LAPORAN PROBLEM BASED LEARNING (PBL) “HEPATITIS”

advertisement
LAPORAN PROBLEM BASED LEARNING (PBL)
“HEPATITIS”
Disusun untuk memenuhi tugas Blok Sistem Gastrointestinal
Disusun oleh:
Shelly Leonia Sisca
Komang Sanisca N.
Uswatun Hasanah
Ely Fitriyatus Solihah
Moh. Yusron
Putri Dewi arum Sari
Irfan Marsuq Wahyu R.
Dwi Kurnia Sari
Puput Lifvaria Panta A.
Adelita Dwi Aprilia
Wahyuni
Ratna Juwita
Zahirotul Ilmi
Ni Putu Ika Purnamawati
Ni Luh Putu Saptya W.
135070200131002
135070200131003
135070200131004
135070200131009
135070200131010
135070201111001
135070201111002
135070201111003
135070201111004
135070201111005
135070201111006
135070201111007
135070201111008
135070201111009
135070201111010
Kelompok 4 (Kelas 1)
PROGAM STUDI ILMU KEPERAWATAN FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG
Februari 2016
HEPATITIS
1. DEFINISI
Hepatitis virus merupakan infeksi hati yang sering terjadi dan
mengakibatkan destruksi, nekrosis, serta autolisis sel hati. Pada
kebanyakan pasien, sel-sel hati akhirnya mengadakan regenerasi dengan
sedikit kerusakan yang tersisa atau tanpa kerusakan sama sekali. Namun,
usia lanjut dan gangguan serius yang ada dibalik infeksi ini akan
memperbesar
kemungkinan
komplikasi.
Hepatitis
virus
memiliki
kemungkinan prognosis yang buruk jika terjadi edema dan ensefalopati
hepatik. (Kowalak, 2011)
Hepatitis adalah suatu proses peradangan difusi pada jaringan
yang dapat disebabkan oleh infeksi virus dan oleh reaksi toksik terhadap
obat-obatan serta bahan-bahan kimia. (Sujono Hadi, 1999).
Hepatitis adalah keadaan radang/cedera pada hati, sebagai reaksi
terhadap virus, obat atau alkohol (Patofisiologi untuk keperawatan,
2000).Hepatitis virus merupakan infeksi sistemik oleh virus disertai
nekrosis dan klinis, biokimia serta seluler yang khas (Smeltzer, 2001).
Hepatitis adalah Suatu peradangan pada hati yang terjadi karena toksin
seperti; kimia atau obat atau agen penyakit infeksi (Asuhan keperawatan
pada anak, 2002).
2. ETIOLOGI
Penyebab hepatitis adalah virus hepatitis yang dibagimenjadi :
a. Hepatitis A: disebabkanoleh virus hepatitis A (HAV)yangmerupakan
virus RNA dari family enterovirus yang berdiameter 27 nm.
b. Hepatitis B: disebabkanoleh virus hepatitis B (HBV) yang merupakan
virus DNA yang berkulitganda yang berukuran 42 nm.
c. Hepatitis C: disebabkanoleh virus hepatitis C (HCV) yang merupakan
virus RNA kecilterbungkuslemak yang berdiametersekitar 30-60 nm.
d. Hepatitis D: disebabkanoleh virus hepatitis D (HDV) yang merupakan
virus RNA detektif yang membutuhkankehadiran hepatitis B yang
berdiameter 35 nm.
e. Hepatitis E: disebabkan oleh virus hepatitis E (HEV) yang merupakan
virus RNA rantai tunggal yang tidak berselubung dan berdiameter
kurang lebih 32-34 nm.
f. Hepatitis F: disebabkan oleh hepatititis F virus (HFV) yang disebut juga
dengan togavirus berukuran 60-70 nm.
g. Hepatitis G: adalah gejala serupa hepatitis C, sering kali infeksi
bersamaan dengan hepatitis B/C. Tidak menyebabkan hepatitis
fulminant ataupun hepatitis kronik. Penularan melalui transfuse darah
dan jarum suntik.
3. EPIDEMIOLOGI
Menurut hasil RISKESDAS pada tahun 2007, menunjukkan
Indonesia merupakan negara endemis yang tinggi, yang mana 9,4% atau
setara dengan 23 juta orang di Indonesia pernah menderita hepatitis.
Sedangkan menurut RISKESDAS pada tahun 2013, menunjukkan angka
kejadian hepatitis meningkat dua kali lipat dibandingkan pada tahun 2007.
21,4% dari hasil tersebut menderita Hepatitis B.
Hepatitis telah menjadi masalah global. Saat ini diperkirakan 400
juta orang di dunia terinfeksi penyakit hepatitis B kronis, bahkan sekitar 1
juta orang meninggal setiap tahun karena penyakit tersebut. Hepatitis
menjadi masalah penting di Indonesia yang merupakan jumlah penduduk
keempat terbesar di dunia (Wening Sari, 2008). Menurut Badan
Kesehatan Dunia (WHO) tahun 2011 dalam Anna (2011) menyebutkan,
hingga saat ini sekitar dua miliar orang terinfeksi virus hepatitis B di
seluruh dunia dan 350 juta orang di antaranya berlanjut jadi infeksi
hepatitis B kronis. Diperkirakan, 600.000 orang meninggal dunia per tahun
karena penyakit tersebut. Angka kejadian infeksi hepatitis B kronis di
Indonesia diperkirakan mencapai 5-10 persen dari jumlah penduduk.
Hepatitis B termasuk pembunuh diam-diam karena banyak orang yang
tidak tahu dirinya terinfeksi sehingga terlambat ditangani dan terinfeksi
seumur hidup. Kebanyakan kasus infeksi hepatitis B bisa sembuh dalam
waktu enam bulan, tetapi sekitar 10 persen infeksi bisa berkembang
menjadi infeksi kronis. Infeksi kronis pada hati bisa menyebabkan
terjadinya pembentukan jaringan ikat pada hati sehingga hati berbenjol-
benjol dan fungsi hati terganggu dan dalam jangka panjang penderitanya
bisa terkena sirosis serta kanker hati.
4. FAKTOR RISIKO
Menurut WHO (2002), terdapat beberapa kelo mpok yang berisiko
terinfeksi virus hepatitis B :
a. Anak yang baru lahir dari ibu yang terinfeksi hepatitis B.
b. Anak-anak kecil di tempat perawatan anak yang
tinggal
di
lingkunganyang endemis.
c. Tinggal serumah atau berhubungan seksual (suami -istri) dengan
penderita.
Risiko
tertular
untuk
orang
yang
tinggal
serumah
terjadikarena menggunakan peralatan rumah tangga yang bisa terkena
darahseperti pisau cukur, sikat gigi.
d. Pekerja Kesehatan. Paparan terhadap
darah
secara
rutin
menjadipotensi utama terjadinya penularan di kalangan kesehatan.
e. Pasien cuci darah
f. Pengguna narkoba dengan jarum suntik
g. Tinggal di daerah endemis, atau seri ng bepergian kedaerah
endemis hepatits B.
h. berganti-ganti pasangan, dan ketidaktahuan akan kondisikesehatan
pasangan.
5. KLASIFIKASI
a. Hepatitis A
Disebut hepatitis infeksiosa merupakan virus RNAdari famili
entrovirus penularan melalui fekal oral yaitu melalui makanan dan
minuman yang tercemar. Virus hepatitis A ditemukan pada tinja pasien
yang terinfeksi sebelum gejala muncul dan selama beberapa hari pertama
menderita sakit. Masa inkubasi 1-7 minggu, rata-rata 30 hari. Gejala
anoreksia, ikterus, nyeri epigastrium, nyeri ulu hati, platulensi.
b. Hepatitis B
Virus DNA ditularkan melaului darah (mukosa) ditemukan pada
darah saliva, secret, semen, cairan vagina ditularkan melalui membrane
mukosa dan luka pada kulit. Masa inkubasi 1-6 bulan. Gejalanya panas,
anoreksia, nyeri abdomen, pegal-pegal menyeluruh, tidak enak badan dan
lemah. Dibagimenjadi hepatitis B akutdan hepatitis B kronik.

Hepatitis B akut
Penularannya vertikal 95% terjadi masa perinatal (saat persalinan) dan
5% intra uterina. Penularan horizontal melalui tranfusi darah, jarum

suntik tercemar, pisau cukur, tatto, dan transplantasi organ.
Hepatitis B kronik
Merupakan perkembangan dari hepatitis B akut. Usia terjadinya infeksi
mempengaruhi kronisitas penyakit. Bila penularan terjadi saat bayi
maka 95% akan menjadi hepatitis B kronik. Sedangkan bila penularan
terjadi pada usia balita, maka 20-30% menjadi penderita hepatitis B
kronik, dan apabila penyabaran terjadi pada saat dewasa maka hanya
5% yang menjadi penderita hepatitis B kronik.
c. Hepatitis C
Hepatitis C bukan merupakan hepatitis A,B, atau D. hepatitis C
adalah bentuk primer yang berkaitan dengan tranfusi.Ditularkan dari donor
komersil dan donor relawan. Masa inkubasi 15-160 hari
d. Hepatitis D
Hepatitis D atau agen atau virus delta terdapat pada beberapa
kasus hepatitis B, dijumpi pada obataoabatan intravena, pasien
hemodialisis, penerima tranfusi darahb dengan donor multiple. Masa
inkubasi 21-40 hari
e. Hepatitis E ( hepatitis terbaru)
Ditularkan melalui fekal oral. Masa inkubasi 15-65 hari. Metode
pencegahan untuk menghindari kontak dengan virus melalui hygiene.
f. Hepatitis F
Merupakan jenis penyakit hepatitis yang masih langka. Belum ada
teori pasti tentang hepatitis F namun virus hepatitis F yang disebut juga
sebagai toga virus pernah ditemukan pada sel hepatosit pasien dengan
implantasi hepar.
g. Hepatitis G
Hepatitis G adalah gejala serupa hepatitis C, seringkali infeksi
bersamaan dengan hepatitis fulminan ataupun hepatitis kronik. penularan
melalui transfusi darah jarum suntik.
6. MANIFESTASI KLINIS
Hepatitis B kronis didefinisikan sebagai peradangan hati yang
berlanjut lebih dari enam bulan sejak timbul keluhan dan gejala penyakit.
Perjalanan hepatitis B kronik dibagi menjadi tiga fase penting yaitu :

Fase Imunotoleransi
Pada masa anak-anak atau pada dewasa muda, sistem imun tubuh
toleren terhadap VHB sehingga konsentrasi virus dalam darah tinggi,
tetapi tidak terjadi peradangan hati yang berarti. Pada fase ini, VHB
ada dalam fase replikatif dengan titer HBsAg yang sangat tinggi.
 Fase Imunoaktif (Fase clearance)
Pada sekitar 30% individu persisten dengan VHB akibat terjadinya
replikasi VHB yang berkepanjangan, terjadi proses nekroinflamasi
yang tampak dari kenaikan konsentrasi Alanine Amino Transferase
(ALT). Pada keadaan ini pasien sudah mulai kehilangan toleransi

imun terhadap VHB.
Fase Residual
Pada fase ini tubuh berusaha menghancurkan virus dan menimbulkan
pecahnya sel-sel hati yang terinfeksi VHB. Sekitar 70% dari individu
tersebut akhirnya dapat menghilangkan sebagian besar partikel VHB
tanpa ada kerusakan sel hati yang berarti. Pada keadaan ini titer
HbsAg rendah dengan HBeAg yang menjadi negatif dan anti HBe yang
menjadi positif, serta konsentrasi ALT normal.
Banyak pasien yang terinfeksi HAV, HBV, dan HCV memiliki sedikit
atau tidak ada gejala penyakit. Bagi mereka yang mengalami gejala
hepatitis virus, yang paling umum adalah gejala menyerupai flu
(prodormal) termasuk demam, kelelahan, kehilangan nafsu makan, mual,
muntah, dare, nyeri perut, nyeri sendi (David, 2014)
Berdasarkan gejala klinis dan petunjuk serologis, manifestasi klinis
hepatitis B dibangi 2 yaitu :

Hepatitis B akut yaitu manifestasi infeksi virus hepatitis B terhadap
individu yang sistem imunologinya matur sehingga berakhir dengan
hilangnya virus hepatitis B dari tubuh. Hepatitis B akut terdiri atas 3
yaitu :
a. Hepatitis B akut yang khas. Gejala klinis terdiri atas 3 fase yaitu:
- Fase Praikterik (prodromal)
Gejala non spesifik, permulaa penyakit tidak jelas, demam
tinggi, anoreksia, mual, nyeri didaerah hati disertai perubahan
warna air kemih menjadi gelap. Pemeriksaan laboratorium mulai
tampak kelainan hati (kadar bilirubin serum, SGOT dan SGPT,
-
Fosfatose alkali, meningkat).
Fase lkterik
Gejala demam dan gastrointestinal tambah hebat disertai
hepatomegali dan splenomegali. timbulnya ikterus makin hebat
dengan puncak pada minggu kedua. setelah timbul ikterus,
gejala menurun dan pemeriksaan laboratorium tes fungsi hati
-
abnormal.
Fase Penyembuhan
Fase
ini
ditandai
dengan
menurunnya
kadarenzim
aminotransferase. pembesaran hati masih ada tetapi tidak
terasa
nyeri,
pemeriksaan
laboratorium
menjadi
normal.
( Lindseth, Glenda,2006)
b. Hepatitis Fulminan
Bentuk ini sekitar 1 % dengan gambaran sakit berat dan sebagian
besar mempunyai prognosa buruk dalam 7-10 hari, lima puluh
persen akan berakhir dengan kematian. Adakalanya penderita
belum menunjukkan gejala ikterus yang berat, tetapi pemeriksaan
SGOT memberikan hasil yang tinggi pada pemeriksaan fisik hati
menjadi lebih kecil, kesadaran cepat menurun hingga koma, mual
dan muntah yang hebat disertai gelisah, dapat terjadi gagal ginjal
akut dengan anuria dan uremia.
c. Hepatitis Subklinik

Hepatitis B kronis yaitu manifestasi infeksi virus hepatitis B terhadap
individu
dengan
sistem
imunologi
kurang
sempurna
sehingga
mekanisme, untuk menghilangkan VHB tidak efektif dan terjadi
koeksistensi dengan VHB.
7. PATOFISIOLOGI
(Terlampir)
8. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
a. Tes spesifik Hepatitis A
Tes darah digunakn untuk mengidentifikasi antibodi IgM anti-HAV,
substansi yang diproduksi oleh tubuh untuk melawan infeksi Hepatitis
A.
b. Tes spesifik Hepatitis B
Banyak macam tes darah yang digunakan untuk mendeteksi virus
Hepatitis B. Tes standard yang digunakan antara lain :
 Hepatitis B surface antigen (HbsAg). Hasil positif mengindikasikan
infeksi aktif, bisa akut maupun kronis. HbsAg biasanya akan

muncul pada darah 6-12 minggu setelah infeksi
Antibodi HbsAg (Anti-HBs). Hasil positif mengindikasikan respon
imun terhadap hepatitis B, baik dari infeksi virus sebelumnya atau

dari hasil vaksinasi
Antibody to hepatitis B core antigen (Anti-HBc). Hasil positif

mengindikasikan infeksi terakhir kali atau pernah terjadi infeksi.
Hepatitis B envelope antigen (HBeAg) mengindikasikan bahwa

seseorang dengan infeksi kronis yang menular secara aktif
Antibody to HBeAg (Anti-HBeAg) biasanya mengindikasikan

penyembuhan dari hepatitis kronis
Hepatitis B DNA (HBV DNA) mendeteksi material genetik virus
Hepatitis B. Bisa digunakan untuk mendeteksi infeksi HBV aktif.
Utamanya digunakan untuk memonitor respon terhadap treatment
antiviral pada pasien dengan Hepatitis B kronis.
c. Biopsi liver
Biopsi liver bisa digunakan untuk mendiagnosis dan menentukan
jenis terapi yang akan diberikan. Biopsi hati dilakukan pada pasien
dengan hepatitis akut yang bera diketahui setelah mencapai stase akhir,
atau hepatitis kronis yang parah. Melalui biopsi ini dapat diketahui tingkat
kerusakan pada hati. Biopsi membatu melihat kemungkinan terapi,
adanya kerusakan, dan penglihatan jangka panjang.
Pada
pasien
dengan
hepatitis
C,
beberapa
dokter
merekomendasikan biopsi hanya digunakan pada pasien yang tidak
memilihiki genotip 2 atau 3 karena tipe genotip ini diketahui berespon
bagus terhadap terapi). Biopsi hati pada pasien dengan genotip lain akan
membantu menentuka resiko perkembangan penyakit dan membantu
tenaga kesehatan menentukan terapi pasien berdasarkan tingkat
keparahan fibrosis hati. Bahkan pada pasien dengan level enzim hati
alanine aminotransferase (ALT) normal, biopsi hati bisa menunjukkan
kerusakan yang signifikan.
d. Tes untuk fungsi liver
Pada orang-orang yang di suspect memiliki atau membawa virus hepatitis,
tenaga kesehatan akan melihat beberapa substansi pada darah :

Bilirubin. Bilirubin merupakan salah satu faktor
paling
penting untuk mengindikasikan hepatitis. Bilirubin merupakan pigmen
merah-kuning yang secara normal dimetabolisme oleh hati dan
diekskresikan melalui urin. Pada pasien dengan hepatitis, hati tidak
bisa memproses bilirubin, dan terjadi peningkatan substansi ini pada
level darah. (bilirubin dengan kadar tinggi menyebabkan kulit berwarna

kekuningan, disebut juga jaundice)
Liver Enzymes (Aminotransferases). Enzim yang diketahui
sebagai aminotransferase, antara lain aspartate (AST) dan alanine
(ALT),
akan
dilepaskan
ketika
hati
mengalami
kerusakan.
Penghitungan jumlah enzim-enzim ini, utamanya ALT, merupakan tes
yang paling penting untuk mendeteksi hepatitis dan memonitor
keefektifan terapi. Jumlah enzim berubah-ubah, akan tetapi selalu

akurat sebagai indikator aktivitas penyakit.
Alkaline Phosphatase (ALP). Tingkat ALP yang tinggi dapat

menunjukkan penyumbatan saluran empedu.
Serum Albumin Concentration. Serum albumin mengukur
tingkat protein dalam darah (kadar rendah menunjukkan fungsi hati

yang buruk).
Prothrombin Time (PT). Tes PT mengukur digunakan untuk
berapa detik waktu yang dibutuhkan darah untuk membeku. (semakin
lama, semakin tinggi resiko perdarahan)
Pemeriksaan diagnostik hepatitis menurut kowalak 2011 yaitu:
a. Pemeriksaan profil hepatitis mengidentifikasi antibodi yang spesifik
untuk virus penyebab sehingga tipe hepatitis dapat ditentukan
b. Kadar SGPT DAN SGOT (AST dan ALT) meningkat pada stadium
prodormal
c. Kadar alkali fosfatase serum sedikit meningkat
d. Kadar bilirubin serum dapat tetap tinggi hingga memasuki stadium
lanjut, khususnya pada kasus-kasus hepatitis berat
e. Waktu protrombin akan memanjang (waktu protrombin yang melebihi
tiga detik lebih lama daripada nilai normal menunjukkan kerusakan hati
yang berat)
f. Jumlah sel darah putih menunjukkan neutropenia dan limfopenia
sepintas yang diikuti oleh limfositosis
g. Hasil biopsi hati memastikan kecurigaan akan hepatitis kronis.
Sedangkan menurut Barbara 1998, pemeriksaan diagnostic untuk
hepatitis antara lain:
a. Untuk hepatitis A, adanya antibody antihepatitis A (Imunoglobulin M)
dalam serum
b. Untuk hepatitis B, adanya antigen permukaan (HBSAg) dalam serum;
status karier didiagnosa oleh adanya antibodi inti hepatitis B dalam
serum
c. Pemeriksaan fungsi hepar seperti bilirubin serum dan urine, alkalin
fosfatase, aspartat aminotransferase (AST), alanin aminotransferase
(ALT), meningkat menunjukkan cedera hepar
d. Biopsi hepar (bila hepatitis menetap selama lebih enam bulan) untuk
membedakan antara aktif kronis dan aktif menetap.
e. Fosfatase Alkali
Nilai normalnya 30-120 IU/L atau 2-4 unit/dl. Fosfatase alkali dibentuk
dalam tulang, hati, ginjal, usus halus, dan diekskresikan ke dalam
empedu. Kadarnya meningkat pada obstruksi biliaris; meningkat juga
pada penyakit tulang dan metastasis hati.
9. PENATALAKSANAAN MEDIS
Menurut Manjoer dkk (2000) penatalaksanaan hepatitis terdiri dari
istirahat, diet, dan pengolaha medikamentosa.
a. Istirahat pada periode akut dan keadaaan lemah diharuskan cukup
istirahat. Hingga fungsi hati kembali normal.
b. Diet. Jika pasien mual, tidak nafsu makan atau muntah-muntah,
sebaiknya diberikan infuse. Jika sudah tidak mual lagi, diberikan
makanan yang cukup kalori (30-35 kalori kgbb) dengan protein cukup
(1g/kgbb). Pemberian lemak sebenarnya tidak perlu dibatasi. Dulu ada
kecenderungan untuk membatasi lemak, karena disamakan dengan
penyakit kandung empedu. Dapat diberikan diet hati II-III.
c. Medikamentosa
- Berikan obat yang bersifat melindungi hati.
- Jangan berikan anti enetik. Jika perlu sekali dapt diberikan
-
golongan fenotiazin.
Vitamin K diberikan pada kasus keberadaanya parah.
Antiviral : IFN,
Terapi antivirus Lamivudine :menghambat produksi virus hepatitis
B, mencegah sel-sel sehat terinfeksi virus tapi tidak mempengaruhi
-
sel-sel hati yang sudah terinfeksi.
Untuk pasien dengan Hepatitis B perlu dilakukan pengecekan
terlebih dahulu terhadap kadar ALT dan AST sebelum pengobatan
antivirus diberikan. Apabila kadar ALT dan AST pasien normal maka
antivirus tidak perlu diberikan dan pasien harus melakukan kontrol
kadar ALT dan AST secara berkala setiap 3 bulan sekali.
a. Hepatitis A
 Tirah baring selama stadium akut pasien dianjurkan istirahat di
tempat tidur sampai hampir bebas dari ikterik dan transaminase

serum sudah menurun mendekati normal
Diet yang bergizi yaitu diet rendah lemak dan tinggi karbohidrat
selama periode anoreksia pasien diberi makan sedikit-sedikit tapi
sering, bila terus menerus muntah makanan diberi secara
intravena.
b. Hepatitis B
 Terapi dini penyuntikan interferon tiap hari (hanya boleh diberikan
c.
d.
e.
f.
pada kondisi yang terkendali)
 Tirah baring sampai gejala mereda, aktivitas dibatasi
 Nutrisi adekuat
 Mengendalikan gejala dyspepsia dan malaise
Hepatitis C: terapi interferon dosis rendah dan nutrisi yang adekuat
Hepatitis D: serupa dengan hepatitis secara umum
Hepatitis E: serupa dengan hepatitis secara umum
Hepatitis karena zat kimia
Terapi yang ditujukan untuk memulihkan dan mempertahankan
keseimbangan cairan dan elektrolit, penggantian darah, memberikan
perasaan nyaman dan tindakan pendukung.
10. KOMPLIKASI
a. Hepatitis fulminan
Yaitu suatu keadaan atau sindrom klinis akibat adanya nekrosis sel sel
hati, sehingga terjadi gagal hati yang berat secara mendadak.
Keadaan ini ditandai dengan ensefalopati yang progresif, hati menciut,
bilirubin
meningkat
dengan
cepat,
waktu
pembekuan
darah
memanjang, dan koma hepatikum
b. Hepatitis Kronik persisten yaitu perjalanan penyakit yang memanjang
4–8 bulan. Terjadi pada 5 – 10 % klien.
c. Hepatitis Kronik aktif
Kerusakan hati yang permanen dan berlanjut menjadi sirosis. Terapi
kortikosteroid biasanya dapat memperlambat perluasan cedera hati,
namun untuk prognosis nya tetap buruk
d. Kanker hati
Merupakan komplikasi yang cukup bermakna, penyebab utamanya
adalah terinveksi HBV kronik dan sudah terjadi sirosis
ASUHAN KEPERAWATAN
TRIGGER
Seorang laki-laki berusia 40 tahun dibawa ke rumah sakit dengan
keluhan mual dan muntah, BAB berwarna gelap seperti teh. Klien merasa
lemas dan tampak pucat. Klien mengatakan perutnya kembung, ada rasa
tidak enak di perut dam tidak nafsu makan. Klien juga mengatakan bahwa
pernah menderita penyakit kuning 6 bulan lalu. Klien bercerita bahwa
pekerjaannya adalah sopir, pernah minum alcohol saat remaja dan
berlangsung cukup lama. Baru berhenti sekitar satu tahun yang lalu. Hasil
pemeriksaan fisik didapatkan: sclera ikterik, TD: 140/90 mmHg, HR:
78x/menit, RR: 21x/menit, suhu 39,1 oC, BB 55 kg TB 170 cm, akral dingin,
ada asites, dan hepatomegali. Hasil pemeriksaan laboratorium: bilirubin
total 4, SGOT 48, SGPT 52, protein total 9,1 dan HbsAg positif. Klien
merasa cemas akan kondisinya sekarang.
1. PENGKAJIAN
i. IDENTITAS
Nama
: Tn. X
Jenis Kelamin : Laki-laki
Usia
: 40 tahun
Pekerjaan
: Sopir
ii. STATUS KESEHATAN SAAT INI
a. Keluhan Utama
:
klien mengeluh mual muntah, BAB berwarna gelap seperti the,
merasa lemas dan tampak pucat. Klien mengatakan perutnya
b.
c.
d.
e.
kembung, ada rasa tidak enak di perut dan ridak nafsu makan
Lama Keluhan
: tidak terkaji
Kualitas Keluhan
: tidak terkaji.
Faktor Pencetus
: invasi mikroorganisme (HBV)
Faktor Pemberat
:
klien pernah minum alcohol saat remaja dan berlangsung cukup
lama
f. Diagnosa medis
: Hepatitis B
iii. PENGKAJIAN FOKUS KEPERAWATAN
a. Riwayat Penyakit Saat ini
klien mengeluh mual muntah, BAB berwarna gelap seperti the,
merasa lemas dan tampak pucat. Klien mengatakan perutnya
kembung, ada rasa tidak enak di perut dan ridak nafsu makan
b. Riwayat Penyakit Dahulu
Klien mengatakan pernah menderita penyakit kuning 6 bulan yang
lalu
c. Riwayat Penyakit Keluarga
Tidak terkaji
d. Pola nutrisi
Klien mengeluh mual muntah, perut kembung, rasa tidak enak di
perut dan tidak nafsu makan
e. Pola eliminasi
BAB berwarna gelap seperti teh
f.




Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum
: kompos mentis
BB
: 55 kg
TB
: 170 cm
TTV:
HR
: 78x/menit
RR
: 21x/menit
Suhu
: 39,1o C
TD: 140/90 mmHg
Sclera ikterik
Akral dingin, ada asites, hepatomegali
g. Pemeriksaan penunjang
Bilirubin total : 4
SGOT
: 48
SGPT
: 52
Protein total : 9,1
HbsAg +
2. ANALISIS DATA
N
O
1.
DATA
DS:
- Klien merasa
ETIOLOGI
Invasi virus Hepatitis B
(HBV)
lemas dan
-
tampak pucat
Klien merasa
Viremia
Vena porta hepar
cemas dengan
keadaannya
DO:
- TD:
-
140/90/mmHg
Suhu 39,1 ° C
Hepatomegali
Bilirubin total 4
Replikasi virus
VHB melekatkan diri ke
membrane sel hepar
Penetrasi sitoplasma
Melepaskan nukleokapsid
Menembus sel dinding
hati
Hepatotoksik
inflamasi
peningkatan suhu
MASALAH
KEPERAWATAN
Hipertermia
2.
DS:
- Klien mengeluh
hipertermia
Peradangan pada hati
Ketidakseimbang
(Hepatitis B)
an nutrisi kurang
mual-muntah,
merasa lemas
- Klien mengatakan
perutnya
kembung, rasa
tidak enak di
perut dan tidak
nafsu makan
DO:
- Klien tampak pucat
- BB = 50 kg, TB =
170 cm
Peregangan kapsula hati
dari kebutuhan
tubuh
Hepatomegaly
Desakan lambung
Peningkatan HCl
Mual muntah
anoreksia
intake berkurang
BB dibawah norma
Ketidakseimbangan
nutrisi kurang dari
3.
DS:
 Klien merasa
cemas akan
kondisinya
sekarang
DO:
 TD: 140/90
mmHg
kebutuhan tubuh
Invasi virus Hepatitis B
(HBV)
Viremia
Vena porta hepar
Replikasi virus
VHB melekatkan diri ke
membrane sel hepar
Penetrasi sitoplasma
Melepaskan nukleokapsid
Menembus sel dinding
hati
Hepatotoksik
inflamasi
Ansietas
hepatitis B

perubahan dalam status
kesehatan
cemas

Ansietas
PRIORITAS DIAGNOSA
1. Hipertermia b/d penyakit hepatitis ditandai dengan kenaikan suhu.
2. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d faktor
biologis ditandai dengan klien mengeluh mual muntah, tidak nafsu
makan, merasa lemas, tidak enak di perut dan berat badan yang
rendah.
3. Ansietas b/d perubahan status kesehatan yang ditandai dengan klien
merasa cemas akan kondisinya sekarang
RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN
1. Diagnosa Keperawatan No. 1
Hipertermia berhubungan dengan penyakit hepatitis ditandai dengan
kenaikan suhu, klien merasa lemas dan pucat, bilirubin total 4 dan
klien merasa cemas.
Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 jam
suhu tubuh klien dapat membaik
Kriteria hasil : indikator NOC mendapat skor 4
NOC : Thermoregulation Status
No
Indikator
.
1.
2.
3.
1
2
3
4
5
Suhu tubuh dalam rentang

normal
Tekanan darah dalam tekanan

normal
Tidak ada perubahan warna kulit
dan tidak ada pusing
NOC: Infection Severity

No
Indikator
1
.
1.
2.
3.
4.
5.
2
3
4
5
Demam

Gejala gastrointestinal

Malaise

Kehilangan nafsu makan

Kolonisasi kultur darah

NIC : Fever Treatment
1.
2.
3.
4.
5.
6.
Monitor suhu sesering mungkin
Monitor warna dan suhu kulit
Monitor tekanan darah, nadi dan respiratory rate
Monitor intake dan output
Kolaborasi pemberian cairan intravena
Kolaborasi untuk pemberian antipiretik
NIC: Infection Control
1. Menganjurkan istirahat
2. Berikan terapi antibiotik, jika perlu
3. Ajarkan pasien dan keluarga tentang tanda dan gejala infeksi dan
melaporkannya kepda tenaga kesehatan
2. Diagnosa Keperawatan No. 2
Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh b/d faktor
biologis ditandai dengan klien mengeluh mual muntah, tidak nafsu
makan, merasa lemas, tidak enak di perut dan berat badan yang
rendah.
Tujuan: setelah dilakukan intervensi keperawatan 3x24 jam klien dapat
makan dengan baik dan keluhan yang dirasakan klien berkurang.
Kriteria Hasil : pada evaluasi hasil didapatkan skor 4 pada indikator
NOC : Nutrition Status
No
1.
INDIKATOR
Nutrition intake
1
2
3
4
5

2.
Food intake

3.
Fluid intake

Energy

Rasio BB/TB

Hidrasi

NOC: Liver Function
No
Indikator
.
1
2
3
4
5
Nafsu makan

Stamina

Kenaikan total serum bilirubin

Kenaikan SGPT

Kenaikan SGOT

1.
Jaundice

2.
Asites

3.
Nyeri abdomen

4.
Kerusakan hati

5.
Anoreksia

5.
Fatigue

1.
2.
3.
4.
5.
NOC : Gastrointestinal Function
No.
1.
2.
3.
4.
5.
Indikator
Toleransi makanan
1
2
3
4
5

Nafsu makan

Warna Feses

Distensi Abdominal

Kehilangan BB

NIC : Nutritional Monitoring
1.
2.
3.
4.
5.
BB dalam batas normal
Monitor adanya penurnan BB
Monitor kalori dan intake nutrisi
Monitor mual dan muntah
Dentifikasi perubahan dalam nafsu makan dan aktivitas
NIC : Bowel Management
1. Monitor feses termasuk frekuensi konsistensi, bentuk, volume, dan
warna
2. Instruksikan pasien/anggota keluarga untuk mencata warna, volume,
frekuensi, dan konsistensi feses.
NIC : Medication Management
1.
2.
3.
4.
Menentukan obat yang diperlukan dan memberikannya dengan tepat
Mengamati keefektifan pengobatan
Mengamati efek tambahan dari obat yang dikonsumsi pasien
Mengamati TTV dan hasil tes laboratorium sebelum dan sesudah obat
diberikan
5. Mengembangkan strategi untuk memanajemen efek samping obat
6. Mengamati respon pasien setelah diberikan pengobatan
NIC : Nutrition Therapy
1. Monitor proses mencerna makanan/minuman dan hitung intake kalori
sehari-hari klien
2. Tanyakan kepada ahli gizi mengenai jumlah dan jenis kalori yang
dibutuhkan oleh klien
3. Berikan klien mengenai contoh diet yang dapat diberikan
NIC : Fluid/ Electrolyte Managemant :
1. Berikan cairan
2. Perhatikan keadaan membrane bukal, sklera dan kulit sebagai indikasi
perubahan keseimbangan cairan dan elektrolit (kekeringan, sianosis,
jaundice)
3. Konsultasikan
ke
dokter
jika
terdapat
tanda/gejala
perubahan
cairan/elektrolit
3. Diagnosa Keperawatan No. 3
Ansietas berhubungan dengan ancaman atau perubahan status
kesehatan yang ditandai dengan klien merasa cemas akan kondisinya
sekarang
Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam,
diharapkan tingkat kecemasan klien berkurang
Kriteria hasil: Di dapatkan skor 4 pada indicator NOC
NOC: Anxiety Level
No.
1.
2.
Indikator
Melaporkan ansietas
1
2
3
4
5

Peningkatan tekanan darah

NOC: Anxiety Self- Control
No.
1.
Indikator
Monitor intensitas ansietas
1
2
3
4
5

2.
Mencari informasi untuk

3.
mengurangi ansietas
Rencana strategi koping untuk

4.
mengurangi ansietas
Menggunakan teknik relaksasi

5.
untuk mengurangi ansietas
Mengontrol respon ansietas

NIC: Anxiety Reduction
1. Memahami perspektif pasien terhadap situasi yang menegangkan
2. Menyediakan informasi faktual mengenai diagnosis, treatment,
prognosis
3. Mendampingi pasien untuk meningkatkan keamanan dan mengurangi
4.
5.
6.
7.
8.
9.
ketakutan
Mendukung keluarga untuk mendampingi pasien
Mendengarkan dengan penuh perhatian
Mendukung pengungkapan perasaan, persepsi, dan ketakutan
Bantu pasien mengidentifikasi situasi yang menimbulkan ansietas
Mengajari pasien untuk menggunakan teknik relaksasi
Menilai tanda verbal dan non verbal ansietas
DAFTAR PUSTAKA
Arif, Mansjoer, dkk., ( 2000 ), Kapita Selekta Kedokteran, Edisi 3, Medica.
Jakarta : FKUI.
Balitbang Kemenkes RI. 2013. Riset Kesehatan Dasar: RISKESDAS.
Jakarta: Balitbang Kemenkes RI
Bulecheck, Gloria M., dkk.2013. 6 Ed.Nursing Intervention Classification
(NIC). Elsevier
Direktorat Jenderal PP & PL Kemenkes RI. 2012. Pedoman Pengendalian
Virus Hepatits. Jakarta : Kemenkes RI.
Dochterman, J.C., H. K. Butcher dan G. M. Bulechek. 2008. Nursing
Interventions Classification (NIC). Ed.5. Philadelphia: Mosby
Elsevier.
Doenges, EM (2000). Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta. EGC.
Engram, Barbara.1998. Rencana asuhan keperawatan medical- bedah.
Vol. 3. Jakarta: EGC
Kowalak, Jennifer P.2011. Buku ajar patofisiologi. Jakarta: EGC
Lindseth, Glenda N. Gangguan Gangguan Hati, Empedu, Dan Pankreas.
Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Edisi 6. Vol.1.
Jakarta: EGC.
Moorhead, Sue, dkk. 2013. 5 Ed. Nursing Outcomes Classification (NOC).
Elsevier
Price, Sylvia Anderson. 2005. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses
Penyakit Vol.1. Jakarta : EGC
Smeltzer, S. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner Suddarth.
Volume 2 Edisi 8. Jakarta : EGC.
Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S. Buku Ajar
IlmuPenyakitDalamJilid II edisi V. Jakarta: Interna Publishing; 2009
Thung dkk. 2003. Hepatitits F, G and TT Viruses.
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK13296/. Diakses 16.39
WHO.June 2014. What is hepatitis?. http://www.who.int/features/qa/76/en/
.diakses tanggal : 22 Februari 2015.
Download