BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN ASUMSI TEORITIS 1. Pendahuluan Ada akademisi yang melakukan penelitian tentang Perkantas, namun belum melakukan penelitian dalam perspektif sosiologis. Ada satu karya ilmiah yang dituliskan oleh Eliyunus Gulo yang membahas tentang Misi Perkantas dalam sosial politik namun menggunakan perspektif biblika dan Teologis.1 Penelitian ini tidak membahas gerakan sosial keagamaannya dan ideologi dalam mengerjakan misi. Selain itu konteks Perkantas secara Nasional bukan lokal. Oleh sebab itu penulisan tesis ini ditujukan untuk melakukan penelitian dalam perspektif sosiologis, dalam mendeskripsikan dan menganalisis Ideologi dalam Gerakan Sosial Keagamaan, Melalui kajian sosiologi agama diharapkan penulis mampu memberikan gambaran yang jelas tentang ideologi Perkantas serta pengaruhnya bagi Gerakan pelayanan kemahasiswaan di dalam UKMKP UNIMED. Selain itu, ada karya tulis tentang sejarah dan perkembangan pelayanan Perkantas selama 30 tahun, disusun oleh para Tim Perkantas.2 Buku perjalanan pelayanan merupakan karya wawancara diseluruh Perkantas Indonesia namun bukan karya Ilmiah. Isinya lebih merupakan sharing tentang perjalanan pelayanan setiap daerah Perkantas. Namun, karya ini sangat penting untuk menjadi dasar acuan untuk menggunakan data-data wawancara dari pendiri Perkantas. 1 Eliyunus Gulo. Perluasan Misi Pelayanan Perkantas terhadap kehidupan sosial politik di Indonesia dalam era Reformasi, berdasarkan Lukas 4:18-19. (Cipanas: STTC, 2001) 2 Tim Perkantas. Visi dan Kontinuitas: Pergerakan Perkantas Selama 30 Tahun di Indonesia. (Jakarta:Perkantas, 2004) 16 Pada penelitian lain, pembahasan tentang teori sosiologi pengetahuan, ideologi dan gerakan sosial keagamaan banyak di bahas. Pembahasan tentang subjek penelitian tentang gerakan pelayanan mahasiswa UKMKP UNIMED dan Perkantas tidak ada yang membahasnya. Pembahasan dalam perspektif sosiologi agama antara ideologi Perkantas dan Gerakan sosial keagamaan UKMKP UNIMED pada karya tulis ini, akan dibahas dalam teori sosiologi pengetahuan serta melihat ideologi dan kaitannya dengan perilaku kolektif sebagai gerakan sosial keagamaan, akan dibahas dalam bab ini. 2. Sosiologi Pengetahuan dan Ideologi Ketika kita bertanya tentang bagaimana caranya kita tahu bahwa kita tahu? Jika menggunakan jawaban melalui pendekatan sosiologi maka jawabannya sangat sederhana yaitu kita mempelajarinya. Hal ini membuat kita menyadari bahwa setiap orang tidak berpikir sendiri namun ia berpikir dalam kelompok-kelompok tertentu yang mengembangkan suatu pengetahuan.3 Ini merupakan gambaran bahwa setiap manusia berpikir namun bukan hanya pribadi namun ada pengaruh dari kelompok dan komunitas yang mempengaruhinya. Dalam pengertiannya Sosiologi pengetahuan merupakan salah satu dari berbagai cabang keilmuan yang muda dari sosiologi; sebagai bentuk teori keilmuan ini berusaha, menganalisis kaitan antara pengetahuan dan kehidupan; sebagai riset sosiologi-historis, cabang ini berupaya menelusuri bentuk-bentuk yang diambil oleh kaitannya dengan perkembangan intelektual manusia.4 Teori ini ingin mengetahui bahwa pengetahuan 3 4 Karl Mannheim. Ideologi dan Utopia,… 2-3 Ibid, 287 17 merupakan berasal dari latar belakang kehidupan sosial dan masyarakat sekitar. Pengetahuan dan ide itu bukan lahir langsung dari suatu mimpi dan wahyu yang bersifat transenden, namun wacana yang terdapat dalam kehidupan sosial sangat menentukan. Melalui riset ini kita bisa melihat sejauhmana perkembangan dari proses intelektual dan berpikir suatu lingkungan sosial, melalui melihat kesejarahannya. Bagi Scheller, Sosiologi pengetahuan mempengaruhi ‘pengetahuan’ yang dipelajari, hanya selama sosiologi itu menjelaskan waktu dan keadaan ketika pengetahuan itu muncul, diterima, atau mengabur.5 Sedangkan Menurut Ignas Kleden mengatakan bahwa Dalil utama sosiologi pengetahuan ialah bahwa setiap pengetahuan bersifat kontekstual. Sosiologi pengetahuan sangat dipengaruhi tempat dan nilai-nilai dari konteks sosial tempat seseorang hidup dan bekerja. Sosiologi pengetahuan ingin menyelidiki asal usul dan pengaruh sosial atas sebuah pengetahuan. Akibatnya dalam sosiologi pengetahuan, peranan nilai-nilai transendental seperti rasio dikesampingkan dan diganti dengan fakta-fakta pengalaman.6 Menurut Mannheim, tesis utama Sosiologi pengetahuan yaitu bahwa terdapat cara-cara berpikir yang tak dapat dipahami secara memadai selama asal-usul sosialnya tidak jelas. Memang benar bahwa hanyalah individu yang dapat berpikir. Tak ada suatu entitas metafisis seperti kelompok pikiran yang berpikir melampaui dan mengatasi kepala-kepala individu-individu, atau yang gagasan-gagasannya hanyalah direproduksi 5 6 George Ritzer & Barry Smart. Handbook Teori Sosial. (terj).(Bandung:Nusamedia,2011),195 Ignas Kleden. Sikap ilmiah dan Kritik Kebudayaan. (Jakarta:LP3S, 1987) 18 oleh individu.7 Meskipun demikian kelirulah bila menyimpulkan dari hal ini bahwa semua gagasan dan perasaan yang mendorong individu berasal dari dirinya saja, dan dapat diterangkan secara memadai semata-mata dasar pengalaman hidupnya sendiri. Melalui bagian ini kita akan mengkaji tentang konsep ideologi dan bagaimana keterkaitan ideologi dengan teori sosiologi pengetahuan. Menggunakan pendekatan Mannheim, bahwa segala pengetahuan merupakan hasil proses pembentukan realitas dari suatu kelompok dan masyarakat, sehingga ideologi mempunyai kajian sejarah sosialnya. Kita akan melihat proses dari sosiologi pengetahuan menurut Mannheim bagaimana ideologi tercipta. Melalui Gambar 2.1, kita bisa melihat proses sosiologi pengetahuan diawali dengan segala kondisi material dan sosial, selanjutnya akan melahirkan suatu perilaku baik individu maupun sosial. Ketika hal ini mengalami internalisasi, perilaku ini menumbuhkan pengalaman personal dari perilaku seseorang. Jika setiap individu berinteraksi dengan individu lain dan melakukan eksternalisasi dan objektivikasi, maka pengalaman ini bukan hanya terjadi personal namun secara kolektif. Hal ini yang menjadi landasan bagi Organisasi-organisasi dan Proses sosial mendasari pembentukan ideologi. Pada tahap selanjutnya ideologi yang mempengaruhi seseorang maupun kolektif berusaha mengubah dan melestarikan kondisi material dan sosial itu kembali. 7 Karl Mannheim. Ideologi and Utopia…,2 19 Gambar 2.1 Sosiologi Pengetahuan8 Proses perputaran itu bukan terjadi sirkular namun terjadi secara sirkular spiral. Kondisi material dan sosial pertama akan berbeda dengan kondisi material dan sosial setelah adanya suatu ideologi. Perkembangan pemikiran menjadi pandangan hidup yang berakar didalamnya dipengaruhi nilai-nilai yang berbeda. Ideologi akan membangun kondisi material dan sosial baru serta akan melahirkan perilaku didalamnya baik secara kolektif maupun personal. Perputaran kembali kepada proses sosiologi pengetahuan. Ada yang akan hilang dalam proses eksternalisasi dan objektivikasi, namun ada yang semakin mengkristal yaitu nilai-nilai utama didalamnya. 2.1 Pengertian Ideologi Ideologi menurut kamus Webster ideologi berarti ilmu tentang ide-ide; studi tentang asal mula dan hakikat ide-ide; terutama sistem Condilac, yang secara eksklusif 8 William O’Neil. Ideologi-Ideologi Pendidikan. (Yogyakarta:Pustaka Pelajar, 2001) 20 menderivasikan ide-ide dari kesan indrawi.9 Kata ideologi pertama kali diperkenalkan oleh filsuf Perancis Antoine Destutt de Tracy pada tahun 1796. Kata ini berasal dari bahasa Perancis Ideologie, merupakan gabungan dua kata yaitu ideo yang mengacu kepada gagasan dan logie yang mengacu kepada logos, kata dalam bahasa Yunani untuk menjelaskan logika dan rasio. Destutt de Tracy menggunakan kata ini dalam pengertian etimologisnya, sebagai “ilmu yang meliputi kajian tentang asal-usul dan hakikat ide atau gagasan”.10 Ideologi adalah suatu ilmu tentang ide atau gagasan. Ideologi dapat dianggap sebagai visi yang komprehensif, sebagai cara memandang segala sesuatu secara umum (ideologi dalam kehidupan sehari-hari) dan beberapa arah filosofis (ideologi politis), atau sekelompok ide yang diajukan oleh kelas yang dominan pada seluruh anggota masyarakat.11 Tujuan utama di balik ideologi adalah untuk menawarkan perubahan melalui proses pemikiran normatif. Ideologi adalah sistem pemikiran abstrak (bukan hanya sekedar pembentukan ide) yang diterapkan pada masalah publik sehingga membuat konsep menjadi inti politik. Ideologi mengacu pada pengertian pada sistem ide-ide tentang fenomena, terutama fenomena kehidupan sosial; cara berpikir khas suatu kelas atau individu.12 Berikut kita akan melihat konsepsi Marx dan Engels tentang Ideologi. Pertama, konsepsi mereka tentang ideologi, bukan hanya meliputi suatu kajian teori tentang pengetahuan dan politik, namun juga metafisika, etika, agama dan bahkan segala “bentuk Merriam-Webster Dictionary.(USA: Merriam-Webster 2010) Raymond Geuss. The Idea of A Critical Theory…,, 4 11 Ibid,..5-6 12 Henry D.Aiken. Abad Ideologi. (Yogyakarta:Bentang, 2002),2 9 10 21 kesadaran” yang mengungkapkan sikap-sikap atau komitmen-komitmen mendasar suatu kelas sosial13. Dalam bukunya German Ideologi terdapat sejumlah bagian yang menarik dimana Marx dan Engels tampaknya sedang mencoba merumuskan beberapa perbedaan antara komponen-komponen “ideologis” kesadaran dan apa yang kadang mereka sebut “pengetahuan nyata” atau “ilmu positif nyata”14. Apa sesungguhnya arti dari perbedaan itu tak pernah diterangkan secara jelas, namun ia mengungkapkan bahwa Ideologiideologi itu, bersifat tidak rasional. Buku itu juga mengangkat persoalan-persoalan sulit tentang status materialisme dialektis itu sendiri, yang tidak hanya dikonsepsikan Marx sebagai ideologi kelas pekerja revolusioner namun juga sebagai filsafat “ilmiah” yang bisa dikemukakan orang sebagai kebenaran. Ideologi memiliki arti partikular dan arti total. Dalam konsep partikular Ideologi merujuk pada suatu gagasan-gagasan dan penjelasan-penjelasan yang dimajukan oleh lawan kita. Gagasan dan penjelasan itu dianggap kurang lebih sebagai penyembunyiaan hakikat kenyataan sesungguhnya, sedang pengetahuan tentang kenyataan itu sering dianggap tak sesuai dengan kepentingan-kepentingan lawan kita itu. Segala bentuk penipuan-penipuan dalam kondisi secara sadar sampai pengelabuan-pengelabuan merupakan distorsi-distorsi dari pihak lawan sampai membuat orang lain menipu dirinya. Konsep ini sedikit demi sedikit mengalami diferensiasi dari pendapat umum mengenai kebohongan15. Disini kita mengacu pada ideologi suatu zaman atau ideologi suatu kelompok sosio-historis konkret. 13 William O’Neil. Ideologi-Ideologi Pendidikan.(Yogyakarta:Pustaka Pelajar, 2001) 14 Ibid 15 Lih Karl Mannheim. Ideologi dan Utopia…59-60 22 2.2 Jenis-Jenis Ideologi Jika dilihat dari istilahnya telah banyak digunakan atau diterapkan secara berbeda pada berbagai disiplin ilmu. Para ahli teori mengemukakan bahwa teori ideologi ada dalam rangka menjawab berbagai pertanyaan yang berhubungan dengan aspek kehidupan mereka. Guess membagi Ideologi menjadi tiga hal dalam sub-bagian yaitu: Ideologi dalam pemahaman deskriptif, kedua ideologi dalam pemahaman positif dan ketiga, ideologi dalam pemahaman pejorative. 2.2.1 Ideologi dalam Pemahaman Deskriptif Kajian dalam melihat ideologi melalui pendekatan Guess menggambarkan bahwa Ideologi dalam arti luas merupakan suatu pemahaman deskriptif murni. Ideologi memiliki tujuan untuk meneruskan proyek penggambaran dan penjelasan fitur-fitur tertentu dan fakta-fakta tentang kelompok sosial manusia. Ideologi dalam makna deskriptif terdiri dari dua unsur yaitu diskursif (konseptual atau proposional) maupun non-diskursif (gerakan karakteristik, ritual, sikap, bentuk kegiatan, seni, dll). 16 Agama adalah bagian dari ideologi kelompok, sementara ritual adalah elemen non-diskursif dari sebuah ideologi. Ideologi agama dapat berupa seperangkat keyakinan seolah-olah tentang manusia super sungguh ada, yaitu seperangkat keyakinan dengan ‘isi manifest’ agama atau seperangkat keyakinan dan sikap yang berfungsi untuk mengatur atau mempengaruhi perilaku keagamaan dan prakteknya. 16 Raymond Geuss. The Idea of A Critical Theory…, 5 23 Menurut Bell, ideologi merupakan cara menerjemahkan ide menjadi tindakan dan mendefinisikan sebuah ideologi total sebagai sistem yang termasuk pada realitas komprehensif, ini merupakan satu set kepercayaan yang dihayati dengan semangat, dan berusaha unuk mengubah keseluruhan dari cara hidup. Jadi, ideologi dalam pemahaman deskriptif adalah: Sebuah program atau rencana aksi didasarkan pada model sistematis eksplisit atau teori tentang bagaimana masyarakat bekerja. Bertujuan transformasi radikal atau rekonstruksi masyarakat secara keseluruhan. Diselenggarakan dengan lebih percaya diri (passion) daripada bukti bagi teori atau model tuntutan.17 2.2.2 Ideologi dalam Pemahaman Positif Manusia memiliki kebutuhan mendasar untuk menggapai kehidupan yang bermakna dan memiliki identitas. Selain itu setiap manusia dan kelompok masyarakat memiliki kebutuhan, keinginan, kepentingan, kebiasaan dan keyakinan dalam suatu kelompok masyarakat. Pandangan dunia yang tepat bagi suatu kelompok yang kemudian melahirkan apa yang disebut sebagai ideologi. Ideologi memungkinkan setiap anggota kelompok memenuhi apa yang mereka butuhkan dan inginkan, dan selanjutnya bergerak sesuai dengan kepentingan yang ada. 18 Ideologi dalam makna positif lebih kepada sesuatu yang dibentuk, dibuat atau diciptakan. Setiap anggota kelompok kemudian saling menciptakan situasi yang memungkinkan mereka untuk merasa menjadi bagian dari suatu kehidupan bersama. 17 18 Raymond Geuss. The Idea of A Critical Theory,… 11 Ibid, 12 24 Usaha untuk memenuhi kebutuhan, keinginan dan kepentingan suatu kelompok sosial, mesti dilakukan dengan menjauhkan tendensi memperbudak, mengeksploitasi, atau bahkan mendominasi pihak lain19. Jadi melalui pendekatan ini ideologi bisa menjadi suatu kesadaran positif. 2.2.3 Ideologi dalam Pemahaman Pejoratif Konsep penggunaan ideologi pada pemahaman pejoratif bersifat negatif, merendahkan atau kritis. Ideologi merupakan khayalan atau kesadaran palsu dimana tidak sesuai dengan realitas yang ada. Geuss menyatakan bahwa istilah ‘kesadaran’ mengacu pada konstelasi kepercayaan tertentu, sikap, watak, dll. Arti atau sifat bentuk kesadaran yang dapat menjadi ideologi palsu dan menjadikan ideologi dalam arti pejoratif.20 Bentuk kesadaran ideologis palsu dalam beberapa sifat epistemik dari keyakinan yang merupakan konstituennya. Suatu bentuk kesadaran ideologis palsu dalam sifat fungsional. Suatu bentuk kesadaran ideologis palsu dalam beberapa sifat genetiknya. Jadi, istilah ideologi digunakan dalam pemahaman pejoratif yaitu untuk mengkritik bentuk kesadaran karena menggabungkan keyakinan yang salah, atau menjalankan fungsinya dengan cara tercela serta memiliki asal-mula yang tercemar. Oleh sebab itu konsep ideologi pejoratif bernilai negatif dikarenakan adanya kepentingan dari agen dan merupakan delusi yang dipaksakan kepada anggotanya, guna mempertahankan dan memproduksi makna sendiri. Terdapat sifat fungsi dan peranan dalam mendukung, 19 Raymond Geuss. The Idea of A Critical Theory,…22-25 20 Ibid,12 25 menstabilkan atau melegitimasi beberapa jenis institusi atau praktek-praktek sosial yang tercela, tidak adil, eksploitatif, hegemoni dan dominasi didalamnya. 2.3 Ideologi Pendidikan Salah satu bentuk ideologi selain dalam dunia politik yaitu ideologi dalam pendidikan. Gagasan tentang pendidikan penulis melihat konsep ideologi pendidikan penting untuk dibahas karena ada keterkaitan dengan penelitian. Ideologi Pendidikan menurut William O’Neil berkaitan dengan sistem-sistem filosofis, namun mereka berbeda dari sistem-sistem filosofis yang biasanya dalam empat hal berikut yang membedakan ideologi dengan filosofi yaitu:21 Mereka lebih merupakan sistem-sistem gagasan yang umum atau luas ketimbang kebanyakan filosofi Mereka seketika mengakar pada etika sosial (yakni, dalam filosofi moral serta politik), dan hanya memiliki akar yang tidak besar di dalam sistem-sistem filosofi yang lebih abstrak, seperti misalnya realism, idealism, dan pragmatism Mereka diniatkan terutama untuk mengarahkan tindakan sosial dan bukan sekedar menjernihkan ataupun menata pengetahuan Mereka merupakan sebab sekaligus akibat dari perubahan sosial yang mendasar Berikut penulis mencoba menjabarkan tentang Jenis-jenis Ideologi Pendidikan yang terbagi menjadi dua ideologi yaitu konservatif dan liberal. Pengolongan ini didasarkan pada pendekatan William O’Neill yang menggunakan pendekatan moral dan 21 William O’Neil. Ideologi-Ideologi Pendidikan,…100-109 26 politik, sehingga penggolongan yang dilakukan terbagi menjadi dua dengan sub-kategori lainnya. 2.3.1 Ideologi Pendidikan Konservatif Pengertian Konservatif berasal dari kata conserve yang berarti memelihara, menjaga, mempertahankan. Secara umum konservatif merupakan pandangan dan sikap yang ingin mempertahankan struktur dan sistem sosial, ekonomi, politik, budaya,etika, moral atau keagamaan yang ada, dan melawan perubahan, terutama yang bersifat mendadak dan radikal.22 Jadi, Ideologi konservatif pendidikan merupakan suatu pandangan yang mempertahankan, memelihara, menjaga dan mempertahankan sistem nilai-nilai atau gagasan-gagasan yang tentang sistem nilai dari proses pengetahuan dan perkembangan manusia dalam mengetahuinya.. Ideologi pendidikan konservatif terbagi menjadi tiga tradisi pokok yaitu, Fundamentalisme pendidikan, Intelektualisme Pendidikan dan Konservatisme pendidikan23. 2.3.1.1 Fundamentalisme Pendidikan merupakan suatu ideologi pendidikan yang mempertahankan dan menjaga sistem nilai secara keras dan cukup reaktif. Bentuk ideologi ini merupakan bentuk yang paling konservatif, sehingga ideologi ini dalam gerakan sosial keagamaan merupakan gerakan radikal menolak perubahan sosial. 22 A.Mangunhardjana. 23 Isme-isme dalam Etika dari A sampai Z. (Yogyakarta:Kanisius,1997),130 Lih William O’Neill. Ideologi-Ideologi Pendidikan…, 100-109 27 2.3.1.2 Intelektualisme Pendidikan merupakan suatu ungkapan yang lahir dari konservatisme politik yang didasarkan pada sistem-sistem pemikiran filosofis atau religius yang pada dasarnya otoritarian24. Intelektualisme pendidikan merupakan ideologi yang ingin mengubah praktik-praktik politik yang ada, demi menyesuaikannya secara lebih sempurna dengan cita-cita intelektual atau rohaniah yang sudah mapan dan tidak bervariasi. 2.3.1.3 Konservatisme Pendidikan merupakan suatu bentuk ideologi yang menekankan peran sentral pelatihan rohaniah sebagai landasan pembangunan karakter moral yang tepat. Cara untuk menjamin pertahanan hidup secara sosial serta efektivitas secara kuat oleh orientasi pendidikan yang bersifat lebih Alkitabiah dan Evangelis (mendakwahkan Agama). 2.3.2 Ideologi pendidikan liberal Liberal berasal dari kata liber yang berarti bebas, tidak terikat, merdeka, dan tidak tergantung. Pandangan ini menjunjung tinggi martabat pribadi manusia dan kemerdekaannya. Ideologi ini percaya bahwa kebaikan dan kemampuan manusia untuk mengembangkan seluruh potensi dan hidupnya.25 Pandangan ini lebih dinamis dalam mengalami perubahan baik yang kecil maupun yang radikal. Ideologi pendidikan ini memiliki tiga tradisi yaitu26, Otoritarian berasal dari kata authority yang diturunkan dari bahasa latin auctoritas yang berarti pengaruh, kuasa, wibawa, dan otoritas. Hal ini berarti melalui otoritas orang dapat dipengaruhi pendapat, pemikiran, gagasan dan perilaku orang baik secara perorangan maupun kelompok. 25 A.Mangunhardjana. Isme-isme dalam Etika…, 148 26 Lih William O’Neil. Ideologi-Ideologi Pendidikan…,100-109 24 28 2.3.2.1 Liberalisme Pendidikan. Ideologi ini memiliki tujuan jangka panjang pendidikan untuk melestarikan dan memperbaiki tatanan sosial yang ada dengan cara mengajar setiap siswa sebagai caranya menghadapi persoalanpersoalan dalam kehidupannya sendiri secara efektif. Ideologi ini adalah bentuk ideologi pendidikan yang paling konservatif diantara ideologi pendidikan liberal yang lainnya 2.3.2.2 Liberasionisme Pendidikan. Pandangan ide dari bagian ini yaitu suatu sudut pandang yang menganggap bahwa kita harus segera melakukan perombakan berlingkup besar terhadap tatanan politik yang ada sekarang, sebagai cara untuk memajukan kebebasan-kebebasan individu dan mempromosikan perujudan potensi-potensi diri semaksimal mungkin. 2.3.2.3 Anarkisme Pendidikan. Konsep ideologi ini adalah suatu sistem penyelidikan eksperimental yang terbuka (pembuktian pengetahuan melalui penalaran ilmiah), atau menerima prakiraan-prakiraan yang dianggap selaras dengan sistem pendidikan semacam itu. Pemahaman pendidikannya melakukan penghapusan pembatasan-pembatasan kelembagaan terhadap perilaku personal, bahwa kita harus, sejauh mungkin yang bisa kita lakukan mendestitusionalisasikan masyarakat – membuat masyarakat bebas lembaga. – membuat masyarakat bebas lembaga. Ideologi ini merupakan bentuk yang paling bebas dan memiliki ruang paling luas. Sosiologi pengetahuan akan mengetahui asal mula perkembangan pemikiran yang mempengaruhi kondisi material dan sosial suatu kelompok. Melalui pengetahuan 29 dari para tokoh-tokoh penting kita akan melihat nilai-nilai yang dialami baik personal maupun organisasi. Gagasan-gagasan yang lahir ini merupakan bagian penting untuk melihat visi dan misi tokoh ini bagi organisasi dan masyarakat. Ide dan gagasan itu lahir dalam bentuk ideologi dalam dimensi dan pemahamannya. Salah satu ideologi yaitu ideologi pendidikan yang lahir dari kondisi material sosial suatu kelompok tentang ide dan gagasan pendidikan. 3. Ideologi dan Gerakan Sosial Keagamaan Ketika melihat pengertian Ideologi serta keseluruhan jenis serta kaitannya dengan sosiologi pengetahuan. Selanjutnya akan membahas tentang kaitan Ideologi dengan Gerakan sosial Keagamaan. Pembahasan akan dimulai dengan memahami tentang arti Gerakan sosial serta melihat jenis-jenis gerakan sosial. Bagian ini melalui pendekatan teori gerakan sosial Neil smelser yang memasukkan kategori gerakan sosial keagamaan menjadi gerakan sosial berorientasi nilai. Pada akhirnya kita bisa melihat tentang kaitan Ideologi dalam kajian gerakan sosial keagamaan. 3.1 Pengertian Gerakan Sosial Gerakan sosial merupakan hal yang terdapat pada keberadaan hakiki manusia berkaitan dengan wacana dan kehidupan praktis yang dirancang untuk melawan dan merubah masyarakat yang telah mapan. Hal ini dibentuk oleh orang-orang yang, melampaui batas waktu, keterlibatan dalam wacana non-kelembagaan dan praktik untuk perubahan. Untuk memahami suatu gerakan, kita melihat kajian yang dilakukan oleh Blumer dalam terminologi ilmu sosial, tentang kata gerakan yang dalam bahasa inggris 30 “movement” berarti sesuatu dari yang abstrak menuju kepada sesuatu yang riil. Sebuah gerakan bukanlah suatu “thing” – suatu benda fisik seperti meja atau sepotong roti – hal ini berkaitan dengan keberadaan manusia didalam masyarakat yang terlibat dalam aksi dan berinteraksi satu sama lain, dengan menggunakan kemampuan manusia dalam bahasa dan simbol27 Dalam ilmu sosial berbicara tentang gerakan berarti suatu aktifitas atau kegiatan dimana ada interaksi antara seorang manusia dengan manusia. Garner mendefinisikan bahwa Gerakan harus dipahami sebagai suatu respon dalam menanggapi orang lain28. Gerakan tidak terpisahkan atau terkotak-kotak dalam interaksi terhadap “sesuatu”, tetapi keterlibatan manusia dalam pikiran dan tindakan yang berinteraksi dengan orang lain. Interkoneksi ini merupakan bagian utama pada satu gerakan disuatu waktu. Menurut kamus sosiologi, gerakan sosial merupakan Istilah yang mencakup berbagai macam bentuk tindakan sosial yang bertujuan untuk melakukan reorganisasi sosial. Tujuan dari gerakan sosial sangat luas, seperti suatu gerakan dalam menggulingkan pemerintahan yang berkuasa, atau dalam arti sempit, seperti dalam membersihkan lingkungan sekitar.29 Suatu bentuk tindakan sosial dari agen yang berinteraksi satu dengan yang lainnya. Agen itu berada dalam suatu kelompok, grup maupun komunitas. Gerakan sosial merupakan suatu tindakan sosial yang dilakukan oleh komunitas yang memiliki tujuan dalam melakukan perubahan sosial. 27 Herbert Blumer. Collective Behaviour, in Alfred McClung Lee (ed.), New Outline of the Principles of Sociology. (New York: Barnes & Noble,1951) 28 Garner, Roberta. Contemporary Movements and Ideologies.(Chicago: McGraw-Hill, 1996), 9 29 Nicholas Abercrombie (et.al). Sociology of Dictionary. (England: Penguin Press, 1984) 31 3.2 Jenis-Jenis Gerakan Sosial Menurut Talcolt Parsons, secara logis suatu tindakan akan melibatkan seorang agen dan aktor, dengan memiliki suatu tujuan tindakan yang terarah, suatu situasi yang mencakup ketentuan dan sarana untuk tindakan serta seperangkat norma yang mengarahkan tindakan tersebut.30 Konsep berpikir Talcolt Parson tentang tindakan sosial berasal dari pemikiran Max Weber. Menurut Tampake, Weber dalam bukunya Economy and Society mencirikan empat tipe tindakan sosial yaitu : Pertama, Tindakan sosial yang secara instrumental berorientasi rasional yang ditentukan oleh ekspektasiekspektasi yang digunakan sebagai kondisi-kondisi atau cara-cara untuk meraih tujuan akhir yang telah diperhitungkan sebelumnya oleh sang aktor. Kedua, Tindakan sosial yang berorientasi nilai yang ditentukan oleh keyakinan secara sadar terhadap nilai etika, keindahan dan agama. Ketiga, Tindakan sosial yang beorientasi afektif emosional yang ditentukan oleh kondisi perasaan aktor. Keempat, Tindakan sosial tradisional yang ditentukan oleh kebiasaan.31 Neil Smelser mencoba mengembangkan pemikiran Weber yang hanya mengkaji konsep tindakan sosial sebagai suatu perilaku kolektif agen. Smelser memandang bahwa teori tindakan sosial merupakan hasil dari perilaku aktor yang memiliki orientasi pada pencapaian harapan dan tujuan dengan cara mengeluarkan tenaga yang secara normatif diregulasi. Smelser menyebut ada empat hal yang terkait dari pengembangannya tentang teori tindakan sosial, yaitu bahwa tindakan sosial selalu diarahkan pada pencapaian Talcolt Parsons. The Structure of Social Action. (Illinois: The Free Press, 1949), hal 44-47 Tony Tampake. Redefinisi Tindakan Sosial dan Rekonstruksi Identitas Pasca Konflik Poso. (Salatiga:UKSW, 2014),hal 41 30 31 32 tujuan atau harapan, terjadi di dalam situasi sosial bersifat normatif –regulatif, dan melibatkan upaya serta motivasi. Smelser melihat bahwa Talcolt Parson didasarkan pada sudut pandang aktor, sehingga pada level abstraksi, individu-individu diperlakukan sebagai suatu sistem utama tidak terlalu penting. Oleh sebab itu ia menerapkan konsepsi tindakan sosial terhadap sistem tindakan sosial yang melibatkan dua aktor atau lebih. Smelser tidak lagi melakukan analisis tindakan sosial pada level interaksi antara aktor namun lebih kepada aktor dalam sebuah sistem sosial.32 Melalui pendekatan gerakan sosial dimana aktor berinteraksi dengan sistem, ia menyebut bahwa ada empat komponen utama dari tindakan sosial. Pertama, nilai-nilai (values) yang akan memberikan panduan terhadap perilaku sosial yang disengaja. Nilainilai ini adalah komponen yang paling umum dari tindakan sosial yang bisa ditemukan dalam sebuah sistem nilai dengan terma-terma umum dengan menyatakan tujuan akhir atau kondisi akhir yang diharapkan. Kedua, komponen aturan-aturan regulatif (norms) yang mengatur pencapaian tujuan-tujuan perilaku sosial. Norma merupakan suatu tata aturan yang dibuat untuk menegakkan penerapan dari nilai-nilai yang disepakati bersama. Norma lebih bersifat legalistik, pasti dan tegas. Ketiga, komponen mobilisasi individu untuk meraih nilai-nilai sebagai tujuan tindakan sosial berdasarkan normanorma atau aturan-aturan regulatif. Keempat, komponen tentang ketersediaan fasilitas situasional yang dipakai oleh aktor sebagai cara untuk ketiga komponen sebelumnya, yang mencakup pengetahuan akan lingkungan, kemampuan memperkirakan akibat dari 32 Neil Smelser. Theory of Collective Behaviour.…, 23 33 tindakan, dan alat-alat ketrampilan.33 Berdasarkan keempat komponen diatas Smelser membagi gerakan dalam empat tipologi gerakan sosial. yaitu: 3.2.1 Gerakan Sosial Berorientasi Nilai. Suatu tindakan kolektif yang dilakukan karena interaksi agen dengan sebuah keyakinan, ide bersama yang di digeneralisasi (generalized belief) yang bertujuan untuuk menyusun kembali nilai-nilai dalam tindakan sosial. 3.2.2 Gerakan Sosial Berorientasi Norma. Suatu bentuk tindakan kolektif yang digerakkan dalam upaya penyusunan kembali norma-norma dalam tindakan sosial. 3.2.3 Gerakan Sosial Berorientasi Patokan Regulatif. Suatu bentuk tindakan sosial yang dikerahkan dalam meminta suatu pertanggungan jawab pada aktor sosial atas keadaan yang tidak diinginkan 3.2.4 Gerakan Sosial Berorientasi Mobilisasi. Suatu bentuk perilaku kolektif yang didasarkan pada redefinisi fasilitas bersama. 3.3 Gerakan Sosial Keagamaan Sebagai Gerakan Sosial berorientasi Nilai Gerakan sosial keagamaan adalah suatu fenomena perilaku kolektif yang berorientasi nilai yang berupaya untuk melakukan suatu perubahan, merestorasi, memproteksi dan memodifikasi sistem nilai untuk suatu keyakinan yang digeneralisir. Keyakinan ini berupa ide, wahyu, maupun kepercayaan yang bersifat mistis. Namun, 33 Neil Smelser. Theory of Collective Behaviour.…, 42-43 34 keyakinan ini tidak bisa dilepaskan dari keterlibatan semua komponen tindakan sosial dan mengharapkan suatu perubahan sistem nilai, norma, motif dan fasilitas-fasilitas. 34 Gerakan-gerakan sosial berorientasi nilai akan muncul ketika tidak adanya caracara alternatif dalam menyusun kembali situasi sosial yang tidak tersedia. Ada tiga aspek utama dari bentuk ketidaktersediaan yaitu: Pertama, suatu kelompok yang merasa diperlakukan kurang adil (aggrieved) karena tidak memiliki fasilitas untuk dapat menyusun kembali suatu kondisi sosial. Kedua, suatu kelompok yang merasa diperlakukan kurang adil karena dilarang atau dicegah untuk mengekspresikan rasa dan sikap ketidakpuasan mereka terhadap orang-orang atau kelompok yang dianggap bertanggung jawab terhadap suatu gangguan keadaan. Ketiga, kelompok yang merasa diperlakukan kurang adil karena tidak dapat memodifikasi struktur normative dan tidak dapat mempengaruhi mereka yang memiliki kuasa untuk melakukan hal itu.35 Gerakan berorientasi nilai keagamaan menekankan beberapa klasifikasi, seperti gerakan keagamaan pesimistik, gerakan keagamaan perfeksionis, gerakan keagamaan legalistik, gerakan keagamaan egosentrik, dan gerakan keagamaan esoterik. Smelser melihat bahwa gerakan sosial memiliki komponen penting dari sekedar tindakan kolektif yaitu perilaku kolektif. Perilaku kolektif Smelser dibangun diatas dua konstruksi yaitu konstruksi komponen-komponen tindakan sosial dan konstruksi proses pertambahan nilai. Konstruksi yang pertama digunakannya untuk menjelaskan dan menggambarkan 34 Ibid, 313 Smelser. Theory of Collective Behaviour.…, 325 35 Neil 35 tindakan sosial. Sedangkan konstruksi kedua digunakan untuk mengatur faktor-faktor penentu di dalam model-model eksplanasi.36 4. Kesimpulan Sosiologi Pengetahuan merupakan teori untuk melihat ideologi melalui pendekatan kesejarahan sosial ide itu berasal. Gagasan dan nilai-nilai dapat ditemukan dengan melihat aktor dan lembaga merumuskan suatu gagasan-gagasannya. Ide yang muncul ketika terus mengalami transformasi dan perubahan ketika menghadapi realitas dan menjadi suatu gagasan yang berakar dan terkristalisasi inilah yang bisa disebutkan sebagai ideologi. Gerakan sosial keagamaan merupakan suatu perilaku kolektif yang melahirkan tindakan sosial dalam bentuk aktifitas-aktifitas keagamaan. Perilaku kolektif ini didasarkan pada nilai-nilai yang terkandung dari ajaran dan dogma dari agama tersebut. Gerakan sosial keagamaan biasanya dipengaruhi oleh penekanan terhadap gagasan keagamaan yang diklasifikasikan dengan pesimistik, perfeksionis, legalistik, egosentrik dan esoteric. Oleh sebab itu gerakan sosial keagamaan berorientasi nilai bisa menjadi suatu ideologi ketika nilai-nilai itu coba diterapkan dalam kehidupan realitas. 36 Tampake. Redefinisi Tindakan Sosial…, 46 36