavior. Ney Jersey: Pearson Education Hermawan Kartajaya (2006) Hermawan Kartajaya on Segmentation Seri 9 Elemen Marketing. Bandung: PT. Mizan Pustaka. Heri Setiawan (2010) Pengaruh Harga dan Kualitas Produk Terhadap Keputusan Pembelian Motor Honda Matic Beat (Studi Kasus Pada PT. Nusantara Solar Sakti, Jurnal Ekonomi dan Informasi Akuntasi, Vol.2 (3) Iwan Kurniawan, Suryono Budi Santoso dan Bambang Munas Dwiyanto (2008) Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Minat Beli Ulang Produk Serta Dampaknya Terhadap Loyalitas Pelanggan, Jurnal Studi Manajemen Organisasi. Vol 4 (2) Kotler, P (2007) Manajemen Pemasaran (Terjemahan). Jakarta: Prenhallindo Kotler, Philip (2009) Manajemen Pemasaran. Jakarta : Erlangga Kotler, Philip dan Kevin Lane Keller (2012) Manajemen Pemasaran ( Terjemahan) Edisi 13. Jakarta: Erlangga. Margaretha, Mouren (2004) Studi Mengenai Loyalitas Pelanggan Pada Divisi Asuransi Kumpulan AJP Bumi Putra. Jurnal Sains Pemasaran Indonesia,Vol. 3 (3), 289-308 200 Jurnal Ilmiah Mahasiswa Ekonomi Manajemen Vol. 1, No. 1, November 2016: 183-201 Mowen , John C (2002) Perilaku Konsumen. Jakarta: Erlangga. Michael D Johnson, Andreas Hermann, dan Frank Hubber (2006) The Evolution of Loyalty Intention. Journal of Marketing, Vol. 70 (2), 122-132 Nadya Risanti (2014) Pengaruh Experiential Marketing dan Experiential Value terhadap Custumer Satisfaction. Jurnal Administrasi Bisnis, Vol.16 (1) Puji Isyanti (2012) Pengaruh kualitas produk terhdap keputusan pembelian handphone blackberry pada mahasiswa ekonomi universitas singaperbangsa karawang. Jurnal Manajemen. Vol. 9 (4) Rahmawatim (2003) Pengaruh ”Sense” dan ”Feel” dari Experiential Marketing pada Konsumen Soto Gebrak,” Jurnal Ekonomi dan Bisnis, Vol.3 (2), 109 – 121. Setiadi J. Nugroho (2003) Perilaku Konsumen Konsep dan Implikasi untuk Strategi dan Penelitian Pemasaran. Jakarta : Prenada Media Sholihin, M. & Dwi R (2013) Analisis SEM dengan WarpPLS 3.0 untuk Hubungan Nonlinier dalam Penelitian Sosial dan Bisnis. Yogyakarta: Penerbit Andi. Sugiyono (2013) Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D, Bandung: Alfabeta 201