RUANG KAJIAN PENGARUH PERGERAKAN VARIABEL EKONOMI MAKRO TERHADAP RETURN IHSG DAN LQ45 Purwanto Widodo Abstract Anticipation of Risk represents very important problem investment in capital market. CAPM represent first model connected between risk by return investment, but model this own some feebleness, later; then all expert of introduction model other; dissimilar among model Multifactor. Model multifactor represent model using basal variable and also company macro economics. This research aims to see influence of macro variable to return IHSG and LQ45. Data collected represent data of monthly from January 1998 up to December 2006, while macro variable wearied by INFLATION, rate of interest (BUNGA) And Change of Exchange rate of USD to Rupiah (PERUSD). Because data utilized represent time series hence beforehand done an examination on Unit of Root conducted to see stationer data. Result of examination by ADF Test and PP Test to indicate that only the BUNGA variable which does not stationer, later; then ditransformation to first difference. Result of analysis Model I with dependent variable is Return IHSG and Model II with Return LQ45, indicating that statistically the model of significant at level 5 percent. Coefficient of Determination Model I is 0.124500, Model II equal to 0.082711. Sign of the Independent variable from model I as expected by that is negative and only the INFLATION variable which do not significance. Others, biggest variable of that contribution to return IHSG are BUNGA variable. Model II indicate that only the BUNGA variable which its significance sign and as according to expectation that is negative, while PERUSD and INFLATION variable do not significance and also its sign is positive. Kata Kunci: Ekonomi, Makro, Indeks Latar Belakang Masalah 2.205,- tahun 1995 Rp. 2.305,-, tahun 1996 Rp. 2.385,- dan tahun 1997 Rp. 5.700,-. Nilai bunga deposito satu bulan, tahun 1993 13.37 persen, tahun 1994 12.42 persen, tahun 1995 16,72 persen, tahun 1996 16,92 persen dan tahun 1997 23.01 persen. IHSG tahun 1993 sebesar 588.77; tahun 1994 469.64; tahun 1995 513.84; tahun 1996 637.43 dan tahun 1997 401.71 (Sumber: Bank Indonesia) Namun ketika nilai tukar rupiah terhadap dolar melonjak menjadi Rp. 14.900,- dan SBI 70.81 persen pada bulan Juni 1998, suku bunga Pasar Uang Antar Bank (PUAB) bulan Agustus 1998 81.01 persen per tahun, suku bunga deposito pada bulan Juni 1998 52.92 persen, IHSG menjadi 418.47. Dan banyak perusahaan yang bangkrut karena ekuitasnya negatif. Perkembangan terakhir menunjukkan ketika kebijakan penurunan BI Rate sebesar 50 bps menjadi 11,75 persen semakin menambah marak perdagangan pasar saham di Bursa Efek Jakarta. Setelah dua kali penurunan BI Rate pada Mei dan Juli 2006 masing-masing sebesar 25 bps, Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia pada tanggal 8 Agustus 2006 menetapkan penurunan kembali level BI rate sebesar 50 bps dari 12,25 persen menjadi 11,75 persen. Penurunan yang lebih besar dari sebelumnya dan sesuai dengan ekspektasi pasar disambut positif oleh pasar modal. Respon tersebut tecermin dari Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) yang terus bergerak naik. Harapan pelaku pasar terhadap dampak positif dari penurunan suku bunga dalam negeri terhadap perekonomian diperkirakan menjadi sa- Konsep CAPM dapat ditelusuri dari karya Sharpe (1964), Lintner (1965), Treynor (1961) dan Mossin (1966) dan diperluas oleh Fisher Black (1972). Sejak dipubilkasikan karya-karya tersebut, CAPM menjadi alat pokok dalam analisis keuangan, baik yang dilakukan oleh akademisi maupun praktisi, terutama dalam memahami hubungan antara risiko dengan return. Model tersebut merupakan perluasan dari model portofolio Markowitz (1952, 1959) yang menfokuskan pada analisis portofolio. Model Markowitz, membuka era baru dalam teori investasi yaitu era positif, setelah sebelumnya analisis portofolio lebih bersifat deskriptik (Hanafi dan Abdul Halim, 1995). Teori CAPM menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang linear antara expected return security (ratarata return sekuritas yang akan diterima dimasa yang akan datang) dengan risiko, yang dinyatakan dengan beta. Beta dalam pandangan CAPM adalah merupakan systematic risk yang pergerakannya dipengaruhi oleh portofolio pasar (Husnan, 1998). Namun kepercayaan para analis keuangan terhadap kehandalan CAPM mulai goyah ketika krisis ekonomi tahun 1998 melanda beberapa bagian dunia tak terkecuali di Indonesia. Data statistik menunjukkan dengan jelas, ketika parameter-parameter ekonomi makro seperti suku bunga, SBI, inflasi, nilai tukar dan sebagainya, tidak terlalu bergejolak, nilai IHSG (Indeks Harga Saham Gabungan), juga menunjukkan level yang aman-aman saja. Nilai tukar rupiah terhadap dolar tahun 1993 adalah Rp. 2.118,- tahun 1994 Rp. 43 Jurnal Madani Edisi I/Mei 2007 lah satu faktor utama penggerak perdagangan lantai bursa. Faktor internal lainnya adalah pengumuman angka pertumbuhan ekonomi domestik triwulan II-2006 oleh BPS yang cukup baik dan memberikan harapan pertumbuhan berkelanjutan hingga akhir tahun 2006. Selain itu, dari sisi eksternal, keputusan FOMC (Federal Open Market Commitee) tanggal 8 Agustus 2006 untuk menahan sementara kenaikan suku bunganya semakin menambah dorongan investor untuk terus melakukan aksi belinya. Praktis sejak semester kedua tahun 2006, berbagai indikator ekonomi terus mengalami kenaikan, dan tecermin dalam pergerakan indeks harga saham gabungan di Bursa Efek Jakarta. Sejak Juli 2006, IHSG terus mencatat rekor-rekor baru dan mencapai puncaknya pada 28 Desember 2006 (di hari penutupan) dengan angka 1.805 poin yang merupakan pertama dalam sejarah. Perkembangan IHSG itu telah mencatatkan BEJ secara perkembangan indeks patut dicatat sebagai yang terbaik dalam kurun lima tahun terakhir. Hal ini menunjukkan bahwa perkembangan ekonomi makro sangat berpengaruh terhadap perkembangan pasar modal. Model yang menggunakan variabel makro untuk menduga return saham-saham di pasar modal adalah Multifaktor. Menurut Widodo (2007), model multifaktor dapat memberikan informasi yang diperlukan untuk menghitung ekspektasi return, varian maupun kovarian dari setiap saham. Hasilnya, model faktor adalah alat yang bermanfaat untuk manajemen risiko. Berdasarkan hal tersebut, penulis mencoba untuk menggunakan model Multifaktor untuk menduga return IHSG dan LQ45. Data yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah bulanan dari bulan Januari 1998 sampai dengan Desember 2006, sedangkan variabel makro yang dipakai adalah inflasi, suku bunga dan perubahan kurs. Permasalahan Penelitian Berdasarkan uraian di atas, maka permasalahan yang hendak dijawab dalam penelitian yang dilakukan adalah: 1. Apakah terdapat hubungan antara return IHSG dengan variabel ekonomi makro yang diwakili oleh perubahan nilai tukar Rupiah terhadap USD Dollar, inflasi dan tingkat bunga. Penggunaan mata uang USD dollar karena USD do llar merupakan hard currency di pasar international. 2. Apakah terdapat hubungan antara return LQ45 dengan variabel ekonomi makro yang diwakili oleh perubahan nilai tukar Rupiah terhadap USD Dollar, inflasi dan tingkat bunga. Penggunaan return LQ45 karena saham-saham pada kelompok ini memiliki kapitalisasi pasar terbesar dibandingkan dengan yang lain dan paling aktif diperdagangkan. Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah: 1. Untuk menguji ada tidaknya pengaruh antara return IHSG dengan perubahan nilai tukar Rupiah terhadap USD Dollar, inflasi dan tingkat bunga. 2. Untuk menguji ada tidaknya pengaruh antara return LQ45 de44 Jurnal Madani Edisi I/Mei 2007 ngan perubahan nilai tukar Rupiah terhadap USD Dollar, inflasi dan tingkat bunga. 3. Melihat variabel mana yang paling dominan mempengaruhi return IHSG maupun LQ45. Gangopadhyay (1996) menyimpulkan bahwa variabel ekonomi makro yang berpengaruh terhadap return saham yaitu: (1) Risiko pasar (2) Inflasi yang diharapkan maupun tidak diharapkan (3) Selisih YTM obligasi berperingkat tinggi dengan rendah Multifaktor dengan Faktor Ekonomi Makro Para ahli umumnya sepakat bahwa variabel ekonomi makro mempengaruhi return saham. Misalnya, Chen, Roll dan Ross (1986), Poons dan Taylor (1991), Kwon, Shin dan Bacon (1997) menyimpulkan bahwa variabel ekonomi makro berkorelasi kuat dengan return saham. Namun variabel ekonomi makro apa saja yang mempengaruhi return saham, sampai saat ini belum ada kata sepakat. Chen, Roll dan Ross (1986) menunjukkan beberapa faktor yang mempengaruhi return saham, yaitu: (1) Perubahan inflasi yang tidak diantisipasi. (2) Perubahan produksi yang tidak diantisipasi. (3) Perubahan dalam premi risiko (perbedaan antara obligasi dengan grade yang tinggi dengan yang rendah) yang tidak diantisipasi. (4) Perubahan slope kurva hasil (yield curve). Kwon, Shin dan Bacon (1997) menyimpulkan bahwa variabel ekonomi makro yang berpengaruh kuat terhadap saham-saham yang listing di bursa saham Korea yaitu: (1) Dividend yield (2) Foreign exchange rate (3) Oil price (4) Money supply Penelitian Terdahulu: Penelitian Mengenai Hubungan antara Return Saham dengan Inflasi Inflasi adalah ukuran ekonomi yang memberikan gambaran tentang peningkatan harga rata-rata barang dan jasa yang diproduksi oleh sistem perekonomian. Inflasi yang tinggi akan mengakibatkan daya beli masyarakat menurun dan dapat mendorong timbulnya resesi. Meningkatnya inflasi secara relatif adalah signal negatif bagi investor di pasar modal. Hal tersebut karena inflasi akan meningkatkan pendapatan dan biaya perusahaan. Jika peningkatan biaya faktor-faktor produksi lebih tinggi dari peningkatan harga yang dapat dinikmati oleh perusahaan, maka profitabilitas akan menurun. (Harianto dan Sudomo, 1998). Nelson (1976) melakukan penelitian mengenai hubungan antara return saham dengan inflasi. Dengan menggunakan Scholes Index periode Januari 1953 sampai dengan Desember 1972 dan Standard and Poor’s bulan Januari 1973 sampai dengan Juni 1974, dengan menggunakan lag dan lead 1 sampai dengan 4. Hasil penelitiannya menyimpulkan bahwa return saham berhubungan negatif dengan inflasi. 45 Jurnal Madani Edisi I/Mei 2007 Sakhowi (1999) menggunakan variabel persentase perubahan nilai tukar (Rupiah terhadap US Dollar), inflasi yang di-proxy dengan prosentase perubahan M 2 dan prosentase perubahan tingkat bunga. Dengan menggunakan regresi linear sederhana, menunjukkan bahwa inflasi bertanda positif dan signifikan dengan return saham. Panjinegara (2000) mengadakan penelitian mengenai hubungan antara return saham dengan inflasi. Data yang digunakan adalah perusahaan-perusahaan yang sahamnya listing di Bursa Efek Jakarta (BEJ) periode Januari 1995 sampai dengan Desember 1999. Karena terjadi krisis ekonomi di Indonesia yang dimulai pada bulan Juli 1997, maka periode pengamatan kemudian dibagi 2, yaitu: Periode I antara Januari 1995 sampai dengan Juni 1997, dan periode II antara Juli 1997 sampai dengan Desember 1999. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada Periode I, inflasi yang di proxy-kan dengan perubahan M2, berhubungan positif dan signifikan, demikian pula dengan Periode II. Suripno (2001) menggunakan data bulanan periode Januari 1994 sampai dengan Desember 1996, dan membuat portofolio berdasarkan sektor pertanian dan non pertanian. Hasilnya menunjukkan bahwa pada sektor pertanian, inflasi tandanya positif tetapi tidak signifikan, demikian pula pada sektor non pertanian. Abdul Majid (2002) berdasarkan penelitiannya yang dilakukan di KLSE (Kuala Lumpur Stock Exchange) menunjukkan bahwa antara imbal hasil saham dengan inflasi terdapat hubungan yang positif Widodo (2003) dengan menggunakan return perusahaan secara individual dari bulan Januari 1998 sampai dengan 2003, menunjukkan bahwa hasilnya bervariasi positif, 46egative dan tidak signifikan. Penelitian Mengenai Hubungan antara Return Saham dengan Tingkat Bunga Menurut Sudomo dan Harianto (1998) tingkat bunga adalah ukuran investasi yang dapat diperoleh investor dan juga ukuran biaya modal yang harus dikeluarkan oleh perusahaan untuk menggunakan dana dari investor. Manurung (1996) menyatakan bahwa pada umumnya tingkat bunga mempunyai hubungan yang negatif dengan return saham. Hal tersebut menurut Sakhowi (1999) disebabkan karena kenaikan suku bunga akan menyebabkan biaya investasi akan meningkat dan jumlah pengeluaran investasi akan menurun, akibat selanjutnya adalah ekspektasi penghasilan dari investasi akan menurun. Kenaikan biaya investasi dan penurunan jumlah investasi akan menyebabkan penurunan penghasilan yang menjadi bagian bagi pemegang saham (equity) yang berarti nilai equity akan menurun. Penurunan nilai equitas tersebut akan menyebabkan harga saham menurun. Sweeney dan Warga (1986) dalam Sudjono (2002) mengadakan penelitian mengenai tingkat bunga terhadap saham yang listing di NYSE dengan menggunakan model APT. Untuk mengetahui perubahan return saham, Sweeney dan Warga menggunakan perubahan tingkat bunga yang tidak diharapkan (unexpected interest rates). Kesimpulan yang di46 Jurnal Madani Edisi I/Mei 2007 Nilai tukar (exchange rate) adalah harga relatif mata uang Rupiah terhadap mata uang asing (US Dollar, USD) di pasar asing (Feridhanusetyawan, 1997). Masalah nilai tukar muncul manakala suatu negara melakukan pertukaran dengan negara lain, dimana masingmasing negara menggunakan mata uang yang berbeda. Jadi nilai tukar adalah merupakan harga yang harus dibayar oleh mata uang suatu negara untuk memperoleh mata uang negara lain. Harga yang harus dibayar tersebut dinamakan dengan kurs. (Sakhowi, 1999). Menurut Harianto dan Sudomo (1998) menurunnya kurs rupiah terhadap mata uang asing, khususnya US Dollar, akan memiliki pengaruh negatif terhadap ekonomi dan pasar modal. Karena menurunnya kurs akan meningkatkan biaya impor bahan baku dan peralatan yang dibutuhkan oleh perusahaan sehingga dapat meningkatkan biaya produksi. Menurunnya kurs juga akan mendorong meningkatnya suku bunga dalam negeri sehingga dalam negeri tetap menjadi lingkungan investasi yang menarik. Sakhowi (1999) menggunakan variabel prosentase perubahan nilai tukar (Rupiah terhadap US Dollar), inflasi yang di-proxy dengan prosentase perubahan M2 dan prosentase perubahan tingkat bunga. Dengan menggunakan regresi linear sederhana, menunjukkan bahwa inflasi bertanda positif dan signifikan dengan return saham, prosentase perubahan nilai tukar negatif signifikan, sedangkan suku bunga bertanda negatif tetapi tidak signifikan. Penelitian yang dilakukan oleh Panjinegara (2000), pada Periode I, peroleh adalah bahwa harga saham publik (listrik) sangat peka terhadap pergerakan tingkat bunga. Dengan memasukkan kerangka APT dalam persamaan, faktor tingkat bunga tidak diharapkan dapat lebih menjelaskan terhadap return saham. Panjinegara (2000) mengadakan penelitian mengenai hubungan antara return saham dengan tingkat bunga. Data yang digunakan adalah perusahaan-perusahaan yang sahamnya listing di Bursa Efek Jakarta (BEJ) periode Januari 1995 sampai dengan Desember 1999. Karena terjadi krisis ekonomi di Indonesia yang dimulai pada bulan Juli 1997, maka periode pengamatan kemudian dibagi 2, yaitu: Periode I antara Januari 1995 sampai dengan Juni 1997, dan periode II antara Juli 1997 sampai dengan Desember 1999. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada Periode I, tingkat bunga yang di-proxy-kan dengan selisih antara tingkat bunga Surat Berharga Indonesia (SBI) dengan waktu sebelumnya, terdapat berhubungan positif dan tidak signifikan signifikan, sedangkan pada Periode II berhubungan positif dan tidak signifikan. Suripno (2001) menggunakan data bulanan periode Januari 1994 sampai dengan Desember 1996, dan membuat portofolio berdasarkan sektor pertanian dan non pertanian. Hasilnya menunjukkan bahwa pada sektor pertanian, suku bunga tandanya negatif tetapi tidak signifikan, pada sektor non pertanian bertanda negatif signifikan. Penelitian Mengenai Hubungan antara Perubahan Kurs dengan Return Saham 47 Jurnal Madani Edisi I/Mei 2007 perubahan nilai kurs ternyata bertanda negatif dan tidak signifikan, pada periode II, bertanda negatif dan signifikan. variabel yang diduga berpengaruh oleh Chen, Roll dan Ross (1986) di Amerika Serikat, tidak terbukti di pasar modal Inggris. Gangopadhyay (1996) menggunakan data bulanan di NYSE dari tahun 1926 sampai dengan 1990, sedangkan variabel yang dipakai adalah: monthly growth, industrial production, change in expected inflation, risk premium, term structure dan musim. Hasil penelitian menunjukkan bahwa bulan Januari terdapat kelebihan tingkat return saham yang dijelaskan. Return saham berhubungan dengan risiko pasar, inflasi tidak diharapkan, maupun selisih antara obligasi berperingkat tinggi dengan rendah. Kelebihan return saham yang tidak dapat dijelaskan tidak berhubungan dengan variabel ekonomi makro. Kwon, Shin dan Bacon (1997) dengan menggunakan IHSG bulanan pasar modal Korea dari bulan januari 1980 sampai dengan Desember 1992 dan variabel ekonomi makro di Korea. Sedangkan variabel bebas yang dipergunakan adalah: pendapatan deviden, nilai tukar uang domestik (Korea) dengan USD, harga minyak dan penawaran uang (M1). Dengan model APT, disimpulkan bahwa term structure hanya signifikan terhadap 8 indeks dari 22 indeks yang diamati. Tidak ada faktor yang signifikan atas kelompok industri konstruksi dan size effect tidak signifikan di Pasar Modal Korea. Sakhowi (1999) mengadakan penelitian mengenai pengaruh perubahan nilai tukar rupiah, inflasi dan tingkat bunga terhadap return (tingkat imbal hasil) saham di Bursa Efek Jakarta dari bulan januari 1993 sampai dengan Desember 1998. Penelitian Mengenai Hubungan antara Inflasi, Tingkat Bunga dan Perubahan Kurs dengan Return Saham Penelitian return saham de-ngan menggunakan variabel makro, pertama kali dipelopori oleh Chen, Roll dan Ross (1986). Data yang dipergunakan adalah: Long relative of US CPI, end-of-period return on 1 month bills, return on long-term governments bonds (1958 sampai dengan 1978), return on equally weighted portfolio of NYSE, growth rate in real per capita consumption, monthly growth, industrial production, unexpected inflation, change in expected inflation, risk premium dan term structure. Sedangkan variabel yang dipergunakan adalah monthly growth, industrial production, change in expected inflation, risk premium dan term structure. Dengan model APT, didapat hasil bahwa faktorfaktor yang diketahui berpengaruh secara signifikan adalah tingkat pertumbuhan produksi industri, tingkat inflasi (baik yang diharapkan maupun yang tidak diharapkan), selisih antara tingkat bunga jangka panjang dengan jangka pendek, selisih antara obligasi berperingkat tinggi dengan rendah. Penelitian yang dilakukan oleh Chen, Roll dan Ross (1986) tersebut oleh Poons dan Taylor (1991) direplikasi di pasar model Inggris. Hasilnya ternyata berbeda dengan apa yang dihasilkan oleh Chen, Roll dan Ross (1986), karena variabel48 Jurnal Madani Edisi I/Mei 2007 Hasil penelitian menunjukkan bahwa perubahan nilai tukar rupiah atas USD pada level lag 1 dan lag 3, dan perubahan jumlah uang yang beredar sebagai proxy inflasi, memberi pengaruh secara signifikan terhadap return IHSG. Sedangkan perubahan suku bunga tidak memberi pengaruh yang signifikan pada return IHSG. Panjinegara (2000) dengan penelitian mengenai pengaruh perkembangan variabel ekonomi makro terhadap tingkat pengembalian saham di Bursa Efek Jakarta (BEJ), pada periode sebelum krisis dan periode krisis moneter di Indonesia. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa pada periode I, secara keseluruhan model yang dipergunakan dapat dipergunakan untuk menduga data yang dipakai, karena F statistik signifikan; variabel inflasi yang diproxy-kan dengan perubahan M2, bertanda positif dan signifikan, nilai tukar bertanda negatif tidak signifikan dan suku bunga negatif tidak signifikan. Sedangkan pada periode II, inflasi positif dan signifikan, nilai tukar bertanda negatif dan signifikan dan suku bunga bertanda negatif tidak signifikan. Suripno (2001) mengadakan penelitian mengenai dampak parameter ekonomi makro terhadap return saham di Bursa Efek Jakarta. Data yang dipergunakan adalah sahamsaham pada sektor pertanian dan non pertanian, IHSG dan variabel ekonomi makro. Sedangkan variabel yang dipakai yaitu: return pasar (perubahan IHSG), return saham dari portofolio saham-saham pada kelompok sektor pertanian (Portofolio I), return saham dari portofolio sahamsaham pada kelompok non sektor pertanian (Portofolio II), inflasi dengan proxy perubahan inflasi bulanan, perubahan nilai tukar Rp. Terhadap USD, perubahan tingkat bunga yang di-proxy-kan dengan perubahan suku bunga deposito berjangka 1 bulan dan perubahan pertumbuhan industri. Hasilnya menunjukkan bahwa baik portofolio I maupun pottofolio II, model yang diajukan tidak dapat menjelaskan data pada periode pengamatan tersebut, karena p value dari F statistik ternyata lebih besar daripada lima persen. Pada portofolio I; return pasar negatif tidak signifikan, nilai tukar negatif tidak signifikan, nilai tukar negatif tidak signifikan, suku bunga negatif tidak signifikan dan pertumbuhan industri positif tidak signifikan. Pada portofolio II; return pasar negatif tidak signifikan, nilai tukar negatif tidak signifikan, nilai tukar negatif tidak signifikan, suku bunga negatif tidak signifikan dan pertumbuhan industri positif tidak signifikan. Gudono (1999) dengan menggunakan data bulanan BEJ sektor real estate bulan Februari 1994 sampai dengan Desember 1996, dengan menggunakan regresi linear berganda menunjukkan bahwa inflasi sebelumnya mempunyai tanda positif tetapi tidak signifikan dan tingkat bunga sebelumnya mempunyai tanda negatif signifikan dengan return saham, sedangkan secara keseluruhan model APT tersebut dapat dipergunakan untuk menduga data yang dipakai, karena p value dari F statistik signifikan. Metodologi Penelitian Populasi Penelitian Populasi penelitian ini adalah Indeks Harga Saham Gabungan 49 Jurnal Madani Edisi I/Mei 2007 (IHSG) dan LQ45, data tersebut dikumpulkan dari penerbitan yang dikeluarkan oleh BEJ. Pemilihan Indeks Harga Saham Gabungan karena indeks ini dipakai oleh peneliti Indonesia sebagai proxy dari return pasar (Rm, return market); sehingga pergerakan yang terjadi pada perusahaan-perusahaan yang ada di Indonesia akan tecermin dari pergerakan-pergerakan return saham. Pemilihan Indeks LQ45, karena indeks tersebut merupakan pencerminan dari 45 perusahaan yang ter-likuid di Indonesia. Dengan mengetahui pergerakan dari return LQ45, diharapkan informasi mengenai pengaruh variabel ekonomi makro terhadap return saham akan lebih terperinci. dipergunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: a) Model Multifaktor untuk menduga Return IHSG Periode dan Data Pengamatan Pada penelitian ini, periode yang diamati dari bulan Januari 1998 sampai Desember 2006. Data yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder berupa: IHSG, indeks LQ45, kurs Rupiah terhadap USD Dollar, inflasi dan suku bunga. Untuk inflasi dipergunakan proxy perubahan CPI (Consumer Price Index, IHK = Indeks Harga Konsumen). IHSG dan Indeks LQ45 dikumpulkan dari terbitan yang dikeluarkan oleh BEJ, sedangkan CPI dan suku bunga deposito dikumpulkan dari SEKI (Statistik Ekonomi Keuangan Indonesia) yang dikeluarkan oleh BI (Bank Indonesia). Keterangan : RETIHSG = 0 + 1INFLASI + 2PERUSD + 3BUNGA Keterangan: RETIHSG = Return (return) IHSG INFLASI = Perubahan CPI, merupakan proxy dari Inflasi BUNGA = suku bunga deposito jangka waktu 1 bulan. b) Model Multifaktor untuk menduga Return LQ45. RETLQ45 = 0 + 1INFLASI + 2PERUSD + 3BUNGA RETLQ45 = Return (return) LQ45 Definisi Variabel Variabel yang dianalisis dalam penelitian ini, dapat dikelompokkan menjadi dua macam, yaitu: a) Variabel tak bebas (dependent variable), yaitu Return IHSG (Ret IHSG) dan Return LQ45 (Ret LQ45). b) Variabel bebas (independent variable) yaitu: perubahan nilai kurs Rupiah terhadap USD Dolar, perubahan Inflasi dan suku bunga. Variabel yang dianalisis, dihitung dengan rumus sebagai berikut : 1) Return IHSG (Ret IHSG). Model Analisis Model pendugaan return saham yang dipergunakan adalah Model Multifaktor. Model Multifaktor yang RETIHSG ( 50 Jurnal Madani Edisi I/Mei 2007 IHSGt IHSGt 1 ) IHSGt 1 2) Return LQ45 (RetIHSG ). RET LQ 45 Pengujian Otokorelasi Otokorelasi adalah terjadinya korelasi antara galat-galat dari periode waktu pengamatan yang berbeda. Otokorelasi terjadi dalam studi deret waktu. Jika galat-galat yang berkaitan dalam periode waktu tertentu terbawa ke dalam periodeperiode yang akan datang. Pengujian ada tidaknya otokorelasi dilakukan dengan program Eviews 3.1, dengan menggunakan Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test (Pindyck dan Rubinfeld, 1998). Dilihat apakah probabilitas pada Obs*R-squared, jika lebih kecil dari 5 persen, maka ada otokorelasi, sedangkan jika lebih besar dari 5 persen berarti tidak ada otokorelasi. Kalau ada otokorelasi, penanganannya dilakukan dengan autoregressif (AR). LQ 45 t LQ 45 t 1 LQ 45 t 1 3) Perubahan Nilai Kurs Rupiah Terhadap USD Dolar (Per-USD) PERUSD ( Rp / USD t Rp / USD t 1 ) Rp / USD t 1 4) Perubahan CPI (PerCPI). INFLASI ( CPI CPI CPI t 1 t t 1 ) 5) Deposito Analisa Data Pengujian Asumsi Klasik Setelah pendugaan persamaan regresi didapat, maka diuji ada tidaknya pelanggaran terhadap asumsi klasik yaitu: Multikolinearitas dan Otokorelasi. Uji Stationarity Menurut Gujarati (2003) data runtut waktu (time series) yang menggunakan variabel ekonomi makro, terdapat kecenderungan tidak stationer. Jika data tidak stationer, kemudian dijalankan dengan OLS maka hasilnya akan spurious regression. Selain itu, proses yang bersifat random atau stokastik merupakan kumpulan dari variabel random dari proses stokastik. Suatu data hasil dari proses random dikatakan stationer, jika memenuhi 3 kriteria sebagai berikut: Rata -rata konstans sepanjang waktu Variance konstans sepanjang waktu Kovarian antara dua data pada runtun waktu yang berbeda, Pengujian Multikolinearitas Multikolinearitas menunjukkan adanya hubungan linear di antara variabel-variabel bebas dalam model regresi. Bila variabel-variabel bebas berkorelasi dengan sempurna, disebut dengan “multikolinearitas sempurna” (Gunawan, 1994). Untuk mendeteksi adanya multikolinearitas, dilihat dari nilai VIF (Variance Inflation Factor) dan Condition Index (CI). Jika nilai VIF lebih dari 10 dan CI lebih besar dari 30, artinya terjadi multikolinearitas. (Gujarati, 1995, 2003). Pengujian multikolineartitas dilakukan dengan program SPSS versi 15. 51 Jurnal Madani Edisi I/Mei 2007 hanya bergantung dari kelambanan dua periode tersebut. Secara statistik, dapat ditulis sebagai berikut: panjang akan mengurangi kemampuan untuk menolak hipotesis nol, karena semakin panjang lag maka nilai dari derajat bebasnya akan menurun. Sebaliknya jika lag terlalu pendek, akan menyebabkan tidak mampu model tersebut mengungkapkan the actual error process, akibatnya standard error tidak dapat diestimasi dengan tepat. Untuk keperluan kemudahan serta penyederhanaan dalam penentuan panjang lag, maka dalam penelitian ini, sebagaimana kebanyakan peneliti lain, maka ditentukan panjang dari lag adalah 3, sebagaimana disarankan oleh Dickey, Jansen and Thornton (1994). E(Yt) = μVar(Yt ) = E(Yt – μ)2 = σ2 γk = E[(Yt – μ)(Yt+k – μ)] Suatu data runtun waktu dikatakan stationer, jika rata-rata, varian dan kovarian pada setiap lag adalah sama pada setiap waktu. Jika data runtun waktu tidak memenuhi kriteria diatas, maka dikatakan tidak stationer. Dengan kata lain, data runtut waktu dikatakan tidak stationer jika rata-rata maupun variannya tidak konstan atau berubah-ubah sepanjang waktu (time-varying mean and variance). Untuk mengetahui apakah data yang dimiliki adalah stationer atau tidak, maka dilakukan pengujian, sedangkan alat yang dipakai adalah ADF Test dan PP test. Pengujian ADF mengoreksi high order correlation dengan menambahkan lagged difference pada sisi sebelah kanan, sedangkan pengujian PP membuat koreksi terhadap tstatistik terhadap koefisien y dari AR(1) untuk menghitung serial correlation dalam residual. Statistik distribusi residual tidak mengikuti distribusi normal, namun mengikuti distribusi Mackinnon. Sedangkan prosedur pengujian unit root yang penulis lakukan, mengikuti apa yang disarankan oleh Ender (1995). Masalah yang ditemui penggunaan uji ADF maupun PP adalah penentuan panjang lag yang akan dimasukkan ke dalam model. Panjang lag dapat tidak terhingga, dan akibatnya panjang lag menjadi jebakan (pitfall). Jika panjang lag terlalu Hasil dan Pembahasan Statistik Deskriptif Variabel Penelitian Sebagaimana telah dijelaskan pada bab sebelumnya, pengamatan dimulai bulan Januari 1998 sampai dengan Desember 2006 atau 108 bulan, sedangkan variabel dependent adalah Return IHSG (RETIHSG), return LQ45 (RETLQ45), Suku bunga deposito (BUNGA), INFLASI dan Perubahan nilai tukar USD terhadap Rupiah (PERUSD). Hasilnya dapat dilihat pada Tabel 4.1. Tabel 4.1. Statistik Deskriptik Variabel Penelitian Periode Januari 1998 sampai dengan Desember 2006 52 Jurnal Madani Edisi I/Mei 2007 Mean Median Maximum Minimum Std. Dev. RETIHSG RETLQ45 BUNGA INFLASI PERUSD 0.0163 0.0066 0.0161 -0.0029 0.0125 0.0181 0.0227 0.0126 0.0058 -0.0002 0.2843 0.3332 0.0515 0.2673 1.2312 -0.2891 -0.3985 0.0086 -1.6074 -0.2944 0.0903 0.1101 0.0101 0.1594 0.1448 Grafik Pergerakan Variabel Penelitian, Januari 1998 - Desember 2006 1.5000 1.0000 0.5000 -0.5000 Ju l-0 5 Ja n06 Ju l-0 6 Ju l-0 4 Ja n05 Ju l-9 9 Ja n00 Ju l-0 0 Ja n01 Ju l-0 1 Ja n02 Ju l-0 2 Ja n03 Ju l-0 3 Ja n04 RetLQ45 Ju l98 Ja n99 Ja n -9 8 Return RetIHSG 0.0000 Bunga INFLASI PerUSD -1.0000 -1.5000 -2.0000 Bulan rendah jika dibandingkan return LQ45, yaitu 0.0903 sedangkan risiko LQ45 0.1101. Hal ini menunjukkan bahwa pendapat yang mengatakan bahwa high risk high return tidak mampu dibuktikan dalam penelitian ini. Return tertinggi IHSG sebesar 0.2843 atau 28.43 persen dicapai pada bulan November 1998 dan terendah bulan Agustus 1999 saat hebat-hebatnya krisis moneter melanda Indonesia. Sedangkan Return LQ45 tertinggi 0.3332 terjadi pada Agustus 1998 dan terendah -0.3985 bulan November 1998. Diantara variabel bebas, variabel suku bunga rata-ratanya Grafik 4.1. Grafik Pergerakan Variabel Penelitian. Periode januari 1998 – Desember 2006 Dari Tabel 4.1 dan Grafik 4.1 terlihat bahwa return portofolio IHSG jauh lebih tinggi jika dibandingkan dengan return LQ45, hal ini terlihat bahwa dari rata-rata selama bulan Januari 1998 sampai dengan Desember 2006, return IHSG sebesar 0.0163 atau 1.63 persen per bulan jauh lebih tinggi jika dibandingkan dengan return LQ45 yaitu 0.0066 atau 0,66 persen per bulan. Sedangkan risiko return IHSG lebih 53 Jurnal Madani Edisi I/Mei 2007 tertinggi yaitu 0.0161 atau 1.61 persen per bulan, rata-rata perubahan nilai tukar USD terhadap rupiah 0.0125 atau 1.25 persen per bulan dan inflasi -0.0029 atau -0.29 persen perbulan. Namun demikian, terlihat bahwa volatilitas inflasi yang dinyatakan sebagai standard deviasi, ternyata tertinggi jika dibandingkan dengan variabel-variabel lain, kemudian disusul dengan perubahan nilai Tukar USD terhadap rupiah. Tingginya nilai volatilitas menunjukkan bahwa variabel inflasi dan Perubahan USD terhadap Rupiah merupakan variabel-variabel yang patut diperhatikan dalam melakukan investasi, karena akan membuat nilai aset akan bergerak menjadi tidak menentu, susah untuk diprediksi. 1 RETIHSG -5.5827 *** 2 RETLQ45 -9.8469 *** 3 BUNGA -2.5099 4 INFLASI -5.0519 *** 5 PERUSD -6.1227 *** No Keterangan 1% Critical Value* -3.494 5% Critical Value -2.8892 10% Critical Value -2.5813 Hasil pengujian akar unit dengan ADF Test menunjukkan bahwa ADF Test variabel return IHSG sama dengan -5.5827, nilai ini lebih rendah dari nilai kritik uji ADF Test yaitu 2.8892, karena itu dapat disimpulkan bahwa variabel return IHSG stationer. ADF Test variabel return LQ45 sama dengan -9.8469, nilai ini lebih kecil dari nilai kritik uji ADF Test yaitu -2.8892, karena itu dapat disimpulkan bahwa variabel return LQ45 stationer. ADF Test variabel BUNGA sama dengan -2.5099, nilai ini lebih tinggi dari nilai kritik uji ADF Test yaitu 2.8892, karena itu dapat disimpulkan bahwa variabel BUNGA tidak stationer. ADF Test variabel BUNGA sama dengan -2.5099, nilai ini lebih tinggi dari nilai kritik uji ADF Test yaitu -2.8892, karena itu dapat disimpulkan bahwa variabel BUNGA tidak stationer. ADF Test variabel INFLASI sama dengan -5.0519, nilai ini lebih kecil dari nilai kritik uji ADF Test yaitu -2.8892, karena itu dapat disimpulkan bahwa variabel INFLASI stationer. ADF Test variabel PERUSD sama dengan -6.1227, nilai ini lebih kecil dari nilai kritik uji ADF Test yaitu 2.8892, karena itu dapat disimpulkan bahwa variabel PERUSD stationer. Uji Stationer Data Menurut Gujarati (2003) data runtut waktu (time series) yang menggunakan variabel ekonomi makro, terdapat kecenderungan tidak stationer. Jika data tidak stationer, kemudian dijalankan dengan OLS maka hasilnya akan spurious regression. Sedangkan data yang stationer memberikan arti bahwa data tersebut mempunyai rata-rata dan varians yang tetap sepanjang waktu. Pengujian ada tidaknya masalah stationer data dilakukan dengan ADF Test dan PP Pest. Tabel 4.2 dam Tabel 4.3 menunjukkan hasil pengujian akar unit (unit root) dengan menggunakan ADF Test dan PP Test. Tabel 4.2. Hasil Pengujian Stationer Variabel Penelitian dengan ADF Test 54 Jurnal Madani Edisi I/Mei 2007 Nama Variabel ADF Test Statistic variabel BUNGA kemudian ditransformasikan ke dalam bentuk first difference, hasilnya dari ADF Test variabel BUNGA dalam bentuk first difference adalah -5.14128 dan PP Test -5.14128, nilai ini jauh lebih kecil jika dibandingkan dengan critical value ADF Test maupun PP test, dengan demikian variabel BUNGA telah stationer setelah ditransformasikan dalam bentuk first difference. Tabel 4.3. Hasil Pengujian Stationer Variabel Penelitian dengan PP Test No Nama Variabel PP Test Statistic Keterangan 1 RETIHSG -9.1066 *** 2 RETLQ45 -5.7553 *** 3 BUNGA -1.6365 4 INFLASI -10.4370 *** 5 PERUSD -19.0928 *** 1% Critical Value* -3.4922 5% Critical Value -2.8884 10% Critical Value -2.5809 Pengujian Multikolinearitas Multikolinearitas menunjukkan adanya hubungan linear di antara variabel-variabel bebas dalam model regresi, sedangkan variabel bebas yang dipergunakan adalah INFLASI, PERUSD dan d(BUNGA) 1. Tabel 4.4 dan Tabel 4.5 menunjukkan hasil perhitungan korelasi diantara variabel bebas dengan menggunakan Korelasi Pearson dan Korelasi Rank Sperman. Hasil pengujian menggunakan PP Test variabel; RETIHSG PP Testnya -9.1066, nilai ini lebih kecil jika dibandingkan dengan 5 persen critical value dari PP Test sebesar 2.8884, karena itu, variabel RETIHSG stationer. PP Test variabel RETLQ45 sama dengan -5.7553, nilai ini lebih kecil jika dibandingkan dengan 5 persen critical value dari PP Test, karena itu, variabel RETLQ45 stationer. PP Test variabel BUNGA 1.6365, nilai ini lebih besar jika dibandingkan dengan 5 persen critical value dari PP Test, karena itu, variabel BUNGA tidak stationer. PP Test variabel INFLASI sebesar 10.4370, nilai ini lebih kecil jika dibandingkan dengan 5 persen critical value dari PP Test, karena itu, variabel INFLASI stationer. PP Test variabel PERUSD -10.4370, nilai ini lebih kecil jika dibandingkan dengan 5 persen critical value dari PP Test, karena itu, variabel PERUSD stationer. Untuk mengatasi ketidak stationer variabel BUNGA maka 1 d(BUNGA) adalah variabel BUNGA yang telah ditransformasi dengan first difference, hal tersebut karena variabel bunga merupakan satu-satunya variabel yang tidak stationer. 55 Jurnal Madani Edisi I/Mei 2007 Tabel 4.4. Pearson Correlation diantara Variabel Bebas INFL ASI INFLASI Pearso n Correl ation Sig. (2tailed) N PERUSD DBUNGA Pearso n Correl ation Sig. (2tailed) N Pearso n Correl ation Sig. (2tailed) N PER USD ** Correlation is significant at the 0.01 level (2tailed). DBU NGA .192( *) .003 .047 .979 108 108 107 .192(* ) 1 -.106 1 .047 Untuk mendeteksi multikolinearitas, penulis menggunakan acuan dari Gujarati (1995, 2003). Menurut Gujarati, jika koefisien korelasi lebih dari 0.8 pantas dicurigai mengandung multikolinearitas. Hasil analisis dengan Pearson Correlation maupun Spearman’s Correlation menunjukkan bahwa tidak satupun variabel yang korelasinya diatas 0.8. Dari Tabel 4.4 korelasi Pearson antara variabel INFLASI dengan variabel dBUNGA 0.003, sedangkan dengan Korelasi Rank Spearman -0.009, dan tidak signifikan pada level 1 persen. Sedangkan korelasi Pearson variabel INFLASI dengan variabel PERUSD 0.192 dan 0.497 dengan korelasi Rank Spearman dan signifikan pada taraf 1 persen. Sedangkan korelasi Pearson antara PERUSD dengan variabel dBUNGA -0.106 dan dengan korelasi Rank Spearman -0.189 dan tidak signifikan. Namun untuk mempertegas hal tersebut, Gujarati menganjurkan untuk melihat besar VIF (Variance Inflation Factor) dan CI (Condition Index). Jika nilai VIF lebih dari 10 dan CI lebih besar dari 30, artinya terjadi multikolinearitas. Tabel 4.6 menunjukkan hasil pengujian multikolinearitas dengan menggunakan VIF dan CI. .279 108 108 107 .003 -.106 1 .979 .279 107 107 108 * Correlation is significant at the 0.05 level (2tailed). Tabel 4.5. Spearman’s Correlation diantara Variabel Bebas Spear man's rho INFL ASI PERU SD DBU NGA Correlati on Coefficie nt Sig. (2 tailed) N Correlati on Coefficie nt Sig. (2 tailed) N Correlati on Coefficie nt Sig. (2 tailed) N INFLA SI PER USD DBUN GA 1.000 .497( **) -.009 . .000 .926 108 108 107 .497(** ) 1.00 0 -.189 .000 . .051 108 108 107 -.009 -.189 1.000 .926 .051 . 107 107 108 56 Jurnal Madani Edisi I/Mei 2007 Tabel 4.6. Hasil Pengujian VIF dan CI Variabel INFLASI, PERUSD dan DBUNGA Berdasarkan model diatas, hasilnya yaitu: Tabel 4.6. Hasil ANOVA Model I No Variabel Bebas VIF Condition Index 1 INFLASI 1.0104 1.0437 2 PERUSD 1.0218 1.0963 3 DBUNGA 1.0115 1.1593 ANOVA(b) Mo del 1 Tabel 4.6 menunjukkan bahwa VIF variabel INFLASI 1.0104, variabel PERUSD 1.0218 dan variabel DBUNGA 1.0115, nilai ketiga lebih kecil dari 10. Sedangkan nilai CI dari variabel INFLASI 1.0437, variabel PERUSD 1.0963 dan variabel DBUNGA 1.1593 lebih kecil dari 30. Karena itu, dapat dinyatakan bahwa ketiga variabel bebas yang dipakai dalam penelitian ini tidak terhadap masalah multikolinearitas. Sum of Squares Regr essio n Resid ual Total df Mean Squar e .104 3 .035 .731 103 .007 .835 106 F Sig. 4.8 82 .003(a) a Predictors: (Constant), DBUNGA, INFLASI, PERUSD b Dependent Variable: RETIHSG Dalam analisis regresi, langkah pertama adalah menguji hipotesis: H 0 : 1 = 2 = 3 H 1 : 1 # 2 # 3 Analisis Regresi Analisis yang penulis lakukan berdasarkan model yang penulis kembangkan pada bab III, yaitu model I dan model II. Untuk menguji apakah Ho diterima atau tidak, dilihat apakah F statistik lebih besar dari F tabel dengan taraf nyata (level of significance) sebesar 5 persen dan degree of freedom (k, n – k -1), dimana k banyaknya variabel bebas dan n banyaknya pengamatan. Besar n sama dengan 107, k = 3 maka degree of freedomnya (3,103). Jika F statistik lebih besar, artinya signifikan dan tolak H o. Jika tolak H 0 berarti Model I dapat dijelaskan oleh data yang berhasil dikumpulkan oleh penulis, demikian pula sebaliknya jika terima Ho . Dari Tabel 4.6 terlihat bahwa F statistik sebesar 4.882, sedangkan F (3,103) sama dengan 2.692841136,. Karena F statistic lebih besar dengan F tabel maka diputuskan untuk menolak H o. Cara lain untuk mengetahui Regresi Model I Model I adalah sebagai berikut: RetIHSG = 0 + 1Inflasi + 2PerUSD + 3 Bunga Berdasarkan pengujian stationer yang dilakukan sebelumnya ternyata di antara variabel-variabel pada model diatas, variabel BUNGA tidak stationer, untuk mengatasi ketidak stationer-nya dilakukan transformasi dengan first difference, maka model I menjadi: RETIHSG = 0 + 1INFLASI + 2perusd + 3 d(BUNGA) 57 Jurnal Madani Edisi I/Mei 2007 apakah Ho diterima atau tidak, dilihat dari signifikansi F. Jika signifikansi dari F lebih kecil dari level of significance (dalam hal ini ditetapkan sebesar 5 persen), maka tolak H 0, demikian pula sebaliknya. Dari Tabel 4.6 signifikansi dari F sebesar 0.000, jauh lebih kecil dari 5 persen (0.05), dengan demikian diputuskan untuk tolak Ho . Karena tolak Ho maka model I yang penulis ajukan dalam penelitian ini, dapat diterima dan dijelaskan oleh data yang dikumpulkan. gunakan Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test (Pindyck dan Rubinfeld, 1998). Hasil pengujian otokorelasi dapat dilihat pada Tabel 4.8 Tabel 4.8 Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test Model I Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test: Tabel 4.7. Hasil Analisis Regresi Model I Dependent Variable: RETIHSG Method: Least Squares Date: 10/28/07 Time: 19:23 Sample(adjusted): 1998:02 2006:12 Included observations: 107 after adjusting endpoints Variable Coefficie Std. Error t-Statistic Prob. nt D(BUNGA) - 3.598845 0.0012 11.99457 3.332894 INFLASI - 0.052090 0.4294 0.041327 0.793365 PERUSD - 0.098644 0.0555 0.191086 1.937137 C 0.013474 0.008157 1.651948 0.1016 R-squared 0.124500 Mean dependent 0.014460 var Adjusted R0.099000 S.D. dependent 0.088771 squared var S.E. of 0.084262 Akaike info regression criterion 2.073098 Sum squared 0.731314 Schwarz criterion resid 1.973179 Log likelihood 114.9107 F-statistic 4.882350 Durbin1.931058 Prob(F-statistic) 0.003250 Watson stat Setelah Model I dinyatakan signifikan, maka langkah selanjutnya adalah menganalisis persamaan regresi. Namun sebelum dianalisis lebih lanjut maka dilihat apakah persamaan tersebut mengandung masalah otokorelasi. Untuk menguji ada tidaknya masalah otokorelasi, penulis meng58 Jurnal Madani Edisi I/Mei 2007 F-statistic 0.969 Probability 0.383 Obs*R-squared 2.014 Probability 0.365 Tabel 4.8 terlihat bahwa probability dari Obs*R-squared sama dengan 0.365, jauh lebih besar jika dibandingkan level of signifiance yang ditetapkan sebelumnya yaitu 5 persen, dengan demikian persamaan regresi diatas tidak mengandung masalah otokorelasi. Untuk melihat seberapa baik persamaan regresi, menurut Nachrowi dan Usman (2006) dilihat dari 2 Koefisien Determinasi (R ). Koefisien Determinasi merupakan suatu uji goodness of fit, yaitu melihat seberapa dekat garis yang terestimasi dengan data sesungguhnya. Bila Koefisien Determinasi sama dengan nol 2 (R = 0), artinya variasi dari variabel tidak bebas tidak dapat diterangkan oleh variabel bebas sama sekali. 2 Sementara bila R = 1, artinya variasi variabel tak bebas secara keseluruhan dapat diterangkan oleh variabel bebasnya. Nilai R2 dari Tabel 4.7 sama dengan 0.1245, artinya variabel-variabel bebas yang dipergunakan dalam penelitian ini yaitu INFLASI, PERUSD dan dBUNGA mampu menjelaskan sebesar 12,45 persen variasi Return IHSG, sedangkan sisanya sebanyak 87,55 persen dipengaruhi oleh variabel lain yang tidak dimasukkan ke dalam model. Persamaan regresi secara lengkap dapat dilihat pada Tabel 4.7, arti dari persamaan di atas adalah: jika variabel d(BUNGA), INFLASI dan PERUSD sama dengan nol, maka RETIHG sama dengan 0.01347421188. Koefisien regresi dari variabel d(BUNGA) sama dengan -11.99456797, artinya untuk setiap kenaikan variabel d(BUNGA) sebesar 1 satuan, maka RETIHSG akan turun sebesar -11.99456797. Koefisien regresi dari variabel INFLASI sama dengan -0.04132668662, artinya untuk setiap kenaikan variabel INFLASI sebesar 1 satuan, maka RETIHSG akan turun sebesar -0.04132668662. Koefisien regresi dari variabel PERUSD sama dengan 0.1910860788, artinya untuk setiap kenaikan variabel INFLASI sebesar 1 satuan, maka RETIHSG akan turun sebesar -0.1910860788. Hasil pengujian secara partial menunjukkan bahwa variabel d(BUNGA) berpengaruh secara negatif dan signifikan terhadap RETIHSG. Sedangkan variabel INFLASI dan PERUSD tidak berpengaruh secara signifikan terhadap RETIHSG. stationer-nya dilakukan transformasi dengan first difference, maka model I menjadi: RETLQ45 = 0 + 1INFLASI + 2 PERUSD + 3 d(BUNGA) Berdasarkan model diatas, hasilnya yaitu: Tabel 4.10. Hasil ANOVA Model II ANOVA(b) Mo del 1 Sum of Squares Regress ion Residua l Total df Mean Squar e .097 3 .032 1.076 103 .010 1.173 106 F 3.0 96 a Predictors: (Constant), DBUNGA, INFLASI, PERUSD b Dependent Variable: RETLQ45 Dalam analisis regresi, langkah pertama adalah menguji hipotesis: H 0 : 1 = 2 = 3 H 1 : 1 # 2 # 3 Untuk menguji apakah Ho diterima atau tidak, dilihat apakah F statistik lebih besar dari F tabel dengan taraf nyata (level of significance) sebesar 5 persen dan degree of freedom (k, n – k -1), dimana k banyaknya variabel bebas dan n banyaknya pengamatan. Besar n sama dengan 107, k = 3 maka degree of freedom-nya (3,103). Jika tolak H0 berarti Model II dapat dijelaskan oleh data yang berhasil dikumpulkan oleh penulis, demikian pula sebaliknya jika terima Ho . Regresi Model II Model II adalah sebagai berikut: RetLQ45 = 0 + 1INFLASI + 2 PERUSD + 3 BUNGA Berdasarkan pengujian stationer yang dilakukan sebelumnya ternyata di antara variabel-variabel pada model di atas, variabel BUNGA tidak stationer, untuk mengatasi ketidak 59 Jurnal Madani Edisi I/Mei 2007 Sig. .030(a) Dari Tabel 4.10 terlihat bahwa F statistik sebesar 3.096, sedangkan F (3,103) sama dengan 2.692841136. Karena F statistik lebih besar dengan F tabel maka diputuskan untuk menolak Ho . Cara lain untuk mengetahui apakah Ho diterima atau tidak, dilihat dari signifikansi F. Jika signifikansi dari F lebih kecil dari level of significance (dalam hal ini ditetapkan sebesar 5 persen), maka tolak H0 , demikian pula sebaliknya. Dari Tabel 4.6 signifikansi dari F sebesar 0.030, lebih kecil dari 5 persen (0.05), dengan demikian diputuskan untuk tolak Ho. Karena tolak Ho maka model II yang penulis ajukan dalam penelitian ini, dapat diterima dan dijelaskan oleh data yang dikumpulkan. Setelah Model II dinyatakan signifikan, maka langkah selanjutnya adalah menganalisis persamaan regresi. Namun sebelum dianalisis lebih lanjut maka dilihat apakah persamaan tersebut mengandung masalah otokorelasi. Hasil pengujian otokorelasi dapat dilihat pada Tabel 4.8 Tabel 4.12 Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test Model II Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test: F-statistic 1.108248 Probability 0.334118 Obs*R-squared 2.297744 Probability 0.316994 Tabel 4.12 terlihat bahwa probability dari Obs*R-squared sama dengan 0.316994, jauh lebih besar jika dibandingkan level of significance yang ditetapkan sebelumnya yaitu 5 persen, dengan demikian persamaan regresi di atas tidak mengandung masalah otokorelasi. Nilai R2 dari Tabel 4.11 sama dengan 0.082711, darinya variabelvariabel bebas yang dipergunakan dalam penelitian ini yaitu INFLASI, PERUSD dan dBUNGA hanya mampu menjelaskan sebesar 8.2711 persen variasi Return IHSG, sedangkan sisanya sebanyak 91.73 persen dipengaruhi oleh variabel lain yang tidak dimasukkan ke dalam model. Persamaan regresi secara lengkap dapat dilihat pada Tabel 4.11, arti dari persamaan di atas adalah: jika variabel d(BUNGA), INFLASI dan PERUSD sama dengan nol, maka RETIHG sama dengan 0.01037339477. Koefisien regresi dari variabel d(BUNGA) sama dengan 11.93668811, artinya untuk setiap kenaikan variabel d(BUNGA) sebesar 1 satuan, maka RETIHSG akan naik sebesar 11.93668811. Koefisien reg- Tabel 4.11. Hasil Analisis Regresi Model II Dependent Variable: RETLQ45 Method: Least Squares Date: 10/28/07 Time: 21:16 Sample(adjusted): 1998:02 2006:12 Included observations: 107 after adjusting endpoints Variable Coeffic Std. Error t-Statistic Prob. ient D(BUNGA) 11.936 4.365047 2.734607 0.0074 69 INFLASI - 0.063181 -0.971343 0.3337 0.0613 70 PERUSD 0.1604 0.119645 1.341370 0.1828 88 C 0.0103 0.009893 1.048547 0.2968 73 R-squared 0.0827 Mean dependent 0.009921 11 var Adjusted R - 0.0559 S.D. dependent var 0.105189 squared 94 S.E. of 0.1022 Akaike info criterion -1.687066 regression 02 Sum squared 1.0758 Schwarz criterion -1.587147 resid 59 Log 94.258 F -statistic 3.095806 likelihood 01 Durbin1.9271 Prob(F-statistic) 0.030168 Watson stat 97 60 Jurnal Madani Edisi I/Mei 2007 resi dari variabel INFLASI sama dengan -0.06136998466, artinya untuk setiap kenaikan variabel INFLASI sebesar 1 satuan, maka RETIHSG akan turun sebesar -0.06136998466. Koefisien regresi dari variabel PERUSD sama dengan + 0.1604881515, artinya untuk setiap kenaikan variabel PERUSD sebesar 1 satuan, maka RETIHSG akan naik sebesar + 0.1604881515. Hasil pengujian secara partial, menunjukkan bahwa variabel d(BUNGA) tidak berpengaruh secara negatif dan signifikan terhadap RETIHSG. Sedangkan variabel INFLASI dan PERUSD tidak berpengaruh secara signifikan terhadap RETIHSG. 3. Penelitian ini mampu membukti kan hipotesis yang penulis ajukan, karena terbukti baik Model I maupun Model II secara statistik signifikan. 4. Pada model I, semua variabel menunjukkan arah yang dihipotesiskan yaitu negatif dan hanya variabel INFLASI yang tidak signifikan. Di antara variabel yang signifikan yaitu d(BUNGA) dan PERUSD, ternyata variabel d(BUNGA) merupakan variabel yang memiliki kontribusi terbesar terhadap Return IHSG. 5. Model II ternyata hanya variabel d(BUNGA) saja yang signifikan demikian pula arahnya negatif. 6. Mengingat bahwa variabel BUNGA merupakan variabel yang paling berpengaruh baik pada Model I maupun Model II, maka variabel tersebut perlu mendapat perhatian yang serius dalam menentukan investasi khususnya di pasar modal. Kesimpulan Berdasarkan pembahasan yang telah dilakukan pada bab sebelumnya, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut: 1. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa high risk and high return tidak dapat ditunjukkan dalam penelitian ini. Karena rata-rata return bulanan IHSG dari Januari 1998 sampai dengan 2006 sama dengan 1.63 persen dengan standard deviasi 0.0903, dan LQ45 0,66 persen per bulan dengan risiko lebih tinggi yaitu 0.1101. 2. Pengujian akar unit (unit root) dengan ADF Test maupun PP Test terhadap variabel penelitian hasilnya konsisten dan menunjukkan bahwa hanya variabel BUNGA yang tidak stationer, maka variabel BUNGA ditransformasikan ke dalam bentuk first difference. Keterbatasan Studi Penulis menyadari bahwa penelitian yang dilakukan bukanlah suatu hal yang sempurna, beberapa keterbatasan studi diantaranya yaitu: 1. Penelitian ini menggunakan data harga penutupan (close price) setiap awal bulan dari IHSG dan LQ45, sehingga tidak mencerminkan dinamika pergerakan return IHSG dan LQ45 di antara tanggal sesudahnya, sehingga return yang diperoleh merupakan return jika buy and hold setiap awal bulan. 2. Penentuan variabel BUNGA dengan menggunakan proxy suku bunga deposito bank komersil dan 61 Jurnal Madani Edisi I/Mei 2007 variabel INFLASI dengan perubahan CPI hanya berdasarkan literatur dari penelitian terdahulu, tanpa menguji lebih jauh signifikansi variabel-variabel tersebut. Portfolio and Capital budgets”. Reviews of Economis and Statistics (Feb, 1965). Treynor, J.L. “Toward a Theory of Market Value Risky Assets,”.Arthur D. Little, Cambridge, MA, 1961. Mossin, Jan, “Equilibrium in Capital Asset Market”. Econometrica (October 1966). Black, F. “Capital Market Equilibrium with Restricted Borrowing”, Journal of Business (Juli 1972). Markowitz, H.M “Portfolio Selection”. The Journal of Finance. Vol VII. No. 1. March 1952. Markowitz, H.M. “Portfolio Selection. Efficient Diversification on Invesments”. A. Cowles Foundation Monograph. 1959. Hanafi, Purwanto dan Abdul Halim, 1995. “Cross Section Return Saham di BEJ”. Usahawan. No. 5. Thn XXIV, Mei 1995. Husnan, Suad. ”Dasar-dasar Teori Portofolio dan Analisis Sekuritas”. UPP-AMP, Yogyakarta, 1996. Widodo, Purwanto. 2003. Beberapa model untuk menduga saham individual yang listing di BEJ Periode Januari 1998 sampai dengan Desember 2002 dan Pengujian Akurasinya dengan RMSE. Tesis pada PPS FEUI Widodo, Purwanto. 2007. ”Perkembangan Teori Pendugaan Return Saham”. FISIP, UNISMA. Atmaja, Lukas Setia. “Manajemen Keuangan”. Andi Offset. Yogyakarta. 1999. Sartono, Agus. “Manajemen Keuangan, Teori dan Aplikasi”. BPFE. Yogyakarta. 1997. Fabozzi, “Manajemen Investasi”, Saran untuk Penelitian Selanjutnya Berdasarkan kesimpulan dan keterbatasan dalam penelitian ini, maka untuk penelitian selanjutnya, penulis menyarankan hal sebagai berikut: 1. Walaupun Model I dan Model II signifikan dalam penelitian ini, namun Koefisien Determinasinya rendah, karena itu, untuk penelitian selanjutnya perlu dimasukkan variabel lain, misalnya harga emas, harga minyak, SBI dan lainnya. 2. Perlu dipertimbangkan juga mengenai time horizon penelitian yang lebih smooth. Karena pergerakan variabel return IHSG dan LQ45 dan variabel makro saat krisis moneter sampai dengan tahun 1999 masih sangat volatile, hal ini mengakibatkan signifikansi variabel tersebut menjadi rendah. 3. Perlu dipertimbangkan untuk menggunakan data mingguan, semakin pendek interval waktu tentu saja diharapkan semakin mampu data tersebut merekam pergerakan dari variabel tersebut. Daftar Pustaka Sharp, W. F. 1964. “Capital Asset Pricing”, Journal of Finance, September 1964. Lintner, J. “The Valuation of Risk Assets and The Selection of Risky Invesment in Stock 62 Jurnal Madani Edisi I/Mei 2007 Salemba Empat, Jakarta. 1999. Jilid 1 dan 2. Ross Stephen A., Randolph W. Westerfield, and Jeffrey F. Jaffe, (1999), Corporate Finance, 5th edition, McGraw-Hill Co. Bodie, Kane and Marcus, (1999). “Investments”. 5th edition. Irwin USA Sharp, W. F Alexander, G, dan Bailey J.V. 1995. “Invesment”. Prentice Hall, Int’ Inc, 1995. Campbell, J.Y. A.W. Lo dan Mc. Kinlay. 1997. “The Econometrics of Financial Merkets”. Princeton University Press, New Jersey. Chen, N.F. R. Roll dan S.A. Ross. 1986. “Economic Forces and Stock Market”, Journal of Busieness, Vol 59. Poons, S. dan S.J. Taylor. 1991. “ Macroeconomic Factors and the UK Stock Market”, Journal of Business & Accounting Vol 18. Kwons, C.S. dan F.K. Bacon. 1997. “The Effect of Macroeconomic variables on Stock Market Returns in Developing Markets”. Multinational Business Reviews. Gangopadhay, P. 1996. “Macroeconomic Variables and Seasonal Mean Reversion in Stock Returns”, Journal of Financial Research. Vol 19. Ross Stephen A., Randolph W. Westerfield, and Jeffrey F. Jaffe, 1999. “Corporate Finance”, 5th edition, McGraw-Hill Co. Nelson, C.R. 1976. “Inflation and Rates of Return on Common Stocks”, Journal of Finance, Vol XXXI. No. 2. May 1976. Sakhowi, Ahmad. 1999. Analisis Pengaruh Perubahan Nilai Tukar Rupiah, Inflasi dan Tingkat Bunga Terhadap Return Saham di Bursa Efek Jakarta. Program Pascasarjana, Bidang Ilmu Ekonomi, Program Studi Ilmu Manajemen, Universitas Indonesia. Panjinegara, Prakarsa. 2000. “Analisis Pengaruh Perkembangan variabel Makro Ekonomi terhadap Tingkat Pengembalian Saham di BEJ pada Periode Sebelum Krisis Moneter dan Periode Krisis Moneter di Indonesia,”. Tesis pada Program Pascasarjana, Fakultas Ekonomi, Universitas Indonesia. Suripno, 2001. “Analisis Dampak Parameter Ekonomi Makro terhadap Imbal Hasil Saham di BEJ”. Tesis pada Program Pascasarjana, Fakultas Ekonomi, Universitas Indonesia. Abdul Majid, M.S. “Real Stock Returns, Inflationary Trends and Real Activity : Evidende from Malaysia”. Gadjah Mada International Journal of Business. September 2002, Vol 4, No. 3. pp : 327-346 Sudjono.. ”Analisis Keseimbangan dan Hubungan Simultan Antara variabel Ekonomi Makro Terhadap Inderks Harga Saham di Bursa Efek jakarta dengan Model VAR dan ECM”. Disertasi pada Program Pascasarjana, Fakultas Ekonomi, Universitas Indonesia. Poons, S. dan S.J. Taylor. 1991. “Macroeconomic factors and the Uk Stock Market”, Journal of Business & Accounting 18, pp: 619-636. Gudono, 1999. “Penilaian Pasar Modal terhadap Fluktuasi Bisnis 63 Jurnal Madani Edisi I/Mei 2007 Real Estat”. Jurnla Kelola. No. 20/VIII/1999. Gujarati, D.N. 1995. 3rd ed. “Basic Econometric”. Mc. Graw Hill Gujarati, D.N. 2003. 4rd ed. “Basic Econometric”. Mc. Graw Hill Pindyck, R.S. dan D.L. Rubinfeld. 1998. 4th ed. “Econometric Models and Economic Forecast”. Mc. Graw Hill 64 Jurnal Madani Edisi I/Mei 2007