INFORMASI MERAH PUTIH INSA PASTI BISA Untuk Kejayaan Pelayaran Nasional DITERBITKAN : DPP INSA PENANGGUNGJAWAB : DPH INSA EDISI : 15/I/2017, Januari 2017 Paket XV tentang Deregulasi Kebijakan Ekonomi INSA Usulkan Perbaikan Aturan Pemerintah ingin meningkatkan peranan sewa kapal dari perusahaan nasional menjadi lebih besar dari 57% dan merevitalisasi perusahaan galangan nasional di luar Batam JAKARTA—Pemerintah menyiapkan Paket Deregulasi Kebijakan Ekonomi XV di bidang Transportasi dan Logistik yang segera diluncurkan dalam rangka meningkatkan daya saing penyedia jasa logistik nasional. Rencana Paket Deregulasi Kebijakan Ekonomi XV sudah dibahas pada Rapat Koordinasi Menko Perekonomian dan pelaku usaha jasa transportasi logistik, (19/1). Mereka yang diundang antara lain Indonesia National Shipowners’ Association (INSA), Asosiasi Logistik dan Forwarder Indonesia (ALFI), Asosiasi Logistik Indonesia (ALI), Persatuan Pengusaha Pelayaran Niaga Nasional Indonesia (PPPNNI), Asosiasi Pengusaha Truck Indonesia (Aptrindo). Ada dua program utama yang ingin dicapai dalam Paket Kebijakan Deregulasi di bidang Logistik dan Transportasi adalah: Pertama, pengembangan pelaku dan penyedia jasa pelayaran melalui kebijakan term of trade ekspor impor barang tertentu, revitalisasi industri galangan kapal nasional, peralatan kepelabuhanan dan pelayaran dalam dan luar negeri. Kedua, kemudahan usaha dan pengurangan beban biaya penyedia jasa logistik nasional melalui 11 program yakni : 1. Peningkatan keamanan dan efisiensi pengiriman kargo dan pos udara (regulated agent). 2. Penyerderhanaan perizinan angkutan barang. 3. Pengurangan beban biaya jasa transportasi melalui rasionalisasi PNBP sektor perhubungan. 4. Rasionalisasi persyaratan modal izin angkutan laut dan pelabuhan. 5. Rasionalisasi persyaratan modal izin usaha bongkar muat. 6. Rasionalisasi persyaratan modal izin usaha keagenan kapal. 7. Efisiensi biaya kepelabuhanan. 8. Penyederhanaan perizinan penyelenggaraan pos. 9. Standarisasi dokumen pergerakan arus barang dalam negeri (manifest domestic) berbasis elektronik. 10. Konektivitas antarpasar, terminal, kargo, pelelangan ikan dari tingkat kabupaten/koya dan provinsi. 11. Penguatan peran otoritas pelabuhan (OP). Melalui dua program tersebut, pemerintah memiliki sasaran antara lain meningkatnya peranan sewa kapal dari perusahaan nasional menjadi lebih besar dari 57%, sehingga sektor transportasi laut akan lebih bergairah yang pada akhirnya dapat menggerakkan pertumbuhan ekonomi nasional. Ketua Umum INSA Johnson W. Sutjipto yang hadir pada Rapat Koordinasi tersebut mengakui Pemerintah telah memperbarui sejumlah regulasi di bidang logistik dan transportasi agar dunia usaha dapat berkembang dan meningkat berdaya saingnya. Perbaikan itu dimulai sejak Paket Kebijakan I tentang Upaya Menurunkan Biaya Logistik, Dwelling Time, Pengembangan Usaha Penyedia Jasa Logistik dan Cost Recovery diluncurkan dengan salah satu kebijakannya adalah fasilitas tidak dipungut PPN atas Impor dan Penyerahan Alat Transportasi yang diatur oleh PP No.69 tahun 2015. Bersambung ke Hal.2 TERAS INSA 2 Evaluasi INSA Peraturan Pemerintah No. 69 tahun 2015 adalah perubahan atas PP No. 38 tahun 2003 yang mengatur dimana PPN atas impor dan penyerahan alat transportasi dibebaskan. Berdasarkan PP 69 tahun 2015 tersebut, maka PPN atas impor dan penyerahan alat transportasi diubah menjadi tidak dipungut. “ PP ini sangat membantu dalam meningkatkan daya saing transportasi laut.” Pada rezim perpajakan sebagaimana diatur oleh PP No.38 tahun 2003, pelaku usaha pelabuhan dan galangan kapal, tidak bisa merestitusi PPN yang dibebaskan. Sedangkan sekarang, dengan PPN tidak dipungut, maka PPN tersebut dapat direstitusi. Keuntungan yang diraih adalah pelaku usaha pelabuhan dan galangan kapal menjadi lebih kompetitif karena pajak yang dibayarkan dapat direstitusi. Dalam hal ini, INSA mengusulkan: Secara tidak langsung, pelayaran akan mendapatkan biaya rendah pada saat menggunakan jasa kepelabuhanan dan galangan kapal. Meskipun demikian, dalam implementasinya, PP tersebut menghadapi sejumlah hambatan: 1. 2. Untuk mendapatkan fasilitas PPN tidak dipungut, pelayaran harus mengurus Surat Keterangan Tidak Dipungut (SKTD) yang salah satu syaratnya adalah wajib melampirkan RKIP (Rencana Kegiatan Impor dan Penyerahan). Persyaratan ini membebani dari segi waktu pembuatan, birokrasi pembuatan, pelaporan triwulan maupun tata cara permohonan dan pelaporannya kepada Kantor Pelayanan Pajak dimana perusahaan pelayaran terdaftar. 1. 2. Pemahaman petugas Kantor Pelayaran Pajak (KPP) dengan Direktorat Jenderal Pajak (DJP) masih belum 100% sejalan sehingga menghambat proses permohonan SKTD. “Oleh karena itu, kami mengusulkan, persyaratan mendapatkan SKTD yang mewajibkan harus melampirkan RKIP, dihilangkan,” kata Johnson. Kebijakan Term of Trade Johnson menambahkan kebijakan Term of Trade ekspor dan/atau impor dalam rangka meningkatkan peran kapal nasional yang masuk dalam paket kebijakan XV, harus diperkuat mengingat hingga kini, sebagian besar muatan ekspor, dikuasai asing. 3. Rasionalisasi Kebijakan PKKA (Pemberitahuan Kedatangan Kapal Asing) dengan merevisi Peraturan Menteri Perhubungan No. 93 tahun 2013, khususnya pasal 21, 22, 23 dan 24 guna memberikan kepastian usaha bagi pelaku penyedia jasa logistik Indonesia, khususnya di bidang transportasi laut. Pengetatan pengawasan Pajak bagi kapal asing yang mengangkut barang dari Indonesia ke luar negeri. Kapal asing sering berlindung di balik tax treaty, baik PPH maupun PPN. Caranya dengan mewajibkan kapal asing tersebut untuk membayar pajak sebelum berlayar meninggalkan perairan Indonesia. Bukti bayar pajak tersebut kemudian disertakan menjadi lampiran guna mengurus izin berlayar. Kebijakan ini telah dilakukan di beberapa negara tetangga seperti Thailand dan Vietnam. Ketentuan ini memberikan kesetaraan antara kapal asing dan kapal berbendera Indonesia pada kegiatan angkutan ekspor dan/ atau impor, khususnya bidang perpajakan. Memberikan insentif khusus kepelabuhanan bagi kapal-kapal nasional yang mengangkut produk ekspor dan impor Indonesia. Sebab, hingga saat ini, belum ada keperpihakan nyata di pelabuhan terhadap kapal yang mengangkut muatan ekspor dan impor Indonesia. 4. Merevisi Peraturan Menteri Perdagangan No.127 tahun 2015 tentang Ketentuan Impor Barang Modal dalam Keadaan Tidak Baru. Permendag ini membatasi impor kapal bukan baru dengan HS Code yang kurang terperinci jenis kapalnya baik untuk usia 15 tahun maupun 30 tahun. Biaya Logistik Paket Kebijakan XV juga memuat program menurunkan biaya logistik dengan merasionalisasi tarif PNBP bidang Perhubungan melalui revisi PP No.15 tahun 2016. Sebab, PNBP sangat memberatkan karena terdapat 435 pos tarif (51%) baru, 482 pos tariff (57%) yang naik lebih dari 100% bahkan ada yang naik lebih dari 1,000%. “Penetapan tarif PNBP harus mengacu kepada UU No.20 tahun 1997 tentang PNBP yang mengatur penetapan tarif PNBP harus memperhatikan dampaknya terhadap masyarakat dan sesuai prinsip no service no pay dan berkeadilan.” INSA juga mendukung perubahan Peraturan Menteri Perhubungan No.45 tahun 2015 tentang Persyaratan Kepemilikan Modal Dasar Badan Usaha bidang Transportasi. Sebab, ketentuan untuk mendapatkan izin SIUPAL harus memiliki modal minimal Rp50 miliar dan modal disetor Rp12,5 miliar tidak sesuai dengan pasal 29 UU No.17 tahun 2008. “Syarat modal minimal untuk mengurus izin usaha pelayaran Rp6 Miliar dan Modal Disetor Rp1.5 Miliar bagi Badan Usaha Indonesia, sedangkan Joint Venture (JV) Modal Dasar Rp50 Miliar dan Modal Disetor Rp12.5 Miliar. “(*) TERAS INSA 3 INSA Kembali Ingatkan Roadmap Zero to Accident Kementerian Perhubungan Pastikan Layanan Transportasi Laut ke Kepulauan Seribu Sudah Lancar JAKARTA— Lembaran baru tahun 2017 dibuka dengan terjadinya kecelakaan pelayaran yakni terbakarnya kapal wisata Zahro Express, Minggu (1/1/2017) pagi. Kapal wisata ini hangus terbakar saat beranjak dari pelabuhan Muara Angke menuju Pulau Tidung, Kepulauan Seribu. Dalam kecelakaan kapal yang mengangkut sekitar 244 orang penumpang itu, dilaporkan korban meninggal mencapai 23 orang, dengan rincian 20 orang terbakar, 3 orang meninggal karena terjun ke laut dan korban luka sebanyak 16 orang. Hingga saat ini, penyebab terbakarnya kapal Zahro Express masih menjadi tanda tanya besar. Sebab, Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) hingga kini masih bekerja untuk mengungkap penyebab sesungguhnya kapal tersebut terbakar. Dugaan sementara, kemungkinan besar kapal itu terbakar akibat terjadinya arus pendek di ruang mesin. Diasumsikan mesin kapal meledak dan membakar kamar mesin yang di dalamnya terdapat tangki bahan bakar minyak (BBM). Akan tetapi, hasil investasi KNKT diharapkan dapat mengungkap penyebab sebenarnya kecelakaan kapal tersebut. “Kami tunggu hasil investigasi KNKT,” kata Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi baru-baru ini. Dengan kecelakaan tersebut, daftar kecelakaan kapal di Indonesia akhirakhir ini terus bertambah. Sepanjang 2016, KNKT mencatat terjadi 15 kasus kecelakaan alat transportasi laut. Kesemuanya menyisakan duka dan kerugian yang tidak sedikit. Seusai terjadinya kebakaran kapal KM Zuhro Express tersebut, Kementerian Perhubungan langsung menunjuk PT Pelni (Persero) dan PT ASDP Indonesia Ferry (Persero) untuk memastikan pelayaran ke Kepulauan Seribu berjalan lancar. Kemenhub menilai baik PT Pelni (Persero) maupun PT ASDP Indonesia Ferry (Persero) merupakan operator pelayaran yang melayani masyarakat pengguna jasa sesuai dengan standar keselamatan, keamanan, dan pelayanan yang ditetapkan oleh Kemenhub. Sementara itu, Ketua Umum Indonesian National Shipowners’ Association (INSA) Johnson W. Sutjipto menyampaikan bela sungkawa kepada korban dan keluarga yang ditinggalkan. “Kami berharap ini adalah kecelakaan laut terakhir,” kata Ketua Umum INSA Johnson W. Sutjipto. Di Kepulauan Seribu tersebut, pada Januari 2016, Kemenhub juga meresmikan pengoperasian kapal perintis KM Sabuk Nusantara 46 untuk melayani pelayaran dari Pelabuhan Sunda Kelapa menuju Kepulauan Seribu dengan harga tiket sebesar Rp15.000 rupiah. Dia menjelaskan INSA tidak pernah berhenti untuk mengimbau anggotanya untuk selalu mengedepankan keselamatan di dalam pelayaran. “Kami ingin, pelayaran nasional menuju zero accident sesuai dengan roadmap keselamatan transportasi. Untuk itu, semua pihak harus proaktif mengutamakan keselamatan,” katanya. Kapal tersebut beroperasi tiga kali dalam seminggu, dengan kapasitas angkut mencapai 114 penumpang dan mampu mengangkut100 ton barang. Rute kapal tersebut yaitu, Pelabuhan Sunda Kelapa (sebagai pelabuhan pangkal) - Pulau Untung Jawa - Pulau Pramuka - Pulau Tidung - Pulau Kelapa. (*) TERAS INSA 4 Prospek Pelayaran 2017 Masih Berat, Tetapi Membaik “Kondisi pelayaran di Indonesia pada 2017 diperkirakan sedikit membaik dibandingkan dua tahun sebelumnya” Johnson W. Sutjipto Ketua Umum INSA www.depkeu.go.id TAHUN recovery, itulah harapan pelaku usaha pelayaran nasional selama 2016. Awalnya ada optimisme bisa melakukan recovery berbekal dengan kebijakan insentif PPN tidak dipungut dan sejumlah proyek strategis yang sedang dilaksanakan oleh Pemerintah antara lain pembangkit listrik 35.000 Mega Watt. Wakil Ketua Umum INSA Sugiman Layanto memperkirakan di sektor pelayaran offshore minyak dan gas bumi, akan ada perbaikan kinerja selama 2017 dibandingkan 2016 dan 2015. Tahun 2015, kinerja industri pelayaran offshore sangat terpuruk, tetapi mulai membaik pada 2016. “Momentum itu akan berlanjut di 2017 ini.” Akan tetapi, proses recovery itu tidak semulus yang diharapkan. Situasi ekonomi yang masih belum stabil, pangsa pasar pelayaran yang tidak berkembang menyebabkan kondisi industri pelayaran cukup berat. Dia mengakui kenaikan harga minyak mentah yang kini sudah bertahan di atas US$55 per barel cukup membantu meningkatkan kinerja industri offshore migas. Meskipun harganya masih jauh dibawah harga yang diharapkan yakni diatas US$60 per barel, akan tetapi industri offshore migas sudah mulai berani melakukan kegiatan. Pun demikian dengan 2017, pelaku usaha pelayaran memperkirakan masih menjadi tahun yang tidak mudah. Tetapi, mereka berharap ada perbaikan sehingga situasinya menjadi sedikit lebih baik dibanding 2015 dan 2016. Ketua Umum Indonesian National Shipowners’ Association (INSA) Johnson W. Sutjipto mengatakan kondisi pelayaran di Indonesia pada 2017 diperkirakan sedikit membaik dibandingkan dua tahun sebelumnya. Menurut dia, kenaikan harga batu bara, harga minyak mentah dunia serta proyek-proyek infrastruktur yang terus dikebut oleh Pemerintah yang diperkuat dengan adanya paket kebijakan deregulasi di bidang transportasi yang segera diluncurkan, akan memberikan sentimen positif bagi pelayaran. “Kami optimistis, kondisinya akan lebih baik dibandingkan 2016,” katanya. “Kenaikan harga minyak mentah yang kini sudah bertahan di atas US$55 per barel cukup membantu meningkatkan kinerja industri offshore migas” Sugiman Layanto Wakil Ketua Umum INSA Dia mengharapkan harga minyak mentah akan terus bergerak naik menuju harga yang stabil sehingga mendekati harga keekonomian supaya industri minyak dan gas bumi Indonesia semakin bergairah. “Jika bisa mencapai level harga US$ 60 per barel, kegiatan offshore minyak dan gas bumi Indonesia akan semakin membaik sehingga pelayaran offshore juga makin bergairah,” ujarnya. TERAS INSA 5 Sentimen membaiknya industri kinerja pelayaran offshore juga muncul setelah Pemerintah memutuskan akan mengubah skema cost recovery menjadi gross split. Menurut Sugiman, pengubahan skema ini sejalan dengan praktek internasional yang sudah diterima oleh semua stakeholders. “Dengan skema ini, perusahaan akan lebih berani ekspansi sehingga berdampak positif bagi usaha pelayaran nasional,” Untuk diketahui, kontrak bagi hasil gross split dinilai Pemerintah lebih sederhana dan prosesnya juga lebih singkat. Dengan gross split, seluruh biaya operasi akan ditanggung oleh KKKS (Kontraktor Kontrak Kerja Sama). Skema gross split sebenarnya telah diberlakukan untuk pengembangan kegiatan migas non -konvensional yang tercantum dalam Peraturan Menteri ESDM No. 38 Tahun 2015 tentang Percepatan Pengusahaan Minyak dan Gas Bumi Non Konvensional. Rencananya, kebijakan ini berlaku efektif pada April 2017. Teddy menambahkan untuk meningkatkan sektor angkutan tug and barge dan bulk carrier , Pemerintah harus bisa mempercepat realisasi PLTU dari proyek listrik 35.000 MW tersebut. Angkutan Curah Sementara itu, pada pelayaran angkutan curah kering, pelaku usaha menilai akan sedikit membaik di 2017 ini dibandingkan dengan 2016. Meskipun populasi kapal jenis tug and barge yang menganggur masih cukup tinggi, akan tetapi jumlahnya diperkirakan dapat ditekan. Optimisme ini menyusul meningkatnya harga batu bara di pasar global dan ditambah dengan akan adanya relaksasi ekspor komoditas tambang selain batu bara. “Harga batu bara saat ini sudah jauh lebih baik dan angkanya berada diatas US$80 per ton. Jika terus menguat, ini akan memberikan dampak positif bagi industri tambang batu bara,” kata Wakil Ketua Umum INSA Teddy Yusaldi. Meskipun demikian, gairah industri tambang batu bara harus dibarengi dengan peningkatan kinerja industri manufaktur nasional supaya produksi batu bara nasional dapat diserap maksimal oleh industri di dalam negeri. Sebab, meningkatnya kegiatan pertambangan batu bara akan berdampak besar terhadap industri angkutan laut jika batu bara tersebut dapat diserap, baik pada pasar dalam negeri maupun ekspor. “Relaksasi ekspor komoditas akan berdampak terhadap sektor transportasi laut nasional jika Pemerintah memberikan insentif agar tarif angkutan ekspor dengan menggunakan kapal berbendera Merah Putih dan kapal asing menjadi setara” Teddy Yusaldi Wakil Ketua Umum INSA Harapan lain, katanya, realisasi proyek pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) dari proyek percepatan 35.000 Mega Watt (MW) yang diharapkan dapat mulai menyerap produksi batu bara dalam negeri pada tahun ini supaya pasar pelayaran meningkat. Dalam catatan INSA, proyek 35.000 MW yang memerlukan pasokan batu bara antara lain PLTU Banten 625 MW, PLTU Tanjung Awar-Awar sebesar 1x350 MW, PLTU Riau Peaker sebesar 200 MW, PLTU Ketapang sekitar 20 MW, PLTU Pulau Baru 100 MW,PLTU Malinau 6 MW, PLTU Gorontalo 50 MW dan PLTU Kupang IPP 2x16,5 MW Di sisi lain, Kementerian ESDM menargetkan produksi batu bara nasional pada 2017 mencapai 409 juta ton, menurun dibandingkan target 2016 sebesar 434 juta ton. Diharapkan, konsumsi dalam negeri meningkat dari kondisi saat ini masih stagnan di angka 80 juta ton per tahun. Pemerintah juga diharapkan memaksimalkan skema term of trade ekspor dari skema FOB menjadi skema CIF supaya relaksasi ekspor komoditas dapat memberikan manfaat yang besar bagi sektor angkutan laut. Relaksasi ekspor komoditas akan berdampak terhadap sektor transportasi laut nasional jika Pemerintah memberikan insentif pajak agar tarif angkutan ekspor dengan menggunakan kapal berbendera Merah Putih menjadi setara dengan kapal asing. “Jika tidak, relaksasi tersebut akan menguntungkan pelayaran asing saja dan tidak memberi manfaat kepada pelayaran nasional,” tegasnya. Sementara itu, kondisi pelayaran kontainer diperkirakan tidak akan jauh membaik dibandingkan dengan kondisi 2016. Sebab, kondisi pasar yang tidak bertumbuh sebagai dampak pelambatan perekonomian dan menurunnya kegiatan perdagangan masih akan berlanjut pada 2017. Ketua bidang Angkutan Kontainer DPP INSA Soenardi Sudartan mengatakan bisnis angkutan kontainer masih stagnan di 2017 ini. “Perang tarif antar operator tetap sengit sehingga sulit menaikkan harga untuk mencapai tarif keekonomian,” ujarnya. Dia menambahkan selain bersaing antar sesama operator, pelaku angkutan kontainer juga harus bersaing dengan operator kapal Tol Laut yang mendapatkan subsidi dari negara. Sebab, beberapa rute tol laut bersinggungan dengan rute pelayaran niaga. Menurut dia, persaingan antara operator swasta yang tidak bersubsidi dengan operator tol laut yang mendapatkan subsidi dari pemerintah sangat tidak berkeadilan. “Ini tidak baik jika tetap diteruskan bahkan akan membunuh swasta nasional yang selama ini sudah berkontribusi,” ujarnya. Dia mengharapkan Pemerintah mengevaluasi jalur tol laut yang bersinggungan dengan rute pelayaran swasta atau Pemerintah mengalokasikan subsidi bagi pelayaran yang rutenya bersinggungan dengan kapal-kapal tol laut. (*) GALERY INSA 6 Dok.dppinsa Dok.dppinsa PENGURUS DPP INSA dan delegasi China Classification Society (CCS) melakukan pertemuan yang membahas isuisu bidang klasifikasi di Kantor DPP INSA, Wisma BSG Lantai 3A, Jl. Abdul Muis No.40, Jakarta Pusat. Ketua Umum INSA Johnson W. Sutjipto menerima cenderamata yang diberikan Ketua Delegasi China Classification Society (CCS) seusai menerima kunjungan delegasi CCS di Kantor DPP INSA baru-baru ini. KETUA UMUM INSA Johnson W. SutjiptoDok.dppinsa menerima kunjungan Managing Direktor Lion Group Capt. Daniel Putut Kuncoro Adi di Kantor DPP INSA. SUASANA jelang Rapat Koordinasi Menteri Koordinator bidang Perekonomian tentang Paket Kebijakan Ekonomi XV yang membahas Deregulasi Kebijakan, khususnya bidang Logistik dan Transportasi. PENGURUS DPP INSA hadir sebagai peserta dalam Dok.dppinsa diskusi Mewujudkan Pelayaran Rakyat Terpadu dalam Merajut Nusantara, (23/1). PENGURUS bersama anggota DPP INSA kongkow bareng dalam rangka mendiskusikan berbagai isu dan perkembangan terkini. REDAKSI INFO INSA Wisma BSG, Lantai 3A #M04-05 Jl. Abdul Muis No.40 Jakarta Pusat, 10160-Indonesia P: +62 21 351 4348. F: +62 21 351 4347 Email: [email protected]. Website: www.dppinsa.com INFORMASI 7 Kemenhub Konsisten pada Cabotage JAKARTA—Kementerian Perhubungan tetap konsisten kepada kebijakan nasional asas cabotage. Hal ini ditunjukkan dalam surat Dirjen Perhubungan Laut No. HK.103/4/18/DJPL-16 tertanggal 30 Desember 2016 yang merupakan jawaban atas Surat DPP INSA No. SRT-XII/16/0581 tertanggal 15 Desember 2016. Surat INSA tersebut meminta klarifikasi sejumlah pasal di Peraturan Menteri Perhubungan No.100 tahun 2016 tentang Tata Cara Dan Persyaratan Pemberian Izin Penggunaan Kapal Asing Untuk Kegiatan Lain Yang Tidak Termasuk Kegiatan Mengangkut Penumpang Dan/Atau Barang Dalam Kegiatan Angkutan Laut Dalam Negeri. A. Tonny Budiono, Dirjen Perhubungan Laut Sebab, pasal 4 ayat (2) dan pasal 1 ayat (1) peraturan tersebut mengatur pemberian izin kapal asing dilakukan setelah minimum satu kali upaya pengadaan kapal berbendera Indonesia. Apabila benar-benar tidak terdapat kapal berbendera Indonesia yang sesuai dengan jenis dan tipe kapal yang dibutuhkan, maka dilanjutkan dengan mencari kapal prioritas kedua (b). “Dan apabila tetap terdapat kapal dengan prioritas kedua (b), maka dicari kapal dengan prioritas ketiga (c),”tulis surat tersebut. Di dalam Peraturan Menteri Perhubungan tersebut, tidak mengatur mengenai teknis pengadaan kapal berbendera Indonesia. Akan tetapi Kemenhub melalui suratnya kepada INSA menegaskan maksud Peraturan Menteri Perhubungan No.100 tahun 2016 adalah untuk upaya pengadaan kapal pada saat lelang yakni prioritas pertama (a) adalah dicari kapal berbendera Indonesia. Sekretaris Umum DPP INSA (Indonesian National Shipowners’ Association) Lolok Sujatmiko mengatakan surat Dirjen Perhubungan Laut tersebut mempertegas komitmen Kemenhub untuk tetap melaksanakan asas cabotage sebagaimana Industri Presiden No.5 tahun 2005 dan UU No.17 tahun 2008 tentang Pelayaran. “Surat Dirjen Perla itu mempertegas komitmen Pemerintah untuk melaksanakan asas cabotage,” katanya. (*) INDONESIAN NATIONAL SHIPOWNERS’ ASSOCIATION Wisma BSG, Lantai 3A #M04-05 Jl. Abdul Muis No.40 Jakarta Pusat, 10160-Indonesia P: +62 21 351 4348. F: +62 21 351 4347 Email: [email protected]. Website: www.dppinsa.com Dewan Pengurus Pusat Indonesian National Shipowners’ Association INSA SELAMAT TAHUN BARU CHINA 2.568 TAHUN 2017 Dok.dppinsa GONG XI FA CHAI INFORMASI 8 “Usia Kapal Dalam Rangka Docking Dihitung Sejak Kapal Serah Terima” JAKARTA—Indonesian National Shipowners' Association (INSA) menilai aturan di bidang pengedokan kapal di Indonesia sudah menunjukkan adanya perbaikan menyusul disepakatinya perhitungan waktu docking kapal berdasarkan tanggal delivery (base on delivery date). Selama ini, terjadi dualisme perhitungan umur kapal antara aturan SOLAS Tonnage Measurement of Ship yang menghitung umur kapal sejak Keel Laying, dan MARPOL 73/74 yang menghitung umur kapal sejak serah terima (delivery). Sedangkan Peraturan Dirjen menghitungnya sejak kapal diluncurkan (lounching). Hal itu tertuang pada Peraturan Direktur Jenderal Perhubungan Laut No. HK.103/1/3/DJPL-17 tentang Prosedur Pengedokan (Pelimbungan) Kapal Berbendera Indonesia yang dikeluarkan pada 30 Desember 2016 menggantikan Peraturan Direktur Jenderal Perhubungan Laut No. HK.103/1/4/DJPL-14. Terhadap adanya dualisme perhitungan umur kapal tersebut, pasal 5 ayat 1 dan pasal 6 ayat 4 Peraturan Direktur Jenderal Perhunbungan Laut No. HK.103/1/4/DJPL-14 tidak mempertegas perhitungan umur kapal berdasarkan tanggal delivery sehingga menimbulkan penafsiran yang tidak seragam. Anggota Pengawas DPP INSA Widihardja Tanudjaja yang turut memberikan masukan peraturan tersebut mengatakan sebelum regulasi itu terbit, INSA sudah memberikan masukan agar Pemerintah dapat mempertegas perhitungan waktu umur kapal. Akan tetapi, katanya, berdasarkan Peraturan Dirjen Perla terbaru No. HK.103/1/3/DJPL-17 itu, maka umur kapal dihitung berdasarkan tanggal delivery”. Hal ini dimuat dalam sejumlah pasal diantaranya pasal 5 ayat 1 dan pasal 6 ayat 4 pada Peraturan Direktorat Jenderal Perhubungan tersebut. Sebagaimana diketahui, INSA melayangkan surat kepada Direktur Jenderal Perhubungan Laut Kementerian Perhubungan No. DPPSRT-X/16/0549 tertanggal 21 Oktober 2016 perihal Masukan INSA terhadap Draf Peraturan Direktur Jenderal Perhubungan Laut tentang Prosedur Pengedokan (Pelimbungan) Kapal Berbendera Indonesia. Sejumlah masukan INSA terhadap perubahan Perdirjen tersebut adalah: 1. Pemerintah perlu mempertegas perhitungan year of build dengan menambah 1 pasal di dalam Peraturan Dirjen tersebut yang menegaskan bahwa umur kapal dihitung sejak kapal diserahterimakan (delivery). 2. Floating Production and Storage and Offloading seharusnya diartikan menjadi Unit Produksi, Penyimpanan, dan Pembongkaran Minyak Terapung. (*)