PROPERTI Bisnis Indonesia, Sabtu, 29 Januari 2011 ‘Hijau’ bukan berarti tak nyaman Menghemat biaya melalui konsep ramah lingkungan OLEH GAJAH KUSUMO Wartawan Bisnis Indonesia “Hotel dengan sertifikat hijau bukan berarti tidak nyaman karena tidak ada penyejuk udara maupun air panas, tetapi kami menggunakan sumber daya alam lebih sedikit. Menjadi hijau adalah menyediakan waktu lebih banyak untuk berpikir kreatif.” irektur Eksekutif Gtower Hotel, Malaysia, Colin Ng mengklaim hotel yang berlokasi di Jalan Tun Razak, tak lebih 10 menit berjalan kaki dari KLCC Park, menjadi gedung pertama di Malaysia yang mendapat sertifikat ramah lingkungan atau ‘hijau’ dari Green Mark. Dan itu tak mudah. “Apakah karpet-karpet ini berasal dari proses daur ulang?” tanya Colin pada pemilik, salah satu perusahaan karpet terbesar di Malaysia saat mulai membangun hotel tersebut “No…No… kami jamin bahwa semua karpet di sini adalah baru. Tidak ada yang bekas. Kami berani jamin itu,” ujar sang penjual karpet dengan bangga. Pembangunan gedung-gedung bertingkat di Malaysia, baik itu gedung perkantoran, apartemen maupun hotel masih terus berkejaran. Kondisi demikian lazim ditemui di negaranegara Asia dan terutama Asia Tenggara, sebagai wilayah yang sedang berkembang pesat. “Begitu banyak bangunan yang akan berdiri tidak akan sustainable kalau mereka tidak mulai, sejak sekarang, memperhitungkan penggunaan energi secara efisien,” ungkap Colin. Berkembang konotasi negatif mengenai gedung atau hotel berlabel hijau. Anggapan yang beredar adalah gedung tidak nyaman dihuni konsumen karena ketiadaan air panas, penyejuk udara atau bahkan penggunaan listrik yang dibatasi. Bahkan hotel ‘hijau’ diasumsikan berada jauh di pedalaman daerah tanpa listrik, di mana nyamuk-nyamuk bebas berkeliaran di dalam ruang hotel. Sebaliknya, gedung ‘hijau’ juga kadang diasumsikan bakal menyedot dana investasi yang besar karena menggunakan material-material khusus yang mahal. Salah kaprah itulah yang hendak diputarbalikkan oleh Colin melalui hotel pertama di Malaysia yang menggabungkan fungsi perkantoran, life style, dan hotel dalam satu gedung, selain tentu saja ramah lingkungan. D FOTO-FOTO: BISNIS Ruang kamar GTower Hotel Lobi GTower Hotel Club eksklusif, Bridge Bar di lantai 28 Green building seharusnya dapat menjadi ikon tersendiri dalam dunia modern yang mulai ringkih akibat eksploitasi berlebih dari manusiamanusia yang haus akan sumber daya alam. Jika digarap serius, konsep hijau dapat memberikan ciri khas tersendiri bagi sebagian masyarakat yang mulai menyadari keterbatasan mau- pun kemewahan dari apa yang disebut sumber daya alam. Green building didesain untuk menggunakan energi lebih efisien, baik itu untuk pencahayaan, air panas bagi penghuni yang sedang meredakan ketegangan penyejuk udara. Pada jangka panjang, seiring dengan naiknya biaya listrik, penggunaan energi secara efisien bakal menghemat biaya operasional. “Menjadi hijau tidak berarti membelanjakan uang lebih banyak. Menjadi hijau adalah menyediakan waktu untuk berpikir lebih kreatif bagaimana membuatnya,” ungkap Colin. Sebagai contoh, air panas yang digunakan oleh penghuni Gtower Hotel berasal dari panas yang dihasilkan oleh mesin penyejuk udara. Saya sendiri selama 2 malam di hotel tersebut tidak merasakan perbedaan air panas yang dihasilkan hotel tersebut dengan hotel-hotel berbintang lainnya yang sering saya inapi. Adapun penyejuk udara di dalam ruangan hotel juga senyaman hotel lainnya meskipun menggunakan energi yang lebih sedikit. Resepnya adalah posisi gedung, penggunaan kaca jendela dan taman hidup di sekujur bangunan hingga di atas atap gedung. Sisi gedung hotel yang memperoleh pencahayaan sinar matahari berlebih, yaitu di sisi depan dan belakang (sisi barat dan timur) lebih banyak menggunakan material nonkaca agar tidak menyerap panas secara berlebih. Adapun sisi samping (utara dan selatan), hampir seluruhnya menggunakan material kaca sebagai pencahayaan alami dalam hotel. Meski demikian, kaca yang digunakan berlapis tiga, Padahal lazimnya, kaca cukup dua lapis. Colin menjelaskan perusahaannya menempatkan tambahan lapisan kaca jendela yang memiliki ruang kosong yang berguna untuk menahan panas masuk ke ruangan dalam. “Bujet awalnya yang sekitar 7 juta ringgit membengkak menjadi 22 juta ringgit atau hampir tiga kali lipat. Hanya bagian itu saja yang butuh investasi lebih banyak,” ungkapnya. Untuk mengefisienkan penggunaan energi penyejuk udara, Gtower menggunakan teknologi alami peredam panas, yaitu tanah dan pepohonan. Agar tanah dan tanaman dapat hidup laiknya di habitat asli, pihak hotel menampung air hujan untuk diolah dan kemudian menyalur- kannya pada tanaman. Sebagai salah satu negara di Asia yang memiliki kemewahan berupa sinar matahari, terik panas tentu menjadi persoalan tersendiri. Untuk itu, desain gedung yang semula hanya satu menara dipecah menjadi dua, yang terhubung melalui sebuah jembatan, seperti halnya menara kembar Petronas. Meski demikian, gedung hotel tetap tampak menyatu jika dilihat dari luar. Keberadaan dua gedung kembar itu dengan area bebas di tengahnya menjadikan suhu panas dapat mengalir lancar, tetapi tetap mampu memberikan pencahayaan alami. Untuk bagian interiornya, hotel tersebut banyak memanfaatkan material-material bekas atau bahasa kerennya bahan daur ulang tanpa harus kehilangan sentuhan kemewahan. Pada salah satu bagian hotel yang menjadi area unggulan, yaitu Bridge Bar, pengelola banyak menggunakan furnitur bekas yang hendak dibuang oleh pemilik sebelumnya. Mereka mendapatkannya dengan cumacuma dan hanya mengeluarkan sebagian kecil biaya untuk me-refurbish-nya, misalnya menganti kulit sofa. Material-material kayu yang tampak di sebagian hotel juga bisa jadi dapat menipu anda karena sebenarnya bukan kayu karena 60% materialnya berasal dari gabah atau kulit padi. “Jadi kami tidak memotong pohon untuk mendekorasi hotel ini. Kami banyak menggunakan bahan-bahan yang kami daur ulang lagi,” jelasnya. Sistem TI hijau Konsep hijau di GTower Hotel juga tak berhenti hanya sekadar dekorasi, tetapi juga merasuk hingga penggunaan sistem informasi ‘hijau’ yang menjadi tulang punggung operasional dan pelayanan hotel. Anita Lim, General Manager Enterprise Servers, Storage and Networking HP Enterprises Business, Hewlett Packard Malaysia, menyatakan ramah lingkungan adalah proses yang terus berjalan dari waktu ke waktu. Pada hotel dengan konsep hijau, Anita menilai ide ramah lingkungan dapat diterapkan dalam perspektif networking, yang memadukan seluruh fungsi hanya dalam satu jaringan. Artinya, fungsi telepon, Internet, televisi hanya cukup menggunakan satu kabel. “Material yang digunakan jauh lebih sedikit karena semua fungsi sudah tergabung cukup dalam satu kabel.” Selain itu, HP juga menggunakan virtual storage atau sekarang dikenal sebagai komputasi awan (cloud computing), yang dapat meminimalisasi penggunaan hardisk atau media penyimpan data. Selain bakal meminimalisasi penggunaan space untuk ruang server, energi yang digunakan untuk menjalankan keseluruhan sistem informasi itu juga menjadi jauh lebih sedikit. Bahkan HP juga menyediakan HP Performance-Optimized Data center (POD) untuk ruang sistem server, yang berupa kontainer khusus yang bersifat fleksibel, dengan teknologi berpendingin dan kerapatan seperti halnya NASA. Paket itu juga siap dialokasikan dalam sebuah gedung modern maupun industri lainnya. Konsep hijau yang diusung oleh Goldis Berhad melalui GTower, gedung multifungsi berlantai 28, di mana hotel bintang lima dengan 180 kamar, yang menempati lantai 11-13, terbukti mampu memberikan langkah nyata bagi upaya-upaya untuk lebih ramah terhadap lingkungan. Bahkan Colin mengklaim tiga upaya efisiensi yang dilakukannya, yaitu efisiensi energi, air, dan indoor serta environmental mampu memberikan penghematan hingga 2,9 juta ringgit per tahun (efisiensi energi) dan 10.000 ringgit per tahun untuk efisiensi air. Tak cukup sampai disitu, dia juga berharap konsep ramah lingkungan yang dikampanyekan diharapkan mampu tersebar hingga minimal 22.284 orang lainnya, melalui sekitar 71 karyawannya dan 5.500 penghuni gedung. ([email protected]) Konsep hijau tak lagi sekadar mimpi pada siang bolong OLEH GAJAH KUSUMO Wartawan Bisnis Indonesia emerintah perlu segera membuat cetak biru untuk mengaplikasikan konsep green building. Kekosongan itu menjadi penyebab ketiadaan koordinasi antarinstansi pemerintah untuk berperan dalam mengurangi emisi karbon yang dihasilkan dari bangunan dan gedung. Tuntutan itu pernah disampaikan secara tertulis oleh Green Building Council Indonesia (GBCI) kepada Wakil Presiden Boediono pada tahun lalu dan isu ini pun bukan baru 1 atau 2 tahun belakangan berkembang. Ketiadaan cetak biru mengakibatkan masing-masing instansi pemerintah maupun antarpemerintah, baik pusat maupun daerah, mengartikulasikan konsep green building sesuai wilayah dan kebutuhannya masing-masing. Tak heran, hingga kini, konsep hijau di Tanah Air bersifat sporadis dan isunya kadang timbul kemudian tenggelam. Lain halnya dengan di negara barat dan bahkan negara tetangga sekalipun, di mana pemerintah sudah menerapkan aturan ketat soal gedung ramah P lingkungan. Meski demikian, ketiadaan aturan tidak mendorong para pengembang bersikap apatis terhadap wacana hijau. Sebut saja gedung Allianz Tower di kawasan Kuningan Persada, Jakarta. Proyek pertama Medialand International yang ramah lingkungan itu sedianya hanya akan menggunakan 30%, dari lahan seluas 8.000 m2. Adapun sisa lahan akan dialokasikan untuk ruang terbuka hijau. Arsitek Allianz Tower, Budiman Hendropurnomo merancang gedung tersebut dengan konsep ramah lingkungan dan hemat energi, yang tecermin dari desain arsitektur yang meminimalisasi jumlah energi panas dan matahari yang masuk ke dalam gedung. Gedung tersebut dirancang menggunakan teknologi kaca rangkap hampa udara, teknik resapan air, pemanfaatan air hujan, proses daur ulang, pemilihan sistem pendingan ruangan dan lampu penerangan yang hemat energi. Gedung setinggi 28 lantai yang menelan dana investasi hingga Rp500 miliar tersebut sedang mengincar sertifikasi ramah lingkungan dari Green Mark, Singapura. Sementara itu, di kawasan selatan Jakarta atau tepatnya di Serpong, PT Bumi Serpong Damai Tbk jug aikut andil dalam menciptakan Indonesia yang lebih hijau melalui kawasan perkantoran bernama BSD City Green Office Park. BSD City, salah satu anak perusahaan dari grup Sinarmas, menyiapkan lahan seluas 25 hektare di Central BSD untuk mengembangkan kawasan perkantoran hijau. Green Office Park, yang terdiri dari 11 gedung perkantoran, direncanakan hanya memiliki lima lantai, di mana sebagian besar bersertifikasi Green Mark building. Persyaratan ini menjadi salah satu standar yang harus dipenuhi sebuah kawasan agar dapat disebut kawasan ramah lingkungan atau green mark district. “Sinarmas Land secara serius mengarahkan pembangunan kawasan ini untuk mendapat hak menyandang sertifikasi Green Mark District dan Green Mark Building dari Building and Construction Authority (BCA). Kawasan khusus ini akan menjadi yang pertama di Indonesia,” ujar Presiden Direktur PT Bumi Serpong Damai (BSD) Tbk Harry Budi Hartanto. FOTO-FOTO: BISNIS Salah satu kolam renang di GTower Hotel Guna mendukung aktivitas kawasan khusus perkantoran ini, akan dibangun sebuah lifestyle center yang diberi nama Lakeside Breeze. Hal itu diyakini akan menjadi penyeimbang kesibukan para pekerja yang bekerja di BSD City Green Office Park. Desain Lakeside Breeze memungkinkan semua pengunjungnya bisa menikmati udara alami dengan suasana yang teduh. Lakeside Breeze berbeda dengan mal pada umumnya yang lebih terkesan tertutup dan mengandalkan pendingin udara. Pada area itu nantinya juga akan dibuat danau untuk menunjang aktivitas perkantoran BSD City Green Office park dan Lakeside Breeze. Selain itu, pengembang juga menyiapkan jalur sepeda untuk mendorong semakin banyak warga agar menggunakan sepeda. “Indonesia perlu segera mengadopsi konsep bangunan hijau agar tempat tinggal lebih nyaman dan berbagai masalah bisa bisa direduksi,” kata kata Ketua Umum Green Building Council Indonesia (GBCI) Naning Adiwoso, pada satu kesempatan. Apalagi, negara-negara dunia maju juga sangat concern terhadap pemanasan global, yang dimanifestasikan oleh perusahaan-perusahaan multinasional melalui pemilihan gedung perkantoran, yang memiliki Green Certification. ([email protected]) Foto desain Menara Allianz di Kuningan