PENGARUH PENGGUNAAN LUBRIKAN TERHADAP PENINGKATAN FUNGSI SEKSUAL PADA WANITA MENOPAUSE DI RW 01 DESA PAKUHAJI KECAMATAN NGAMPRAH Elisabeth Novilia Abri Prastiwi Susanti Niman., M.Kep., Ns., S.Kep.J Yuanita Ani Susilowati., M.Kep., Ns., S.Kep.Mat [email protected] ABSTRAK Latar belakang: Menopause menimbulkan terjadinya penurunan fungsi seksual. Penggunaan Lubrikan adalah terapi nonfarmakologi yang dapat dilakukan untuk mengatasinya. Tujuan penelitian adalah mengetahui pengaruh penggunaan lubrikan terhadap peningkatan fungsi seksual pada wanita menopause. Metode Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif, desain penelitian pre-experimental dan pendekatan one group pretest-posttest. Tehnik penggambilan sampel menggunakan purposive sampling dengan jumlah responden 12 orang. Instrumen penelitian yang digunakan adalah kuesioner FSFI (female sexual function index). Hasil uji T-Dependen/pairs T-Test diperoleh Pvalue = 0,000 < α (0,05) yang berarti ada pengaruh penggunaan lubrikan terhadap peningkatan fungsi seksual pada wanita menopause. Hasil penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan mutu pelayanan kesehatan dengan memberikan terapi nonfarmakologi berupa penggunaan lubrikan pada wanita menopause sehingga diharapkan peningkatkan fungsi seksual. Kata kunci : Lubrikan, Fungsi seksual, Menopause LATAR BELAKANG Fungsi seksual pada wanita merupakan masalah kesehatan reproduksi yang penting karena berhubungan dengan kelangsungan fungsi reproduksi seorang wanita dan berpengaruh besar terhadap keharmonisan hubungan suami istri. Penurunan Fungsi seksual/disfungsi seksual merupakan kegagalan yang menetap atau berulang, baik sebagian atau secara keseluruhan, untuk memperoleh dan atau mempertahankan respon lubrikasi, vasokongesti sampai berakhirnya aktifitas seksual (Chandra, 2005). Diagnostic and Statistic Manual version IV (DSM IV) membagi disfungsi seksual ini dibagi menjadi empat kategori yaitu gangguan minat/keinginan seksual (desire disorders), gangguan gairah (arousal disorder), gangguan orgasme (orgasmic disorder), dan gangguan nyeri seksual (sexual pain disorder) (American Phychiatric Assocation, 2000). Angka kejadian disfungsi seksual pada wanita usia subur menurut Imronah (2011) dalam studinya yang berjudul “Hubungan pemakaian kontrasespsi suntik DMPA dengan disfungsi seksual pada wanita di Puskesmas Rajabasa Indah Kota Bandar Lampung” adalah 66,2%. Menurut Andini (2014) dalam studinya yang berjudul “Hubungan lama menopause dengan kejadian disfungsi seksual pada wanita menopause di Posyandu Lansia wilayah kerja Puskesmas Panjang Bandar Lampung” mengatakan terdapat 370 orang wanita, usia 40- 65 tahun yaitu sebesar 67% yang mengalami disfungsi seksual. Wanita post-menopause memiliki resiko 2,1 kali lebih besar untuk mengalami disfungsi seksual dari pada wanita pre-menopause (Cabral, 2014). Penurunan fungsi seksual/disfungsi seksual wanita tidak bisa dipandang remeh, karena menyangkut kualitas hidup lebih dari separuh populasi wanita (Walwiener, et all. 2010). Menurut (Brody, 2010) aktivitas seksual dalam hal ini adalah hubungan seksual/senggama merupakan aktivitas seksual yang signifikan terhadap kesehatan jiwa. Semakin bisa memelihara hubungan dengan pasangan melalui hubungan seksual (senggama), maka dapat semakin menikmati hidup dengan jiwa yang sehat dan berkualitas. Proses menopause pada perempuan yang terjadi karena hilangnya fungsi ovarium yang menyebabkan perubahan pada hampir semua organ di tubuh. Gejolak panas (Hot flushes) dan keringat malam sangat dikenal sebagai gambaran umum keluhan menopause, gejala lain yang terjadi adalah gangguan pada saluran urogenital yang merupakan organ yang sangat sensitif terhadap perubahan penurunan estrogen dan hampir seluruh wanita menopause mengalami gejala yang berhubungan dengan atrofi genital, yang pada akhirnya mempengaruhi fungsi seksual karena menyebabkan nyeri saat melakukan hubungan seksual/Dyspareunia dan mempengaruhi kualitas kehidupan seksual mereka (Sturdee dan Panay, 2010). 15 Salah satu yang penting dalam berhubungan seksual adalah cairan lubrikasi. Cairan lubrikasi adalah cairan yang berguna dalam proses penetrasi penis ke dalam vagina, yaitu membasahi vagina saat penetrasi. Cairan lubrikasi ini alami dihasilkan oleh seorang wanita saat terangsang. Saat wanita mengalami menopause, terjadi penipisan lapisan epitel vagina sehingga vagina menjadi atrofi dan terjadi gangguan dalam pengeluaran cairan lubrikasi secara alami yaitu pengeluarannya menjadi lambat dan lama atau bahkan tidak keluar (Sturdee dan Panay, 2010). Terapi nonfarmakologi adalah terapi di luar obat obatan yang diberikan secara medis. Terapi nonfarmakologi untuk mengatasi dyspereunia dan masalah kesulitan orgasme diantaranya adalah pemakaian lubrikan/gel pelumas larut air, latihan kegel, penggunaan vagina dilator (Lowdermilk&Perry, 2005). Lubrikan digunakan terutama untuk mengurangi vagina kering saat senggama (Sturdee dan Panay, 2010). METODE Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan desain pre-experimental one-group pretest posttest. Waktu Penelitian ini dilakukan sejak bulan Desember sampai januari 2017. Tempat penelitian ini adalah di Desa Pakuhaji RW 01 Kecamatan Ngamprah.Sampel dalam penelitian ini adalah wanita menopause yang bersuami di Desa Pakuhaji RW 01 Kecamatan Ngamprah, sampel dalam penelitian ini adalah 11 responden. Untuk mengantisipasi dropout pada sampel ditambahkan 10% sehingga jumlah sampel keseluruhan adalah 12 responden. Cara pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan menggunakan data primer yang diperoleh secara langsung dengan cara melakukan observasi fungsi seksual setelah dilakukan perlakuan. Alat pengumpulan data menggunakan FSFI (Female Sexual Function Index).Analisis yang digunakan adalah analisis univariat, dan bivariat. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Analisis Univariat Tabel 1 Distribusi frekuensi fungsi seksual sebelum penggunaan lubrikan Di RW 01 Desa Pakuhaji Kecamatan Ngamprah Pada bulan Desember 2016 (n=12) Tabel 2 Distribusi frekuensi fungsi seksual sesudah penggunaan lubrikan Di RW 01 Desa Pakuhaji Kecamatan Ngamprah Pada bulan Desember 2016 (n=12) Skor fungsi seksual 19 21 23 24 25 Total f % 5 1 2 2 2 12 41,7 8,2 16,7 16,7 16,7 100,0 Sumber data: data primer, Desember 2016 Skor fungsi seksual sebelum penggunaan lubrikan pada seluruh responden yaitu ≤ 26,55 yang artinya mengalami penurunan fungsi seksual/disfungsi seksual. Saluran urogenital merupakan organ yang sangat sensitif terhadap perubahan penurunan estrogen yang pada akhirnya mempengaruhi fungsi seksual dan kualitas hidup mereka. Atrofi vagina akan tampak secara klinis pada 4–5 tahun setelah menopause, dan perubahan obyektif yang sejalan dengan timbulnya keluhan subyektif akan terjadi pada 25–50% pada wanita menopause (Sturdee and Panay, 2010). Skor fungsi seksual 27 28 29 30 31 32 33 Total f % 2 2 1 3 1 2 1 12 16,7 16,7 8,3 25 8,3 16,7 8,3 100,0 Sumber data: data primer, Januari 2017 Skor fungsi seksual sesudah penggunaan lubrikan pada seluruh responden yaitu > 26,56 yang artinya mengalami peningkatan fungsi seksual. Lubrikan/pelumas dalam berhubungan seksual pada wanita menopause berfungsi sebagai penganti cairan lubrikasi yang biasanya keluar secara normal apabila wanita terangsang, sehingga lubrikan ini dapat membantu mengungari nyeri akibat gesekan penis pada vagina yang kering (Sturdee dan Panay, 2010). 16 Analisis Bivariat Tabel 3 Analisa pengaruh penggunaan lubrikan terhadap peningkatan fungsi seksual pada wanita menopause di RW 01 Desa Pakuhaji Kecamatan Ngamprah 2016 (n=12) Fungsi seksual sebelum penggunaan lubrikan n 12 Rerata±s.b 21,67±2,57 Fungsi seksual setelah penggunaan lubrikan 12 29,75±2,00 P Value yaitu 0,000, hal ini berarti P Value lebih kecil dari nilai α 0,05. Hal tersebut menunjukkan terdapat pengaruh peningkatan fungsi seksual yang bermakna antara sebelum dan setelah penggunaan lubrikan pada wanita menopause Di RW 01 Desa Pakuhaji Kecamatan Ngamprah. Sturdee and Panay (2010) Dalam jurnal Internasional menopause society yang berjudul Rekomendasi penanganan atrofi vagina perempuan postmenopause menganalisa indeks fungsi seksual perempuan (The Female Sexual Function Index/FSFI) pada 7243 wanita usia 40– 59 tahun menjumpai tingkat prevalensi yang tinggi akan disfungsi seksual (56,8%). FSFI menilai beberapa domain fungsi seksual: dorongan (desire), gairah (arousal), orgasme, rasa nyeri, lubrikasi dan tingkat kepuasan (satisfaction). Faktor risiko terpenting untuk disfungsi seksual adalah vagina kering. Penelitian menunjukkan bahwa gejala yang berkaitan dengan atropi genital menjadi bagian dari salah satu gejala keluhan menopause terbanyak: dispareunia (40%), gatal di genitalia (40,8%) dan hilangnya libido (51%). Sedangkan prevalensi gejolak panas/hot flushes sendiri adalah 45% dari populasi perempuan yang diteliti. Aspek fungsi seksual menurut rosen (2000) adalah dorongan (desire), gairah (arousal), orgasme, rasa nyeri, lubrikasi dan tingkat kepuasan (satisfaction). Pada penelitian ini intervensi yang dilakukan adalah penggunaan lubrikan. Dari aspek fungsi seksual yang sangat berpengaruh terhadap penggunaan lubrikan pada wanita menopause adalah berkurangnya rasa nyeri dan peningkatan kepuasan seksual, untuk aspek yang lain tidak begitu mengalami kenaikan yang signifikan, hal ini dapat disebabkan karena ada beberapa faktor yang mempengaruhi aspek fungsi seksual yang lain. P 0,000 Pada 12 wanita menopause, 12 orang mengatakan hasrat seksual tetap sama atau tidak memiliki hasrat seksual. Hal ini sesuai dengan Faktor biologi yang mempengaruhi fungsi seksual yaitu faktor penuaan/degeneratif (Stephani, (2015). Perubahan aging meliputi perubahan atamoni genital pada masa menopause yaitu penipisan bulu kemaluan, penyusutan bibir kemaluan, penipisan selaput lendir vagina dan kelemahan otot perineal, Berkurangnya pelumas vagina, dinding vagina atropi dan ukurannya memendek., berkurang atau tidak adanya hormon seks (estrogen) secara tidak langsung mempengaruhi aktivitas seks. Hal ini menyebabkan terjadinya nyeri saat melakukan hubungan seksual sehingga menyebabkan keengganan untuk melakukan hubungan seksual/tidak mempunyai hasrat untuk melakukan hubungan seksual. Faktor lain adalah status hormonal. Pada masa menopause terdapat perubahan status hormonal yaitu berkurangnya hormon estrogen yang menyebabkan hilangnya fungsi ovarium, sehingga mennjadikan perubahan pada hampir semua organ di tubuh. Gejolak panas (Hot flushes) dan keringat malam sangat dikenal sebagai gambaran umum keluhan menopause hal ini menyebabkan terjadinya keengganan melakukan hubungan seksual. Gejala lain yang terjadi adalah gangguan pada saluran urogenital yang merupakan organ yang sangat sensitif terhadap perubahan penurunan estrogen dan hampir seluruh wanita menopause mengalami gejala yang berhubungan dengan atrofi genital, yang pada akhirnya mempengaruhi fungsi seksual karena menyebabkan nyeri saat melakukan hubungan seksual/Dyspareunia, dan mempengaruhi kualitas kehidupan seksual mereka (Sturdee dan Panay, 2010). 17 Pada 12 wanita menopause, 9 orang mengatakan gairah seksual tetap sama seperti sebelum menggunakan lubrikan. Nina, (2013) mengatakan terjadinya penurunan libido pada wanita menopause karena keringat malam dapat mengganggu tidur dan kekurangan tidur dapat mengurangi energi untuk melakukan aktivitas yang lain, termasuk dalam aktivitas hubungan seksual. Hal tersebut juga terjadi karena adanya perubahan pada vagina, seperti kekeringan yang akan membuat daerah genetalia sakit dan selain itu juga terjadi perubahan hormonal sehingga dapat menurunkan gairah seks. Pada 12 wanita menopause, 11 orang tetap kesulitan untuk mendapatkan lubrikasi saat melakukan hubungan seksual. Hal ini sesuai dengan Sturdee dan Panay (2010) bahwa saat wanita mengalami menopause, terjadi penipisan lapisan epitel vagina sehingga vagina menjadi atrofi dan terjadi gangguan dalam pengeluaran cairan lubrikasi secara alami yaitu pengeluarannya menjadi lambat dan lama atau bahkan tidak keluar (Sturdee dan Panay, 2010). Pada 12 wanita menopause, 6 orang mengalami peningkatan dalam hal orgasme dan 6 orang tetap tidak merasakan orgasme saat melakukan hubungan seksual. Terdapat juga faktor psikologis diantaranya citra diri dan kecemasan dalam menghadapi menopause. Tonika, (2016) dalam studinya tentang hubungan kepuasan seksual terhadap kecemasan dalam menghadapi menopause mengatakan bahwa pada wanita yang menopause mengalami kecemasan, ada hubungan negatif antara menopause dan kecemasan yang artinya semakin wanita menopause mengalami kecemasan tinggi dalam menghadapi menopause SIMPULAN DAN SARAN Simpulan 1.Gambaran fungsi seksual sebelum penggunaan lubrikan pada wanita menopause seluruhnya memiliki skor ≤26,55 yang artinya mengalami penurunan fungsi seksual. 2.Gambaran fungsi seksual sesudah penggunaan lubrikan pada wanita menopause seluruhnya mengalami kenaikan skor fungsi seksual. 3.Ada pengaruh penggunaan lubrikan terhadap peningkatan fungsi seksual sebelum dan setelah penggunaan lubrikan pada wanita menopause Di RW 01 Desa Pakuhaji Kecamatan Ngamprah dengan nilai Pvalue = 0,000 < α (0,05). maka semakin rendah kepuasan seksual dalam berhubungan badan dengan suaminya, hasil yang didapat P = 0,000 (α<0,05). Qodryah, (2014) mengatakan dalam penelitiannya yang berjudul persepsi ibu tentang aktivitas seksual pada masa menopause, responden memiliki persepsi negatif tentang aktivitas seksual pada masa menopause, mereka melihat fisiknya sudah tidak seperti dulu lagi dan tidak menarik, hal ini dapat mempenngaruhi juga pencapaian orgasme karena pencapaian orgasme sangat dipengaruhi oleh faktor psikologis. Dari aspek fungsi seksual yang sangat berpengaruh dengan penggunaan lubrikan pada wanita menopause adalah berkurangnya rasa nyeri saat melakukan hubungan seksual dan peningkatan kepuasan seksual. Pada 12 wanita menopause, 11 wanita menopause mengalami peningkatan kepuasan seksual dan 12 wanita mengatakan nyeri saat melakukan hubungan seksual sesudah menggunakan lubrikan berkurang. Terapi nonfarmakologi untuk mengatasi dyspereunia diantaranya adalah pemakaian lubrikan/gel pelumas larut air. Karena nyeri saat melakukan hubungan seksual berkurang maka kepuasan seksual juga akan meningkat. Hal ini sesuai dengan Brody (2010) aktivitas seksual dalam hal ini adalah hubungan seksual/senggama merupakan aktivitas seksual yang signifikan terhadap kesehatan jiwa. Semakin bisa memelihara hubungan dengan pasangan melalui hubungan seksual (senggama), maka dapat semakin menikmati hidup dengan jiwa yang sehat dan berkualitas serta kepuasaan akan tercapai. Saran 1. Bagi Perawat Komunitas memberikan gambaran tentang fungsi seksual pada wanita menopause di masyarakat dan cara mengatasinya, sehingga dapat dijadikan acuan oleh perawat komunitas dalam pemberian asuhan keperawatan maternitas 2.Bagi wanita menopause dapat digunakan sebagai alternatif cara mengatasi nyeri saat melakukan hubungan seksaul pada wanita menopause yang mengalami disfungsi seksual sehingga kebutuhan seksualnya tetap bisa terpenuhi. 3.Bagi peneliti selanjutnya Untuk peneliti berikutnya, diharapkan dapat mencoba menggunakan tehnik atau metoda lain untuk memperbaiki fungsi seksual. 18 DAFTAR PUSTAKA American Pschyatric Association. (2000). Diagnostic and statistical manual of mental dissorder fourth edition text revision. Arlington, VA: American Pschiatric Association. pp: 526–529. Andini, Diah. (2014). “Hubungan lama menopause dengan kejadian disfungsi seksual pada wanita menopause di Posyandu Lansia Wilayah Kerja Puskesmas Panjang Bandar Lampung”. Dalam Digital Repository Universitas Lampung. Dari Google Cindekia http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/6407 Diunduh pada tanggal 10 Oktober 2016. Andrwes, Gilly. (2009). Buku ajar kesehatan reproduksi wanita. Jakarta: EGC. Arikunto, Suharsimi. (2006). Prosedur penelitian suatu pendekatan praktik. Jakarta: Rineka Cipta. Atika Windayanti. (2014). Faktor – faktor Penyebab perceraian pada keluarga tenaga kerja wanita (TKW) Di Desa Citembong, Kecamatan Bantarsari Kabupaten Cilacap. Fakultas Ilmu Sosial Uviversitas Negeri Yogyakarta. Diunduh pada tanggal 20 September 2016. Badan Pusat Statistik. (2013). Proyeksi penduduk Indonesia 2010 – 2035, Jakarta: Badan Pusat Statistik. Brody, S. (2010). The relative health genefits of different sexual activities. Journal J SexMed ; 7(4 Pt 1): 1336-6. Diunduh tanggal 2 Oktober 2016. Cabral PUL, et all. (2014). Physical activity and sexual function in middle-ages woman. Journal Rev Assoc Med Bras Volume 60(1), Halaman 47-52. Diunduh tanggal 10 Oktober 2016. Candra, L. (2005). Gangguan fungsi atau perilaku seksual dan penanggulangannya. Jakarta : Cerita Dunia Kedokteran; 149: 15. Diunduh tanggal 25 September 2016. Dahlan, Sopiyudin. (2016). Besar sampel dalam penelitian kedokteran dan kesehatan seri 2 edisi 4: Epidemologi Indonesia. Demartoto, Argyo. (2010). Mengerti, memahami dan menerima fenomena homoseksual. http://Argyo.staff.uns.ac.id/files/2010/08 /seksualitas-undip.pdf Dharma, Kusuma. (2011). Metodologi penelitian keperawatan (Pedoman melaksanakan dan menerapakan hasil penelitian). Jakarta: Trans Info Media. Ghani, Lannywati. (2009). Seluk beluk menopause. Dalam Jurnal media penelitian dan pengembangan Kesehatan volume XLX Nomor 4. Diunduh pada tanggal 20 September 2016. Glaiser.A, Gebbie,A. (2005). Dasar-dasar obstetri dan ginekolog. Jakarta: Hipocrates. Imronah. (2011). Hubungan pemakaian kontrasepsi suntik DMPA dengan disfungsi seksual pada wanita di Puskesmas Rajabasa Indah Kota Bandar Lampung. STIKES MITRA Lampung. Diunduh tanggal 26 September 2016. Kumalasari, dkk. (2012). Kesehatan reproduksi untuk mahasiswa kebidanan dan keperawatan. Jakarta: Salemba Medika. Kusuma, W. (1999). Buku pintar kesehatan wanita. Batam: Interaksara. Lowdermilk, Perry. (2004). Buku ajar keperawatan maternitas Edisi 4. Jakarta: EGC. Llewellyn, D. (2005). Setiap wanita. Jakarta: PT. Delapratasa Publishing. Malintang, dkk. (2016). Aktivitas seksual wanita perimenopause di Kelurahan Bangetayu Wetan Kota semarang. Fakultas Ilmu Keperawatan dan kesehatan Universitas Muhammadiyah Semarang. Dalam Jurnal Kebidanan, Vol 5 No 1. Diunduh tanggal 16 September 2016. 19 Masters, W.H.; Johnson, V.E. (1996). Human sexual respon. Toronto; New York: Bantam Books. Meston, M Cindy. (2003). Validation of female sexual function index (FSFI) in women with female orgasmic disorder and in women with hypoactive sexual desire disorder. dalam Journal Sex Marital Ther. No 29(1) halaman39-46. Diunduh tanggal 25 September 2016. Ningsi, Agustina. (2012).Pengaruh penggunaan metode kontrasepsi suntikan DMPA terhadap kejadian disfungsi seksual. Politehnik Kesehatan Kemenkes Makasar. Diunduh pada tanggal 4 November 2016. Nina, Mulyani. (2013). Menopause akhir siklus menstruasi pada wanita di usia pertengahan. Yogyakarta: Nuha Medika. NuNugroho, Yuyus Purwo. (2013). Hubungan antara Stadium Menopause dengan Perubahan Seksual Wanita Menopause Di Posyandu Lansia Srikandi Kelurahan Sumbersari Kota Malang. Dalam jurnal ejournal keperawatan. Volume 4, Nomor 1. Halaman 75. Diunduh tanggal 14 Agustus 2016. Pangkahila, Wimpie. (2001). Etika keluarga : Seks yang indah. Perpustakaan Daerah Kota Salatiga. Jakarta. Kompas. halaman. 198.URL: http://opac.salatigakota.go.id/ucs/index.p hp?p=show_detail&id=10230 Diunduh pada tanggal 10 Oktober 2016. Pangkahila, Wimpie. (2006). Seks yang membahagiakan: Menciptakan keharmonisan suami istri. Jakarta: Kompas. Puspita Palupi. (2010). Pengalaman seksualitas perempuan menopause Di Wilayah Kerja Puskesmas Pasar Rebo Jakarta Timur. Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia Depok.diunduh pada tanggal 20 September 2016. Stanley, Mickey. (2006). Buku ajar keperawatan gerontik edisi 2. Jakarta: EGC. Suciati. (2013). Kohesivitas suami istri dalam mewujudkan keharmonisan rumah tangga: Studi Kasus Di Gunung Kidulyogyakarta. Dalam jurnal Komunikasi ASPIKOM, Volume 2, Nomor 1. Halaman 603-618. Diunduh pada tanggal 8 Agustus 2016. Sujarweni, V. Wiratna. (2014). Metodologi penelitian keperawatan. Yogyakarta: Gava Medika. Sugiono. (2013). Metodologi penelitian kuantitatif, kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta. Sunyoto, Prayitno. (2014). Buku lengkap kesehatan reproduksi wanita. Yogyakarta: Saufa. Stephanie, et all. (2015). Sexual dysfunction in women: a practical approach. Dalam jurnal American Family Physician ; 92(4):281-288. Diunduh pada tanggal 14 Agustus 2016. Sturdee dan panay. (2010). Rekomendasi penanganan atrofi vagina perempuan postmenopause. Journal Internasional menopause society. Diunduh tanggal 14 Agustus 2016. Tobing, L. (2006). Seks Tuntunan bagi pria. Jakarta: EMK. Tonika, Virlis. (2016). Hubungan antara kepuasan seksual dengan kecemasan terhadap menopause. Fakultas Psikologi Sanata Dharma Yogyakarta. Diunduh pada tanggal 12 juli 2016. Walwiener M, Walwiener L, Seeger H, Mueck A, Zipfel S, Bitzer J, Walwiener C. (2010). Effect of Sex Hormones in Oral Contraceptives on the Female Sexual Function Score : A Study in German Female Medical Student. In Contraception (Ed) New York, Springerverlag. pp: 26. Rosen R, et all. (2000). The Female Sexual Function Index (FSFI) : A Multidimesional Self-Report Instrument for the Assessment of Female Sexsual Funtion. Dalam Journal of Sex & Marital Therapy, 26:191-208. Diunduh pada tanggal 29 Juli 2016 20