Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2010 PRODUKTIVITAS, RESPON FISIOLOGIS DAN PERUBAHAN KOMPOSISI TUBUH PADA SAPI JAWA YANG DIBERI PAKAN DENGAN TINGKAT PROTEIN BERBEDA (Productivities, Physiological Response and Body Composition Changes in Java Cattle Fed with Different Protein Levels) I.P.R. WURYANTO, L.M.Y.D. DARMOATMODJO, S. DARTOSUKARNO, M. ARIFIN dan A. PURNOMOADI Fakultas Peternakan, Universitas Diponegoro, Kampus Tembalang, Semarang ABSTRACT The objective of this study was to determine physiological and productivity responses on Java cattle fed in different of protein level. Twelve Java cattle age approximately 1 year old, body weight 155,97 + 21,8 kg (cv = 13,98%) were used in this study. A completely randomized block design was used for 3 treatments and 4 blocks. The treatments were dietary protein levels at 9% for T1, 12% for T2 and 15% for T3, respectively. The parameters measured were physiological (included heart beat, respiration rate and rectal temperature) responses, dry matter intake, body weight gain and body composition changes. Body composition change was performed using urea space method in 0 week and 6th weeks of feeding experimental period. The data obtained were analyzed using analysis of variance with F test. Data were analyzed with F-test and was then continued by Duncan multiple ranged test if significances were found. The result of this experiment indicated that the treatments had no significant effect (P > 0.05) to physiological responses of Java cattle (rectal temperature, heart beat and respiration rate). Physiological response showed that rectal temperature of T1, T2 and T3 were 38,50oC, 38,52oC and 38,5oC, respectively, while heart rate and respiratory rate for T1, T2 and T3 were 74 and 19; 77 and 24; and 71 and 22 times/min, respectively. The change in the body composition showed that body water change in T1, T2 and T3 were averaged at 8,64 kg (-1,11%), 10,05 kg (-1,28%) and 8,71 kg (-1,08%), respectively, for body protein were 2,29 kg (-0,23%), 2,66 (-0,28%) kg and 2,31 kg (-0,22%), respectively, while for body fat were 7,32 kg (1,46%), 8,63 kg (1,69%) and 7,28 kg (1,43%), respectively. However, all these body composition changes were not significantly different (P > 0.05). It could be concluded that protein level of feeding up to 15% did not affect physiological response and body composition on Java cattle. Key Words: Physiological Response, Protein Feeding Level, Java Cattle ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk melihat respon fisiologis dan respon produktivitas sapi Jawa yang diberi pakan dengan berbagai tingkat protein. Sebanyak 12 ekor sapi Jawa umur 1 tahun, dengan bobot hidup 155,97 + 21,8 kg (cv = 13,98%) digunakan dalam penelitian ini. Sapi tersebut dibagi menjadi 3 kelompok menurut rancangan acak kelompok untuk 3 perlakuan. Perlakuan pakan yang diberikan dengan protein 9% (T1) dibandingkan dengan pakan dengan protein 12% (T2) dan 15% (T3). Parameter yang diamati adalah respon fisiologis (termasuk detak jantung, respirasi dan suhu tubuh), konsumsi pakan, pertambahan bobot hidup dan perubahan komposisi tubuh. Pengukuran perubahan komposisi tubuh dilakukan dengan menggunakan metode urea space pada minggu ke-0 dan minggu ke-6 periode penelitian. Data dianalisis dengan F-test dan dilanjutkan dengan uji jarak berganda Duncan ketika ada pengaruh perlakuan. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa perlakuan (T1, T2 dan T3) tidak berpengaruh nyata (P > 0,05) untuk respon fisiologis sapi Jawa (suhu rektal, denyut jantung dan respirasi). Respon fisiologis menunjukkan bahwa temperatur rektal T1 = 38,50oC, T2 = 38,52oC dan T3 = 38,51oC; denyut jantung T1 = 74, T2 = 77 dan T3 = 71 kali/menit dan respirasi T1 = 19, T2 = 24 dan T3 = 22 kali/min, sedangkan pada perubahan komposisi tubuh menunjukkan bahwa rata-rata perubahan air tubuh pada T1, T2 dan T3 masing-masing adalah 8,64 kg (-1,11%); 10,05 kg (-1,28%); 8,71 kg (-1,08%), protein tubuh berturut-turut 2,29 kg (-0,23%); 2,66 (-0,28%) kg; 2,31 kg (-0,22%), serta lemak tubuh masing-masing adalah 7,32 kg (1,46%); 8,63 kg (1,69%); 7,28 kg (1,43%). Kesimpulan dari penelitian ini adalah bahwa tingkat protein pakan yang berbeda tidak memberikan pengaruh terhadap produktivitas, respon fisiologis dan perubahan komposisi tubuh pada sapi Jawa. Kata Kunci: Produktivitas, Respon Fisiologis, Komposisi Tubuh, Tingkat Protein, Sapi Jawa 331 Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2010 PENDAHULUAN Sapi Jawa-Brebes (Jabres) merupakan sapi lokal yang berkembang di kabupaten Brebes. Sapi Jabres diduga merupakan persilangan antara sapi Jawa dengan sapi lokal lain yaitu sapi Bali atau sapi Madura. Sapi Jabres memiliki ukuran tubuh yang relatif kecil, tetapi persentase karkas mampu mencapai 45-50% (DISNAK PROVINSI JAWA TENGAH, 2005). Manajemen pemeliharaan yang intensif pada sapi lokal mampu mencapai pertambahan bobot hidup harian 0,7 kg/hari (ABIDIN, 2002). Pakan merupakan faktor utama yang dapat mempengaruhi produktivitas sapi. Perbedaan bahan pakan akan menyebabkan perbedaan jumlah konsumsi dan palatabilitas sapi (HAMDAN et al., 2004). Di antara beberapa kandungan zat gizi dalam pakan, protein memegang peranan penting terutama bagi hewan yang sedang berproduksi tinggi (PARAKKASI, 1999). Pakan dengan kualitas tinggi menyebabkan laju metabolisme dalam tubuh dan pertumbuhan ternak lebih cepat (CHUMPAWADEE et al., 2009). Laju metabolisme dalam tubuh ternak yang semakin cepat perlu diimbangi dengan aktivitas fisiologis agar selalu berada pada kondisi termonetral (HAFEZ, 1968) dan setiap fase pertumbuhan dapat memberikan komposisi tubuh yang berbeda (SOEPARNO, 1992). Proses termoregulasi sapi dapat dilakukan dengan cara mempercepat frekuensi nafas. Untuk mengimbangi frekuensi nafas yang cepat maka sapi akan mempercepat denyut nadi (GUYTON, 1963; ISROLI et al., 2004). Selain itu pembuangan panas dapat dilakukan dengan cara mengkonsumsi air dalam jumlah banyak (PURWANTO et al., 2004b). Apabila cekaman panas yang dihasilkan oleh tubuh tidak mampu dibuang maka sapi akan mengurangi konsumsi pakan (YOUSEF, 1985). Pengurangan konsumsi pakan akan berdampak pada penurunan produktivitas sapi (BAHMAN et al., 1993; PURWANTO et al., 2004a) Produktivitas seekor ternak dapat dicerminkan oleh komposisi tubuhnya. Komposisi tubuh tersebut relatif seragam, terdiri dari air, lemak, protein dan sejumlah kecil karbohidrat. Tubuh ternak dewasa 332 mengandung 60% air, 16% protein, 20% lemak, 45% abu dan kurang dari 1% karbohidrat (POND et al., 2005; TILLMAN et al., 1991). Pergantian air tubuh oleh lemak tubuh dapat berjalan cepat bila terjadi kenaikan konsumsi kalori, dan sebaliknya pergantian lemak tubuh oleh air tubuh dapat berjalan cepat bila terjadi pengurangan konsumsi pakan hingga energi yang masuk di bawah kalori untuk hidup pokok (ANGGORODI, 1994). Kadar protein tubuh dapat dikatakan tetap dan terkandung pada otot dan tulang yang menyusun sebagian besar tubuh (TILLMAN et al., 1991). Dengan demikian, potensi produksi seekor ternak dapat diukur melalui perubahan komposisi tubuhnya. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui produktivitas, respon fisiologis dan perubahan komposisi tubuh sapi Jawa akibat pemberian pakan dengan tingkat protein yang berbeda. MATERI DAN METODE Materi yang digunakan dalam penelitian adalah 12 ekor sapi Jawa umur sekitar 1 tahun. Pakan yang digunakan terdiri dari dedak padi, ampas bir, onggok, bungkil kelapa, mineral, molases dan jerami padi yang disusun untuk memberikan kandungan protein pakan 9%, 12%, dan 15% sebagai perlakuan. Komposisi bahan pakan dan kandungan nutrisi pakan perlakuan ditampilkan pada Tabel 1. Penelitian ini menggunakan metode Rancangan Acak Kelompok (RAK), dimana terdapat 3 perlakuan pakan yang dibagi ke dalam 4 kelompok bobot hidup. Pakan diberikan pada pukul 08.00 WIB dan 15.00 WIB. Pemberian bahan kering pakan dihitung berdasarkan 2,9% dari bobot hidup. Sisa pakan ditimbang setiap pagi hari sehingga dapat diketahui konsumsi pakan. Selanjutnya, pertambahan bobot hidup dihitung dari selisih bobot akhir dengan bobot awal setiap minggu. Pengambilan data respon fidiologis berupa frekuensi pernafasan, denyut nadi dan suhu rektal dilakukan setiap hari Rabu dan Minggu selama 9 minggu perlakuan pada jam 06.00, 12.00, 17.00 dan 23.00 WIB, sedangkan data komposisi tubuh diambil pada minggu ke-0 Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2010 Tabel 1. Komposisi bahan pakan Perlakuan Bahan pakan T1 T2 T3 -------------------------%------------------Jerami 30,00 30,00 30,00 Onggok 31,60 17,00 0,40 Dedak padi 6,70 10,00 13,10 Bungkil kelapa 7,00 18,50 20,00 Ampas bir 16,70 18,00 31,50 Molases 7,00 5,50 4,00 Mineral 1,00 1,00 1,00 Protein kasar (PK) 9,02 12,00 15,02 Total Digestible Nutrients (TDN) 65,00 65,07 66,95 dan ke-6 dengan metode urea space, mengikuti perhitungan dari ASTUTI dan SASTRADIPRADJA (1999), yaitu sebagai berikut: US (urea space) = VXC BUN X 10 X LW Air tubuh (%): 59,1 + 0,22 x US (%) – 0,04 LW Protein tubuh (kg): 0,265 x air tubuh (kg) – 0,47 Lemak tubuh (%): 98,0 – 1,32 x air tubuh (%) V: volume larutan urea yang disuntikkan (ml) C: konsentrasi larutan urea (mg/dl) Δ BUN: perubahan blood urea nitrogen (menit ke-0 dan 12) (mg/100ml) US: urea space LW: bobot hidup (kg) Data yang diperoleh kemudian dianalisis dan diuji dengan analisis variansi uji-F dengan taraf signifikasi 5% dan apabila terdapat perbedaan yang nyata dilanjutkan dengan uji jarak berganda Duncan (GASPERSZ, 1991). HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh perlakuan terhadap produktivitas sapi Jawa Produktivitas sapi Jawa yang meliputi pertambahan bobot hidup harian (PBHH) dan konsumsi pakan dapat dilihat pada Tabel 2. Berdasarkan hasil penelitian, pemberian pakan dengan protein yang berbeda menghasilkan PBBH yang tidak berbeda nyata (P > 0,05) antara T1, T2 dan T3 yaitu sebesar 0,55 kg, 0,72 kg dan 0,65 kg, dengan rataan PBHH yang tercapai yaitu 0,64 kg. Pertambahan bobot hidup harian tersebut hampir sama dengan penelitian ANGGRAENI dan UMIYARSIH (2003) yang menggunakan sapi silangan Peranakan PO dengan Simmental dan Limousin dengan rata-rata PBHH 0,63 kg. Jumlah konsumsi BK tiap perlakuan juga tidak berbeda nyata (P > 0,05) antara T1, T2 dan T3 yang berturut-turut sebesar 4,31 kg, 4,41 kg dan 4,32 kg (Tabel 2) dengan rataan konsumsi BK sebesar 4,35 kg. Konsumsi BK Sapi Jawa lebih kecil dibandingkan dengan penelitian ANGGRAENI dan UMIYARSIH (2003) yaitu 6,19 kg/hari dengan pemberian pakan hijauan dan konsentrat. Konsumsi BK yang besar karena sapi turunan PO Limousin dan Simmental secara genetik mempunyai tingkat pertumbuhan yang cenderung lebih tinggi sehingga membutuhkan nutrisi yang lebih banyak. TILLMAN et al. (1991) menambahkan bahwa pertambahan bobot hidup dipengaruhi oleh konsumsi bahan kering. Pengaruh perlakuan terhadap suhu rektal Hasil pengukuran fisiologis sapi (suhu rektal, denyut nadi dan frekuensi nafas) yang diberi pakan perlakuan T1, T2 dan T3 disajikan 333 Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2010 Tabel 2. Pertambahan bobot hidup harian dan konsumsi pakan sapi Jawa Perlakuan Parameter Keterangan T1 T2 T3 PBHH (kg/hari) 0,55 0,72 0,65 ns Konsumsi pakan (kg BK/hari) 4,31 4,41 4,32 ns ns: tidak berbeda nyata pada taraf 5% (P > 0,05) pada Tabel 3. Secara statistik, suhu rektal hasil penelitian sapi Jawa dengan perlakuan T1, T2dan T3 menunjukkan tidak ada perbedaan yang nyata (P > 0,05). Suhu rektal rata-rata sapi T1, T2 dan T3 masih berada pada kisaran normal, yakni 38,50; 38,52; 38,51°C. Menurut WILLIAMSON dan PAYNE (1993), suhu sapi normal berkisar antara 38°C sampai 39°C. Hal ini menunjukkan bahwa pemberian pakan dengan tingkat protein yang semakin meningkat tidak berpengaruh terhadap suhu rektal sapi. Diduga sapi mampu melakukan proses termoregulasi melalui mekanisme homeostasis dalam tubuh. Jika mengalami cekaman panas tubuh, maka sapi akan melakukan perubahan suhu rektal. Menurut ISROLI et al. (2004) perubahan suhu rektal juga dipengaruhi oleh panas yang dihasilkan dari pakan yang dikonsumsi. Respon temperatur rektal sapi Jawa antara perlakuan T1, T2 dan T3 terlihat dalam Ilustrasi 1 menunjukkan bahwa temperatur rektal sapi pada semua perlakuan baik T1, T2 dan T3, bergerak selaras. Tidak nampak perbedaan pergerakan antara T1, T2 dan T3 yang diakibatkan karena pengaruh cekaman panas. Sehingga pengaruh perlakuan pakan dengan tingkat protein berbeda terhadap perubahan suhu rektal tidak ada. Pengaruh perlakuan terhadap denyut nadi Perhitungan statistik menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan yang nyata antara pakan T1,T2 dan T3 dengan denyut nadi (P > 0,05), yang berarti tidak ada pengaruh kualitas pakan terhadap frekuensi denyut nadi. Hasil pengukuran terhadap denyut nadi sapi Jawa menunjukkan bahwa rata-rata denyut nadi pada perlakuan T1, T2 dan T3 berturut-turut 75, 71, 71 kali/menit. Frekuensi denyut nadi normal pada sapi berkisar antara 36 − 80 kali/menit (FRANDSON, 1992). Pakan yang dikonsumsi dengan tingkat proetein yang meningkat seharusnya mengakibatkan peningkatan denyut nadi. Selain karena dipengaruhi kualitas pakan, peningkatan denyut nadi juga dipengaruhi oleh peningkatan konsumsi pakan. Akibat dari konsumsi pakan yang meningkat menyebabkan metabolisme tubuh juga meningkat dan pada akhirnya terjadi kenaikan denyut nadi. Kenaikan denyut nadi berfungsi untuk mengalirkan darah ke tepi kulit agar keseimbangan panas tubuh dapat terjaga (ISROLI et al., 2004). HAFEZ (1968) menambahkan bahwa peningkatan denyut jantung adalah salah satu upaya dari sapi untuk membuang tambahan panas yang ada didalam tubuhnya melalui media cairan darah ke bagian perifer tubuh untuk dibuang keluar tubuh. Tabel 3. Rata-rata suhu rektal, denyut nadi dan frekuensi nafas Parameter Suhu rektal (°C) Perlakuan T1 T2 T3 Keterangan 38,50 38,52 38,51 ns Denyut nadi (kali/menit) 75 77 71 ns Frekuensi pernafasan (kali/menit) 19 24 22 ns ns: tidak berbeda nyata pada taraf 5% (P > 0,05) 334 Perubahan suhu rektal setiap minggu Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2010 Minggu ke- Gambar 1. Respons fisiologis tubuh sapi Jawa (suhu rektal) akibat pemberian pakan dengan tingkat protein berbeda Respon denyut nadi sapi Jawa antara perlakuan T1, T2 dan T3 terlihat dalam Gambar 2 menunjukkan bahwa fluktuasi perubahan denyut nadi sapi Jawa mengalami proses perubahan yang selaras. Perubahan tersebut dikarenakan sapi mampu untuk mengatur proses termoregulasi dalam tubuh. Sehingga pergerakan denyut nadi sapi Jawa antar perlakuan T1, T2 dan T3 berjalan selaras dan tidak nampak perbedaan pergerakan denyut nadi antar perlakuan. Pengaruh perlakuan terhadap frekuensi nafas Perubahan frekuensi nafas setiap minggu Berdasarkan perhitungan statistik bahwa tidak terdapat perbedaan yang nyata antara perlakuan T1, T2 dan T3 terhadap frekuensi nafas (P > 0,05). Hasil pengukuran menunjukkan bahwa rata-rata frekuensi nafas sapi yang diberi pakan dengan perlakuan T1, T2 dan T3 berturut-turut 19, 24, 22 kali/menit. Frekuensi pernapasan yang normal pada sapi dewasa adalah 18 − 28 kali per menit (BLAKELY dan BADE, 1998). Hal ini menunjukkan bahwa kualitas pakan T1, T2 dan T3 tidak berpengaruh terhadap frekuensi nafas yang dihasilkan. Konsumsi pakan yang lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan lain menyebabkan metabolisme di dalam tubuh meningkat. Peningkatan ini mengakibatkan sapi mengalami cekaman panas. Dalam mempertahankan keseimbangan panas tubuhnya, sapi berupaya untuk membuang panas dengan mempercepat frekuensi nafas. Hal ini menunjukkan bahwa sapi yang menerima beban panas lebih besar akan berusaha membuang panas yang diterima lebih besar (SANTOSO et al., 2006). Respons frekuensi nafas sapi Jawa antara perlakuan T1, T2 dan T3 terlihat dalam Ilustrasi 3 bahwa pada minggu ke-1 hingga minggu ke9 tidak terdapat perbedaan yang nyata. Sapi pada perlakuan T2 mengalami kenaikan panas yang lebih tinggi dibandingkan T1 dan T3. Hal ini disebabkan konsumsi sapi pada perlakuan T2 lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan lain. Minggu ke- Gambar 2. Respons fisiologis tubuh sapi Jawa (denyut nadi) akibat pemberian pakan dengan tingkat protein berbeda 335 Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2010 Konsumsi pakan yang tinggi mengakibatkan pertambahan bobot hidup harian meningkat. Konsumsi pakan yang tinggi juga mengakibatkan proses metabolisme tubuh meningkat dan pada akhirnya panas tubuh yang dihasilkan juga lebih banyak. Sehingga untuk mengurangi panas tubuh yang diterima, sapi akan meningkatkan frekuensi nafas. Peningkatan frekuensi nafas merupakan salah satu upaya pembuangan panas melalui udara. upaya ini digunakan agar sapi dapat hidup nyaman atau homeostasis. Semakin cepat frekuensi nafas yang dilakukan maka panas tubuh akan semakin cepat terbuang. Pengaruh perlakuan terhadap perubahan komposisi tubuh Perubahan komposisi tubuh (air, lemak dan protein tubuh) selama 6 minggu penelitian dapat dilihat pada Tabel 4. Berdasarkan hasil penelitian, perubahan jumlah air tubuh T1, T2 dan T3 berturut-turut sebesar 8,64, 10,05 dan 8,71 kg, sedangkan persentase air tubuh mengalami penurunan yaitu 1,11% untuk T1, 1,28 dan 1,08% untuk T2 dan T3 (Tabel 4). Frek nafas T2 Frek nafas T3 Perubahan frekuensi nafas setiap minggu Frek nafas T1 Minggu ke- Gambar 3. Respons fisiologis tubuh sapi Jawa (frekuensi nafas) akibat pemberian pakan dengan tingkat protein berbeda Tabel 4. Perubahan komposisi tubuh selama 6 minggu penelitian Perlakuan Parameter Keterangan T1 T2 T3 Air tubuh (kg) 8,64 10,05 8,71 ns Air tubuh (%) -1,11 -1,28 -1,08 ns Protein tubuh (kg) 2,29 2,66 2,31 ns Protein tubuh (%) -0,23 -0,28 -0,22 ns Lemak tubuh (kg) 7,32 8,63 7,28 ns Lemak tubuh (%) 1,46 1,69 1,43 ns Perubahan komposisi tubuh (kg): ns: tidak berbeda nyata pada taraf 5% ( P> 0,05) 336 Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2010 Walaupun demikian, perubahan tersebut tidaklah berbeda nyata (P > 0,05). Hal ini disebabkan oleh bobot hidup yang makin besar sehingga air tubuh pun meningkat sedangkan penurunan persentase air tubuh disebabkan oleh kenaikan salah satu komponen tubuh yang pada prinsipnya berlawanan dengan perkembangan air tubuh, yaitu lemak tubuh. Perubahan air tubuh juga didasarkan pada fase pertumbuhan ternak. Hal ini sesuai dengan pendapat POND et al. (2005) bahwa air tubuh dipengaruhi oleh umur ternak dan jumlah lemak tubuh. Perubahan komposisi tubuh juga terjadi pada lemak tubuh. Berdasarkan hasil penelitian, besarnya perubahan jumlah dan persentase lemak tubuh untuk T1, T2, dan T3 adalah 7,32 kg, 8,63 kg, 7,28 kg dan 1,46%, 1,69%, 1,43% (Tabel 4). Diduga lemak tubuh mengalami peningkatan baik jumlah dan persentasenya, namun perubahan lemak tubuh tersebut tidaklah berbeda nyata (P > 0,05). Perubahan lemak tubuh disebabkan oleh penurunan persentase perubahan air tubuh. Perubahan ini mengindikasikan bahwa sapi Jawa telah mengalami deposisi lemak. Menurut POND et al. (2005), deposisi lemak dalam tubuh berhubungan erat dengan jumlah sel adiposa dan ukuran tubuh tiap individu ternak. Dijelaskan lebih lanjut oleh SOEPARNO (1992) bahwa jumlah energi dan komposisi pakan mempengaruhi komposisi tubuh. Bila ternak mengkonsumsi energi melebihi kebutuhan untuk hidup pokok, diharapkan ternak akan menimbun energi dalam bentuk lemak dalam tubuhnya. Berdasarkan hasil penelitian diperoleh pula perubahan protein tubuh tiap perlakuan yaitu 2,29 kg untuk T1, 2,66 kg dan 2,31 kg masingmasing untuk T2 dan T3. Meskipun perubahan jumlah protein tubuh bertambah, namun terjadi penurunan persentase perubahan protein tubuh sebesar 0,23%, 0,28% dan 0,22%, masingmasing untuk perlakuan T1 ,T2 dan T3 (Tabel 4). Meskipun demikian, secara statistik, perubahan tiap perlakuan tidak berbeda nyata (P > 0,05). Perubahan yang tidak berbeda nyata ini mengindikasikan bahwa sapi Jawa mampu menyerap protein ransum dalam jumlah yang hampir sama tiap perlakuan pakan yang diberikan. Protein pakan yang dikonsumsi oleh ternak, sebagian akan terserap melalui dinding usus dan sebagian dikeluarkan melalui feses. Penurunan persentase protein tubuh disebabkan karena sebagian protein yang diserap banyak yang dikeluarkan melalui urin dan sedikit yang dideposisikan. Hal ini sesuai dengan pendapat SOEPARNO (1992) yang menyatakan bahwa protein yang masuk ke dalam tubuh akan mengalami tiga kemungkinan, yaitu dicerna oleh mikroba rumen, mengalami degradasi dan diserap melalui dinding rumen lalu dibawa ke hati, diubah menjadi urea dan kemungkinan lain yaitu protein melalui rumen tanpa mengalami degradasi. KESIMPULAN Hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa sapi Jawa mempunyai produktivitas, respon fisiologis dan perubahan komposisi tubuh yang sama baik terhadap perbedaan tingkat protein pakan. DAFTAR PUSTAKA ABIDIN, Z. 2002. Penggemukan Sapi Potong Cetakan-1. Agromedia, Jakarta. ANGGORODI, R. 1994. Ilmi Makanan Ternak Umum. PT. Gramedia, Jakarta. ANGGRAENI, Y.N. dan U. UMIYARSIH. 2003. Pengaruh imbangan hijauan dan konsentrat dalam ransum terhadap pertumbuhan sapi dara turunan Peranakan Ongole dengan Simmental dan Limousin. Pengembangan Peternakan Tropis. Special edition: hlm 161 – 164. ASTUTI, D.A. dan D. SASTRADIPRADJA. 1999. Evaluation of body composition using urea dilution and slaughter of growing Priangan Sheep. Media Veteriner 6(3): 5 – 9. BLAKELY, J dan D. H. BADE. 1998. Ilmu Peternakan. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta. CHUMPAWADEE, S., A. CHANTIRATIKUL, V. RATTANAPHUN, C. PRASERT and K. KOOBKAEW. 2009. Effect of Dietary Crude Protein Tingkats on Nutrient Digestibility, Ruminal Fermentation and Growth Rate in Thai-Indigenous Yearling Heifers. Journal of Veterinary Advances 8(6): 1131 – 1136. DISNAK PROVINSI JAWA TENGAH. 2005. Inventarisasi Sumberdaya Hayati Sapi Lokal Jawa Tengah. 337 Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2010 Disnak Provinsi Jawa Tengah kerjasama dengan BPTP Jawa Tengah. respon termoregulasi sapi Holstein dara. Pengembangan Peternakan Tropis. 2: 16 – 21. FRANDSON, R.D. 1992. Anatomi dan Fisiologi Ternak. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta. PURWANTO, B. P., Y. KURNIAWATI dan I. G. PERMANA. 2004b. Pengaruh suhu air minum terhadap konsumsi air, kecernaan bahan kering dan bahan organik pada sapi Holstein. Pengembangan Peternakan Tropis. 2: 104 – 108. Gaspersz, V. 1991. Teknik Analisis dalam Penelitian Percobaan. Tarsito, Bandung. HAFEZ, E.S.E. 1968. Adaptation of Domestic Animals. Lea and Febiger, Philadelphia. HAMDAN, A. N. NGADIYONO dan A. AGUS. 2004. Konsumsi Pakan dan Pertambahan Bobot Badan Sapi Bali dan Sapi Peranakan Ongole Jantan yang Diberi Pakan Basal Jerami Padi Fermentasi dan Suplemen Konsentrat. Jurnal Pengembangan Peternakan Tropis. 2: hlm: 126 – 131. SANTOSO, S. A. B., HARYOKO, B. PURBOYO dan B.P. PURWANTO. 2006. Penerimaan panas dan respons termoregulasi sapi dara Peranakan Fries Holstain (PFH) di dalam kandang beratap seng dan rumbia dengan dinding dan tanpa dinding. Pros Pemberdayaan Masyarakat di Bidang Agribisnis untuk Mendukung Ketahanan Pangan. hlm: 309 – 319. SOEPARNO. 1992. Ilmu dan Teknologi Daging. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta. ISROLI, S. A. B. SANTOSO dan N. HARYATI. 2004. Respons Termoregulasi dan kadar urea darah domba Garut betina dewasa yang dipelihara di dataran tinggi terhadap pencukuran wool. PengembanganPeternakanTropis.2:110 – 114. TILLMAN, A. D., H. HARTADI, S. REKSOHADIPRODJO, S. PRAWIROKUSUMO dan S. LEBDOSOEKOJO. 1991. Ilmu Makanan Ternak Dasar. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta. PARAKKASI, A. 1999. Ilmu Nutrisi dan Makanan Ternak Ruminan Cetakan-1. Universitas Indonesia Press. Jakarta. WILLIAMSON, G dan W. J. A. PAYNE. 1993. Pengantar Peternakan di Daerah Tropis. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta. (Diterjemahkan oleh: Darmadja, S.G.N.D.) POND, W.G.D.C. CHURCH, K.R. POND and P.A. SCHOKNECKT. 2005. Basic Animal Nutrition and Feeding. Matrix Publishing, Washington. YOUSEF, M. K. 1985. Stress Physiology in Livestock Vol II: Ungulates. CRC Press Inc. Florida. USA. PURWANTO, B. P, D. M. DJAFAR dan A. MURFI. 2004a. Pengaruh suhu air minum terhadap 338