1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Khalayak di

advertisement
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Khalayak di seluruh dunia akrab dengan teknologi radio hingga kini.
Teknologi komunikasi temuan Marconi beberapa abad lalu ini, sekarang menjadi
instrumen media komunikasi massa. Unsur reproduksi pesan radio sendiri berupa
suara, dengan teknologi audio yang menjadi tonggaknya.
Masyarakat Indonesia juga sangat akrab dengan teknologi radio. Bahkan,
informasi kemerdekaan Republik Indonesia,bisa tersebar ke penjuru negeri,
karena memanfaatkan radio. Hingga kini, konsumsi informasi dan hiburan
masyarakat lewat radio masih cukup tinggi. Hampir setiap rumah, pasti
mempunyai radio. Entah digunakan sebagai media informasi atau hanya hiburan.
Berbagai hasil penelitian menunjukan bukti empiris relasi positif radio dan
khalayak. Pada 2007, data penelitian kuantitatif yang dilakukan AC Nielsen1di
tujuh kota besar Indonesia menunjukkan, rata-rata pendengar menghabiskan tiga
jam per hari untuk mendengar konten siaran radio konvensional2.Hasil penelitian
ini menunjukkan, masyarakat masih membutuhkan teknologi radio konvensional
ditengah gempuran instrumen media komunikasi massa yang lebih modern
(televisi, internet (media baru)). Data tersebut juga mengindikasikan, masih
kukuhnya keberadaan radio konvensional dalam memproduksi dan menyebarkan
konten media kepada khalayak.
Selain di kota besar, sebenarnya persebaran radio juga menjangkau
pelosok desa. Bahkan, kini ditengah gempuran teknologi komunikasi yang
menghasilkan konvergensi media, masyarakat pedesaan masih cenderung
membutuhkan radio konvensional sebagai instrumen media komunikasi massa.
Pasalnya, teknologi radio juga lebih murah dan mudah opersionalisasinya
daripada media elektronik lain (televisi). Memang, sekarang ada radio streaming,
1
Terarsip dalam http://komunikasi.unsoed.ac.id/sites/default/files/33.Isbandi%20sutrisnoupn%20yk.pdf. Dilihat pada 25 Maret 2014 pukul 14.37 WIB
2
Penulis menyebut radio konvensional sebagai radio yang bukan streaming (masih menggunakan
gelombang FM atau AM)
1
namun masyarakat desa masih sedikit yang akrab dengan internet, terutama
generasi usia 40 tahun ke atas. Karena alasan inilah, beberapa aktivis sosialkemasyarakatan memilih teknologi radio konvensional sebagai instrumen media
komunikasi massa dalam lingkup komunitas mereka3.
Salah satunya adalah Radio Desa Kawasan Konservasi (Radekka FM)
Semoyo, Pathuk, Gunungkidul.Radekka FM termasuk dalam kategori radio
komunitas. Menurut UU Penyiaran No 32 tahun 2002 pasal 13, penyelenggara
jasa siaran (televisi dan radio), dibedakan menjadi empat macam; publik, swasta,
komunitas, dan berlangganan. Sementara itu, trend yang berkembang pada
institusi radio sendiri masih berkutat padaradio publik, swasta, dan komunitas.
Radio komunitas, sebagai media rakyat, biasanya bergerak atas nama
masyarakat lokal. Entah hanya sebagai media komunikasi dan informasi atau
menjadi media advokasi atas problem tertentu.Ragamkontennya pun disesuaikan
dengan latar sosial-budaya masyarakat tempat media rakyat itu bernaung.Maka,
tidak jarang, radio komunitas mempunyai agenda tertentu, yang bertujuan
mempengaruhi kebijakan elit pemerintahan (bisa lokal atau nasional) agar
berpihak pada kepentingan masyarakat tempat bernaung.Selain itu, tidak jarang
pula, radio komunitas memunyai agenda merubah habitus masyarakat, atau
sebagai alat revitalisasi kegiatan komunikasi masyarakat setempat. Contohnya,
radio komunitas Murakabi di Tegalrejo, Hargowilis, Kokap, Kulonprogo. Daerah
itu dipisahkan oleh waduk Sermo dan bukit Menoreh. Maka, radio komunitas
Murakabi hadir sebagai sarana komunikasi, hiburan, dan sosialisasi pemberdayaan
sumber daya manusia dengan memanfaatkan potensi alam untuk kesejahteraan
komunitas.
Radekka FM sendiri mempunyai agenda mendukung visi-misi Serikat
Petani Pembaharu (SPP) Gunungkidul yang dideklarasikan 19 Agustus 2006. SPP
berdiri untuk memodernisasi organisasi komunitas yang telah ada sebelumnya di
Semoyo. Kemudian pemilihan isu utama berkembang pada persoalan konservasi
dan pertanian lestari. Pasalnya, di Semoyo sendiri sudah sejak lama terjadi
3
Wawancara dengan Suratimin (Penanggungjawab Radekka FM) Jumat, 21 Maret 2013 pukul
17.00 WIB
2
kerusakan lingkungan serta hilangnya banyak sumber air.Hingga pada 18 Agustus
2007, desa Semoyo dicanangkan sebagai desa Kawasan Konservasi oleh Bupati
Gunungkidul, Suharto, SH.
Seiring perkembangan, pengurus SPP sadar perlunya media komunikasi.
Setelah dilakukan berbagai tahapan kajian media, akhirnya diputuskan, radio
sebagai media komunikasi desa kawasan Konservasi Semoyo. Pada 17 Maret
2008, Radekka FM mengudara untuk pertama kali, dengan frekuensi 107.9 FM.
Sebenarnya, keberadaan Radekka FM sangat relevan dengan semangat
demokratisasi penyiaran, karena, informasi yang disajikan tentu berpihak pada
kepentingan masyarakat lokal tempat bernaung.Selain itu, media rakyat juga
memperkaya keragaman konten siaran, agar tidak didominasi oleh radio
komersial.Hal ini menegaskan, kekayaan alam berupa frekuensi siaran, tidak lagi
leluasa dimonopoli kalangan pemodal dengan radio atau televisi komersialnya.
Bahaya apabila frekuensi siaran dimonopoli radio komersial. Pasalnya, menurut
Sudibyo (2004:226) radio komersial tidak relevan bila dibebani fungsi-fungsi
sosial tertentu. Fungsi sosial itu bisa meliputi pemberdayaan, pendidikan, dan
usaha mengangkat aspek lokalitas.
Melihat betapa signifikan peran media rakyat berupa radio komunitas
terhadap fungsi-fungsi pemberdayaan, pendidikan, dan mengangkat aspek
lokalitas, maka kajian mengenai media rakyat menjadi bahan yang menarik.
Contoh
riset
menarik
tentang
relevansi
media
rakyat
dengan
fungsi
pemberdayaan, pendidikan, dan aspek lokalitas salah satunya skripsi Indah
Widyaning Ayu (2009) “Eksistensi Radio Komunitas Angkringan sebagai Alat
Revitalisasi Inisiatif Lokal Warga Timbulharjo”. Hasil skripsi ini menyatakan
bahwa Radio Angkringan menjadi media komunikasi bagi warga serta mendorong
inisiatif warga untuk melakukan beberapa hal seperti mengkritisi kebijakan
anggaran pemerintah desa Timbulharjo. Oleh karena itu, penelitian ini berfokus
pada strategi programming Radekka FM dalam mendorong gerakan sosial
konservasi dan pelestarian lingkungan di Desa Semoyo, Pathuk, Gunungkidul.
Selain itu, riset terdahulu lain yang membahas radio komunitas adalah,
skripsi Dwi Retno Damayanti (2011) yang berjudul “Radio Swasta dan Aktivitas
3
Pemberdayaan Masyarakat (Studi Kasus Aktivitas Pendampingan Radio
Satunama terhadap Radio Komunitas Murakabi di Kulonprogo dan Radekka FM
di Gunungkidul)”. Skripsi ini garis besarnya membahas mengenai pendampingan
yang dilakukan radio komersial Satunama terhadap Murakabi dan Radekka FM.
Di mana pendampingan media komersial terhadap media komunitas, adalah
bentuk dari pemberdayaan masyarakat. Sebab, media komunitas tumbuh dalam
masyarakat dan mempunyai fungsi sosial terhadap komunitas masyarakat yang
menaunginya. Dalam konteks penelitian ini, Radekka FM mempunyai fungsi
sosial mendukung visi-misi SPP yang garis besarnya mengusahakan konservasi
lingkungan dan pertanian lestari di Semoyo.
Sebagai instrumen pendukung visi-misi SPP, Radekka FM berperan besar
sebagai instrumen pencapaian tujuan utama komunitas, yakni pembangunan
kesadaran masyarakat melestarikan lingkungan dan pemberdayaan masyarakat
menuju kehidupan lebih baik.Sedangkan misi Radekka FM sendiri adalah berbagi
ilmu kepada masyarakat tanpa harus menyita waktu mereka.
Sejak SPP berdiri, desa Semoyo terkenal dengan gerakan sosial konservasi
lingkungan. Individu di Semoyo sadar akan potensi lingkungannya berkat
sosialisasi yang serius dari pegiat SPP. Sehingga secara serentak warga
melestarikan alam dengan kegiatan antara lain; menanam pohon besar di
pekarangan rumah, membuat biopori di lingkungan sekitar rumah. Sementara
pada level lebih luas, warga Semoyo bahu-membahu menerapkan pola pertanian
berkelanjutan dan pelestarian hutan rakyat untuk menjaga kelestarian sumber mata
air. Hasilnya, lingkungan di Semoyo kini mempunyai udara segar, sumber mata
air sepanjang tahun, dan tidak pernah terjadi bencana tanah longsor, walau terletak
di perbukitan. Meskipun Gunungkidul merupakan daerah yang rawan tanah
longsor bila musim hujan.Puncak keemasan Desa Semoyo sebagai kawasan
konservasi, ketika Suratimin (Penanggungjawab Radekka FM dan mantan ketua
SPP) mendapat penganugerahan Kalpataru dari Presiden RI Susilo Bambang
Yudhoyono pada 2013. Dengan peganugerahan itu, bisa dinilai bahwa Semoyo
memang memunyai nilai lebih dari daerah lain dalam hal pelestarian lingkungan.
Semua elemen pendukung gerakan pelestarian lingkungan, juga dinilai berhasil,
4
tidak terkecuali Radekka FM. Penganugerahan kalpataru tersebut menjadi
keunggulan yang khas pada desa Semoyo. Oleh karena itu, penelitian mengenai
strategi komunikasi SPP dalam mendorong gerakan sosial pelestarian lingkungan,
menjadi menarik. Strategi komunikasi SPP itu, lebih spesifiknya adalah strategi
programming Radekka FM dalam mendorong gerakan sosial konservasi dan
pelestarian lingkungan.
Melalui SPP pula, masyarakat Semoyo belajar tentang pertanian modern
dan ramah lingkungan. Mereka mendapat bekal edukasi terkait pertanian dan
konservasi lingkungan melalui sosialisasi dalam pertemuan warga, focus group
discussion, dan program acara Radekka FM. Program siaran Radekka FM
memang khas media yang peduli isu lingkungan. Isu ini menjadi pembicaraan
penting pada setiap program Radekka FM. Bahkan ada beberapa program yang
secara khusus mengulas perihal pelestarian lingkungan, yakni Habitat, Keroncong
Konservasi.
Strategi programming dipilih karena merupakan bagian paling penting
dalam
institusi
media,
untuk
menyampaikan
pesan
kepada
khalayak.
Programming sama dengan penataan acara dalam sebuah institusi media
penyiaran. Joseph R. Dominick mengartikan programa siaran adalah komposisi
acara siaran mulai pembuka sampai penutup.Melalui strategi programming,
Radekka FM mengonsep acara siaran, agar menarik didengar target audiensnya.
Adapun rentang waktu penelitian antara tahun 2011 hingga 2013.Rentang
ini dipilih karena Ijin Penyelenggaraan Penyiaran (IPP) dari Komisi Penyiaran
Indonesia (KPI) bagi Radekka FM turun pada tahun 2011.KPI menurunkan ijin ini
setelah dilangsungkan Evaluasi Dengar Pendapat (EDP) terkait reputasi media
komunitas.
B. Rumusan Masalah
Bagaimana Strategi ProgrammingRadekka FM untuk mendorong gerakan
sosial konservasi dan pelestarian lingkungan di Desa Semoyo, Pathuk,
Gunungkidul?
5
C. Tujuan Penelitian
Mengetahui dan mendeskripsikan strategi komunikasi Radekka FM dalam
mendorong gerakan sosial konservasi dan pelestarian lingkungan di Desa
Semoyo, Pathuk, Gunungkidul.
D. Manfaat Penelitian
Dari sisi akademis, penelitian ini diharapkan dapat memperkaya kajian
komunikasi khususnya bidang strategi komunikasi dalam mendorong gerakan
pelestarian alam dan penghijauan.
Secara praktis, hasil penelitian diharapkan dapat menjadi dokumentasi,
masukan, dan bahan evaluasi bagi Radekka FM dan SPPserta menjadi referensi
bagi pihak-pihak yang berhubungan atau tertarik dengan isu yang diteliti.
E. Objek Penelitian
Objek dalam penelitian ini adalah strategi programming Radekka FM
dalam mendorong gerakan konservasi dan pelestarian lingkungan di Desa
Semoyo, Pathuk, Gunungkidul.
F. Kerangka Pemikiran
1. Radio Siaran
a. Radio Sebagai Instrumen Komunikasi Massa
Media massa merupakan salah satu channel atau media dalam
menyebarkan pesan. Keberadaannya dapat dibedakan berdasarkan sifat medium
yang digunakan, yaitu media cetak dan elektronik.Radio menempati peran media
elektronik dengan keunggulan audionya. Berarti radio adalah instrumen atau
teknologi yang memfasilitasi kegiatan komunikasi massa. Radio berperan sebagai
alat teknis penyebar pesan tertentu, yang diproduksi oleh institusi media massa.
Dalam konteks ini, perlu dipahami pengertian komunikasi massa, yakni
komunikasi yang termediasi. Gerbner dalam Ardianto dkk (2004:4) lebih merinci
definisi komunikasi massa, yakni produksi dan distribusi yang berlandaskan pada
teknologi dan lembaga dari arus pesan yang kontinyu serta paling luas dimiliki
6
orang dalam masyarakat industri. Lebih lanjut, Dominick (2002:13) menjelaskan,
komunikasi massa ditandai dengan proses yang kompleks di dalam organisasi,
dengan bantuan mesin-mesin produksi, dan menyebarkan pesan publik kepada
khalayak yang besar, heterogen, dan tersebar. Melihat pendapat ini, bisa dipahami,
media massa diperankan oleh organisasi. Kemudian proses komunikasi oleh
media massa, dapat dijelaskan oleh model komunikasi Lasswellberikut4 ;
Komunikan > Pesan > Media> Komunikator> Efek
b. Karakteristik Radio
Sebagai media komunikasi massa radio juga memiliki karakteristiknya,
menurut Adiputra (2006:175) antara lain: intim, terspesialisasi, tersegmentasi,
lokal, murah, dan menjalankan fungsi metafor mediasi forum dengan sangat
baik.Karakter-karakter tersebut merupakan kekhasan radio. Instrumen komunikasi
massa yang lain tentu juga punya karakter sendiri. Berikut ini penjelasan
karakteristik radio;
Intim berhubungan dengan pesan radio yang cenderung dekat dengan
pendengarnya.Artinya, pendengar radio mempunyai kedekatan dengan pesan
radio, yang berupa musik, informasi/berita.Contohnya, acara musik bisa dikemas
sesuai segmen tertentu misalnya; musik anak-anak, dewasa, dan orang tua.
Karakter keintiman radio dengan pendengarnya itu berhubungan dengan
kekhasan pada setiap radio.Pendengar yang intim dengan radio tertentu, pasti
tidak lepas dari kekhasan dan keunikan format radio. Sehingga, pendengar pun
terspesialisasi pada radio maupun program tertentu. Spesialisasi pendengar ini
membuat mereka tersegmentasi pula pada radio maupun program bersangkutan.
Lokal berkaitan dengan jangkauan siaran serta materi siaran yang
mencakup area lokal dan sekitar.Karakter lokal berarti pula soal kedekatan
karakter lokal atau kedaerahan program siaran yang diminati pendengar.
4
Dalam http://kolom-biografi.blogspot.com/2012/03/biografi-harold-lasswell.html diakses Senin 8
Desember 2014 pukul 15.05 WIB
7
Karakter selanjutnya, yakni murah, berarti biaya operasional, antara lain;
biaya produksi, distribusi, serta sarana dan prasarana, relatif lebih murah daripada
media lain. Wajar saja, bila operasional keseluruhan radio lebih murah dibanding
media lain, pasalnya, unsur reproduksi pesan radio hanya berupa suara. Artinya,
teknologi dan bahan produksi yang digunakan lebih sedikit daripada televisi atau
media cetak.
Kemudian, karakter terakhir, yakni fungsi metafor mediasi forum berarti,
radio menjalankan fungsi mediasi forum berkaitan dengan perannya sebagai
medium menyampaikan ide-ide pembangunan dan wahana untuk berdiskusi
mengenai masalah pembangunan.
c. Aktivitas Radio
Sebagai lembaga media komunikasi massa, sebuah radio tentu mempunyai
aktivitas demi mendukung operasionalisasinya, yang dibedakan dalam dua ranah,
yakni ranah internal dan eksternal. Duaranah aktivitas radio itu adalah manifestasi
usaha menghidupi radio. Wilayah internal meliputi departemen program (siaran),
departemen penjualan (iklan dan pemasaran), departemen teknik, dan departemen
bisnis. Jabaran tugas departemen dalam aktivitas internal radio menurut Dennis
dalam Sayoga (2006:5-8) adalah sebagai berikut;
Nama Departemen
Departemen Program
Tugas
Bagian ini bertugas menangani mengenai aspekaspek yang berkaitan dengan penyelenggaraan
siaran, misalnya tentang bentuk dan format
acara, pemilihan musik dan berita yang akan
diudarakan, bagaimana penyiar membawakan
atau mengawal sebuah program siaran, dan
sebagainya.
Departemen Penjualan (bagian Bagian ini bertugas memasarkan programPenjualan dan pemasaran)
program acara yang telah disusun sehingga
mampu
menarik
sponsor,
hibah,
atau
8
sumbangan untuk membiayai radio.
Departemen Teknik
Bagian ini mengurus masalah-masalah yang
berkait dengan peralatan (baik pemeliharaan
maupun pengembangannya) teknis studio radio.
Misalnya
alat
pemancar,
kelistrikan,
alat
penyiaran dan lain-lain.
Departemen Bisnis
Bagian ini menangani masalah kepegawaian,
administrasi surat-menyurat, maupun keuangan
radio.
Selanjutnya, aktivitas eksternal (ke luar) penyiaran radio berkaitan dengan
pihak yang berada di lingkungan sekitarnya. Semisal pihak berpengaruh seperti
unsur masyarakat, pemerintah, atau swasta (termasuk LSM). Masyarakat
berkaitan dengan pihak yang mengonsumsi siaran radio sekaligus sumber daya
yang dapat digunakan untuk materi siaran.Pemerintah umumnya berhubungan
dengan aspek yuridis (perijinan) dan sponsorship (hibah).Sedangkan swasta dapat
mendukung kinerja radio dalam bentuk kerjasama, pelatihan, atau sponsorship.
d. Klasifikasi Radio Siaran di Indonesia.
Sejak 2002, terutama sejak UU no 32 tentang Penyiaran disahkan,
Indonesia mengenal tiga tipe radio; radio publik, swasta, dan komunitas. Dalam
UU tersebut, radio juga termasuk lembaga penyiaran, selain televisi. Lembaga
penyiaran terbagi menjadi tiga sifat, yaitu; lembaga penyiaran publik, komersial,
dan komunitas. Karena itu, sifat masing-masing tipe radio, sama dengan sifat
masing-masing lembaga penyiaran.
Radio publik tidak bergerak pada sektor komersial. Sebagai lembaga
penyiaran publik, sifat keberadaannya bertujuan untuk meningkatkan kualitas
hidup publik, dengan berusaha memenuhi kebutuhan hidup publik melalui
program-programnya. Sedangkan radio swasta adalah yang bergerak di sektor
bisnis (komersial). Sebagai lembaga penyiaran komersial, sifat penyelenggaraan
operasi radio swasta ini berdasarkan prinsip pencapaian keuntungan ekonomi.
9
Sementara, radio komunitas tidak bergerak di sektor bisnis yang menyasar
khalayak luas. Melainkan fokus sebagai media komunikasi massa komunitas
tertentu. Sebagai lembaga penyiaran komunitas, sifat penyelenggaraan operasional
radio komunitas bertujuan memenuhi kualitas hidup anggota komunitasnya, yang
bersifat dari, oleh, dan untuk komunitasnya (Gazali, 2003:86).
Perbedaan praksis yang sangat mendasar antara ketiga tipe itu adalah
perihal pendanaan. Radio publik menerima pendanaan dari keuangan pemerintah,
donatur, dan anggota publik yang memberi kontribusi. Pendapatan radio publik
tidak didukung oleh iklan. Sedangkan radio swasta, jelas menyasar iklan
komersial sebagai pendapatan utama. Sementara, radio komunitas, juga tidak
mendapat pemasukan dari iklan komersial, karena memang aturan UU 32 tahun
2002, tidak memperkenankan mencari pendapatan dari iklan. Pendapatan radio
komunitas didapat dari hibah, sponsor, dan iklan layanan masyarakat.
Radio komunitas sebagai lembaga non-komersial, tentu mempunyai
perbedaan signifikan dengan radio swasta yang bersifat komersial. Adapun rincian
perbedaan antara keduanya menurut Sudibyo (2004:120) adalah sebagai berikut
dalam tabel.
Aspek
Radio Komunitas
Radio Swasta
Definisi
Lembaga
penyiaran
didirikan
oleh
komunitas didirikan
tertentu,
bersifat
independen, ekonomi
yang Lembaga
penyiaran
atas
yang
prinsip-prinsip
dan tidak komersial
Bentuk
Badan hukum Indonesia yang Badan hukum Indonesia yang
Lembaga
bersifat non-komersial
Jangkauan
Daya
siaran
jangkauan wilayah terbatas, serta hampir satu propinsi
untuk
pancar
melayani
rendah,
bersifat komersil
luas Relatif kebih luas, menjangkau
kepentingan
komunitasnya
10
Khalayak
Anggota komunitas
Masyarakat umum
Ukuran
Kepuasan anggota komunitas
Rating (pemasukan iklan)
kesuksesan
Sumber
Sumbangan, hibah, sponsor, atau Siaran iklan, dan atau usaha lain
pemasukan
sumber lain yang sah dan tidak yang
mengikat
Kriteria
materi
Layanan
terkait
penyelenggaraan penyiaran
Terbatas, hanya diperbolehkan Terbuka
dan jumlah Iklan
sah
luas,
20%
dari
Masyarakat keseluruhan jam tayang
(ILM)
iklan
2. Radio Komunitas
UU no 32 tahun 2002 adalah kabar gembira bagi pegiat radio
komunitas.Pasca UU tersebut disahkan, radio komunitas mendapat jalan lapang
meraih legalitas.Para pegiatnya tidak perlu khawatir lagi perkara ijin siaran.Sebab,
Komisi Penyiaran Indonesia sudah bisa memberikan Ijin Penyelenggaraan
Penyiaran (IPP), walau harus melalui serangkaian seleksi. Tetapi, setidaknya, IPP
tersebut menghindarkan radio komunitas dari cap “illegal”. Sebelum UU no 32
tahun 2002 disahkan, radio komunitas tidak mungkin mengakses ijin siaran,
karena legalitas radio komunitas belum terjamin dalam Undang-undang. Melalui
IPP pula, ruang gerak radio komunitas lebih leluasa. Misalnya, untuk mendapat
bantuan dana dari pemerintah dan menyiarkan iklan layanan masyarakat.
Penjelasan di atas, adalah sekelumit tentang radio komunitas yang kini bisa
memperoleh legalitas dari pemerintah, meskipun harus melalui tahap seleksi yang
tidak mudah. Sedangkan mengenai radio komunitas sendiri, pengertiannya
dijelaskan oleh UU no 32 tahun 2002 dan ada pula definisi dari beberapa
akademisi. Radio komunitas erat dengan konsep komunitas. Kemudian, radio
komunitas juga mempunyai dinamika yang menarik dalam posisinya yang penting
sebagai corong masyarakat akar rumput.
11
a. Pengertian Radio Komunitas
Pengertian tentang konsep radio komunitas sendiri, mengacu pada UU no
32 tahun 2002. Sebab UU ini pula yang mengklasifikasikan radio siaran di
Indonesia menjadi tiga, salah satunya radio komunitas. Pada pasal 21 UU no 32
tahun 2002, dinyatakan bahwa
“lembaga penyiaran komunitas merupakan lembaga penyiaran yang
berbentuk badan hukum Indonesia, didirikan oleh komunitas, bersifat
independen, dan tidak komersil, dengan daya pancar rendah, luas
jangkauan terbatas, serta untuk melayani kepentingan komunitas”. 5
Lembaga penyiaran komunitas berdiri atas biaya yang diperoleh dari
kontribusi komunitas tertentu, dan menjadi milik komunitas tersebut. Sedangkan
sumber pembiayaan terdiri dari sumbangan, hibah, sponsor, dan sumber lain yang
sah dan tidak mengikat.
Pengertian lain radio komunitas adalah institusi penyiaran dengan
instrumen radio bersifat non-komersial yang merujuk pada pemilikan dan wilayah
orientasi dan bersifat lokal. Dalam perkembangannya, menurut Masduki (2003)
istilah radio komunitas lebih sering digunakan karena lebih santun dan akrab
secara internasional.
Sementara itu, Thahar dalam Prakoso (2009:13) berpendapat, radio
komunitas adalah media komunikasi massa yang mempunyai peran penting untuk
menangkap
apa
kebutuhan
komunitas
dan
masyarakat,
kemudian
menyuarakannya menjadi bahasan utama untuk menemukan solusi.
b. Konsep Komunitas
Penting juga diketahui konsep komunitas, sebab radio komunitas tidak
bisa dilepaskan dari keberadaan komunitas yang melingkupi dan pasti menjadi
target utama siarannya. Demikian konteks utama komunitas dalam kelaziman
dunia penyiaran ;
Pertama, komunitas terbentuk dengan batasan geografis tertentu
(Geographical Communit: Newby, 1980). Misalnya komunitas Jakarta, artinya
5
Republik Indonesia, Undang-undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran,.
12
orang-orang yang tinggal di daerah Yogyakarta. Batasan geografisnya adalah
Jakarta.
Kedua, komunitas yang terbentuk atas rasa identitas yang sama (Sense of
Identity:Newby, 1980) atau minat/kepentingan/kepedulian terhadap hal yang sama
(Community of Interest:Hollander et-al, 2002). Misalnya Komunitas Betawi
artinya orang-orang yang merasa memiliki identitas etnis yang sama atau
komunitas
penggemar
golf,
yang
dianggap
memiliki
sejumlah
minat/kepentingan/kepedulian terhadap hal yang sama yakni olahraga golf.6
Dalam konteks tersebut, pengertian komunitas dapat diurai dengan melihat
berdasarkan batasan geografis, kesamaan identitas, minat, kepedulian, dan
kepentingan.
c. Konstelasi7Radio Komunitas
Setelah melihat perbedaan aspek antara radio swasta dan komunitas, perlu
juga dimengerti bagaimana konstelasi radio komunitas.Demikian menurut
Widodo8, beberapa konstelasi radio komunitas.
Pertama, aktivitas sukarela yang didukung oleh komunitas.Dapat
dimengerti, bahwa tonggak utama keberlanjutan eksistensi radio komunitas adalah
komunitasnya sendiri. Ini berarti, kedua, membicarakan radio komunitas sama
dengan membincangkan warga masyarakat.
Ketiga, radio komunitas menghadirkan proses komunikasi dua arah yang
membuat masyarakat mampu mengidentifikasi masalah dan menciptakan solusi.
Alhasil, keempat, radio komunitas memungkinkan orang untuk bisa berpartisipasi
dalam pengambilan keputusan guna merubah hidup kearah lebih positif.
Kelima, radio komunitas mengolaborasi konten siaran program antara
fokus pada kepentingan lokal dan memenuhi selera khalayak.Karena orientasi
utamanya pada khalayak komunitasnya, keenam radio komunitas pasti sangat
6
Gazali, Efendi, Penyiaran Alternatif tapi Mutlak; Sebuah Acuan Tentang Penyiaran Publik dan
Komunitas, 2002, Penerbit Jurusan Ilmu Komunikasi FISIP UI, Jakarta.
7
Konstelasi dalam KBBI sama dengan bentuk atau susunan
8
Nama lengkapnya Yohanes Widodo. Pengajar Program Studi Ilmu Komunikasi, Fisip Universitas
Atma Jaya Yogyakarta.
13
dinamis (sesuai perkembangan komunitas), otonom, non-komersial, dan sangat
bergantung pada usaha komunitas agar tetap bertahan.
Ketujuh, radio komunitas adalah media komunikasi akar rumput untuk
membangun ekonomi berbasis pengetahuan, dan punya kekuatan politis untuk
menciptakan pemerintahan yang baik dan bersih.Kedelapan, wacana, gerakan, dan
perjuangan meletakkan radio komunitas dalam posisi yang ada seperti sekarang
tidak bisa terpisah dari gerakan masyarakat sipil dan demokratisasi yang
berkembang menjelang dan pasca 1998.
Kesembilan, radio komunitas adalah bagian dari upaya masyarakat sipil
ketika media arus utama tidak memberi ruang bagi akar rumput untuk berekspresi
atau beraspirasi.Untuk itulah, kesepuluh, pasca reformasi 1998, media komunitas
mendapat tempat dalam undang-undang.Kesebelas, pasca reformasi, media
komunitas muncul bak jamur di musim hujan.Namun ada pula yang gulung tikar.
Terakhir, eksistensi radio komunitas terutama sangat bergantung pada usaha
pegiatnya dalam menghidupi. Karena pegiatnya bersifat sukarela maka passion
menjadi faktor sangat penting.9
3. Programming
a. Definisi Programming
Setiap media massa pasti mempunyai konten bermuatan pesan tertentu,
untuk disebar pada khalayak. Konten pesan ini dimanifestasikan dalam bentuk
program siaran, jika media massa itu menggunakan instrumen radio atau televisi.
Sebutan populer untuk rancangan dan penataan program-program siaran media
elektronik (televisi dan radio) adalah programming. Dalam hal ini, menurut
Darwanto dalam Sayoga (1997:9) definisi programming adalah :
“Komposisi dari beberapa acara yang diatur atau disusun dengan
pola mozaik untuk waktu yang sesuai, sasaran atau audiens
beserta kondisi obyektifnya, dan program tersebut harus
9
Terarsip dalam http://www.slideshare.net/masboi/radio-komunitasmasboi diakses 2 April
2014.Penulis sudah mencari referensi yang secara khusus membahas dinamika atau konstelasi
radio komunitas, namun tidak menemukan. Akhirnya, karena paparan Yohanes Widodo ini dirasa
menarik, maka tetap dimasukkan dalam kerangka pemikiran ini.
14
diselenggarakan secara konsekuen dan teratur serta harus baik
untuk disiarkan kepada khalayak”
Dari definisi tersebut, bisa dipahami, programming berbeda dengan
program siaran. Program siaran hanyalah satu mata acara, sedangkan
programming adalah komposisi beberapa acara. Joseph R Dominick lebih
memperjelas pengertian programming. Menurutnya, Programming siaran adalah
komposisi acara siaran mulai dari pembuka sampai penutup. Maka, bisa
disimpulkan, programming adalah suatu kegiatan dalam manajemen siaran untuk
merencanakan acara siaran dan menempatkannya dalam suatu jadwal acara yang
bersifat bulanan, mingguan, bahkan harian (Dominick, 1990:210).
Penting untuk diketahui, programming atau menurut Efendy (1978:106)
disebut “penataan acara siaran” tidak memiliki pola yang baku. Sebab, kebijakan
programming oleh elit institusi media, banyak tergantung dari sistem
pemerintahan di mana badan radio siaran itu berada. Jadi secara tidak langsung,
sistem pemerintahan, menjadi penentu jenis pembagian bahan siaran media
elektronik di negara itu.
Programming siaran radio sendiri bertujuan untuk menyiarkan acara yang
kontennya menarik bagi pendengar. Jadi, pengelola institusi media massa yang
menggunakan instrumen radio, harus cermat dan cerdas dalam menentukan
programming siaran. Karena programming siaran yang menarik banyak audiens,
akan dilirik pengiklan komersial. Dalam konteks radio komunitas, programming
dengan konten menarik, memang tidak untuk menggaet pengiklan. Tetapi untuk
mempertahankan pendengar yang notabene anggota komunitas, supaya setia
mendengarkan setiap program siaran. Dengan begitu, diharapkan warga
komunitas akan secara maksimal terpapar informasi yang bermanfaat dn
kontekstual dengan kebutuhan komunitas.
4. Strategi Programming
Betapa penting programming bagi institusi media massa radio. Maka,
butuh strategi jitu dalam menentukan programming yang menarik dan berkualitas
bagi target audiensnya. Tanpa strategi yang jitu, acara-acara dalam sebuah
15
programming penyiaran kemungkinan besar tidak menarik atau salah waktu siar
sehingga akan ditinggalkan khalayak.
Oleh karenanya, perlu pula para pengelola institusi radio mengupas dan
memahami strategi programming.10 Strategi adalah rencana yang cermat
mengenai
sebuah
kegiatan
untuk
mencapai
sasaran
khusus.
Aktivitas
programming memerlukan strategi dan taktik. Strategi adalah bentuk perencanaan
dan pelangsungan dari penyelenggaraan siaran secara holistik. Di dalam strategi
tercakup makna penjadwalan dan penyiaran dari stasiun radio. Sedangkan taktik
adalah metode, cara, rekayasa yang digunakan untuk merealisasikan cakupan
target capaian yang telah ditetapkan dalam strategi. Perumusan strategi
programming berguna untuk menetapkan apa yang harus dilakukan untuk
mencapai visi, misi dan tujuan stasiun radio, dengan memperhitungkan berbagai
macam kekuatan dan kelemahan yang dimiliki (Potter, 1990:xvii).
a. Elemen Strategi Programming
Strategi programming siaran radio mencakup lima elemen. Berikut lima
eleman dalam klasifikasi Sidney W. Head (1985:10-16);
i. Compatibility (kesesuaian)
Radio siaran harus membuat program-program acara yang sesuai dengan
kegiatan sehari-hari pendengar yang berbeda-beda dalam setiap waktu. Hal
tersebut dapat dilakukan dengan cara menjadwalkan program acara yang berbeda
jenis dan isinya untuk menyesuaikan situasi dan kondisi yang dialami pendengar.
ii.
Habit formation (membangun kebiasaan)
Semakin lama waktu pendengar mengikuti program, maka akan
berdampak pada lamanya pemasang iklan untuk melakukan promosi. Selain itu
juga dapat berfungsi sebagai acuan dalam merencanakan program-program acara
baru yang akan dibuat. Oleh karena itu, masing-masing radio siaran harus dapat
10
Tim penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa. 1995. Kamus Besar Bahasa
Indonesia. Edisi II. Jakarta. Balai Pustaka. Hal 964.
16
membangun kebiasaan mendengarkan target pendengarnya. Hal ini dapat
dilakukan dengan cara menyiarkan program acara serupa secara live setiap
harinya (strip programming), untuk memperbanyak jumlah perolehan pendengar.
Dalam konteks komunitas, pendengar juga perlu dibiasakan mendengarkan
konten program-program siaran. Pasalnya, dengan terbiasa mendengarkan
program siaran, pendengar akan terbiasa pula mendengarkan siaran. Sehingga
mereka akan terbiasa juga dengan pesan-pesan yang disampaikan terkait
kepentingan komunitas.
iii.
Control of audience flow (mengontrol aliran pendengar)
Artinya, berusaha untuk memaksimalkan jumlah pendengar yang
mendengarkan dan meminimalisir jumlah pendengar yang berpindah gelombang
ke radio lain. Dapat dilakukan dengan metode countering (menyajikan program
acara yang berbeda dengan radio siaran lain) atau menggunakan metode blunting
(menyajikan program acara serupa atau mirip dengan radio siaran lain).
Dalam konteks radio komunitas, kontrol aliran pendegar juga sangat
penting. Pasalnya, dengan adanya data tentang aliran pendengar untuk
mendengarkan suatu program, akan memudahkan stasiun radio untuk menerapkan
strategi mempertahankan jumlah pendengar. Dengan jumlah pendengar (yang
notabene anggota komunitas) yang banyak, diharapkan warga komunitas akan
lebih banyak terpapar informasi yang bermanfaat dan kontekstual dengan
kebutuhan riil mereka.
iv.
Conservation of program resources (Pemeliharaan sumber daya
program)
Karena jam siaran radio yang sepanjang hari, maka ketersediaan materi
dan sumber daya lainnya yang mendukung program acara harus benar-benar
diperhitungkan. Berbagai upaya harus dilakukan agar materi yang terbatas dapat
dipergunakan sebagai bahan siaran sepanjang hari, misalnya dengan cara
mengemas ulang suatu materi dengan menggunakan pendekatan dan cara
penyajian yang berbeda.
17
Breadth of appeal (Daya tarik yang luas)
v.
Radio siaran harus memperhatikan perbedaan minat dan kesukaan dari
para pendengarnya. Sehingga harus diupayakan program-program acara yang
menarik, serta dapat mengakomodir semua minat dan kesukaan pendengar.
Sedangkan tahap programming diawali dengan proses mencari dan
memilih materi yang sesuai target pendengar, mengimplementasikan materi
tersebut ke dalam program acara, dan diakhiri dengan proses evaluasi untuk
mengetahui rating dan kesalahan-kesalahan yang telah dilakukan.
Secara teoritis, programming umumnya dimulai dengan mencari dan
memilih bahan pemrograman yang tepat untuk segmen pendengar tertentu.
Kemudian, programmer mengaturnya ke dalam program yang dirancang sesuai
dengan segmen yang ditarget. Akhirnya, programmer juga yang menilai program
siaran itu, dengan mengacu pada kekurangan program siaran tersebut (Head,
1985:5).
Elemen-elemen tersebut, adalah pisau analisis untuk menilai kualitas
strategi programming media komersial yang mengutamakan rating untuk
memperoleh pengiklan. Dalam konteks riset ini, elemen tersebut tetap digunakan
untuk menganalisa strategi programming radio komunitas. Digunakannya elemen
tersebut, karena radio komunitas dn komersial mempunyai satu kesamaan, yakni
tetap mengutamakan rating. Bedanya, radio komunitas mengutamakan rating
untuk
mengkampanyekan tujuan komunitas atau
mendorong komunitas
melakukan gerakan tertentu. Bukan untuk mencari iklan komersial dari
perusahaan. Jadi, ada beberapa aspek yang disesuaikan, antara logika elemen ini
menganalisis radio komersial dengan konteks radio komunitas yang non-profit.
b. Fungsi Programming
Sebelum memulai tahapan programming, masing-masing individu dalam
tim pemrograman harus memahami fungsi-fungsi programmning sebagai berikut
(Prayudha, 2004:44-46):
Pertama,
ukuran
keakuratan.
Programming
berfungsi
mengukur
keakuratan program siaran selama sehari.Maksudnya, program-program yang ada
18
harus terukur keakuratannya menarik segmen audiens. Operasional penyiaran
radio komersial di Indonesia memiliki perencanaan penjadwalan program untuk
tiap harinya 15 sampai 20 jam. Bahkan ada beberapa yang sampai 24 jam setiap
hari.Untuk itulah, ukuran keakuratan sangat penting, agar program yang
mengudara tidak sia-sia alias tanpa pendengar.
Kedua, berkesinambungan. Sebuah stasiun radio tentunya tidak hanya
memiliki satu atau dua program saja dalam satu hari. Maka, fungsi programming
dalam konteks ini,untuk mengembangkan jumlah pendengar dari hari ke hari agar
program-program siaran tetap eksis dan ramai pendengar.
Ketiga, persaingan luar biasa. Banyak radio memiliki kesamaan target
pendengar. Padahal jumlah stasiun radio semakin banyak, karena itu stasiun radio
harus berupaya agar program-program yang disajikan berbeda dan disukai
pendengarnya. Kreatifitas menjadi hal penting dalam memenangkan persaingan
ini. Dalam konteks ini, programming berfungsi untuk memenangkan persaingan
merebut pendengar.
Keempat, menjaga stabilitas jadwal program. Hal ini merupakan upaya
untuk mengembangkan kebiasaan mendengarkan. Semakin lama waktu pendengar
mengikuti program maka akan berdampak juga pada lamanya pemasang iklan.
Kelima, mencari dan memperoleh ide-materi kreatif.Hal ini penting untuk
mengembangkan ide-ide, bentuk program baru dan memelihara imajinasi
pendengar.Terakhir atau keenam, spekulasi yang tinggi. Tidak ada aturan pasti
untuk memprediksi ide program akan berhasil atau gagal. Jika kegagalan bisa
diprediksi, maka ini akan sangat memudahkan penataan acara. Oleh sebab itu,
programmer wajib jeli dalam melihat kemungkinan kegagalan sebuah program.
c. Tahapan Programming
Ada dua tahapan dalam programming, yaitu perencanaan dan evaluasi
i.
Perencanaan
Tahap pemilihan dan penjadwalan program bisa disatukan dalam tahap
perencanaan (Pringle dkk, 2003:104).Sedangkan tahap evaluasi menjadi bagian
setelah perencanaan. Berarti, ada dua tahapan dalam programming : perencanaan
19
dan evaluasi. Tahap perencanaan terdiri atas pemilihan dan penjadwalan program.
Sedangkan
evaluasi
didahului
dengan
penetapan
standar,
pengawasan,
membandingkan keadaan sesungguhnya dengan standar yang ditetapkan, serta
mengoreksi berbagai macam kesalahan yang dilakukan.
Tahap perencanaan sangat penting bagi stasiun radio baru. Pasalnya, untuk
membuat kesan pertama yang membekas di benak audiens, tim programming
harus membuat perencanaan sangat matang. Wajib diingat, kesan pertama adalah
kesempatan langka, tidak akan datang dua kali serta menjadi awal dari segala
keberhasilan stasiun radio tersebut. Sampai-sampai, Tom Casey berujar “You
never get the second chance to make a first impression” (Hiebert dkk, 1991:294).
Sebelum tahap perencanaan programming, menurut Vane dan Gross
(1994:134) sebuah institusi radio wajib memperhatikan particularlocal purpose
dan particular mood serta melakukan survei. Particular local purpose adalah
harapan lokal, dan radio siaran harus memenuhi harapan lokal itu. Pasalnya, radio
siaran adalah medium lokal dengan kelekatan erat terhadap budaya maupun
potensi lokal. Sedangkan particular mood adalah keinginan pendengar, yang
artinya radio siaran wajib mempertimbangkan keinginan atau minat dengar
pendengar.
Sementara, tanpa survei, perencanaan bisa jadi hanya asal-asalan, tidak
mengacu pada data yang berkaitan dengan rencana programming. Data-data
tersebut misalnya, hasil riset pendengar terdahulu, dan hasil penelitian tentang
gaya hidup masyarakat yang berkaitan dengan selera mendengarkan program
siaran radio.
Bagi radio yang telah lama berdiri, survei diperlukan untuk mengetahui
jumlah pendengar radio siaran tersebut, rating stasiun radio program-program
acaranya, serta data kuantitatif atau kualitatif lainnya. Selain itu, survei juga
bermanfaat sebagai pedoman melakukan kegiatan programming baru, serta
memutuskan bagaimana strategi programming selanjutnya. Sedangkan bagi
institusi media massa radio baru, survei khalayak adalah hal mutlak. Guna
mengetahui bagaimana persepsi khalayak mengenai keberadaan radio tersebut,
20
selera dan kebutuhan khalayak target audiensnya, dan merumuskan berbagai
macam program acara yang disiarkan.
Proses perencanaan programming radio harus didukung oleh berbadai
elemen, di antaranya : ketersediaan sumber daya manusia yang memiliki
pengetahuan, keterampilan, dan kemampuan di bidang siaran, adanya kinerja tim
yang baik, perangkat siaran yang memadai, tersedianya dana yang memadai.
ii.
Periode Perencanaan
Adapun periode untuk perencanaan siaran menurut Onong U Effendy
(1978), dibagi menjadi tiga;
-Rencana siaran bulanan
Acara disusun hanya pada garis besarnya saja. Jenis mata siaran ditentukan
oleh staf siaran dalam suatu pertemuan yang khusus membahas kesempurnaan
produksi siaran, meninjau kekurangan pada waktu yang sudah-sudah dan
menetapkan hal-hal yang akan memuaskan para pendengar. Tinjauan terhadap
produksi siaran ini biasanya dilakukan setiap tiga bulan sekali. Dalam
perencanaan bulanan ini, garis besar acara yang dibahas antara lain; siaran
pemberitaan, pendidikan, kebudayaan, hiburan, dan siaran lain-lain.
-Rencana siaran pekanan
Rencana pekanan adalah penjabaran dari rencana siaran bulanan. Meliputi
acara
siaran
untuk
tujuh
hari
(satu
pekan).
Judul
dan
jenis
serta
penyelenggaraannya sudah dicantumkan karena segalanya sudah pasti. Nama
penyiar dan operator yang bertugas juga sudah dicantumkan. Selain itu jenis
siaran (langsung atau tunda) juga sudah pasti.
-Rencana siaran harian
Rencana ini adalah jabaran dari rencana pekanan. Rencana siaran sudah
lengkap terinci dari menit ke menit, mulai pembukaan hingga penutupan siaran.
21
Rencana harian siaran merupakan naskah pegangan penyiar dan operator. Dalam
naskah tersebut tercantum judul acara, produser, jenis penyajian, serta nama-nama
penyiar dan operator.
-Pemilihan Program
Pemilihan program adalah proses memilih jenis program berdasarkan
format dan isi dari program tersebut. Pengambilan keputusan mengenai pemilihan
program berdasarkan berbagai faktor, diantaranya ; persaingan, karakteristik
pendengarnya, dan sumber daya yang dimiliki. Selain itu, program yang disajikan
harus mencerminkan apa yang disukai dan dibutuhkan oleh target pendengar radio
siaran tersebut.
-Penjadwalan Program
Penjadwalan program sangatlah penting. Pasalnya, jika sebuah program
siaran disiarkan tidak tepat waktu, akan sia-sia belaka, biar sebagus apapun
program itu. Semisal, acara musik pop yang menyasar remaja, jika disiarkan pada
jam sekolah, hanya akan didengar sedikit orang. Oleh karenanya, seorang
programmer wajib memperhatikan segmen-segmen dalam satu hari yang
menggambarkan ketersediaan ukuran dan komposisi pendengar. Di samping itu,
dia juga mesti memperhatikan hot clock, yakni skenario siaran yang memuat
rancangan detil acara siaran radio dari menit ke menit. Radio siaran menjadikan
hot clock sebagai instrumen utama, karena
di dalamnya termuat kejelasan
segmen-segmen dan menit-menit dalam satu jam siaran.
Penjadwalan umumnya dan hot clock khususnya, akan menjadi nyawa
dalam proses penyiaran suatu program acara. Berbagai elemen yang ada dalam
suatu program acara diatur sedemikian rupa, sehingga terdengar menarik, khas
dan berbeda dengan radio siaran lain. Elemen yang dimaksud antara lain, musik,
informasi, kata-kata, identitas stasiun dan iklan.
Secara teoritis, penjadwalan program adalah upaya mengatur komposisi
dari berbagai program acara agar harmonis, dinamis, menarik, dan mempunyai
daya tarik bagi pendengar (Sayoga, 2003:14)
22
Setelah penjadwalan, program pun berjalan. Program siaran berjalan dulu
dalam periode waktu tertentu, setelah itu, baru diadakan evaluasi. Pelaksanaan
program ini berada di antara perencanaan dan evaluasi. Jadi, evaluasi tidak bisa
langusng dilakukan segera setelah perencanaan selesai, karena terlebih dulu harus
menunggu program terlaksana dalam periode waktu tertentu.
iii.
Periode Evaluasi
Setelah konsep dalam penjadwalan dieksekusi, institusi media massa radio
wajib mengadakan evaluasi. Selayaknya kegiatan yang lain, tanpa evaluasi, tidak
akan ditemukan kekurangan ataupun kelebihan sebuah program. Dalam konteks
acara siaran radio, evaluasi penting dilakukan untuk mengetahui apakah suatu
programming yang dilakukan tepat sasaran, mencapai tujuan dan sesuai
perencanaan.
Evaluasi bisa berguna untuk melihat dua hal : kemerosotan dan
keberhasilan. Jika terjadi kemerosotan, evaluasi menjadi acuan mengambil
keputusan untuk menyelamatkan atau menghapus acara tersebut. Evaluasi juga
penting untuk melihat keberhasilan pelaksanaan strategi dan memastikan apakah
pelaksanaan strategi dapat mencapai tujuan seperti yang diharapkan atau justru
sebaliknya.
5. Gerakan Sosial
Kajian tentang gerakan sosial adalah ranah ilmu sosiologi.Namun, ilmu
komunikasi juga tidak bisa lepas dari kajian sosiologi, sebab kajian pesan tentu
juga berkaitan dengan masyarakat. Dalam konteks radio komunitas mendorong
gerakan sosial konservasi lingkungan, kajian gerakan sosial akan dibahas lewat
pendekatan ilmu komunikasi. Kemajuan teknologi yang membuat media
elektronik bisa diakses kalangan akar rumputmassif, menempatkan ilmu
komunikasi dalam posisi penting untuk mengkaji gerakan sosial di masyarakat.
23
a. Pengertian Gerakan Sosial
Pada intinya, gerakan sosial adalah kelompok orang yang bersatu untuk
memperjuangkan ssuatu kepentingan, baik sosial maupun politik, dan keberadaan
mereka merupakan bagian penting dalam ranah politik karena mereka bisa
menghubungkan warganegara dengan elit-elit politik (Croteau dan Hoynes,
2003:247).
Menurut Singh dalam Manalu (2009:45), gerakan sosial mampu
memobilisasi partisipannya untuk memperoleh perbaikan atas dan terhadap
ketidakpuasan tertentu, atau berjuang untuk tujuan dan sasaran yang spesifik.
Sedangkan Della Porta dan Diani dalam Mahaswari (2011:22) menawarkan
karakteristik yang membedakan gerakan sosial dengan pergerakan yang dilakukan
partai politik, kelompok kepentingan, sekte-sekte agama, atau proses sesaat.
Menurutnya, gerakan sosial merupakan jaringan-jaringan informal yang
mendasarkan diri pada perasaan dan solidaritas bersama.Gerakan sosial
mengandaikan adanya seperangkat keyakinan bersama, perasaan senasib dan
saling memiliki.Gerakan sosial juga mengondisikan dan membantu terbentuknya
orientasi baru, baik pada isu-isu yang sedang berlangsung maupun yang muncul
kemudian.Perkembangan perasaan kebersamaan inilah yang digunakan untuk
memahami mengapa mereka hadir pada suatu ketika secara sukarela dan menjadi
bagian dari suatu gerakan yang terintegrasi dengan baik.
b. Klasifikasi Gerakan Sosial
Menurut Mario Diani dan Doug McAdam dalam Mahaswari (ibid; 23),
gerakan sosial diklasifikasikan berdasarkan lingkup, jenis perubahan, target,
metode kerja dan jangkauannya;
i. Lingkup
a). Gerakan reformasi : Gerakan yang berdedikasi untuk mengubah
beberapa norma atau hukum. Contoh gerakan sosial semacam ini akan mencakup
seperti, serikat buruh yang bertujuan meningkatkan hak-hak pekerja, gerakan
hijau yang menganjurkan adanya hukum ekologi. Beberapa gerakan reformasi
24
memungkinkan adanya penganjuran perubahan terhadap norma-norma moral,
misalnya, mengutuk pornografi atau proliferasi dari beberapa agama.
b). Gerakan radikal : gerakan yang didedikasikan untuk adanya perubahan
segera terhadap sistem nilai dengan melakukan perubahan-perubahan secara
substansi dan mendasar, tidak seperti gerakan reformasi. Sebagai contoh, gerakan
hak sipil amerika yang menuntut secara penuh hak-hak sipil dan persamaan di
bawah hukum untuk semua orang Amerika. Contoh yang lain terjadi di Polandia
yang dikenal dengan namaSolidaritas, gerakan yang menuntut transformasi dari
sebuah tata nilai politik Stalinisme menuju pada tata nilai sistim politik ekonomi
atau ke dalam tata nilai sistim politik demokrasi.
ii. Jenis Perubahan
a). Gerakan inovasi: gerakan yang ingin mengaktifkan norma-norma atau
nilai-nilai tertentu. Dikenal juga sebagai gerakan advokasi yang tidak umum.
Misalnya Gerakan Singularitarianisme, yang menjamin keamanan teknologi.
b). Gerakan konservatif: gerakan yang ingin menjaga norma-norma yang
telah ada. Sebagai contoh, gerakan “Anti Abad ke-19” yang berupa gerakan
modern menentang penyebaran makanan transgenic.Gerakan ini dapat dilihat
sebagai gerakan konservatif Karena mereka bertujuan untuk melawan perubahan
teknologi secara spesifik.
iii.Target
a). Gerakan berkelompok: bertujuan memengaruhi atau terfokus pada
kelompok atau masyarakat pada umumnya.
b). Gerakan fokus individu: berfokus pada yang mempengaruhi secara
personal atau individu. Sebagian besar dari gerakan-gerakan keagamaan akan
termasuk kategori ini.
25
iv. Metode Kerja
a). Gerakan damai: gerakan sosial yang dilakukan tanpa adanya kekerasan.
Contohnya gerakan kemerdekaan India.
b). Gerakan kekerasan: umumnya merupakan gerakan bersenjata misalkan
Tentara Pembebasan Nasional Zapatista dan gerakan pemberontakan bersenjata
lainnya.
v. Jangkauan
a). Gerakan internasional: gerakan sosial yang mempunyai tujuan serta
sasaran secara global
b). Gerakan lokal: sebagian besar dari gerakan sosial memiliki lingkup lokal,
seperti melindungi daerah alam tertentu, melobi untuk penurunan tarif di
lingkungan sosial tertentu, dan lain-lain.
c. Indikator Gerakan Sosial
Menurut Aberle (1966), gerakan sosial dikelompokkan dalam dua
indikator, yaitu besarnya perubahan dan aktor perubahan. 1). Gerakan sosial
alternatif adalah gerakan dengan lingkup terbatas dan dijalankan oleh sejunlah
kecil individu. Isu yang dihadapi hanya bersifat lokal. 2). Gerakan sosial
redemptive adalah gerakan yang radikal, meski dijalankan oleh sebagian kecil
masyarakat. 3). Gerakan sosial reformatif dijalankan oleh khalayak luas, dengan
isu yang spesifik, bertujuan tidak untuk merombak ulang sistem sosial
masyarakat. 4). Sedangkan gerakan sosial revolusioner, terjadi secara besarbesaran dan bertujuan merombak ulang seluruh masyarakat, dengan cara
melenyapkan institusi-institusi lama dan mendirikan institusi baru. Gerakan ini
seringkali berkembang pasca serangkaian gerakan reformasi yang terkait gagal
mencapai tujuan yangdiinginkan.
26
Gam
mbaran gerakkan sosial menurut A
Aberle ini, ddiringkas daalam table
berik
kut;11
d. Geraakan Sosial dan Media Massa
Geraakan sosial membutuhka
m
an media m
massa untuk menyebarkaan gagasan
ppergerakannnya kepada masyarakat.
m
Tanpa meddia massa, ggagasan itu tidak akan
bbanyak diketahui publikk secara luas. Hal ini karena khalayakk media masssa bersifat
m
massif. Lipuutan media mengenalkan
m
n agenda geerakan sosiall pada khalaayak secara
m
massif. Ini memungkinnkan agendda gerakan untuk dikenal publik, mendapat
ddukungan, memeroleh
m
p
pengakuan
seebagai kelom
mpok penekaan dengan posisi
p
tawar
ttinggi, dan meluaskan cakupan isu untuk meengundang llebih banyaak jaringan
ppendukung.
n
berita.JJika gerakan
n itu tidak
Geraakan sosial pastinya mempunyai nilai
bbersifat massif, paling tidak hanyya untuk koonsumsi komunitas ataau anggota
m
masyarakat yang terlibaat. Karena ittu, media maassa tentu aakan menjadikan setiap
iinformasi teerkait gerakkan sosial tertentu
t
sebaagai bahan berita. Terrlebih, bila
ggerakan sosial itu meelibatkan banyak oranng atau meemengaruhi kebijakan
ppublik.Dalam
m konteks inni, gerakan sosial
s
dan media
m
massa bberhubungan
n simbiosis
m
mutualisme.
Sayaangnya, meddia massa arrus utama kkomersial, akkan segera melupakan
ggerakan sossial yang tiddak massif dan kurangg memengarruhi kebijak
kan publik.
111
David F.Aberle. 1966. The Peyote Religioon Among the Navalho. Chiccago: Aldine. Terarsip
T
ddalam http://id
d.wikipedia.orgg/wiki/Gerakann_sosial. diaksees 2 April 20144
27
Betapapun gerakan itu berpengaruh positif terhadap komunitas atau kelompok
masyarakat yang terkait. Berarti, juga bisa kita pahami, tidak selamanya media
massa dan gerakan sosial simbiosis mutualisme.
Gamson dan Wolfsfeld dalam Croteau dan Hoyness (2003:248) semakin
menegaskan, simbiosis mutualisme gerakan sosial-media massa memang tidak
selamanya linier. Pasalnya, menurut mereka, kondisi itu bisa terjadi ketika media
massa memiliki sumber berita yang lebih menarik disajikan pada khalayak luas.
Dalam ketimpangan itu, media massa seringkali “mengakali” gerakan
sosial untuk bisa berkompromi dengan kebutuhan dan tuntutan media. Hal ini
membuat banyak aktivis pergerakan sosial meninggalkan media arus utama, dan
beralih pada media alternatif dan independen (ibid; 249). Strategi ini dipilih
umumnya, agar pesan yang disampaikan pada publik tidak terdistorsi oleh
kepentingan media atau penguasa.
Aktivis gerakan sosial kemudian banyak memilih media baru (internet)
sebagai media komunikasi dan konsolidasi gerakan. Namun, ada pula yang
membuat media konvensional sendiri, tentunya tidak berafiliasi dengan lembaga
media massa konvensional komersial.Maka banyak bermunculan stasiun radio
komunitas dan televisi komunitas. Biarpun berbentuk sama dengan media
konvensonal komersial, media komunitas ini secara idealisme jelas beda jauh. Di
mana media komunitas lebih mengedepankan kepentingan komunitas.
e. Gerakan
Sosial
dalam
Konteks
Konservasi
dan
Pelestarian
Lingkungan
Beberapa tahun terakhir, ramai dibicarakan gerakan pelestarian alam. Isu
pelestarian alam menjadi bahasan menarik di samping masalah sosial dan
ekonomi. Mengapa demikian? Karena kondisi alam di dunia sedang rusak
sehingga menimbulkan pemanasan global. Salah satu penyebabnya adalah
deforestasi atau kerusakan hutan. Di Indonesia sendiri, setiap tahun 1,1 juta lahan
rusak total. Akibatnya, terjadilah degradasi air. Sehingga laju pertumbuhan
28
kebutuhan air Indonesia meningkat hingga 6,7 persen per tahun.12 Deforestasi
sungguh bahaya. Para ilmuwan, ekonom, dan ahli lainnya dalam konvensi
Keanekaragaman Hayati 2008 di Bonn, Jerman, menyimpulkan, deforestasi dan
kerusakan pada sistem lingkungan lainnya bisa memotong standar hidup bagi
kaum miskin di dunia dan mengurangi Produk Domestik Bruto (PDB) sekitar
tujuh persen. 13
Dunia prihatin atas deforestasi tersebut. Sedangkan di Indonesia sendiri,
kesadaran akan bahaya kerusakan hutan dimulai sejak 1972. Kala itu pada 15-18
Mei dilaksanakan Seminar Pengelolaan Lingkungan hidup dan Pembangunan
Nasional oleh Universitas Padjajaran Bandung. Hingga kini, isu pelestarian
lingkungan, terutama mengenai pencegahan deforestasi, terus bergaung.
Penghijauan pun digalakkan oleh berbagai pihak. Salah satunya, CSR PT. Djarum
Kudus melakukan penanaman pohon trembesi di sepanjang jalur Pantai Utara
Jawa Tengah dengan melibatkan selebritis seperti aktor, penyanyi dan atlet
nasional. Selain itu, di level daerah, komunitas lintas iman Yogyakarta
mengadakan reboisasi di lereng merapi dan penanaman bakau di Pantai Samas
oleh beberapa kelompok kaum muda di Kabupaten Bantul, salah satunya
kelompok Orang Muda Katholik Paroki St.Yakobus Bantul.
Banyak pihak menghimpun massa dan dana untuk program gerakan
pelestarian lingkungan. Mereka berharap, negara dan masyarakat luas peka akan
kerusakan lingkungan yang kian parah. Kepekaan itu mendorong gerakan sosial
yang berfokus pada pelestarian lingkungan. Gerakan sosial konservasi dan
pelestarian lingkungan, pengertiannya adalah sekelompok massa yang bersatu
memperjuangkan kepentingan pelestarian dan konservasi lingkungan, dan
keberadaan mereka merupakan bagian penting dalam ranah politik karena mereka
bisa menghubungkan warganegara dengan elit-elit politik.
12
Mohammad Takdir Ilahi (2012) dalam http: //
gagasanhukum.wordpress.com/2012/03/22/pelestarian-hutan-kebutuhan-bersama/ diakses pada 29
Mei 2014 pukul 17.05 WIB
13
Dikutip dari http://www.artikellingkunganhidup.com/apakah-deforestasi.html diakses pada 29
Mei 2014 pukul 17.11 WIB
29
Gerakan sosial ini bisa diimplementasikan pada hal-hal instrumental
seperti gerakan penanaman pohon dengan penyediaan bibit oleh pemerintah atau
lembaga lain. Selain itu, juga bisa dengan kampanye perubahan pola hidup yang
lebih ramah pada lingkungan serta mengkreasi kondisi lingkungan agar tahan
bencana, misalnya; membuat galengan, sumur resapan, dan pemilahan sampah.
Gerakan sosial dalam konteks pelestarian dan konservasi lingkungan
tersebut, levelnya bermacam-macam. Ada yang dalam level daerah, nasional,
bahkan internasional. Dalam level kedaerahan atau lokal, bisa dicontohkan oleh
gerakan sosial pelestarian lingkungan di Semoyo, Pathuk, Gunungkidul. Di level
nasional Indonesia, gerakan sosial pelestarian lingkungan, salah-satunya
dipelopori oleh Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi). Sedangkan pada
level internasional, ada beberapa organisasi berbentuk LSM atau yayasan yang
bergerak pada pelestarian lingkungan alam dan memelopori gerakan sosial
pe;lestarian lingkungan, seperti; Greenpeace yang berpusat di Amsterdam,
Belanda dan World Conservation Monitoring Centre (WCMC) (badan eksekutif
United Nations Environment Programme (UNEP)).
Di Indonesia dan negara berkembang lainnya, isu lingkungan mulai
diperhatikan sejak dua dekade sebelum akhir abad 20, berarti bila dihitung dari
sekarang (tahun 2014), sekitar tiga dekade lalu. Saat itu, timbul gerakan protes
dari akar rumput di negara berkembang seperti Brazil, India, Thailand, dan
Bangladesh yang mengecam kian parahnya kerusakan lingkungan (Suharko,
1998:45).
Sedangkan khusus di Indonesia sendiri, menurut Purnomo isu gerakan
lingkungan sudah masuk sejak decade 1970-an (ibid; 46) Ketika itu, NGO banyak
bermunculan, menyusul pembangunan negara dan pertumbuhan ekonomi.
Kemudian, banyak NGO menyadari, pertumbuhan ekonomi juga menimbulkan
kerusakan lingkungan dan ekologi. Maka, sejak saat itu, isu lingkungan mendapat
artikulasi lebih kuat.
Menurut Eldridge (1995), gerakan lingkungan itu merupakan gelombang
kedua aktivisme NGO di Indonesia. Wujud konkrit dari gelombang kedua ini
adalah Undang Undang Lingkungan Hidup (UULH) No. 4 tahun 1982 yang
30
banyak mengakomodasi masukan dari NGO lingkungan dan melegitimasi
eksistensi serta peran NGO dalam pembangunan.
Sebenarnya, NGO lingkungan memperoleh momentum penguatan pada 15
Oktober 1980. Saat itu, berdiri Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi)
sebagai forum komunikasi NGO yang minat dan bergerak di bidang lingkungan
hidup. Sejak saat itu, jumlah NGO yang peduli pada lingkungan hidup terus
meningkat. Salah satu forum NGO lingkungan hidup, WALID pada 1998 menjadi
forum dari sekitar 150 NGO lingkungan hidup. Banyak NGO lingkungan tersebut,
memiliki aktivitas gerakan hijau yang menyentuh dimensi publik yang luas. Oleh
karena itu, sebagaimana konteks NGO secara umum yang heterogen, NGO
lingkungan memiliki keragamannya sendiri. Bisa diduga pula, model gerakan
hijau yang dikembangkan NGO lingkungan memiliki variasinya sendiri.14
G. Kerangka Konsep
Kerangka konsep riset ini, terbagi menjadi dua bagian, yakni tahapan
programming dan evaluasi serta analisis dengan lima elemen strategi
programming.
Tahapan programming, terdiri dari perencanaan dan evaluasi. Tahapan
perencanaan programming mengakomodasi particular local purpose dan
particular mood, secara praksis diterapkan dalam langkah-langkah di grafik
berikut;
Pertama, Mempelajari situasi
yang
berkembang
dan
menganalisis
masalah
yang
sebenarnya
dihadapi
oleh
komunitas,
terkait
dengan
gerakan sosial yang merupakan
bagian dari usaha pencapaian
tujuan komunitas. Langkah ini,
terkait erat dengan akomodasi
particular
local
purpose.
Langkah ini berkaitan dengan
elemen kesesuaian.
Kedua, Menetapkan
tujuan yang
ingindicapai
radiokomunitasdalam
usahanya mendorong
gerakan sosial.
Keempat, Analisis khalayak yang menjadi sasaran.
Dalam hal ini dibutuhkan analisis yang akurat untuk
melihat karakter komunitas. Langkah ini, berkaitan
14
Ketiga, Analisis perencanaan dan
pengembangan program. Dalam
arti memetakan sumber daya
yang dimiliki termasuk
memperkirakan konteks
komunikasi dan hambatan yang
dihadapi. Langkah ini berkaitan
dengan elemen kedua.
Kelima, Penyusunan pesan. Bentuk
pesan atau konten program siaran
tentunya menarik dan berdasarkan
pada karaketristik khalayak yang
dihadapi. Tahap ini berkaitan dengan
particular local purpose dan particular
mood sekaligus
Ibid. hal 47
31
Keenam, Penetapan metode
penyampaian pesan sesuai tujuan yang
ingin dicapai. Disampaikan secara
informatif dan persuasif serta akomodatif
terhadap particular local purpose dan
particular mood.
Ketujuh, Eksekusi programming. Dalam langkah
terakhir ini, yang perlu dilakukan adalah bagaimana
mengendalikan dan mengkoordinasikan tenaga, biaya, waktu,
dan berbagai sumber lain dengan disertai penjadwalan
pelaksanaan yang jelas.
Dalam tahapan-tahapan tersebut, lebih tepatnya setelah tahap keenam dan
sebelum tahap ketujuh, rencana siaran bulanan, pekanan, dan harian dibuat.
Dari beberapa langkah tahap perencanaan programming tersebut, rumusan
strategi programming radio komunitas diterapkan dalam berbagai bentuk program
siaran dibawah payung programming periode tertentu.
Kemudian setelah programming berjalan, pegiat radio komunitas
seyogianya melakukan evaluasi seperti awak radio komersial. Dalam konteks
radio komunitas, evaluasi dapat dilakukan dengan survei pendengar mengenai halhal berikut; Pendengar (meliputi jumlah pendengar, tingkat pendidikan, status
ekonomi, dan gaya hidup), format radio dan format acara, musik, dan tingkat
kesukaan pendengar terhadap acara-acara tersebut. Dalam radio komersial, ada
satu hal lagi yang disurvei, yakni tingkat kepopuleran penyiar. Namun variabel ini
tidak relevan dalam radio komunitas, sebab, penyiar radio komunitas biasanya
dari kalangan sendiri dan bersifat suka rela.
Setelah data-data dalam tahapan programming ditemukan, lalu dianalis
dengan pisau analisi berupa lima elemen strategi programming, yang meliputi
kesesuaian, membangun kebiasaan, mengontrol aliran pendengar, pemeliharaan
sumber daya program, dandaya tarik luas. Elemen strategi programming itu,
adalah hal-hal yang harus dipenuhi oleh awak radio dalam membuat programming
siaran.
H. Metodologi Penelitian
1. Metode Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah dan objek yang diteliti, penelitian ini
menggunakan pendekatan kualitatif dengan jenis metode deskriptif berupa studi
kasus. Studi kasus adalah metode yang mengacu pada penelitian dengan unsur
32
how dan why pada pertanyaan utama penelitian.Studi kasus juga sangat relevan
untuk meneliti permasalahan kontemporer.Puji Rianto menyimpulkan, studi kasus
merupakan studi yang 1) dilakukan untuk mencari kedalaman penjelasan atas
‘kasus’ yang diteliti, 2) digunakan untuk kasus yang spesifik, 3) dibatasi oleh
waktu, dan 4) dalam proses pengumpulan datanya menggunakan banyak ragam
narasumber (Norman dan Lincoln, 1998).Selain itu, studi kasus dilakukan apabila
peneliti hanya mempunyai sedikit peluang untuk mengontrol permasalahan yang
diteliti.Sedangkan fokus penelitian yang relevan dengan metode studi kasus,
adalah fenomena kontemporer di kehidupan nyata.15
Metode deskriptif berupa studi kasus dirasa tepat untuk meneliti masalah
dalam penelitian ini.Karena, studi kasus memungkinkan peneliti untuk
menampilkan karakter holistik dari obyek yang diteliti. Menurut Nazir (1998:6),
studi kasus memberikan gambaran secara mendetail tentang latar belakang serta
sifat-sifat khas dari suatu kasus.
Dalam konteks penelitian ini,digunakan desain kasus tunggal holistik
(single case-holistic). Pasalnya, hanya terdapat satu unit analisis yang dikaji,
yakni fokus pada strategi programming yang digunakan Radekka FM dalam
mendorong gerakan sosial konservasi dan pelestarian alam.
Pemilihan
metode
studi
kasus
dianggap
tepat
karena
beberapa
alasan.Pertama, permasalahan penelitian ini bersifatspesifik.Radio komunitas
yang concern pada penyelamatan lingkungan jumlahnya terbatas. Radekka FM
paling terlihat keberhasilannya mengawal isu lingkungan hidup. Kedua, kasus
tersebut berdampak bagi warga Desa Semoyo hingga sekarang, yakni lahan
semakin subur dan rimbun dengan pepohonan, bahkan desa ini telah menjadi
penghasil karbon.Ketiga, latar sosial warga Semoyo juga menarik untuk ditelisik
lebih jauh.Bagaimana mereka bisa digerakan untuk melakukan penyelamatan
lingkungan dengan penghijauan.Dalam titik inilah, strategi programming Radekka
FM patut diberi perhatian lebih.
15
Robert K.Yin. 2003. Case Study Research : Design and Methods, Third Edition. California: Sage
Publications. Hal. 1
33
Karakter lain dari penelitian studi kasus adalah menggunakan berbagai
jenis bukti dari multisumber. Untuk menyingkap suatu kasus misalnya, peneliti
dapat melacak bukti-bukti melalui dokumentasi, rekaman arsip, observasi
langsung, observasi partisipan, wawancara, bahkan penggunaan perangkat
fisik.Peneliti dituntut untuk bisa menggunakan berbagai teknik pengumpulan data
sekaligus.Meskipun terkesan lebih berat, tetapi justru disinilah keunggulan dari
studi kasus, yaitu analisis yang mendalam.
2. Lokasi Penelitian
Penelitian dilakukan di sekertariat dan studio Radekka FM di Dusun
Salak, Desa Semoyo, Kecamatan Pathuk, Kabupaten Gunungkidul.
3. Teknik Pengumpulan Data
Pengumpulan data dilakukan dengan berbagai teknik yang lazim
digunakan dalam studi kasus, antara lain;
a. Dokumentasi
Ketika tahap pengumpulan data, penulis akan memulai dengan melacak
dokumen, khususnya tentang bagaimana strategi programming Radekka FM
dalam mendorong gerakan pelestarian lingkungan di desa Semoyo, Pathuk,
Gunungkidul.Dokumen tertulis berupa laporan penelitian, buku, pengumuman
resmi dari pihakRadekka FM atau Serikat Petani Pembaharu, kliping berita, dan
artikel lain di media massa.
b. Observasi langsung
Peneliti melakukan peengamatan langsung pada kegiatan siaran Radekka
FM dan Serikat Petani Pembaharu yang terkait dengan prlestarian lingkungan.
Penelitiakan melakukan pengamatan pada kegiatan perencanaan, pelaksanaan, dan
evaluasi oleh Radekka FM dan Serikat Petani Pembaharu. Observasi langsung ini
dibatasi
tahun2011-2013. Pembatasan tahun ini, bukan berarti penulis
meneliti Radekka FM sejak 2011 hingga 2013, melainkan data-data tentang
programming yang diambil untuk diteliti dibatasi dari tahun 2011 hingga 2013.
34
c. Wawancara
Penelitimengumpulkan informasi secara lisan maupun tertulis dari
narasumber. Wawancara dilakukan dengan menyiapkan pertanyaan terlebih dahul
(focused interview) dan spontan saat wawancara berlangsung. Narsumber yang
dipilih adalah Suratimin (sebagai pengelola Radekka FM, Ketua SPP dan orang
lain di internalRadekka FM yang terkait dengan strategi programming mendorong
pelestarian lingkungan, seperti Mugiriyanto, Sugiyono, dan F.Bambang Hery
Purwanto. Sugiyono dan Mugiriyanto adalah pengurus Serikat Petani Pembaharu
(SPP) yang cukup aktif bergiat di Radekka FM. Sementara F.Bambang Hery
Purwanto adalah aktivis Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) IDEA. Dia bergiat
di Radekka FM, karena ingin memberdayakan radio komunitas sebagai media
komunikasi dan informasi gerakan transparansi anggaran.
4. Teknik Analisis Data
Menurut Patton, analisis data adalah proses mengatur urutan data,
mengorganisasikannya kedalam suatu pola, kategori, dan satuan uraian dasar
(Moleong, 2002:103). Cresswell berpendapat, studi kasus melibatkan banyak data
karena bertujuan mendeskripsikan secara mendalam suatu fenomena yang diteliti.
Untuk
itu
diperlukan
suatu
analisis
yang
terorganisir
agar
hasilnya
terperinci.Analisis data yang dipilih penulis dalam penelitian ini adalah analisis
data kualitatif, yaitu analisis yang dapat menghasilkan data deskriptif, berupa
data-data tertulis maupun lisan dari orang-orang (organisasi) dan perilaku yang
diamati. Langkah-langkah dalam analisis kualitatif yang dilakukan peneliti antara
lain:
a. Pengumpulan data
Dilakukan dengan pengamatan langsung di lapangan, wawancara dengan
narasumber, dan melalui dokumen yang berkaitan dengan penelitian. Dokumen
tersebut adalah proposal pengajuan Ijin Penyelenggaraan Penyiaran yang
ditujukan kepada Ketua Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) DIY, data
monografi Desa Semoyo semester pertama 2014.
35
b. Reduksi data
Proses pemilihan dan pemusatan atau penyederhanaan, pengabstrakan, dan
transformasi data kasar yang muncul dari catatan di lapangan. Reduksi data
merupakan suatu bentuk
analisisyang
menajamkan,
menggolongkan,
mengarahkan, membuang data yang tidakperlu,mengorganisasi, menelusur tema
dan membuat gugus-gugus. Reduksi berlangsungterus-menerus selama proses
penelitian berlangsung. Proses transformasi ini berlangsunghingga laporan akhir
tersusun.
c.Penyajian data
Upaya penyusunan, pengumpulan informasi ke dalam suatu matrik atau
konfigurasi yang dipahami. Konfigurasi semacam ini akan memungkinkan
adanyapenarikan kesimpulan dan pengambilan tindakan. Penyajian data yang
sederhana danmudah dipahami adalah cara utama untuk menganalisis data
deskriptif kualitatif yang valid. Penyajian ini bisa dalam bentuk matrik, grafik atau
bagan yang dirancanguntukmenghubungkan informasi.
d.Menarik kesimpulan
Peneliti mulai mencari makna dari data-data yang terkumpul dan
selanjutnya peneliti mencari arti dan penjelasan untuk kemudian menyusun polapola hubungan tertentuke dalam suatu satuan informasi yang mudah dipahami dan
ditafsirkan.Data-datayang terkumpul di susun ke dalam satuan-satuan yang
kemudian dikategorisasi sesuaidengan masalahnya. Data tersebut dihubungkan
dan dibandingkan antara satudenganyanglain sehingga mudah ditarik kesimpulan
sebagai jawaban dari permasalahan beragam, mulai dari sekedar gerakan
menanam pohon hingga gerakan advokasi lingkungan.
36
Download