clinical science session pneumonia

advertisement
CLINICAL SCIENCE SESSION
PNEUMONIA
Erik Sulivan
C11050174
Inggrid Butar Butar
C11050175
Syndi Nurmawati
C11050176
Preseptor:
Adi Utomo, dr., Sp.A. (K)
Bagian Ilmu Kesehatan Anak
Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran
Rumah Sakit Hasan Sadikin
Bandung
2006
PNEUMONIA
A. Definisi
Sebenarnya tidak ada definisi tunggal untuk istilah pneumonia. Pneumonia adalah
penyakit klinis yang didefinisikan berkaitan dengan tanda dan gejala serta perjalanan
penyakit. Dalam rangka usaha menurunkan morbiditas dan mortalitas pneumonia, maka
untuk penggunaannya di lapangan atau rumah sakit kecil, baik untuk dokter maupun
tenaga medis, maka World Health Organization (WHO) mendefinisikan pneumonia
sebagai penyakit dengan demam dan takipnea tanpa memandang apa penyebabnya.
Untuk mengklasifikasikan beratnya pneumonia, perlu diperhatikan adanya tanda bahaya
(danger sign), dan digunakan dua parameter, yaitu:(1)
1.
Takipnea
2.
Tarikan dinding dada bagian bawah ke dalam (retraksi epigastrik)
Definisi lain dari pneumonia adalah penyakit peradangan parenkim paru.(1)
Terdapat dua definisi klinis pneumonia, yaitu:(1)
1. Bronkopneumonia, yaitu penyakit demam dan batuk disertai distress pernapasan
dan dibuktikan adanya infiltrat berbercak yang bersifat lokal atau generalisata pada
foto toraks.
2. Pneumonia lobaris, yaitu sama dengan bronkopneumonia, kecuali dalam hal
pemeriksaan fisis toraks dan foto toraks yang menunjukkan konsolidasi lobar.
Etiologi dan gejala pneumonia yang tampak pada bayi dan anak sangat beragam,
tergantung umur anak dan kondisi kesehatan anak tersebut.(2)
B. Epidemiologi
Pneumonia merupakan salah satu penyakit infeksi yang sering ditemukan pada
kelompok usia anak dan salah satu penyakit yang banyak menyebabkan masuknya pasien
ke rumah sakit pada malam hari.(1) Data yang didapat WHO Child Health Epidemiology
Reference Group dari 28 penelitian, memperkirakan bahwa insidensi pneumonia klinis
0,28 episode per anak – tahun, dengan 7 – 13 % memerlukan perawatan di rumah wakit.
95 % pneumonia klinis pada anak timbul di negara berkembang.(2)
Di negara berkembang, yang memberikan kontribusi jumlah pasien sebesar 95%
dari seluruh kejadian pneumonia di dunia, jumlah kasus pneumonia usia < 5 tahun
diperkirakan 150 juta pertahun. Jumlah kasus pneumonia di negara berkembang, 2- 10
kali lebih besar dibandingkan dengan negara maju, dan merupakan 25% penyebab
kematian pada anak balita. Anak balita di wilayah urban mengalami infeksi saluran
respiratorik akut sebanyak 5-8 kali pertahun, sedangkan di pedesaan hanya 3-5 kali
pertahun.(1)
C. Etiologi
Pneumonia dapat disebabkan oleh infeksi:(1)
1. Virus (paling banyak)

Adenovirus

Virus parainfluenza

Virus influenza
2. Bakteri

Neonatus:
Streptococcus
grup
B,
Escherichia
coli,
Listeria
monocytogenes, Chlamydia trachomatis

3 minggu – 3 bulan: virus merupakan penyebab terbanyak dan selain itu
bisa pula oleh chlamydia trachomatis, dan Streptococcus pneumoniae

4 bulan – 4 tahun: Streptococcus pneumoniae (paling banyak), H.
influenzae, S. aureus, Group A streptococcus (S. pyogenes), Mycoplasma
pneumoniae.

≥ 5 tahun: Mycoplasma pneumoniae dan Streptococcus pneumoniae
3. Penyebaran secara hematogen
Penyebab pneumonia secara individual sulit ditentukan karena kultur dari biopsi
paru merupakan tindakan yang sangat invasif dan biasanya tidak diindikasikan. Bakteri
dan virus sebagai penyebab pneumonia ditentukan pada 44-48% kasus CAP anak dengan
lebih dari satu penyebab pada 25-40% anak.(1)
Pneumococcus
masih
tetap
merupakan
patogen
urutan
tersering
yang
diidentifikasi di antara anak-anak yang dirawat dengan pneumonia. Yang perlu diketahui
adalah bahwa sebagian besar kasus pneumonia pada anak menunjukkan infeksi
campuran. Pneumonia juga bisa disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis.(1)
Pneumonia dapat pula disebabkan oleh noninfeksi antara lain aspirasi makanan,
asam lambung, benda asing, hidrokarbon, substansi lipoid, reaksi hipersensitivitas, radiasi
(radiation induced pneumonia), atau obat-obatan.
D. Faktor Resiko
Beberapa faktor di bawah ini merupakan faktor resiko pneumonia:(1)
•
Berat badan lahir rendah (BBLR)
•
Malnutrisi atau tidak mendapat ASI)
•
Lingkungan yang tidak memadai (Overcrowding dalam kamar tidur)
•
Asap rokok
•
Tidak diimunisasi atau imunisasi tidak lengkap
•
Sanak saudara ada yang menderita batuk-batuk
•
Faktor yang menyebabkan inaktifnya mekanisme pertahanan tubuh lokal
E. Klasifikasi
Pneumonia dapat diklasifikasikan sebagai berikut:(1)
1.
Berdasarkan tempat atau lokasi terjadinya pneumonia
Community-acquired
pneumonia
(CAP)
dan
Hospital-acquired
pneumonia
(HAP)/nosocomial pneumonia. Hospital-acquired pneumonia dapat disebabkan oleh
pemakaian ventilator (ventilator acquired pneumonia) atau penyebab lain yang
berhubungan dengan perawatan di rumah sakit. Walaupun tidak ada definisi yang
tepat untuk CAP, namun umumnya CAP didefinisikan sebagai infeksi parenkim paru
yang ditandai demam, batuk, sesak napas dan ditemukannya abnormalitas pada
pemerikasaan auskultasi paru berupa rales/crackles atau perubahan suara pernapasan,
atau adanya gambarab infiltrat pada foto toraks pada individu yang tidak sedang
dalam perawatan di rumah sakit paling sedikit 14 hari sebelum timbulnya gejala.
2.

Berdasarkan lokasi anatomis
Pneumonia lobaris

Bronkopneumonia

Pneumonia intersitialis
3.
Berdasarkan etiologi

Pneumonia Pneumokokal

Pneumonia Stafilokokal
4.
Berdasarkan berat ringannya penyakit

Ringan

Sedang

Berat
5.
Berdasarkan lama penyakit

Pneumonia akut

Pneumonia persisten
Berdasarkan kedua parameter tanda bahaya pneumonia, maka klasifikasi beratnya
pneumonia pada anak di bawah lima tahun (balita) ditentukan berdasarkan usia, yaitu:
(1,3)
Anak usia < 2 bulan
Pneumonia sangat berat
Terdapat tanda bahaya yaitu kurang mau
minum,
kejang,
mengantuk/penurunan
wheezing,
stridor,
kesadaran, febris,
Pneumonia berat
atau hipotermi
Tarikan dinding dada yang jelas tampak
Bukan pneumonia
atau napas cepat
Tidak ada tarikan dinding dada atau napas
cepat
Anak usia 2 bulan – 5 tahun
Pneumonia sangat berat
Terdapat tanda bahaya, yaitu tidak mau
minum,
kejang,
stridor,
penurunan
kesadaran, gizi buruk, sianosis sentral
Pneumonia berat
Batuk atau kesulitan bernafas dan tarikan
Pneumonia
Bukan Pneumonia
dinding dada
Napas cepat
Tidak ada tarikan dinding dada atau napas
cepat
F. Patofisiologi
Pneumonia terjadi karena inflamasi rongga alveolar dan dapat menggangu
pertukaran udara. Pneumonia dapat timbul karena penyebaran secara hematogen atau
aspirasi.
Ketiga faktor yaitu patogen, pejamu, dan lingkungan, memiliki peranan pada
terjadinya pneumonia, yang biasanya dimulai dengan kolonisasi mikroorganisme di
trakea. Mekanisme pertahanan saluran respiratorik yang pertama berperan adalah barier
mukosa epitel saluran respiratorik dan apparatus mokosilier yang betugas membersihkan
mikroorganisme atau material asing dari saluran respiratorik. Bila saluran respiratorik
bagian bawah mengalami inokulasi bakteri dalam jumlah banyak, maka respons inflamasi
lokal untuk melawan bakteri tersebut (misalnya antibodi, komplemen, fagosit, dan
sitokin) akan mengasilkan kerusakan jaringan paru. Pneumonia dapat pula terjadi akibat
penyebaran langsung melalui terjadinya bakteriemia terutama pada Pneumococcus dan S.
aureus.(1)
Infeksi biasanya terjadi melalui beberapa mekanisme yang tersering adalah
aspirasi inokulum dari saluran respiratorik bagian atas atau inhalasi langsung patogen.
Mekanisme yang yang lebih jarang adalah penjalaran langsung dari fokus infeksi terdekat
dan penyebaran hematogen sebagaimana yang terjadi pada endokarditis bakterialis.
Saluran respiratorik bagian bawah mulai dari area di bawah parenkim sampai parenkim
paru merupakan daerah steril. Paru dilindungi dari infeksi bakteri melalui beberapa
mekanisme pertahanan saluran respiratorik mulai dari filtrasi oleh bulu hidung, refleks
epiglotis, refleks batuk, aparatus mukosilier, serta mekanisme imunologis antara lain
sekresi lokal Ig A, respons inflamasi oleh leukosit, komplemen, sitokin, imunoglobulin,
makrofag alveoli, dan cell mediated immunity (CMI). Infeksi paru akan terjadi bila salah
satu atau lebih dari mekanisme pertahanan tersebut tidak berfungsi dengan baik atau
jumlah kuman yang masuk cukup banyak. Infeksi virus pada saluran respiratorik dapat
menurunkan fungsi mekanisme pertahanan tersebut, 25-75% pneumonia pada anak
umumnya mengalami infeksi virus terlebih dahulu.(1)
Invasi bakteri pada parenkim paru menyebabkan konsolidasi eksudatif, pada
jaringan paru secara lobular (bronkopneumonia), lobar, intersitial. Proses pneumonia
dimulai dari hiperemia, eksudasi cairan intraalveoli, deposisi fibrin, infiltrasi neutrofil
(keseluruhan proses ini disebut stadium red hepatization). Konsolidasi paru akan
menyebabkan menurunnya kapasitas vitalnya. Meningkatnya aliran darah pada daerah
yang terkena, akan menyebabkan terjadinya hipoksemia akibat ventilation-perfussion
missmatching. Menurunnya saturasi oksigen akan meningkatkan kerja jantung. Stadium
ini akan diikuti dengan deposisi fibrin yang makin bertambah serta disintegrasi progresif
sel radang (gray hepatization). Padsa kebanyakan kasus, resolusi dari konsolidasi tersebut
terjadi setelah 8-10 hari ketika eksudat mengalami digesti enzimatik dan diabsorbsi serta
dikeluarkan melalui mekanisme batuk. Bila infeksi bakteri pneumonia meluas ke rongga
pleura, maka terjadi supurasi yang kan menimbulakn empiema, selanjutnya resolusi
spontan atau terjadi penebalan maupun perlekatan pleura. Infeksi yang meluas ini dapat
juga
mnyebabkna
terjadinya
meningitis,
peritonitis,
perikarditis,
artritis,
atau
endokardiotis.(1)
Pada bronkopneumonia terjadi konsolidasi satu atau lebih lobus. Eksudat neutrofil
berpusat pada bronchus dan bronchiolus, dengan penyebaran sentrifugal.
Pada pneumonia interstitial, terjadi inflamasi di interstitium yang ditandai dengan
infiltrasi limfosit, makrofag, dan sel plasma. Terdapat membran hialin kaya protein
membatasi rongga alveolar.
Pneumonia miliar merupakan lesi diskret dan multipel yang terjadi karena
penyebaran patogen ke paru-paru secara hematogen.
G. Diagnosis
Secara tradisional, diagnosis klinis pneumonia dibuat berdasarkan penemuan
pemeriksaan auskultasi seperti suara pernapasan bronkial atau crackles rales, pada anak
dengan batuk. Namun sensitivitas pemeriksaaan auskultasi sangat rendah yang bervariasi
antara 33-60% atau pada rentang 50% pada anak. Takipnea (napas cepat) merupakan
gejala klinis yang paling banyak ditemukan. Takipnea merupakan gejala klinis yang
paling sensitif pada pneumonia anak. Penemuan adanya takipnea adalah lebih unggul
dibandingkan dengan pemeriksaan auskultasi paru. Jadi, sangatlah penting menghitung
frekwensi napas secara akurat yaitu harus dihitung dalam 60 detik secara inspeksi.
Bahkan pada bayi, pneumonia dapat terjadi apabila pernapasannya tidak teratur atau
hipopnea. WHO mendefinisikan bahwa yang disebut takipnea pada usia < 2 bulan adalah
60X/menit atau lebih, pada usia 2 bulan sampai < 12 bulan adalah 50X/menitatau lebih,
dan usia 12 bulan sampai < 5 tahun adalah 40 X/menit atau lebih. Selain itu pneumonia
umumnya disertai dengan meningkatnya kerja pernapasan yang ditandai oleh retraksi
epigastrium, interkostal, dan suprasternal, serta adanya pernapasan cuping hidung yang
menunjukkan adanya penggunaan otot-otot pernapasan tambahan yang diperlukan untuk
membantu pernapasan. Pada kasus yang berat terutama bayi, kadang-kadang disertai
sianosis atau disertai atau ancaman gagal napas.(1)
Tanda nonspesifik pneumonia anak antara lain demam, menggigil, sakit kepala,
malaise, iritabel, keluhan gastrointestinal seperti muntah, sakit perut, perut kembung
(distensi abdomen akibat dilatasi gaster karena ileus paralitik) sering ditemukan pada
anak usia dini. Pada beberapa kasus dapat disertai kelainan ekstraparu misalnya abses
kulit dan jaringan lunak dapat ditemukan pada S. Aureus, otitis media pada S.
Pneumoniae dan H. Influenzae, sedangkan epiglotitis dan perikarditis berhubungan
dengan pneumonia oleh H. Influenzae.
Diagnosis pneumonia didapat dari:
1. Anamnesis

Neonatus:
Orang tua mengeluhkan bayi rewel atau tidak mau menyusu. Keluhan batuk
jarang terjadi. Demam juga dapat tidak terjadi pada neonatus, sebaliknya harus
diperhatikan adanya hipotermia.(2) Bisa terdapat grunting, takipnea, sianosis.(1)
Infeksi Streptococcus grup B onset awal biasanya tampak sebagai infeksi
perinatal asendens (sepsis) atau pneumonia dalam 24 jam pertama kehidupan.
Pneumonia Chlamydia trachomatis biasanya tampak bersamaan dengan
konjungtivitis dan timbul pada minggu kedua atau ketiga kehidupan.(2)

Bayi:
Gejala yang timbul biasanya batuk (di atas usia 1 bulan) atau mengi. Bisa terdapat
tachypnea, grunting, retraksi, muntah, tidak mau minum susu, dan rewel. Jika
pneumonia disebabkan oleh bakteri, bayi dapat menjadi febris. Akan tetapi bila
disebabkan oleh virus atau atipik, biasanya subfebris atau afebris.(2)

Anak kecil:
Gejala yang paling banyak timbul adalah batuk. Selain itu keluhan nyeri dada
juga sering dikeluhkan. Biasanya terdapat riwayat infeksi saluran respirasi atas.
Bisa terdapat muntah, terutama setelah batuk. Febris tergantung dari organisme
penyebab.(2)

Remaja:
Organisme atipik lebih sering menginfeksi pasien usia remaja. Selain gejala yang
terdapat pada anak kecil, dapat pula terdapat gejala konstitusional seperti sakit
kepala, nyeri dada pleuritik (disebabkan oleh iritasi pleura yang mana dapat
membatasi pergerakan dada), nyeri perut, muntah, diare, faringitis, dan
otalgia/otitis.(2) Sering didahului dengan panas tinggi dan menggigil secara tibatiba, batuk dan nyeri dada yang disusul dengan takipnea, batuk pendek dan tidak
produktif, penderita tidur miring ke sisi yang sakit dengan lutut dilipat.(1)
2. Pemeriksaan Fisik
Langkah awal pada pemeriksaan fisik adalah dengan menentukan adanya distress
pernafasan, hipoksemia, dan hiperkarbia. Grunting, takipneu berat, dan retraksi
merupakan tanda-tanda dimana pemeriksa harus memberikan bantuan pernafasan.(2)
Pemeriksaan dimulai dengan observasi, baju dilepas dan lampu dinyalakan.
Pemeriksa mengamati usaha pernafasan penderita dan menghitung respirasi selama 1
menit. Pada bayi, observasi harus mencakup waktu minum, kecuali bila takipnea berat.(2)
Perkusi biasanya tidak menunjukkan kelainan terutama pada bayi apabila
distribusi pneumonia bersifat ”patchy”.(1)
Pada auskultasi paru sebagai tanda patognomonis pneumonia adalah terdengar
crackles. Suara pernapasan tambahan berupa pleural friction rub dapat terdengar di
daerah pleura yang terkena. Apabila cairan bertambah banyak, maka sesak/dispnea
bertambah berat, nyeri pleuritik tersebut menghilang yang pada perkusi menjadi
pekak/dullnes.(1) Auskultasi sulit dilakukan pada bayi dan anak kecil karena sering
menangis.(2)
Manifestasi klinis ini juga tergantung pada stadium penyakitnya, pada stadium
awal dapat ditemukan crackles yang tidak difus serta suara npas yang menurun,
selanjutnya dengan meluasnya proses konsolidasi maka akan ditemukan suara napas ynag
meningkat sampai subbronkial.(1)
3. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Foto toraks
Walaupun diagnosis pneumonia dapat diperkirakan dengan tanda klinis, namun
adanya pneumonia dikonfirmasi dan dipastikan dengan pemeriksaan foto toraks. Selain
itu pemeriksaan foto toraks dapat menunjukkan ada tidaknya komplikasi seperti efusi
pleura atau empiema. Di daerah yang tidak dilengkapi fasilitas radiologi atau apabila
pneumonia ringan, maka pembuatan foto toraks tidak selalu diperlukan.(1)
Sebaliknya pemeriksaan radiologis saja tidak cukup mempunyai nilai diagnostik
dan harus dikonfirmasi dengan pemeriksaan klinis. (1)
Gambaran foto toraks dapat menunjukkan konsolidasi lobar maupun segmental
pada pneumonia lobaris, hiperaerasi dan meningkatnya bronchovascular markings serta
peribronchial cuffings pada pneumonia interstitial, gambaran infiltrat kecil-kecil merata
sampai perifer pada bronkopneumonia.(1)
Hal yang perlu dicermati adalah bahwa:(1)
•
Gambaran foto toraks tidak dapat membedakan penyebab virus dari bakteri
•
Konsolidasi lobar
- lebih sering pada pneumonia bacterial
- dapat pula ditemukan pada pneumonia viral
•
Infiltrat interstitialis
- lebih sering padapneumonia viral
- dapat ditemukan pada pneumonia bakterial
Pada bayi ternyata gambaran radiologis dapat tidak berhubungan dengan tanda
klinis. Adanya pneumonia mungkin dapat ditemukan secara radiologis tanpa adanya
tanda/gejala klinis.(1)
Kelainan pada foto toraks masih akan terlihat walaupun sudah terjadi perbaikan
secara klinis yang biasanya sampai beberapa minggu atau beberapa bulan. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa gambaran radiologi menghilang setelah 3-4 minggu pada
80% kasus, dan kebanyakan masih tetap ada sampai 3-4 bulan.(1)
Walaupun tidak diketahui waktu yang tepat unuk melakukan foto toraks ulang,
namun biasanya dilakukan diperkirakan sudah terjadi resolusi yaitu kira-kira 4-6 minggu
setelah munculnya gejala awal. Foto toraks tidak perlu diulang dalam masa penyembuhan
bila tidak dicurigai atau didapatkan pneumatokel, abses paru, pneumotoraks, atau
komplikasi lain yang berkembang atau bila anak mempunyai penyakit imunosupresi.(1)
Pemeriksaan laboratorium
Umumnya menunjukkan leukositosis pada pneumonia bakterial, dengan hitung
lekosit > 15.000/mm3 dengan dominasi neutrofil. Jumlah lekosit <5000/mm3 biasanya
berkaitan dengan penyakit berat.(1)
Kultur darah
Merupakan salah satu diagnosis pasti selain dari biopsi paru dan cairan pleura,
namun sensitivitas pemeriksaan kultur darah sangat rendah. Kultur darah menunjukkan
hasil positif hanya pada 10-30% kasus pneumonia anak terutama yang disebabkan
pneumococcus. Penelitian lain menemukan hanya 2,7 % pada 44% pasien yang
pemeriksaan foto toraksnya mendukung pneumonia.(1)
Kultur sputum tidak mempunyai nilai diagnostik yang berarti pada pneumonia
anak. Isolat bakteri dari apus tenggorok tidak mewakili patogen yang berasal dari saluran
respiratorik bagian bawah. Jadi pengambilan sampel dari nasofaring dan apus tenggorok
tidak dilakukan secara rutin.(1)
Uji kulit tuberkulin (Mantoux test)
Untuk mengetahui pnemonia yang disebabkan oleh M. Tuberculosis.(1)
Pulse Oxymetri
Capnography
H. Komplikasi
Komplikasi pneumonia umumnya terjadi melalui:(1)
•
Penyebaran langsung infeksi bakteri pada rongga toraks misalnya empiema,
perikarditis. S. aureus dan S. pneumoniae merupakan penyebab tersering komplikasi
empiema.
•
Penyebaran hematogen atau bakteremia misalnya pada meningitis, artritis
supuratif,dan osteomielitis tetapi kejadian ini jarang.
•
Abses paru merupakan komplikasi yang jarang terjadi, umumnya pada anak yang
lebih besar. Selain itu bisa pula terjadi komplikasi sepsis.
I. Terapi
Pengobatan harus segera diberikan segera setelah pneumonia bakterial didiagnosis
atau sangat kuat diduga. Di dalam pemilihan antibiotika, harus diperhatikan perihal
klinis, laboratorium, dan gambaran foto toraks. Pemilihan antibiotika awal yang dibeikan
tergantung pada usia anak, kemungkinan patogen penyebab yang hal ini sangat
tergantung pada kelompok usia anak, dan epidemiologi lokal patogen saluran respiratorik
dan sensitivitasnya terhadap antibiotika yang umum dipergunakan serta adanya resistensi
terhadap antibiotika. Hal ini disebabkan tidak dimungkinkannya pemeriksaan sputum
atau aspirat trakeal pada anak.(1)
Dokter harus bisa menentukan apakah anak harus dirawat agar anak memperoleh
pengelolaan yang optimal. Kebanyakan anak dengan pneumonia ringan dapat berobat
jalan.(1)
Pemberian antibiotik empiris berdasarkan usia
Pada bayi baru lahir sampai usia 3 minggu sesuai dengan penyebab terbanyak,
maka diberikan ampisilin dan gentamisin intravena; bila keadaan berat dapat
ditambahkan sefalosporin generasi ke-3 misalnya cefotaksim (sambil tetap diberikan
ampisilin).(1)
Pada usia 3 minggu – 3 bulan diberikan seftriakson 50 mg/kgBB/hari setiap 24
jam.(1)
Pada usia 4 bulan – 4 tahun diberikan ampisilin 200 mg/kgBB/hari, diberikan
setiap 6 jam, bila keadaan berat dapat diberikan seftriakson.(1)
Pada usia ≥ 5 tahun diberikan azitromisin 10mg/kgBB dosis tunggal untuk hari
ke-1 dan dilanjutkan 5mg/kgBB untuk hari ke2-5 atau eritromisin 30-40 mg/kgBB/hari
secara peroral dibagi 4 dosis selama 10 hari atau klaritromisin 15 mg/kgBB/hari setiap 12
jam dibagi 2 dosis selama 7-10 hari untuk mengatasi mikroorganisme atipikal terutama
M. pneumoniae, C. pneumoniae. Bila diduga penyebab multipel dengan bakteri lain
misalnya tersering adalah S. pneumoniae, maka dapat pula ditambahkan ampisilin, dan
seftriakson dikombinasi/tidak, dengan makrolid dapat diberikan bila keaadaan berat.(1)
Pada semua usia, bila diduga S. aureus sebagai penyebab, maka harus diberikan
kloksasilin (150-200 mg/kgBB/hari i.v dibagi 4 dosis) atau vankomisin untuk methicillin
resisten S.aureus (MRSA).(1)
Pemberian antibiotik pada patogen spesifik
Bila Mycoplasma pneumoniae diduga merupakan penyebab, maka antibiotik
pilihan adalah golongan makrolid (eritromisin, azitromisin, klaritromisin).(1)
Bila S.pneumonia diduga sebagai penyebab maka ampisin dosis tinggi 200
mg/kgBB/hari dibagi 4 dosis menjadi pilihan pertama, bila diduga resistensi tinggi dapat
diganti dengan seftriakson.(1)
Bila diduga penyebab H. Influenza, maka selain ampisilin dan kloramfenikol,
antibiotik seftriakson atau ampisilin-sulbaktam dapat juga menjadi pilihan utama.(1)
Lama pemberian antibiotik tergantung pada respon pengobatan, umumnya sampai
72 jam bebas panas dan lama pemberian diharapkan tidak kurang dari 10 hari, kecuali
azitromisin yang cukup diberikan selama 5 hari saja.(1)
Pengelolaan suportif
Selain pemberian antimikrobial, maka pemantauan ketat, keperawaan/nursing care
(termasuk pengisapan lendir berlebih).(1)
Yang termasuk hal ini adalah:(1)
1. Mempertahankan keseimbangan cairan dan elektolit
2. Humidifiksasi
3. Oksigen. Saturasi O2 harus dipertahan diatas 95 %
4. Membersihkan rongga mulut
5. Antipiretik
Tidak direkomendasikan pemberian obat antitusif karena menyebabkan
penekanan batuk yang yang akan menggaggu kliren saluran respiratorik.(1)
Tidak terdapat bukti untuk menganjurkan tindakan fisioterapi dada digunakan
secara rutin pada pneumonia, karena tidak bermanfaat dan juga tidak berdampak pada
perjalan penyakit pneumonia.(1)
J. Pencegahan
Pneumonia terjadi karena melemahnya sistem imunitas. Cara-cara untuk menjaga
tetap sehat:

Vaksinasi
Beberapa jenis vaksin saat ini telah tersedia untuk mencegah berbagai jenis
pneumonia:(1)
•
Vaksin pneumokokal harus diberikan pada anak asplenia atau yang
menjalani splenektomi
•
Vaksin conjugated Haemophilus influenza type B telah direkomendasikan
dalam program imunisasi anak secara rutin dan telah dibuktikan menurunkan
insidens infeksi yang disebabkan organisme ini
•
Vaksin influenza biasanya diberikan hanya pada anak yang menunjukkan
penyakit kronis
•
Vaksin
varisela
immunocompromised

Mencuci tangan
terutama
direkomendasikan
untuk
anak
yang

Tidak merokok. Rokok akan merusak pertahanan alami paru-paru terhadap infeksi
saluran pernafasan
K. Prognosis
Berdasarkan WHO Global Burden of Disease 2000 Project, infeksi saluran
pernafasan bawah merupakan penyebab kematian kedua terbanyak pada anak berusia
kurang dari 5 tahun (sekitar 2,1 juta).(1)
Kebanyakan pasien pneumonia dirawat jalan dan sembuh sempurna. Akan tetapi
pada bayi dan anak dengan imunodefisiensi, angka kematian lebih tinggi.(1)
L. Pneumonia pada Keadaan Khusus
Pneumonia berulang (rekuren)
Pneumonia rekuren umumnya didefinisikan sebagai kejadian pneumonia yang
dialami sebanyak 2 episode dalam 1 tahun atau lebih dari 3 episode selama hidupnya.
Umunya anak dengan pneumonia rekuren memiliki penyakit dasar atau faktor risiko.
Penyakit/ kelainan yang mendasari atau faktor risiko antara lain koordinasi otot orofaring
yang tidak baik pada penderita cerebral palsy (CP) akan menimbulkan pneumonia
rekuren. Demikian juga kelainan imunologis seperti keganasan atau infeksi HIV penyakit
jantung bawaan, asma, fistula trakeoesofageal, refluks gastroesofageal, serta anemia sicle
cell.(1)
Aspirasi pneumonia
Aspirasi pneumonia didefinisikan sebagai penyakit peradangan paru akibat
masuknya sekresi endogen atau eksogen secara tidak normal ke dalam saluran
respiratorik bagian bawah. Pada anak kebanyakan karena susu, asam lambung,
hidrokarbon, minyak, mineral, alkohol. Umumnya ditemukan pada kelainan refleks
menelan dan refleks menghisap. Aspirasi dapat pula terjadi pada pemakaian ventilator
atau terapi inhalasi. Diagnosis terutama ditegakkan berdasarkan riwayat, pemeriksaan
fisis, dan radiologis.(1)
M. Referensi
1. Pneumonia pada Bayi dan Anak. Sub Bagian Respirologi – Bagian Ilmu
Kesehatan Anak FKUP RSHS Bandung.
2. http://www.emedicine.com/emerg/topic396.htm
3. Natalia Susi, dr. Penanganan ISPA pada Anak di Rumah Sakit Kecil Negara
Berkembang. Penerbit Buku Kedokteran EGC : Jakarta. 1995.
Download