SEMINAR HERITAGE IPLBI 2017 | KASUS STUDI Masjid Sultan Suriansyah sebagai Simbol Dimulainya Pergerakan Islam di Kalimantan Selatan Noortieni Khairulisa [email protected] Program Studi Arsitektur, Sekolah Arsitektur, Perencanaan, dan Pengembangan Kebijakan, Institut Teknologi Bandung Abstrak Kota Banjar merupakan sebuah kota yang terletak di Provinsi Kalimantan Selatan dimana pada masa lalunya, kota tersebut dikuasai oleh para pemimpin yang berasal dari kerajaan-kerajaan Hindu. Pada masa kekuasaan kerajaan-kerajaan Hindu di Kota Banjar, mayoritas penduduk Kota Banjar beragama Hindu, kemudian pembangunan candi-candi di kota tersebut berkembang pesat. Sampai di masa kemenangan Pangeran Samudera yang dibantu oleh Kerajaan Demak untuk merebut wilayah kekuasaan di Kota Banjar, beliau pun memenuhi janjinya untuk berpindah agama menjadi Islam yang diikuti pula oleh rakyat-rakyatnya. Islam pun berkembang mejadi besar di Kota Banjar. Hal inilah yang kemudian mendorong dibangunnya Masjid Sultan Suriansyah sebagai tempat beribadah umat muslim di Kota Banjar untuk memenuhi kebutuhan peribadatan mereka. Kata-kunci : Banjar, islam, masjid Pendahuluan Pada tahun 1000 M, wilayah di dalam Kalimantan Selatan termasuk perkampungan Kuin dikuasai oleh Kejaraan Negara Daha dimana kerajaan tersebut menganut agama Hindu sebagai kepercayaan mereka. Hingga tahun 1500 M, kepemimpinan di wilayah ini silih berganti selama beberapa periode tertentu. Selama masa tersebut, wilayah ini juga pernah ditaklukan oleh kerajaan Hindu yang cukup besar yaitu Kerajaan Majapahit yang kemudian membentuk kerajaan baru di wilayah ini yang masih menjadi “peranakan” dari Kerajaan Majapahit. Seiring berjalannya waktu, kemudian di tahun 1515 M, muncul sebuah konflik. Saat itu raja yang menjabat di wilayah ini yaitu Maharaja Sukarama wafat dan mewasiatkan cucunya yaitu Pangeran Samudera untuk diturunkan tahtanya dan diangkat menjadi raja. Namun hal ini ditolak oleh putera raja yaitu Pangeran Tumanggu yang menyebabkan Pangeran Samudera akhirnya angkat kaki dari wilayah tersebut. Selama proses kepergian itu, Pangeran Samudera pergi ke perkampungan Kuin dan kemudian diangkat menjadi Raja Banjar. Ternyata berita bahwa Pangeran Samudera masih hidup dan menjadi Raja Banjar didengar oleh Pangeran Tumenggung dan menyebabkan peperangan. Dalam peperangan ini, Pangeran Samudera meminta bantuan kepada Kerajaan Demak yang baru saja tiba di perkampungan Kuin untuk dapat menang melawan Pangeran Tumanggu. Kerajaan Demak menyanggupi permintaan Pangeran Samudera dan bersedia membantunya dengan syarat nantinya Pangeran Samudera beserta rakyatnya akan memeluk Islam apabila berhasil memenangkan pertempuran. Singkat cerita, pertempuran itu berhasil dimenangkan oleh Pangeran Samudera dan beliau diakui kekuasaannya atas Kota Banjar dan kemudian beliau beserta rakyatnya pun berpindah agama ke Islam. Kemudian karena adanya hal ini, Islam pun berkembang pesat di Kota Banjar. Dengan berkembangnya Islam, mayoritas penduduk Kota Banjar pun memeluk agama ini sehingga kebutuhan akan adanya tempattempat ibadah bagi umat Islam yang memadai pun semakin menuntut mengingat sebelumnya tempat-tempat ibadah di Kota Banjar mayoritas merupakan tempat ibadah agama Hindu. Oleh Prosiding Seminar Heritage IPLBI 2017 | A 399 Masjid Sultan Suriansyah Sebagai Simbol Dimulainya Pergerakan Islam di Kalimantan Selatan karena itu, Pangeran Samudera yang kemudian mengganti namanya menjadi Sultan Suriansyah dan membangun sebuah masjid. Masjid ini kemudian diberi nama sesuai namanya dan menjadi simbol dari dimulainya era agama Islam di Kota Banjar dan di Kalimantan Selatan. Masjid Sultan Suriansyah dan Arsitekturnya Masjid ini dibangun oleh Sultan Suriansyah ketika beliau baru memenangkan kekuasaan atas Kota Banjar dari Pangeran Tumanggu yang dibantu oleh Kerajaan Demak sehingga pembangunan masjid ini pun dipengaruhi pula oleh gaya-gaya yang berasal dari Kerajaan Demak. Arsitektur dari masjid ini mengaplikasikan pola-pola ruang yang ada di Masjid Agung Demak. Arsitektur Masjid Agung Demak sendiri dipengaruhi oleh arsitektur Jawa Kuno pada masa kerajaan Hindu. Identifikasi pengaruh arsitektur tersebut tampil pada tiga aspek pokok dari arsitektur Jawa-Hindu. Menurut sumber dari Kemdikbud, tiga aspek tersebut yaitu atap meru, ruang keramat atau cella dan tiang guru yang melingkupi cella. Atap meru merupakan ciri khas atap bangunan suci di Jawa dan Bali. Bentuk atap yang bertingkat dan mengecil ke atas merupakan lambang vertikalitas dan orientasi kekuasaan ke atas. Bangunan yang dianggap paling suci dan dan penting memiliki tingkat atap paling banyak dan paling tinggi. Ciri atap meru ini tampak pada Masjid Sultan Suriansyah yang memiliki atap bertingkat sebagai bangunan terpenting di daerah tersebut. Bentuk atap yang besar dan dominan, memberikan kesan ruang yang tinggi. Kemudian di bagian bawahnya terdapat ruang keramat (suci) yang biasa disebut cella. Sedangkan tiang guru adalah tiang-tiang yang melingkupi cella. Cella yang dilingkupi tiang-tiang guru ditempatkan di bagian depan ruang mihrab yang berarti secara kosmologi cella lebih penting dari mihrab. Masjid Sultan Suriansyah juga dibangun dengan gaya arsitektur khas Banjar dengan konstruksi rumah panggung berbahan dasar kayu ulin dan beratap tumpang tiga dengan hiasan pustaka pada bagian atapnya. Masjid ini berdiri di lahan seluas 30 x 25 meter dengan ukuran bangunan yaitu panjang 15,50 meter, lebar 15,70 meter dan tinggi 10 meter. Di bagian dalam masjid terdapat sebuah mimbar yang berbahan dasar kayu ulin. Lengkungan di muka mimbar dihiasi kaligrafi Arab. Di bawah tempat duduk mimbar terdapat undak-undak berjumlah sembilan yang dihiasi dengan ukiran berupa sulur-sulur dan kelopak bunga. Di bagian mihrab, atap terpisah dengan bangunan induk. Lalu pada bagian daun pintu sebelah barat dan timur terdapat inskripsi Arab berbahasa Melayu yang ditulis dalam sebuah bidang berukuran 0, 5 x 0,5 meter. Gambar 1. Perspektif eksterior dari Masjid Sultan Suriansyah yang menampilkan bentuk atapnya. Sumber: Google A 400 | Prosiding Seminar Heritage IPLBI 2017 Noortieni Khairulisa Gambar 2. Perspektif interior dari Masjid Sultan Suriansyah yang menampilkan tiang-tiang dan ornament-ornamennya. Sumber: Google Sebagai masjid tertua di Kota Banjar, Masjid Sultan Suriansyah termasuk ke dalam bangunan Masjid Kuno yang masih menggunakan filosofi-filosofi tertentu pada detil-detil bangunannya. Berdasarkan sumber dari Wikipedia, kekunoan masjid ini dapat dilihat pada 2 buah inskripsi yang tertulis pada bidang berbentuk segi delapan berukuran 50 cm x 50 cm yakni pada dua daun pintu Lawang Agung (pintu utama). Pada daun pintu sebelah kanan terdapat 5 baris inskripsi Arab-Melayu berbunyi, "Ba'da hijratun Nabi Shalallahu 'alahihi wassalam sunnah 1159 pada Tahun Wawu ngaran Sultan Tamjidillah Kerajaan dalam Negeri Banjar dalam tanah tinggalan Yang mulia." Sedangkan pada daun pintu sebelah kiri terdapat 5 baris inskripsi Arab-Melayu berbunyi, "Kiai Damang Astungkara mendirikan wakaf Lawang Agung Masjid di Nagri Banjar Darussalam pada hari Isnain pada sapuluh hari bulan Sya'ban tatkala itu (tidak terbaca)". Kedua inskripsi ini menunjukkan pada hari Senin tanggal 10 Sya'ban 1159 telah berlangsung pembuatan Lawang Agung oleh Kiai Demang Astungkara pada masa pemerintahan Sultan Sepuh atau Sultan Tamjidullah I (1734-1759). Pada mimbar yang terbuat dari kayu ulin terdapat pelengkung mimbar dengan kaligrafi berbunyi "Allah Muhammadarasulullah". Pada bagian kanan atas terdapat tulisan "Krono Legi: Hijrah 1296 bulan Rajab hari Selasa tanggal 17", sedang pada bagian kiri terdapat tulisan, "Allah subhanu wal hamdi al-Haj Muhammad Ali al-Najri". Ini berarti pembuatan mimbar pada hari Selasa Legi tanggal 17 Rajab 1296, atas nama Haji Muhammad Ali al-Najri. Gambar 3. Bantuk mimbar dari Masjid Sultan Suriansyah. Sumber: Wikipedia Prosiding Seminar Heritage IPLBI 2017 | A 401 Masjid Sultan Suriansyah Sebagai Simbol Dimulainya Pergerakan Islam di Kalimantan Selatan Perpaduan elemen-elemen arsitektur Hindu dan Islam di dalam bangunan masjid ini menjadi keunikan tersendiri sebab melalui sejarahnya pembangunan masjid ini mewakili masa transisi kepercayaan rakyat Banjar dari agama Hindu yang berpindah ke agama Islam. Masjid ini juga dikatakan sebagai simbol dari masuknya era baru dimana Islam menjadi bagian dari kehidupan masyarakat Kota Banjar dan Masjid Sultan Suriansyah dijadikan sebagai tempat ibadah utama di masa-masa awal perkembangannya. Dengan dibangunnya masjid ini memicu pembangunan masjidmasjid lainnya yang ada di Kota Banjar dan semakin memperluas ajaran-ajaran agama Islam ke seluruh Kota Banjar. Kesimpulan Dengan dilatarbelakangi adanya peristiwa peperangan yang menyebabkan Pangeran Samudera berpindah agama menjadi seorang muslim ini menjadi momentum yang cukup berpengaruh bagi Kota Banjar. Wilayah yang dulunya didominasi oleh orang-orang dengan kepercayaan Hindu menjadi berpindah haluan dan ikut menganut agama Islam. Selain berpengaruh pada berubahnya kepercayaan orang-orang di wilayah ini, ternyata memberikan dampak pula dengan dibangunnya bangunan-bangunan bercorak Islam seperti salah satunya Masjid Sultan Suriansyah. Masjid yang kini menjadi masjid tertua di Kota Banjar merupakan masjid yang dibangun untuk mengakomodasi kebutuhan beribadah umat muslim di Kota Banjar yang kemudian menjadi pertanda lahir dan berkembangnya ajaran Islam di Kota Banjar hingga saat ini. Acknowledgement Penulis, Noortieni Khairulisa (15214018), berterima kasih kepada Bapak Bambang Setia Budi, S.T., M.T., Ph.D, selaku dosen pengampu yang telah memberikan kesempatan bagi saya untuk menulis artikel ini, Program Studi Arsitektur ITB yang juga memberikan saya kesempatan menulis artikel ini dengan tujuan memenuhi tugas mata kuliah Arsitektur Islam, serta panitia acara Heritage: Tangible Intagible yang telah menyediakan wadah bagi saya untuk menulis artikel ini. Daftar Pustaka Wikipedia (n.d.). Sejarah Kalimantan Selatan. Retrieved from https://id.wikipedia.org/wiki/Sejarah_Kalimantan_Selatan Wikipedia (n.d.). Sejarah Kalimantan Selatan. Retrieved from https://id.wikipedia.org/wiki/Masjid_Sultan_Suriansyah Gunawan, E. (2016). Masjid Sultan Suriansyah. Retrieved from http://kebudayaan.kemdikbud.go.id/bpcbkaltim/2016/07/masjid-sultan-suriansyah/ Sarong, F. (2013). Masjid Sultan Suriansyah, Sisa Sejarah di Kalsel . Retrieved from http://nationalgeographic.co.id/berita/2013/12/masjid-sultan-suriansyah-sisa-sejarah-di-kalsel Catatan 1 Cenderung netral dan mengelaborasi persoalan tertentu. A 402 | Prosiding Seminar Heritage IPLBI 2017