BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pemberian makanan

advertisement
1
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Pemberian makanan tambahan pada bayi merupakan salah satu upaya
pemenuhan kebutuhan gizi bayi sehingga bayi dapat mencapai tumbuh kembang yang
optimal (Sulastri, 2004). Pemberian makanan tambahan pada balita adalah pemberian
makanan atau minuman yang mengandung zat gizi pada bayi atau anak usia 6-24
bulan untuk memenuhi kebutuhan gizi setelah pemberian air susu ibu (ASI) eksklusif
(Depkes RI, 2007).
Pemberian makanan tambahan pada bayi harus dilakukan secara bertahap
untuk mengembangkan kemampuan bayi mengunyah, menelan, dan mampu
menerima bermacam-macam bentuk makanan yaitu dari bentuk bubur cair ke bentuk
bubur kental, sari buah, buah segar, makanan lumat, makanan lembek, dan akhirnya
makanan padat (Sulistijani, 2001).
Jumlah kebutuhan energi dan zat-zat gizi yang diperlukan dari makanan
tambahan bayi ditinjau berdasarkan usia bayi, suhu lingkungan, aktivitas bayi sendiri,
jenis kelamin, status gizi ibu, makanan tambahan pada ibu waktu hamil dan
menyusui, dan stres mental (Pudjiadi, 2000). Pemberian makanan tambahan pada
bayi sebaiknya diberikan setelah usia bayi lebih dari enam bulan atau setelah
pemberian ASI eksklusif karena pada usia tersebut kebutuhan nutrisi masih terpenuhi
1
2
melalui ASI. Selain itu, pemberian ASI akan mengurangi faktor risiko jangka pendek
seperti diare (Sembiring, 2009).
Sejak tahun 2006, World Health Organization (WHO) mencatat jumlah ibu
yang memberi makanan pendamping air susu ibu (MP-ASI) di bawah usia 2 bulan
mencakup 64% total bayi yang ada, 46% pada bayi usia 2-3 bulan dan 14% pada bayi
usia 4-6 bulan. Dari penelitian terhadap 900 ibu di Jakarta diperoleh fakta bahwa
yang memberikan MP-ASI pada bayi umur 4 bulan sekitar 55%. Dari penelitian
tersebut juga didapatkan bahwa 37,9% dari ibu-ibu tidak pernah mendapatkan
informasi khusus tentang MP-ASI (Depkes RI, 2006).
Bahan makanan tambahan pada bayi dibedakan atas 2 golongan yaitu hewani
dan nabati. Golongan hewani terdiri dari ikan, telur, dan daging. Golongan nabati
terdiri dari buah-buahan, sayur-sayuran, dan padi-padian (Baso, 2007). Makanan
tambahan yang baik adalah makanan yang mengandung sejumlah kalori atau energi
(karbohidrat, protein, dan lemak), vitamin, mineral, dan serat untuk pertumbuhan dan
energi bayi, disukai oleh bayi, mudah disiapkan, dan harga terjangkau (Judarwanto,
2004). Makanan harus bersih dan aman, terhindar dari pencemaran mikroorganisme
dan logam, serta tidak kadaluwarsa (Menkes RI, 2007).
Pemberian nutrisi secara seimbang pada anak harus dimulai sejak dalam
kandungan, yaitu dengan pemberian nutrisi yang cukup memadai pada ibu hamil.
Setelah lahir harus diupayakan pemberian ASI secara eksklusif, yaitu pemberian ASI
saja sampai anak berumur 6 bulan. Sejak berumur 6 bulan, anak diberikan tambahan
atau pendamping ASI (PASI). Pemberian PASI ini penting untuk melatih kebiasaan
3
makan yang baik dan untuk memenuhi kebutuhan nutrisi yang meningkat pada masa
bayi dan prasekolah. Karena pada masa ini pertumbuhan dan perkembangan yang
terjadi adalah sangat pesat, terutama pertumbuhan otak (Nursalam,dkk.2005).
Namun tidak selamanya nutrisi pada anak terpenuhi dengan seimbang.
Kondisi ini menimbulkan perbedaan keadaan gizi antara anak yang satu dengan anak
yang lain. Ada kalanya anak memiliki keadaan gizi lebih, keadaan gizi baik, dan
keadaan gizi buruk. Keadaan gizi baik akan dapat dicapai dengan pemberian
makanan yang seimbang bagi tubuh menurut kebutuhan. Sedangkan gizi lebih atau
gizi kurang terjadi bila pemberian makanan tidak seimbang menurut kebutuhan anak,
salah satu masalah gizi lebih adalah terjadinya obesitas pada bayi. Obesitas
merupakan kelainan atau penyakit yang ditandai dengan penimbunan jaringan lemak
tubuh secara berlebihan (Damayanti, 2004).
Secara umum, kegemukan (obesitas) disebabkan oleh tidak seimbangnya
energi dari makanan dengan kalori yang dikeluarkan. Kondisi ini akibat interaksi
beberapa faktor, yaitu keluarga, penggunaan energi, dan keturunan (yatim, 2005).
Terdapat 3 faktor yang berpengaruh terhadap berkembangnya obesitas, yaitu genetik,
lingkungan dan neuro (Juanita, 2004).
Namun, berdasarkan hasil penelitian Badan International Obeysitas Task
Force (ITF) dari badan WHO yang mengurusi anak yang kegemukan, 99% anak
obesitas karena faktor lingkungan, sedangkan yang dianggap genetik biasanya bukan
genetik tetapi akibat faktor lingkungan (Darmono, 2006). Faktor lingkungan ini
dipengaruhi oleh aktifitas dan pola makan orang tua anak, misal pola makan bapak
4
dan ibunya tidak teratur menurun pada anak, karena di lingkungan itu tidak
menyediakan makanan yang tinggi energi, bahkan aktifitas dalam keluarga juga
mendukung (Darmono, 2006).
Komplikasi dari anak-anak yang mengalami obesitas, bisa terjadi diabetes tipe
2 yang resisten terhadap insulin, sindrom metabolisme, muncul tekanan darah tinggi,
kolesterol tinggi, dan tingkat blood lipid yang abnormal (Fauzin, 2006). Menurut
Roskitt dan Clair yang dikutip oleh Subardja D, 2004, “obesitas pada anak
merupakan cikal bakal terjadinya penyakit degeneratif kardiovaskuler, Diabetes
mellitus dan penyakit degeneratif lainnya yang dapat timbul sebelum atau setelah
masa dewasa”.
Di Indonesia, angka kejadian obesitas terus meningkat, hal ini disebabkan
perubahan pola makan serta pandangan masyarakat yang keliru bahwa sehat adalah
identik dengan gemuk (Soetjiningsih, 1998). Kurangnya pengetahuan dan salah
persepsi tentang kebutuhan makanan dan nilai makanan juga merupakan merupakan
salah satu faktor yang mempengaruhi status gizi seseorang (Budiyanto, 2004).
Obesitas yang terjadi sebelum umur 5 tahun mempunyai kecenderungan tetap
gemuk pada waktu dewasa, dari pada yang terjadi sesudahnya (Soetjiningsih, 1998).
Peningkatan prevalensi obesitas ini terjadi di Negara maju maupun berkembang.
Menurut Damayanti, 2004 prevalensi obesitas pada anak usia 6-17 tahun di Amerika
Serikat dalam tiga dekade terakhir naik dari 7,6-10,8% menjadi 13-14%. Sedangkan
anak sekolah di Singapura naik dari 9% menjadi 19 %.
5
Mengutip Survey Kesehatan Nasional, di Indonesia prevalensi obesitas pada
balita juga naik. Prevalensi obesitas pada tahun 1992 sebanyak 1,26% dan 4,58%
pada 1999. Sedangkan berdasarkan data RSU Dr.Soetomo Surabaya bagian anak
menyebutkan jumlah anak kegemukan (obesitas) 8% pada tahun 2004 dan menjadi
11,5% pada tahun 2005.
Berdasarkan survei pendahuluan yang dilakukan oleh peneliti di Desa Marihat
Bayu Kecamatan Huta Bayu Raja Bah Jambi, dari 122 anak balita didapatkan data
balita yang mempunyai status gizi Lebih (obesitas) sebanyak 21 orang atau 17,2%.
Melihat dari uraian di atas masalah yang terjadi adalah kejadian obesitas pada anak
dan balita terus meningkat, serta kurangnya pengetahuan orang tua tentang pemberian
makan kepada anak balita. Pengetahuan yang kurang ini dapat menyebabkan perilaku
yang salah dalam memberikan dan mengawasi pola makan anaknya.
Berdasarkan latar belakang tersebut, maka peneliti tertarik ingin melakukan
penelitian dengan judul hubungan tingkat pengetahuan ibu tentang pemberian
makanan dengan kejadian obesitas pada balita di Desa Marihat Bayu Kecamatan
Huta Bayu Raja Bah Jambi.
1.2. Rumusan Masalah
Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah adakah hubungan tingkat
pengetahuan ibu tentang pemberian makanan dengan kejadian obesitas pada balita di
Desa Marihat Bayu Kecamatan Huta Bayu Raja Bah Jambi.
6
1.3. Tujuan Penelitian
1.3.1. Tujuan Umum
Mengetahui hubungan tingkat pengetahuan ibu tentang pemberian makanan
dengan kejadian obesitas pada balita di Desa Marihat Bayu Kecamatan Huta Bayu
Raja Bah Jambi.
1.3.2. Tujuan Khusus
1. Untuk mengetahui tingkat pengetahuan ibu tentang pemberian makanan di Desa
Marihat Bayu Kecamatan Huta Bayu Raja Bah Jambi.
2. Untuk mengetahui kejadian obesitas pada balita di Desa Marihat Bayu
Kecamatan Huta Bayu Raja Bah Jambi.
3. Untuk mengetahui hubungan tingkat pengetahuan ibu tentang pemberian
makanan dengan kejadian obesitas pada balita di Desa Marihat Bayu Kecamatan
Huta Bayu Raja Bah Jambi
1.4. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis
a.
Hasil penelitian ini diharapkan berguna untuk menambah wawasan dan
pengetahuan tentang kejadian obesitas.
b.
Hasil penelitian ini diharapkan sebagai masukan pada penulisan yang akan
datang tentang hal-hal yang berkaitan dengan obesitas
7
2. Manfaat Aplikatif
a. Bagi Peneliti
Hasil penelitian ini diharapkan berguna sebagai sarana untuk menerapkan
ilmu terutama yang berkaitan dengan kejadian obesitas.
b. Bagi Masyarakat
Khususnya pada ibu sebagai masukan yang bermanfaat untuk peningkatan
respon positif dalam mencegah terjadinya kejadian obesitas pada balita.
8
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Pengetahuan
2.1.1. Pengertian
Pengetahuan adalah merupakan hasil tahu dan ini terjadi setelah orang
melakukan penginderaan terhadap objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca
indera manusia yaitu : indera penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba.
Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui penglihatan dan pendengaran.
Pengetahuan merupakan dasar untuk terbentuknya sikap dan tindakan seseorang
(Notoatmodjo, 2003).
Pengetahuan bukanlah sesuatu yang sudah ada dan tersedia dan sementara
orang lain tinggal menerimanya. Pengetahuan adalah sebagai suatu pembentukan
yang terus menerus oleh seseorang yang setiap saat mengalami reorganisasi karena
adanya pemahaman-pemahaman baru.
Dalam pengertian lain, pengetahuan adalah berbagai gejala yang ditemui dan
diperoleh manusia melalui pengamatan akal. Pengetahuan muncul ketika seseorang
menggunakan akal budinya untuk mengenali benda atau kejadian tertentu yang belum
pernah dilihat atau dirasakan sebelumnya. Misalnya ketika seseorang mencicipi
masakan yang baru dikenalnya, ia akan mendapatkan pengetahuan tentang bentuk,
rasa, dan aroma masakan tersebut.
8
9
2.1.2. Kategori Pengetahuan
Menurut Arikunto (2006), pengetahuan dibagi dalam 3 kategori, yaitu:
a. Baik : Bila subyek mampu menjawab dengan benar 76-100% dari seluruh
petanyaan
b. Cukup : Bila subyek mampu menjawab dengan benar 56-75% dari seluruh
pertanyaan
c. Kurang : Bila subyek mampu menjawab dengan benar 40-55% dari seluruh
pertanyaan
2.1.3. Tingkat Pengetahuan dalam Domain Kognitif
Menurut Notoatmodjo (2003) pengetahuan yang tercakup dalam domain
kognitif mempunyai 6 tingkatan, yaitu:
a. Tahu (Know)
Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya.
Termasuk kedalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali (recall)
sesuatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang
telah diterima. Oleh sebab itu tahu ini merupakan tingkat pengatahuan yang
paling rendah
b. Memahami (Comprehension)
Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar
tentang objek yang diketahui dan dapat menginterpretasikan materi tersebut
secara benar. Orang telah faham terhadap objek atau materi harus dapat
10
menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan, meramalkan, dan sebagainya
terhadap objek yang dipelajari.
c. Aplikasi (Aplication)
Aplikasi dapat diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang
telah dipelajari pada situasi atau kondisi real (sebenarnya).
d. Analisis
Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek
kedalam komponen-komponen, tetapi masih didalam satu struktur organisasi, dan
masih ada kaitannya satu sama lain.
e. Sintesis
Menunjukkan pada suatu kemampuan untuk meletakkan atau menyambungkan
bagian-bagian didalam suatu bentuk keseluruhan yang baru, dengan kata lain
sintesis adalah kemampuan untuk menyusun suatu formulasi baru dari formulasiformulasi yang ada.
f. Evaluasi
Berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian
terhadap suatu materi atau objek.
Pengetahuan yang dimiliki seseorang dipengaruhi oleh faktor-faktor sebagai
berikut :
1. Faktor internal, meliputi :
11
a. Intelektual
Merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan
penginderaan terhadap suatu obyek tertentu. Penginderaan terjadi melalui
panca indera manusia, yakni indera penglihatan, pendengaran, penciuman,
rasa, dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata
dan telinga. Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat
penting untuk terbentuknya tindakan seseorang.
b. Psikomotor
Seseorang dapat mempersepsikan, bersiap diri, membuat gerakan-gerakan
sederhana dan komplek, membuat penyesuaian pola gerak dan menciptakan
gerakan-gerakan baru.
c. Afektif
Menunjukkan pada dimensi emosional subyektif indivudu atau evaluasi
terhadap obyek sikap baik yang positif maupun negatif.
d. Kognitif
Kepercayaan yang berhubungan dengan hal-hal tentang bagaimana individu
mempersiapkan terhadap obyek sikap dengan apa yang dilihat dan diketahui
berisi tentang pandangan, keyakinan, pikiran, dan pengalaman pribadi.
2. Faktor eksternal, meliputi :
a. Pendidikan
Tingkat pendidikan seseorang akan berpengaruh dalam memberi respon yang
datang dari luar. Orang yang berpendidikan tinggi akan memberi respon yang
12
lebih rasional terhadap informasi yang datang dan akan sejauh mana
keuntungan yang mungkin akan mereka peroleh dari gagasan tersebut.
Tingkat pendidikan dan pengetahuan yang tinggi dapat meningkatkan daya
tangkap ibu dengan masalah makanan pendamping ASI pertama kali
diberikan pada bayi.sebuah informasi yang di sampaikan dengan cepat dengan
mudah diterima oleh seseorang lebih cepat dan di pahami oleh seseorang yang
berpendidikan lebih tinggi bila di banding oleh seseorang yang berpendidikan
rendah
b. Paparan media massa (akses informasi)
Melalui berbagai media baik cetak maupun elektronik, berbagai informasi
dapat diterima oleh masyarakat, sehingga seseorang yang lebih sering terpapar
media massa (TV, radio, majalah, pamflet dan lain-lain) akan memperoleh
informasi yang lebih banyak dibandingkan dengan orang yang tidak pernah
terpapar informasi media. Ini berarti paparan media massa mempengaruhi
tingkat pengetahuan yang dimiliki seseorang.
c. Ekonomi (pendapatan)
Pada keadaan ekonomi yang kurang memuaskan perlu dikenalkan makanan
tambahan setempat yang terjangkau keluarga. Di negara-negara industri, hal
ini terjadi terutama pada golongan ekonomi yang paling rendah.
Penghasilannya
mungkin
terlalu
rendah
untuk
memungkinkannya
menggunakan menu yang disesuaikan. Dalam hal semacam ini, menu yang
dibuat sendiri di rumah adalah cocok untuk pengenalan makanan tambahan.
13
Demikian pula, pada pendidikan yang kurang mampu di negara yang sedang
berkembang. Jika pemberian ASI dihentikan pada saat yang dini, penggunaan
makanan bayi buatan sendiri dan makanan tambahan adalah sangat penting.
d. Hubungan sosial (lingkungan sosial budaya)
Manusia adalah makhluk sosial dimana saling berinteraksi antara satu dengan
yang lainnya. Individu yang dapat berinteraksi secara kontinyu akan lebih
besar terpapar informasi. Sementara itu faktor hubungan sosial juga
mempengaruhi kemampuan individu sebagai komunikan untuk menerima
pesan menurut model komunikasi media.
e. Pengalaman
Pengalaman seseorang tentang berbagai hal bisa diperoleh dari lingkungan
kehidupan dalam proses perkembangnya, misal sering mengikuti kegiatan
yang mendidik seperti seminar (Notoatmodjo, 2010).
2.2. Pemberian Makanan Tambahan
Pemberian makanan tambahan (MP-ASI) adalah makanan atau minuman yang
mengandung zat gizi, diberikan kepada bayi atau anak usia 6-24 bulan guna
memenuhi kebutuhan gizi selain dari ASI. MP-ASI merupakan makanan peralihan
dari ASI ke makanan keluarga. Pengenalan dan pemberian MP-ASI harus dilakukan
secara bertahap baik bentuk maupun jumlah. Hal ini dimaksudkan untuk
menyesuaikan kemampuan alat pencernaan bayi dalam menerima MP-ASI (Roesli,
2005).
14
MP-ASI merupakan peralihan asupan yang semata berbasis susu menuju ke
makanan yang semi padat. Untuk proses ini juga dibutuhkan ketrampilan motorik
oral. Ketrampilan motorik oral berkembang dari refleks menghisap menjadi menelan
makanan yang berbentuk bukan cairan dengan memindahkan makanan dari lidah
bagian depan ke lidah bagian belakang (Pudjiadi, 2005).
Adapun waktu yang baik dalam memulai pemberian MP-ASI pada bayi
adalah umur 6 bulan. Pemberian makanan pendamping pada bayi sebelum umur
tersebut akan menimbulkan risiko sebagai berikut :
1. Rusaknya sistem pencernaan karena perkembangan usus bayi dan pembentukan
enzim yang dibutuhkan untuk pencernaan memerlukan waktu 6 bulan. Sebelum
sampai usia ini, ginjal belum cukup berkembang untuk dapat menguraikan sisa
yang dihasilkan oleh makanan padat.
2. Tersedak disebabkan sampai usia 6 (enam) bulan, koordinasi syaraf otot
(neuromuscular) bayi belum cukup berkembang untuk mengendalikan gerak
kepala dan leher ketika duduk dikursi. Jadi, bayi masih sulit menelan makanan
dengan menggerakan makanan dari bagian depan ke bagian belakang mulutnya,
karena gerakan ini melibatkan susunan refleks yang berbeda dengan minum susu.
3. Meningkatkan resiko terjadinya alergi seperti asma, demam tinggi, penyakit
seliak atau alergi gluten (protein dalam gandum).
4. Batuk, penelitian bangsa Scotlandia adanya hubungan antara pengenalan
makanan pada umur 4 bulan dengan batuk yang berkesinambungan.
15
5. Obesitas, penelitian telah menghubungkan pemberian makanan yang berlebih di
awal masa perkenalan dengan obesitas dan peningkatan resiko timbulnya kanker,
diabetes dan penyakit jantung di usia lanjut (Prabantini, 2010).
2.2.1. Tujuan Pemberian Makanan Tambahan
Makanan pendamping ASI diberikan untuk memenuhi kebutuhan bayi
terhadap zat-zat gizi untuk keperluan pertumbuhan dan perkembangan bayi yang
tidak dapat dicukupi ASI, akan tetapi juga merupakan saran pendidikan untuk
menanamkan kebiasaan makan yang baik dan bergizi dan mengajarkan anak
mengunyah dan terbiasa dengan makanan baru, sekaligus memperkenalkan beraneka
macam bahan makanan. Penting untuk diperhatikan agar pemberian ASI dilanjutkan
terus selama mungkin, karena ASI memberikan sejumlah energi dan protein yang
bermutu tinggi (Yuliarti, 2010).
2.2.2. Jenis Makanan Tambahan
Beberapa Jenis MP-ASI yang sering diberikan adalah:
1. Buah, terutama pisang yang mengandung cukup kalori. Buah jenis lain yang
sering diberikan pada bayi adalah : pepaya, jeruk, dan tomat sebagai sumber
vitamin A dan C.
2. Makanan bayi tradisional :
a. Bubur susu buatan sendiri dari satu sampai dua sendok makan tepung beras
sebagai sumber kalori dan satu gelas susu sapi sebagai sumber protein.
b. Nasi tim saring, yang merupakan campuran dari beberapa bahan makanan,
satu sampai dua sendok beras, sepotong daging, ikan atau hati, sepotong
16
tempe atau tahu dan sayuran seperti wortel dan bayam, serta buah tomat dan
air kaldu.
3. Makanan bayi kalengan, yang diperdagangkan dan dikemas dalam kaleng, karton,
karton kantong (sachet) atau botol : untuk jenis makanan seperti ini perlu dibaca
dengan teliti komposisinya yang tertera dalam labelnya.
Menurut WHO Makanan Pendamping ASI (MP-ASI) yang dianggap baik
adalah apabila memenuhi beberapa kriteria hal berikut : Waktu pemberian yang tepat,
artinya MP-ASI mulai diperkenalkan pada bayi ketika usianya lebih dari 6 bulan dan
kebutuhan bayi akan energy dan zat-zat
melebihi dari apa yang didapatkannya
melalui ASI.
a. Memadai, maksudnya adalah MP-ASI yang diberikan memberikan energi, protein
dan zat gizi mikro yang cukup untuk memenuhi kebutuhan zat gizi anak.
b. Aman, makanan yang diberikan bebas dari kontaminasi mikroorganisme baik
pada saat disiapkan, disimpan maupun saat diberikan pada anak.
2.2.3. Syarat-Syarat Makanan Tambahan
1. Makanan pendamping harus mengandung semua zat gizi yang diperlukan oleh
bayi.
2. Makanan pendamping harus diberikan kepada bayi yang telah berusia 4-6 bulan.
3. Makanan bayi mudah disiapkan dengan waktu pengolahan yang singkat
4. Makanan pendamping ASI hendaknya mengandung protein
5. Susunan hidangan sesuai dengan pola menu seimbang, bahan makanan yang
tersedia dan kebiasaan makan
17
6. Bentuk dan porsi disesuaikan dengan selera serta daya terima bayi
7. Makanan harus bersih dan bebas dari kuman (Roesli, 2005).
2.2.4. Cara Pemberian Makanan Tambahan
Makanan pendamping ASI dapat diberikan secara efisien, untuk itu perlu
diperhatikan hal-hal sebagai berikut :
1. Berikan secara hati-hati, sedikit demi sedikit dari bentuk encer, berangsur-angsur
ke bentuk yang lebih kental
2. Makanan baru diperkenalkan satu-persatu dengan memperhatikan bahwa
makanan betul-betul dapat diterima dengan baik
3. Makanan yang mudah menimbulkan alergi yaitu sumber protein hewani diberikan
terakhir. Untuk pemberian buah-buahan, tepung-tepungan, sayuran, daging dan
lain-lain. Sedangkan telur diberikan pada usia 6 bulan
4.
Cara pemberian makanan bayi mempengeruhi perkembangan emosinya. Oleh
karena itu jangan dipaksa, sebaiknya diberikan saat ia lapar (Roesli, 2005).
2.2.5. Waktu Pemberian Makanan Tambahan
Makanan pendamping ASI diberikan kepada bayi setelah bayi berusia 4-6
bulan sampai bayi berusia 24 bulan (Krisnatuti, 2000). Adapun garis besar pemberian
makanan pendamping ASI menurut kelompok umur :
1. 0-4 bulan
Bayi hanya diberikan ASI, lebih sering, lebih baik segera setelah lahir, ASI yang
berwarna kuning-kuningan (kolostrum) diberikan kepada bayi.
18
2. 4-6 bulan
Bayi terus diberikan ASI disamping itu mulai memperkenalkan dengan makanan
pendamping ASI (MP-ASI) berbentuk lumatan yang ditambah dengan air atau
susu, pisang, dan pepaya yang dihaluskan.
3. 6-9 bulan
Bayi terus diberikan ASI pada umur 6 bulan. Alat pencernaan pada bayi sudah
lebih berfungsi oleh karena itu bayi mulai diperkenalkan dengan makanan
pendamping ASI (MP-ASI). Untuk mempertinggi nilai gizi makanan, nasi tim
bayi ditambah sedikit demi sedikit dengan sumber zat lemak yaitu santan atau
minyak kelapa atau margarin bahan makanan ini dapat menambah kalori makanan
bayi, memberi rasa enak jika mempertinggi penyerapan vitamin A dan zat gizi
lain yang larut dalam lemak.
4. 9-12 bulan
Bayi terus diberikan ASI disamping itu mulai diberikan makanan lunak seperti:
bubur nasi, bubur kacang hijau,dan lain-lain. Pada usia 10 bulan bayi mulai
diperkenalkan dengan makanan keluarga secara bertahap bentuk dan kepadatan
nasi tim
5. 12-24 bulan
Bayi terus diberikan ASI, pemberian makanan pendamping ASI (MP-ASI) atau
makanan keluarga sekarang 3x sehari dengan porsi separuh makanan orang
dewasa setiap kali makan selain tetap di berikan makanan selingan dua kali sehari
(Roesli, 2005).
19
2.2.6. Faktor yang Mempengaruhi Pemberian Makanan Tambahan
Banyak kepercayaan dan sikap yang tidak mendasar terhadap makna
pemberian ASI yang membuat para ibu tidak melakukan pemberian ASI secara
eksklusif kepada bayi meraka dalam periode 6 bulan pertama. Alasan umum mengapa
mereka memberikan MP-ASI secara dini meliputi rasa takut bahwa ASI yang mereka
hasilkan tidak cukup dan kualitasnya buruk. Hal ini dikaitkan dengan pemberian ASI
pertama (kolostrum) yang terlihat encer dan menyerupai air selain itu keterlambatan
memulai pemberian ASI dan praktek membuang kolostrum juga mempengaruhi
alasan pemberian MP-ASI dini karena banyak masyarakat di negara berkembang
percaya kolostrum yang berwarna kekuningan merupakan zat beracun yang harus
dibuang.
Teknik pemberian ASI yang salah yang menyebabkan ibu mengalami nyeri,
lecet pada puting susu, pembengkakan payudara dan mastitis dapat menyebabkan ibu
menghentikan pemberian ASI. Serta kebiasaan yang keliru bahwa bayi memerlukan
cairan tambahan selain itu dukungan yang kurang dari pelayanan kesehatan seperti
tidak adanya fasilitas rumah sakit dan rawat gabung dan disediakannya dapur susu
formula akan meningkatkan praktek pemberian MP-ASI predominan kepada bayi
yang baru lahir di rumah sakit. Serta pemasaran susu formula pengganti ASI yang
menimbulkan anggapan bahwa formula PASI lebih unggul daripada ASI sehingga ibu
akan lebih tertarik pada iklan PASI dan memberikan MP-ASI secara dini (Prabantini,
2010).
20
2.2.7. Akibat Makanan Tambahan Terlalu Dini
a. Gangguan menyusui
Suatu hubungan sebab akibat antar pengenalan atau pemberian MP-ASI yang dini
dan pengetahuan belum dibuktikan. Pada umumnya bayi-bayi yang menyusui
mendapat makanan tambahan pada umur 6 bulan atau lebih dan dalam jumlah
porsi yang kecil dari bayi-bayi yang mendapatkan susu formula.
b. Beban ginjal yang berlebih dan hiperosmolaritas
Makanan padat, baik yang dibuat sendiri atau pabrik cenderung mengandung
kadar natrium klorida (NaCl atau garam) yang tinggi sehigga akan menambah
beban bagi ginjal. Bayi yang mendapatkan makanan padat yang terlalu dini,
mempunyai osmolitas plasma yang lebih tinggi dari pada bayi-bayi yang 100%
mendapat ASI sehingga bayi cepat haus, karena hyperosmolar dehidrasi.
Hyperosmolitas merupakan penyebab haus sehingga menyebabkan penerimaan
energi yang berlebihan.
c. Alergi terhadap makanan
Belum matang sistem kekebalan dari usus pada umur yang dini, dapat
menyebabkan adanya alergi terhadap makanan pada masa kanak-kanak. Alergi
pada susu sapi dapat terjadi sebanyak 75% dan telah diingatkan, bahwa alergi
terhadap makanan lainnya seperti : jeruk, tomat, telor, ikan, sereal bahkan makin
sering terjadi. Meskipun ASI kadang-kadang dapat menularkan penyebab alergi
dalam jumlah yang cukup banyak untuk menyebabkan gejala-gejala klinis, tetapi
21
pemberian susu sapi atau makanan pendamping dini menambah terjadinya alergi
terhadap makanan.
d. Gangguan pengaturan selera makanan
Makanan padat telah dianggap sebagai penyebab kegemukan pada bayi terutama
yang diberikan susu formula melebihi berat dari pada bayi yang mendapatkan
ASI. Hal ini dikarenakan bayi yang diberi susu formula mendapatkan makanan
padat lebih dini.
e. Bahan makanan yang merugikan
Makanan tambahan mengandung komponen-komponen alamiah yang jika
diberikan pada waktu dini dapat merugikan seperti sukrosa. Gula ini dapat
menyebabkan kebusukan pada gigi, penggunaan gula ini pada usia dini dapat
membuat anak terbiasa akan makanan yang rasanya manis dan makanan yang
mengandung glutein. Hendaknya jangan diberikan pada usia sebelumnya atau
usia muda karena dapat beresiko penyakit coeliac (penyakit perut) dan sangat
berbahaya (Roesli, 2005).
2.3. Obesitas
2.3.1. Pengertian
Kegemukan (overweight) seringkali disamakan dengan obesitas. Padahal
kedua istilah tersebut memiliki arti yang berbeda, kegemukan adalah kondisi berat
tubuh melebihi berat tubuh normal, sedangkan obesitas adalah kondisi kelebihan
berat tubuh akibat tertimbunnya lemak. Kegemukan dan obesitas bisa terjadi pada
22
berbagai kelompok usia dan jenis kelamin. Juvenil obesity adalah obesitas yang
terjadi pada usia muda (anak-anak). Dikatakan pula bahwa obesitas merupakan
keadaan indeks massa tubuh (IMT) anak yang berada di atas persentil ke-95 pada
grafik tumbuh kembang anak sesuai jenis kelaminnya. Obesitas disebabkan oleh
ketidakseimbangan antara jumlah energi yang masuk dengan yang dibutuhkan oleh
tubuh untuk berbagai fungsi biologis seperti pertumbuhan fisik, perkembangan,
aktivitas, pemeliharaan kesehatan. Pengukuran lemak tubuh bukanlah suatu proses
yang mudah. Oleh karena itu, beberapa metode pengganti yang sederhana digunakan
untuk menggolongkan berat badan berlebih dan obesitas. Metode tersebut mencakup
indeks massa tubuh, lingkar pinggang dan rasio pinggang.
2.3.2 Kategori Obesitas
Menurut Misnadiarly (2007) dalam (Setharyono Angga, 2008) derajat
obesitas dapat digolongkan sebagai berikut :
1.
Bila berat badan tidak melebihi 20% di atas berat badan ideal dan orang tersebut
tidak mempunyai latar belakang penyakit-penyakit seperti diabetes mellitus,
hipertensi dan hiperlipidemia. Pada obesitas derajat ini tidak diperlukan
pengobatan khusus kecuali konservatif dengan ristriksi (pembatasan) kalori
sedang dan olah raga.
2.
Mild Obesity
Dikatakan mild obesity bila berat badan individu antara 20-30% di atas berat
badan ideal. Pada derajat ini di samping pengobatan konservatif perlu
pengawasan terhadap akibat-akibat yang dapat ditimbulkan oleh obesitas.
23
3.
Moderate Obesity
Apabila berat badan individu antara 30-60% di atas berat badan ideal. Pada
derajat ini individu telah masuk resiko tinggi untuk mendapatkan penyakitpenyakit yang ada hubungannya dengan obesitas.
4.
Morbid Obesity
Penderita-penderita obesitas yang berat badannya 60% atau lebih di atas berat
badan ideal. Pada derajat ini resiko mengalami gangguan respirasi, gagal jantung
dan kematian mendadak meningkat dengan tajam.
2.3.3 Jenis Obesitas
Berdasarkan distribusi lemak dalam tubuh, kegemukan dibedakan menjadi
dua tipe, yaitu tipe android dan ginoid
1.
Tipe Android
Kegemukan tipe android ditandai dengan penumpukan lemak yang berlebihan di
bagian tubuh sebelah atas, yaitu di sekitar dada, pundak, leher, dan muka hingga
menyerupai buah apel. Kegemukan tipe ini lebih banyak terjadi pada pria dan
wanita yang sudah mengalami menopouse. Lemak jenuh yang mengandung selsel besar banyak menumpuk pada tipe android. Keadaan ini sejalan dengan
penelitian Vague, peneliti dari Perancis, yang mengemukakan bahwa tipe
android ini potensial berisiko lebih tinggi terhadap serangan penyakit yang
berhubungan dengan metabolisme lemak dan glukosa seperti penyakit gula,
jantung koroner, stroke, pendarahan otak, dan tekanan darah tinggi. Selain itu,
kemungkinan untuk terserang kanker payudara enam kali lebih besar
24
dibandingkan dengan mereka yang mempunyai berat tubuh normal. Namun,
penderita kegemukan tipe ini masih memiliki segi yang menguntungkan, yaitu
lebih mudah menurunkan berat tubuh dibanding tipe ginoid. Proses penurunan
tersebut dapat terlihat nyata bila diikuti dengan diet dan olahraga yang tepat.
Melihat hal tersebut di atas, dapat disimpulkan bahwa seorang pria kurus dengan
perut gendut lebih berisiko dibandingkan dengan pria yang lebih gemuk dengan
perut lebih kecil.
2.
Tipe Ginoid
Gemuk tipe ginoid ditandai dengan penimbunan lemak di bagian tubuh sebelah
bawah, yaitu sekitar perut, pinggul, paha, dan pantat. Kegemukan tipe ini banyak
terjadi pada wanita. Lemak penyebab kegemukan ini terdiri atas lemak tidak
jenuh serta sel lemak kecil dan lembek. Lemak dinyatakan tidak jenuh bila rantai
karbon penyusun lemak tersebut mempunyai ikatan rangkap. Dari segi kesehatan
tipe ini lebih aman bila dibandingkan dengan tipe android karena risiko
kemungkinan terkena penyakit degeneratif lebih kecil. Akan tetapi, lebih sukar
menurunkan kelebihan berat tubuh pada tipe ini karena lemak-lemak tersebut
lebih sukar mengalami proses metabolisme.
2.3.4. Penyebab Obesitas
Obesitas termasuk penyakit yang disebabkan oleh beberapa faktor. Diduga
sebagian besar obesitas disebabkan oleh faktor genetik dan faktor lingkungan
(aktivitas, gaya hidup, sosial ekonomi dan nutrisional).
25
1.
Faktor Genetik
Bila kedua orang tua obesitas maka 80% anaknya menjadi obesitas, bila salah
satu orang tua obesitas kemungkinan anak obesitas menjadi 40% dan bila kedua
orang tua tidak obesitas kemungkinan anak menjadi obesitas sebesar 14%.
2.
Kurangnya Aktivitas Fisik
Aktivitas fisik merupakan faktor utama dari pengeluaran energi, bila aktivitas
fisik rendah maka energi akan disimpan oleh tubuh dalam bentuk jaringan lemak
dan bila berlangsung dalam waktu yang lama jaringan lemak akan menumpuk
dan menyebabkan obesitas.
3.
Nutrisional
Peranan faktor nutrisi dimulai sejak dalam kandungan dimana jumlah lemak
tubuh dan pertumbuhan bayi dipengaruhi berat badan ibu. Yang mempengaruhi
kenaikan berat badan dan lemak anak ialah ketika pertama kali mendapat
makanan padat yang tinggi kalori, dan memungkinkan menjadi sebuah kebiasaan
mengkonsumsi makanan yang tinggi kalori hingga sang anak beranjak dewasa.
Biasanya makanan berlemak tinggi kalori memiliki rasa yang lezat dan dapat
meningkatkan selera makan yang akhirnya terjadi konsumsi yang berlebihan.
4.
Sosial Ekonomi
Perubahan pengetahuan, sikap, perilaku dan gaya hidup, pola makan, serta
peningkatan pendapatan mempengaruhi pemilihan jenis dan jumlah makanan
26
yang dikonsumsi. Perubahan ini lebih menjurus pada hal yang negatif, seperti
pola hidup kurang gerak yang berkaitan dengan penurunan aktifitas fisik.
5.
Kesehatan
Beberapa penyakit lain dapat menyebabkan obesitas seperti:
a. Hipotiroidism yaitu proses pembakaran kalori menjadi lambat, sehingga
makan sedikit pun tetap akan gemuk.
b. Kelainan saraf yang menyebabkan seseorang banyak makan.
c. Obat-obatan tertentu misalnya steroid, anti depresi, yang dapat menyebabkan
penambahan berat badan.
6.
Psikologis
Obesitas dapat merupakan dampak dari pemecahan masalah emosi yang
mendalam yaitu seperti menyalurkan emosi dengan cara makan yang berlebihan
dan ini merupakan suatu pelindung penting bagi yang bersangkutan. Dalam
keadaan seperti ini mengatasi obesitas tanpa ada pemecahan alternatif yang tepat
justru akan memperberat masalah. Stress merupakan salah satu faktor yang dapat
mempengaruhi berat badan. Perlakuan lingkungan terhadap penderita obesitas
seperti mengejek, menertawakan, mengganggu, mempermainkan dan lain
sebagainya sehingga menyebabkan penderita obesitas semakin menarik diri dari
pergaulan dan aktivitas permainan, dengan demikian makin berkurang aktivitas
fisiknya.
27
2.3.5 Obesitas pada Anak
Umumnya yang menyebabkan terjadinya obesitas ialah pola makan yang
tidak teratur dan kurangnya aktivitas fisik, namun berdasarkan hasil penelitian dapat
dikatakan pola makan yang tidak teratur dan porsi yang tidak seimbang menjadi
penyebab utama timbulnya obesitas di kalangan anak-anak diantaranya :
1. Pola makan
Sebagian besar anak memiliki pola makan yang tidak teratur atau tidak
berdasarkan kesiapan metabolisme tubuh dalam mengolah makanan. Seperti pada
malam hari yang seharusnya proses pencernaan beristirahat namun justru
mendapatkan asupan makanan yang menyebabkan sebagian asupan makanan
tidak dapat dicerna dengan baik.
2. Porsi makan yang tidak seimbang
Pola makan yang tidak teratur berkaitan erat dengan porsi makan atau asupan gizi
yang tidak seimbang. Seperti tidak membiasakan sarapan pagi yang dapat
mengakibatkan makan berlebihan di siang hari dan kelebihan asupannya disimpan
oleh tubuh dalam bentuk lemak ataupun makanan lain yang tinggi kalori namun
rendah gizinya yang menunjang terjadinya penimbunan lemak sehingga
menyebabkan obesitas. Sedangkan menurut Firmansyah Abdulah bagi orang
Indonesia, yang dimaksud dengan‟makan‟ yaitu bila „makan nasi‟ Jadi walaupun
sudah banyak makan berbagai jenis makanan, namun bila belum makan nasi,
dipahami sebagai pengertian belum makan dan biasanya orang makan pada waktu
malam dengan jumlah porsi yang besar.
28
3. Alternatif pemecahan masalah
Beberapa anak makan berlebihan untuk melupakan masalah, melawan kebosanan,
atau meredam emosi, seperti stres. Masalah-masalah inilah yang menyebabkan
terjadinya overweight pada anak yang nantinya akan menyebabkan obesitas pada
anak.
2.3.6 Ciri-Ciri Obesitas pada Anak
Obesitas pada anak bisa terjadi di usia berapapun. “Obesitas pada anak
sebenarnya merupakan suatu masalah gizi yang ditandai dengan kegemukan”.
Masing-masing anak memiliki berat badan yang ideal sesuai dengan tinggi badan dan
usia anak tersebut. Anak obesitas mempunyai ciri-ciri fisik seperti: memiliki pipi
yang tembam, dagu berlipat, leher yang pendek, perut buncit, tinggi tidak sesuai
dengan usia dan biasanya pada anak laki-laki kerap terjadi pembesaran payudara
(Gynecomastia). Pada anak perempuan yang mengalami obesitas dapat terjadi haid
pertama yang timbul lebih cepat atau dikenal dengan istilah early menarch.
Sedangkan pada anak laki-laki mempunyai kecenderungan memiliki alat kelamin
yang kecil, sehingga tidak sedikit orang tua membawa anak laki-lakinya ke dokter
anak dan mengeluhkan hal tersebut. Dalam hal ini, alat kelamin terlihat kecil karena
jaringan lemak di daerah tersebut menebal, sehingga penisnya terbenam (burried
penis).
2.3.7 Dampak Obesitas pada Anak
Menurut Nirmala Devi dalam bukunya yang berjudul Gizi Anak Sekolah
menyatakan dulu banyak orang tua yang menyukai anak yang gemuk karena
29
dianggap lucu dan menggemaskan. Kini diketahui bahwa kegemukan pada anak
merupakan faktor pencetus terjadinya penyakit dan menurunkan usia harapan hidup.
Gizi lebih akan berakibat timbulnya penyakit seperti darah tinggi, diabetes, jantung
dan stroke. Penyakit tersebut bisa menyerang saat usia sekolah atau saat dewasa
nanti. Jika anak-anak mengalami gizi lebih, maka akan menyebabkan :
1. Memicu Depresi
Anak akan depresi, karena bentuk tubuhnya tidak ideal, Anak menjadi gemuk dan
beberapa penelitian menunjukkan bahwa ada pandangan buruk terhadap orang
yang kegemukan. Anak sering diejek, susah berteman, dan tidak diikutsertakan
dalam aktivitas tertentu misalnya olahraga, karena dipandang lamban yang akan
menjadi titik lemah dalam tim.
2.
Merusak Lever (Hati)
Saat lemak menumpuk dalam tubuh, maka lever bisa mengalami peradangan dan
terluka. Penelitian mencatat kasus penyakit lever yang dapat menyebabkan gagal
lever, atau kanker hati kini mulai banyak ditemukan pada Negara-negara maju
seperti Amerika, dan bahkan di beberapa negara berkembang.
3. Jantung Koroner
Gizi lebih mengakibatkan kelebihan kalori dalam tubuh yang disimpan menjadi
lemak. Bila lemak dalam darah tinggi, biasanya dalam bentuk kolesterol
trigliserida maka akan terbentuk plak sehingga aliran darah dalam pembuluh
darah tidak lancar. Akibatnya, jantung harus bekerja keras untuk memompa darah
30
dan bila kondisi ini berjalan terus, maka akan memicu terjadinya penyakit jantung
koroner.
4. Diabetes
Diabetes dipicu oleh tingginya kadar gula dalam darah. Konsumsi kalori yang
tinggi terutama sumber karbohidrat dan gula akan menyebabkan kadar gula darah
naik. Akibatnya, insulin tidak lagi mampu memetabolisme gula darah secara
optimal sehingga sel kekurangan energi. Pada saat yang bersamaan simpanan gula
dalam hati akan dilepas ke dalam pembuluh darah. Akibatnya, kadar gula darah
semakin tinggi dan orang yang bersangkutan semakin kurus.
5. Stroke
Stroke diawali oleh profil lemak seperti kolesterol dan trigliserida tinggi. WHO
mendefinisikan bahwa stroke adalah gejala-gejala defisit fungsi susunan saraf
yang diakibatkan oleh penyakit pembuluh darah otak. Ditandai dengan kematian
jaringan otak yang terjadi karena berkurangnya aliran darah dari oksigen ke otak.
6. Osteoartritis
Kegemukan mengakibatkan gangguan pada sendi terutama sendi lutut karena
lutut terbebani oleh badan yang berlebih. Hal ini dapat menyebabkan sendi
menjadi aus dan tulang rawan pada sendi menipis. Akibatnya, pergerakan sendi
menjadi terbatas dan terasa nyeri bahkan bisa menyebabkan peradangan. Gejala
seperti ini dinamakan osteoartritis.
31
2.3.8. Pola Makan pada Anak
Menurut Eri Yanuar dalam bukunya yang berjudul “Diet Sehat Untuk Anak”
menyatakan bahwa tahapan tumbuh kembangnya anak perlu variasi nutrisi dengan
porsi tertentu sesuai pedoman gizi. Akan tetapi selain nutrisi dalam menu
makanannya yang perlu jadi perhatian, pola makan anak juga harus dibentuk sedini
mungkin. Makanan yang biasanya dimakan anak sangat bergantung dengan apa yang
disiapkan dan disajikan orangtuanya. Jika si kecil tidak pernah diperkenalkan dengan
ikan dan sayuran, bukan tidak mungkin anak juga sulit menyukai makanan sehat saat
dewasa nanti. "Orang tua punya peran penting untuk memberi contoh makanan
bergizi cukup dan seimbang karena kebiasaan keluarga akan memengaruhi pola
makan anak,". Menurut Dr.Fiastuti Witjaksono, untuk membentuk pola makan sehat
untuk anak diperlukan proses yang panjang dan kegigihan orang tua. Secara umum
ada tiga hal yang perlu diperhatikan para ibu untuk membentuk pola makan anak,
yaitu sebagai berikut :
1. Jumlah
Makanlah sesuai kebutuhan kalori, tidak kekurangan dan tidak berlebih. Anak
dengan berat badan 1-10 kg, membutuhkan 100 kal/kilogram berat badan.
Sementara itu anak yang bobotnya 10-20 kg membutuhkan kalori 50 kal/kg
(ditambah 1000 kalori).
2. Jenis
Penuhi kebutuhan gizi yang meliputi karbohidrat, protein nabati dan hewani,
buah-buahan, sayuran, lemak serta susu. Agar anak cepat menyukai makanannya,
32
sebaiknya menu makan anak disamakan dengan menu keluarga agar anak tidak
cepat bosan.
3. Jadwal
Buatlah jadwal makan yang teratur. Waktu makan anak adalah tiga kali makan
utama dan dua kali snack. Biasakan juga anak untuk sarapan sebagai persiapan
energi sebelum beraktivitas.
2.3.9. Gizi Anak
Gizi dibutuhkan anak untuk “pertumbuhan dan perkembangan”, energi,
berpikir, beraktivitas fisik, dan daya tahan tubuh. Zat gizi yang dibutuhkan anak
adalah zat gizi yang terdiri dari zat gizi makro seperti karbohidrat, protein, lemak,
serta zat gizi mikro seperti vitamin dan mineral dalam (Nirmala Devi, 2012).
2.3.10. Pertumbuhan dan Perkembangan Anak
Menurut Ade Benih Nirwana dalam bukunya yang berjudul Obesitas Anak
dan Pencegahannya menyatakan bahwa pertumbuhan adalah perubahan dalam besar ,
jumlah, ukuran, atau dimensi tingkat sel, organ, maupun individu yang bisa diukur
dengan ukuran berat (gram, pon dan kilogram), ukuran panjang (sentimeter dan
meter). Sedangkan perkembangan adalah bertambahnya kemampuan dalam struktur
dan fugsi tubuh yang lebih kompleks dalam pola yang teratur, sebagai hasil dari
proses pematangan. Dalam perkembangan ini adanya proses perubahan pada sel- sel
tubuh, jaringan tubuh, organ-organ tubuh serta sistem organ yang berkembang
sedemikian rupa sehingga masing-masing dapat memenuhi fungsinya.
33
Pertumbuhan
mempunyai
dampak
terhadap
aspek
fisik,
sedangkan
perkembangan berkaitan dengan pematangan fungsi organ atau individu. Obesitas
bisa dilihat langsung dari pertumbuhan anak, yaitu dilihat dari fisik anak.
Pertumbuhan fisik itu bisa dilihat langsung dari berat badan anak. Berat badan anak
antara usia 0 dan 6 bulan biasanya bertambah 682 gram per bulan. Berat badan bayi
meningkat dua kali lipat setelah usia 5 bulan, yaitu antara 6-12 bulan. Berat bayi usia
ini meningkat tiga kali lipat, ketika bayi beranjak usia 12 bulan. Berat badan bayi
akan meningkat empat kali lipat dari berat lahir pada usia 2 tahun. Dan pada masa pra
sekolah kenaikan berat badan rata-rata 2 kg per tahun.
Untuk menghitung berat badan idel anak umur 1-10 tahun biasanya
mengunakan rumus: BBI = (umur (tahun) x2) + 8 dan BMI (Body Mass Index) per
umur caranya dengan rumus sebagai berikut: BMI = berat badan (kg)/ tinggi badan
(meter x meter). Bila seorang anak laki-laki usia 7 tahun mempunyai berat badan 25
kg dan tinggi badan 130 (cm) maka, BMI = 25kg/1,3m x 1,3m = 14,8 kg/m.
Kemudian bandingkan pada diagram BMI for age boys, maka berat badan termasuk
normal.
2.3.11 Kebutuhan Zat Gizi Anak Usia 6-14 tahun
Menurut Nirmala Devi dalam bukunya yang berjudul Gizi Anak Sekolah,
menyebutkan bahwa tahap usia sekolah anak antara 6-14 tahun, di mana usia tersebut
merupakan bagian dari suatu rangkaian panjang dari siklus hidup manusia yang
dimulai sejak janin dalam kandungan sampai usia tua nanti. Ketika menginjak usia
enam tahun anak sudah mulai menentukan makanannya sendiri, tidak seperti saat
34
balita lagi yang sepenuhnya tergantung pada orang tua. Periode ini merupakan
periode yang cukup kritis dalam pemeliharaan makanan, karena anak baru saja
belajar memilih makanan dan belum mengerti makanan yang bergizi yang dapat
memenuhi kebutuhan gizinya sehingga anak memerlukan bimbingan orang tua dan
guru. Berikut faktor-faktor yang mempengaruhi pilihan makanan anak usia 4-16
tahun adalah :
1. Pengaruh Orang Tua
Orang Tua berpengaruh terhadap perilaku makan anak. Banyak penelitian
menunjukkan bahwa orang tua secara sadar maupun tidak sadar telah menuruti
kesukaan makanan anak dengan membiarkan anaknya jajan sembarangan
sehingga membentuk gaya hidup anaknya. Orang Tua juga secara tidak sadar
memberikan contoh yang kurang baik tentang bagaimana pola makan yang benar
walaupun itu tidak disadari oleh mereka sehingga anak mereka pun ikut
mencontoh kebiasaan mereka.
2. Jumlah Makanan Yang Dikonsumsi
Bila anak sehat dengan keadaan gizi baik ditawari berbagai makanan bergizi dan
mereka diizinkan makan dalam jumlah yang mereka inginkan, sehingga mereka
akan mengkonsumsi maknan dalam jumlah energi yang berlebihan.
2.3.12 Waktu Yang Tepat Untuk Makan
Menurut Costain, sebetulnya tubuh memiliki ritme yang bisa mengatur sendiri
metabolisme, selera makan, tidur dan level energi secara alami. Pada pagi hari dan
siang hari karena harus menjalani aktivitas berarti tubuh membutuhkan makanan
35
yang bisa mendongkrak energi. Di malam hari, karena aktivitas berkurang, jenis
makanan yang diperlukan adalah yang bisa membuat tubuh rileks. Jenis-jenis
makanan yang dikonsumsi pada waktu tertentu bisa memberikan efek tertentu pula
pada tubuh. Bisa berdampak baik bisa pula sebaliknya. Tergantung pada ritme tubuh
dalam memproses makanan yang berhubungan dengan daya kerja saluran pencernaan
yang berbeda pada pagi, siang dan malam hari. Tubuh sebenarnya memiliki “alarm”
ketika merasa lapar dan dengan mengkonsumsi jenis makanan tertentu sesuai waktu
makan, Anda bisa mengendalikan rasa lapar. Berikut ini panduan makan sesuai
perputaran jam selama sehari.
1. Pukul 07.00- 09.00
Sarapan sama pentingnya dengan makan siang. Hanya, jumlah atau kebutuhan
makan pagi tidak sebanyak makan siang. Secara persentase, jumlah sarapan pagi
cukup sekitar seperempat makanan yang seharusnya dikonsumsi sehari yaitu
sekitar 400 kalori dari 1.500-1.700 kalori per hari. Banyak perempuan yang hanya
makan buah di pagi hari dengan maksud ingin menurunkan bobot tubuh. Namun,
jika hanya mengkonsumsi untuk sarapan pagi sebenarnya tidak tepat. Buahbuahan memang sumber vitamin C dan serat yang baik, namun bukanlah sumber
karbohidrat yang baik.
2. Pukul 09.00-12.00
Pada jam-jam ini hasrat ngemil cukup tinggi. Jangan tergoda membuka bungkus
coklat untuk ngemil sebelum makan siang. Bila anda ngemil cokelat dan makanan
manis lainnya, energi untuk siang hari bisa terambil. Cara terbaik agar otak bisa
36
terus bekerja, perbanyaklah minum air putih. Dehidrasi bisa menurunkan kinerja
beberapa organ tubuh terutama otak, ginjal dan kulit. Tambahan cairan untuk
tubuh, selain dari air putih juga bisa dari jus buah, teh, kopi atau susu.
3. Pukul 12.00-18.00
Level energi tubuh tidak hanya bisa ditentukan dari jenis makanan yang
dikonsumsi, tapi juga lewat bioritme tubuh. Perubahan ini juga tergantung pada
kadar cortisol, yang bisa menyedot energi di sore hari. Untuk menaklukkan rasa
kantuk sebaiknya jangan terlalu banyak mengkonsumsi karbohidrat saat makan
siang karena bisa mendongkrak serotonin yang bisa membuat tubuh lemas.
Makanan yang kaya kandungan protein seperti daging merah, daging ayam dan
ikan laut seperti sarden, ditambah kacang polong, bisa menjadi pilihan makan
siang. Sebab, bisa membangkitkan energi karena mengandung zat besi. disertai
dengan minum jus buah, karena membantu tubuh menyerap zat besi lebih baik
dan kandungan bioflavonid dalam buah juga mampu menyerap kandungan gizi
lainnya
4. Pukul 18.00-21.00
Pada malam hari, daya kerja lambung melambat. Jadi sebaiknya Anda
mengkonsumsi makanan nutrisi seimbang, namun dengan sedikit lemak.
Misalnya, salmon yang dipadu dengan sayuran dan buah-buahan. Jumlah porsi
makan juga jangan berlebihan. Karena bila kekenyangan di malam hari dapat
mengakibatkan saluran pencernaan makanan bekerja keras dan perut terasa penuh
37
sekaligus kembung. Konsumsi karbohidrat dan protein yang berlebihan pada
malam hari dapat menyebabkan tubuh mengalami kegemukan.
5. Pukul 21.00-hingga pagi hari
Pada jam-jam ini, tubuh sedang beristirahat, namun sel-sel dalam tubuh justru
sedang sibuk mengolah makanan yang sudah dicerna untuk diedarkan ke seluruh
tubuh. Dengan kata lain, pada saat ini tubuh sedang mengalami proses regenerasi
dan stabilisasi (penggantian sel-sel yang rusak). Agar proses tersebut berjalan
lancar, janganlah mengkonsumsi makanan berat. Kalau mengkonsumsi makanan
berat, hasil metabolisme tidak berjalan dengan lancar dan maksimal.
2.4. Kerangka Konsep
Pengetahuan
Kejadian Obesitas
Gambar 2.1. Kerangka Konsep Penelitian
2.5. Hipotesis Penelitian
1. Ada hubungan tingkat pengetahuan ibu tentang pemberian makanan dengan
kejadian obesitas pada balita di Desa Marihat Bayu Kecamatan Huta Bayu Raja
Bah Jambi.
38
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini adalah penelitian survei yang bersifat analitik dengan
pendekatan cross sectional yaitu untuk mengetahui hubungan tingkat pengetahuan
ibu tentang pemberian makanan dengan kejadian obesitas pada balita di Desa Marihat
Bayu Kecamatan Huta Bayu Raja Bah Jambi.
3.2. Lokasi Penelitian dan Waktu Penelitian
3.2.1. Lokasi penelitian
Lokasi penelitian ini dilakukan di Desa Marihat Bayu Kecamatan Huta Bayu
Raja Bah Jambi.
3.2.2. Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan pada bulan Juni 2015.
3.3. Populasi dan Sampel
3.3.1. Populasi
Populasi adalah keseluruhan subjek penelitian. Populasi dalam penelitian ini
adalah seluruh ibu yang memiliki balita di Desa Marihat Bayu Kecamatan Huta Bayu
Raja Bah Jambi sebanyak jumlah 45 orang.
38
39
3.3.2. Sampel
Sampel dalam penelitian ini adalah seluruh populasi dijadikan menjadi sampel
(total Sampling) yaitu sebesar 45 orang.
3.4. Metode Pengumpulan Data
3.4.1. Jenis Data
a. Data Primer
Pengumpulan data primer dilakukan dengan wawancara menggunakan
kuesioner.
b. Data Sekunder
Pengumpulan data sekunder dilakukan dengan mengambil data-data dari
dokumen atau catatan yang diperoleh dari Desa Marihat Bayu Kecamatan Huta Bayu
Raja Bah Jambi.
3.5. Definisi Operasional
Tabel 3.1.
Definisi, Cara, Alat, Skala dan Hasil Ukur
Definisi Operasional
Cara dan
Skala
Alat Ukur
Ukur
1. Pengetahuan adalah segala sesuatu Wawancara Ordinal
yang diketahui oleh ibu tentang
pemberian makanan tambahan.
2. Obesitas adalah kondisi berat tubuh Wawancara Ordinal
melebihi berat tubuh normal atau
kondisi kelebihan berat tubuh akibat
tertimbunnya lemak.
Hasil Ukur
0. Baik
1. Buruk
0. Tidak
Obesitas
1. Obesitas
40
3.6. Metode Pengolahan
Setelah data penelitian terkumpul maka dilakukan proses pengolahan data
meliputi tahap-tahap berikut ini :
1. Editing
Editing dalam penelitian ini berupa kegiatan pengecekan data apakah sudah
lengkap.
2. Coding
Coding adalah
mengklasifikasikan data-data yang telah
dikumpulkan menurut
macamnya.
3. Data Entry
Data rntry yaitu proses memasukkan data ke dalam kategori tertentu untuk
dilakukan analisis data dengan menggunakan bantuan komputer.
4. Tabulating
Tabulating adalah langkah memasukkan data-data hasil penelitian ke dalam tabel
sesuai dengan kriteria yang telah ditentukan (Riyanto, 2009).
3.7. Analisa Data
3.7.1.
Analisis Univariat
Analisis data secara univariat dilakukan untuk mendapatkan gambaran
distribusi frekuensi responden. Analisa ini digunakan untuk memperoleh gambaran
variabel independen (pengetahuan tentang pemberian makanan tambahan) dan
variabel dependen yaitu kejadian obesitas.
41
3.7.2. Analisis Bivariat
Analisis bivariat dilakukan untuk menguji ada tidaknya hubungan tingkat
pengetahuan ibu tentang pemberian makanan dengan kejadian obesitas pada balita di
Desa Marihat Bayu Kecamatan Huta Bayu Raja Bah Jambi.dengan menggunakan
statistik uji chi-square kemudian hasilnya dinarasikan.
42
BAB IV
HASIL PENELITIAN
4.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian
Desa Marihat Bayu terletak di Kecamatan Huta Bayu Raja Bah Jambi. Desa
Marihat Bayu merupakan salah satu desa yang terletak di daerah dataran rendah.
Secara geografis Desa Marihat Bayu Kecamatan Huta Bayu Raja Bah Jambi
mempunyai luas wilayah 13.563 km2.
4.2. Karakteristik Responden
4.2.1. Distribusi Pendidikan Formal Responden
Untuk melihat pendidikan formal responden di Desa Marihat Bayu
Kecamatan Huta Bayu Raja Bah Jambi dapat dilihat pada tabel dibawah ini :
Tabel 4.1. Distribusi Pendidikan Formal Responden di Desa Marihat Bayu
Kecamatan Huta Bayu Raja Bah Jambi
No
1
2
3
Pendidikan
Jumlah
13
49
32
94
SD
SMP
SMA
Total
%
13,8
52,2
34,0
100
Dari tabel diatas terlihat bahwa tingkat pendidikan formal ibu terdapat
mayoritas dengan tingkat pendidikan SMP sebanyak 49 orang (52,2%), SMA
sebanyak 32 orang (34,0%) dan minoritas SD sebanyak 13 orang (13,8%).
42
43
4.2.2. Status Pekerjaan
Untuk melihat pekerjaan responden di Desa Marihat Bayu Kecamatan Huta
Bayu Raja Bah Jambi dapat dilihat pada tabel dibawah ini :
Tabel 4.2. Distribusi Pekerjaan Responden di Desa Marihat Bayu Kecamatan
Huta Bayu Raja Bah Jambi
No
1
2
Status Pekerjaan
Bekerja
Tidak Bekerja
Total
Jumlah
52
42
94
%
55,3
44,7
100,0
Dari tabel diatas terlihat bahwa status pekerjaan responden mayoritas bekerja
sebanyak 52 orang (55,3%) dan minoritas tidak bekerja sebanyak 42 orang (44,7%).
4.3. Analisis Univariat
Analisis univariat digunakan untuk melihat pengetahuan ibu dan kejadian
obesitas dan dapat dilihat seperti dibawah ini :
4.3.1. Pengetahuan Ibu tentang Pemberian Makanan Tambahan
Untuk melihat pengetahuan ibu tentang pemberian makanan tambahan di
Desa Marihat Bayu Kecamatan Huta Bayu Raja Bah Jambi dapat dilihat pada tabel
dibawah ini :
Tabel 4.3. Distribusi Pengetahuan Ibu tentang Pemberian Makanan Tambahan
di Desa Marihat Bayu Kecamatan Huta Bayu Raja Bah Jambi
No
1
2
3
Pengetahuan
Baik
Sedang
Kurang
Total
Jumlah
38
34
22
94
%
40,4
36,2
23,4
100,0
44
Dari tabel diatas terlihat bahwa pengetahuan ibu tentang MP-ASI mayoritas
pengetahuan baik sebanyak 38 orang (40,4%), pengetahuan sedang sebanyak 34
orang (36,2%) dan minoritas pengetahuan kurang sebanyak 22 orang (23,4%).
4.3.2. Kejadian Obesitas pada Balita di Desa Marihat Bayu Kecamatan Huta
Bayu Raja Bah Jambi
Untuk melihat kejadian obesitas pada balita di Desa Marihat Bayu Kecamatan
Huta Bayu Raja Bah Jambi dapat dilihat pada tabel dibawah ini :
Tabel 4.4. Distribusi Frekuensi Kejadian Obesitas pada Balita di Desa Marihat
Bayu Kecamatan Huta Bayu Raja Bah Jambi
No
1
2
Kejadian Obesitas
Tidak Obesitas
Obesitas
Total
Jumlah
62
32
94
%
66,0
34,0
100,0
Dari tabel diatas terlihat bahwa kejadian obesitas mayoritas tidak mengalami
obesitas sebanyak 62 orang (66,0%) dan minoritas mengalami obesitas sebanyak 32
orang (34,0%).
4.4. Analisis Bivariat
Analisis bivariat digunakan untuk melihat hubungan tingkat pengetahuan ibu
tentang pemberian makanan dengan kejadian obesitas pada balita di Desa Marihat
Bayu Kecamatan Huta Bayu Raja Bah Jambi dan dapat dilihat seperti dibawah ini :
45
4.4.1. Hubungan Tingkat Pengetahuan Ibu tentang Pemberian Makanan dengan
Kejadian Obesitas pada Balita di Desa Marihat Bayu Kecamatan Huta
Bayu Raja Bah Jambi
Untuk melihat hubungan tingkat pengetahuan ibu tentang pemberian makanan
dengan kejadian obesitas pada balita di Desa Marihat Bayu Kecamatan Huta Bayu
Raja Bah Jambi dapat dilihat pada tabel dibawah ini :
Tabel 4.5. Hubungan Tingkat Pengetahuan Ibu tentang Pemberian Makanan
dengan Kejadian Obesitas pada Balita di Desa Marihat Bayu
Kecamatan Huta Bayu Raja Bah Jambi
No
1
2
3
Pengetahuan
Baik
Sedang
Buruk
Kejadian Obesitas
Tidak Obesitas
Obesitas
n
%
n
%
15
39,5
23
60,5
27
79,4
7
20,6
20
90,9
2
9,1
Total
N
38
34
22
%
100
100
100
p value
0,000
Dari tabel diatas terlihat bahwa dari 38 orang dengan pengetahuan baik
terdapat tidak mengalami obesitas sebanyak 15 orang (39,5%) dan mengalami
obesitas sebanyak 23 orang (60,5%). Kemudian dari 34 responden dengan
pengetahuan sedang terdapat tidak mengalami obesitas sebanyak 27 orang (79,4%)
dan mengalami obesitas sebanyak 7 orang (20,6%). Sedangkan dari 22 responden
dengan pengetahuan kurang terdapat tidak mengalami obesitas sebanyak 20 orang
(90,(%) dan mengalami obesitas sebanyak 2 orang (9,1%).
Kemudian berdasarkan hasil analisa uji chi square diperoleh nilai prob=0,000
< α =0,05 diatas terlihat bahwa ada tingkat pengetahuan ibu tentang pemberian
makanan dengan kejadian obesitas pada balita di Desa Marihat Bayu Kecamatan
Huta Bayu Raja Bah Jambi.
46
BAB V
PEMBAHASAN
5.1. Pengetahuan Ibu tentang Pemberian Makanan Tambahan di Desa Marihat
Bayu Kecamatan Huta Bayu Raja Bah Jambi
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengetahuan ibu tentang MP-ASI
mayoritas pengetahuan baik sebanyak 38 orang (40,4%), pengetahuan sedang
sebanyak 34 orang (36,2%) dan minoritas pengetahuan kurang sebanyak 22 orang
(23,4%). Berdasarkan hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pemberian makanan
tambahan di pada balita tergolong kurang baik karena pengetahuan ibu yang baik
tentang pemberian makanan tambahan hanya sebesar 40,4%.
Ibu yang berpengetahuan baik terjadi karena ibu mendapat informasi tentang
pemberian makanan tambahan dari berbagai sumber misalnya lingkungan sekitar,
keluarga, teman dan media massa maupun internet. Sedangkan ibu yang
berpengetahuan tidak baik mungkin terjadi karena mereka tidak mendapat informasi
tentang pemberian makanan tambahan dari lingkungan sekitar, saudara, orang lain
atau pun dari buka bacaan dan media lainnya sehingga mereka kurang memahami
tentang pemberian makanan tambahan.
Menurut Retno IG Kusuma kognitif sering didefinisikan sebagai
kemampuan berfikir dan mengamati, suatu perilaku yang mengakibatkan seseorang
memperoleh pengertian atau yang dibutuhkan untuk menggunakan pengertian.
Menurut Retno kemampuan berfikir pada stadium operasional formal ditandai dengan
dua sifat yang penting yaitu: a. Kemampuan deduktif-hipotesis adalah bila anak
46
47
dihadapkan pada suatu masalah yang harus diselesaikannya, maka dia akam
memikirkan dulu secara teoritis, menganalisa masalahnya dengan mengembangkan
penyelesaian melalui berbagai hipotesis yang mungkin ada, kedua bersifat
kombinatoris adalah berhubungan dengan cara bagaimana melakukan analisisnya
maka sifat kombinatoris menjadi pelengkap cara berfikir operasional formal.
Sesuai dengan hasil penelitian dan didukung oleh berbagai teori,
tergambarkan dengan jelas bahwa tingkat pengatahuan ibu tentang pemberian
makanan tambahan tergolong rendah. Berdasarkan keadaan ini ibu perlu mendapat
penyuluhan-penyuluhan tentang pemberian makanan tanmbahan.
Faktor lain yang mempengaruhi tingkat pengetahuan ibu tentang pemberian
makanan tambahan yaitu sifat ibu yang menurut teori cenderung menggunakan
prinsip logika dalam berfikir sehingga apa yang menjadi pertanyaan tentang
pemberian makanan tambahan di akses sendiri. Pengetahuan ibu juga dapat didukung
dengan kemajuan teknologi yang memudahkan ibu dalam mengakses informasi yang
dibutuhkan terutama tentang pemberian makanan tambahan seperti internet, buku dan
majalah. Faktor lingkungan juga memberikan andil yang sangat besar untuk menjadi
motivator bagi peningkatan pengetahuan ibu.
5.2. Kejadian Obesitas pada Balita di Desa Marihat Bayu Kecamatan Huta
Bayu Raja Bah Jambi
Hasil penelitian menunjukkan bahwa kejadian obesitas pada balita di Desa
Marihat Bayu Kecamatan Huta Bayu Raja Bah Jambi mayoritas tidak mengalami
obesitas sebanyak 62 orang (66,0%) dan minoritas mengalami obesitas sebanyak 32
48
orang (34,0%). Kejadian obesitas pada balita di Desa Marihat Bayu Kecamatan Huta
Bayu Raja Bah Jambi tergolong tinggi, dimana yang mengalami obesitas mencapai
persentase 34,0%. Keadaan ini cukup mengejutkan karena anak bali banyak yang
mengalami kejadian obesitas.
Menurut Etisa Adi Murbawani (2015) bahwa untuk mencegah obesitas adalah
dengan cara mempromosikan gaya hidup sehat seperti membiasakan pola hidup
sehat. Mulai dari mempertimbangkan setiap asupan nutrisi si anak, mengatur
aktifitas fisik harian dan menyediakan makanan serta cemilan bergizi setiap
hari. ajak anak melakukan aktifitas fisik, aktifitas fisik yang rutin dilakukan
setiap hari sangat penting bagi perkembangan dan pertumbuhan si anak
meliputi berdiri, berjalan dengan ritme lamban ke normal dan bermain ringan.
Sementara, beberapa aktifitas di bawah ini termasuk pada kategori enerjik
bagi anak adalaj : permainan aktif. perjalan dengan ritme cepat, bersepeda,
menari. Merenang, melompat dan memanjat. Kemudian terapkan Pola Makan
Teratur dengan menjaga berat badan anak. Ibu bisa menerapkan pola makan
teratur yang diikuti oleh seluruh anggota keluarga. Pola makan rutin ini,
terdiri atas makanan dan cemilan sehat bagi anak. Penting bagi Ibu untuk
mengajak anak memiliki perilaku positif terhadap anak.
49
5.3. Hubungan Tingkat Pengetahuan Ibu tentang Pemberian Makanan dengan
Kejadian Obesitas pada Balita di Desa Marihat Bayu Kecamatan Huta
Bayu Raja Bah Jambi
Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 38 orang dengan pengetahuan baik
terdapat tidak mengalami obesitas sebanyak 15 orang (39,5%) dan mengalami
obesitas sebanyak 23 orang (60,5%). Kemudian dari 34 responden dengan
pengetahuan sedang terdapat tidak mengalami obesitas sebanyak 27 orang (79,4%)
dan mengalami obesitas sebanyak 7 orang (20,6%). Sedangkan dari 22 responden
dengan pengetahuan kurang terdapat tidak mengalami obesitas sebanyak 20 orang
(90,(%) dan mengalami obesitas sebanyak 2 orang (9,1%).
Kemudian berdasarkan hasil analisa uji chi square diperoleh nilai prob=0,000
< α =0,05 diatas terlihat bahwa ada tingkat pengetahuan ibu tentang pemberian
makanan dengan kejadian obesitas pada balita di Desa Marihat Bayu Kecamatan
Huta Bayu Raja Bah Jambi. Mengacu pada hasil uji tersebut menunjukkan bahwa
semakin baik pengetahuan ibu tentang pemberian makanan tambahan maka akan
semakin kecil kemungkinan kejadian obesitas pada balita, dan sebaliknya semakin
tidak baik pengetahuan ibu tentang pemberian makanan tambahan maka akan
semakin besar balita akan mengalami obesitas.
Tidak selamanya nutrisi pada anak terpenuhi dengan seimbang. Kondisi ini
menimbulkan perbedaan keadaan gizi antara anak yang satu dengan anak yang lain.
Ada kalanya anak memiliki keadaan gizi lebih, keadaan gizi baik, dan keadaan gizi
buruk. Keadaan gizi baik akan dapat dicapai dengan pemberian makanan yang
seimbang bagi tubuh menurut kebutuhan. Sedangkan gizi lebih atau gizi kurang
50
terjadi bila pemberian makanan tidak seimbang menurut kebutuhan anak, salah satu
masalah gizi lebih adalah terjadinya obesitas pada bayi. Obesitas merupakan kelainan
atau penyakit yang ditandai dengan penimbunan jaringan lemak tubuh secara
berlebihan (Damayanti, 2004).
Secara umum, kegemukan (obesitas) disebabkan oleh tidak seimbangnya
energi dari makanan dengan kalori yang dikeluarkan. Kondisi ini akibat interaksi
beberapa faktor, yaitu keluarga, penggunaan energi, dan keturunan (yatim, 2005).
Terdapat 3 faktor yang berpengaruh terhadap berkembangnya obesitas, yaitu genetik,
lingkungan dan neuro (Juanita, 2004).
Hal ini tidak sesuai dengan penelitian Merisya (2015) tentang hubungan
tingkat pengetahuan ibu tentang gizi dengan kejadian obesitas anak di sd islam alazhar 32 padang diperoleh bahwa tingkat pengetahuan gizi ibu ditemukan hampir
seluruhnya dalam kriteria cukup baik, yaitu sebesar 98%. Hasil uji statitik didapatkan
bahwa tidak terdapat hubungan bermakna antara pengetahuan gizi ibu dengan
kejadian obesitas (p = 0.323).
51
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
6.1. Kesimpulan
1.
Pengetahuan ibu tentang makanan tambahan mayoritas dengan pengetahuan baik
sebanyak 38 orang (40,4%) dan minoritas pengetahuan kurang sebanyak 22
orang (23,4%).
2.
Kejadian obesitas pada balita di Desa Marihat Bayu Kecamatan Huta Bayu Raja
Bah Jambi mayoritas tidak mengalami obesitas sebanyak 62 orang (66,0%) dan
minoritas mengalami obesitas sebanyak 32 orang (34,0%).
3.
Terdapat tingkat pengetahuan ibu tentang pemberian makanan dengan kejadian
obesitas pada balita di Desa Marihat Bayu Kecamatan Huta Bayu Raja Bah
Jambi.
6.2. Saran
1.
Perlunya penyuluhan pada calon ibu yang dapat meningkatkan pengetahuan
tentang pemberian makanan tambahan.
2.
Perlunya pemberitahuan kepada calon ibu menyusui agar pemberian makanan
tamabahn setelah bayi umur > 6 bulan.
51
52
DAFTAR PUSTAKA
Arif, N. 2009, Panduan Ibu Cerdas ASI dan Tumbuh Kembang, Media Pressindo,
Yogyakarta.
Kalanda, B.F.,Verhoeff, F.H., Brabin, B.J. (2006). Breast and Complementary
Feeding Practices in Relation to Morbidity and Growth in Malawian Infants.
European Journal of Clinical Nutrition & Nature Publishing Group.
Diah Krisnatuti dan Rina Yenrina, 2000, Menyiapkan Makanan Pendamping ASI.
Puspa Swara, Jakarta.
Notoatmodjo, S. 2010. Ilmu Perilaku Kesehatan, PT Rineka Cipta, Jakarta.
Nugroho Taufan, 2011, ASI dan Tumor Payudara, Nuha Medika, Yogyakarta.
Nurmaliani, 2010, Gambaran Tingkat Pengetahuan Ibu dan Pemberian Makanan
Pendamping Asi pada Anak Usia 6-24 Bulan di Kelurahan Kuto Batu
Kotamadya Palembang.
Prabantini, 2010, Makanan Pendamping ASI, Andi, Yogyakarta.
Pudjiadi, S. 2005. Ilmu Gizi Klinis pada Anak. Balai Penerbit FKUI. Jakarta.
Roesli, Utami. 2005. Mengenal ASI Eksklusif. Jakarta: Trubus Agriwidya
Soraya, L. 2008. Tips Tips Asi Lancar Banyak. Jakarta.
Susanti, Nuraini, 2004. Usia Tepat Mendapat Makanan Tambahan, Jakarta.
Yuliarti, N. 2010. Keajaiban ASI, Makanan Terbaik untuk Kesehatan, Kecerdasan
dan Kelincahan Si Kecil. Penerbit Andi. Yogyakarta.
52
53
KUESIONER PENELITIAN
HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN IBU TENTANG PEMBERIAN
MAKANAN DENGAN KEJADIAN OBESITAS PADA BALITA DI DESA
MARIHAT BAYU KECAMATAN HUTA BAYU RAJA BAH JAMBI
IDENTITAS RESPONDEN
No. Responden
:
1. Nama
:
2. Alamat
:
3. Umur
:
4. Pekerjaan
:
A. PENGETAHUAN
1.
Makanan pendamping ASI adalah …
a. Makanan atau minuman yang mengandung zat gizi, diberikan kepada bayi
usia 6-24.
b. Makanan peralihan dari ASI ke makanan keluarga
c. Makanan pendampin ASI yang diberikan sejak umur 1 bulan
2.
Umur yang sebaiknya diberikan makanan pendamping ASI adalah ….
a. 4 bulan
b. 6 bulan
c. 7 bulan
3.
Makanan pendamping ASI diberikan karena?
a. Agar bayi tidak cengeng
b. ASI tidak lagi memenuhi gizi bayi
c. Agar anak dalam keadaan kenyang
4.
Pemberian makanan pendamping pada bayi sebelum umur akan menimbulkan?
a. Pertumbuhan dan perkembangan anak cepat
b. Daya tahan tubuh bayi menurun
c. Merusak sistem pencernaan
5.
Menurut ibu apabila sudah diberikan makanan pendamping ASI, apakah tetap
pemberian ASI?
a. Tetap
b. Tidak perlu
54
c. Tidak tahu
6.
Makanan pendamping ASI (MP-ASI) yang dianggap baik adalah apabila
memenuhi kriteria?
a. Kebutuhan bayi akan energi dan zat-zat
melebihi dari apa yang
didapatkannya melalui ASI.
a. Aman untuk dikonsumsi
b. Tidak menimbulkan mencret pada bayi
7.
Makanan pendamping ASI yang diberikan harus memenuhi?
a. Energi
b. Energi dan protein
c. Energi, protein dan zat gizi mikro yang cukup untuk memenuhi kebutuhan zat
gizi anak
8.
Makanan pendamping ASI harus aman, artinya ?
a. Bebas dari kontaminasi mikroorganisme baik pada saat disiapkan, disimpan
maupun saat diberikan pada anak.
b. Aman untuk dikonsumsi
c. Halal
9.
Syarat-syarat makanan pendamping ASI ?
a. Layak untuk dikonsumsi.
b. Makanan pendamping harus diberikan kepada bayi yang telah berusia 4-6
bulan.
c. Makanan pendamping ASI hendaknya mengandung protein
10. Pemberian makanan pendamping ASI bertujuan untuk memenuhi kecukupan
energi dan semua zat gizi sesuai dengan ?
a. Umur
b. Kebutuhan
c. Selera
11. Makanan pendamping ASI dapat diberikan secara efisien, untuk itu perlu
diperhatikan?
a. Keadaan bayi
b. Bentuk makanan yang diberikan
c. Harga makanan pendamping ASI
12. Pemberian makanan pendamping ASI harus ?
a. Bertahap dan bervariasi, mulai dari bentuk bubur cair ke bentuk bubur kental.
b. Diberikan saat bayi lapar dan menangis
c. Harus memiliki nilai jual yang tinggi
55
13. Susunan hidangan makanan pendamping ASI sesuai dengan
a. Pola menu seimbang
b. Pola menu seimbang dan bahan makanan yang tersedia
c. Pola menu seimban, bahan makanan yang tersedia dan kebiasaan makan
14. Makanan pendampiung ASI pada bayi umur 4-6 bulan adalah …
a. Bayi terus diberikan ASI disamping itu mulai memperkenalkan dengan
makanan pendamping ASI (MP-ASI) berbentuk lumatan
b. Bayi terus diberikan ASI disamping itu mulai memperkenalkan dengan
makanan pendamping ASI (MP-ASI) berbentuk lumatan yang ditambah
dengan air atau susu, pisang dan pepaya yang dihaluskan.
c. Bayi terus diberikan ASI disamping itu mulai memperkenalkan dengan
makanan pendamping ASI (MP-ASI) berbentuk lumatan yang ditambah
dengan air atau susu, pisang.
15. Makanan pendamping ASI pada bayi umur 6-9 bulan adalah …
a. Bayi terus diberikan ASI disamping itu mulai memperkenalkan dengan
makanan pendamping ASI (MP-ASI) berbentuk lumatan yang ditambah
dengan air atau susu, pisang.
b. Untuk mempertinggi nilai gizi makanan, nasi tim bayi ditambah sedikit demi
sedikit dengan sumber zat lemak yaitu santan atau minyak kelapa atau
margarine
c. Bayi terus diberikan ASI disamping itu mulai diberikan makanan lunak
seperti: bubur nasi, bubur kacang hijau,dan lain-lain
16. Makanan pendamping ASI pada bayi umur 9-12 bulan adalah …
a. Bayi terus diberikan ASI disamping itu mulai memperkenalkan dengan
makanan pendamping ASI (MP-ASI) berbentuk lumatan yang ditambah
dengan air atau susu, pisang.
b. Untuk mempertinggi nilai gizi makanan, nasi tim bayi ditambah sedikit demi
sedikit dengan sumber zat lemak yaitu santan atau minyak kelapa atau
margarine
c. Bayi terus diberikan ASI disamping itu mulai diberikan makanan lunak
seperti: bubur nasi, bubur kacang hijau,dan lain-lain
17. Makanan pendamping ASI pada bayi umur 9-12 bulan adalah …
a. Bayi terus diberikan ASI, pemberian makanan pendamping ASI (MP-ASI)
atau makanan keluarga sekarang 3x sehari dengan porsi separuh makanan
orang dewasa setiap kali makan selain tetap di berikan makanan selingan dua
kali sehari
b. Untuk mempertinggi nilai gizi makanan, nasi tim bayi ditambah sedikit demi
sedikit dengan sumber zat lemak yaitu santan atau minyak kelapa atau
margarine
56
c. Bayi terus diberikan ASI disamping itu mulai diberikan makanan lunak
seperti: bubur nasi, bubur kacang hijau dan lain-lain.
18. Akibat makanan pendamping ASI secara dini adalah ….
a. Gangguan menyusui
b. Gangguan menyusui dan beban ginjal yang berlebih dan hiperosmolaritas
c. Gangguan menyusui dan beban ginjal yang berlebih dan hiperosmolaritas dan
alergi terhadap makanan
B. KEJADIAN OBESITAS
1. Apakah anda obesitas?
a. Ya
b. Tidak
Alasan …………………………………………………………………………
2. Berat Badan ? ………………………………………………………………….
3. Tinggi Badan ? ………………………………………………………………...
57
MASTER DATA PENELITIAN
No
Pendidikan
Pekerjaan
Pengetahuan
Obesitas
1
3
1
2
1
2
3
2
3
2
2
2
3
1
1
4
3
2
2
1
5
6
3
3
2
2
1
2
1
1
7
8
9
10
11
12
2
3
2
3
2
3
2
2
1
2
2
2
3
1
2
3
2
2
1
1
1
1
1
1
13
3
1
1
1
14
15
2
3
1
2
2
2
1
1
16
17
18
19
20
21
3
2
2
3
3
1
2
2
2
2
2
1
2
1
2
2
2
1
1
1
1
1
1
2
22
1
1
1
2
23
1
1
3
2
24
25
2
3
1
1
3
1
1
2
26
27
2
2
1
1
1
3
1
2
28
29
30
31
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
2
2
2
2
32
33
2
1
2
1
2
1
1
2
58
34
2
1
2
1
35
2
1
1
2
36
37
2
2
1
1
1
1
2
2
38
39
40
2
2
2
1
1
2
1
1
3
2
2
1
41
42
2
2
2
2
2
1
1
1
43
44
45
46
2
3
3
3
2
2
2
1
1
2
3
3
2
2
1
1
47
48
2
2
2
1
2
1
2
2
49
50
51
52
53
54
55
56
2
2
2
3
2
3
1
2
1
2
2
2
2
1
1
1
2
3
1
3
3
2
1
3
1
1
2
1
1
2
1
1
57
2
1
3
1
58
59
2
2
2
1
2
2
1
1
60
61
2
2
1
2
2
3
1
1
62
63
64
65
2
3
2
3
1
1
1
2
2
3
2
1
1
1
1
1
66
3
1
1
1
67
68
3
3
1
1
1
2
1
1
59
69
3
1
1
1
70
2
1
2
1
71
72
2
2
2
1
1
3
1
1
73
74
75
3
3
3
2
2
2
3
2
1
1
1
2
76
77
2
3
1
1
1
2
1
1
78
79
80
81
2
3
2
1
2
1
2
1
1
3
3
3
2
1
1
1
82
83
2
3
2
1
2
3
2
1
84
85
86
87
88
89
90
91
2
3
1
1
1
2
2
2
2
2
2
1
1
1
1
2
1
2
1
2
1
1
2
1
2
1
2
2
2
1
2
1
92
2
1
1
2
93
94
2
2
1
1
2
1
2
2
60
Frequencies
Pendidikan Formal
Frequency
Valid
SD
SMP
SMA
Total
Percent
13.8
52.1
34.0
100.0
13
49
32
94
Valid Percent
13.8
52.1
34.0
100.0
Cumulative Percent
13.8
66.0
100.0
Satatus Pekerjaan
Valid
Bekerja
Tidak Bekerja
Total
Frequency
52
42
94
Percent
55.3
44.7
100.0
Valid Percent
55.3
44.7
100.0
Cumulative
Percent
55.3
100.0
Pengetahuan
Frequency
Valid
Baik
Sedang
Kurang
Total
38
34
22
94
Percent
40.4
36.2
23.4
100.0
Valid Percent
Cumulative Percent
40.4
40.4
36.2
76.6
23.4
100.0
100.0
Obesitas
Valid
Tidak Obesitas
Obesitas
Total
Frequency
62
32
94
Percent
66.0
34.0
100.0
Valid Percent
66.0
34.0
100.0
Cumulative
Percent
66.0
100.0
61
Crosstabs
Pengetahuan * Obesitas
Crosstab
Pengetahuan
Baik
Sedang
Kurang
Total
Obesitas
Tidak Obesitas
Obesitas
15
23
Count
Total
38
Expected Count
% within Pengetahuan
Count
Expected Count
% within Pengetahuan
Count
Expected Count
% within Pengetahuan
Count
25.1
39.5%
27
22.4
79.4%
20
14.5
90.9%
62
12.9
60.5%
7
11.6
20.6%
2
7.5
9.1%
32
38.0
100.0%
34
34.0
100.0%
22
22.0
100.0%
94
Expected Count
% within Pengetahuan
62.0
66.0%
32.0
34.0%
94.0
100.0%
Chi-Square Tests
Pearson Chi-Square
Likelihood Ratio
Linear-by-Linear Association
N of Valid Cases
Value
a
20.711
21.607
18.609
94
df
2
2
1
Asymp. Sig. (2-sided)
.000
.000
.000
a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 7.49.
Download