BABl PENDAHULUHAN 1.1. Latar Belakang Masalah Skandal manipulasi pelaporan keuangan terbesar di awal abad millennium (mulai tahun 2001) dengan melibatkan Kantor Akuntan Publik (KAP) The Big Five; Arthur Andersen dan kliennya perusahaan Enron, Waste Management, Worldcom, Tyco, Adelphia, sehingga menguak sederet kasus skandal laporan keuangan perusahaan terbuka yang melibatkan The Big Five lainnya. Skandal manipulasi laporan keuangan tersebut mengakibatkan runtuhnya kepercayaan investor terhadap laporan keuangan perusahaan yang tercatat di pasar modal (Tuanakotta, 2013:519551). Beberapa kasus manipulasi yang terjadi di Indonesia, antara lain adalah kasus manipulasi kerugian dalam laporan keuangan Bank Duta, dengan melakukan beberapa rekayasa transaksi dan manipulasi laporan keuangan agar dikategorikan sebagai bank yang sehat. Kasus manipulasi lainya adalah markup pendapatan oleh PT. Kimia Farma yang akan menjual sahamnya pertama kali di pasar modal, dengan harapan kinerja keuangan menjadi lebih baik (Bachtiar, 2012). Manipulasi penyajian laporan keuangan yang dilakukan oleh beberapa perusahaan tersebut diatas, menunjukkan bahwa kasus manipulasi terjadi, karena dilatarbelakangi motivasi untuk memperoleh keuntungan pribadi manajemen. Untuk memaksimalkan utilitas pribadi 1 manaJemen, muncul tindakan intervensi yang disengaja dari manajer dalam proses pembuatan laporan keuangan ekternal, melalui praktik manajemen laba (Schipper, 1989). Hal ini membuat prinsip transparansi, keterbukaan dan akuntabilitas merupakan harga mutlak yang harus dibayar demi terciptanya pasar modal yang sehat dan dapat dipercaya. Untuk mencegah praktik manajemen laba dan mengembalikan kepercayaan stakeholder terhadap pasar modal maka muncullah SarbanesOxley Act (SOA ) 2002. Sarbanes-Oxley Act (SOA) 2002 terdapat 2 (dua) section yang mewajibkan pengungkapan terbaru mengenai efektivitas sistem internal control dari sebuah perusahaan (entitas). SOA Section 302 (disclosure controls and procedures) Bostelman (2005:12-14) menyatakan bahwa Sarbanes Oxley Act section 302 berisi kewajiban yang meliputi: 1. Chief Excecutive Officer (CEO) dan Chief Financial Officer (CFO) melakukan Sertifikasi terhadap laporan keuangan triwulanan. 2. CEO dan CFO melakukan sertifikasi kelengkapan dan keakuratan laporan yang diserahkan kepada US Securities and Exchange Commission (SEC). 3. CEO dan CFO melakukan sertifikasi terhadap efektivitas internal control. Sarbanes-Oxley Act Section 404 (internal control attest) Bostelman (2005:15-16) menyatakan bahwa Sarbanes Oxley Act section 404 berisi: 2 1. Tanggung Jawab Manajemen terhadap Internal Controls Over Financial Reporting ( ICOFR ). 2. Atestasi Manajemen terhadap efektifitas Internal Control Over Financial Reporting (ICOFR) berdasarkan pengujian yang dilakukan. 3. Auditor harus melakukan atestasi dan melaporkan evaluasi atas laporan manajemen menurut Bostelman (2005 :31 ). Sarbanes-Oxley Act (SOA) 2002 diwajibkan bagi perusahaan yang telah go public di bursa efek New York Stock Exchange (NYSE) untuk mengimplementasikan aturan SOA, dengan tujuan dapat menekan terjadi manipulasi laporan keuangan, sehingga kepentingan dari Investor dan kreditor dapat terlindungi. International Accounting Standard Board (IASB) aktif bekerja sama dengan Financial Accounting Standard Board (F ASB) dan the Standard Accounting Of Board Japan, untuk mengupayakan konvergensi standar akuntansi keuangan. Konvergensi standar akuntansi diharapkan sebagai instrumen keuangan yang berdasarkan pendekatan pengukuran campuran yang dapat diterima oleh banyak Negara, dan dapat meningkatkan daya banding laporan keuangan, yang digunakan di bawah U.S. General Accepted Accounting Principles (US GAAP) dan International Financial Reporting Standards (IFRS). Dengan upaya konvergensi untuk instrumen keuangan oleh FASB dan IASB memperbaharui perdebatan perbandingan, sebagai proses menyesuaikan 3 Standar Akuntansi Keuangan (SAK) terhadap IFRS, dan dapat diterima di kalangan praktisi, investor, akademisi dan regulator (Kusuma, 2007:5-6). IFRS menghendaki nilai wajar (fair value) dalam penyajian laporan keuangan. Penyajian laporan keuangan berdasarkan IFRS akan menggambarkan nilai wajar yang dapat diterima umum, dan dapat dibandingkan dengan perusahaan sejenis, sehingga dapat memberikan informasi laporan keuangan yang berguna untuk pengambilan keputusan. Adopsi IFRS dimungkinkan ada konsekuensi yang tidak diinginkan terhadap stabilitas keuangan perusahaan, dan regulator sedang mengembangkan alat pengawasan dan pendekatan baru, yang dapat mengurangi beberapa dampak negatif dari nilai wajar terhadap stabilitas keuangan. IFRS sangat concern dengan nilai wajar akuntansi yang implementasinya tidak seragam, dan perlu diingat bahwa IFRS sangat principles-based memungkinkan banyak menggunakan judgment. Hal ini dapat memberikan peluang bagi manajemen untuk melakukan intervesi dalam penyajian laporan keuangan (Kusuma, 2007). Cormier, et al (2009) dalam penelitiannya, menunjukkan bahwa adopsi IFRS pertama kali untuk perusahaan di Perancis diberikan pilihan opsional standar pelaporan keuangan intemasional, dan nilai-relevansi penyesuaian-penyesuaian yang diakui sebagai hasil penerapan IFRS. Analisis lebih lanjut bahwa rencana bonus atau insentif dapat mempengaruhi keputusan mengadopsi IFRS, pemilihan pembebasan opsional dalam dan penyesuaian ekuitas lebih dihargai dari pada 4 penerapan General Accepted Accounting Principles (GAAP). Sedangkan penelitian yang dilakukan Bova dan Pereira (2012) menjelaskan bahwa penerapan IFRS di Kenya menimbulkan pelaporan keuangan yang lebih baik dan memungkinkan untuk perbandingan yang lebih besar. Adopsi IFRS untuk perusahaan swasta dan publik, dimana perusahaan publik kepatuhanya lebih baik dari pada swasta. Penelitian menunjukkan bahwa kepemilikan asing positif signifikan dengan kepatuhan IFRS. Beberapa penelitian menyimpulkan bahwa Implementasi IFRS dapat mengurangi terjadinya manajemen laba dengan ditandai meningkatnya kualitas laporan keuangan yang tercermin dalam kualitas laba. Beberapa Perusahaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang go public untuk mengukur dan menilai performansi kinerja direksi dalam perusahaan, serta pemberian kompensasi kepada jajaran direksi berdasarkan pada Kontrak Manajemen (Menteri BUMN No. KEP59/MBU/2004, tanggal 15 Juni 2004) . Kontrak Manajemen yang dilakukan antara Direksi BUMN dengan pemilik saham yaitu pemerintah, berisi pencapaian target indikator keuangan, indikator operasional dan indikator administrasi, serta imbalan kompensasi dari hasil kinerj a perusahaan. Dalam perusahaan BUMN seperti PT. Telekomunikasi Indonesia (Persero) Tbk, PT. Bank Mandiri (Persero) Tbk, PT. Perusahaan Gas Negara (Persero)Tbk, bahwa Direksi BUMN dengan Executif General Manager Unit Bisnis juga menandatangani kontrak manajemen yang berisikan target-target keuangan yang harus dicapai. Hak manajemen 5 berupa kompensasi tetap berupa gaji, tunjangan jabatan dan kompensasi variabel berupa insentif atau bonus dan kelangsungan jabatan. Sedangkan kewajiban berupa komitmen untuk mencapai target pertumbuhan pendapatan, beban, laba bersih dan pertumbuhan target produksi serta pelayanan yang telah disepakati dalam komitmen kontrak manajemen. Komitmen dari direksi Badan Usaha Milik Negara untuk mencapai target kinerja perusahaan yang lebih baik, memberikan motivasi untuk menjaga pertumbuhan pendapatan (revenue) dan laba bersih (net income) diatas yang ditargetkan. Manajemen akan berusaha mengamankan melalui cara dengan memanfatkan peluang dan kelemahan yang ada dari kebijakan akuntansi di perusahaan (Healy dan Palepu,1993). Didalam perusahaan BUMN untuk skema pembayaran insentif dan bonus terdapat perbedaan yang cukup besar dari beberapa jabatan antara lain : Jabatan Eksekutif, Jabatan Strategi Staf, dan Jabatan Staf. Pembayaran Insentif dan bonus dihitung berdasarkan pada pencapaian performansi kinerja, prosentasi tarif, dan besaran tarif insentif atau bonus. Sumber Peraturan PT. Telkom No. 50-54/2003: Competency Based Human Resource Management (CBHRM). Besamya perbedaan antara kompensasi insentif atau bonus yang akan diterima level manajemen, dapat mengakibatkan timbulnya manajemen laba pada tingkat unit bisnis, hal ini menunjukkan bahwa motivasi kompensasi rencana bonus, debt covenant sangat berasosiasi dengan peningkatan laba (Achmad, et al., 2007). 6 Manajemen Laba diyakini muncul sebagai konsekuensi langsung dari upaya-upaya manajer atau penyusun laporan keuangan untuk mengatur besaran angka laba demi kepentingan pribadi dan atau kepentingan perusahaan (Riduwan, 2009). Untuk kepentingan pribadi disebabkan oleh dorongan motivasi bonus yang akan diterima dan kelangsungan jabatan dalam perusahaan, sedangkan untuk kepentingan perusahaan motivasinya untuk menjaga harga saham dan nilai kapitalisasi dari perusahaan. Lebih lanjut dijelaskan Scott (2000) menyebutkan bahwa motivasi manajer untuk melakukan manajemen laba didasari oleh bonus plan, debt covenant, dan political costs. Manajer akan termotivasi untuk mengatur besaran angka laba dalam rangka mencapai kinerja yang ditargetkan perusahaan sehubungan dengan bonus yang akan diperoleh, meminimalkan kemungkinan pelanggaran perjanjian utang antara perusahaan dengan kreditor, serta meminimalkan biaya-biaya politik yang mungkin timbul sebagai akibat adanya intervensi pemerintah melalui peraturan-peraturan tertentu. Strategi yang dilakukan oleh manajer untuk melakukan manajemen laba antara lain adalah melakukan pemilihan metode akuntansi serta melakukan estimasi akuntansi tertentu, strategi ini dikategorikan sebagai pilihan kebijakan akuntansi dan pilihan kebijakan akuntansi berkaitan dengan rencana bonus, debt covenant dan biaya politik (Zmijewski dan Hagerman, 1981 ). Beberapa penelitian menunjukkan bahwa praktik manajemen laba oleh para manajer memang merupakan fenomena yang benar-benar ada, 7 dengan rnotivasi dan cara-cara yang berbeda sesuai peluang yang ada didalarn kebijakan akuntansi yang ada di dalarn perusahaan (Lihat rnisalnya penelitian dari : Gurnanti, 2000; Andriyani, 2004; Kusurnawati dan Sasongko, 2005; Herawati dan Baridwan, 2007); mengungkapkan bahwa sebagian besar rnanajernen laba dilakukan oleh rnanajer adalah melalui strategi pemilihan metode akuntansi dan penentuan estimasi akuntansi (discretionary accruals) dan hanya sebagian kecil yang dilakukan melalui transaksi riel yang sah maupun transaksi fiktif. Pada sisi lain, rnanajernen laba rnerupakan bentuk tindakan manipulasi laba atau dapat dikatakan sebagai perilaku menyimpang dalarn pembuatan laporan keuangan (disfunctional behaviour), karena rnanajernen laba selalu dilandasi oleh motivasi untuk memperoleh keuntungan pribadi dengan cara rnernberikan garnbaran tentang kinerja perusahaan yang tidak sebenarnya, meskipun kinerja yang digarnbarkan adalah kinerja jangka pendek [Schipper (1989: 92 ); Healy dan Wahlen (1999:368)]. Bahwa penelitian yang berhubungan dengan implementasi Standar Pelaporan yang meliputi adopsi SOA dan IFRS masih sangat terbatas, khususnya di negara berkembang termasuk Indonesia. Beberapa penelitian masih banyak berkisar pada praktik manajernen laba yang dikaitkan dengan beberapa aspek variabel yang mempengaruhi motivasi manajer. Standar Pelaporan yang rneliputi irnplernentasi SOA dan IFRS pada perusahaan memerlukan biaya dan surnber daya yang sangat besar, serta dukungan aplikasi informasi teknologi yang baik. Adopsi SOA dan IFRS 8 masih sangat terbatas pada perusahaan publik yang mencatatkan sahamnya di bursa saham Amerika Serikat (New York Stock Exchange), dan bursa sahan di Indonesia (BEl), dibandingkan jumlah perusahaan BUMN dan Swasta yang ada di Indonesia. Memperhatikan permasalahan tersebut maka penulis termotivasi untuk melakukan penelitian dengan judul: "Pengaruh Implementasi Standar Pelaporan dan Kontrak Manajemen terhadap Manajemen Laba (Studi Kasus Pada Badan Usaha Milik Negara yang Go Public) ". 1.2 Rumusan Masalab Penelitian Berdasarkan penjelasan dan permasalahan dalam latar belakang tersebut diatas, rumusan masalah dalam dikemukakan adalah pengaruh penelitian ini yang dapat implementasi Standar Pelaporan dan Kontrak Manajemen dan hubunganya terhadap Manajemen Laba pada perusahaan BUMN yang go public adalah sebagai berikut : 1. Apakah implementasi SOA berpengaruh negatif terhadap Manajemen Laba pada perusahaan BUMN go public ? 2. Apakah implementasi IFRS berpengaruh negatifterhadap Manajemen Laba pada perusahaan BUMN go public ? 3. Apakah Kontrak Manajemen berpengaruh negatif Manajemen Laba pada perusahaan BUMN go public? 9 terhadap 1.3 Tujuan Penelitian Tujuan secara umum dari penelitian ini untuk mengetahui dampak: dari implementasi SOA, IFRS dan Kontrak Manajemen terhadap Manajemen Laba pada perusahaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) go public, yang secara khusus adalah meliputi sebagai berikut : 1. Untuk memperoleh bukti empiris dan menguji apak:ah implementasi SOA berpengaruh negatif terhadap manajemen laba pada perusahaan BUMN go public. 2. Untuk memperoleh bukti empiris dan menguji apak:ah implementasi IFRS berpengaruh negatif terhadap Manajemen laba pada perusahaan BUMN go public. 3. Untuk memperoleh bukti empiris dan menguji apak:ah Kontrak Manajemen berpengaruh negatif terhadap Manajemen laba pada perusahaan BUMN go public. Disamping tujuan diatas, hasil penelitian ini juga sebagai sumbang saran terhadap percepatan perkembangan implementasi SOA dan IFRS diperusahaan publik BUMN maupun swasta dan sebagai masukan bagi penelitian selanjutnya mengenai pentingnya peran pemerintah dalam mendukung implementasi SOA dan IFRS di Indonesia. 10 1.4. Manfaat Penelitian Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi atau manfaat baik dari aspek akademis maupun praktisi dan untuk perbaikan di dalam manajemen operasional dari perusahaan BUMN dan perusahaan Publik itu sendiri. 1. Kontribusi Teoritis Hasil dari penelitian ini diharapkan memberikan kontribusi bagi bidang penelitian untuk dijadikan sebagai sumbangan pemikiran mengenai implementasi SOA, IFRS dan Kontrak Manajemen dalam rangka penyajian laporan keuangan yang wajar, dan pengaruh positif terhadap manajemen laba. Sehingga diharapkan dapat bermanfaat sebagai bahan referensi dan perbandingan untuk penelitian-penelitian yang akan dilakukan di masa yang akan datang khususnya dengan tema yang sama. 2. Kontribusi Praktisi Hasil dari penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan informasi tambahan bagi investor terutama dalam hal mengukur kinerja keuangan perusahaan publik BUMN dan Swasta Nasional yang mengimplementasikan SOA , IFRS dan Kontrak Manajemen. Selain itu dapat juga digunakan sebagai bahan pertimbangan dan evaluasi kehati-hatian untuk mengambil keputusan dan kebijakan yang berkaitan dengan masalah tersebut di masa yang akan datang. 11 3. Kontribusi Kebijakan. Dengan implementasi SOA dan IFRS diharapkan dapat mempengaruhi pengambilan keputusan manajemen, dalam memitigasi kesalahan atau kecurangan yang mungkin terjadi di perusahaan baik yang disengaja maupun tidak, khusunya dalam manajemen laba. Memberikan masukan kepada manajemen terkait pembuatan kebijakan untuk mengelola perusahaan BUMN, karena dengan adanya manajemen laba akan mencerminkan kualitas laba yang rendah dan dapat merugikan perusahaan, investor dan pemegang saham. 1.5. Ruang Lingkup Penelitian. Berdasarkan rumusan masalah diatas, Penulis membatasi ruang lingkup penelitian ini pada faktor-faktor yang berkaitan dengan permasalahan dalam penelitian adalah sebagai berikut: 1. Untuk populasi penelitian ini terbatas pada perusahaan BUMN yang telah listing dibursa efek Amerika dan atau bursa efek Indonesia. 2. Implementasi SOA dalam perusahaan, yaitu pelaksanaan aturan SOA section 302, 404 dan atau peraturan Bapepam-LK Nomor VIII.G.ll tanggal 22 Desember 2003, tentang tanggung jawab direksi atas laporan keuangan, termasuk tanggung jawab atas sistem pengendalian internal perusahaan. 12 3. Implementasi IFRS dalam perusahaan, yaitu penerapan pelaksanaan konvergensi SAK kedalam IFRS dengan indikasi adanya penyesuaian saldo ekuitas, dan adopsi IFRS secara penuh bagi perusahaan publik. 4. Kontrak Manajemen (KM) merupakan komitmen manajemen untuk mencapai pertumbuhan kinetja perusahaan, dengan jumlah imbalan kompensasi yang akan diberikan untuk manajemen. 5. Manajemen laba yaitu merupakan tindakan dari manajemen untuk mengatur nilai laba perusahaan, yang diukur melalui tingkat nilai discretionary accrual. 6. Data laporan keuangan perusahaan publik BUMN (annual report) yang diperlukan dalam penelitian, yaitu untuk periode tahun 2009 sampai tahun 2013. 13