pengaruh pergerakan variabel ekonomi makro terhadap return ihsg

advertisement
RUANG KAJIAN
PENGARUH PERGERAKAN VARIABEL EKONOMI MAKRO
TERHADAP RETURN IHSG DAN LQ45
Purwanto Widodo
Abstract
Anticipation of Risk represents very important problem investment in
capital market. CAPM represent first model connected between risk
by return investment, but model this own some feebleness, later; then
all expert of introduction model other; dissimilar among model
Multifactor. Model multifactor represent model using basal variable
and also company macro economics. This research aims to see
influence of macro variable to return IHSG and LQ45. Data collected
represent data of monthly from January 1998 up to December 2006,
while macro variable wearied by INFLATION, rate of interest
(BUNGA) And Change of Exchange rate of USD to Rupiah
(PERUSD).
Because data utilized represent time series hence beforehand done an
examination on Unit of Root conducted to see stationer data. Result of
examination by ADF Test and PP Test to indicate that only the
BUNGA variable which does not stationer, later; then
ditransformation to first difference. Result of analysis Model I with
dependent variable is Return IHSG and Model II with Return LQ45,
indicating that statistically the model of significant at level 5 percent.
Coefficient of Determination Model I is 0.124500, Model II equal to
0.082711. Sign of the Independent variable from model I as expected
by that is negative and only the INFLATION variable which do not
significance. Others, biggest variable of that contribution to return
IHSG are BUNGA variable. Model II indicate that only the BUNGA
variable which its significance sign and as according to expectation
that is negative, while PERUSD and INFLATION variable do not
significance and also its sign is positive.
Kata Kunci: Ekonomi, Makro, Indeks
Latar Belakang Masalah
2.205,- tahun 1995 Rp. 2.305,-, tahun
1996 Rp. 2.385,- dan tahun 1997 Rp.
5.700,-. Nilai bunga deposito satu
bulan, tahun 1993 13.37 persen,
tahun 1994 12.42 persen, tahun 1995
16,72 persen, tahun 1996 16,92
persen dan tahun 1997 23.01 persen.
IHSG tahun 1993 sebesar 588.77;
tahun 1994 469.64; tahun 1995
513.84; tahun 1996 637.43 dan tahun
1997 401.71 (Sumber: Bank Indonesia)
Namun ketika nilai tukar rupiah
terhadap dolar melonjak menjadi Rp.
14.900,- dan SBI 70.81 persen pada
bulan Juni 1998, suku bunga Pasar
Uang Antar Bank (PUAB) bulan
Agustus 1998 81.01 persen per
tahun, suku bunga deposito pada
bulan Juni 1998 52.92 persen, IHSG
menjadi 418.47. Dan banyak perusahaan yang bangkrut karena ekuitasnya negatif.
Perkembangan terakhir menunjukkan ketika kebijakan penurunan BI
Rate sebesar 50 bps menjadi 11,75
persen semakin menambah marak
perdagangan pasar saham di Bursa
Efek Jakarta. Setelah dua kali penurunan BI Rate pada Mei dan Juli
2006 masing-masing sebesar 25 bps,
Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank
Indonesia pada tanggal 8 Agustus
2006 menetapkan penurunan kembali
level BI rate sebesar 50 bps dari
12,25 persen menjadi 11,75 persen.
Penurunan yang lebih besar dari
sebelumnya dan sesuai dengan ekspektasi pasar disambut positif oleh
pasar modal. Respon tersebut tecermin dari Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) yang terus bergerak
naik. Harapan pelaku pasar terhadap
dampak positif dari penurunan suku
bunga dalam negeri terhadap perekonomian diperkirakan menjadi sa-
Konsep CAPM dapat ditelusuri
dari karya Sharpe (1964), Lintner
(1965), Treynor (1961) dan Mossin
(1966) dan diperluas oleh Fisher
Black (1972). Sejak dipubilkasikan
karya-karya tersebut, CAPM menjadi
alat pokok dalam analisis keuangan,
baik yang dilakukan oleh akademisi
maupun praktisi, terutama dalam
memahami hubungan antara risiko
dengan return. Model tersebut merupakan perluasan dari model portofolio Markowitz (1952, 1959) yang
menfokuskan pada analisis portofolio.
Model Markowitz, membuka era baru
dalam teori investasi yaitu era positif,
setelah sebelumnya analisis portofolio
lebih bersifat deskriptik (Hanafi dan
Abdul Halim, 1995).
Teori CAPM menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang linear
antara expected return security (ratarata return sekuritas yang akan
diterima dimasa yang akan datang)
dengan risiko, yang dinyatakan dengan beta. Beta dalam pandangan
CAPM adalah merupakan systematic
risk yang pergerakannya dipengaruhi
oleh portofolio pasar (Husnan, 1998).
Namun kepercayaan para analis
keuangan
terhadap
kehandalan
CAPM mulai goyah ketika krisis ekonomi tahun 1998 melanda beberapa
bagian dunia tak terkecuali di Indonesia. Data statistik menunjukkan dengan jelas, ketika parameter-parameter ekonomi makro seperti suku
bunga, SBI, inflasi, nilai tukar dan
sebagainya, tidak terlalu bergejolak,
nilai IHSG (Indeks Harga Saham
Gabungan), juga menunjukkan level
yang aman-aman saja. Nilai tukar
rupiah terhadap dolar tahun 1993
adalah Rp. 2.118,- tahun 1994 Rp.
43
Jurnal Madani Edisi I/Mei 2007
lah satu faktor utama penggerak perdagangan lantai bursa. Faktor internal
lainnya adalah pengumuman angka
pertumbuhan ekonomi domestik triwulan II-2006 oleh BPS yang cukup
baik dan memberikan harapan pertumbuhan berkelanjutan hingga akhir
tahun 2006. Selain itu, dari sisi
eksternal, keputusan FOMC (Federal
Open Market Commitee) tanggal 8
Agustus 2006 untuk menahan
sementara kenaikan suku bunganya
semakin menambah dorongan investor untuk terus melakukan aksi belinya. Praktis sejak semester kedua
tahun 2006, berbagai indikator
ekonomi terus mengalami kenaikan,
dan tecermin dalam pergerakan
indeks harga saham gabungan di
Bursa Efek Jakarta. Sejak Juli 2006,
IHSG terus mencatat rekor-rekor baru
dan mencapai puncaknya pada 28
Desember 2006 (di hari penutupan)
dengan angka 1.805 poin yang
merupakan pertama dalam sejarah.
Perkembangan IHSG itu telah mencatatkan BEJ secara perkembangan
indeks patut dicatat sebagai yang
terbaik dalam kurun lima tahun
terakhir.
Hal ini menunjukkan bahwa
perkembangan ekonomi makro sangat berpengaruh terhadap perkembangan pasar modal. Model yang
menggunakan variabel makro untuk
menduga return saham-saham di
pasar modal adalah Multifaktor.
Menurut Widodo (2007), model multifaktor dapat memberikan informasi
yang diperlukan untuk menghitung
ekspektasi return, varian maupun
kovarian dari setiap saham. Hasilnya,
model faktor adalah alat yang bermanfaat untuk manajemen risiko.
Berdasarkan hal tersebut, penulis mencoba untuk menggunakan
model Multifaktor untuk menduga
return IHSG dan LQ45.
Data yang dipergunakan dalam
penelitian ini adalah bulanan dari
bulan Januari 1998 sampai dengan
Desember 2006, sedangkan variabel
makro yang dipakai adalah inflasi,
suku bunga dan perubahan kurs.
Permasalahan Penelitian
Berdasarkan uraian di atas, maka permasalahan yang hendak dijawab dalam penelitian yang dilakukan adalah:
1. Apakah terdapat hubungan antara
return IHSG dengan variabel
ekonomi makro yang diwakili oleh
perubahan nilai tukar Rupiah
terhadap USD Dollar, inflasi dan
tingkat bunga. Penggunaan mata
uang USD dollar karena USD
do llar merupakan hard currency di
pasar international.
2. Apakah terdapat hubungan antara
return LQ45 dengan variabel
ekonomi makro yang diwakili oleh
perubahan nilai tukar Rupiah
terhadap USD Dollar, inflasi dan
tingkat bunga. Penggunaan return
LQ45 karena saham-saham pada
kelompok ini memiliki kapitalisasi
pasar terbesar dibandingkan dengan yang lain dan paling aktif
diperdagangkan.
Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah:
1. Untuk menguji ada tidaknya pengaruh antara return IHSG dengan
perubahan nilai tukar Rupiah terhadap USD Dollar, inflasi dan
tingkat bunga.
2. Untuk menguji ada tidaknya pengaruh antara return LQ45 de44
Jurnal Madani Edisi I/Mei 2007
ngan perubahan nilai tukar Rupiah
terhadap USD Dollar, inflasi dan
tingkat bunga.
3. Melihat variabel mana yang paling
dominan mempengaruhi return
IHSG maupun LQ45.
Gangopadhyay (1996) menyimpulkan bahwa variabel ekonomi makro yang berpengaruh terhadap
return saham yaitu:
(1) Risiko pasar
(2) Inflasi yang diharapkan maupun
tidak diharapkan
(3) Selisih YTM obligasi berperingkat
tinggi dengan rendah
Multifaktor dengan Faktor Ekonomi
Makro
Para ahli umumnya sepakat
bahwa variabel ekonomi makro mempengaruhi return saham. Misalnya,
Chen, Roll dan Ross (1986), Poons
dan Taylor (1991), Kwon, Shin dan
Bacon (1997) menyimpulkan bahwa
variabel ekonomi makro berkorelasi
kuat dengan return saham. Namun
variabel ekonomi makro apa saja
yang mempengaruhi return saham,
sampai saat ini belum ada kata
sepakat.
Chen, Roll dan Ross (1986) menunjukkan beberapa faktor yang
mempengaruhi return saham, yaitu:
(1) Perubahan inflasi yang tidak diantisipasi.
(2) Perubahan produksi yang tidak
diantisipasi.
(3) Perubahan dalam premi risiko
(perbedaan antara obligasi dengan grade yang tinggi dengan
yang rendah) yang tidak diantisipasi.
(4) Perubahan slope kurva hasil (yield
curve).
Kwon, Shin dan Bacon (1997)
menyimpulkan bahwa variabel ekonomi makro yang berpengaruh kuat
terhadap saham-saham yang listing di
bursa saham Korea yaitu:
(1) Dividend yield
(2) Foreign exchange rate
(3) Oil price
(4) Money supply
Penelitian Terdahulu: Penelitian
Mengenai Hubungan antara Return
Saham dengan Inflasi
Inflasi adalah ukuran ekonomi
yang memberikan gambaran tentang
peningkatan harga rata-rata barang
dan jasa yang diproduksi oleh sistem
perekonomian. Inflasi yang tinggi
akan mengakibatkan daya beli masyarakat menurun dan dapat mendorong timbulnya resesi.
Meningkatnya inflasi secara relatif adalah signal negatif bagi investor di pasar modal. Hal tersebut karena inflasi akan meningkatkan pendapatan dan biaya perusahaan. Jika
peningkatan biaya faktor-faktor produksi lebih tinggi dari peningkatan
harga yang dapat dinikmati oleh
perusahaan, maka profitabilitas akan
menurun. (Harianto dan Sudomo,
1998).
Nelson (1976) melakukan penelitian mengenai hubungan antara
return saham dengan inflasi. Dengan
menggunakan Scholes Index periode
Januari
1953
sampai
dengan
Desember 1972 dan Standard and
Poor’s bulan Januari 1973 sampai
dengan
Juni
1974,
dengan
menggunakan lag dan lead 1 sampai
dengan
4.
Hasil
penelitiannya
menyimpulkan bahwa return saham
berhubungan negatif dengan inflasi.
45
Jurnal Madani Edisi I/Mei 2007
Sakhowi (1999) menggunakan
variabel persentase perubahan nilai
tukar (Rupiah terhadap US Dollar),
inflasi yang di-proxy dengan prosentase perubahan M 2 dan prosentase
perubahan tingkat bunga. Dengan
menggunakan regresi linear sederhana, menunjukkan bahwa inflasi
bertanda positif dan signifikan dengan
return saham.
Panjinegara (2000) mengadakan penelitian mengenai hubungan
antara return saham dengan inflasi.
Data yang digunakan adalah perusahaan-perusahaan yang sahamnya
listing di Bursa Efek Jakarta (BEJ)
periode Januari 1995 sampai dengan
Desember 1999. Karena terjadi krisis
ekonomi di Indonesia yang dimulai
pada bulan Juli 1997, maka periode
pengamatan kemudian dibagi 2,
yaitu: Periode I antara Januari 1995
sampai dengan Juni 1997, dan
periode II antara Juli 1997 sampai
dengan Desember 1999. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa pada
Periode I, inflasi yang di proxy-kan
dengan perubahan M2, berhubungan
positif dan signifikan, demikian pula
dengan Periode II.
Suripno (2001) menggunakan
data bulanan periode Januari 1994
sampai dengan Desember 1996, dan
membuat
portofolio
berdasarkan
sektor pertanian dan non pertanian.
Hasilnya menunjukkan bahwa pada
sektor pertanian, inflasi tandanya
positif tetapi tidak signifikan, demikian
pula pada sektor non pertanian.
Abdul Majid (2002) berdasarkan
penelitiannya yang dilakukan di KLSE
(Kuala Lumpur Stock Exchange)
menunjukkan bahwa antara imbal
hasil saham dengan inflasi terdapat
hubungan yang positif
Widodo (2003) dengan menggunakan return perusahaan secara
individual dari bulan Januari 1998
sampai dengan 2003, menunjukkan
bahwa hasilnya bervariasi positif,
46egative dan tidak signifikan.
Penelitian Mengenai Hubungan
antara Return Saham dengan
Tingkat Bunga
Menurut Sudomo dan Harianto
(1998) tingkat bunga adalah ukuran
investasi yang dapat diperoleh
investor dan juga ukuran biaya modal
yang
harus
dikeluarkan
oleh
perusahaan untuk menggunakan
dana dari investor. Manurung (1996)
menyatakan bahwa pada umumnya
tingkat bunga mempunyai hubungan
yang negatif dengan return saham.
Hal tersebut menurut Sakhowi (1999)
disebabkan karena kenaikan suku
bunga akan menyebabkan biaya
investasi akan meningkat dan jumlah
pengeluaran investasi akan menurun,
akibat selanjutnya adalah ekspektasi
penghasilan dari investasi akan
menurun. Kenaikan biaya investasi
dan penurunan jumlah investasi akan
menyebabkan
penurunan
penghasilan yang menjadi bagian bagi
pemegang saham (equity) yang
berarti nilai equity akan menurun.
Penurunan nilai equitas tersebut akan
menyebabkan harga saham menurun.
Sweeney dan Warga (1986)
dalam Sudjono (2002) mengadakan
penelitian mengenai tingkat bunga
terhadap saham yang listing di NYSE
dengan menggunakan model APT.
Untuk mengetahui perubahan return
saham, Sweeney dan Warga menggunakan perubahan tingkat bunga
yang tidak diharapkan (unexpected
interest rates). Kesimpulan yang di46
Jurnal Madani Edisi I/Mei 2007
Nilai tukar (exchange rate)
adalah harga relatif mata uang
Rupiah terhadap mata uang asing
(US Dollar, USD) di pasar asing
(Feridhanusetyawan, 1997). Masalah
nilai tukar muncul manakala suatu
negara
melakukan
pertukaran
dengan negara lain, dimana masingmasing negara menggunakan mata
uang yang berbeda. Jadi nilai tukar
adalah merupakan harga yang harus
dibayar oleh mata uang suatu negara
untuk memperoleh mata uang negara
lain. Harga yang harus dibayar
tersebut dinamakan dengan kurs.
(Sakhowi, 1999).
Menurut Harianto dan Sudomo
(1998) menurunnya kurs rupiah
terhadap mata uang asing, khususnya US Dollar, akan memiliki pengaruh negatif terhadap ekonomi dan
pasar modal. Karena menurunnya
kurs akan meningkatkan biaya impor
bahan baku dan peralatan yang
dibutuhkan oleh perusahaan sehingga dapat meningkatkan biaya produksi. Menurunnya kurs juga akan
mendorong meningkatnya suku bunga dalam negeri sehingga dalam
negeri tetap menjadi lingkungan
investasi yang menarik.
Sakhowi (1999) menggunakan
variabel prosentase perubahan nilai
tukar (Rupiah terhadap US Dollar),
inflasi yang di-proxy dengan prosentase perubahan M2 dan prosentase perubahan tingkat bunga.
Dengan menggunakan regresi linear
sederhana, menunjukkan bahwa
inflasi bertanda positif dan signifikan
dengan return saham, prosentase
perubahan nilai tukar negatif signifikan, sedangkan suku bunga bertanda negatif tetapi tidak signifikan.
Penelitian yang dilakukan oleh
Panjinegara (2000), pada Periode I,
peroleh adalah bahwa harga saham
publik (listrik) sangat peka terhadap
pergerakan tingkat bunga. Dengan
memasukkan kerangka APT dalam
persamaan, faktor tingkat bunga tidak
diharapkan dapat lebih menjelaskan
terhadap return saham.
Panjinegara (2000) mengadakan penelitian mengenai hubungan
antara return saham dengan tingkat
bunga. Data yang digunakan adalah
perusahaan-perusahaan yang sahamnya listing di Bursa Efek Jakarta
(BEJ) periode Januari 1995 sampai
dengan Desember 1999. Karena
terjadi krisis ekonomi di Indonesia
yang dimulai pada bulan Juli 1997,
maka periode pengamatan kemudian
dibagi 2, yaitu: Periode I antara
Januari 1995 sampai dengan Juni
1997, dan periode II antara Juli 1997
sampai dengan Desember 1999.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa
pada Periode I, tingkat bunga yang
di-proxy-kan dengan selisih antara
tingkat
bunga
Surat
Berharga
Indonesia (SBI) dengan waktu
sebelumnya, terdapat berhubungan
positif dan tidak signifikan signifikan,
sedangkan pada Periode II berhubungan positif dan tidak signifikan.
Suripno (2001) menggunakan
data bulanan periode Januari 1994
sampai dengan Desember 1996, dan
membuat
portofolio
berdasarkan
sektor pertanian dan non pertanian.
Hasilnya menunjukkan bahwa pada
sektor pertanian, suku bunga tandanya negatif tetapi tidak signifikan,
pada sektor non pertanian bertanda
negatif signifikan.
Penelitian Mengenai Hubungan
antara Perubahan Kurs dengan
Return Saham
47
Jurnal Madani Edisi I/Mei 2007
perubahan nilai kurs ternyata bertanda negatif dan tidak signifikan,
pada periode II, bertanda negatif dan
signifikan.
variabel yang diduga berpengaruh
oleh Chen, Roll dan Ross (1986) di
Amerika Serikat, tidak terbukti di
pasar modal Inggris.
Gangopadhyay (1996) menggunakan data bulanan di NYSE dari
tahun 1926 sampai dengan 1990,
sedangkan variabel yang dipakai
adalah: monthly growth, industrial
production, change in expected
inflation, risk premium, term structure
dan musim. Hasil penelitian menunjukkan bahwa bulan Januari
terdapat kelebihan tingkat return
saham yang dijelaskan. Return
saham berhubungan dengan risiko
pasar, inflasi tidak diharapkan,
maupun selisih antara obligasi
berperingkat tinggi dengan rendah.
Kelebihan return saham yang tidak
dapat dijelaskan tidak berhubungan
dengan variabel ekonomi makro.
Kwon, Shin dan Bacon (1997)
dengan menggunakan IHSG bulanan
pasar modal Korea dari bulan januari
1980 sampai dengan Desember 1992
dan variabel ekonomi makro di Korea.
Sedangkan variabel bebas yang
dipergunakan adalah: pendapatan
deviden, nilai tukar uang domestik
(Korea) dengan USD, harga minyak
dan penawaran uang (M1). Dengan
model APT, disimpulkan bahwa term
structure hanya signifikan terhadap 8
indeks dari 22 indeks yang diamati.
Tidak ada faktor yang signifikan atas
kelompok industri konstruksi dan size
effect tidak signifikan di Pasar Modal
Korea.
Sakhowi (1999) mengadakan
penelitian mengenai pengaruh perubahan nilai tukar rupiah, inflasi dan
tingkat bunga terhadap return (tingkat
imbal hasil) saham di Bursa Efek
Jakarta dari bulan januari 1993
sampai dengan Desember 1998.
Penelitian Mengenai Hubungan
antara Inflasi, Tingkat Bunga dan
Perubahan Kurs dengan Return
Saham
Penelitian return saham de-ngan
menggunakan
variabel
makro,
pertama kali dipelopori oleh Chen,
Roll dan Ross (1986). Data yang
dipergunakan adalah: Long relative of
US CPI, end-of-period return on 1
month bills, return on long-term
governments bonds (1958 sampai
dengan 1978), return on equally
weighted portfolio of NYSE, growth
rate in real per capita consumption,
monthly growth, industrial production,
unexpected inflation, change in
expected inflation, risk premium dan
term structure. Sedangkan variabel
yang dipergunakan adalah monthly
growth, industrial production, change
in expected inflation, risk premium
dan term structure. Dengan model
APT, didapat hasil bahwa faktorfaktor yang diketahui berpengaruh
secara signifikan adalah tingkat
pertumbuhan produksi industri, tingkat inflasi (baik yang diharapkan
maupun yang tidak diharapkan),
selisih antara tingkat bunga jangka
panjang dengan jangka pendek,
selisih antara obligasi berperingkat
tinggi dengan rendah.
Penelitian yang dilakukan oleh
Chen, Roll dan Ross (1986) tersebut
oleh Poons dan Taylor (1991)
direplikasi di pasar model Inggris.
Hasilnya ternyata berbeda dengan
apa yang dihasilkan oleh Chen, Roll
dan Ross (1986), karena variabel48
Jurnal Madani Edisi I/Mei 2007
Hasil penelitian menunjukkan bahwa
perubahan nilai tukar rupiah atas
USD pada level lag 1 dan lag 3, dan
perubahan jumlah uang yang beredar
sebagai proxy inflasi, memberi
pengaruh secara signifikan terhadap
return IHSG. Sedangkan perubahan
suku bunga tidak memberi pengaruh
yang signifikan pada return IHSG.
Panjinegara (2000) dengan penelitian mengenai pengaruh perkembangan variabel ekonomi makro
terhadap tingkat pengembalian saham di Bursa Efek Jakarta (BEJ),
pada periode sebelum krisis dan
periode krisis moneter di Indonesia.
Hasil penelitiannya menunjukkan
bahwa pada periode I, secara keseluruhan model yang dipergunakan
dapat dipergunakan untuk menduga
data yang dipakai, karena F statistik
signifikan; variabel inflasi yang diproxy-kan dengan perubahan M2,
bertanda positif dan signifikan, nilai
tukar bertanda negatif tidak signifikan
dan suku bunga negatif tidak
signifikan. Sedangkan pada periode
II, inflasi positif dan signifikan, nilai
tukar bertanda negatif dan signifikan
dan suku bunga bertanda negatif
tidak signifikan.
Suripno (2001) mengadakan penelitian mengenai dampak parameter
ekonomi makro terhadap return
saham di Bursa Efek Jakarta. Data
yang dipergunakan adalah sahamsaham pada sektor pertanian dan non
pertanian, IHSG dan variabel ekonomi makro. Sedangkan variabel
yang dipakai yaitu: return pasar
(perubahan IHSG), return saham dari
portofolio saham-saham pada kelompok sektor pertanian (Portofolio I),
return saham dari portofolio sahamsaham pada kelompok non sektor
pertanian (Portofolio II), inflasi dengan
proxy perubahan inflasi bulanan,
perubahan nilai tukar Rp. Terhadap
USD, perubahan tingkat bunga yang
di-proxy-kan dengan perubahan suku
bunga deposito berjangka 1 bulan
dan perubahan pertumbuhan industri. Hasilnya menunjukkan bahwa baik
portofolio I maupun pottofolio II, model yang diajukan tidak dapat menjelaskan data pada periode pengamatan tersebut, karena p value dari
F statistik ternyata lebih besar
daripada lima persen. Pada portofolio
I; return pasar negatif tidak signifikan,
nilai tukar negatif tidak signifikan, nilai
tukar negatif tidak signifikan, suku
bunga negatif tidak signifikan dan
pertumbuhan industri positif tidak
signifikan. Pada portofolio II; return
pasar negatif tidak signifikan, nilai
tukar negatif tidak signifikan, nilai
tukar negatif tidak signifikan, suku
bunga negatif tidak signifikan dan
pertumbuhan industri positif tidak
signifikan.
Gudono (1999) dengan menggunakan data bulanan BEJ sektor
real estate bulan Februari 1994
sampai dengan Desember 1996,
dengan menggunakan regresi linear
berganda menunjukkan bahwa inflasi
sebelumnya mempunyai tanda positif
tetapi tidak signifikan dan tingkat
bunga sebelumnya mempunyai tanda
negatif signifikan dengan return
saham, sedangkan secara keseluruhan model APT tersebut dapat
dipergunakan untuk menduga data
yang dipakai, karena p value dari F
statistik signifikan.
Metodologi Penelitian
Populasi Penelitian
Populasi penelitian ini adalah
Indeks Harga Saham Gabungan
49
Jurnal Madani Edisi I/Mei 2007
(IHSG) dan LQ45, data tersebut
dikumpulkan dari penerbitan yang
dikeluarkan oleh BEJ. Pemilihan
Indeks Harga Saham Gabungan
karena indeks ini dipakai oleh peneliti
Indonesia sebagai proxy dari return
pasar (Rm, return market); sehingga
pergerakan
yang
terjadi
pada
perusahaan-perusahaan yang ada di
Indonesia
akan
tecermin
dari
pergerakan-pergerakan return saham.
Pemilihan Indeks LQ45, karena
indeks tersebut merupakan pencerminan dari 45 perusahaan yang
ter-likuid di Indonesia. Dengan
mengetahui pergerakan dari return
LQ45, diharapkan informasi mengenai pengaruh variabel ekonomi makro
terhadap return saham akan lebih
terperinci.
dipergunakan dalam penelitian ini
adalah sebagai berikut:
a) Model Multifaktor untuk menduga
Return IHSG
Periode dan Data Pengamatan
Pada penelitian ini, periode yang
diamati dari bulan Januari 1998
sampai Desember 2006.
Data yang dipergunakan dalam
penelitian ini adalah data sekunder
berupa: IHSG, indeks LQ45, kurs
Rupiah terhadap USD Dollar, inflasi
dan suku bunga. Untuk inflasi
dipergunakan proxy perubahan CPI
(Consumer Price Index, IHK = Indeks
Harga Konsumen).
IHSG dan Indeks LQ45 dikumpulkan
dari
terbitan
yang
dikeluarkan oleh BEJ, sedangkan CPI
dan suku bunga deposito dikumpulkan dari SEKI (Statistik
Ekonomi Keuangan Indonesia) yang
dikeluarkan oleh BI (Bank Indonesia).
Keterangan :
RETIHSG = 0 + 1INFLASI +
2PERUSD + 3BUNGA
Keterangan:
RETIHSG = Return (return) IHSG
INFLASI = Perubahan CPI, merupakan
proxy dari Inflasi
BUNGA = suku bunga deposito jangka
waktu 1 bulan.
b) Model Multifaktor untuk menduga
Return LQ45.
RETLQ45 = 0 + 1INFLASI +
2PERUSD + 3BUNGA
RETLQ45 = Return (return) LQ45
Definisi Variabel
Variabel yang dianalisis dalam
penelitian ini, dapat dikelompokkan
menjadi dua macam, yaitu:
a) Variabel tak bebas (dependent
variable), yaitu Return IHSG
(Ret IHSG) dan Return LQ45
(Ret LQ45).
b) Variabel
bebas
(independent
variable) yaitu: perubahan nilai
kurs Rupiah terhadap USD Dolar,
perubahan Inflasi dan suku
bunga.
Variabel yang dianalisis, dihitung dengan rumus sebagai berikut :
1) Return IHSG (Ret IHSG).
Model Analisis
Model pendugaan return saham
yang dipergunakan adalah Model
Multifaktor. Model Multifaktor yang
RETIHSG (
50
Jurnal Madani Edisi I/Mei 2007
IHSGt IHSGt 1
)
IHSGt 1
2) Return LQ45 (RetIHSG ).
RET
LQ 45

Pengujian Otokorelasi
Otokorelasi adalah terjadinya
korelasi antara galat-galat dari periode waktu pengamatan yang
berbeda. Otokorelasi terjadi dalam
studi deret waktu. Jika galat-galat
yang berkaitan dalam periode waktu
tertentu terbawa ke dalam periodeperiode yang akan datang.
Pengujian ada tidaknya otokorelasi dilakukan dengan program
Eviews 3.1, dengan menggunakan
Breusch-Godfrey Serial Correlation
LM Test (Pindyck dan Rubinfeld,
1998). Dilihat apakah probabilitas
pada Obs*R-squared, jika lebih kecil
dari 5 persen, maka ada otokorelasi,
sedangkan jika lebih besar dari 5
persen berarti tidak ada otokorelasi.
Kalau ada otokorelasi, penanganannya dilakukan dengan autoregressif
(AR).
LQ 45 t LQ 45 t 1
LQ 45 t 1
3) Perubahan Nilai Kurs Rupiah
Terhadap USD Dolar (Per-USD)
PERUSD (
Rp / USD t Rp / USD t 1
)
Rp / USD t 1
4) Perubahan CPI (PerCPI).
INFLASI
(
CPI
CPI
CPI t 1
t
t 1
)
5) Deposito
Analisa Data
Pengujian Asumsi Klasik
Setelah pendugaan persamaan
regresi didapat, maka diuji ada
tidaknya pelanggaran terhadap asumsi klasik yaitu: Multikolinearitas dan
Otokorelasi.
Uji Stationarity
Menurut Gujarati (2003) data
runtut waktu (time series) yang menggunakan variabel ekonomi makro,
terdapat kecenderungan tidak stationer. Jika data tidak stationer, kemudian dijalankan dengan OLS maka
hasilnya akan spurious regression.
Selain itu, proses yang bersifat
random atau stokastik merupakan
kumpulan dari variabel random dari
proses stokastik. Suatu data hasil dari
proses random dikatakan stationer,
jika memenuhi 3 kriteria sebagai
berikut:
 Rata -rata konstans sepanjang
waktu
 Variance konstans sepanjang
waktu
 Kovarian antara dua data pada
runtun waktu yang berbeda,
Pengujian Multikolinearitas
Multikolinearitas menunjukkan
adanya hubungan linear di antara
variabel-variabel bebas dalam model
regresi. Bila variabel-variabel bebas
berkorelasi
dengan
sempurna,
disebut dengan “multikolinearitas
sempurna” (Gunawan, 1994).
Untuk mendeteksi adanya multikolinearitas, dilihat dari nilai VIF
(Variance Inflation Factor) dan
Condition Index (CI). Jika nilai VIF
lebih dari 10 dan CI lebih besar dari
30, artinya terjadi multikolinearitas.
(Gujarati, 1995, 2003). Pengujian
multikolineartitas dilakukan dengan
program SPSS versi 15.
51
Jurnal Madani Edisi I/Mei 2007
hanya bergantung dari kelambanan dua periode tersebut.
Secara statistik, dapat ditulis
sebagai berikut:
panjang akan mengurangi kemampuan untuk menolak hipotesis
nol, karena semakin panjang lag
maka nilai dari derajat bebasnya akan
menurun.
Sebaliknya jika lag terlalu
pendek, akan menyebabkan tidak
mampu model tersebut mengungkapkan the actual error process,
akibatnya standard error tidak dapat
diestimasi dengan tepat. Untuk keperluan kemudahan serta penyederhanaan dalam penentuan panjang
lag, maka dalam penelitian ini, sebagaimana kebanyakan peneliti lain,
maka ditentukan panjang dari lag
adalah 3, sebagaimana disarankan
oleh Dickey, Jansen and Thornton
(1994).
E(Yt) = μVar(Yt ) = E(Yt – μ)2 = σ2
γk = E[(Yt – μ)(Yt+k – μ)]
Suatu data runtun waktu dikatakan stationer, jika rata-rata, varian
dan kovarian pada setiap lag adalah
sama pada setiap waktu. Jika data
runtun waktu tidak memenuhi kriteria
diatas, maka dikatakan tidak stationer. Dengan kata lain, data runtut
waktu dikatakan tidak stationer jika
rata-rata maupun variannya tidak
konstan atau berubah-ubah sepanjang waktu (time-varying mean and
variance).
Untuk mengetahui apakah data
yang dimiliki adalah stationer atau
tidak, maka dilakukan pengujian,
sedangkan alat yang dipakai adalah
ADF Test dan PP test.
Pengujian ADF mengoreksi high
order correlation dengan menambahkan lagged difference pada sisi
sebelah kanan, sedangkan pengujian
PP membuat koreksi terhadap tstatistik terhadap koefisien y dari
AR(1) untuk menghitung serial
correlation dalam residual. Statistik
distribusi residual tidak mengikuti
distribusi normal, namun mengikuti
distribusi Mackinnon. Sedangkan
prosedur pengujian unit root yang
penulis lakukan, mengikuti apa yang
disarankan oleh Ender (1995).
Masalah yang ditemui penggunaan uji ADF maupun PP adalah
penentuan panjang lag yang akan
dimasukkan ke dalam model. Panjang
lag dapat tidak terhingga, dan
akibatnya panjang lag menjadi jebakan (pitfall). Jika panjang lag terlalu
Hasil dan Pembahasan
Statistik
Deskriptif
Variabel
Penelitian
Sebagaimana telah dijelaskan
pada bab sebelumnya, pengamatan
dimulai bulan Januari 1998 sampai
dengan Desember 2006 atau 108
bulan, sedangkan variabel dependent adalah Return IHSG (RETIHSG),
return LQ45 (RETLQ45), Suku bunga
deposito (BUNGA), INFLASI dan
Perubahan nilai tukar USD terhadap
Rupiah (PERUSD). Hasilnya dapat
dilihat pada Tabel 4.1.
Tabel 4.1. Statistik Deskriptik Variabel
Penelitian Periode Januari 1998 sampai
dengan Desember 2006
52
Jurnal Madani Edisi I/Mei 2007
Mean
Median
Maximum
Minimum
Std. Dev.
RETIHSG RETLQ45 BUNGA INFLASI PERUSD
0.0163
0.0066
0.0161 -0.0029
0.0125
0.0181
0.0227
0.0126
0.0058
-0.0002
0.2843
0.3332
0.0515
0.2673
1.2312
-0.2891
-0.3985
0.0086 -1.6074
-0.2944
0.0903
0.1101
0.0101
0.1594
0.1448
Grafik Pergerakan Variabel Penelitian, Januari
1998 - Desember 2006
1.5000
1.0000
0.5000
-0.5000
Ju
l-0
5
Ja
n06
Ju
l-0
6
Ju
l-0
4
Ja
n05
Ju
l-9
9
Ja
n00
Ju
l-0
0
Ja
n01
Ju
l-0
1
Ja
n02
Ju
l-0
2
Ja
n03
Ju
l-0
3
Ja
n04
RetLQ45
Ju
l98
Ja
n99
Ja
n
-9
8
Return
RetIHSG
0.0000
Bunga
INFLASI
PerUSD
-1.0000
-1.5000
-2.0000
Bulan
rendah jika dibandingkan return
LQ45, yaitu 0.0903 sedangkan risiko
LQ45 0.1101. Hal ini menunjukkan
bahwa pendapat yang mengatakan
bahwa high risk high return tidak
mampu dibuktikan dalam penelitian
ini. Return tertinggi IHSG sebesar
0.2843 atau 28.43 persen dicapai
pada bulan November 1998 dan
terendah bulan Agustus 1999 saat
hebat-hebatnya krisis moneter melanda Indonesia. Sedangkan Return
LQ45 tertinggi 0.3332 terjadi pada
Agustus 1998 dan terendah -0.3985
bulan November 1998.
Diantara
variabel
bebas,
variabel
suku bunga rata-ratanya
Grafik 4.1. Grafik Pergerakan Variabel
Penelitian. Periode januari 1998 –
Desember 2006
Dari Tabel 4.1 dan Grafik 4.1
terlihat bahwa return portofolio IHSG
jauh lebih tinggi jika dibandingkan
dengan return LQ45, hal ini terlihat
bahwa dari rata-rata selama bulan
Januari
1998
sampai
dengan
Desember 2006, return IHSG sebesar
0.0163 atau 1.63 persen per bulan
jauh lebih tinggi jika dibandingkan
dengan return LQ45 yaitu 0.0066
atau 0,66 persen per bulan.
Sedangkan risiko return IHSG lebih
53
Jurnal Madani Edisi I/Mei 2007
tertinggi yaitu 0.0161 atau 1.61
persen per bulan, rata-rata perubahan nilai tukar USD terhadap rupiah
0.0125 atau 1.25 persen per bulan
dan inflasi -0.0029 atau -0.29 persen
perbulan. Namun demikian, terlihat
bahwa volatilitas inflasi yang dinyatakan sebagai standard deviasi, ternyata tertinggi jika dibandingkan
dengan variabel-variabel lain, kemudian disusul dengan perubahan nilai
Tukar USD terhadap rupiah. Tingginya nilai volatilitas menunjukkan
bahwa variabel inflasi dan Perubahan
USD terhadap Rupiah merupakan
variabel-variabel yang patut diperhatikan dalam melakukan investasi,
karena akan membuat nilai aset akan
bergerak menjadi tidak menentu,
susah untuk diprediksi.
1
RETIHSG
-5.5827
***
2
RETLQ45
-9.8469
***
3
BUNGA
-2.5099
4
INFLASI
-5.0519
***
5
PERUSD
-6.1227
***
No
Keterangan
1% Critical Value*
-3.494
5% Critical Value
-2.8892
10% Critical Value
-2.5813
Hasil pengujian akar unit dengan ADF Test menunjukkan bahwa
ADF Test variabel return IHSG sama
dengan -5.5827, nilai ini lebih rendah
dari nilai kritik uji ADF Test yaitu 2.8892, karena itu dapat disimpulkan
bahwa variabel return IHSG stationer.
ADF Test variabel return LQ45
sama dengan -9.8469, nilai ini lebih
kecil dari nilai kritik uji ADF Test yaitu
-2.8892, karena itu dapat disimpulkan
bahwa variabel return LQ45 stationer.
ADF Test variabel BUNGA sama
dengan -2.5099, nilai ini lebih tinggi
dari nilai kritik uji ADF Test yaitu 2.8892, karena itu dapat disimpulkan
bahwa
variabel
BUNGA
tidak
stationer. ADF Test variabel BUNGA
sama dengan -2.5099, nilai ini lebih
tinggi dari nilai kritik uji ADF Test yaitu
-2.8892, karena itu dapat disimpulkan
bahwa
variabel
BUNGA
tidak
stationer. ADF Test variabel INFLASI
sama dengan -5.0519, nilai ini lebih
kecil dari nilai kritik uji ADF Test yaitu
-2.8892, karena itu dapat disimpulkan
bahwa variabel INFLASI stationer.
ADF Test variabel PERUSD sama
dengan -6.1227, nilai ini lebih kecil
dari nilai kritik uji ADF Test yaitu 2.8892, karena itu dapat disimpulkan
bahwa variabel PERUSD stationer.
Uji Stationer Data
Menurut Gujarati (2003) data
runtut waktu (time series) yang
menggunakan variabel ekonomi makro, terdapat kecenderungan tidak
stationer. Jika data tidak stationer,
kemudian dijalankan dengan OLS
maka
hasilnya
akan
spurious
regression. Sedangkan data yang
stationer memberikan arti bahwa data
tersebut mempunyai rata-rata dan
varians yang tetap sepanjang waktu.
Pengujian ada tidaknya masalah
stationer data dilakukan dengan ADF
Test dan PP Pest.
Tabel 4.2 dam Tabel 4.3
menunjukkan hasil pengujian akar
unit (unit root) dengan menggunakan
ADF Test dan PP Test.
Tabel 4.2. Hasil Pengujian
Stationer Variabel Penelitian dengan
ADF Test
54
Jurnal Madani Edisi I/Mei 2007
Nama Variabel
ADF
Test
Statistic
variabel BUNGA kemudian ditransformasikan ke dalam bentuk first
difference, hasilnya dari ADF Test
variabel BUNGA dalam bentuk first
difference adalah -5.14128 dan PP
Test -5.14128, nilai ini jauh lebih kecil
jika dibandingkan dengan critical
value ADF Test maupun PP test,
dengan demikian variabel BUNGA
telah stationer setelah ditransformasikan dalam bentuk first difference.
Tabel 4.3. Hasil Pengujian
Stationer Variabel Penelitian dengan PP
Test
No
Nama
Variabel
PP Test
Statistic
Keterangan
1
RETIHSG
-9.1066
***
2
RETLQ45
-5.7553
***
3
BUNGA
-1.6365
4
INFLASI
-10.4370
***
5
PERUSD
-19.0928
***
1% Critical Value*
-3.4922
5% Critical Value
-2.8884
10% Critical Value
-2.5809
Pengujian Multikolinearitas
Multikolinearitas menunjukkan
adanya hubungan linear di antara
variabel-variabel bebas dalam model
regresi, sedangkan variabel bebas
yang dipergunakan adalah INFLASI,
PERUSD dan d(BUNGA) 1. Tabel 4.4
dan Tabel 4.5 menunjukkan hasil
perhitungan korelasi diantara variabel
bebas dengan menggunakan Korelasi
Pearson dan Korelasi Rank Sperman.
Hasil pengujian menggunakan
PP Test variabel; RETIHSG PP
Testnya -9.1066, nilai ini lebih kecil
jika dibandingkan dengan 5 persen
critical value dari PP Test sebesar 2.8884, karena itu, variabel RETIHSG
stationer. PP Test variabel RETLQ45
sama dengan -5.7553, nilai ini lebih
kecil jika dibandingkan dengan 5
persen critical value dari PP Test,
karena
itu,
variabel
RETLQ45
stationer.
PP Test variabel BUNGA 1.6365, nilai ini lebih besar jika
dibandingkan dengan 5 persen critical
value dari PP Test, karena itu,
variabel BUNGA tidak stationer. PP
Test variabel INFLASI sebesar 10.4370, nilai ini lebih kecil jika
dibandingkan dengan 5 persen critical
value dari PP Test, karena itu,
variabel INFLASI stationer. PP Test
variabel PERUSD -10.4370, nilai ini
lebih kecil jika dibandingkan dengan 5
persen critical value dari PP Test,
karena
itu,
variabel
PERUSD
stationer.
Untuk
mengatasi
ketidak
stationer variabel BUNGA maka
1
d(BUNGA) adalah variabel BUNGA yang
telah ditransformasi dengan first difference, hal
tersebut karena variabel bunga merupakan
satu-satunya variabel yang tidak stationer.
55
Jurnal Madani Edisi I/Mei 2007
Tabel 4.4. Pearson Correlation
diantara Variabel Bebas
INFL
ASI
INFLASI
Pearso
n
Correl
ation
Sig. (2tailed)
N
PERUSD
DBUNGA
Pearso
n
Correl
ation
Sig. (2tailed)
N
Pearso
n
Correl
ation
Sig. (2tailed)
N
PER
USD
** Correlation is significant at the 0.01 level (2tailed).
DBU
NGA
.192(
*)
.003
.047
.979
108
108
107
.192(*
)
1
-.106
1
.047
Untuk mendeteksi multikolinearitas, penulis menggunakan acuan dari
Gujarati (1995, 2003). Menurut Gujarati, jika koefisien korelasi lebih dari
0.8 pantas dicurigai mengandung
multikolinearitas. Hasil analisis dengan Pearson Correlation maupun
Spearman’s Correlation menunjukkan
bahwa tidak satupun variabel yang
korelasinya diatas 0.8. Dari Tabel 4.4
korelasi Pearson antara variabel
INFLASI dengan variabel dBUNGA
0.003, sedangkan dengan Korelasi
Rank Spearman -0.009, dan tidak
signifikan pada level 1 persen.
Sedangkan korelasi Pearson variabel
INFLASI dengan variabel PERUSD
0.192 dan 0.497 dengan korelasi
Rank Spearman dan signifikan pada
taraf 1 persen. Sedangkan korelasi
Pearson antara PERUSD dengan
variabel dBUNGA -0.106 dan dengan
korelasi Rank Spearman -0.189 dan
tidak signifikan.
Namun untuk mempertegas hal
tersebut, Gujarati menganjurkan untuk melihat besar VIF (Variance
Inflation Factor) dan CI (Condition
Index). Jika nilai VIF lebih dari 10 dan
CI lebih besar dari 30, artinya terjadi
multikolinearitas.
Tabel 4.6 menunjukkan hasil
pengujian multikolinearitas dengan
menggunakan VIF dan CI.
.279
108
108
107
.003
-.106
1
.979
.279
107
107
108
* Correlation is significant at the 0.05 level (2tailed).
Tabel 4.5. Spearman’s
Correlation diantara Variabel Bebas
Spear
man's
rho
INFL
ASI
PERU
SD
DBU
NGA
Correlati
on
Coefficie
nt
Sig. (2 tailed)
N
Correlati
on
Coefficie
nt
Sig. (2 tailed)
N
Correlati
on
Coefficie
nt
Sig. (2 tailed)
N
INFLA
SI
PER
USD
DBUN
GA
1.000
.497(
**)
-.009
.
.000
.926
108
108
107
.497(**
)
1.00
0
-.189
.000
.
.051
108
108
107
-.009
-.189
1.000
.926
.051
.
107
107
108
56
Jurnal Madani Edisi I/Mei 2007
Tabel 4.6. Hasil Pengujian VIF dan CI
Variabel INFLASI, PERUSD dan
DBUNGA
Berdasarkan model diatas, hasilnya yaitu:
Tabel 4.6. Hasil ANOVA Model I
No
Variabel Bebas
VIF
Condition
Index
1
INFLASI
1.0104
1.0437
2
PERUSD
1.0218
1.0963
3
DBUNGA
1.0115
1.1593
ANOVA(b)
Mo
del
1
Tabel 4.6 menunjukkan bahwa
VIF variabel INFLASI 1.0104, variabel
PERUSD
1.0218 dan variabel
DBUNGA 1.0115, nilai ketiga lebih
kecil dari 10. Sedangkan nilai CI dari
variabel INFLASI 1.0437, variabel
PERUSD
1.0963 dan variabel
DBUNGA 1.1593 lebih kecil dari 30.
Karena itu, dapat dinyatakan bahwa
ketiga variabel bebas yang dipakai
dalam penelitian ini tidak terhadap
masalah multikolinearitas.
Sum of
Squares
Regr
essio
n
Resid
ual
Total
df
Mean
Squar
e
.104
3
.035
.731
103
.007
.835
106
F
Sig.
4.8
82
.003(a)
a Predictors: (Constant), DBUNGA, INFLASI,
PERUSD
b Dependent Variable: RETIHSG
Dalam analisis regresi, langkah
pertama adalah menguji hipotesis:
H 0 : 1 = 2 = 3
H 1 : 1 # 2 # 3
Analisis Regresi
Analisis yang penulis lakukan
berdasarkan model yang penulis
kembangkan pada bab III, yaitu
model I dan model II.
Untuk menguji apakah Ho diterima atau tidak, dilihat apakah F
statistik lebih besar dari F tabel
dengan taraf nyata (level of
significance) sebesar 5 persen dan
degree of freedom (k, n – k -1),
dimana k banyaknya variabel bebas
dan n banyaknya pengamatan. Besar
n sama dengan 107, k = 3 maka
degree of freedomnya (3,103). Jika F
statistik lebih besar, artinya signifikan
dan tolak H o. Jika tolak H 0 berarti
Model I dapat dijelaskan oleh data
yang berhasil dikumpulkan oleh
penulis, demikian pula sebaliknya jika
terima Ho .
Dari Tabel 4.6 terlihat bahwa F
statistik sebesar 4.882, sedangkan F
(3,103) sama dengan 2.692841136,.
Karena F statistic lebih besar dengan
F tabel maka diputuskan untuk menolak H o. Cara lain untuk mengetahui
Regresi Model I
Model I adalah sebagai berikut:
RetIHSG = 0 + 1Inflasi + 2PerUSD +
3 Bunga
Berdasarkan pengujian stationer
yang dilakukan sebelumnya ternyata
di antara variabel-variabel pada
model diatas, variabel BUNGA tidak
stationer, untuk mengatasi ketidak
stationer-nya dilakukan transformasi
dengan first difference, maka model I
menjadi:
RETIHSG = 0 + 1INFLASI + 2perusd
+ 3 d(BUNGA)
57
Jurnal Madani Edisi I/Mei 2007
apakah Ho diterima atau tidak, dilihat
dari signifikansi F. Jika signifikansi
dari F lebih kecil dari level of
significance (dalam hal ini ditetapkan
sebesar 5 persen), maka tolak H 0,
demikian pula sebaliknya. Dari Tabel
4.6 signifikansi dari F sebesar 0.000,
jauh lebih kecil dari 5 persen (0.05),
dengan demikian diputuskan untuk
tolak Ho .
Karena tolak Ho maka model I
yang penulis ajukan dalam penelitian
ini, dapat diterima dan dijelaskan oleh
data yang dikumpulkan.
gunakan Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test (Pindyck dan
Rubinfeld, 1998).
Hasil pengujian otokorelasi dapat dilihat pada Tabel 4.8
Tabel 4.8 Breusch-Godfrey Serial
Correlation LM Test Model I
Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test:
Tabel 4.7. Hasil Analisis Regresi Model I
Dependent Variable: RETIHSG
Method: Least Squares
Date: 10/28/07 Time: 19:23
Sample(adjusted): 1998:02 2006:12
Included observations: 107 after adjusting endpoints
Variable
Coefficie Std. Error t-Statistic
Prob.
nt
D(BUNGA)
- 3.598845
0.0012
11.99457
3.332894
INFLASI
- 0.052090
0.4294
0.041327
0.793365
PERUSD
- 0.098644
0.0555
0.191086
1.937137
C
0.013474 0.008157 1.651948
0.1016
R-squared
0.124500
Mean dependent 0.014460
var
Adjusted R0.099000
S.D. dependent
0.088771
squared
var
S.E. of
0.084262
Akaike info
regression
criterion
2.073098
Sum squared 0.731314
Schwarz criterion
resid
1.973179
Log likelihood 114.9107
F-statistic
4.882350
Durbin1.931058
Prob(F-statistic)
0.003250
Watson stat
Setelah Model I dinyatakan signifikan, maka langkah selanjutnya
adalah menganalisis persamaan regresi. Namun sebelum dianalisis lebih
lanjut maka dilihat apakah persamaan
tersebut mengandung masalah otokorelasi. Untuk menguji ada tidaknya
masalah otokorelasi, penulis meng58
Jurnal Madani Edisi I/Mei 2007
F-statistic
0.969
Probability
0.383
Obs*R-squared
2.014
Probability
0.365
Tabel 4.8 terlihat bahwa probability dari Obs*R-squared sama
dengan 0.365, jauh lebih besar jika
dibandingkan level of signifiance yang
ditetapkan sebelumnya yaitu 5 persen, dengan demikian persamaan
regresi diatas tidak mengandung
masalah otokorelasi.
Untuk melihat seberapa baik
persamaan regresi, menurut Nachrowi dan Usman (2006) dilihat dari
2
Koefisien Determinasi (R ). Koefisien
Determinasi merupakan suatu uji
goodness of fit, yaitu melihat seberapa dekat garis yang terestimasi dengan data sesungguhnya. Bila Koefisien Determinasi sama dengan nol
2
(R = 0), artinya variasi dari variabel
tidak bebas tidak dapat diterangkan
oleh variabel bebas sama sekali.
2
Sementara bila R = 1, artinya variasi
variabel tak bebas secara keseluruhan dapat diterangkan oleh variabel
bebasnya.
Nilai R2 dari Tabel 4.7 sama
dengan 0.1245, artinya variabel-variabel bebas yang dipergunakan
dalam penelitian ini yaitu INFLASI,
PERUSD dan dBUNGA mampu menjelaskan sebesar 12,45 persen variasi
Return IHSG, sedangkan sisanya
sebanyak 87,55 persen dipengaruhi
oleh variabel lain yang tidak dimasukkan ke dalam model.
Persamaan regresi secara lengkap dapat dilihat pada Tabel 4.7, arti
dari persamaan di atas adalah: jika
variabel d(BUNGA), INFLASI dan
PERUSD sama dengan nol, maka
RETIHG
sama
dengan
0.01347421188. Koefisien regresi
dari variabel d(BUNGA) sama dengan
-11.99456797, artinya untuk setiap
kenaikan variabel d(BUNGA) sebesar
1 satuan, maka RETIHSG akan turun
sebesar -11.99456797. Koefisien regresi dari variabel INFLASI sama
dengan -0.04132668662, artinya untuk setiap kenaikan variabel INFLASI
sebesar 1 satuan, maka RETIHSG
akan turun sebesar -0.04132668662.
Koefisien
regresi
dari
variabel
PERUSD
sama
dengan
0.1910860788, artinya untuk setiap
kenaikan variabel INFLASI sebesar 1
satuan, maka RETIHSG akan turun
sebesar -0.1910860788.
Hasil pengujian secara partial
menunjukkan
bahwa
variabel
d(BUNGA) berpengaruh secara negatif dan signifikan terhadap RETIHSG.
Sedangkan variabel INFLASI dan
PERUSD tidak berpengaruh secara
signifikan terhadap RETIHSG.
stationer-nya dilakukan transformasi
dengan first difference, maka model I
menjadi:
RETLQ45 = 0 + 1INFLASI +
2 PERUSD + 3 d(BUNGA)
Berdasarkan model diatas, hasilnya yaitu:
Tabel 4.10. Hasil ANOVA Model II
ANOVA(b)
Mo
del
1
Sum of
Squares
Regress
ion
Residua
l
Total
df
Mean
Squar
e
.097
3
.032
1.076
103
.010
1.173
106
F
3.0
96
a Predictors: (Constant), DBUNGA, INFLASI,
PERUSD
b Dependent Variable: RETLQ45
Dalam analisis regresi, langkah
pertama adalah menguji hipotesis:
H 0 : 1 = 2 = 3
H 1 : 1 # 2 # 3
Untuk menguji apakah Ho diterima atau tidak, dilihat apakah F statistik lebih besar dari F tabel dengan
taraf nyata (level of significance)
sebesar 5 persen dan degree of
freedom (k, n – k -1), dimana k
banyaknya variabel bebas dan n
banyaknya pengamatan. Besar n
sama dengan 107, k = 3 maka degree
of freedom-nya (3,103). Jika tolak H0
berarti Model II dapat dijelaskan oleh
data yang berhasil dikumpulkan oleh
penulis, demikian pula sebaliknya jika
terima Ho .
Regresi Model II
Model II adalah sebagai berikut:
RetLQ45 = 0 + 1INFLASI +
2 PERUSD + 3 BUNGA
Berdasarkan pengujian stationer
yang dilakukan sebelumnya ternyata
di antara variabel-variabel pada
model di atas, variabel BUNGA tidak
stationer, untuk mengatasi ketidak
59
Jurnal Madani Edisi I/Mei 2007
Sig.
.030(a)
Dari Tabel 4.10 terlihat bahwa F
statistik sebesar 3.096, sedangkan F
(3,103) sama dengan 2.692841136.
Karena F statistik lebih besar dengan
F tabel maka diputuskan untuk menolak Ho . Cara lain untuk mengetahui
apakah Ho diterima atau tidak, dilihat
dari signifikansi F. Jika signifikansi
dari F lebih kecil dari level of significance (dalam hal ini ditetapkan sebesar 5 persen), maka tolak H0 , demikian pula sebaliknya. Dari Tabel 4.6
signifikansi dari F sebesar 0.030, lebih kecil dari 5 persen (0.05), dengan
demikian diputuskan untuk tolak Ho.
Karena tolak Ho maka model II
yang penulis ajukan dalam penelitian
ini, dapat diterima dan dijelaskan oleh
data yang dikumpulkan.
Setelah Model II dinyatakan signifikan, maka langkah selanjutnya
adalah menganalisis persamaan regresi. Namun sebelum dianalisis lebih
lanjut maka dilihat apakah persamaan
tersebut mengandung masalah otokorelasi.
Hasil pengujian otokorelasi dapat dilihat pada Tabel 4.8
Tabel 4.12 Breusch-Godfrey Serial
Correlation LM Test Model II
Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test:
F-statistic
1.108248 Probability
0.334118
Obs*R-squared
2.297744 Probability
0.316994
Tabel 4.12 terlihat bahwa probability dari Obs*R-squared sama
dengan 0.316994, jauh lebih besar
jika dibandingkan level of significance
yang ditetapkan sebelumnya yaitu 5
persen, dengan demikian persamaan
regresi di atas tidak mengandung
masalah otokorelasi.
Nilai R2 dari Tabel 4.11 sama
dengan 0.082711, darinya variabelvariabel bebas yang dipergunakan
dalam penelitian ini yaitu INFLASI,
PERUSD dan dBUNGA hanya
mampu menjelaskan sebesar 8.2711
persen variasi Return IHSG, sedangkan sisanya sebanyak 91.73 persen
dipengaruhi oleh variabel lain yang
tidak dimasukkan ke dalam model.
Persamaan regresi secara lengkap dapat dilihat pada Tabel 4.11, arti
dari persamaan di atas adalah: jika
variabel d(BUNGA), INFLASI dan
PERUSD sama dengan nol, maka
RETIHG
sama
dengan
0.01037339477. Koefisien regresi
dari variabel d(BUNGA) sama dengan
11.93668811, artinya untuk setiap kenaikan variabel d(BUNGA) sebesar 1
satuan, maka RETIHSG akan naik
sebesar 11.93668811. Koefisien reg-
Tabel 4.11. Hasil Analisis Regresi Model
II
Dependent Variable: RETLQ45
Method: Least Squares
Date: 10/28/07 Time: 21:16
Sample(adjusted): 1998:02 2006:12
Included observations: 107 after adjusting endpoints
Variable
Coeffic Std. Error t-Statistic
Prob.
ient
D(BUNGA) 11.936 4.365047 2.734607
0.0074
69
INFLASI
- 0.063181 -0.971343
0.3337
0.0613
70
PERUSD 0.1604 0.119645 1.341370
0.1828
88
C
0.0103 0.009893 1.048547
0.2968
73
R-squared
0.0827
Mean dependent
0.009921
11 var
Adjusted R - 0.0559
S.D. dependent var
0.105189
squared
94
S.E. of
0.1022
Akaike info criterion -1.687066
regression
02
Sum squared 1.0758
Schwarz criterion
-1.587147
resid
59
Log
94.258
F -statistic
3.095806
likelihood
01
Durbin1.9271
Prob(F-statistic)
0.030168
Watson stat
97
60
Jurnal Madani Edisi I/Mei 2007
resi dari variabel INFLASI sama
dengan -0.06136998466, artinya untuk setiap kenaikan variabel INFLASI
sebesar 1 satuan, maka RETIHSG
akan turun sebesar -0.06136998466.
Koefisien
regresi
dari
variabel
PERUSD
sama
dengan
+
0.1604881515, artinya untuk setiap
kenaikan variabel PERUSD sebesar 1
satuan, maka RETIHSG akan naik
sebesar + 0.1604881515.
Hasil pengujian secara partial,
menunjukkan
bahwa
variabel
d(BUNGA) tidak berpengaruh secara
negatif dan signifikan terhadap
RETIHSG.
Sedangkan
variabel
INFLASI dan PERUSD tidak berpengaruh secara signifikan terhadap
RETIHSG.
3. Penelitian ini mampu membukti kan hipotesis yang penulis ajukan,
karena terbukti baik Model I maupun Model II secara statistik signifikan.
4. Pada model I, semua variabel menunjukkan arah yang dihipotesiskan yaitu negatif dan hanya variabel INFLASI yang tidak signifikan.
Di antara variabel yang signifikan
yaitu d(BUNGA) dan PERUSD,
ternyata variabel d(BUNGA) merupakan variabel yang memiliki
kontribusi
terbesar
terhadap
Return IHSG.
5. Model II ternyata hanya variabel
d(BUNGA) saja yang signifikan
demikian pula arahnya negatif.
6. Mengingat
bahwa
variabel
BUNGA merupakan variabel yang
paling berpengaruh baik pada Model I maupun Model II, maka variabel tersebut perlu mendapat
perhatian yang serius dalam menentukan investasi khususnya di
pasar modal.
Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan yang
telah dilakukan pada bab sebelumnya, maka dapat ditarik kesimpulan
sebagai berikut:
1. Hasil penelitian ini menunjukkan
bahwa high risk and high return
tidak dapat ditunjukkan dalam
penelitian ini. Karena rata-rata
return bulanan IHSG dari Januari
1998 sampai dengan 2006 sama
dengan 1.63 persen dengan
standard deviasi 0.0903, dan
LQ45 0,66 persen per bulan
dengan risiko lebih tinggi yaitu
0.1101.
2. Pengujian akar unit (unit root)
dengan ADF Test maupun PP
Test terhadap variabel penelitian
hasilnya konsisten dan menunjukkan bahwa hanya variabel
BUNGA yang tidak stationer,
maka variabel BUNGA ditransformasikan ke dalam bentuk first
difference.
Keterbatasan Studi
Penulis menyadari bahwa penelitian yang dilakukan bukanlah
suatu hal yang sempurna, beberapa
keterbatasan studi diantaranya yaitu:
1. Penelitian ini menggunakan data
harga penutupan (close price) setiap awal bulan dari IHSG dan
LQ45, sehingga tidak mencerminkan dinamika pergerakan return
IHSG dan LQ45 di antara tanggal
sesudahnya, sehingga return
yang diperoleh merupakan return
jika buy and hold setiap awal
bulan.
2. Penentuan variabel BUNGA dengan menggunakan proxy suku
bunga deposito bank komersil dan
61
Jurnal Madani Edisi I/Mei 2007
variabel INFLASI dengan perubahan CPI hanya berdasarkan
literatur dari penelitian terdahulu,
tanpa menguji lebih jauh signifikansi variabel-variabel tersebut.
Portfolio and Capital budgets”.
Reviews of Economis and
Statistics (Feb, 1965).
Treynor, J.L. “Toward a Theory of
Market
Value
Risky
Assets,”.Arthur
D.
Little,
Cambridge, MA, 1961.
Mossin, Jan, “Equilibrium in Capital
Asset Market”. Econometrica
(October 1966).
Black, F. “Capital Market Equilibrium
with
Restricted
Borrowing”,
Journal of Business (Juli 1972).
Markowitz, H.M “Portfolio Selection”.
The Journal of Finance. Vol VII.
No. 1. March 1952.
Markowitz, H.M. “Portfolio Selection.
Efficient
Diversification
on
Invesments”.
A.
Cowles
Foundation Monograph. 1959.
Hanafi, Purwanto dan Abdul Halim,
1995. “Cross Section Return
Saham di BEJ”. Usahawan. No.
5. Thn XXIV, Mei 1995.
Husnan, Suad. ”Dasar-dasar Teori
Portofolio
dan
Analisis
Sekuritas”.
UPP-AMP,
Yogyakarta, 1996.
Widodo, Purwanto. 2003. Beberapa
model untuk menduga saham
individual yang listing di BEJ
Periode Januari 1998 sampai
dengan Desember 2002 dan
Pengujian Akurasinya dengan
RMSE. Tesis pada PPS FEUI
Widodo,
Purwanto.
2007.
”Perkembangan
Teori
Pendugaan Return Saham”.
FISIP, UNISMA.
Atmaja, Lukas Setia. “Manajemen
Keuangan”.
Andi
Offset.
Yogyakarta. 1999.
Sartono,
Agus.
“Manajemen
Keuangan, Teori dan Aplikasi”.
BPFE. Yogyakarta. 1997.
Fabozzi,
“Manajemen
Investasi”,
Saran untuk Penelitian Selanjutnya
Berdasarkan kesimpulan dan
keterbatasan dalam penelitian ini,
maka untuk penelitian selanjutnya,
penulis menyarankan hal sebagai
berikut:
1. Walaupun Model I dan Model II
signifikan dalam penelitian ini, namun Koefisien Determinasinya
rendah, karena itu, untuk penelitian selanjutnya perlu dimasukkan variabel lain, misalnya harga
emas, harga minyak, SBI dan
lainnya.
2. Perlu dipertimbangkan juga mengenai time horizon penelitian
yang lebih smooth. Karena pergerakan variabel return IHSG dan
LQ45 dan variabel makro saat
krisis moneter sampai dengan
tahun 1999 masih sangat volatile,
hal ini mengakibatkan signifikansi
variabel tersebut menjadi rendah.
3. Perlu
dipertimbangkan
untuk
menggunakan data mingguan,
semakin pendek interval waktu
tentu saja diharapkan semakin
mampu data tersebut merekam
pergerakan dari variabel tersebut.
Daftar Pustaka
Sharp, W. F. 1964. “Capital Asset
Pricing”, Journal of Finance,
September 1964.
Lintner, J. “The Valuation of Risk
Assets and The Selection of
Risky Invesment in Stock
62
Jurnal Madani Edisi I/Mei 2007
Salemba Empat, Jakarta. 1999.
Jilid 1 dan 2.
Ross Stephen A., Randolph W.
Westerfield, and Jeffrey F. Jaffe,
(1999), Corporate Finance, 5th
edition, McGraw-Hill Co.
Bodie, Kane and Marcus, (1999).
“Investments”. 5th edition. Irwin
USA
Sharp, W. F Alexander, G, dan Bailey
J.V.
1995.
“Invesment”.
Prentice Hall, Int’ Inc, 1995.
Campbell, J.Y. A.W. Lo dan Mc.
Kinlay.
1997.
“The
Econometrics
of
Financial
Merkets”. Princeton University
Press, New Jersey.
Chen, N.F. R. Roll dan S.A. Ross.
1986. “Economic Forces and
Stock Market”, Journal of
Busieness, Vol 59.
Poons, S. dan S.J. Taylor. 1991. “
Macroeconomic Factors and the
UK Stock Market”, Journal of
Business & Accounting Vol 18.
Kwons, C.S. dan F.K. Bacon. 1997.
“The Effect of Macroeconomic
variables on Stock Market
Returns in Developing Markets”.
Multinational Business Reviews.
Gangopadhay,
P.
1996.
“Macroeconomic Variables and
Seasonal Mean Reversion in
Stock Returns”, Journal of
Financial Research. Vol 19.
Ross Stephen A., Randolph W.
Westerfield, and Jeffrey F. Jaffe,
1999. “Corporate Finance”, 5th
edition, McGraw-Hill Co.
Nelson, C.R. 1976. “Inflation and
Rates of Return on Common
Stocks”, Journal of Finance, Vol
XXXI. No. 2. May 1976.
Sakhowi, Ahmad. 1999. Analisis
Pengaruh
Perubahan
Nilai
Tukar Rupiah, Inflasi dan
Tingkat Bunga Terhadap Return
Saham di Bursa Efek Jakarta.
Program Pascasarjana, Bidang
Ilmu Ekonomi, Program Studi
Ilmu Manajemen, Universitas
Indonesia.
Panjinegara,
Prakarsa.
2000.
“Analisis
Pengaruh
Perkembangan variabel Makro
Ekonomi
terhadap
Tingkat
Pengembalian Saham di BEJ
pada Periode Sebelum Krisis
Moneter dan Periode Krisis
Moneter di Indonesia,”. Tesis
pada Program Pascasarjana,
Fakultas Ekonomi, Universitas
Indonesia.
Suripno, 2001. “Analisis Dampak
Parameter
Ekonomi
Makro
terhadap Imbal Hasil Saham di
BEJ”. Tesis pada Program
Pascasarjana,
Fakultas
Ekonomi, Universitas Indonesia.
Abdul Majid, M.S. “Real Stock
Returns, Inflationary Trends and
Real Activity : Evidende from
Malaysia”.
Gadjah
Mada
International
Journal
of
Business. September 2002, Vol
4, No. 3. pp : 327-346
Sudjono.. ”Analisis Keseimbangan
dan Hubungan Simultan Antara
variabel
Ekonomi
Makro
Terhadap Inderks Harga Saham
di Bursa Efek jakarta dengan
Model VAR dan ECM”. Disertasi
pada Program Pascasarjana,
Fakultas Ekonomi, Universitas
Indonesia.
Poons, S. dan S.J. Taylor. 1991.
“Macroeconomic factors and the
Uk Stock Market”, Journal of
Business & Accounting 18, pp:
619-636.
Gudono, 1999. “Penilaian Pasar
Modal terhadap Fluktuasi Bisnis
63
Jurnal Madani Edisi I/Mei 2007
Real Estat”. Jurnla Kelola. No.
20/VIII/1999.
Gujarati, D.N. 1995. 3rd ed. “Basic
Econometric”. Mc. Graw Hill
Gujarati, D.N. 2003. 4rd ed. “Basic
Econometric”. Mc. Graw Hill
Pindyck, R.S. dan D.L. Rubinfeld.
1998. 4th ed. “Econometric
Models
and
Economic
Forecast”. Mc. Graw Hill
64
Jurnal Madani Edisi I/Mei 2007
Download