KESIAPAN INDUSTRI FARMASI DAN IMPLEMENTASI UU JPH PADA PRODUK FARMASI Prof. Dr. Slamet Ibrahim S. DEA. Apt. Sekolah Farmasi ITB Pokok Bahasan 1. 2. 3. 4. 5. 6. Pendahuluan Produk Halal Produk Farmasi Halal Tantangan dan Peluang Farmasi Halal Kesiapan Industri Farmasi Implementasi UU JPH untuk Bidang Farmasi Pendahuluan UU Jaminan Produk Halal (UU No 33 tahun 2014) telah diundangkan pada 17 Oktober 2014, namun implementasinya kurang begitu lancar. Sertifikasi halal bagi produk farmasi ditentang oleh pihak pengusaha bidang Farmasi. (www.tempo.co/read/opiniKT/2015/11 /20/11342/bahaya-obat-halal). Bahkan seorang Pejabat tinggi negara di bidang kesehatan menolak sertifikasi halal untuk obat. (www.halalmui.org/new MUI/index php/main/detil-page/8/1726). Pendahuluan-2 Kaum Muslimin dan Muslimat diwajibkan oleh Syariat Islam untuk menggunakan dan mengonsumsi produk (termasuk obat) yang halal dan thoyyib. Jika ummat Islam mengabaikan kewajiban tersebut, maka akan berdampak negatif pada tingkat akidah, keimanan dan keislamannya seperti amalan dan ibadahnya tidak diterima, doanya tidak terkabulkan dan terancam masuk neraka. Oleh karena itu segala produk halal yang diperlukan masyarakat Muslim di Indonesia harus tersedia, terjangkau dan terjamin, sehingga ummat Islam dapat menggunakannya secara aman dan nyaman. Pendahuluan-3 Permintaan terhadap produk halal semakin meningkat, dengan meningkatnya kesadaran masyarakat Islam terhadap penggunaan produk halal. Peningkatan permintaan terhadap produk halal juga dipicu oleh meningkatnya jumlah penduduk beragama Islam di Indonesia maupun di dunia. Produk-produk yang berlogo Halal menjadi pilihan utama dalam pembelian produk. Logo Halal dianggap lebih penting dari pada logo SNI pada kemasan produk. Perkembangan Penduduk Muslim Pendahuluan-4 Di beberapa negara Eropa dan Australia, ada pasien menghindari penggunaan obat yang mengandung bahan dari hewan atau turunannya karena alasan diet, kepercayaan dan agama yang dianutnya, seperti Budhism, Hinduism, Islam, Jehovah, Judaism dan Sikh. Sudah ada petunjuk untuk dokter dan apoteker dalam menyiapkan dan menyerahkan obat-obat yang berasal dari hewan dan turunannya kepada pasien tertentu. Sumber: Ogde J, Religious constraints on prescribing medication Prescriber December 2016, www.prescriber.co.uk Erikson et al. Animal derived products may conflict with religious patients beliefs, BMC Medical Ethic: www.biomediccentral.com/1472-6939/14/48 Guideline for the use ofMedicine or Pharmaceutical of animal origin: https://www.health.gld.gov.aus/_data/assets/ Religious restriction of certain faiths www.ggcprescribing.org.uk/medic/ PRODUK HALAL Produk adalah barang dan/atau jasa yang terkait dengan makanan, minuman, obat, kosmetik, produk kimiawi, produk biologi, produk rekayasa genetik, serta barang gunaan yang dipakai, digunakan atau dimanfaatkan oleh masyarakat (UU JPH, No 33/2014, Pasal 1). Produk Halal adalah produk yang telah dinyatakan halal sesuai dengan Syariat Islam. Status kehalalan suatu produk dinyatakan dalam bentuk Sertifikat Halal yang dikeluarkan oleh Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BP JPH) berdasarkan fatwa halal dari Majelis Ulama Indonesia (MUI). PRODUK HALAL-2 Produk yang masuk, beredar dan diperdagangkan di wilayah Indonesia wajib bersertifikat halal (Pasal 4, UU JPH). Pasal 4 ini mengubah praktik penyelenggaraan proses sertifikasi halal yang bersifat sukarela (voluntary) yang dilakukan oleh MUI (sampai BPJPH terbentuk) menjadi wajib (mandatory) yang dilaksanakan sepenuhnya oleh BPJPH. Kewajiban bersertifikat halal untuk semua produk yang beredar dan diperdagangkan di Indonesia akan dilaksanakan lima tahun setelah diundangkannya UU JPH (tahun 2019). SEDIAAN FARMASI Sediaan Farmasi adalah obat, bahan obat, obat tradisional dan kosmetik (UU RI No 36 tahun 2009, Kesehatan). Obat adalah bahan atau paduan bahan-bahan termasuk produk biologi yang digunakan untuk mempengaruhi atau menyelidiki sistem fisiologi atau keadaan patologi dalam rangka penetapan diagnosis, pencegahan, penyembuhan, pemulihan, peningkatan kesehatan dan kontrasepsi untuk manusia (UU Kesehatan) Bahan Obat adalah bahan baik yang berkhasiat maupun tidak berkhasiat yang digunakan dalam pengolahan obat dengan standar dan mutu sebagai bahan baku farmasi (UU Kesehatan). SEDIAAN FARMASI-2 Obat tradisional adalah bahan atau ramuan bahan yang berupa bahan tumbuhan, bahan hewan, bahan mineral, sediaan sarian (galenik), atau campuran dari bahan tersebut yang secara turun temurun telah digunakan untuk pengobatan, dan dapat diterapkan sesuai dengan norma yang berlaku di masyarakat. Produk biologi adalah vaksin, imunosera, antigen, hormon, enzim, produk darah dan produk hasil fermentasi lainnya (termasuk antibodi monoklonal dan produk yang berasal dari teknologi rekombinan DNA) yang digunakan untuk mempengaruhi atau menyelidiki sistem fisiologi atau keadaan patologi dalam rangka pencegahan , penyembuhan, pemulihan dan peningkatan kesehatan (Per KBPOM No HK 03.1.23.10.11.08481, tahun 2011) SEDIAAN FARMASI-3 Sediaan Farmasi (pharmaceutical dosage forms) adalah bentuk produk farmasi hasil manufaktur suatu formulasi obat seperti tablet, kapsul, suspensi, larutan, salep, krim, supositoria, ovula, dll. Komposisi Sediaan Farmasi : a. Bahan Aktif Farmasi b. Eksipien (Bahan tambahan). SEDIAAN FARMASI-4 BAHAN AKTIF FARMASI CPOB Aman Berkhasiat Bermutu PROSES MANUFAKTUR (COMPOUNDING) BAHAN EKSIPIEN Aman Tidak berlebihan Tidak mengurangi Ketersediaan hayati & Efek terapi obat Aman Berkhasiat Bermutu Tidak mengganggu dalam SEDIAAN FARMASI pengujian dan penetapan kadar obat Bermutu SEDIAAN FARMASI-5 Bahan Aktif Farmasi (Active Pharmaceutical Ingredient) adalah zat atau bahan yang digunakan dalam pembuatan sediaan farmasi yang memberikan aktivitas farmakologi pada sediaan farmasi tersebut, atau Zat yang memberikan aktivitas farmakologi atau efek langsung pada diagnosis, penyembuhan, mitigasi, pengobatan atau pencegahan suatu penyakit atau yang mempengaruhi struktur dan fungsi tubuh. SEDIAAN FARMASI-6 • Bahan Eksipien adalah bahan-bahan selain bahan aktif farmasi yang terdapat dalam sediaan farmasi dan telah dievaluasi keamanannya yang digunakan dalam suatu sistem penghantaran obat untuk: Membantu dalam proses manufaktur sediaan farmasi. Melindungi, mendukung atau meningkatkan stabilitas, ketersediaan hayati atau keberterimaan pasien. Membantu dalam identifikasi sediaan farmasi Meningkatkan sifat keamanan dan keefektifan sediaan selama penyimpanan atau penggunaan. Jenis Eksipien Farmasetik 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. Bahan Pengasam Bahan Pembasa Bahan Penjerap Propelan Aerosol Bahan Pengawet Antioksidan Bahan Pendapar Bahan Pengkhelat Bahan Pengemulsi Bahan Pewarna Bahan Perisa Bahan Pelembab Bahan Pelembut Bahan dasar Salep 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22. 23. 24. 25. 26. 27. 28. Bahan Pengeras Bahan Pemanis Bahan Pensuspensi Bahan Penhancur Tablet Bahan Perekat Tablet Bahan Pengisi Tablet Bahan Penyalut Bahan Pelincir Tablet Bahan Pelumas Bahan Pengkilap Bahan Pengisotoni larutan Pelarut/Pembawa Bahan Enkapsulasi Pengganti Udara Tujuan Penggunaan Obat a. b. c. d. e. f. g. h. Melengkapi unsur-unsur yang kurang dalam tubuh (vitamin, mineral, hormon, protein, gula, dll) Mencegah suatu penyakit atau infeksi (vaksin) Melawan dan membunuh agen penginfeksi (antibiotika, antibakteri, anti parasit, dll) Blokade/menghalangi sementara fungsi normal organ tubuh (anestetika dan kontrasepsi) Koreksi terhadap suatu fungsi fisiologi organ yang terganggu (disfungsi, hipofungsi dan hiperfungsi) Detoksifikasi racun dalam tubuh ( antidotum) Membantu dalam diagnosis (senyawa radio opaque) Meningkatkan performa tubuh (doping pada atlet olahraga). MENGAPA FARMASI HALAL? Obat merupakan campuran bahan-bahan yang dimungkinkan berasal dari bahan yang haram atau najis, atau pada saat pembuatannya terkontaminasi dan tercampur dengan bahan haram atau najis. Penggunaan obat yang tidak jelas status kehalalannya akan menjadikan tubuh pengguna yaitu ummat Islam terkontaminasi bahan yang mungkin haram atau najis. Penggunaan barang haram atau najis akan berdampak negatif pada ibadah pengguna yaitu tidak sah, berdosa, sia-sia dan terancam masuk neraka. MENGAPA FARMASI HALAL? Memperoleh dan menggunakan obat halal bagi setiap Muslim adalah hak yang dijamin konstitusi. Hukum mengkonsumsi obat disamakan dengan hukum mengkonsumsi produk pangan. Obat halal memberikan jaminan kesembuhan dan keberkahan dari Alloh SWT seperti yang dinyatakan Hadits. Obat Halal diyakini pasti terjamin aman, berkhasiat dan berkualitas (tersedia dan terjangkau). AL-QUR’AN: DASAR FARMASI HARUS HALAL Q.S. Al-Maidah:32:”Barang siapa yang menghidupkan seseorang, maka dia bagaikan menghidupkan manusia semuanya”. Q.S. Al-Baqarah:193:”......dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan”. Q.S. Al-Syuara:80: “Dan apabila aku sakit, Dialah yang menyembuhkan aku”. Q.S. Al-Baqarah:173:” Sesungguhnya Allah hanya mengharamkan bagimu bangkai, darah, daging babi, dan binatang yang ketika disembelih disebut nama selain Allah. Akan tetapi, barangsiapa dalam keadaan terpaksa sedang ia tidak menginginkannya an tidak pula melampaui batas, maka tidak ada dosa baginya. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”. HADIST: DASAR FARMASI HARUS HALAL a. Setiap penyakit ada obatnya, maka apabila obat itu sesuai untuk suatu penyakit akan sembuh dengan izin Allah azza wa jalla (Hadist) b. Tidaklah Allah menurunkan suatu penyakit kecuali diturunkan pula obatnya. (H.R. Buchari) c. Kesembuhan terjadi bila ada kesesuaian antara obat dengan penyakit (Hadist) d. Ditanya tentang khamer untuk obat, maka Rosulullah SAW bersabda: itu adalah penyakit dan bukan obat. (HR Abu Daud dan Tirmidy) e. Sesungguhnya Allah tidak menjadikan kesembuhan dari apa-apa yang diharamkan untukmu (Hadist) HADIST : DASAR FARMASI HARUS HALAL-2 f. Barang siapa berobat dengan bahan yang halal maka baginya kesembuhan, dan barang siapa berobat dengan bahan haram maka Allah tidak akan memberikan kesembuhan. g. Rosululloh SAW melarang berobat dari bahan yang kotor. h. Yang halal itu jelas dan yang haram itu jelas, dan diantaranya adalah syubhat dan hendaklah kamu meninggalkan yang syubhat itu karena akan membawamu ke arah haram demi menjaga marwah dan agamamu. FATWA MUI No: 30 Tahun 2013 tentang Obat dan Pengobatan 1. Islam mensyariatkan pengobatan karena bagian dari perlindungan dan perawatan kesehatan yang merupakan bagian dari menjaga al-Dharuriyat Al-Khamsah. 2. Dalam ikhtiar mencari kesembuhan, wajib menggunakan metode yang tidak melanggar Syariat. 3. Obat yang digunakan untuk kepentingan pengobatan, wajib menggunakan bahan yang suci dan halal. 4. Penggunaan bahan najis dan haram dalam obat-obatan, hukumnya haram FATWA MUI No: 30 Tahun 2013 tentang Obat dan Pengobatan 5. Penggunaan obat yang berbahan najis dan haram untuk pengobatan hukumnya haram, kecuali memenuhi syarat sebagai berikut: a. Digunakan pada kondisi keterpaksaan (al-dharurat) yaitu kondisi yang apabila tidak dilakukan dapat menancam jiwa manusia, atau kondisi keterdesakan yang setara dengan kondisi darurat, yaitu kondisi keterdesakan yang apabila tidak dilaksanakan maka akan dapat mengancam eksistensi jiwa manusia di kemudian hari. b. Belum diketemukan bahan yang halal dan suci, c. Adanya rekomendasi dari para tenaga medis yang kompeten dan terpercaya bahwa tidak ada obat yang halal. DEFINISI FARMASI HALAL 1. Telah dinyatakan halal sesuai dengan syariat Islam (UU No 33 Tahun 2014, Jaminan Produk Halal) 2. Memenuhi persyaratan mutu, aman dan berkhasiat (UU No 36 Tahun 2009, Kesehatan). 3. Memenuhi Fatwa Majelis Ulama Indonesia No 30 tahun 2013, tentang Obat dan Pengobatan. 4. Tidak dibuat dari atau bercampur dengan bahan haram atau najis (haram and najis free materials) 5. Pada saat diproduksi, penyimpanan dan distribusi tidak terkontaminasi oleh bahan berasal dari babi (pork free facility and process). Sumber: Slamet Ibrahim S.”Tantangan dan Peluang Produksi Obat Halal, Seminar Menjawab Tantangan dan Implementasi Sistem Jaminan Halal di Indonesia, ITB, 14 Desember 2015. KONSEP HALAL BY DESIGN • Untuk memenuhi persyaratan produksi obat halal, maka harus ada panduan produksi halal yang melengkapi CPOB • Halal by Design (HbD) adalah suatu konsep pendekatan untuk memproduksi obat halal yang sesuai dengan Syariah Islam. • HbD mempunyai dasar bahwa kehalalan produk dapat dibangun ke dalam produk ( built-in to product). • Konsep ini terinspirasi oleh konsep Quality by Design (QbD), yaitu pendekatan sistematik dan ilmiah untuk pengembangan produk halal yang diawali dengan perencanaan, pemilihan bahan halal , produksi halal dan penjaminan produk halal yang berbasis manajemen halal. IMPLEMENTASI HALAL BY DESIGN 1. Identifikasi dan Penetapan Profil Produk Obat Halal . 2. Perencanaan dan penetapan Formula dan Proses Manufaktur Obat Halal sesuai dengan cGMP. 3. Identifikasi kehalalan semua bahan yang digunakan dalam produksi melalui dokumen pengadaan atau flow chart produksi atau sintesis bahan. 4. Pemilihan dan penetapan bahan-bahan halal yang digunakan. 5. Penetapan strategi produksi, pengawasan dan penjaminan kehalalan produk melalui Sistem Manajemen Halal yang sejalan dengan cGMP. 6. Permohonan sertifikasi halal produk ke BPJPH dan nomor izin edar dari BPOM. TANTANGAN DAN PELUANG FARMASI HALAL • Penetapan status kehalalan obat, dan vaksin sangat sulit mengingat: a. Jumlah dan jenis bahan aktif dan eksipien banyak dan sebagian besar masih import ( lebih dari 90%). b. Proses dalam sintesis obat, pembuatan vaksin dan sediaan farmasi sangat rumit, mahal, ketat dan kompleks. c. Bahan aktif, eksipien, dan bahan penolong untuk obat sangat banyak, bervariasi, dan bersifat kompleks. TANTANGAN DAN PELUANG FARMASI HALAL ALASAN KEBERATAN SERTIFIKASI HALAL UNTUK OBAT 1. Karena sekitar 96% bahan baku obat diimport dari luar negeri (Tiongkok, Korea, India dan USA), maka akan mendapatkan kesulitan dalam mendapatkan Sertifikat Halal. 2. Penekanan pada kriteria untuk obat yang aman, berkhasiat dan bermutu sudah menjamin keefektifan dalam pengobatan. 3. Penambahan kriteria kehalalan tidak akan meningkatkan keamanan, khasiat dan mutu obat. 4. Penambahan kriteria kehalalan, akan meningkatkan biaya produksi yang akhirnya akan meningkatkan harga obat. ALASAN KEBERATAN SERTIFIKASI HALAL UNTUK OBAT 5. Proses sertifikasi halal untuk obat memakan waktu lama, dapat menyebabkan kekosongan persediaan obat yang dibutuhkan dan akibatnya akan mengancam kesehatan dan keselamatan pasien. 6. Kewajiban untuk melakukan pemisahan fasilitas dan peralatan manufakturing antara obat halal dan obat haram, akan menimbulkan penambahan biaya yang signifikan. 7. Penggantian salah satu komponen dalam formulasi (terutama sediaan Biofarmasetika), akan berdampak pada proses produksi, karena harus melakukan pengulangan uji stabilitas, uji kinerja sediaan, uji klinik dan revalidasi proses. OBAT HALAL DAPAT MEMBUKA PELUANG BISNIS Indonesia dengan jumlah penduduk Muslim yang besar telah muncul sebagai new emerging pharmaceutical market dengan pertumbuhan yang tinggi dibandingkan dengan negara Islam lainnya. Peserta asuransi kesehatan di dalam negeri melalui Jaminan Kesehatan Nasional (BPJS Kesehatan) meningkat secara signifikan. Obat dan vaksin Halal dapat menjadi “barrier” untuk masuknya komoditas sejenis pada MEA. Meningkatkan Riset bersama antara Industri Farmasi dengan Perguruan Tinggi untuk memproduksi BBO dan Obat Halal di dalam negeri. OBAT HALAL DAPAT MEMBUKA PELUANG BISNIS Omzet Industri Farmasi Indonesia mencapai Rp. 52 Trilyun pada tahun 2014. Pangsa pasar Industri Farmasi PMDN mencapai 70% dan sisanya 30% dikuasai PMA. (Sumber: GP Farmasi Indonesia). OBAT HALAL DAPAT MEMBUKA PELUANG BISNIS KESIAPAN INDUSTRI FARMASI DALAM PRODUKSI HALAL Melihat pangsa pasar obat halal di Indonesia yang cukup besar dan minat tinggi dari pasien Muslim yang ingin menggunakan obat halal, ada peluang besar bagi industri farmasi dalam negeri untuk segera berbenah memulai memproduksi obat halal. Kenyataannya sudah ada beberapa industri farmasi yang melaksanakan sertifikasi halal bagi produk yang dihasilkan. Industri farmasi harus siap memasuki era paradigma baru yaitu industri halal. KESIAPAN INDUSTRI FARMASI DALAM PRODUKSI HALAL Menyiapkan perangkat sertifikasi halal untuk obat seperti: • Standard/persyaratan obat halal (Sistem Manajemen Halal) oleh pihak yang berwenang (BP JPH bekerja sama dengan pihak lain yang berkepentingan). • Menerapkan konsep Halal by Design bagi Industri farmasi • Melatih Penyelia Halal di Industri Farmasi • Menyediakan Buku Indeks Bahan Aktif dan Eksipien Halal PEDOMAN PRODUKSI OBAT HALAL Pedoman Produksi Obat Halal secara khusus belum ada (masih menggunakan SISTEM JAMINAN HALAL/HAS 23000-MUI) Pedoman tsb seharusnya dibuat dan dikembangkan melalui suatu konsensus oleh suatu Komite yang dibentuk BP JPH, yang terdiri atas produser, user, konsumen, regulator nasional di bidang Farmasi, Kementerian terkait dan BP JPH. Pedoman harus terkait dan dapat mengadopsi sebagian atau seluruhnya pedoman produksi obat halal internasional yang sudah berlaku. Pedoman harus kompatibel dengan Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB). PEDOMAN UMUM PRODUKSI OBAT HALAL 1. Semua bahan yang digunakan dalam produksi (bahan aktif, eksipien, bahan tambahan, bahan penolong dan bahan kemasan) tidak berasal atau turunan dari bahan haram. 2. Bahan atau produk obat tidak bercampur atau terkontaminasi dengan bahan haram atau najis yang berasal dari bahan tambahan, bahan penolong dan dari fasilitas produksi. 3. Fasilitas produksi, penyimpanan dan transportasi bahan tidak bercampur dengan bahan yang haram dan najis. 4. Bahan yang berasal dari khewan harus berasal dari khewan halal yang disembelih dengan cara yang sesuai dengan syariah Islam. PEDOMAN UMUM PRODUKSI OBAT HALAL-2 5. Bahan yang berasal dari mikroba harus berasal dari mikroba yang medium pertumbuhannya tidak mengandung bahan yang berasal dari babi atau turunannya. Jika berasal dari bahan haram dan najis yang bukan babi, maka harus dilakukan pensucian yang sesuai syariah (tathhir syar’an). 6. Bahan yang berasal dari mikroba rekombinan tidak boleh menggunakan gen yang berasal dari gen babi atau manusia. 7. Bahan yang berasal dari bahan haram bukan babi, dapat digunakan jika dihasilkan dari proses transformasi kimiawi dan biotransformasi menggunakan enzim atau mikroba (proses Istihalah). PEDOMAN UMUM PRODUKSI OBAT HALAL-3 8. Bila menggunakan etanol, maka tidak berasal dari alkohol produksi industri khamr (minuman beralkohol). Kadar alkohol pada produk akhir tidak membahayakan pemakai atau lingkungan sesuai dengan pertimbangan dari akhlinya. 9. Bahan padat yang berasal dari hasil samping industri khamr boleh digunakan asal telah dilakukan pemisahan dan pensucian. Sedangkan bahan padatnya boleh digunakan setelah dilakukan proses transformasi kimiawi atau biotransformasi. 10. Fasilitas produksi hanya digunakan untuk produksi bahan atau produk halal saja , yang dilengkapi dengan cara pencegahan kontaminasi bahan yang haram. DIAGRAM ISHIKAWA Faktor berpengaruh pada obat halal BAHAN AKTIF FARMASI EKSIPIEN SISTEM MANAJEMEN HALAL PERSONALIA OBAT HALAL DOKUMENTASI PROSES PRODUKSI BANGUNAN, FASILITAS DAN PERALATAN PRODUKSI 42 PENYELIA HALAL (HALAL SUPERVISOR) Penyelia Halal adalah seseorang atau tim manajemen halal yang ditetapkan oleh Pimpinan pelaku usaha (Industri Farmasi) dan dilaporkan kepada BP JPH. Harus beragama Islam dan mempunyai wawasan luas dan memahami syariat kehalalan. Bertugas (UU JPH, Pasal 28) 1. Mengawasi proses produk halal (PPH) di perusahaan (Industri Farmasi) 2. Menentukan tindakan perbaikan dan pencegahan 3. Mengkoordinasikan Proses Produk Halal. 4. Mendampingi Auditor Halal pada saat pemeriksaan (visitasi) dalam rangka sertifikasi halal. PENYELIA HALAL -2 (HALAL SUPERVISOR) Penyelia Halal harus memahami dan menguasai: • Syariat Islam yang berkaitan dengan Halal-Haram (benda, amalan, ibadah dan binatang) • Kebijakan, kriteria dan prosedur sertifikasi halal • Pengetahuan dan keterampilan identifikasi titik kritis kehalalan bahan dan proses produksi • Pengetahuan tentang Sistem Jaminan atau Manajemen Halal (SJH/SMH) • Penilaian dan keterampilan dalam implementasi SJH/SMH • Prosedur Audit Halal TITIK KRITIS KEHALALAN BAHAN DAN PROSES Ada berbagai macam produk dan proses dalam produksi farmasi yang samar-samar status kehalalannya (syubhat) dalam arti meragukan dan tidak jelas antara halal dan haram. Titik kritis atau titik kontrol kehalalan (HCP= Halal Critical/Control Point) produk adalah suatu tahapan dalam proses pengolahan atau produksi yang dapat diduga menggunakan atau dapat terkontaminasi bahan-bahan haram. Titik kritis kehalalan dapat ditentukan dari sumber bahan, alur proses produksi bahan atau produk olahannya. TITIK KRITIS KEHALALAN SEDIAAN FARMASI SEDIAAN FARMASI BAHAN AKTIF FARMASI BAHAN EKSIPIEN BAHAN PENGEMAS SUMBER ?? SUMBER ?? SUMBER ?? TITIK KRITIS KEHALALAN SEDIAAN FARMASI SUMBER BAHAN DALAM OBAT HEWAN HALAL 1. 2. 3. 4. 5. PENYEMBELIHAN SYARIAH HARAM NO Melibatkan YA HALAL TUMBUHAN MINERAL SINTETIS MIKROBIAL REKAYASA GENETIK NO BAHAN HARAM HARAM YA SUMBER ASAL BAHAN DALAM OBAT Bahan-bahan yang digunakan dalam obat meliputi bahan aktif, bahan eksipien dan bahan pengemas dapat berasal dari: 1. Tumbuhan 2. Hewan 3. Mineral 4. Mikroorganisme 5. Laboratorium (Sintesis kimia, semi sintesis dan rekayasa genetik). Sumber dari sintesis kimia dan semi sintesis merupakan yang paling banyak menghasilkan bahan yang digunakan dalam produksi bahan obat. SUMBER ASAL BAHAN-BAHAN UNTUK OBAT Sumber Bahan OBAT TUMBUHAN Misalnya: •Minyak dan Lemak •Asam Lemak dan turunan (garam & Ester) •Allkohol •Bahan Pewarna MIKROBA SINTESIS KIMIA Misalnya: •Asam Lemak dan turunan (garam & Ester) •Alkohol •Sufaktan HEWAN Misalnya: • Asam amino • Protein • Alcohol • Enzim Misalnya: •Asam Lemak dan turunan (garam & Ester) •Fat (tallow, lanolin, lard) •Gelatin •Enzim , Hormon, dll SUMBER ASAL BAHAN YANG HARAM Pada dasarnya bahan-bahan itu halal, kecuali yang telah diharamkan menurut syariat Islam (Al-Quran, Hadist, Ijma Ulama dan Qiyas) Bahan yang diharamkan meliputi (UU JPH, Pasal 18): a) Bangkai b) Darah; c) Babi; dan/atau d) Hewan yang disembelih tidak sesuai dengan syariat. e) Bahan selain di atas yang ditetapkan oleh ketetatapan Menteri Agama berdasarkan atas fatwa MUI. RANGKUMAN TITIK KRITIS KEHALALAN SUMBER BAHAN OBAT TUMBUHAN HEWAN MIKROORGANISME SINTESIS TIDAK KRITIS KRITIS KRITIS TIDAK KRITIS Memabukkan dan membahayakan, Melibatkan bahan haram dalam proses : HARAM Hewan Haram: HARAM Melibatkan medium pertumbuhan atau bahan haram dan najis: HARAM Bahan pereaksi dari babi atau turunannya: HARAM BOLEH Hewan Halal: Perlu Cara Penyembelihan Syariah BOLEH Medium Najis bukan Babi: Perlu pemisahan dan pensucian sesuai Syariah: BOLEH BOLEH TITIK KRITIS KEHALALAN PRODUKSI OBAT • Bahan aktif , bahan eksipien dan bahan penolong yang digunakan harus halal. • Fasilitas produksi hanya digunakan untuk produk halal saja. • Tidak ada peluang tercampur dan terkontaminasi dengan bahan yang haram dari bahan tambahan, bahan penolong atau dari fasilitas yang digunakan. • Bahan pengemas yang digunakan harus halal. • Pencucian dan pensucian peralatan harus sesuai syariat. • Proses akan diaudit langsung oleh Auditor halal untuk menetapkan kehalalannya. Flow-Chart: Produksi Tablet EKSIPIEN BAHAN AKTIF FARMASI PENCAMPURAN EKSIPIEN GRANULASI PENGERINGAN TABLET PENGEMASAN PENCETAKAN TABLET 53 Titik Kritis Kehalalan Sediaan Farmasi JENIS SEDIAAN TITIK KRITIS BAHAN ATAU PROSES Aerosol Bahan aktif, surfaktan dan pelarut Sirup Bahan aktif, bahan pengental, pemanis, pelarut, etanol Eliksir Bahan aktif, bahan pelarut (etanol, gliserol, dll) Emulsi Bahan aktif, minyak/lemak, surfaktan dan pengawet Suspensi Bahan aktif, bahan pensuspensi, pengawet dan pengental Lotio Bahan aktif, sama dengan emulsi dan suspensi Injeksi Bahan aktif, titik kritis larutan, emulsa, suspensi dan serbuk Salep Bahan aktif, minyak/lemak, surfaktan, pengawet Titik Kritis Kehalalan Sediaan Farmasi JENIS SEDIAAN Larutan sejati TITIK KRITIS BAHAN DAN PROSES Bahan aktif, pelarut, perisa, pewarna dan pemanis Obat tetes (mata, hidung Bahan aktif, sama seperti pada larutan, emulsi, dan dan telinga) suspensi Serbuk Bahan aktif, bahan pengisi, perisa, pewarna dan pemanis Tablet dan kapsul Bahan aktif, bahan pengisi, bahan pengikat, lubrikan, asam lemak, penyalut, pemanis, etanol, pewarna, cangkang kapsul gelatin Suppositoria Bahan aktif, sumber gelatin, gliserin, surfaktan Gel Bahan aktif, kosolven, surfaktan, humektan, minyak, pengawet Krim Bahan aktif minyak, malam, asam lemak, kosolven, surfaktan, pengawet, pewarna, pewangi. SISTEM MANAJEMEN HALAL • Industri Farmasi yang mau memproduksi sediaan farmasi halal dituntut menyiapkan suatu sistem manajemen halal untuk menjamin kesinambungan proses produksi halal secara konsisten. • Sistem manajemen halal adalah suatu sistem manajemen terintegrasi yang disusun, diterapkan dan dipelihara untuk mengatur bahan, proses produksi, produk, sumber daya manusia dan prosedur dalam menjaga kesinambungan proses produksi halal sesuai dengan persyaratan yang telah ditetapkan. • Dikenal Sistem Jaminan Halal (SJH) yang tertera di dalam Halal Assurance System (HAS) 23000 (LPPOM MUI) dan Sistem Manajemen Halal ISO 99001:2016 (BSN) serta General guidelines for Halal Pharmaceutical MS 2424.2012 (Malaysia) PERBEDAAN SISTEM MANAJEMEN HALAL NO SJH /HAS 23000 SMH ISO 99001 1. Kebijakan halal Organisasi Quality Management 2. Tim Manajemen Halal kepemimpinan Responsibility 3. Training dan Edukasi Perencanaan Halal Assurance System 4. Bahan Dukungan Halal Pharma in GMP 5. Produk Operasional Halal Qualty Control 6. Fasiltas Evaluasi Kerja Personal & Training 7. Prosedur Kritis Peningkatan Premise & Equipment 8. Ketertelusuran Materials 9. Penanganan tdk Halal Production Process 10. Audit Internal Production & Storage Areas 11. Kaji ulang manajemen Documentation MS 2424.2012 YANG TERLIBAT DALAM SERTIFIKASI OBAT HALAL 1. Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BP JPH). 2. Lembaga Pemeriksa Halal (LPH) dengan Auditor Halal (yang sudah operasional adalah LPPOM-MUI) 3. Majelis Ulama Indonesia (MUI) yang menetapkan status kehalalan obat melalui sidang komisi fatwa. 4. Industri Farmasi dengan Penyelia Halal (yang mendaftarkannya ke BPJPH). 5. Badan Pengawas Obat dan Makanan (Badan POM) dan Kementerian Kesehatan RI. 6. Pihak lain yang terkait IMPLEMENTASI UU JPH: SERTIFIKASI HALAL UNTUK OBAT Sertifikasi halal adalah suatu proses untuk memperoleh sertifikat halal , melalui kegiatan beberapa tahap untuk membuktikan bahwa bahan, proses produksi dan sistem jaminan halal pelaku usaha telah memenuhi persyaratan/standar halal yang telah ditetapkan. Menurut UU JPH, Sertifikat Halal adalah pengakuan kehalalan suatu Produk yang dikeluarkan oleh BPJPH berdasarkan fatwa halal tertulis yang dikeluarkan oleh MUI. Kewajiban bersertifikat halal bagi Produk yang beredar dan diperdagangkan di wilayah Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 mulai berlaku 5 (lima) tahun terhitung sejak Undang-Undang ini diundangkan (2019). SKEMA SERTIFIKASI HALAL LPH AUDIT LAPOR INDUSTRI FARMASI TUNJUK MOHON DAFTAR BP JPH FATWA SERTIFIKAT REGISTRASI NIE MAJELIS ULAMA INDONESIA BPOM RI PENYIAPAN SERTIFIKASI HALAL 1. Menyiapkan dokumen: Organisasi, Tim Manajemen Halal dan Penyelia Halal terlatih, Bahan-bahan, Produk, Prosedur, Suplier, Bangunan, Fasilitas : produksi, kontrol, penyimpanan, SOP semua kegiatan, dll. 2. Menyusun Sistem Manajemen Halal. 3. Pendaftaran Sertifikasi Halal: langsung atau on line. 4. Menerima Visitasi dan Audit dari LPH yang ditunjuk BP JPH. PENTAHAPAN SERTIFIKASI HALAL Sediaan Farmasi beragam klasifikasi dan fungsi. Sesuai dengan pasal 67 ayat 2, maka sertfikasi obat diusulkan dilakukan secara bertahap dengan mempertimbangkan tingkat kesulitan dan fungsi obat sesuai klasifikasinya . Obat-obat yang bersifat live saving, tapi bahan haramnya belum bisa digantikan dengan yang halal maka diusulkan tetap iproduksi dengan catatan khusus sesuai aturan. PENTAHAPAN SERTIFIKASI HALAL Tahapan proses sertifikasi adalah berurutan dimulai dari: Obat Herbal, OHT dan Fitofarmaka Obat Bebas dan Obat Bebas Terbatas Obat Keras Obat “live saving” dan program: Respiratory, Cardiovascular, Endocrine, Pain killer, ATM (anti AIDS, Tuberkulosa dan Malaria). Biopharmaceutical products (vaksin, obat polipeptida) TERIMA KASIH HALAL