UNIVERSITAS INDONESIA TELENURSING DALAM MENANGANI

advertisement
UNIVERSITAS INDONESIA
TELENURSING DALAM MENANGANI
PASIEN GANGGUAN JIWA KORBAN BENCANA ALAM
Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah
Sistem Informasi Manajemen Keperawatan
Oleh :
M. Nawawi N.
1006748671
PROGRAM PASCA SARJANA
FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN
KEKHUSUSAN KEPERAWATAN JIWA
UNIVERSITAS INDONESIA
2011
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan
rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah hasil dan
perkembangan teknologi keperawatan sebagai salah satu tugas untuk mata kuliah
Sistem Informasi Manajemen.
Tujuan penyusunan makalah ini adalah diharapkan mahasiswa mampu
menganalisis perkembangan teknologi keperawatan atau teknologi kesehatan yang
dapat dimanfaatkan oleh keperawatan.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih banyak
terdapat kekurangan, oleh karena itu penulis mengharapkan krtitik dan saran yang
bersifat membangun demi perbaikan makalah ini.
Pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada
berbagai pihak yang telah membantu dalam penulisan makalah ini.
Besar harapan penulis semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi
pengembangan dan peningkatan ilmu keperawatan serta bagi peningkatan
pelayanan keperawatan yang profesional di masa yang akan datang.
Jakarta,Oktober 2011
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR..............................................................................................i
DAFTAR ISI............................................................................................................ii
ABSTRAK..............................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ………...........................................................................1
BAB II : KAJIAN LITERATUR DAN PEMBAHASAN..................................4
A. Kajian Literatur ……………………………………………………….4
B. Pembahasan……………………………………………………………6
BAB III : PENUTUP.............................................................................................9
A. Kesimpulan …………………………………………………………...9
B. Rekomendasi …………………………………………………………9
DAFTAR PUSTAKA
ABSTRAK
Bencana yang kerap terjadi di Indonesia berdampak kurang baik pada
perkembangan kesehatan jiwa seseorang, terutama yang menjadi korban.
Gangguan pada kesehatan jiwa dapat membuat penderita tidak produktif dan
bergantung pada orang lain. Trauma psikologis pada individu yang mengami
bencana memerlukan penangan yang berkesinambungan dalam rentang
waktu yang relatif lama. Dalam bidang kesehatan termasuk pelayanan
keperawatan telah mendorong terciptanya suatu model pelayanan
keperawatan jarak jauh yang lebih dikenal dengan nama telenursing.
Telenursing adalah upaya penggunaan teknologi informasi dalam
memberikan pelayanan keperawatan dalam bagian pelayanan kesehatan
dimana ada jarak secara fisik yang jauh antara perawat dan pasien, atau
antara beberapa perawat.
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Bencana banjir di Semarang, tanah longsor di Wasior, Gempa bumi di
Padang, dan meletusnya Gunung Kelud sudah berlalu. Namun bukan berarti
selesai juga masalahnya, meski upaya terus dilanjutkan. Banyak masalah yang
berkaitan dengan bencana alam. Kehilangan dan kerusakan termasuk yang
paling sering harus dialami bersama datangnya bencana itu.
Berangkat dari berbagai masalah seperti itu menyebabkan timbulnya
bekas dalam jiwa. Karena bekas itu seperti luka jadinya, maka sakit yang
ditimbulkannya juga banyak menyangkut kejiwaan. Apalagi bila kejadian ini
juga dialami langsung, pengalaman itu bisa menjadi traumatis dan mengalami
gangguan psikologis.
Berduka dan kehilangan sering menjadi stressor terbesar bagi korban
bencana alam. Dampak ini tentunya membawa efek berbeda di setiap umur.
Di antara para korban bencana, ada kelompok yang memiliki risiko lebih
tinggi untuk mengalami gangguan jiwa, yaitu anak-anak, perempuan, dan
lanjut usia.
Tentunya stress yang dialami oleh korban bencana alam ini bervariasi,
ada yang mengalami stress ringan, sedang, hingga berat. Tingkatan stress
yang dialami tergantung dari cara beradaptasi tiap individu yang tentunya
berbeda antara satu dengan lainnya. Cara beradaptasi tersebut berasal dari
persespi, penilaian, dan tuntutan individu. Adaptasi memang sangat
diperlukan disaat-saat krisis seperti bencana alam. Namun tidak semua orang
akan mengalami stress pasca bencana. Setelah melalui fase reaksi akut atau
syok, semuanya bergantung dari beberapa hal untuk tidak masuk ke dalam
fase berkepanjangan. Ada sejumlah faktor internal dan eksternal yang
mempengaruhi. Faktor internal seperti daya pulih, kemampuan menghadapi
masalah seperti bersandar pada agama, adanya gangguan jiwa yang kemudian
kambuh akibat bencana, dan lain sebagainya. Sementara itu, faktor eksternal
1
seperti pendampingan, ada kejelasan atau tidak terus menerus menjadi
pengungsi, adanya akses ke pelayanan kesehatan jiwa, dan lain-lain.
Menurut Dr. Nova Riyanti, Sp.Kj. sebanyak 70-80 persen orang yang
mengalami peristiwa traumatik akibat bencana alam akan memunculkan
gejala-gejala distress mental seperti ketakutan, gangguan tidur, mimpi buruk,
panik, siaga berlebihan, berduka, dan lain-lain. Menurut hal itu merupakan
respon wajar dalam situasi tidak normal seperti bencana alam. Meski
demikian, umumnya keadaan tersebut bersifat sementara, sebagian besar akan
pulih secara alamiah dengan berlalunya waktu, meskipun tanpa intervensi
yang spesifik. Dari keseluruhan korban bencana, walaupun pada awal bencana
mungkin hampir semua mengalami distress mental, hanya sekitar 20-30
persen saja yang akan mengalami gangguan jiwa berat. Gangguan pada
kesehatan jiwa dapat membuat penderita tidak produktif dan bergantung pada
orang lain.
Untuk menanggulangi dampak buruk tersebut, perlu tenaga-tenaga
kesehatan yang siap untuk membantu mereka, khususnya di pelayanan tingkat
primer, karena tenaga khusus kesehatan jiwa masih terbatas.
Pada seminar keperawatan yang diselenggarakan Himpunan Mahasiswa
Ilmu Keperawatan bekerja sama dengan Fakultas Kedokteran dan Ilmu
Kesehatan (FKIK) UMY dijelaskan bencana dapat menimbulkan dampak
buruk pada kesehatan jiwa seseorang. Perlu tenaga kesehatan yang siap
membantu untuk menanggulangi gangguan. Dalam sebuah penelitian, pasien
gangguan kesehatan jiwa lebih banyak datang ke pelayanan primer
dibandingkan ke pelayanan spesialistik. Masalah kesehatan jiwa secara
sekilas memang tampak tidak menyebabkan kematian secara langsung.
Namun menyebabkan penderitaan berkepanjangan, baik bagi individu,
keluarga, masyarakat, maupun negara.
Aspek Psikologis erat kaitannya dengan proses kehilangan, tidak hanya
fisik: kehilangan barang milik, kehilangan orang yang dikasihi tetapi juga
sosial: kehilangan aktivitas, kehilangan ikatan kekeluargaaan dan lainsebagainya. Mengingat dampak psikologis bencana sangat besar dalam arti
jumlah mereka yang mengalami dampak besar namun jumlah profesional
kesehatan mental terbatas (jumlah psikolog klinis dan psikiater sedikit).
2
Belum lagi proses penanganan aspek psikologis bencana tidak singkat
melainkan merupakan proses yang relatif panjang.
Dengan berbagai hambatan yang ada pada wilayah bencana diperlukan
suatu sistem pelayanan serta perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi
yang demikian pesat dalam bidang pendidikan dan kesehatan termasuk
pelayanan keperawatan telah mendorong terciptanya suatu model pelayanan
keperawatan jarak jauh yang lebih dikenal dengan nama telenursing.
Telenursing berarti pemberian perawatan secara berkelajutan untuk klien
dan biasanya pada mereka dalam kondisi kronik (Hardin, 2001).
Telenursing meliputi pengumpulan data klinik pasien dan penggunaanvideoimaging untuk memberikan perawatan berkelanjutan dan edukasi pada klien.
Sistem ini memungkinkan perawat memberikan informasi dan waktu
secara akurat dan dukungan secara online. Perawatan yang berkelanjutan
dapat ditingkatkan dengan memberikan harapan melalui kontak dengan
frekuensi yang sering antara pemberi asuhan perawatan dengan klien.
Telenursing merupakan alat yang digunakan untuk memberikan asuhan
keperawatan jarak jauh terutama pada pada penangan masalah psikologis
pasca bencana alam. Penggunaan telenursing terbukti bermanfaat baik dalam
hal jangkauan wilayah, efektifitas waktu, efisiensi biaya, dan penyelesaian
masalah keterbatasan tenaga pemberi pelayanan. Praktik telenursing tidak
lepas dari isu seputar legal aspek, yang harus disikapi secara bijaksana
dengan melibatkan peranserta pemerintah sebagai pembuat kebijakan.
3
BAB II
KAJIAN LITERATUR DAN PEMBAHASAN
A. Kajian Literatur
1. Pengertian Telenursing
Telenursing adalah upaya penggunaan teknologi informasi dalam
memberikan pelayanan keperawatan dalam bagian pelayanan kesehatan
dimana ada jarak secara fisik yang jauh antara perawat dan pasien, atau
antara beberapa perawat. Menurut National Council of State Boards of
Nursing, telenursing is defined as the practice of nursing over distance
using telecommunications technology.
Telenursing diartikan sebagai pemakaian telekomunikasi untuk
memberikan
informasi
dan
pelayanan
keperawatan
jarak-jauh.
Aplikasinya saat ini, menggunakan teknologi satelit untuk menyiarkan
konsultasi antara fasilitas-fasilitas kesehatan di dua negara dan memakai
peralatan video conference. Telenursing bagian integral dari telemedicine
atau telehealth.
2. Penerapan telenursing
Telenursing merupakan sistem yang berbasis internet yang didesain
untuk membantu pasien belajar cara mengelola kondisi mereka.
Kontruksi sistemnyadapat dilihat pada gambar 1, dimana Database
server yang berlokasi di sebuat pusat pelayanan perawatan kesehatan
yang berfungsi untuk mengumpulkan dan meneruskan serta memenuhi
sinyal dari pasien, perawat, dan dokter, dengan melihat informasi pada
website. Pada gambar 2 terlihat dipusat kesehatan dengan staffnya adalah
seorang
perawat
professional
yang
mengetahui
tentang
teknik
telekomunikasi. Perawat ini secara regular mengunjungi pasien yang
terdaftar dan juga memberikan perawatan berkelanjutan melalui sistem
telenursing.
Terdapat tiga jenis informasi yang akan terolah pada sistem ini
antara lain: (1) email dari pasien yang melaporkan status kesehatan; (2)
4
Data vital sign: monitoring tekanan darah secara regular, nadi dan
temperature; (3) video-mail, yang berfungsi untuk meningkatkan evaluasi
pasien. Pasien mengakses informasi kesehatan pada website. Informasi
yang terkumpul dipusat pelayanan kesehatan dan perawatan akan
memutuskan apakah memberikan perawatan melalui instruksi telenursing
atau mengunjungi pasien.
3. Fungsi Telenursing
Telenursing dapat melakukan fungsi-fungsi berikut:
1. Pemantauan pasien yang menderita penyakit kronis.
2. Koordinasi perawatan untuk pasien dengan penyakit atau
kondisi yang rumit, atau banyak co-morbiditas.
3. Pendidikan pasien untuk mengelola gejala penyakit mereka
Menurut Britton et all (1999), ada beberapa keuntungan
telenursing yaitu :
1. Efektif dan efisien dari sisi biaya kesehatan, pasien dan keluarga
dapat mengurangi kunjungan ke pelayanan kesehatan ( dokter
praktek,ruang gawat darurat, rumah sakit dan nursing home).
2. Dengan sumber daya yang minimal dapat meningkatkan cakupan dan
jangkauan pelayanan keperawatan tanpa batas geografis.
3. Telenursing dapat menurunkan kebutuhan atau menurunkan waktu
tinggal di rumah sakit
4. Pasien dewasa dengan kondisi penyakit kronis memerlukan
pengkajian dan monitoring yang sering sehingga membutuhkan biaya
yang banyak. Telenursing dapat meningkatkan pelayanan untuk
pasien
kronis
tanpa
memerlukan
biaya
dan
meningkatkan
pemanfaatan teknologi
5. berhasil dalam menurunkan total biaya perawatan kesehatan dan
meningkatkan akses untuk perawatan kesehatan tanpa banyak
memerlukan sumber
Selain manfaat di atas telenursing dapat dimanfaatkan dalam
bidang pendidikan keperawatan ( model distance learning) dan
perkembangan riset keperawatan berbasis informatika kesehatan.
5
Telenursing dapat juga digunakan dikampus dengan video conference,
pembelajaran on line dan Multimedia Distance Learning
B. Pembahasan
Rangkaian bencana alam yang terjadi di Indonesia, yaitu bajir
bandang di Wasior, tsunami di Mentawai, gempa bumi di padang, dan
erupsi Gunung Merapi telah menelan ratusan korban meninggal, hilang,
maupun luka-luka. Kerugian material dan immaterial yang besar
berdampak pada kesehatan psikis dan somatis bagi korban bencana dan
keluarganya.
Bencana
alam
dapat
menyebabkan
dampak
serius
dan
berkepanjangan terhadap kesehatan fisik maupun psikologis pada korban
bencana
yang
selamat. Stres
pasca
tauma
(posttraumatic
stress
disorder (PTSD)) merupakan kelainan psikologis yang umum diteliti
setelah terjadinya bencana. PTSD dicirikan dengan adanya gangguan
ingatan secara permanen terkait kejadian traumatik, perilaku menghindar
dari rangsangan terkait trauma, dan mengalami gangguan meningkat terusmenerus. Angka kejadian PSTD pada korban yang mengalami bencana
langsung yang selamat kurang lebih 30% sampai 40%. Pengamatan pada
262 korban tsunami di Aceh menunjukkan bahwa 83,6% mengalami
tekanan emosi berat dan 77,1% menunjukkan gejala depresi.
Untuk mengatasi masalah psikologis pada daerah yang terkena
bencana alam, maka diperlukan tenaga kesehatan dibidang kesehatan jiwa.
Terbatasnya tenaga kesehatan jiwa dan tidak cukup memadai untuk dapat
menjangkau tempat bencana alam maka kondisi ini dapat diatasi dengan
menerapkan metode telenursing untuk ketercapaian dan kesinambungan
terapi. Praktik telenursing memperlihatkan banyak kesempatam dalam
meningkatkan akses keperawatan. Sistem ini sangat cocok untuk
diterapkan di Indonesia mengingat letak geografisnya yang luas dan rawan
terjadi bencana. Sejauh ini praktik telenursing banyak diterapkan dalam
memberikan perawatan fisik.
Telenursing saat ini semakin berkembang pesat di banyak negara,
terkait dengan beberapa faktor seperti mahalnya biaya pelayanan
kesehatan, kasus yang saat ini terjadi di Indonesia adalah bencana alam,
sulitnya mendapatkan pelayanan kesehatan di daerah terpencil, rural, dan
6
daerah yang penyebaran pelayanan kesehatan belum merata. Dan
keuntungannya, telenursing dapat menjadi jalan keluar kurangnya jumlah
perawat (terutama di negara maju), mengurangi jarak tempuh, menghemat
waktu tempuh menuju pelayanan kesehatan, mengurangi jumlah hari
rawat dan jumlah pasien di RS, serta menghambat infeksi nosokomial.
Praktik telenursing memperlihatkan banyak kesempatam dalam
meningkatkan akses keperawatan. Telenursing banyak diterapkan dalam
memberikan perawatan fisik, selain itu system ini juga dapat diterapkan
dalam mengatasi masalah psikologis, misalnya pada daerah yang mengami
bencana alam. Adanya bencana yang menyebabkan para perawat tidak
bisa datang ketempat kejadian maka telenursing ini sangat membantu
dalam asuhan keperawatan bagi korban yang mengalami gangguan jiwa.
Korban bencana yang mengalami trauma psikologis yang tidak dapat
ditangani dalam waktu yang singkat, sementara tenaga kesehatan untuk
menjangkau wilayah bencana sering kali mengalami banyak hambatan,
sementara korban memerlukan penanganan segera. Kondisi ini dapat
diatasi dengan menerapkan metode telenursing untuk ketercapaian dan
kesinambungan terapi.
Dalam memberikan asuhan keperawatan secara jarak jauh maka
diperlukan kebijakan umum dari pemerintah untuk mengatur praktek,
SOP/standar operasional prosedur, etik dan profesionalisme, keamanan,
kerahasiaan pasien dan jaminan informasi yang diberikan. Kegiatan
telenursing membutuhkan integrasi antara startegi dan kebijakan untuk
mengembangkan praktek keperawatan, penyediaan pelayanan asuhan
keperawatan, dan sistem pendidikan serta pelatihan keperawatan.
Untuk dapat diaplikasikan maka ada beberapa hal yang perlu
menjadi perhatian :
1. Faktor legalitas
Dapat didefinisikan sebagai otononi profesi keperawatan atau institusi
keperawatan yang mempunyai tanggung jawab dalam pelaksanaan
telenursing.
2. Faktor financial
Pelaksanaan telenursing membutuhkan biaya yang cukup besar karena
sarana dan prasaranya sangat banyak. Perlu dukungan dari pemerintah
7
dan organisasi profesi dalam penyediaan aspek financial dalam
pelaksanaan telenursing.
3. Faktor Skill
Ada dua aspek yang perlu diperhatikan, yaitu pengetahuan dan skill
tentang telenursing. Perawat dan klien perlu dilakukan pelatihan
tentang
aplikasi
telenursing.
Terlaksananya
telenursing
sangat
tergantung dari aspek pengetahuan dan skill antara klien dan perawat.
Pengetahuan tentang telenursing harus didasari oleh pengetahuan
tehnologi informasi.
4. Faktor Motivasi
Motivasi perawat dan pasien menjadi prioritas utama dalam
pelaksanaan telenursing. Tanpa ada motivasi dari perawat dan pasien,
telenursing tidak akan bisa berjalan dengan baik.
Perawat
memiliki
komitmen
menyeluruh
tentang
perlunya
mempertahankan privasi dan kerahasiaan pasien sesuai kode etik
keperawatan. Beberapa hal terkait dengan isu ini, yang secara
fundamental mesti dilakukan dalam penerapan tehnologi dalam bidang
kesehatan dalam merawat pasien adalah :
1. Jaminan kerahasiaan dan jaminan pelayanan dari informasi kesehatan
yang diberikan harus tetap terjaga
2. Pasien
yang mendapatkan intervensi
diinformasikan
kerahasiaan
potensial
informasi,
melalui
resiko
(seperti
melalui
internet
telehealth harus
keterbatasan
atau
jaminan
telepon)
dan
keuntungannya
3. Diseminasi data pasien seperti identifikasi pasien (suara, gambar) dapat
dikontrol dengan membuat informed consent (pernyataan persetujuan)
lewat email
4. Individu yang menyalahgunakan kerahasiaan, keamanan dan peraturan
dan penyalah gunaan informasi dapat dikenakan hukuman/legal aspek.
8
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Bencana alam yang terjadi di Indonesia, menyebabkan korban sulit
mendapatkan pelayanan kesehatan. Karena terletak di daerah terpencil, dan
daerah yang penyebaran pelayanan kesehatannya belum merata.
Hambatan yang dialami oleh tenaga kesehatan karena jarak tempuh dan
kondisi bencana alam, maka diperlukan suatu sistem pelayanan serta
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi termasuk pelayanan
keperawatan yang diamana terciptanya suatu model pelayanan keperawatan
jarak jauh yang lebih dikenal dengan nama telenursing.
Telenursing dapat diterapkan dalam memberikan perawatan pada korban
bencana alam yang mengalami gangguan fisik, dan mangalami gangguan
psikologis. Selain itu juga telenursing dapat menjadi jalan keluar kurangnya
jumlah perawat (terutama di negara maju), mengurangi jarak tempuh,
menghemat waktu tempuh menuju pelayanan kesehatan, mengurangi jumlah
hari rawat dan jumlah pasien di RS, serta menghambat infeksi nosokomial.
B.
Rekomendasi
Pelaksanaan telenursing di Indonesia masih belum berjalan dengan baik
disebabkan oleh karena keterbatasan sumberdaya manusia, keterbatasan
sarana dan prasarana serta kurangnya dukungan pelaksanaan telenursing dari
pemerintah. Untuk mensiasati keterbatasan pelaksanaan telenursing maka
yang harus diperhatikan Pemerintah dan lembaga kesehatan yaitu:
1. Mengadakan
pelatihan
kepada
para
perawat
dalam
rangka
pengguasaan tekhnologi berbasis telenursing.
2. Memberikan sertifikasi bagi mereka yang telah mengikuti pelatihan
berbasis telenursing.
3. Melegalkan praktek telenursing di bidang keperawatan terkhusus
keperawatan jiwa.
4. Mempasilitasi dalam pengadaan hardware dan software untuk
penggunaan telenursing dalam bidang keperawatan.
DAFTAR
9 PUSTAKA
American Nurses association. (1996). Telehealth-Issues for Nursing. Dalam
http://ana.org/readroom/tele2.htm. Diperoleh tanggal 27 Oktober 2011.
Bohnenkam, et al. (2002). Telenursing on Patient’s Perspcetive. Dalam
http://www.pubmed.gov. Diperoleh tanggal 28 Oktober 2011
Bland SH, O’Leary ES, Farinaro E, Jossa F, Trevisan M. (1996). Long-term
psychological effects of natural disasters. Psychosom Med
Hardin S. (2001). Telehealth Impact on Nursing and Development of the Interstate
Compact. Dalam www.proquest.umi/pqdweb. Diperoleh tanggal 30 Oktober
2011.
Jerant, AF. (2003). A randomized Trial of Telenursing to Reduce Hospitalization
for Heart failure: Patient-Centered Outcomes and Nursing Indicators.
Dalam www.hawortpress.com/store/research.asp. Diperoleh tanggal 30
Oktober 2011.
Martono.(2006). Telenursing (Pelayanan Asuhan Keperawatan Jarak Jauh)
"Alternatif Asuhan Keperawatan Indonesia Menjelang Indonesia Sehat
2010" dalam http://www.inna-ppni.or.id/
index.php?name=News&file=article&sid=71, diperoleh tanggal 25 Oktober
2011
Susan Kay Bohnenkamp, Traditional Versus Telenursing Outpatient Management
of Patients With Cancer With New Ostomi dalam http://ons.metapress.com/
content/ f662854712557057/, diperoleh tanggal 26 Oktober 2011
Souza R, Bernatsky S, Reyes R, de Jong K (2007). Mental health status of
vulnerable tsunami-affected communities: a survey in Aceh Province,
Indonesia. J Trauma Stress.
Unpad.ac.id/keperawatankita/2010/12/21/telenursing-dalam-penanganan-psikiskorban-bencana-alam/ , Diperoleh tanggal 27 Oktober 2011.
Wikipedia.(2007). Telenursing, dalam http://en.wikipedia.org/wiki/telenursing,
Diperoleh tanggal 27 Oktober 2011.
10
Download