penyesuaian diri sebaga

advertisement
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A.
Penyesuaian Diri
1. Pengertian Penyesuaian Diri
Menurut Schneiders (1964) penyesuaian diri sebagai suatu proses yang
melibatkan respon-respon mental dan perbuatan individu dalam upaya untuk memenuhi
kebutuhan, dan mengatasi ketegangan, frustasi dan konflik secara sukses serta
menghasilkan hubungan yang harmonis antara kebutuhan dirinya dengan norma atau
tuntutan lingkungan dimana dia hidup. Individu dengan penyesuaian diri yang tinggi
memiliki ciri-ciri antara lain: mampu beradaptasi, mampu berusaha mempertahankan
diri secara fisik, mampu menguasai dorongan emosi, perilakunya menjadi terkendali
dan terarah, motivasi tinggi dan sikapnya berdasarkan realitas. Sedangkan individu
dikatakan tidak mampu menyesuaikan diri apabila perasaan sedih, rasa kecewa, atau
rasa putus asa berkembang dan mempengaruhi fungsi-fungsi fisiologi serta
psikologinya, sehingga menjadi tidak mampu menggunakan pikiran dan sikap dengan
baik, serta tidak mampu mengatasi tekanan-tekanan yang muncul dengan cara yang
baik.
Menurut Sunarto & Agung Hartono (2008) penyesuaian diri dapat diartikan
sebagai penguasaan, yaitu memiliki kemampuan untuk membuat rencana dan
mengorganisasi respon-respon sedemikian rupa, sehingga bisa mengatasi segala macam
konflik, kesulitan, dan frustasi-frustasi secara efisien. Individu memiliki kemampuan
menghadapi realitas hidup dengan cara yang adekuat/memenuhi syarat.
13
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Menurut Musthafa Fahmi (dalam Sobur, 2010) penyesuaian adalah “suatu proses
dinamika terus menerus yang bertujuan untuk menguba kelakuan untuk mendapat
hubungan yang lebih serasi antara diri dan lingkungan” selanjutnya Menurut James F.
Calhoun & Joan Ross Acocella (dalam Sobur, 2010) bahwa “penyesuaian dapat
didefinisikan sebagai interaksi anda yang kontinue dengan diri anda sendiri, dengan
orang lain dan dengan dunia anda”.
Ali & Asrori (2012) juga menyatakan bahwa penyesuaian diri dapat
didefinisikan sebagai suatu proses yang mencakup respon-respon mental dan perilaku
yang diperjuangkan individu agar dapat berhasil menghadapi kebutuhan-kebutuhan
internal, ketegangan, frustasi, konflik, serta untuk menghasilkan kualitas keselarasan
antara tuntutan dari dalam diri individu dengan tuntutan dunia luar atau lingkungan
tempat individu berada.
Gunarsa (2003) memberikan perumusan tentang penyesuaian diri secara lebih
umum, yaitu bilamana seseorang mampu menyesuaikan diri terhadap orang lain secara
umum ataupun terhadap kelompoknya, dan ia memperlihatkan sikap serta tingkah laku
yang menyenangkan berarti ia diterima oleh kelompok atau lingkungannya. Dengan
perkataan lain, orang itu mampu menyesuaikan sendiri dengan baik terhadap
lingkungannya.
Berdasarkan uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa penyesuaian diri adalah
proses dinamika dalam interaksi dengan individu dengan diri sendiri, orang lain dan
lingkungan yang mencakup respon- respon mental dan perilaku untuk menghadapai
kebutuhan- kebutuhan internal, ketegangan, frustasi, konflik dan mencapai keselarasan
antara tuntutan dari dalam diri dengan tuntutan dari luar diri individu.
14
http://digilib.mercubuana.ac.id/
2. Faktor-faktor penyesuaian diri.
Schneiders
(1964)
mengungkapkan
faktor-faktor
yang
mempengaruhi
penyesuaian diri adalah:
a.
Keadaan fisik.
Yaitu antara lain Kondisi fisik individu merupakan faktor yang mempengaruhi
penyesuaian diri, sebab keadaan sistem-sistem tubuh yang baik merupakan
syarat bagi terciptanya penyesuaian diri yang baik. Adanya cacat fisik dan
penyakit kronis akan melatarbelakangi adanya hambatan pada individu dalam
melaksanakan penyesuaian diri.
b.
Perkembangan dan kematangan diri.
Yaitu antara lain, bentuk-bentuk penyesuaian diri individu berbeda pada setiap
tahap perkembangan. Sejalan dengan perkembangannya, individu meninggalkan
tingkah laku infantil dalam merespon lingkungan. Hal tersebut bukan karena
proses pembelajaran semata, melainkan karena individu menjadi lebih matang.
Kematangan individu dalam segi intelektual, sosial, moral, dan emosi
mempengaruhi bagaimana individu melakukan penyesuaian diri.
c.
Keadaan psikologis.
Yaitu antara lain keadaan mental yang sehat merupakan syarat bagi tercapainya
penyesuaian diri yang baik, sehingga dapat dikatakan bahwa adanya frustrasi,
kecemasan dan cacat mental akan dapat melatarbelakangi adanya hambatan
dalam penyesuaian diri. Keadaan mental yang baik akan mendorong individu
untuk memberikan respon yang selaras dengan dorongan internal maupun
15
http://digilib.mercubuana.ac.id/
tuntutan lingkungannya. Variabel yang termasuk dalam keadaan psikologis di
antaranya adalah pengalaman, pendidikan, konsep diri, dan keyakinan diri.
d.
Keadaan lingkungan.
Yaitu antara lain keadaan lingkungan yang baik, damai, tentram, aman, penuh
penerimaan dan pengertian, serta mampu memberikan perlindungan kepada
anggota-anggotanya merupakan lingkungan yang akan memperlancar proses
penyesuaian diri. Sebaliknya apabila individu tinggal di lingkungan yang tidak
tentram, tidak damai, dan tidak aman, maka individu tersebut akan mengalami
gangguan dalam melakukan proses penyesuaian diri.
3. Kriteria Penyesuaian Diri
Penyesuaian diri berlangsung secara terus-menerus dalam diri individu dan
lingkungan. Schneiders (dalam Ali & Asrori, 2012) memberikan kriteria individu
dengan penyesuaian diri yang baik, yaitu sebagai berikut :
a. Pengetahuan tentang kekurangan dan kelebihan dirinya.
b. Objektivitas diri dan penerimaan diri
c. Kontrol dan perkembangan diri
d. Integrasi pribadi yang baik
e. Adanya tujuan dan arah yang jelas dari perbuatannya
f. Adanya perspektif, skala nilai, filsafat hidup yang adekuat
g. Mempunyai rasa humor
h. Mempunyai rasa tanggung jawab
i.
Menunjukkan kematangan respon
16
http://digilib.mercubuana.ac.id/
j.
Adanya perkembangan kebiasaan yang baik
k. Adanya adaptabilitas
l.
Bebas dari respon-respon yang simtomatis atau cacat
m. Memiliki kemampuan bekerjasama dan menaruh minat terhadap orang lain
n. Memiliki minat yang besar dalam bekerja dan bermain
o. Adanya kepuasan dalam bekerja dan bermain
p. Memiliki orientasi yang adekuat terhadap realitas
q. Individu dengan penyesuaian diri yang baik maka dia memiliki ciri-ciri
penyesuaian diri yang baik tersebut secara terus menerus di dalam hidupnya.
4. Aspek- aspek Penyesuaian Diri
Menurut Schneiders (dalam Ali & Asrori, 2012) mengungkapkan bahwa
penyesuaian diri yang baik meliputi 6 (enam) aspek sebagai berikut :
a. Kontrol terhadap emosi yang berlebihan
Menekankan kepada adanya kontrol dan ketenangan emosi individu yang
memungkinkannya untuk menghadapi permasalahan secara inteligen dan dapat
menentukan berbagai kemungkinan pemecahan masalah ketika muncul
hambatan. Bukan berarti tidak ada emosi sama sekali, tetapi lebih kepada
kontrol emosi ketika menghadapi situasi tertentu.
b. Mekanisme pertahanan diri yang minimal
Menjelaskan pendekatan terhadap permasalahan lebih mengindikasikan respon
yang normal dari pada penyelesaian masalah yang memutar melalui serangkaian
mekanisme pertahanan diri yang disertai tindakan nyata untuk mengubah suatu
17
http://digilib.mercubuana.ac.id/
kondisi. Individu dikategorikan normal jika bersedia mengakui kegagalan yang
dialami dan berusaha kembali untuk mencapai tujuan yang ditetapkan. Individu
dikatakan mengalami gangguan penyesuaian jika individu mengalami kegagalan
dan menyatakan bahwa tujuan tersebut tidak berharga untuk dicapai.
c. Frustrasi personal yang minimal
Individu yang mengalami frustrasi ditandai dengan perasaan tidak berdaya dan
tanpa harapan, maka akan sulit bagi individu untuk mengorganisir kemampuan
berpikir, perasaan, motivasi dan tingkah laku dalam menghadapi situasi yang
menuntut penyelesaian.
d.
Pertimbangan rasional dan kemampuan mengarahkan diri Individu memiliki
kemampuan berpikir dan melakukan pertimbangan terhadap masalah atau
konflik serta kemampuan mengorganisasi pikiran, tingkah laku dan perasaan
untuk memecahkan masalah, dalam kondisi sulit sekalipun menunjukkan
penyesuaian yang normal. Individu tidak mampu melakukan penyesuaian diri
yang baik apabila individu dikuasai oleh emosi yang berlebihan ketika
berhadapan dengan situasi yang menimbulkan konflik.
e.
Kemampuan untuk belajar dan memanfaatkan pengalaman masa lalu.
Penyesuaian normal yang ditunjukkan individu merupakan proses belajar
berkesinambungan
kemampuannya
dari
mengatasi
perkembangan
situasi
individu
konflik
dan
sebagai
stress.
hasil
Individu
dari
dapat
menggunakan pengalamannya maupun pengalaman orang lain melalui
proses belajar. Individu dapat melakukan analisis mengenai faktor- faktor apa
saja yang membantu dan mengganggu penyesuaiannya.
18
http://digilib.mercubuana.ac.id/
f. Sikap realistik dan objektif
Sikap yang realistik dan objektif bersumber pada pemikiran yang rasional,
kemampuan menilai situasi, masalah dan keterbatasan individu sesuai dengan
kenyataan sebenarnya.
5. Proses Penyesuaian Diri
Proses penyesuaian diri menurut Schneiders (dalam Ali & Asrori, 2012)
setidaknya melibatkan 3 (tiga) unsur yaitu :
a. Motivasi. Motivasi dapat dikatakan sebagai kunci untuk memahami proses
penyesuaian diri. Motivasi sama halnya dengan kebutuhan, perasaan, dan emosi
merupakan kekuatan internal yang menyebabkan ketegangan dan ketidak seimbangan
dalam organisme.
b. Sikap terhadap realitas. Aspek penyesuaian diri di tentukan oleh sikap dan cara
individu bereaksi terhadap manusia di sekitarnya, benda-benda dan hubungan-hubungan
yang membentuk realitas.
c. Pola dasar penyesuaian diri. Dalam penyesuaian diri sehari-hari terdapat suatu pola
dasar tersendiri yaitu akan mengalami ketegangan dan frustasi karena terhambatnya
keinginan memperoleh kasih sayang, meraih prestasi untuk itu individu akan berusaha
mencari kegiatan yang dapat mengurangi ketegangan yang ditimbulkan sebagai akibat
tidak terpenuhi kebutuhannya.
19
http://digilib.mercubuana.ac.id/
B.
Sense Of Humor
1.
Pengertian Sense Of Humor
Thorson dan Powell (dalam Dowling, dkk., 2003) menjelaskan bahwa sense of
humor merupakan suatu cara melihat bagaimana seseorang menanggulangi stres dalam
menghadapi kehidupan. Jelas terlihat bahwa tidak ada formula yang tepat untuk
kepuasan dalam menjalani hidup, Artinya cara atau mekanisme yang digunakan oleh
seseorang dalam menghadapi masalah, bisa memberikan gambaran mengenai
kesuksesan mereka dalam menjalani hidup. Hal ini berhubungan dengan kemampuan
dan kekayaan diri seseorang akan kepekaan terhadap rasa humor.
Menurut Thorson & Powell (dalam Dowling, dkk., 2003) Sense of humor adalah
kemampuan untuk membuat humor, mengenali humor, mengapresiasikan humor,
menggunakan humor sebagai mekanisme coping dan untuk mencapai tujuan sosial.
Menurut Thorson & Powell (dalam José, dkk, 2007) adalah individu yang memiliki
perilaku yang mengarah pada humor dikorelasikan berhubungan positif dengan
kemampuan sosial dan psikologi yang bervariasi.
Martin (2003) di dalam beberapa budaya, rasa humor (sense of humor)
dipandang sebagai sesuatu yang penting atau perlu dimiliki seseorang dalam
kepribadian. Rasa humor yang dimiliki oleh seseorang umumnya diungkapkan dalam
perilaku senyum dan dan tertawa pada suatu objek/stimulus. Menurut Martin (2007)
Sense of humor dikonsepkan sebagai perilaku kebiasaan kecenderungan untuk sering
tertawa, untuk memberitahu lelucon dan menghibur orang lain dengan spontan,
menertawakan humor dari produksi orang lain, kemampuan untuk membuat humor,
untuk menghibur orang lain, untuk mendapatkan lelucon, mengingat lelucon, sifat
20
http://digilib.mercubuana.ac.id/
temperamen kebiasaan kegembiraan dan jiwa bermain, respon estetika kesenangan jenis
tertentu dari bahan humoris, sikap positif terhadap humor dan orang-orang yang
humoris), dan mekanisme pertahanan kecenderungan untuk mempertahankan perspektif
humor dalam menghadapi kesulitan.
Sense of Humor merupakan salah satu “kebutuhan pokok” hidup manusia. Sense
of Humor beredar di segala lapisan masyarakat, dinikmati semua umur, dan terus
berkembang dalam segala zaman. Sense of Humor mempunyai kemampuan besar untuk
kebaikan bila dapat dihidupkan dalam situasi masyarakat yang sedang buruk. Sense of
Humor biasanya akan mampu membebaskan orang dari beban kecemasan, kebingungan
dan kesengsaraan (Hartanti & Rahaju, 2002).
Lugo & Hershey (dalam puspita, 2007) mengemukakan bahwa sense of humor
adalah kemampuan individu untuk merasakan, mengamati, mengungkapkan kelucuan
dan tertawa dalam situasi yang tidak menyenangkan atau secara potensial menyakitkan
tanpa mengakibatkan individu lain terluka secara fisik maupun psikis.
Berdasarkan definsi diatas dapat disimpulkan bahwa sense of humor adalah
kemampuan seseorang untuk mengamati, menikmati, mengekspresikan apa yang lucu
yang berhubungan dengan sesuatu hal dengan kesenangan, tertawa, bercanda sebagai
cara menyelesaikan masalah, keterampilan untuk menciptakan humor, kemampuan
menghargai dan menanggapi humor, serta menanggapi orang- orang yang humoris
untuk meredakan ketegangan dan menggunakan humor hingga mencapai tujuan social.
21
http://digilib.mercubuana.ac.id/
2.
Unsur- unsur Sense Of Humor
Menurut Thorson dan Powell (dalam José, dkk, 2007) secara teoritis, rasa humor
terdiri dari beberapa unsur serta penggunaan rasa humor berbeda dari orang ke orang
dan berubah sesuai dengan kecenderungan untuk berperilaku seseorang, kepribadian,
tingkat perhatian terhadap situasi, dan kecerdasan. Menurut Thorson dan Powell (dalam
José, dkk, 2007), Unsur tersebut yaitu:
a.
Pengakuan diri untuk menjadi orang yang lucu
Orang memiliki beberapa motivasi untuk mengembangkan rasa humor karena
adanya keberhasilan atau kurangnya keberhasilan di masa lalu. Namun, mereka
yang memahami perilaku lucu akan merasa bebas atau termotivasi untuk
mengembangkan rasa humor dan menggunakan humor dalam kehidupan seharihari mereka.
b.
Pengakuan humor orang lain
Orang mungkin berusaha untuk mengembangkan gaya humor mereka sendiri
setelah merasa bahwa mereka memiliki lelucon yang dapat dipahami orang lain.
c.
Apresiasi humor
Apresiasi humor berhubungan erat terhadap sikap menghadapi orang yang
humoris,
pada
gilirannya,
terkait
dengan
sikap
tentang
humor
itu
sendiri. Penghargaan ini berubah sesuai dengan konteks sosial dan jenis
dihargainya humor.
d.
Tertawa
Respons perilaku ini mungkin atau tidak mungkin terkait dengan rasa humor,
karena juga bisa menjadi hasil dari tekanan sosial, konvensi, atau gangguan
22
http://digilib.mercubuana.ac.id/
mental. Tertawa juga dapat digunakan dalam beberapa konteks sebagai
mekanisme pertahanan. Bahwa respon perilaku dapat dilihat sebagai unsur,
selain tersenyum, yang mencakup respon perilaku menunjukkan pengakuan
humor.
e. Perspektif
Pandangan setiap individu dianggap sebagai unsur rasa humor, terutama ketika
perspektif mencakup penghargaan kehidupan. Dalam hal ini, perspektif dapat
diambil sebagai jenis respon adaptif ("meskipun aku bosan aku bisa
menertawakan ini"). Perspektif termasuk serta serangan seseorang atau untuk
mencari penguasaan atau balas dendam.
f. Adaptative Humor
Menggunakan humor sebagai cara mengatasi penyesuaian. Mekanisme
merupakan unsur rasa humor, yang sering menyebabkan kekaguman. Humor
bisa menjadi respon yang sangat baik saat dalam kondisi krisis, karena dengan
cara seperti itu kita dapat memahami makna sebenarnya dari masalah dan
menggunakan humor sebagai respon adaptif. Kemampuan untuk menggunakan
humor sebagai "Penyesuaian sosial" dan mengurangi situasi stres menjadi salah
satu cara paling tajam untuk menggunakan humor adaptative.
3. Dimensi Sense Of Humor
Thorson, dkk, (1997) mengelompokkan dimensi yang ada menjadi 4 (empat)
dimensi sense of humor, yaitu :
23
http://digilib.mercubuana.ac.id/
1. Humor production : bagaimana seseorang dapat menghasilkan, memproduksi, atau
melontarkan humor. Berkaitan dengan kemampuan individu untuk menemukan ide
atau gagasan dalam menciptakan materi-materi humor atau hal-hal yang bersifat
jenaka atau lucu pada setiap peristiwa dan berhubungan dengan perasaan diterima
oleh lingkungan.
2. Uses of humor for coping: penggunaan humor dalam menghadapi masalah (coping),
mengatasi situasi sulit
dengan menggunakan humor. Bagaimana individu
menggunakan humor untuk menolong individu menghadapi kesulitan. Kemampuan
untuk melihat humor merupakan salah satu yang dapat digunakan untuk mengatasi
krisis hidup, mengatasi emosional dan situasi yang mengandung stressful pada
individu.
3. Social uses of humor (penggunaan humor untuk tujuan sosial), Pengetahuan atau
penghargaan individu terhadap humor atau segala sesuatu yang berkaitan dengan halhal yang sifatnya jenaka atau lelucon. Kemampuan untuk mengapresiasikan humor
yang dihubungkan dengan internal locus of control seseorang, sebuah indikasi dari
seberapa banyak individu mengapresiasikan setiap perilaku orang lain.
4. Attitudes toward humor and humorous people (sikap-sikap terhadap humor dan
orang-orang yang humoris). Suatu tingkah laku atau perasaan, baik itu positif
maupun negatif terhadap suatu lelucon atau humor yang tercermin dalam perasaan
senang, menerima atau lucu. Kecenderungan untuk tersenyum atau tertawa pada
setiap situasi yang lucu.
24
http://digilib.mercubuana.ac.id/
C.
Remaja
1. Pengertian Remaja
Menurut Santrock (2007) remaja (adolescence) diartikan sebagai masa
perkembangan transisi antara masa anak dan masa dewasa yang mencakup perubahan
biologis, kognitif dan sosial emosional. Ia melanjutkan masa remaja awal (early
adolescence) kira-kira sama dengan masa sekolah menengah pertama dan mencakup
kebanyakan perubahan pubertas. Papalia & koleganya (2008) menyatakan bahwa masa
remaja dimulai pada usia 11 atau 12 tahun sampai masa remaja akhir atau awal usia dua
puluhan, dan masa tersebut membawa perubahan besar saling bertautan dengan semua
ranah perkembangan. Sarlito (2002) mendefiniskan remaja sebagai masa peralihan
antara masa anak-anak ke masa dewasa dengan berbagai perubahan perilaku yang
ditunjukkan seperti susah diatur, mudah terangsang perasaannya, dan sebagainya.
Selanjutnya menurut Monks (2002) masa remaja berlangsung antara usia 12 sampai 21
tahun dan terbagi menjadi masa remaja awal usia 12-15 tahun, masa remaja pertengahan
usia 15-18 tahun, dan masa remaja akhir usia 18-21 tahun.
Yustinus (2006) masa remaja digunakan untuk menunjukkan masa peralihan
dari ketergantungan dan perlindungan orang dewasa pada ketergantungan terhadap diri
sendiri dan penentuan diri sendiri. Masa ini dimulai pada usia 12 tahun dan berakhir
sekitar 17 atau 18 tahun. Masa remaja ditandai dengan munculnya serangkaian
perubahan fisiologis yang kritis, yang membawa individu pada kematangan fisik dan
biologis. Perubahan perubahan ini lebih cepat terjadi pada anak perempuan (kadangkadang terjadi pada usia 9 atau 10 tahun), sedangkan pada laki- laki perubahan itu
mungkin terjadi pada usia 12 tahun. Sejalan dengan perubahan biologis yang mendasar
25
http://digilib.mercubuana.ac.id/
itu, tampaklah beberapa perubahan psikologis, misalnya anak makin tidak tergantung
pada ikatan- ikatan keluarga, perhatian terhadap hubungan heteroseksual meningkat,
perasaan frustasi pada ambang kamatangan, pematangan minat dan ambisi yang
berhubungan dengan pekerjaan.
2. Karakteristik Remaja
Karakteristik remaja menurut Ali dan Asrori (2012), menunjukan sejumlah sikap
yang sering ditunjukan oleh remaja adalah sebagai berikut:
a. Kegelisahan yang artinya, remaja ingin mendapat pengalaman sebanyak- banyaknya,
tetapi disisi lain mereka merasa belum mampu melakukan berbagai hal dengan baik
sehingga tidak berani mengambil tindakan sehingga mencari pengalaman langsung
dari sumbernya. Tarik menarik antara keinginan yang tinggi dan kemampuan yang
belum memadai membuat remaja gelisah.
b. Pertentangan, dimana remaja berada pada situasi psikologis antara ingin melepaskan
diri dari oarangtua dan perasaan belum mampu untuk mandiri. Oleh karena itu,
sering munculnya pertentangan antara orangtua dan anak.
c. Keinginan mencoba segala sesuatu adalah fase dimana remaja memiliki rasa ingin
tau yang tinggi (high curiosity) atau ingin membuktikan bahwa dirinya mampu
berbuat seperti apa yang dilakukan orang dewasa. Rasa ingin tau yang tinggi dapat
membawa remaja kedalam hal positif dan negatif. Oleh karena itu, peran orangtua
diperlukan untuk membimbing anak mereka agar tidak terjerumus pada hal negatif.
26
http://digilib.mercubuana.ac.id/
3. Pengertian remaja pantia asuhan
Remaja yang tinggal di dalam panti asuhan merupakan remaja yang memiliki
masalah dalam kehidupanya, seperti remaja yang tidak memiliki orang tua, korban
perceraian, ada juga remaja yang masih memiliki ke dua orang tua tetapi tidak sanggup
untuk menyukupi kebutuhan ekonominya sehari-hari, dan usia mereka masih tergolong
remaja dan dari penjelasan tersebut remaja yang tinggal di panti asuhan yatim piatu
memiliki rentang usia yang berbeda-beda, antara lain masih berusia remaja awal yaitu
(12-15 tahun) dan remaja pertengahan (15-18 tahun) dan jika melihat usia rentang
remaja panti asuhan yang tinggal di dalam panti asuhan maka dapat diberikan
kesimpulan remaja yang di dalam panti asuhan adalah remaja yang sedang mencari jati
dirinya, masa berkembangnya seorang remaja, hal ini harus diikuti dengan pola asuh
dari pengasuh panti asuhan dimana seorang pengasuh sebagai salah seorang pengganti
orang tua, pelindung, pendidik, memotivasi dan pembimbing bagi penghuni dengan
selalu mengajari hal-hal yang bersifat positive bagi remaja panti asuhan, karena dalam
usia-usia tersebut adalah peralihan dari masa kanak-kanak menuju masa dewasa dan
berbagai permasalahan muncul pada masa ini. Permasalahan yang dihadapi seorang
remaja panti asuhan adalah cara bergaul, sikap dan kurangnya kepatuhan.
Sarlito (2002) Masa peralihan antara masa anak-anak ke masa dewasa dengan
berbagai perubahan perilaku yang ditunjukkan seperti susah diatur, mudah terangsang
perasaannya, dan sebagainya. Jika terdapat remaja panti asuhan yang merasa terasing
dalam lingkunganya maka akan menjadi tertutup, takut, kurang bergaul, sulit
menyesuaikan diri dengan orang lain maka akan muncul rasa tidak puas terhadap
kualitas suatu hubungan interpersonal dengan orang lain dan akhirnya merasa kurang
27
http://digilib.mercubuana.ac.id/
berharga. Hal ini selaras dengan tujuan panti asuhan yang bertujuan untuk memberikan
pelayanan sebagaimana mestisnya bagi remaja yang berada di dalam panti asuhan.
Berdasarkan uraian diatas disimpulkan remaja panti asuhan remaja yang berusia
12-18 tahun yang di serahkan kepada panti asuhan sebagai akibat dari tidak memiliki
keluarga, perpecahan keluarga, faktor ekonomi dan lain sebagainya. Penerapan
pengasuhan dan pendidikan panti asuhan sangatlah penting dalam perkembangan
remaja menuju arah pribadi yang utuh sehat jasmani dan rohani.
D.
Pengaruh sense of humor terhadap penyesuaian diri remaja di panti asuhan
Di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2001), panti asuhan merupakan
sebuah tempat untuk merawat dan memelihara anak-anak yatim atau yatim piatu.
Pengertian yatim adalah tidak memiliki seorang ayah, sedangkan yatim piatu adalah
tidak memiliki seorang ayah dan ibu. Namun, tidak hanya untuk anak yatim maupun
yatim piatu, panti asuhan juga terbuka untuk anak-anak selain mereka, seperti anak
terlantar. Anak- anak yang kurang beruntung juga dapat bertempat tinggal di panti
asuhan.
Perpindahan dari lingkungan lama menuju lingkungan baru, yaitu panti asuhan,
tentunya membutuhkan penyesuaian diri (adaptasi). Kehidupan baru sebagai remaja
yang tinggal dipanti asuhan merupakan transisi antara bergantungnya individu dengan
orangtua dan kemandirian status serta identitas yang harus diraih. Remaja dituntut
untuk mandiri, bertanggungjawab, dewasa, mempunyai penyesuaian diri yang baik,
berprestasi dan dapat menyelesaikan tugas yang diberikan dengan baik. Tapi terkadang
28
http://digilib.mercubuana.ac.id/
tuntutan-tuntutan tersebut tidak dapat dijalankan dengan baik sehingga memunculkan
suatu tekanan terhadap diri mereka.
Tuntutan situasi sosial dapat dipenuhi oleh individu jika memiliki kemampuan
untuk memahami berbagai situasi sosial dan kemudian menentukan perilaku yang sesuai
dan tepat dalam situasi sosial tertentu, kemampuan tersebut dapat diperoleh dari
pembelajaran keluarga dan pembelajaran pengetahuan baru dari lingkungan yang di
tempati (Maharani & Andayani, 2003).
Remaja
yang tinggal dipanti berasal dari berbagai daerah biasanya
membutuhkan waktu untuk dapat menempatkan diri di lingkungannya, sehingga dalam
proses tersebut sangat rentan remaja mengalami kejenuhan, kebingungan, dan tidak
berdaya, serta muncul perilaku stres.
Menurut Schneiders (1964) individu dengan penyesuaian diri yang tinggi
memiliki ciri-ciri antara lain: mampu beradaptasi, mampu berusaha mempertahankan
diri secara fisik, mampu menguasai dorongan emosi, perilakunya menjadi terkendali
dan terarah, motivasi tinggi dan sikapnya berdasarkan realitas. Sedangkan individu
dikatakan tidak mampu menyesuaikan diri apabila perasaan sedih, rasa kecewa, atau
rasa putus asa berkembang dan mempengaruhi fungsi-fungsi fisiologi serta
psikologinya, sehingga menjadi tidak mampu menggunakan pikiran dan sikap dengan
baik, serta tidak mampu mengatasi tekanan-tekanan yang muncul dengan cara yang
baik.
Salah satu faktor yang dapat mempengaruhi penyesuaian diri adalah sense of
humor (Schneiders dalam Ali & Asrori, 2012). Sense of humor yang dimiliki seseorang
dapat membuat suatu komunikasi interpersonal menjadi menarik, terutama dalam situasi
29
http://digilib.mercubuana.ac.id/
komunikasi yang berkaitan dengan penyesuaian diri. Sense of humor di dalam
penyesuaian diri remaja panti asuhan dapat menjadi dorongan bagi remaja untuk
menambah semangat di panti asuhan. Sense of humor ini dapat diperoleh dari temanteman dilingkungan panti asuhan.
Sense of humor yang diberikan yaitu sesuatu yang lucu dan tidak terlalu serius,
sehingga dapat mengurangi kelelahan, kebosanan, ketegangan dan stress. Humor
membuat orang semakin dekat satu sama lain. Sense of humor ini juga dapat membantu
remaja saat mengalami kesulitan dalam menyelesaikan permasalahannya. Karena salah
satu cara untuk mengatasi tekanan penyesuaian diri yaitu dengan humor. Peran teman
sebaya bagi remaja juga sangat berpengaruh dalam memberikan humor bagi sesamanya,
misalnya dengan memperbaiki komunikasi dan semangat dalam berinteraksi. Sebaiknya
sesama teman dipanti memang harus menyisihkan humor dalam kehidupan sehari- hari
agar suasana yang dijalani tidak kaku. Diharapkan adanya sense of humor dari sesama
teman yang berada di lingkungan, sehingga remaja dapat berinteraksi disekitar
lingkungan dengan baik dan dapat mengatasi berbagai masalah yang dihadapinya
seperti penyesuaian diri.
Berdasarkan uraian diatas, peneliti membuat kerangka berfikir mengenai
pengaruah sense of humor terhadap penyesuaian diri pada remaja. Berikut adalah
gambar dari kerangka pengaruh sense of humor terhadap penyesuaian diri pada remaja.
30
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Sense Of Humor:
1. Menghasilkan,
memproduksi
dan
melontarkan humor
2. Penggunaan humor
dalam menghadapi
masalah
3. Penggunaan humor
untuk tujuan sosial
4. Sikap
terhadap
humor dan orangorang yang humoris
Penyesuaian Diri:
1. Kontrol terhadap emosi yang
berlebihan
2. Mekanisme pertahanan diri yang
minimal
3. Frustasi personal yang minimal
4. Pertimbangan rasional dan
kemampuan mengarahkan diri
individu
5. Kemampuan untuk belajar
memanfaatkan pengalaman masa
lalu
6. Sikap realistik dan objektif
Scheinders
(dalam
Ali
&
Asrori,2012)
(Thorson, dkk, 1997)
Gambar 1: Kerangka Pemikiran
D.
Hipotesis Penelitian
Berdasarkan pada landasan teori dan kerangka pemikiran di atas, maka hipotesis
dalam penelitian ini adalah:
H0: Tidak ada pengaruh sense of humor secara signifikan terhadap penyesuaian diri
remaja satu tahun pertama di panti asuhan wilayah Jakarta.
H1: Ada pengaruh sense of humor secara signifikan terhadap penyesuaian diri remaja
satu tahun pertama di panti asuhan wilayah Jakarta
.
31
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Download