pengaruh penggunaan lubrikan terhadap peningkatan fungsi

advertisement
PENGARUH PENGGUNAAN LUBRIKAN
TERHADAP PENINGKATAN FUNGSI SEKSUAL
PADA WANITA MENOPAUSE DI RW 01 DESA PAKUHAJI
KECAMATAN NGAMPRAH
Elisabeth Novilia Abri Prastiwi
Susanti Niman., M.Kep., Ns., S.Kep.J
Yuanita Ani Susilowati., M.Kep., Ns., S.Kep.Mat
[email protected]
ABSTRAK
Latar belakang: Menopause menimbulkan terjadinya penurunan fungsi seksual. Penggunaan Lubrikan adalah terapi
nonfarmakologi yang dapat dilakukan untuk mengatasinya. Tujuan penelitian adalah mengetahui pengaruh penggunaan
lubrikan terhadap peningkatan fungsi seksual pada wanita menopause. Metode Penelitian ini menggunakan metode
kuantitatif, desain penelitian pre-experimental dan pendekatan one group pretest-posttest. Tehnik penggambilan sampel
menggunakan purposive sampling dengan jumlah responden 12 orang. Instrumen penelitian yang digunakan adalah
kuesioner FSFI (female sexual function index). Hasil uji T-Dependen/pairs T-Test diperoleh Pvalue = 0,000 < α (0,05) yang
berarti ada pengaruh penggunaan lubrikan terhadap peningkatan fungsi seksual pada wanita menopause. Hasil penelitian ini
diharapkan dapat meningkatkan mutu pelayanan kesehatan dengan memberikan terapi nonfarmakologi berupa penggunaan
lubrikan pada wanita menopause sehingga diharapkan peningkatkan fungsi seksual.
Kata kunci : Lubrikan, Fungsi seksual, Menopause
LATAR BELAKANG
Fungsi seksual pada wanita merupakan masalah
kesehatan reproduksi yang penting karena
berhubungan dengan kelangsungan fungsi
reproduksi seorang wanita dan berpengaruh besar
terhadap keharmonisan hubungan suami istri.
Penurunan Fungsi seksual/disfungsi seksual
merupakan kegagalan yang menetap atau
berulang, baik sebagian atau secara keseluruhan,
untuk memperoleh dan atau mempertahankan
respon
lubrikasi,
vasokongesti
sampai
berakhirnya aktifitas seksual (Chandra, 2005).
Diagnostic and Statistic Manual version IV
(DSM IV) membagi disfungsi seksual ini dibagi
menjadi empat kategori yaitu gangguan
minat/keinginan seksual (desire disorders),
gangguan gairah (arousal disorder), gangguan
orgasme (orgasmic disorder), dan gangguan nyeri
seksual (sexual pain disorder) (American
Phychiatric Assocation, 2000).
Angka kejadian disfungsi seksual pada wanita
usia subur menurut Imronah (2011) dalam
studinya yang berjudul “Hubungan pemakaian
kontrasespsi suntik DMPA dengan disfungsi
seksual pada wanita di Puskesmas Rajabasa
Indah Kota Bandar Lampung” adalah 66,2%.
Menurut Andini (2014) dalam studinya yang
berjudul “Hubungan lama menopause dengan
kejadian disfungsi seksual pada wanita
menopause di Posyandu Lansia wilayah kerja
Puskesmas
Panjang
Bandar
Lampung”
mengatakan terdapat 370 orang wanita, usia 40-
65 tahun yaitu sebesar 67% yang mengalami
disfungsi seksual. Wanita post-menopause
memiliki resiko 2,1 kali lebih besar untuk
mengalami disfungsi seksual dari pada wanita
pre-menopause (Cabral, 2014).
Penurunan fungsi seksual/disfungsi seksual
wanita tidak bisa dipandang remeh, karena
menyangkut kualitas hidup lebih dari separuh
populasi wanita (Walwiener, et all. 2010).
Menurut (Brody, 2010) aktivitas seksual dalam
hal ini adalah hubungan seksual/senggama
merupakan aktivitas seksual yang signifikan
terhadap kesehatan jiwa. Semakin bisa
memelihara hubungan dengan pasangan melalui
hubungan seksual (senggama), maka dapat
semakin menikmati hidup dengan jiwa yang sehat
dan berkualitas. Proses menopause pada
perempuan yang terjadi karena hilangnya fungsi
ovarium yang menyebabkan perubahan pada
hampir semua organ di tubuh. Gejolak panas (Hot
flushes) dan keringat malam sangat dikenal
sebagai gambaran umum keluhan menopause,
gejala lain yang terjadi adalah gangguan pada
saluran urogenital yang merupakan organ yang
sangat sensitif terhadap perubahan penurunan
estrogen dan hampir seluruh wanita menopause
mengalami gejala yang berhubungan dengan
atrofi genital, yang pada akhirnya mempengaruhi
fungsi seksual karena menyebabkan nyeri saat
melakukan hubungan seksual/Dyspareunia dan
mempengaruhi kualitas kehidupan seksual
mereka (Sturdee dan Panay, 2010).
15
Salah satu yang penting dalam berhubungan
seksual adalah cairan lubrikasi. Cairan lubrikasi
adalah cairan yang berguna dalam proses
penetrasi penis ke dalam vagina, yaitu
membasahi vagina saat penetrasi. Cairan
lubrikasi ini alami dihasilkan oleh seorang wanita
saat terangsang. Saat wanita mengalami
menopause, terjadi penipisan lapisan epitel
vagina sehingga vagina menjadi atrofi dan terjadi
gangguan dalam pengeluaran cairan lubrikasi
secara alami yaitu pengeluarannya
menjadi
lambat dan lama atau bahkan tidak keluar
(Sturdee dan Panay, 2010).
Terapi nonfarmakologi adalah terapi di luar obat
obatan yang diberikan secara medis. Terapi
nonfarmakologi untuk mengatasi dyspereunia dan
masalah kesulitan orgasme diantaranya adalah
pemakaian lubrikan/gel pelumas larut air, latihan
kegel,
penggunaan
vagina
dilator
(Lowdermilk&Perry, 2005). Lubrikan digunakan
terutama untuk mengurangi vagina kering saat
senggama (Sturdee dan Panay, 2010).
METODE
Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif
dengan desain pre-experimental
one-group
pretest posttest. Waktu Penelitian ini dilakukan
sejak bulan Desember sampai januari 2017.
Tempat penelitian ini adalah di Desa Pakuhaji
RW 01 Kecamatan Ngamprah.Sampel dalam
penelitian ini adalah wanita menopause yang
bersuami di Desa Pakuhaji RW 01 Kecamatan
Ngamprah, sampel dalam penelitian ini adalah 11
responden. Untuk mengantisipasi dropout pada
sampel ditambahkan 10% sehingga jumlah
sampel keseluruhan adalah 12 responden. Cara
pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan
menggunakan data primer yang diperoleh secara
langsung dengan cara melakukan observasi
fungsi seksual setelah dilakukan perlakuan. Alat
pengumpulan data menggunakan FSFI (Female
Sexual Function Index).Analisis yang digunakan
adalah analisis univariat, dan bivariat.
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Analisis Univariat
Tabel 1
Distribusi frekuensi fungsi seksual
sebelum penggunaan lubrikan
Di RW 01 Desa Pakuhaji Kecamatan Ngamprah
Pada bulan Desember 2016 (n=12)
Tabel 2
Distribusi frekuensi fungsi seksual
sesudah penggunaan lubrikan
Di RW 01 Desa Pakuhaji Kecamatan Ngamprah
Pada bulan Desember 2016 (n=12)
Skor fungsi
seksual
19
21
23
24
25
Total
f
%
5
1
2
2
2
12
41,7
8,2
16,7
16,7
16,7
100,0
Sumber data: data primer, Desember 2016
Skor fungsi seksual sebelum penggunaan
lubrikan pada seluruh responden yaitu ≤ 26,55
yang artinya mengalami penurunan fungsi
seksual/disfungsi seksual. Saluran urogenital
merupakan organ yang sangat sensitif terhadap
perubahan penurunan estrogen yang pada
akhirnya mempengaruhi fungsi seksual dan
kualitas hidup mereka. Atrofi vagina akan tampak
secara klinis pada 4–5 tahun setelah menopause,
dan perubahan obyektif yang sejalan dengan
timbulnya keluhan subyektif akan terjadi pada
25–50%
pada
wanita
menopause
(Sturdee and Panay, 2010).
Skor fungsi
seksual
27
28
29
30
31
32
33
Total
f
%
2
2
1
3
1
2
1
12
16,7
16,7
8,3
25
8,3
16,7
8,3
100,0
Sumber data: data primer, Januari 2017
Skor fungsi seksual sesudah penggunaan lubrikan
pada seluruh responden yaitu > 26,56 yang
artinya mengalami peningkatan fungsi seksual.
Lubrikan/pelumas dalam berhubungan seksual
pada wanita menopause berfungsi sebagai
penganti cairan lubrikasi yang biasanya keluar
secara normal apabila wanita terangsang,
sehingga lubrikan ini dapat membantu
mengungari nyeri akibat gesekan penis pada
vagina yang kering (Sturdee dan Panay, 2010).
16
Analisis Bivariat
Tabel 3
Analisa pengaruh penggunaan lubrikan terhadap
peningkatan fungsi seksual pada wanita menopause di RW 01
Desa Pakuhaji Kecamatan Ngamprah 2016 (n=12)
Fungsi seksual sebelum penggunaan lubrikan
n
12
Rerata±s.b
21,67±2,57
Fungsi seksual setelah penggunaan lubrikan
12
29,75±2,00
P Value yaitu 0,000, hal ini berarti P Value lebih
kecil dari nilai α 0,05. Hal tersebut menunjukkan
terdapat pengaruh peningkatan fungsi seksual
yang bermakna antara sebelum dan setelah
penggunaan lubrikan pada wanita menopause Di
RW 01 Desa Pakuhaji Kecamatan Ngamprah.
Sturdee and Panay (2010) Dalam jurnal
Internasional menopause society yang berjudul
Rekomendasi
penanganan
atrofi
vagina
perempuan postmenopause menganalisa indeks
fungsi seksual perempuan (The Female Sexual
Function Index/FSFI) pada 7243 wanita usia 40–
59 tahun menjumpai tingkat prevalensi yang
tinggi akan disfungsi seksual (56,8%). FSFI
menilai beberapa domain fungsi seksual:
dorongan (desire), gairah (arousal), orgasme, rasa
nyeri,
lubrikasi
dan
tingkat
kepuasan
(satisfaction). Faktor risiko terpenting untuk
disfungsi seksual adalah vagina kering. Penelitian
menunjukkan bahwa gejala yang berkaitan
dengan atropi genital menjadi bagian dari salah
satu gejala keluhan menopause terbanyak:
dispareunia (40%), gatal di genitalia (40,8%) dan
hilangnya libido (51%). Sedangkan prevalensi
gejolak panas/hot flushes sendiri adalah 45% dari
populasi perempuan yang diteliti.
Aspek fungsi seksual menurut rosen (2000)
adalah
dorongan (desire), gairah (arousal),
orgasme, rasa nyeri, lubrikasi dan tingkat
kepuasan (satisfaction). Pada penelitian ini
intervensi yang dilakukan adalah penggunaan
lubrikan. Dari aspek fungsi seksual yang sangat
berpengaruh terhadap penggunaan lubrikan pada
wanita menopause adalah berkurangnya rasa
nyeri dan peningkatan kepuasan seksual, untuk
aspek yang lain tidak begitu mengalami kenaikan
yang signifikan, hal ini dapat disebabkan karena
ada beberapa faktor yang mempengaruhi aspek
fungsi seksual yang lain.
P
0,000
Pada 12 wanita menopause, 12 orang
mengatakan hasrat seksual tetap sama atau tidak
memiliki hasrat seksual. Hal ini sesuai dengan
Faktor biologi yang mempengaruhi fungsi
seksual yaitu faktor penuaan/degeneratif
(Stephani, (2015). Perubahan aging meliputi
perubahan atamoni genital pada masa menopause
yaitu penipisan bulu kemaluan, penyusutan bibir
kemaluan, penipisan selaput lendir vagina dan
kelemahan otot perineal, Berkurangnya pelumas
vagina, dinding vagina atropi dan ukurannya
memendek., berkurang atau tidak adanya hormon
seks
(estrogen)
secara
tidak langsung
mempengaruhi
aktivitas
seks.
Hal
ini
menyebabkan terjadinya nyeri saat melakukan
hubungan seksual sehingga menyebabkan
keengganan
untuk melakukan
hubungan
seksual/tidak
mempunyai
hasrat
untuk
melakukan hubungan seksual.
Faktor lain adalah status hormonal. Pada masa
menopause terdapat perubahan status hormonal
yaitu berkurangnya hormon estrogen yang
menyebabkan hilangnya fungsi ovarium,
sehingga mennjadikan perubahan pada hampir
semua organ di tubuh. Gejolak panas (Hot
flushes) dan keringat malam sangat dikenal
sebagai gambaran umum keluhan menopause hal
ini
menyebabkan
terjadinya
keengganan
melakukan hubungan seksual. Gejala lain yang
terjadi adalah gangguan pada saluran urogenital
yang merupakan organ yang sangat sensitif
terhadap perubahan penurunan estrogen dan
hampir seluruh wanita menopause mengalami
gejala yang berhubungan dengan atrofi genital,
yang pada akhirnya mempengaruhi fungsi
seksual karena menyebabkan nyeri saat
melakukan hubungan seksual/Dyspareunia, dan
mempengaruhi kualitas kehidupan seksual
mereka (Sturdee dan Panay, 2010).
17
Pada 12 wanita menopause, 9 orang mengatakan
gairah seksual tetap sama seperti sebelum
menggunakan lubrikan. Nina, (2013) mengatakan
terjadinya penurunan libido pada wanita
menopause karena keringat malam dapat
mengganggu tidur dan kekurangan tidur dapat
mengurangi energi untuk melakukan aktivitas
yang lain, termasuk dalam aktivitas hubungan
seksual. Hal tersebut juga terjadi karena adanya
perubahan pada vagina, seperti kekeringan yang
akan membuat daerah genetalia sakit dan selain
itu juga terjadi perubahan hormonal sehingga
dapat menurunkan gairah seks.
Pada 12 wanita menopause, 11 orang tetap
kesulitan untuk mendapatkan lubrikasi saat
melakukan hubungan seksual. Hal ini sesuai
dengan Sturdee dan Panay (2010) bahwa saat
wanita mengalami menopause, terjadi penipisan
lapisan epitel vagina sehingga vagina menjadi
atrofi dan terjadi gangguan dalam pengeluaran
cairan
lubrikasi
secara
alami
yaitu
pengeluarannya menjadi lambat dan lama atau
bahkan tidak keluar (Sturdee dan Panay, 2010).
Pada 12 wanita menopause, 6 orang mengalami
peningkatan dalam hal orgasme dan 6 orang tetap
tidak merasakan orgasme saat melakukan
hubungan seksual. Terdapat juga faktor
psikologis diantaranya citra diri dan kecemasan
dalam menghadapi menopause. Tonika, (2016)
dalam studinya tentang hubungan kepuasan
seksual terhadap kecemasan dalam menghadapi
menopause mengatakan bahwa pada wanita yang
menopause mengalami kecemasan, ada hubungan
negatif antara menopause dan kecemasan yang
artinya semakin wanita menopause mengalami
kecemasan tinggi dalam menghadapi menopause
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
1.Gambaran fungsi seksual sebelum penggunaan
lubrikan pada wanita menopause seluruhnya
memiliki skor ≤26,55 yang artinya mengalami
penurunan fungsi seksual.
2.Gambaran fungsi seksual sesudah penggunaan
lubrikan pada wanita menopause seluruhnya
mengalami kenaikan skor fungsi seksual.
3.Ada pengaruh penggunaan lubrikan terhadap
peningkatan fungsi seksual sebelum dan
setelah penggunaan lubrikan pada wanita
menopause Di RW 01 Desa Pakuhaji
Kecamatan Ngamprah dengan nilai Pvalue =
0,000 < α (0,05).
maka semakin rendah kepuasan seksual dalam
berhubungan badan dengan suaminya, hasil yang
didapat P = 0,000 (α<0,05). Qodryah, (2014)
mengatakan dalam penelitiannya yang berjudul
persepsi ibu tentang aktivitas seksual pada masa
menopause, responden memiliki persepsi negatif
tentang aktivitas seksual pada masa menopause,
mereka melihat fisiknya sudah tidak seperti dulu
lagi dan tidak menarik, hal ini dapat
mempenngaruhi juga pencapaian orgasme karena
pencapaian orgasme sangat dipengaruhi oleh
faktor psikologis.
Dari aspek fungsi seksual yang sangat
berpengaruh dengan penggunaan lubrikan pada
wanita menopause adalah berkurangnya rasa
nyeri saat melakukan hubungan seksual dan
peningkatan kepuasan seksual. Pada 12 wanita
menopause, 11 wanita menopause mengalami
peningkatan kepuasan seksual dan 12 wanita
mengatakan nyeri saat melakukan hubungan
seksual
sesudah
menggunakan
lubrikan
berkurang. Terapi nonfarmakologi untuk
mengatasi dyspereunia diantaranya adalah
pemakaian lubrikan/gel pelumas larut air. Karena
nyeri saat melakukan hubungan seksual
berkurang maka kepuasan seksual juga akan
meningkat. Hal ini sesuai dengan Brody (2010)
aktivitas seksual dalam hal ini adalah hubungan
seksual/senggama merupakan aktivitas seksual
yang signifikan terhadap kesehatan jiwa.
Semakin bisa memelihara hubungan dengan
pasangan melalui hubungan seksual (senggama),
maka dapat semakin menikmati hidup dengan
jiwa yang sehat dan berkualitas serta kepuasaan
akan tercapai.
Saran
1. Bagi Perawat Komunitas
memberikan gambaran tentang fungsi seksual
pada wanita menopause di masyarakat dan cara
mengatasinya, sehingga dapat dijadikan acuan
oleh perawat komunitas dalam pemberian
asuhan keperawatan maternitas
2.Bagi wanita menopause
dapat digunakan sebagai alternatif cara
mengatasi nyeri saat melakukan hubungan
seksaul pada wanita menopause yang
mengalami disfungsi seksual sehingga
kebutuhan seksualnya tetap bisa terpenuhi.
3.Bagi peneliti selanjutnya
Untuk peneliti berikutnya, diharapkan dapat
mencoba menggunakan tehnik atau metoda
lain untuk memperbaiki fungsi seksual.
18
DAFTAR PUSTAKA
American Pschyatric Association. (2000).
Diagnostic and statistical manual of
mental dissorder fourth edition text revision.
Arlington, VA: American Pschiatric
Association. pp: 526–529.
Andini, Diah. (2014). “Hubungan lama
menopause dengan kejadian disfungsi
seksual pada wanita menopause di Posyandu
Lansia Wilayah Kerja Puskesmas Panjang
Bandar
Lampung”.
Dalam
Digital
Repository Universitas Lampung. Dari
Google
Cindekia
http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/6407
Diunduh pada tanggal 10 Oktober 2016.
Andrwes, Gilly. (2009). Buku ajar kesehatan
reproduksi wanita. Jakarta: EGC.
Arikunto, Suharsimi. (2006). Prosedur penelitian
suatu pendekatan praktik. Jakarta: Rineka
Cipta.
Atika Windayanti. (2014). Faktor – faktor
Penyebab perceraian pada keluarga tenaga
kerja wanita (TKW) Di Desa Citembong,
Kecamatan Bantarsari Kabupaten Cilacap.
Fakultas Ilmu Sosial Uviversitas Negeri
Yogyakarta. Diunduh pada tanggal 20
September 2016.
Badan Pusat Statistik. (2013). Proyeksi
penduduk Indonesia 2010 – 2035,
Jakarta: Badan Pusat Statistik.
Brody, S. (2010). The relative health genefits
of different sexual activities. Journal J
SexMed ; 7(4 Pt 1): 1336-6. Diunduh
tanggal 2 Oktober 2016.
Cabral PUL, et all. (2014). Physical activity
and sexual function in middle-ages
woman. Journal Rev Assoc Med Bras
Volume 60(1), Halaman 47-52. Diunduh
tanggal 10 Oktober 2016.
Candra, L. (2005). Gangguan fungsi atau
perilaku seksual dan penanggulangannya.
Jakarta : Cerita Dunia Kedokteran; 149:
15. Diunduh tanggal 25 September 2016.
Dahlan, Sopiyudin. (2016). Besar sampel
dalam penelitian kedokteran dan
kesehatan seri 2 edisi 4: Epidemologi
Indonesia.
Demartoto, Argyo. (2010). Mengerti,
memahami dan menerima fenomena
homoseksual.
http://Argyo.staff.uns.ac.id/files/2010/08
/seksualitas-undip.pdf
Dharma, Kusuma. (2011). Metodologi
penelitian
keperawatan
(Pedoman
melaksanakan dan menerapakan hasil
penelitian). Jakarta: Trans Info Media.
Ghani, Lannywati. (2009). Seluk beluk
menopause. Dalam Jurnal media
penelitian
dan
pengembangan
Kesehatan volume XLX Nomor 4.
Diunduh pada tanggal 20 September
2016.
Glaiser.A, Gebbie,A. (2005). Dasar-dasar
obstetri
dan
ginekolog. Jakarta:
Hipocrates.
Imronah. (2011). Hubungan pemakaian
kontrasepsi suntik DMPA dengan
disfungsi seksual pada wanita di
Puskesmas
Rajabasa Indah Kota
Bandar Lampung. STIKES MITRA
Lampung.
Diunduh
tanggal
26
September 2016.
Kumalasari, dkk.
(2012).
Kesehatan
reproduksi untuk mahasiswa kebidanan
dan keperawatan. Jakarta: Salemba
Medika.
Kusuma, W. (1999). Buku pintar kesehatan
wanita. Batam: Interaksara.
Lowdermilk, Perry. (2004). Buku ajar
keperawatan maternitas Edisi 4.
Jakarta: EGC.
Llewellyn, D. (2005). Setiap wanita. Jakarta:
PT. Delapratasa Publishing.
Malintang, dkk. (2016). Aktivitas seksual
wanita perimenopause di Kelurahan
Bangetayu Wetan Kota semarang.
Fakultas Ilmu Keperawatan dan
kesehatan Universitas Muhammadiyah
Semarang. Dalam Jurnal Kebidanan,
Vol 5 No 1. Diunduh tanggal 16
September 2016.
19
Masters, W.H.; Johnson, V.E. (1996). Human
sexual respon. Toronto; New York:
Bantam Books.
Meston, M Cindy. (2003). Validation of
female sexual function index (FSFI) in
women with female orgasmic disorder
and in women with hypoactive sexual
desire disorder. dalam Journal Sex
Marital Ther. No 29(1) halaman39-46.
Diunduh tanggal 25 September 2016.
Ningsi,
Agustina.
(2012).Pengaruh
penggunaan metode kontrasepsi suntikan
DMPA terhadap kejadian disfungsi
seksual. Politehnik Kesehatan Kemenkes
Makasar. Diunduh pada tanggal 4
November 2016.
Nina, Mulyani. (2013). Menopause akhir
siklus menstruasi pada wanita di usia
pertengahan. Yogyakarta: Nuha Medika.
NuNugroho, Yuyus Purwo. (2013). Hubungan
antara Stadium Menopause dengan
Perubahan Seksual Wanita Menopause
Di Posyandu Lansia Srikandi Kelurahan
Sumbersari Kota Malang. Dalam jurnal
ejournal keperawatan. Volume 4, Nomor
1. Halaman 75. Diunduh tanggal 14
Agustus 2016.
Pangkahila, Wimpie. (2001). Etika keluarga :
Seks yang indah. Perpustakaan Daerah
Kota
Salatiga.
Jakarta.
Kompas.
halaman.
198.URL:
http://opac.salatigakota.go.id/ucs/index.p
hp?p=show_detail&id=10230
Diunduh pada tanggal 10 Oktober 2016.
Pangkahila, Wimpie. (2006). Seks yang
membahagiakan:
Menciptakan
keharmonisan suami istri. Jakarta:
Kompas.
Puspita
Palupi.
(2010).
Pengalaman
seksualitas perempuan menopause Di
Wilayah Kerja Puskesmas Pasar Rebo
Jakarta
Timur.
Fakultas
Ilmu
Keperawatan Universitas Indonesia
Depok.diunduh
pada
tanggal
20
September 2016.
Stanley, Mickey. (2006). Buku ajar keperawatan
gerontik edisi 2. Jakarta: EGC.
Suciati. (2013). Kohesivitas suami istri dalam
mewujudkan keharmonisan rumah tangga:
Studi Kasus Di Gunung Kidulyogyakarta.
Dalam jurnal Komunikasi ASPIKOM,
Volume 2, Nomor 1. Halaman 603-618.
Diunduh pada tanggal 8 Agustus 2016.
Sujarweni, V. Wiratna. (2014). Metodologi
penelitian keperawatan. Yogyakarta: Gava
Medika.
Sugiono.
(2013).
Metodologi
penelitian
kuantitatif, kualitatif dan R&D. Bandung:
Alfabeta.
Sunyoto, Prayitno. (2014). Buku lengkap
kesehatan
reproduksi
wanita.
Yogyakarta: Saufa.
Stephanie, et all. (2015). Sexual dysfunction
in women: a practical approach. Dalam
jurnal American Family Physician ;
92(4):281-288. Diunduh pada tanggal
14 Agustus 2016.
Sturdee dan panay. (2010). Rekomendasi
penanganan atrofi vagina perempuan
postmenopause. Journal Internasional
menopause society. Diunduh tanggal 14
Agustus 2016.
Tobing, L. (2006). Seks Tuntunan bagi pria.
Jakarta: EMK.
Tonika, Virlis. (2016). Hubungan antara
kepuasan seksual dengan kecemasan
terhadap menopause. Fakultas Psikologi
Sanata Dharma Yogyakarta. Diunduh
pada tanggal 12 juli 2016.
Walwiener M, Walwiener L, Seeger H,
Mueck A, Zipfel S, Bitzer J, Walwiener
C. (2010). Effect of Sex Hormones in
Oral Contraceptives on the Female
Sexual Function Score : A Study in
German Female Medical Student. In
Contraception
(Ed)
New
York,
Springerverlag. pp: 26.
Rosen R, et all. (2000). The Female Sexual
Function Index (FSFI) : A Multidimesional
Self-Report Instrument for the Assessment
of Female Sexsual Funtion. Dalam Journal
of Sex & Marital Therapy, 26:191-208.
Diunduh pada tanggal 29 Juli 2016
20
Download