membuat teras lahan miring 2007, bersolum tidak dalam: menyiasati penetapan posisi lubang tanam Warta PusatKiat Penelitian Kopi danpada Kakao Indonesia 23(1), 25—31 KIAT MEMBUAT TERAS PADA LAHAN MIRING BERSOLUM TIDAK DALAM: MENYIASATI PENETAPAN POSISI LUBANG TANAM Terracing technique on sloping lands with shallow effective depth: Positioning the planting hole locations Rudy Erwiyono Peneliti Tanah, Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia Ringkasan Pengelolaan lahan miring pada budi daya kopi dan kakao mensyaratkan pembuatan teras untuk memenuhi kaidah konservasi tanah dan air dalam pengelolaan lahannya, agar budi daya tanaman dapat berlangsung dalam jangka panjang dengan kerusakan tanah minimal. Namun, pembuatan teras tidak selalu dapat dipenuhi dengan pembuatan teras bangku, mengingat kondisi lahannya tidak selalu dapat memenuhi syarat pembuatan teras bangku. Pada lahan miring dengan ciri-ciri lahan memenuhi syarat pembuatan teras bangku, tetapi jeluk tanahnya beragam dari satu hamparan ke hamparan yang lainnya, maka pembuatan teras perlu mempertimbangkan lokasi pembuatan lubang tanam tanaman pokok sedemikian rupa, sehingga jeluk tanah yang tersisa setelah pembuatan teras tidak berkurang atau bahkan lebih rendah daripada harkat terendah kebutuhan jeluk media pertumbuhan kopi dan kakao. Pada lahan miring bersolum tidak dalam pembuatan teras dapat dilakukan dengan menyiasati penetapan lokasi lubang tanam kopi atau kakao, yakni sisi (permukaan) luar lubang tanam tepat di garis kemiringan lahan sepanjang kontur, agar harkat kesesuaian lahannya tidak berubah akibat pembuatan teras. Kata kunci : lahan miring, jeluk tanah, pembuatan teras, lubang tanam. Summary Management of sloping lands of cocoa and coffee cultivations requires terrace construction to meet soil and water conservation principles in managing the lands; hence, the cultivation could be present in a long productive period with minimal land degradation. However, terrace construction can not always be fulfilled by constructing bench terrace since the land conditions are not appropriate for bench terrace construction. Sloping lands with conditions/characteristics suitable for bench terrace construction, but their effective depths vary from one place to another; therefore, terrace construction needs to consider the locations of the planting holes of the main crop, coffee or cocoa, in such ways that the rest of effective depths 25 Erwiyono after terrace construction does not decrease or even become shallower than those of the shallowest effective depth requirement for cocoa and coffee growing media. On sloping lands with not deep (shallow) soil solum, terrace construction could be done by positioning trickily the planting hole locations of coffee or cocoa, in which the outer surface side of the planting hole is positioned right at the land slope line along the contour, as a result its suitable level does not change due to terrace construction. Key words: Sloping lands, soil depth, terracing, planting holes. PENDAHULUAN Dalam budi daya tanaman pertanian pada umumnya dan budi daya kopi dan kakao khususnya, ada tiga hal penting yang perlu dipertimbangkan dengan sungguh-sungguh agar budi daya tanaman-tanaman tersebut berhasil. Ketiga hal tersebut adalah bahan tanam yang unggul, lingkungan tumbuh yang sesuai, dan kultur teknis yang baik (Alvim, 1977; PPKKI, 2004; PPKKI, 1998; Williams, 1975; Wrigley, 1988; Erwiyono et al., 2006). Bahan tanam yang unggul dengan potensi produksi yang tinggi akan dapat menjamin budi daya tanaman dapat memperoleh hasil yang tinggi apabila pertanaman dibudi dayakan di lingkungan tumbuh yang dapat memenuhi kebutuhan lingkungan tumbuh tanaman, dan pengelolaan lahan dan pertanaman menggunakan kultur teknis yang baik. Lingkungan tumbuh yang sesuai bagi tanaman kopi dan kakao adalah lingkungan yang memiliki kondisi iklim relatif tidak kering, dengan sebaran hujan bulanan relatif merata sepanjang tahun, sehingga kedua jenis tanaman tersebut tidak mengalami cekaman air dalam periode pertumbuhannya. Di samping itu, persyaratan lain yang diperlukan untuk menjamin pertumbuhan tanaman yang baik dalam jangka panjang adalah tinggi tempat pada kisaran yang optimum, lahan relatif tidak miring, kondisi fisik dan kimia tanah relatif baik dan subur, kondisi drainasi tanah relatif baik, tanah tidak mengandung unsur-unsur yang dapat meracuni tanaman, dan potensi kerusakan tanah minimal. Kondisi demikian diperlukan tanaman untuk menjamin pertumbuhan tanaman yang baik dengan produktivitas yang tinggi dalam jangka panjang sesuai potensi genetik tanaman. Namun, kondisi lahan yang demikian tidak selalu dapat dijumpai di banyak bentang alam, atau sebarannya dapat dikatakan relatif terbatas pada bagian-bagian hamparan yang ada. Sedangkan sebagian lagi dari hamparan yang ada biasanya dalam kondisi relatif kurang atau tidak sesuai untuk pertumbuhan tanaman terpilih, dalam arti ciri lahan tertentu berada dalam kondisi kurang sesuai atau harkatnya kurang sesuai (mendukung) bagi kebutuhan pertumbuhan tanaman kopi dan atau kakao. Pada kondisi demikian diperlukan kultur teknis yang baik, yang di antaranya terkait ciri lahan tersebut untuk memperbaiki kondisinya agar dapat mendukung pertumbuhan pertanaman terpilih dengan lebih baik. Dalam hal ciri lahan tertentu dalam kondisi secara potensial tidak sesuai harkatnya untuk pertumbuhan 26 Kiat membuat teras pada lahan miring bersolum tidak dalam: menyiasati penetapan posisi lubang tanam tanaman, maka lahan tersebut lebih baik ditinggalkan untuk budi daya tanaman kopi atau kakao sebaliknya digunakan untuk budi daya tanaman lain yang lebih sesuai, agar produktivitas lahan tersebut dapat diupayakan tetap tinggi. Salah satu pembatas lahan untuk budi daya tanaman kopi atau kakao yang sering dijumpai pada wilayah dengan topografi bergelombang hingga bergunung adalah kemiringan lahan. Budi daya tanaman kopi dan atau kakao yang efisien mensyaratkan bahwa kemiringan lahan tidak boleh melebihi 45% (24O)(PPKKI, 1998 & 2004), karena pada lahan dengan kemiringan lahan >45% di samping pengelolaan lahan dan pertanaman tidak efisien dan produktivitas tanaman sangat rendah, juga potensi kerusakan lahan oleh erosi sangat besar (Erwiyono et al., 2006). PERSIAPAN LAHAN Seperti telah dikemukakan sebelumnya, bahwa budi daya tanaman kopi dan atau kakao yang berhasil mensyaratkan lingkungan tumbuh yang sesuai untuk menjamin produktivitas tanaman yang tinggi, di samping kerusakan lahan yang minimal agar produktivitas lahan dapat dipertahankan tetap tinggi dalam jangka panjang. Namun, kondisi lahan yang tersedia dan sering dijumpai untuk budi daya kedua tanaman ini umumnya atau sebagian besar tergolong kurang sesuai atau kurang mendukung pertumbuhan tanaman secara optimal karena satu atau lebih ciri lahan berada dalam kondisi kurang sesuai atau kurang memenuhi kebutuhan lingkungan tumbuh tanaman 27 untuk tumbuh normal. Oleh karena itu, untuk mengatasi kondisi demikian diperlukan kegiatan persiapan lahan pada lahan-lahan atau calon lahan pertanaman kopi dan kakao, agar kondisi lahan dapat diupayakan optimal memenuhi kebutuhan lingkungan pertumbuhan tanaman dalam jangka panjang dengan kerusakan lahan yang minimal karena pengelolaan lahan dan pertanaman mengikuti kaidah konservasi tanah dan air. Kegiatan persiapan lahan baku yang umum dilakukan dalam budi daya tanaman kopi dan atau kakao meliputi penanaman penaung, pembuatan teras, pembuatan lubang tanam, dan pembuatan rorak. Kegiatankegiatan tersebut biasanya dilakukan menjelang penanaman bibit kakao dan atau kopi di lapangan, kecuali pembuatan rorak yang dibuat setelah tanaman kakao atau kopi ditanam di lapangan atau pada lahan pertanaman kopi atau kakao yang sudah ada. Terkait dengan masalah kemiringan lahan yang menjadi pangkal permasalahan, maka kegiatan persiapan lahan pembuatan teras yang selanjutnya dibicarakan. Teras merupakan salah satu kegiatan konservasi tanah dan air yang dibuat untuk mengendalikan atau mencegah erosi, yang efektivitasnya tergantung dari macam teras yang dibuat, kepekaan tanah terhadap erosi, dan faktor pengelolaan lahan dan pertanaman yang lain. Dalam kegiatan praktek budi daya tanaman kopi dan atau kakao selama ini dikenal ada tiga macam bentuk teras, yakni: teras bangku, teras gulud, dan teras individu. Macam atau bentuk teras yang dipilih disesuaikan dengan kemiringan lahan, kedalaman efektif tanah, kepekaan tanah terhadap erosi, dan mudah tidaknya tanah longsor. Erwiyono Teras bangku hanya dapat dibuat pada lahan-lahan yang memiliki kedalaman efektif tanah relatif dalam, tanah tidak mudah longsor, dan lapisan tanah bawah tidak mengandung unsur-unsur yang dapat meracuni tanaman kakao atau kopi. Teras gulud hanya dapat dibuat pada lahan-lahan yang tidak terlalu miring, dan satu-satunya teras yang dapat dibuat pada lahan dengan kedalaman efektif relatif tidak dalam. Teras individu dapat dibuat pada lahan-lahan relatif miring, dan satu-satunya teras yang dapat dibuat pada lahan dengan kemiringan lahan >45%. PERSYARATAN TUMBUH TANAMAN KOPI DAN KAKAO Di antara persyaratan lingkungan tumbuh yang diperlukan tanaman kopi dan atau kakao untuk dapat dibudi dayakan dengan baik selain iklim, tinggi tempat, kemiringan lahan, kondisi drainasi tanah dan potensi genangan, kondisi kimia tanah, dan kondisi toksisitas tanah yang memenuhi syarat, adalah kondisi fisik tanah, yang meliputi kedalaman efektif tanah, tekstur tanah, dan persen batuan (PPKKI, 1998 & 2004). Tanaman kopi dan kakao memerlukan lahan pertumbuhan dengan kedalaman efektif tanah yang relatif dalam dengan tekstur tanah bukan liat masif atau pasir. Kedalaman efektif tanah minimal untuk tanaman kopi dan kakao agar dapat dibudidayakan dengan baik adalah 60 cm. Kurang dari nilai tersebut dinilai kedalaman tanah tidak sesuai untuk budi daya tanaman kakao atau kopi, karena tidak dapat mendukung kebutuhan pertumbuhan dan perkembangan perakaran tanaman kopi atau kakao yang cukup baik. Dengan perkataan lain, kedalaman efektif tanah kurang dari nilai tersebut tidak dapat menjamin pertumbuhan tanaman kopi atau kakao dapat tumbuh normal. Pertumbuhan dan perkembangan perakaran tanaman yang cukup besar sebarannya diperlukan tanaman untuk mendukung pertumbuhan tajuk dan produksi buah sepanjang periode atau masa produktif tanaman kakao atau kopi. Kurang dari 60 cm, kedalaman tanah dinilai tidak mampu mencukupi kebutuhan hara dan air tanaman kakao atau kopi untuk mendukung pertumbuhan tajuk dan produksi tanaman yang relatif baik dalam masa produktif tanaman. Masalah lain dapat muncul terkait kedalaman efektif tanah ini pada lahan-lahan yang relatif miring. Misalnya suatu hasil survei menunjukkan bahwa suatu lahan dinilai sesuai bersyarat (marginal) untuk budi daya tanaman kakao dan atau kopi dengan pembatas lahan bagi pengelolaannya adalah ciri kemiringan lahan dan atau kedalaman efektif tanah. Apabila lahan-lahan tersebut relatif miring, maka pengelolaan lahan tersebut untuk budi daya tanaman (kakao atau kopi) mensyaratkan pengelolaan lahan dengan pembuatan teras agar memenuhi pengelolaan lahan dan pertanaman menurut kaidah konservasi tanah dan air yang baik, yang diharapkan dapat menjamin budi daya tanaman kopi dan kakao secara berkelanjutan. Namun, masalah dapat muncul saat menetapkan pembuatan teras di lahan tersebut, karena pembuatan teras dapat menurunkan 28 Kiat membuat teras pada lahan miring bersolum tidak dalam: menyiasati penetapan posisi lubang tanam kedalaman efektif tanah yang tersedia/tersisa bagi pertanaman kopi atau kakao setelah pembuatan teras. Apabila kedalaman efektif tanah yang tersedia sekitar 60 cm atau lebih sedikit, maka setelah pembuatan teras kedalaman efektif yang tersisa bisa jadi jauh kurang daripada 60 cm. Semakin miring lahan kedalaman efektif yang tersisa setelah pembuatan teras akan semakin tipis. Artinya, lahan yang sebelum-nya relatif kurang sesuai untuk budi daya tanaman menjadi tidak sesuai untuk budi daya tanaman kopi atau kakao karena kedalaman efektif setelah pembuatan teras menjadi tidak memenuhi persyaratan minimal kedalaman efektif untuk budi daya ke dua tanaman ini. Oleh karena itu, diperlukan penyiasatan dalam persiapan lahannya, agar lahan yang tergolong kurang sesuai tersebut tetap tidak berubah (menurun) harkatnya menjadi tidak sesuai setelah kegiatan persiapan lahan dilakukan pada lahan tersebut. Ada kemungkinan, selama ini pembuatan teras pada lahan-lahan demikian kurang memperhitungkan kemungkinan perubahan harkat ciri lahan ini atau hal demikian belum pernah dilaporkan secara eksplisit, sehingga kemungkinan penurunan harkat kedalaman efektif tanah setelah pembuatan teras bagi pertumbuhan tanaman dapat saja terjadi. Langkah penyiasatan yang dapat dilakukan agar harkat lahan tidak berubah setelah pembuatan teras adalah dengan penetapan posisi lubang tanam di tengah teras yang tanah di atasnya digali tanahnya untuk membuat setengah teras bagian dalam dan tanah galian ditimbunkan pada bagian teras 29 di sebelah luar (lihat Gambar 1). Dengan demikian, sisi (permukaan) luar lubang tanam tepat di garis kemiringan lahan dan garis kontur. Macam teras yang dapat dibuat untuk menetapkan langkah tersebut adalah teras individu (Gambar 2) atau teras bangku tidak sempurna (teras semi bangku) (Gambar 3). MENYIASATI PENETAPAN POSISI LUBANG TANAM Seperti telah diuraikan sebelumnya, bahwa untuk mengatasi masalah pengelolaan lahan miring bersolum tidak dalam adalah dengan cara menyiasati penetapan posisi lubang tanam saat pembuatan teras dalam persiapan lahannya agar harkat kedalaman efektif tanah tidak berkurang bagi pertumbuhan tanaman setelah pembuatan teras. Langkah-langkah yang perlu diambil dalam persiapan lahannya adalah dalam urutan berikut. Pertama, penetapan jarak tanam pilihan untuk pertanaman kopi atau kakao di lapangan. Dalam mengajir jarak tanam pilihan di lapangan perlu ditetapkan bahwa jarak tanam yang lebih pendek dipilih untuk jarak tanam pertanaman dalam barisan di dalam teras mengikuti kontur. Sedangkan jarak tanam yang lebih panjang dipilih untuk jarak tanam pertanaman antar teras. Jarak tanam tanaman penaung diajir di antara barisan pertanaman pokok di antara teras dan mengikuti kontur (lihat Gambar 1). Erwiyono Penaung Penimbunan Penggalian Lokasi pemupukan Lubang tanam Gambar 1. Tampak samping teras individu atau teras bangku tidak sempurna. Figure 1. Side view of individual terrace or incomplete bench terrace. Gambar 2. Teras individu dalam tiga demensi. Figure 2. Individual terrace in a spacious (3-Dimension) sight. Gambar 3. Teras bangku tidak sempurna dalam tiga dimensi. Figure 3. Incomplete bench terrace in a spacious (3-Dimension) sight. 30 Kiat membuat teras pada lahan miring bersolum tidak dalam: menyiasati penetapan posisi lubang tanam Kedua, penggalian tanah di sebelah atas lubang tanam tanaman pokok dapat selebar jarak penempatan pupuk dan pembuatan rorak (75—100 cm) untuk teras bangku tidak sempurna hingga selebar jarak barisan tanaman pokok dengan barisan tanaman penaung, yakni sejauh setengah jarak tanam tanaman pokok antar teras untuk teras bangku dalam hal kedalaman tanahnya tidak membatasi kebutuhan kedalaman tanah minimal tanaman; dibuat mengikuti kontur dalam hal terasnya berbentuk teras semi bangku atau melingkari tanaman pokok dalam hal terasnya berupa teras individu. Tanah dalam teras perlu dibuat datar dengan jalan meratakan tanah dengan bantuan penera datar pada segitiga samakaki atau selang transparan berisi air, agar aliran air hujan dalam teras memiliki kekuatan aliran minimal dan tidak menyebabkan erosi berarti. Untuk menekan erosi serendah-rendahnya di lahan pertanaman, tebing teras atau lereng di antara teras dapat dipertahankan tetap ditumbuhi rumput atau ditanami penutup tanah, sebaiknya kacang-kacangan, sebagai sumber bahan organik yang dapat dipanen secara periodik. KESIMPULAN Pada lahan miring bersolum tidak dalam pembuatan teras dapat dilakukan dengan menyiasati penetapan lokasi lubang tanam kopi atau kakao, yakni: sisi (permukaan) luar lubang tanam diposisikan tepat di garis kemiringan lahan dan garis kontur, sehingga harkat kesesuaian lahannya tidak berubah setelah (akibat) pembuatan teras. UCAPAN TERIMA KASIH Penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak Dr. John Bako Baon, Ketua Kelompok Peneliti Tanah dan Agroklimat, atas koreksi dan saran dalam penulisan naskah ini. PUSTAKA Alvim, Paulo de T. (1977). Cacao. p. 279-313. In: Alvim, Paulo de T. & T.T. Kozlowski (Eds.) Ecophysiology of Tropical Crops. Academic Press, Inc. New York. Erwiyono, R; A. Wibawa; Pujiyanto & J.B. Baon (2006). Peranan perkebunan kopi terhadap kelestarian lingkungan dan produksi kopi: Kasus di tanah Andosol. Hal. 155—162. Dalam : Wahyudi, T. et al. (Eds). Penguatan agribisnis kopi melalui peningkatan mutu, diversifikasi produk dan perluasan pasar. Simposium Kopi 2006 di Surabaya, 2—3 Agustus 2006. Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia (2004). Panduan lengkap budidaya kakao. Kiat mengatasi permasalahan praktis. Penerbit PT. Agromedia Pustaka. Depok. 328 hal. Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia (PPKKI). (1998). Pedoman Teknis: Budidaya Tanaman Kopi (Coffea spp.). Jember. 96 hal. Williams, C.N. (1975). Coffee (Coffea spp.). The agronomy of the major tropical crops. Oxford University Press. Selangor. Malaysia. p. 84—96. Wrigley, G. (1988). Coffee. Longman Scientific & Technical, Longman Singapore Publishers (Pte) Ltd. Singapore. 639 pp. ********* 31