PPID KPU BONDOWOSO

advertisement
ID
PP
KP
U
O
SO
W
O
D
N
BO
RT
AAU
NKP
IAKO
MRTS
EA
AO
SYK
W
NSGOa
AANDm
AMINe
NITO
T
ASI
SADBn
KPUNa
AILEg
LSITn
EIMAe
T
PR
EPD
NAPU
APMB
RTAA
OELK
PSA
AID
LR
“ PERILAKU PEMILIH “
KOMISI PEMILIHAN UMUM (KPU)
KABUPATEN BONDOWOSO
2015
T
A
K
A
R
A
Y
S
A
M
H
I
L
I
M
E
M
U
K
A
L
I
R
E
P
LAPORAN PENELITIAN
PP
ID
KP
U
BO
N
D
O
W
O
SO
O
S
O
W
O
D
N
O
B
N
E
T
A
P
U
B
A
K
KERJASAMA
KOMISI PEMILIHAN UMUM (KPU) BONDOWOSO
DAN
LEMBAGA PENELITIAN UNIVERSITAS JEMBER
2015
i
KATA PENGANTAR
Secara umum, kegiatan penelitian ini menganalisis perilaku memilih di
kabupaten Bondowoso dengan tujuan khusus pertama, menggambarkan
karakteristik pemilih, seperti sosial, ekonomi, politik pemilih di Kabupaten
Bondowoso, berdasarkan umur, jenis kelamin, wilayah, pendidikan, pekerjaan,
ormas dan pilihan politik legislative, presiden dan kepala daerah. Kedua,
mengidentifikasi faktor-faktor yang dijadikan pertimbangan pemilih Bondowoso
dijadikan
pertimbangan
pemilih
O
SO
berdasarkan pertimbangan psikologis. Ketiga, mengidentifikasi faktor-faktor yang
Bondowoso
berdasarkan
pertimbangan
Sosiologis. Keempat, mengidentifikasi faktor-faktor yang dijadikan pertimbangan
W
pemilih Bondowoso berdasarkan pertimbangan rasionalitas. Dan kelima,
mengidentifikasi isu-isu yang menjadi perhatian masyarakat Bondowoso.
O
Untuk mencapai tujuan di atas, tim Peneliti melakukan wawancara
D
langsung terhadap 384 responden yang tersebar di 23 kecamatan di Kabupaten
N
Bondowosor. Selain wawancara dengan para responden, yang umumnya dari
BO
akar rumput, tim peneliti juga melakukan wawancara secara langsung (indept
interview) dengan 5 informan, seperti tokoh masyarakat, akademisi, tokoh LSM
U
dan staf pemerintah. Untuk wawancara terhadap tokoh masyarakat. akademisi
KP
dan staf pemerintah ini, tim peneliti hanya dilengkapi guide kuesioner, yang
kemudian dikembangkan di lapangan. Tim peneliti mengucapkan terimakasih
kepada para responden, baik dari kalangan masyarakat (akar rumput) maupun
ID
para tokoh masyarakat dan elit politik yang merespon cukup baik dan
PP
meluangkan waktu berjam-jam dengan para peneliti.
Akhirnya, sebagai sebuah karya penelitian, laporan ini tentu ada
kekurangan disana sini. Untuk itu, tim peneliti mengharapkan masukan, saran,
dan kritik dari semua pihak.
Bondowoso, 14 Juni 2015
KPU Bondowoso
Lembaga Penelitian UNEJ
ii
DAFTAR ISI
Halaman
i
KATA PENGANTAR ...................................................................................
ii
DAFTAR ISI...............................................................................................
iii
BAB 1 PENDAHULUAN ..................................................................................
1
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ...........................................................................
5
D
O
W
O
SO
HALAMAN JUDUL ....................................................................................
N
BAB 3 METODE PENELITIAN ..........................................................................
27
31
BAB 5 PENUTUP ......................................................................................
74
PP
ID
KP
U
BO
BAB 4 PERILAKU MMEILI .........................................................................
iii
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Penelitian
Mengapa seseorang melakukan tindakan politik tertentu sementara yang
O
SO
lain tidak, mengapa orang memilih partai Golongan Karya, bukannya PAN, PKS,
PBB, PKB, PPP, atau PDIP? Mengapa pilihan seseorang terhadap suatu partai
politik cenderung konsisten dari Pemilu ke Pemilu, sementara yang lain berubah-
W
ubah? Mengapa pada kelompok masyarakat tertentu cenderung mempunyai
pilihan politik yang hampir sama? Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi
O
seseorang menentukan pilihan dalam suatu Pemilu?
senada masih akan muncul apabila menganalisis
D
Sederet pertanyaan
N
perilaku memilih dalam suatu Pemilu. Pertanyaan-pertanyaan ini menarik bukan
BO
hanya bagi ilmuwan politik, tetapi juga bagi masyarakat awam, dan terutama lagi
menarik bagi politisi. Persoalannya, adakah teori yang relatif "mapan" yang dapat
digunakan untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut? Adakah teori yang
U
relatif "baku" yang dapat menjelaskan fenomena-fenomena perilaku memilih di
KP
hampir semua negara yang menerapkan sistem pemilihan umum?
Di banyak negara yang sudah stabil dan melakukan Pemilu secara reguler
seperti di Amerika Serikat dan Eropa, teori tentang voting behavior sudah
ID
demikian berkembang. Hal ini disebabkan banyaknya studi perilaku memilih di
PP
negara- negara tersebut, terutama di Amerika Serikat, Kanada, Inggris, Jerman,
Belanda, Perancis, dan sebagainya.
Bahkan, studi perilaku memilih ini sudah
berkembang di Jepang, sebagai negara Asia yang relatif maju tingkat
demokrasinya.1 Dengan adanya sejumlah studi perilaku memilih, maka tersedia
data yang memadai untuk melakukan inferensi- inferensi teoritis.
1
Salah satu studi perilaku memilih di Jepang baru-baru ini dilakukan oleh Flanagan. Ia
menunjukkan bahwa pembelahan-pembelahan sosial mempunyai hubungan yang erat dengan
perilaku memilih, sementara identifikasi partai (yang disebutnya sebagai loyalitas partai tidak
banyak memberikan sumbangan. Lihat Scott C. Flanagan, et al., The Japanese Voters (New
Haven: Yale University Press, 1991).
1
Riset pemilu merupakan salah satu elemen strategis dalam manajemen
pemilu. Riset tidak hanya memberikan rasionalitas akademik mengenai suatu
substansi pemilu. Riset lebih jauh memberikan pijakan empirik mengenai
persoalan atas hal yang menjadi perdebatan. Hasil riset memastikan program dan
kebijakan kepemiluan tidak dibangun atas postulat spekulatif, tetapi dikontruksi
berlandaskan pada argument empirik dan rasional dengan proses yang dapat
dipertanggungjawabkan.
O
SO
Dalam demokrasi, partisipasi pemilih menjadi elemen penting demokrasi
perwakilan. Ia adalah fondasi praktik demokrasi perwakilan. Persoalannya,
terdapat
sejumlah masalah menyangkut
partisipasi
pemilih yang terus
menggelayut dalam setiap pelaksanaan pemilu. Sayangnya, persoalannya itu tidak
W
banyak diungkap dan sebagian menjadi ruang yang terus menyisakan pertanyaan.
O
Beberapa persoalan terkait dengan partisipasi dalam pemilu diantaranya
D
adalah fluktuasi kehadiran pemilih ke TPS, suara tidak sah yang tinggi, gejala
N
politik uang, misteri derajat melek politik warga, dan langkahnya kesukarelaan
BO
politik.
Masalah tersebut perlu dibedah sedemikian rupa untuk diketahui akar
masalah dan dicari jalan keluarnya. Harapannya, partisipasi dalam pemilu berada
U
pada idealisme yang diimajinasikan. Oleh karena itu, program riset menjadi
Tujuan Penelitian
ID
1.2.
KP
aktivitas yang tidak terhindarkan dalam manajemen pemilu.
PP
Secara umum, kegiatan penelitian ini dimaksudkan untuk menggambarkan
dan memotret perilaku memilih masyarakat Kabupaten Bondowoso. Secara
khusus, aktivitas penelitian ini dimaksudkan untuk mencapai tujuan-tujuan
sebagai berikut:
1. Menggambarkan karakteristik pemilih, seperti sosial, ekonomi, politik
pemilih di Kabupaten Bondowoso, berdasarkan umur, jenis kelamin,
wilayah, pendidikan, pekerjaan, ormas dan pilihan politik legislative,
presiden dan kepala daerah.
2
2. Mengidentifikasi perilaku memilih masyarakat bondowoso, seperti
tingkat partisipasi, metode kampanye, dan media kampanye.
3. Mengidentifikasi faktor-faktor yang dijadikan pertimbangan pemilih
Bondowoso berdasarkan pertimbangan psikologis.
4. Mengidentifikasi faktor-faktor yang dijadikan pertimbangan pemilih
Bondowoso berdasarkan pertimbangan Sosiologis.
5. Mengidentifikasi faktor-faktor yang dijadikan pertimbangan pemilih
6. Mengidentifikasi
isu-isu
yang
menjadi
O
SO
Bondowoso berdasarkan pertimbangan rasionalitas.
perhatian
masyarakat
Bondowoso, baik isu dibidang politik, ekonomi, pendidikan, sosialkeagamaan, hukum, dan sebagainya. Termasuk disini adalah mengukur
W
seberapa kuat variabel isu-isu tersebut mempengaruhi pilihan politik
1.3. Sasaran Penelitian
Tersusunnya karakteristik sosial, ekonomi, politik pemilih di
U
1.
BO
N
D
O
pada perilaku memilih.
KP
Kabupaten Bondowoso, berdasarkan umur, jenis kelamin, wilayah,
pendidikan, pekerjaan, ormas dan pilihan politik legislative, presiden
dan kepala daerah.
ID
2. Tersusunnya faktor-faktor yang dijadikan pertimbangan pemilih
PP
Bondowoso dalam menentukan pilihan politik pada saat pemilu.
Termasuk disini adalah seberapa kuat pengaruh masing-masing
variabel tersebut dalam mempengaruhi pilihan politiknya Beberapa
indikator yang digunakan untuk mengukur variabel ini adalah faktor
sosiologis (karakteristik sosial ekonomi), faktor psikologis (identifikasi
partai), dan faktor rasionalitas (pertimbangan ekonomi, program, isu).
3. Tersusunnya isu-isu yang menjadi perhatian masyarakat Bondowoso
menjelang pemilihan Bupati secara langsung, baik isu dibidang politik,
ekonomi, pendidikan, sosial-keagamaan, hukum, dan sebagainya.
3
Termasuk disini adalah mengukur seberapa kuat variabel isu-isu
tersebut mempengaruhi pilihan politik pada pemilihan Bupati secara
langsung.
1.4. Sistimatika Laporan
Sistimatika laporan perilaku memilih masyarakat Kabupaten Bondowoso
: PENDAHULUAN
BAB 2
: KERANGKA TEORI
BAB 3
: METODE PENELITIAN
BAB 4
: PERILAKU MEMILIH
BAB 5
: PENUTUP
PP
ID
KP
U
BO
N
D
O
W
BAB 1
O
SO
adalah:
4
BAB 2
KERANGKA TEORI
Selama ini, penjelasan-penjelasan teoritis tentang voting behavior
didasarkan pada dua model atau pendekatan, yaitu model/pendekatan sosiologi
dan model/pendekatan psikologi. Di lingkungan ilmuwan sosial Amerika Serikat,
O
SO
model pertama disebut sebagai mazhab Columbia (The Columbi School of
Electoral Behavior), sementara model kedua disebut sebagai mazhab Michigan
(The Michigan Survey Research Centre). Mazhab pertama lebih menekankan
W
peranan faktor- faktor sosiologis dalam membentuk perilaku politik seseorang,
sementara mazhab kedua lebih mendasarkan faktor psikologis seseorang dalam
O
menentukan perilaku politiknya.1 Dari dua mazhab tersebut, ada mazhab ketiga
D
yang itu sangat berpengaruh dalam perilaku memilih, yaitu mazhab dimana
1. Pendekatan Sosiologis
BO
N
perilaku memilih lebih menekannkan pada faktor-faktor rasionalitas.
U
Pendekatan sosiologis sebenarnya berasal dari Eropa, kemudian di
KP
Amerika Serikat dikembangkan oleh para ilmuwan sosial yang mempunyai latar
belakang pendidikan Eropa. Karena itu, Flanagan menyebutnya sebagai model
ID
sosiologi politik Eropa. David Denver, ketika menggunakan pendekatan ini untuk
menjelaskan perilaku memilih masyarakat Inggris, menyebut model ini sebagai
PP
social determinism approach.
Pendekatan ini pada dasarnya menjelaskan bahwa karakteristik sosial dan
pengelompokan-pengelompokan sosial mempunyai pengaruh yang cukup
signifikan dalam menentukan perilaku memilih seseorang. Karakteristik sosial
(seperti
pekerjaan,
pendidikan
latarbelakang sosiologis (seperti
dan
sebagainya)
dan
karakteristik
atau
agama, wilayah, jenis kelamin, umur, dan
sebagainya) merupakan faktor penting dalam menentukan pilihan politik. Pendek
1
Afan Gaffar, Javaners Voters, A Case Study of Election Under a Hegemonic Party System
(Yogyakarta: Gajah Mada University Press, 1992), hal. 4-9.
5
kata, pengelompokan sosial seperti umur (tua-muda); jenis kelamin (lakiperempuan); agama dan semacamnya dianggap mempunyai peranan yang cukup
menentukan dalam membentuk pengelompokan sosial baik secara formal seperti
keanggotaan seseorang dalam organisasi-organisasi keagamaan, organisasiorganisasi profesi, kelompok-kelompok okupasi dan sebagainya; maupun
pengelompokan informal seperti keluarga, pertemanan, ataupun kelompokkelompok kecil lainnya, merupakan sesuatu yang sangat vital dalam memahami
O
SO
perilaku politik seseorang, karena kelompok-kelompok inilah yang mempunyai
peranan besar dalam membentuk sikap, persepsi dan orientasi seseorang. Dean
Jaros dkk,2 ketika mencoba menghubungkan antara keanggotaan dalam suatu
kelompok dengan perilaku politik seseorang menyederhanakan pengelompokan
W
sosial itu ke dalam tiga kelompok, yaitu kelompok primer, kelompok sekunder
O
dan kelompok kategori.
D
Gerald Pomper memerinci pengaruh pengelompokan sosial dalam studi
N
voting behavior ke dalam dua variabel, yaitu variabel predisposisi sosial-ekonomi
BO
keluarga pemilih dan predisposisi sosial-ekonomi pemilih. Menurutnya,
predisposisi sosial-ekonomi pemilih dan keluarga pemilih mempunyai hubungan
yang signifikan dengan perilaku memilih seseorang. Preferensi-preferensi politik
U
keluarga, apakah preferensi politik ayah atau preferensi politik ibu akan
KP
berpengaruh pada preferensi politik anak. Predisposisi sosial-ekonomi ini bisa
berupa agama yang dianut, tempat tinggal, kelas sosial, karakteristik demografis,
dan semacamnya.3 Pendek kata, ikatan-ikatan sosiologis semacam ini sampai
ID
sekarang secara teoritis masih cukup signifikan untuk melihat perilaku memilih.4
PP
Hubungan antara agama dengan perilaku memilih misalnya, tampak pada
penelitian Lipset. Di beberapa negara di mana partai tidak mempunyai batas yang
jelas dengan agama, kelompok minoritas di bidang ekonomi, politik ataupun
diskriminan-diskriminan tertentu, cenderung untuk memilih partai yang berpaham
2
Penjelasan hubungan antar variabel ini lihat uraiannya dalam sub bab, “Explaining the Political
Behavior of Individual: Group or Social Factors”, Dean Jaros et.al., Political Behavior, Choices
and Perspectives (New York: St. Martin’s Press, 1974), hal. 111-146.
3
Gerald Pomper, Voter’s Choice: Varieties of American Electoral Behavior (New York: Dod,
Mead Company, 1978), hal. 195-208.
4
Mark N. Franklin, “Voting Behavior”, dalam Seymour Martin Lipset, The Encyclopedia of
Democracy, Volume IV (Washington, D.C.: Congressional Quarterly Inc., 1995), hal. 1346-1353.
6
liberal atau partai yang berhaluan kiri; sementara kelompok mayoritas cenderung
untuk memberikan suaranya pada partai konservatif atau partai sayap kanan. Di
Amerika Serikat misalnya, penganut agama Katholik dan Yahudi, kulit hitam dan
Hispanic (keturunan Latin) merupakan pendukung setia Partai Demokrat.
Sementara kaum Protestan Anglo Saxon memberikan dukungan pada Partai
Republik. Pada pemilihan presiden tahun 1984 misalnya, 68 persen orang Yahudi
di Amerika Serikat memberikan suaranya untuk Partai Demokrat dibanding
O
SO
dengan 39 persen suara dari kaum Protestan. Sebagaimana yang diungkap Lipset:
"the Jewish ethic its emphasis on comunity and family welfare maybe
constrasted to the Protestant ethic with its stress on individualism .... The
W
former has obvious links to the principles espoused by American liberals
O
and the Democratic Party; the latters has clear relations with the values
D
subsumed under laisse- faire competitive individualism as expressed by
BO
N
concervatives and the Republican Party".
Tingkat ketaatan beragama juga berhubungan erat dengan perilaku
memilih. Para pemilih yang berlatarbelakang Islam santri misalnya, cenderung
U
memilih partai PPP. Di kabupaten-kabupaten daerah tapal kuda di Jawa Timur,
KP
yang dikenal sebagai basis wilayah santri, dari Pemilu ke Pemilu suara PPP cukup
besar. Penelitian di Kabupaten Jombang, Jawa Timur, menunjukkan bahwa para
santri sebagian besar memilih PPP.5 Hal yang sama juga terjadi di Israel.
ID
Penelitian Wald dan Shye menunjukkan bahwa semakin besar keterlibatan
PP
seseorang dalam aktivitas keagamaan, semakin besar kecenderungannya untuk
menyukai atau memilih partai- partai agama atau kelompok-kelompok sayap
kanan.6
Meskipun dari Pemilu ke Pemilu hubungannya tidak selalu konsisten, jenis
kelamin juga merupakan variabel sosiologis yang dapat dihubungkan dengan
5
Muhammad Asfar, “Pergeseran Otoritas Kepemimpinan Kiai”, dalam Jurnal Ilmu Politik, No.
17, tahun 1997.
6
Kenneth D. wald and Samuel Shye, “Religious Influence in Electoral Behavior: The Role of
Institutional and Social Forces in Israel” dalam The Journal of Politics, Vol. 57. No. 2, 1995, hal.
495-507.
7
perilaku memilih. Studi voting behavior di Eropa pada dekade 1970-an
menunjukkan bahwa wanita lebih suka mendukung partai borjuis daripada partai
sosialis, setuju dengan administrasi (birokrasi), menghindari pemihakan pada
ekstrim kiri maupun ekstrim kanan, dan mendukung partai moderat. Hanya saja,
studi voting behavior di Amerika Serikat menunjukkan bahwa tidak terbukti
adanya persistensi pilihan kelompok wanita terhadap partai tertentu, meskipun
pola kecenderungan umum setiap Pemilu dapat dibedakan. Pada tahun 1952
O
SO
misalnya, terdapat kecenderungan wanita mendukung Partai Republik dibanding
pria (29,8% wanita mengidentifikasi pada Partai Republik, dibanding pria yang
hanya 25,6%). Namun, sejak 1968, kecenderungan ini berubah. Dukungan wanita
mulai cenderung ke Partai Demokrat (48,4% wanita mengidentifikasi pada Partai
W
Demokrat dibanding pria yang hanya 43%). Dan puncak dukungan wanita yang
O
lebih cenderung ke Partai Liberal ini terlihat pada Pemilu 1972 (43,8% wanita
D
mengidentifikasi pada Partai Demokrat, 24,3% pada Partai Republik, sementara
N
31,9% mengaku independen). Setelah mengalami fluktuasi selama beberapa
BO
periode, wanita mulai lebih ke Partai Demokrat.7
Mengapa dukungan wanita terhadap suatu partai politik tidak konsisten? Salah
satu penjelasannya adalah ketidaksukaan wanita terhadap isu-isu perang.
U
Sehingga, mereka akan lebih mendukung pada partai yang menghendaki
KP
berakhirnya perang, termasuk pengurangan terhadap anggaran persenjataan.8
Betapapun begitu, ilmu politik tradisional umumnya menggambarkan hubungan
antara wanita dan perilaku memilih adalah sebagai berikut: tingkat kehadiran
ID
dalam Pemilu rendah, cenderung memilih partai sayap kanan, sikapnya lebih
PP
konservatif, lebih menyukai isu-isu moralis, cenderung mengikuti pilihan suami
dan orang tua, dan sebagainya.9
Berbagai penelitian mutakhir juga menunjukkan adanya preferensi politik
berdasarkan perbedaan seks atau gender. Penelitian Wilder di Pakistan
7
Laura W. Arnold and Herbert F. Weisberg, “Parenthood, Family Values, and the 1992
Presidential Election”, dalam American Politics Quarterly, Vol. 2, No. 2, 1996, hal. 194-220.
8
Uraian dan data lebih lengkap dari perilaku memilih wanita ini dapat dilihat pada Gerald Pomper,
op.cit., terutama bab “Sex, Voting and war”, hal. 42-89.
9
Lisa Tobegy, “Political Implication of Increasing Number of Women in the Labor Force”, dalam
Comparative Political Studies, a Quarterly Journal, Vol. 27, No. 2, 1994, hal. 211-240.
8
menemukan bukti adanya preferensi pilihan wanita yang lebih suka terhadap
partai Pakistan Muslim League (PML) faksi Nawaz Sharif. 10 Penelitian Rosenthal
menunjukkan adanya kesadaran gender yang cukup kuat di kalangan pemilih
wanita. Dari hasil survey yang ia lakukan terhadap 416 wanita pada tahun 1993, ia
akhirnya sampai pada satu kesimpulan bahwa para pemilih wanita lebih suka
memilih kandidat sesama wanita.11 Bahkan, di antara wanita sendiri terdapat
perbedaan preferensi pilihan politik berdasarkan kesadaran gender. Penelitian
O
SO
Cook menunjukkan, wanita yang mempunyai kesadaran feminisme cukup besar
berbeda dengan wanita yang kurang memiliki kesadaran feminisme dalam hal
sikap dan nilai politik, khususnya perbedaan dalam memilih kandidat dan pilihan
politiknya pada saat Pemilu.12
W
Aspek geografis juga mempunyai hubungan dengan perilaku memilih.
O
Adanya rasa kedaerahan mempengaruhi dukungan seseorang terhadap partai
D
politik. Di beberapa negara, wilayah tertentu mempunyai loyalitas terhadap partai
N
tertentu, sampai mampu bertahan beberapa abad. Kasus yang patut diangkat
BO
adalah loyalitas yang begitu kuat terhadap Partai Demokrat dari pemilih yang
bertempat tinggal di wilayah Selatan Amerika Serikat. Penduduk di wilayah
Selatan, tanpa memperhatikan faktor etnis dan kelas, umumnya merupakan
U
pendukung tetap Partai Demokrat. Meskipun masyarakat New England pada
KP
umumnya menjadi pendukung Partai Republik, namun di wilayah Selatan mereka
lebih mendukung Partai Demokrat.13
Penelitian Petterson dan Rose di Norwegia menunjukkan bahwa ikatan-
ID
ikatan kedaerahan, seperti desa-kota, merupakan faktor yang cukup signifikan
PP
dalam menjelaskan aktivitas dan pilihan politik seseorang. 14 Ikatan kedaerahan
10
Andrew R. Wilder, “Changing Patterns of Punjab Politics in Pakistan: National Assembly
Election Results, 1988 and 1993”, dalam Asian Survey, vol. XXXV, No. 4, 1995, hal. 377-393.
11
Cindy Simon Rosenthal, “The Role of Gender in Descriptive Representation”, dalam Political
Research Quarterly, Vol. 48, No. 1, 1995, hal. 117-134.
12
Elizabeth Adell Cook, “Feminist Consciousness and Candidate Preference Among American
Women, 1972-1988”, dalam Political Behavior, Vol. 15, 1993, hal. 227.
13
Arnold K. Sherman dan Aliza Kolker, op.cit, hal. 205-206.
14
Per Arnt Pettersen and Lawrence E. Rose, “Participation in Local Politics in Norway: Some Do,
Some Don’t, Some Will, Some Won’t”, dalam Political Behavior, Vol. 18, No. 1, 1996.
9
terutama sangat kuat dalam mempengaruhi pilihan seseorang terhadap kandidat.
Penelitian Potoski menunjukkan bahwa para kandidat umumnya lebih diterima
dan dipilih oleh para pemilih yang berasal dari daerah yang sama. Dalam tulisan
klasiknya yang diterbitkan pada tahun 1949, Southern Politics, Key menyebut
perilaku memilih semacam ini sebagai localism, atau perilaku memilih friends
and neighbors. Begitu kuatnya posisi variabel kedaerahan ini, ketika melaporkan
penelitiannya, Potoski mengawali tulisannya sebagai berikut: “it is a political
O
SO
axiom that candidates tend to poll better in their home areas than they do
elsewhere".15
Dalam berbagai ragam perbedaan dalam struktur sosial, yang paling tinggi
pengaruhnya terhadap perilaku politik adalah faktor kelas (status ekonomi),
W
terutama di hampir semua negara industri. Setelah melakukan penelitian di
O
beberapa negara (1981), Lipset menyimpulkan: "More than anything else the
D
party struggle is a conflict among class,.... the lower income groups vote mainly
N
for parties of the left, while the higher-income groups vote mainly for parties of
BO
the right".
Di Eropa kelompok berpenghasilan rendah dan kelas pekerja cenderung
memberikan suara pada partai sosialis atau komunis, sedangkan kelompok
U
menengah dan atas menjadi pendukung partai konservatif. Di Amerika Serikat
KP
meskipun tidak tergambar jelas, kelas menjadi basis dari partai politik.
Masyarakat kelas bawah dan kelas pekerja --biasanya lewat organisasi buruh-cenderung ke Partai Demokrat, sedangkan kelas atas dan menengah --kecuali di
ID
luar wilayah Selatan-- merupakan pendukung Partai Republik.16 Hal yang hampir
PP
sama pernah dikemukakan oleh Milbrath, bahwa lingkungan kelas menengahbawah cenderung menghasilkan status changer (kaum Liberal), sementara
lingkungan kelas menengah-atas cenderung menghasilkan status defender (kaum
Konservatif).17
Namun, studi voting behavior yang lebih mutakhir -- terutama di Inggris-menunjukkan fakta yang sebaliknya. Penelitian Anthony Health (1991) dan Mc.
15
Matthew Potoski, “ ‘Friends and Neighbors Voting’ in Gubernatorial and Senatorial Primaries”,
dalam Southeastern Political Review, Vol. 22, No. 3, 1994, hal. 543-548.
16
Arnold K. Sherman and Aliza Kolker, op.cit., hal. 199-202.
17
Milbrath, Political Participation (Chicago: Ron Mc.Nally and Co., 1965), hal. 5-38.
10
Allister (1990) menemukan bahwa pengaruh kelas --baik yang obyektif maupun
yang subyektif-- pada perilaku memilih di Inggris sangat kecil, lebih kecil dari
masalah-masalah perumahan, pendapatan dan rasa persatuan anggota.18 Temuan
yang sama juga terjadi di Indonesia. Penelitian yang dilakukan oleh Afan Gaffar
menunjukkan bahwa pengaruh kelas dalam perilaku memilih di Indonesia tidak
begitu dominan. Tidak ada perbedaan kecenderungan perilaku politik antara
mereka yang masuk kategori orang kaya ataupun orang miskin; antara yang
O
SO
memiliki tanah luas dan sedikit; antara yang memiliki pekerjaan sebagai pedagang
dengan buruh tani, dan sebagainya19
Pendekatan Psikologis
W
2.
O
Kalau pendekatan sosiologis berkembang di Amerika Serikat berasal dari
fenomena Amerika Serikat
D
Eropa Barat, pendekatan psikologis merupakan
N
karena dikembangkan sepenuhnya di Amerika Serikat melalui Survey Research
Centre di Universitas Michigan. Oleh karena itu, pendekatan ini juga disebut
BO
sebagai mazhab Michigan. Pelopor utama pendekatan ini adalah Angust
Campbell.
U
Munculnya pendekatan ini merupakan reaksi atas ketidakpuasan mereka
KP
terhadap pendekatan sosiologis. Pendekatan sosiologis dianggap --secara
metodologis-- sulit diukur, seperti bagaimana mengukur secara tepat sejumlah
indikator kelas sosial, tingkat pendidikan, agama, dan sebagainya. Apalagi,
ID
pendekatan sosiologi umumnya hanya sebatas menggambarkan dukungan suatu
PP
kelompok tertentu pada suatu partai politik, tidak sampai pada penjelasan
mengapa suatu kelompok tertentu memilih/mendukung suatu partai politik
tertentu sementara yang lain tidak.20
Di samping itu, secara materi, patut dipersoalkan apakah benar variabelvariabel sosiologis seperti status sosial-ekonomi keluarga, kelompok-kelompok
18
Richard Rose dan Ian Mc. Allister, The Loyalities of Voters: A Lifetime Learning Model
(London and Newburry Park, CA: Sage, 1990).
19
Afan Gaffar, op.cit., hal. 159-174.
Richard G. Niemi and Herbert F. Weisberg, Controversies of Voting Behavior, (Washington
D.C.: a Division of Congressional quarterly Inc., 1984), hal. 9-12.
20
11
primer ataupun sekunder, itu
yang memberi urunan pada perilaku memilih.
Tidakkah variabel-variabel itu dapat dihubungkan dengan perilaku memilih kalau
ada proses sosialisasi. Oleh karena itu, menurut pendekatan ini, sosialisasilah
sebenarnya yang menentukan perilaku memilih (politik) seseorang, bukan
karakteristik sosiologis.
Seperti namanya, pendekatan ini menggunakan dan mengembangkan
konsep psikologi -- terutama konsep sosialisasi dan sikap-- untuk menjelaskan
O
SO
perilaku memilih. Menurut pendekatan ini para pemilih di Amerika Serikat
menentukan pilihannya karena pengaruh kekuatan psikologis yang berkembang
dalam dirinya sebagai produk dari sosialisasi yang mereka terima. Sosialisasi
politik yang diterima seseorang pada masa kecil (baik di lingkungan keluarga
W
maupun pertemanan dan sekolah) misalnya, sangat mempengaruhi pilihan politik
O
mereka, khususnya pada saat pertama kali menentukan pilihan politik.21
D
Penganut pendekatan ini menjelaskan bahwa sikap seseorang --sebagai
N
refleksi dari kepribadian seseorang-- merupakan variabel yang cukup menentukan
BO
dalam mempengaruhi perilaku politik seseorang. Oleh karena itu, pendekatan
psikologis menekankan pada tiga aspek psikologis sebagai kajian utama, yaitu
ikatan emosional pada suatu partai politik, orientasi terhadap isu-isu dan orientasi
U
terhadap kandidat.22
KP
Mengapa pendekatan psikologis menganggap sikap merupakan variabel
sentral dalam menjelaskan perilaku politik seseorang? Hal ini disebabkan oleh
fungsi sikap itu sendiri, yang menurut Greenstein mempunyai tiga fungsi. 23
ID
Pertama, sikap merupakan fungsi kepentingan. Artinya, penilaian terhadap suatu
PP
obyek diberikan berdasarkan motivasi, minat dan kepentingan orang tersebut.
Kedua, sikap merupakan fungsi penyesuaian diri, artinya, seseorang bersikap
tertentu merupakan akibat dari keinginan orang itu untuk sama atau tidak sama
dengan tokoh yang disegani atau kelompok panutan. Ketiga, sikap merupakan
fungsi eksternalisasi dan pertahanan diri, artinya sikap seseorang itu merupakan
21
Mark N. Franklin, “Voting Behavior” dalam Seymour Martin Lipset (ed.), The Encyclopedia of
Democracy, Volume IV (Washington, D.C.: Congressional Quarterly Inc., 1995), hal. 1346-1347.
22
23
Richard G. Niemi and Herbert F. Weisberg, op.cit., hal. 12-13.
Lihat Greenstein, Personal and Politics (Chicago: Morkham Publishing, 1969).
12
upaya untuk mengatasi konflik batin atau tekanan psikis, yang mungkin berwujud
mekanisme pertahanan diri (defence mechanism) dan eksternalisasi diri seperti
proyeksi, idealisasi, rasionalisasi dan identifikasi.
Namun sikap bukanlah suatu yang bersifat asal jadi, tetapi terbentuk
melalui proses yang panjang. Mulai baru lahir sampai dewasa. Pada tahap
pertama, informasi pembentukan sikap berkembang pada masa anak-anak. Anakanak mulai mempersonifikasikan politik. Fase ini merupakan proses belajar
O
SO
keluarga. Anak-anak belajar pada orang tuanya tentang bagaimana perasaan
mereka terhadap pemimpin-pemimpin politik; bagaimana orang tua mereka
menganggap isu-isu politik, dan sebagainya. Tahap kedua adalah bagaimana sikap
politik dibentuk pada saat menginjak dewasa ketika menghadapi situasi di luar
W
keluarga, seperti di sekolah, kelompok/teman sebaya, dan sebagainya. Tahap
O
ketiga adalah bagaimana sikap politik dibentuk oleh kelompok-kelompok acuan
D
seperti pekerjaan, gereja, partai politik, dan asosiasi-asosiasi yang lain.24
N
Melalui proses sosialisasi inilah kemudian berkembang ikatan psikologis
BO
yang kuat antara seseorang dengan organisasi kemasyarakatan atau partai politik,
yang berupa simpati terhadap partai politik. Ikatan psikologis inilah yang
kemudian dikenal sebagai identifikasi partai. Bagi penganut pendekatan
U
psikologis, konsep identifikasi partai ini dijadikan variabel sentral untuk
KP
menjelaskan perilaku memilih seseorang. Sebagaimana yang diakui oleh
Czudnowski, "This aproach also particularly adequate for the analysis of voting
in the United States, where 'party identification' has been found to be the single
ID
most impartant variable determinising voting preferences”. 25
PP
Hanya saja, identifikasi di sini berbeda dengan voting. Sebab, identifikasi
partai lebih merujuk pada pengertian psikologis, yang ada dalam kontruksi dalam
pikiran manusia dan tidak dapat diobservasi secara langsung, sementara voting
merupakan tindakan yang jelas dan dapat diobservasi secara langsung. Di samping
itu, seperti yang ditulis oleh Augus Campbell dkk, identifikasi partai lebih sebagai
"a psychological identification, which can persist without legal recognition or
24
David Apter, Pengatar Analisa Politik (Jakarta: LP3ES, 1985), hal. 262-267.
Moshe M. Czudnowski, Comparing Political Behavior (London; Sage Publication, Inc., 1976).
Hal. 76.
25
13
evidence of formal membership and even without a consistent record of party
support.26
Lebih rinci, David Denver membedakan identifikasi partai dengan voting
dalam tiga hal berikut:
Firstly, party identification is psychological while voting is behavioral. That
is, identification exists in people's heads, we can't observe it directly.
O
SO
Voting, however, is definite action --putting a cross on a piece of paper or
pulling a lever on a voting machine-- and it is in principle observable
(although normally done in secret).
Secondly, voting is time specific, while party identification is not. Voting
W
can take place only at an election --and election occur relatively infrequently
O
in Britain-- whereas identification is ongoing and continuos. They doesn't
D
need to be an election in the offing for people to consider themselves
N
supporters of a party.
BO
Thirdly, party identification varies in intensity and voting doesn't. Some
people will be very strong party supporters, others not very strong or just
weak supporters. All voters count equally, however, whether the voter marks
KP
U
the ballot with a greest thick black cross a timing faint one.27
Bagi penganut pendekatan psikologis, hubungan atau pengaruh antara
identifikasi partai dengan perilaku memilih sudah menjadi semacam aksioma.
ID
Setelah mengamati perilaku memilih di Inggris dan menemukan data bahwa
PP
sebagian besar pemilih di Inggris memilih partai yang sama dari Pemilu ke Pemilu
selama seperempat abad, Denver menyimpulkan bahwa teori-teori perilaku
memilih benar (hanya) dalam satu hal: Pilihan seseorang harus dipahami sebagai
pernyataan loyalitas (identifikasi partai)
yang dibentuk oleh pengalaman
sepanjang hidup.
26
Andi Alifian Mallarangeng, Contextual Analysis on Indonesian Electoral Behavior, dissertation
(Dekalb, Illinois: Departemen of Political Science, Northern Illinois University, 1997), hal.33.
27
David Denver, Election and Voting Behavior in Britain (London: Philip Allan Published, 1989),
hal. 27-28.
14
Betapapun pendekatan psikologis relatif banyak pengikutnya, bukan
berarti pendekatan ini lepas dari kritik. Para pengkritik mempersoalkan hubungan
antara sikap dan perilaku. Apakah benar sikap seseorang mempengaruhi
perilakunya? Sebab belum tentu orang yang sikapnya menyukai partai tertentu
atau kandidat tertentu dalam memilih nanti akan memilih sesuai dengan posisi
sikapnya. Dalam banyak kasus, mereka yang tidak mendukung rasisme namun
berperilaku seperti seorang rasis. Disamping itu benarkah dalam menjelaskan
O
SO
perilaku seseorang itu dapat dihubungkan secara langsung dengan perilaku
politik? Tidakkah ada variabel-variabel perantara yang justru lebih bisa
menjelaskan? Misalnya, dalam banyak kasus,
para ahli psikologi sering
menggunakan teori A.H. Maslow tentang hirarkhi kebutuhan manusia untuk
W
menjelaskan perilaku politik seseorang, padahal dalam realitas sulit ditemui --atau
O
secara konseptual sukar dipahami-- hubungan antara perilaku aktual dengan
D
konsep kebutuhan tanpa meletakkan konsep antara seperti keinginan misalnya. 28
N
Disamping itu, dalam berbagai penelitian sering terjadi kesalahan
pengukuran terhadap konsep identifikasi partai. Akibatnya, stabilitas variabel
BO
identifikasi partai sebagai penjelas perilaku memilih sering diperdebatkan. 29
Persoalan pengukuran variabel identifikasi partai terutama terlihat dengan adanya
U
perbedaan mendasar antara National Election Studies (NES) dengan Gallup. NES
KP
secara tradisional mengukur identifikasi partai dengan mengajukan pertanyaan
tentang identifikasi partai seserang pada rentang waktu yang cukup panjang,
sedang Gallup mengukur identifikasi partai dengan mengajukan pertanyaan
ID
tentang identifikasi partai seseorang pada masa kini atau saat penelitian
PP
dilakukan.30
Hanya saja, beberapa penelitian mutakhir menunjukkan menurunnya
pengaruh identifikasi dalam menentukan pilihan pemilih. Penelitian Bowler dan
Lanoue di Kanada pada dekade 1990-an menunjukkan menurunnya pengaruh
28
Christian Bay, “Politic and Pseudopolitics: A Critical Evaluation of Same Behavior Literature”,
dalam Heinz Eulau (ed.), Behavioralism in Political Sciencet., hal. 109-137.
29
Donald Philip Green and Bradley Palmquist, “How Stable is Party Identification?”, dalam
Political Behavior, Vol. 16, No. 4, 1994, hal. 437-466.
30
Charles H. Franklin, “Measurement and the Dynamics of Party Identification”, dalam Political
Behavior, vol. 11, No. 3, 1992, hal. 297-309.
15
identifikasi --ia menggunakan istilah loyalitas-- partai.31 Penelitian Goldberg di
Israel menunjukkan temuan yang lebih ekstrem, yakni semakin melemahnya
peranan identifikasi partai dan menguatnya peranan variabel penilaian terhadap
kandidat. Bahkan, untuk menggambarkan betapa rapuhnya peranan identifikasi
partai pada Pemilu 1994 di Israel, ia memberi anak judul dalam tulisannya: a
decline of party identification.32
O
SO
3. Pendekatan Rasional
Dua pendekatan terdahulu secara implisit atau eksplisit menempatkan
pemilih pada waktu dan ruang yang kosong. Pemilih ibarat wayang yang tidak
W
mempunyai kehendak bebas kecuali atas keinginan dalang. Pemilih seakan pion-
O
pion catur yang dengan mudah dapat ditebak langkah-langkahnya. Mereka
D
beranggapan bahwa perilaku memilih bukanlah keputusan yang dibuat pada saat
N
menjelang atau ketika berada di bilik suara, tetapi sudah ditentukan jauh
sebelumnya, bahkan sebelum kampanye dimulai. Karakteristik sosiologis,
BO
latarbelakang keluarga, pembelahan kultural, afiliasi- afiliasi okupasi, ataupun
identifikasi partai melalui proses sosialisasi dan pengalaman hidup, merupakan
U
variabel-variabel yang secara sendiri-sendiri atau komplementer mempengaruhi
KP
perilaku memilih seseorang. Pemilih seakan- akan berada pada waktu dan ruang
yang kosong, yang keberadaan dan ruang geraknya ditentukan oleh posisi individu
dalam lapisan sosialnya.
ID
Kalau saja hal ini mengandung banyak kebenaran, persoalannya adalah
PP
bagaimana kita menjelaskan tentang adanya variasi perilaku memilih pada suatu
kelompok yang secara psikologis mempunyai persamaan karakteristik. Dan yang
lebih penting lagi, bagaimana kita menjelaskan pergeseran pilihan dari satu
Pemilu ke Pemilu yang lain dari orang yang sama dan status sosial yang sama.
Seorang yang mempunyai karakteristik sosial seperti jenis kelamin , agama,
31
Shaun Bowler and David J. Lanoue, “New Party Challenges and Partisan Change: The Effects
of Party Competition on Party Loyalty”, dalam Political Behavior, Vol. 18, No. 4, 1996, hal. 327343.
32
Giora Goldberg, “ Trade Union and Party Politics in Israel: A Decline of Party Identification”,
dalam The Journal of Social, Political and Econimic Studies, Vol. 23. No. 1, 1998, hal. 53-73.
16
pekerjaan, status sosial dan ekonomi yang sama selama dua puluh tahun, tetapi
memberikan suara yang tidak sama pada setiap Pemilu.
Itu berarti, ada variabel-variabel lain yang menentukan atau ikut
menentukan dalam mempengaruhi perilaku memilih seseorang. Ada faktor-faktor
situasional yang ikut berperan dalam mempengaruhi pilihan politik seseorang.
Dengan begitu, para pemilih tidak hanya pasif tetapi juga aktif, bukan hanya
terbelenggu oleh karakteristik sosiologis tetapi juga bebas bertindak. Faktor-faktor
O
SO
situasional itu bisa merupakan isu-isu politik ataupun kandidat yang dicalonkan.
Secara demikian, penjelasan-penjelasan perilaku memilih tidaklah harus
permanen --seperti karakteristik-karakteristik sosiologis dan identifikasi partai-tetapi berubah- ubah sesuai dengan waktu dan peristiwa-peristiwa dramatik yang
W
menyangkut persoalan-persoalan mendasar. Dengan begitu, isu-isu politik
O
menjadi pertimbangan yang penting. Para pemilih akan menentukan pilihan
D
berdasarkan penilaiannya terhadap isu-isu politik dan kandidat yang diajukan.
N
Artinya, para pemilih dapat menentukan pilihannya berdasarkan pertimbangan-
BO
pertimbangan rasional. Niemi dan Wiesberg meringkaskan model ini sebagai
berikut:
U
The other model of voting that become popular is a rational voter model.
KP
According to this model, voters decide whether or not to vote and for which
candidate to vote on some rational basis --usually on the basis of which action
gives them greater expected benefits. They vote only if they perceive greater
ID
gains from voting than the cost (mainly in time). In the usual formulation,
PP
they vote for the candidat closest to them on the issues.
Penggunaan pendekatan rasional dalam menjelaskan perilaku memilih oleh
ilmuwan politik sebenarnya diadaptasi dari ilmu ekonomi. Mereka melihat adanya
analogi antara pasar (ekonomi) dan perilaku memilih (politik). Apabila secara
ekonomi masyarakat dapat bertindak secara rasional, yaitu menekan ongkos
sekecil-kecilnya untuk memperoleh keuntungan yang sebesar-besarnya, maka
dalam perilaku politikpun masyarakat akan dapat bertindak secara rasional, yakni
memberikan suara ke OPP yang dianggap mendatangkan keuntungan dan
17
kemaslakhatan yang sebesar-besarnya dan menekan kerugian atau kemudlaratan
yang sekecil-kecilnya.
Secara demikian, perilaku memilih berdasarkan pertimbangan rasional
tidak hanya berupa memilih alternatif yang paling menguntungkan (maximum
gained) atau mendatangkan kerugian yang paling sedikit. Tetapi juga dalam
memilih alternatif yang menimbulkan resiko yang paling kecil (least risk), yang
penting mendahulukan selamat.33 Dengan begitu, diasumsikan para pemilih
O
SO
mempunyai kemampuan untuk menilai isu-isu politik yang diajukan. Begitu juga
mampu menilai calon (kandidat) yang ditampilkan. Penilaian rasional terhadap isu
politik atau kandidat ini bisa didasarkan pada jabatan, informasi, pribadi yang
populer karena prestasi dibidang masing-masing seperti seni, olah raga, film,
W
organisasi, politik, dan semacamnya.
O
Him Melweit dan koleganya menyebutkan sebagai "Consumer Model" of
D
party choice, bahwa perilaku memilih merupakan pengambilan keputusan yang
N
bersifat instant, tergantung pada situasi sosial politik tertentu, tidak berbeda
BO
dengan pengambilan keputusan-keputusan lain. Mereka mencatat bahwa "same
express hope that the voters, loosened from traditional partisan attachment, will
be able to exercise more rational choice based on the thoughtful consideration of
U
the issues".34
KP
Hubungan isu-isu politik dan penilaian kandidat dengan perilaku memilih
akan tampak lebih jelas dengan melihat hasil penelitian Pomper di Amerika
Serikat. Dengan membandingkan tiga kali hasil penelitiannya pada Pemilu 1954,
ID
1964, 1972, Pomper mengajukan tiga kesimpulan. Pertama, hubungan antara
PP
variabel variabel sosio-ekonomi dengan sikap memilih semakin melemah dari
Pemilu ke Pemilu, dan turun sampai tingkat yang rendah pada 1972. Faktor-faktor
demografis ketika dihubungkan dengan sikap pemilih juga mengalami hal yang
sama. Kedua, posisi isu-isu politik dalam menentukan voting meningkat secara
tajam, baik dampaknya secara langsung terhadap pilihan pemilih maupun secara
tidak langsung melalui pemilihan calon kandidat. Ketiga, terjadi penurunan
pengaruh identifikasi partai terhadap pilihan pemilih secara terus menerus mulai
33
Lihat tulisan Ramlan Surbakti, “Memilih secara Rasional”, harian sore Surabaya Post, 1992.
34
Arnold K. Sherman dan aliza Kolker, op.cit., hal. 202.
18
dari Pemilu 1956, 1964 sampai puncaknya pada Pemilu 1972. Lebih jelasnya,
lihat gambar 1,2 dan 3 berikut:35
Gambar 1: Model Kausal Pemilihan Presiden 1956
O
SO
.306
FSPP
FPI
.679
.505
W
.370
RPI
.126
.114
CE
BO
ISSI
.060
.448
.540
RV
PP
ID
KP
U
.540
N
.235
D
O
RSPP
35
Dalam menjelaskan perilaku memilih di Amerika Serikat, Pomper memakai 6 variabel penjelas:
Family Socioeconomic Partisan Predisposition (FSPP); Family Party Identification (FPI);
Responden’s Socioeconomic Partisan Predisposition (RSPP); Responden’s Party Identification
(RPI); Partisan Issues Index (ISSI); Candidate Avaluation (CE); dan Respondent’s Vote (RV).
Lihat Gerald Pomper, op.cit., hal. 198-208.
19
Gambar 2: Model Kausal Pemilihan Presiden 1964
.336
FSPP
FPI
.705
.505
.215
RPI
.186
O
SO
RSPP
.301
.356
.203
CE
W
ISSI
.364
.377
D
O
.224
N
RV
BO
Gambar 3: Model Kausal Pemilihan Presiden 1972
.285
FPI
U
FSPP
KP
.044
.458
.116
PP
ID
RSPP
RPI
.138
.249
ISSI
.340
.312
CE
.233
.310
.366
RV
20
Dari gambar di atas dapat terbaca bahw koefisien variabel indeks isu-isu
partisan mengalami kenaikan dari Pemilu ke Pemilu. Bahkan pada gambar 2 dan 3
terlihat bahwa koefisien variabel evaluasi kandidat ternyata lebih besar daripada
koefisien variabel identifikasi partai. Ini berarti, variabel penilaian kandidat lebih
besar sumbangannya dalam menentukan perilaku memilih dibanding dengan
variabel identifikasi partai.
Meskipun begitu, penilaian terhadap isu dan kandidat bukanlah sesuatu
O
SO
yang terjadi secara tiba-tiba, namun sering dipengaruhi oleh informasi yang
diterima pemilih melalui media massa yang diikutinya. Berita dan komentarkomentar yang dimuat di media massa, khususnya berita atau komentar-komentar
negatif, seringkali mempengaruhi penilaian terhadap kandidat, posisi kandidat
W
dalam suatu isu, dan preferensi kandidat dalam suatu kebijakan tertentu, termasuk
O
evaluasi terhadap perkembangan ekonomi nasional.36
D
Sementara itu, evaluasi terhadap kandidat sangat dipengaruhi oleh sejarah
N
dan pengalaman masa lalu kandidat baik dalam kehidupan bernegara maupun
BO
bermasyarakat. Beberapa indikator yang biasa dipakai oleh para pemilih untuk
menilai seorang kandidat, khususnya bagi para pejabat yang hendak mencalonkan
kembali, di antaranya kualitas, kompetensi dan integritas kandidat. Para pejabat
U
yang pada saat memegang jabatan tidak menunjukkan kualitas, kompetensi dan
KP
integritas pribadi yang memadai, mereka tidak akan terpilih kembali.37 Hanya,
penelitian di banyak negara menunjukkan bahwa di antara berbagai variabel yang
mempengaruhi penilaian pemilih terhadap kandidat, variabel skandal mempunyai
ID
pengaruh yang paling signifikan. Penelitian di Amerika Serikat misalnya,
PP
menunjukkan bahwa skandal yang dilakukan kandidat – terutama berkaitan
dengan skandal ketidaksetiaan dalam perkawinan (marital infidelity) dan
36
Marc J. Hetherington, “The Media’s Role in Farming Voters, National Economic Evaluation in
1992”, dalam American Journal of Political Science, Vol. 40, No. 2, 1996, hal. 327-395; dan Craig
Leonard Brian and Martin P. Wattenberg, “Campaign Issue Knowledge and Salience: Comparing
Reception from TV Commersials, TV News, and News Paper”, dalam American Journal of
Political Science, Vol. 40, No. 1, 1996, hal. 129-141.
37
Jeffery J. Mondak, “Competence, Integrity, and the Electoral Success of Congressional
Incumbents”, dalam The Journal of Politics, Vol. 57, No. 4, 1995, hal. 1043-1069.
21
pengelakan atau penggelapan pajak (tax evasion)-- sangat berpengaruh buruk pada
penilaian terhadap kandidat.38
Dalam
khasanah teori voting behavior, penjelasan pilihan pemilih
berdasarkan petimbangan isu dan kandidat di atas juga dikenal sebagai teori
spasial. Teori ini gasumsikan bahwa para pemilih memilih kandidat yang paling
mewakili posisi kebijakan dan kandidat yang dapat memaksimalkan suara mereka.
Disamping itu, dalam kaitannya dengan isu-isu politik, teori spasial juga
O
SO
mengasumsikan bahwa isu-isu politik dapat direpresentasikan sebagai seperangkat
posisi kebijakan yang benar-benar nyata. Sebab itu, ketika seseorang menanggapi
terhadap pertanyaan-pertanyaan tentang suatu isu dalam suatu penelitian (survey),
mereka diharapkan menyatakan posisi kebijakannya dalam kaitannya dengan isu-
W
isu tersebut. Pada sisi lain, isu juga merepresentasikan simbol. Oleh karena itu,
O
respon seseorang terhadap suatu pertanyaan yang berhubungan dengan suatu isu
D
dianggap untuk menyatakan apakah mereka mempunyai perasaan positip atau
N
negatip terhadap simbol tersebut, yang dapat ditunjukkan dengan pertanyaan:
BO
seberapa dekat perasaan mereka terhadap suatu isu.39
Dalam terminologi Hucfeldt dan Carmines, penjelasan perilaku memilih
yang didasarkan pada pertimbangan-pertimbangan rasional dan kepentingan diri
U
di atas disebut sebagai tradisi ekonomi politik (political economy tradition).40
KP
Tradisi ekonomi politik, sebagaimana teori-teori spasial dan pendekatan rasional
lainnya, dikembangkan dari asumsi teoritis yang dibangun oleh Anthony Downs
(1957) tentang economic theory of democracy. Dalam pandangan Downs, jika
ID
seseorang bertindak rasional berdasarkan kepentingan dirinya, maka kemungkinan
PP
besar mereka tidak memberikan suaranya pada saat Pemilu. Namun, sebagaimana
yang digambarkan pada bab barikutnya, tesis Downs ini banyak dikritik terutama
berkaitan dan data empirik tingginya tingkat kehadiran pemilih dan instrumen
pengukurnya yang dinilai kurang tepat.
38
Carolyn L. Funk, “The Impact of Scandal on Candidate Evaluations: An Experimental Test of
the Role of Candidate Traits”, dalam Political Behavior, Vol. 18. No. 1, 1996.
39
Torben Iversen, “Political Leadership and Representation in West European Democracies: A
Test of Three Models of Voting”, dalam American Journal of Political Science, Vol. 38, No. 1,
1994, hal. 45-74.
40
Edward G. Carmines and Robert Hucfeldt, loc.cit.
22
Betapapun penjelasan-penjelasan yang didasarkan pada isu-isu di atas
belakangan ini lebih dapat menjelaskan fenomena perilaku memilih di banyak
negara, khususnya di negara-negara yang sudah maju dan tingkat demokrasinya
sudah mapan,41 namun kritik terhadap pendekatan ini juga tidak sedikit. Pertama,
asumsi-asumsi pendekatan ini dinilai sangat tidak realistik, terutama berkaitan
dengan pengetahuan manusia dan motivasinya. Dalam realitasnya, tidak semua
pemilih mempunyai akses yang sama terhadap informasi, sehingga mereka dapat
O
SO
menghitung keuntungan dan kerugian apabila memilih partai atau kandidat
tertentu. Di samping itu, tidak semua pemilih memiliki informasi yang sama
tentang isu-isu politik yang sedang berkembang, sehingga tidak bisa menilai
posisi kandidat atau partai politik berdasarkan isu-isu politik yang diangkatnya.
W
Kedua, berkaitan dengan keberatan yang dikemukakan oleh para
O
pendukung "model politik simbolik" seperti Edelman (1967), Sears dkk. (1979,
D
Marcus (1988), Rabinovits dan MacDonald (1989), dan sebagainya. Gagasan
N
utama pendekatan ini adalah, bahwa para pemilih memilih merespon simbol-
BO
simbol politik berdasarkan pertimbangan emosional dan perasaan, serta
menghindarkan diri dari perhitungan-perhitungan yang bersifat rasional tentang
informasi kandidat dan posisi kebijakannya. Banyak pemilih yang memilih partai
U
politik atau kandidat berdasarkan pertimbangan emosional dan perasaan, tanpa
KP
memperhitungkan isu- isu politik yang diangkat kandidat atau partai tersebut
dalam suatu kampanye pemiliu.42
Ketiga, teori-teori spasial pada umumnya mengalami anomali di tingkat
ID
empiris terutama berkaitan dengan karakteritik teorinya bahwa partai politik dan
PP
kandidat cenderung mengambil posisi kebijakan yang lebih ekstrim daripada
umumnya kebijakan para pemilihnya. Studi-studi yang dilakukan oleh Robinowitz
(1978), Inglehart (1984), Dalton (1985), Robinowitz dan MacDonald (1988),
Holmberg (1988), Robinowitz, MacDonald dan Listhaug (1991), semuanya
menemukan hasil yang sama: adanya bentuk-bentuk perbedaan sikap antara
41
Berbagai penelitian mutakhir menunjukkan adanya pergeseran bentuk perilaku memilih, dari
yang didasarkan pada pertimbangan sosiologis dan identifikasi partai ke arah pertimbangan
berdasarkan isu, lihat Russell J. Dalton, “Comparative Politics: Micro-behavioral Perspective”,
dalam Robert E. Goodin and Hans-Dieter Klingemann, op.cit., hal. 336-396.
42
Torben Iverson, loc.cit.
23
pemilih dan elit. Bahkan, hasil penelitian Listhaug, MacDonald dan Robinowitz
(1991) menunjukkan adanya --apa yang mereka sebut sebagai-- suatu empty
centre, yaitu adanya kelompok partai di dalam suatu wilayah yang keberadaan
posisinya di luar posisi kebanyakan pemilih.43
Hal lain yang juga perlu dicatat adanya perbedaan pengaruh di antara isu
terhadap perilaku politik. Dalam realitas politik, ada beragam isu sebagai
pertimbangan seseorang menentukan pilihan. Ada isu yang berkaitan dengan
O
SO
peningkatan pajak, perbaikan kesejahteraan rakyat, ras, gender, agama, dan
sebagainya. Seorang pemilih biasanya responnya tidak sama terhadap isu-isu
tersebut, sehingga pengaruh masing-masing isu terhadap perilaku memilih juga
tidak sama. Di negara-negara tertentu, ada suatu isu yang pengaruhnya cenderung
W
menguat, sementara isu yang lain cenderung melemah. Penelitian Abramowitz di
O
Amerika Serikat misalnya, menunjukkan menurunnya pengaruh isu rasial dan
N
dalam menentukan perilaku memilih.44
D
agama, padahal beberapa dekade lalu kedua variabel ini pengaruhnya sangat kuat
BO
Disamping kritik-kritik di atas, terutama untuk kasus Indonesia, masih ada
beberapa pertanyaan yang belum terjawab secara memuaskan. Persoalan utama
berasal dari asumsi pendekatan rasional itu sendiri, yang menganggap para
U
pemilih mempunyai informasi yang relatif akurat mengenai setiap alternatif yang
KP
tersedia; dan menganggap para pemilih bebas dari tekanan sosial untuk
menyesuaikan diri dengan kehendak lingkungan. Dalam kenyataannya, tidak
semua pemilih mempunyai informasi yang memadai mengenai isu-isu politik dan
ID
para kandidat yang diajukan OPP; begitu juga para pemilih sama sekali tidak
PP
bebas dari tekanan lingkungan. Analogi kedua asumsi juga dapat dipersoalkan.
Apabila keuntungan dalam transaksi ekonomi secara langsung dan konkrit dapat
diketahui, tetapi transaksi atau pertukaran antara pemberi suara dan wakil; atau
keuntungan ketika memilih partai tertentu tidak dapat diketahui secara langsung
dan konkrit.
Para penganut pendekatan psikologis dan sosiologis tentu mempersoalkan
hubungan antara variabel-variabel dalam pendekatan politik-rasional itu dengan
43
Torben Iverson., loc.cit.
Alan I. Abramowitz, “Issue Evaluation Reconsidered: Racial Attitudes and Partisanship in the
U.S. Electorate”, dalam American Journal of Political Science, Vol. 38, No. 1, 1994, hal. 1-24.
44
24
perilaku memilih. Benarkah isu-isu politik dan penilaian kandidat itu sebagai
suatu variabel bebas? Tidakkah, bisa jadi, pilihan terhadap isu politik dan
penilaian terhadap kandidat itu juga dipengaruhi oleh identifikasi partai atau
karakteristik-karakteristik sosiologis? Dan, bagaimana mengetahui dengan pasti
bahwa perilaku memilih itu dipengaruhi oleh mobilisasi atau paksaan (ancaman)?
Pada sisi lain, faktor-faktor politik juga mempunyai pengaruh yang
mengedepan dalam menentukan perilaku memilih seseorang, terutama untuk
O
SO
menjelaskan perilaku politik di negara-negara sedang berkembang yang
menampakkan model pemerintahan birokratik-otoriter, seperti negara Indonesia.
Faktor politis ini bisa berupa prosedur pelaksanaan Pemilu, aturan-aturan
permasalahannya, bisa juga berupa tekanan-tekanan struktural atau paksaan.
W
Misalnya, beberapa prosedur atau aturan Pemilu membatasi kelompok-kelompok
O
tertentu untuk bisa menggunakan hak politiknya. Orang-orang tahanan atau yang
D
secara politis dianggap musuh negara tidak diperbolehkan menggunakan hak
N
pilihnya. Di Indonesia, kebanyakan para bekas aktivis partai komunis atau
BO
organisasi terlarang lainnya tidak diperbolehkan ikut Pemilu.
Tekanan-tekanan struktural atau paksaan dari pihak lain juga mempunyai
urunan dalam menentukan pilihan seseorang. Tekanan ini bisa dalam bentuk halus
U
(mobilisasi) dan dalam bentuk paksaan. Dalam bentuk mobilisasi, pilihan yang
KP
dibuat didasarkan pada pengarahan yang diberikan oleh seorang tokoh dari
lingkungan terdekatnya --lingkungan tetangga, organisasi, pekerjaan atau
kelompok-kelompok lainnya-- yang tidak mungkin bisa ditolak. Dalam penjelasan
ID
Lipset hal ini dimasukkan dalam kategori group pressures to vote dan cross
PP
pressures. Dalam bentuk paksaan, pilihan yang dibuat disebabkan adanya
ancaman atau intimidasi oleh pihak lain.
Dalam Pemilu di Indonesia misalnya, paksaan yang muncul pada
umumnya dilakukan dalam tiga bentuk ancaman, yaitu ancaman administratif,
ekonomi dan ideologis. Ancaman administratif dikeluarkan oleh aparat
pemerintahan desa atau kelurahan dalam bentuk, misalnya, tidak akan memberi
pelayanan surat keterangan (KTP, pertanahan, surat kelakuan baik, surat kawin,
surat kenal lahir, dan sebagainya) kepada warga yang tidak memilih OPP tertentu.
Bentuk ancaman administratif ini tidak berupa ancaman secara verbal, tetapi
25
dalam bentuk perlakuan seperti menghindari atau mengabaikan orang tersebut,
atau memperlambat pelayanan. Konsekuensi ancaman ekonomi bagi yang tidak
memilih OPP tertentu adalah kehilangan pekerjaan pada sektor publik dan swasta
atau kehilangan tanah garapan. Konsekuensinya bisa menyebabkan hilangnya
sumber kehidupan. Bentuk baru dari ancaman ekonomi ini adalah tidak diberi
jabatan atau tugas yang jelas di suatu kantor atau tidak diikutsertakan dalam
berbagai kegiatan tambahan yang mendatangkan pendapatan ekstra.45 Pada
O
SO
Pemilu 1971, cukup banyak orang memilih OPP tertentu karena takut dituduh
sebagai anggota atau simpatisan partai terlarang. Mengabaikan ancaman ideologis
semacam ini tidak hanya berakibat bagai dirinya sendiri tetapi juga bagi
keturunannya. Untuk itu, demi rasa aman, tidak bisa lain kecuali memilih OPP
W
tertentu. Dalam konteks semacam ini, seorang pemilih memilih partai politik
O
berdasarkan pertimbangan minimalisasi resiko ini tampaknya juga dapat
PP
ID
KP
U
BO
N
D
dimasukkan dalam penjelasan rasional.
45
Ramlan Surbakti, “Apakah Masih ada Paksaan Dalam Pemilu? Harian Surya, 1992
26
BAB 3
METODE PENELITIAN
3.1.2 Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan adalah Kuantitatif dengan rancang bangun penelitian
survey. Dimana, peneliti bertujuan mengkaji perilaku memilih masyarakat Bondowoso
berdasarkan karakteristik pemilih, perilaku memilih berdasarkan alasan psikologis, perilaku
O
SO
memilih berdasarkan alasan sosiologis, dan perilaku memilih berdasarkan alasan rasionalitas,
serta isu-isu politik di Kabupaten Bondowoso. Penelitian kuantitatif adalah penelitian ilmiah
yang sistematis terhadap bagian-bagian dan fenomena serta hubungan-hubungannya. Tujuan
W
penelitian kuantitatif adalah mengembangkan dan menggunakan model-model matematis, teori-
O
teori dan/atau hipotesis yang berkaitan dengan fenomena alam. Proses pengukuran adalah bagian
yang sentral dalam penelitian kuantitatif karena hal ini memberikan hubungan yang fundamental
D
antara pengamatan empiris dan ekspresi matematis dari hubungan-hubungan kuantitatif. Desain
N
penelitian survey adalah metode penelitian yang menggunakan kuesioner sebagai instrumen
BO
utama untuk mengumpulkan data. Metode ini adalah yang paling sering dipakai di kalangan
peneliti perilaku memilih. Desainnya sederhana, prosesnya cepat. Penelitian survei dengan
U
kuesioner ini memerlukan responden dalam jumlah yang cukup agar validitas temuan bisa
dicapai dengan baik. Hal ini wajar, sebab apa yang digali dari kuesioner itu cenderung informasi
KP
umum tentang fakta atau opini yang diberikan oleh responden. Karena informasi bersifat umum
dan (cenderung) maka diperlukan responden dalam jumlah cukup agar “pola” yang
PP
ID
menggambarkan objek yang diteliti dapat dijelaskan dengan baik.
3.2 Lokasi penelitian/Setting Penelitian
Lokasi penelitian adalah di Kabupaten Bondowoso, dengan mengambil sampel lokasi di 23
kecamatan, diantaranya adalah kecamatan Binakal, Kecamatan Bondowoso, Kecamatan Botolinggo,
Kecamatan Cermee, dan Kecamatan Wringin.
27
3.3. Populasi dan Sampel
Populasi penelitian untuk metode kuantitatif adalah seluruh penduduk Kabupaten
Bondowoso sebesar 597.128 (KPU Jawa Timur, 2014).
Sampel penelitian adalah sebagian dari pemilih kabupaten Bondowoso yang dihitung
dengan menggunakan rumus:
O
SO
N Z2 P (1-P)
n = ----------------------------(N-1) d² + Z2 P (1-P)]
Dimana:
n = Besar sampel
W
N = Jumlah populasi
P = proporsi = 0,5
O
Z2 = Derajat kepercayaan 95%, maka Z adalah 1,96
N
D
d = presisi yang diinginkan dalam penelitian ini 5% (0,05)
PP
ID
KP
U
BO
Dari hasil penghitungan rumus di atas, maka sampel penelitian ini adalah 384 sampel.
28
Teknik pengambilan sampel penelitian yaitu dengan teknik Multistade Random Sampling,
dimana peneliti sebelumnya memilih sampel kecamatan, dari sampel kecamatan kemudian
dipilih sampel desa, dari sampel desa kemudian diambil sampel RT/RW secara sistimatik. Untuk
pembagian sampel kecamatan bisa dilihat di bawah ini:
SAMPEL
AKHIR
KP
3.4 Variabel Penelitian
a.
Karakteristik Pemilih
b.
Perilaku Memilih berdasarkan pertimbangan psikologis
c.
Perilaku Memilih berdasarkan pertimbangan Sosiologis
d.
Perilaku Memilih berdasarkan pertimbangan Rasionalitas
e.
Isu-isu politik di Kabupaten Bondowoso.
29
9
35
17
22
16
18
16
11
23
12
13
21
8
9
16
9
18
17
13
19
22
20
20
384
O
SO
W
U
BO
N
D
O
JUMLAH
PEMILIH
SAMPEL
12843
8.25905
56169
36.1211
27083
17.4165
35500
22.8293
24217
15.5734
28018
18.0178
26318
16.9245
15613
10.0404
35786
23.0132
18465
11.8744
20191
12.9844
32760
21.0672
8827
5.67645
12060
7.75552
26249
16.8802
13179
8.47513
28146
18.1001
26628
17.1239
19553
12.5741
30754
19.7772
35904
23.0891
31135
20.0222
31730
20.4049
597128
384
PP
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
TOTAL
NAMA
KECAMATAN
Binakal
Bondowoso
Botolinggo
Cermee
Curahdami
Grujukan
Jambesari DS
Klabang
Maesan
Pakem
Prajekan
Pujer
Sempol
Sukosari
Sumberwringin
Taman krocok
Tamanan
Tapen
Tegalampel
Tenggarang
Tlogosari
Wonosari
Wringin
ID
NO
3.5. Teknik Pengumpulan data
Teknik pengumpulan data metode kuantitatif yaitu dengan data primer dan sekunder.
a.
Data Primer
1) Angket terhadap responden dengan menggunakan format kuesioner tertutup untuk
mengetahui data karakteristik pemilih, perilaku memilih berdasarkan alasan psikologis,
perilaku memilih berdasarkan alasan sosiologis, dan perilaku memilih berdasarkan
alasan rasionalitas, serta isu-isu politik di Kabupaten Bondowoso.
b.
O
SO
2) Observasi atau pengamatan langsung di lingkungan dimana masyarakat tinggal.
Data Sekunder
Data sekunder diperoleh melalui telaah kepustakaan, Instansi atau dinas terkait, data dari
W
instansi atau dinas sebagai penunjang data yang diperlukan data dalam penelitian ini, seperti
O
gambaran umum Kecamatan di Kabupaten Bondowoso, jumlah pemilih, data penduduk, fasilitas
D
Kecamatan dan lain sebagainya.
N
3.6. Instrumen Penelitian
BO
Instrumen penelitian metode kuantitatif dari penelitiaan ini adalah kuesioner tertutup,
3.7. Teknik Analisis Data
U
dimana responden akan memilih salah satu dari alternatif jawaban yang telah disediakan peneliti.
KP
Analisis data yang digunakan adalah analisis data deskriptif. Data yang telah terkumpul
dilakukan editing (penyuntingan), hal ini untuk menghindari terjadinya kesalahan. Setelah itu
ID
dilakukan koding (penandaan) serta entry data sesuai dengan keperluan dan tujuan penelitian
sehingga mempermudah untuk analisis. Data dianalisis dengan bantuan perangkat computer
PP
program SPSS. Penyajian data dalam bentuk terks atau narasi, table dan tabulasi silang atau
bagan.
30
BAB 4
PERILAKU MEMILIH
4.1.
KARAKTERISTIK PEMILIH
4.1.1 Distribusi Sampel Kecamatan
O
SO
Berdasarkan jumlah sampel perkecamatan, sampel diambil secara
proporsional berdasarkan jumlah pemilih di masing-masing kecamatan. Hal ini
dilakukan agar terjadi penyebaran jumlah responden berdasarkan besaran
pemilih di masing-masing kecamatan. Sampel terbesar adalah di Kecamatan
W
Wringin sebanyak 36 sampel (9,4%), Kota sebanyak 34 responden (8,9%) dan
D
O
Maesan sebanyak 22 responden (5,7%).
KP
ID
PP
Valid Percent
2.6
8.9
Cumulative
Percent
2.6
11.5
16
22
16
4.2
5.7
4.2
4.2
5.7
4.2
15.6
21.4
25.5
18
16
10
4.7
4.2
2.6
4.7
4.2
2.6
30.2
34.4
37.0
22
12
14
5.7
3.1
3.6
5.7
3.1
3.6
42.7
45.8
49.5
20
10
12
5.2
2.6
3.1
5.2
2.6
3.1
54.7
57.3
60.4
16
10
18
4.2
2.6
4.7
4.2
2.6
4.7
64.6
67.2
71.9
12
18
22
3.1
4.7
5.7
3.1
4.7
5.7
75.0
79.7
85.4
20
36
384
5.2
9.4
100.0
5.2
9.4
100.0
90.6
100.0
BO
Binakal
Bondowoso
Botolingo
Cermee
Curahdami
Grujukan
Jambesari
Klabang
Maesan
Pakem
Prajekan
Pujer
Sempol
Sukosari
Sumberwringin
Taman Krocok
Tamanan
Tegalampel
Tenggarang
Tlogosari
Wonosari
Wringin
Total
Percent
2.6
8.9
Frequency
10
34
U
Valid
N
Kecamatan
31
4.1.2
Distribusi Sampel Perdapil
Sampel dapil diambil juga secara proporsional berdasarkan jumlah
pemilih di masing-masing kecamatan. Dapil V adalah dapil dengan sampel
terbesar, yaitu sebanyak 96 responden (25%).
Dapil
80
74
96
384
20.8
19.3
25.0
100.0
20.8
19.3
25.0
100.0
Cumulative
Percent
18.8
34.9
O
SO
Valid Percent
18.8
16.1
55.7
75.0
100.0
O
Distribusi Umur Responden
D
4.1.3
Dapil I
Dapil II
Dapil III
Dapil IV
Dapil V
Total
Percent
18.8
16.1
W
Valid
Frequency
72
62
N
Dari sisi umur, kebanyakan responden yang terjaring berumur antara 40-
BO
49 tahun, yaitu sebanyak 39,1 persen. Sedikit dibawahnya adalah responden
yang berumur 20-29 tahun sebanyak 26,0 persen. Sisanya, berumur di atas 50
tahun sebanyak 13 persen, 30-39 tahun sebanyak 20,3 persen, kurang dari 20
U
tahun 1,6 persen. Dari sisi umur ini, komposisi responden memang
KP
menggelembung di tengah, yaitu berkisar pada umur 30-49 tahun. Sementara
pemilih pemula jumlah sangat terbatas. Hanya sekitar 2 persen pemilih pemula,
ID
sehingga tidak terlalu signifikan jika dibandingkan dengan jumlah pemilih secara
PP
keseluruhan.
Valid
Umur Resp
< 20 tahun
20-29 tahun
30-39 tahun
40-49 tahun
> 50 tahun
Total
Frequency
6
Percent
1.6
Valid Percent
1.6
Cumulative
Percent
1.6
100
78
150
26.0
20.3
39.1
26.0
20.3
39.1
27.6
47.9
87.0
50
384
13.0
100.0
13.0
100.0
100.0
32
4.2
Distribusi Jenis Kelamin Responden
Dari segi jender, responden yang terjaring umumnya berjenis kelamin
laki-laki, yaitu sebanyak 68,8 persen dari 384 responden. Sementara itu, sisanya,
31,2 persen berjenis kelamin perempuan. Dibanding angka riil pemilih di
Kabupaten Bondowoso, angka di atas tampaknya sedikit over representatif untuk
O
SO
pemilih laki-laki. Sebab, dalam realitasnya, jumlah pemilih perempuan dengan
laki-laki adalah hampir seimbang. Namun, karena ada kecenderungan pilihan
perempuan, terutama yang sudah berkeluarga, mengikuti pilihan suaminya;
W
begitu juga pilihan anak perempuan ada kecenderungan mengikuti pilihan politik
bapaknya, maka nilai over representatif sekitar 16 persen di atas tampaknya
O
tidak berpengaruh banyak terhadap hasil prediksi. Meski begitu, untuk
N
D
menjelaskan kasus-kasus khusus, perbedaan ini perlu dikontrol.
Valid Percent
68.8
31.3
384
100.0
100.0
U
Percent
68.8
31.3
Cumulative
Percent
68.8
100.0
Distribusi Pendidikan Responden
ID
4.3
Laki-laki
Perempuan
Total
Frequency
264
120
KP
Valid
BO
Jenis Kelamin
Dari sisi pendidikan, umumnya responden yang diteliti berpendidikan SD,
PP
yaitu sekitar 7,3 persen. Jumlah ini disusul responden yang berpendidikan SLTP
sebesar 16,1 persen, dan paling besar SLTA 55,2 persen, dan perguruan tinggi
sebanyak 19,8 persen. Sisanya, sekitar 1,6 persen mengaku tidak sekolah atau SD
tidak tamat. Data ini menunjukkan bahwa sebagian besar, sekitar 50 persen,
responden yang diteliti mengaku hanya berpendidikan SLTA dan perguruan
tinggi. Jika angka ini ditambah dengan 16 persen responden yang mengaku
pendidikan SLTP, itu berarti
ada sekitar 80 persen responden yang
pendidikannya SLTP ke atas.
33
Pendidikan
Valid Percent
1.6
7.3
16.1
55.2
19.8
384
100.0
100.0
Cumulative
Percent
1.6
8.9
25.0
80.2
100.0
Distribusi Pekerjaan Responden
W
4.4
Tidak Sekolah
SD dan sederajat
SLTP dan sederajat
SLTA dan sederajat
PT dan sederajat
Total
Percent
1.6
7.3
16.1
55.2
19.8
O
SO
Valid
Frequency
6
28
62
212
76
Dari sisi pekerjaan, sebagian besar responden yang diteliti mengaku
O
bekerja sebagai petani. Terdapat sekitar 17,2 persen responden yang mengaku
D
sebagai petani. Jumlah ini diikuti oleh warga yang mengaku sebagai pedagang,
N
sekitar hampir 17,2 persen. Hanya saja, pengertian pedagang disini bukanlah
BO
sebagai pedagang besar, tetapi kebanyakan adalah pedagang kecil bahkan
eceran di pasar-pasar atau di depan rumah. Jumlah yang lebih kecil diakui oleh
U
responden yang mengaku bekerja di sector informal, diantaranya termasuk yang
KP
bergerak di PK5. Sekitar 4,7 persen responden mengaku sebagai karyawan
swasta seperti pegawai pabrik, karyawan perusahaan, bekerja di toko, dan
sebagainya. Responden yang mengaku sebagai karyawan swasta hanya sekitar
ID
11,5 persen, pengusaha3,1 persen, TNI-Polri 0,0 persen. Sisanya, mengaku belum
PP
bekerja atau bekerja di sector lainnya, seperti buruh, satpam, pekerja bangunan,
jumlahnya mencapai 28,1 persen.
34
Pekerjaan
Valid Percent
18.2
3.1
17.2
Cumulative
Percent
18.2
21.4
38.5
44
66
18
11.5
17.2
4.7
11.5
17.2
4.7
50.0
67.2
71.9
108
384
28.1
100.0
28.1
100.0
100.0
Distribusi Penghasilan Responden
O
W
4.5
Pegawai Negeri Sipil
Pengusaha
Pedagang
Karyawan Swasta
Petani
Sektor Informal
Lain-lain
Total
Percent
18.2
3.1
17.2
O
SO
Valid
Frequency
70
12
66
D
Dari sisi penghasilan, umumnya cukup memprihatinkan. Sebagian besar
responden mengaku berpenghasilan kurang dari 500 ribu rupiah per bulan.
N
Terdapat 5,7 persen yang mengaku memperoleh penghasilan sebesar itu.
BO
Responden yang berpenghasilan 500 ribu-1 juta jumlahnya 15,6 persen. Untuk
kebutuhan hidup di Kabupaten besar seperti Bondowoso, apalagi bagi yang
U
sudah memiliki keluarga dan anak-anak, tentu penghasilan sebesar itu masih
KP
jauh dari mencukupi secara wajar. Memang, terdapat 6,4 persen responden yang
mengaku memperoleh penghasilan 1-1,5 juta dan 14,6 persen yang memperoleh
ID
penghasilan 1,5-2 juta. Bahkan, terdapat 25,5 persen responden yang mengaku
PP
berpenghasilan di atas 2 juta.
Valid
Penghasilan
< 500.000
500.000 -< 1.000.000
1.000.000 -< 1.500.000
1.500.000 -< 2.000.000
> 2.000.000
Total
Frequency
22
60
Percent
5.7
15.6
Valid Percent
5.7
15.6
Cumulative
Percent
5.7
21.4
56
148
98
14.6
38.5
25.5
14.6
38.5
25.5
35.9
74.5
100.0
384
100.0
100.0
35
4.2.
PERILAKU MEMILIH
4.2.1 Partisipasi Politik
Partisipasi politik warga Bondowoso memang tidak begitu besar, dari 384
responden, ketika ditanya apakah mereka ke depan hadir pada pemilihan bupati,
partai maupun presiden, hanya 77,3 persen yang menjawab hadir untuk
mengikuti pilihan, sedangkan 22,7 persennya tidak hadir. Ketidakhadiran ini
O
SO
sebagian besar disebabkan oleh ketidakpedulian mereka terhadap pemilu,
bahwa pemilu sudah tidak merubah apapun. sebagian besar lagi menganggap
bahwa mereka harus bekerja sehingga mereka kesulitan untuk mengikuti pilihan,
W
mengingat biasanya pilihan dilaksanakan pada hari normal bukan pada saat
O
liburan nasional.
BO
N
D
TINGKAT PARTISIPASI MASYARAKAT
KP
U
tidak hadir
hadir
10
20
22,7
30
40
50
60
70
80
PP
ID
0
77,3
4.2.2 Model Kampanye
Model kampanye yang diharapkan masyarakat Bondowoso sebagian
besar adalah model kampanye dialogis, yaitu sebanyak 34,4 persen, disusul
konfoi 30,7 persen, dibawahnya sedikit adalah door to door sebanyak 24,5
persen dan pengerahan massa hanyya 9,9 persen. Tingginya model kampanye
dengan dialogis yang diharapkan masyarakat bisa dimengerti, mengingat bahwa
36
masyarakat sudah bosan dengan model kampanye pengerahan massa yang
selama ini terjadi. Karena biasanya pada saat kampanye dengan pengerahan
massa ada beberapa kejadian yang tidak diinginkan oleh masyarakat, seperti
bentrok antar pendukung partai atau calon maupun merusak fasilitas-fasilitas
umum. Kalau dilihat kampanye dialogis dan door to door dijumlah sebesar 60
persen lebih, maka masyarakat menginginkan sebenarnya model kampanye yang
modern lebih mengedepankan penyampaian program dibandingkan hanya
W
MODEL KAMPANYE
O
SO
sekedar pengerahan massa yang seolah-olah penghamburan atau foya-foya saja.
O
Lain-lain 0,5
24,5
D
Door to door
9,9
BO
Pengerahan Massa
N
30,7
Konfoi
Dialogis
5
10
15
20
25
30
35
KP
U
0
34,4
ID
Dari model kampanye dialogis, ternyata sebagian besar menginginkan
dialog langsung melalui dialog pertemuan-pertemuan RT/RW/desa sebesar 35,4
PP
persen, karena dialog model ini partai atau calon langsung mengerti
permasalahan-permasalahan yang ada di setiap wilayah terkecil disetiap
kabupaten atau provinsi. Sebagian besar lagi, 28,6 persen menginginkan dialog
langsung tatap muka, baik melalui tatap muka pertemuan pengajian maupun
ormas-ormas.
37
MODEL KAMPANYE DIALOGIS
Dialog dengan alat peraga (baliho, pamflet)
5,7
Dialog dengan membawa uang
6,3
9,4
Dialog dengan membawa bingkisan
14,6
Dialog melalui radio/ TV
28,6
Dialog dengan tatap muka
5
10
15
20
25
30
35
40
W
0
O
SO
35,4
Dialog Pertemuan Kelompok (RT/RW/desa)
O
Meskipun beberapa masyarakat menginginkan model kampanye dengan
D
dialogis, ternyata mereka juga mengharapkan ketika berdialog atau bertemu
N
dengan masyarakat mereka (partai dan calon) juga membawa beberapa
BO
bingkisan sebagai tanda kepedulian mereka terhadap masyarakat local. Sebagian
besar bingkisan yang diharapkan adalah dalam bentuk sembako sebanyak 44,8
U
persen, kemudian disusul kaos sebanyak 18,2 persen, dan jilbab/kerudung
KP
sebanyak 13,0 persen. sedangkan hanya 6,8 persen yang tidak mengharapkan
PP
ID
bingkisan pada saat kampanye.
Valid
Missing
Total
Kaos
Jilbab/ Kerudung
Sarung
Tas
Topi
Sembako
Lain-lain
Total
System
Bingkisan Dikehendaki
Frequency
70
50
Percent
18.2
13.0
Valid Percent
19.6
14.0
Cumulative
Percent
19.6
33.5
46
6
2
12.0
1.6
.5
12.8
1.7
.6
46.4
48.0
48.6
172
12
358
26
384
44.8
3.1
93.2
6.8
100.0
48.0
3.4
100.0
96.6
100.0
38
Untuk
model kampanye dengan model konfoi, sebagian besar
masyarakat menginginkan bahwa konfoi tidak hanya sekedar membawa
kendaraan kemudian mengitari setiap wilayah kampanye, tetapi mereka
menginginkan bahwa ketika kampanye, partai atau calon juga harus
meninformasikan
mengenai
program-program
mereka
kedepan
melalui
pembagian brosur pada saat kampanye, yaitu sebesar 46,4 persen, dan 24
O
SO
persen dibarengi dengan bawa music ketika berkonfoi.
Cumulative
Percent
17.2
29.7
178
46.4
46.4
76.0
92
24.0
24.0
100.0
384
100.0
W
Valid Percent
17.2
12.5
O
Bawa Kendaraan
Jalan
Konfoi sambil
bawa brosur
Konfoi sambil
bawa musik
Total
Percent
17.2
12.5
100.0
BO
N
Valid
Frequency
66
48
D
Pengerahan Massa paling Relevan untuk Konfoi
Model kampanye door to door yang diharapkan masyarakat adalah
U
bertamu atau bersilaturohmi dengan membawa program (27 persen) dan
KP
mereka (partai atau caleg,cabup) bisa mendengarkan keluhan-keluhan
masyarakat (52,6 persen). Disamping itu,
ada beberapa masyarakat yang
PP
ID
menginginkan ketika bersilaturohmi juga membawa sembako atau uang.
Valid
Door to door paling relevan
Frequency
Bertemu & Perkenalan
Program
Mendengarkan masalah
& keluhan warga
Bertamu & membawa
oleh2/ sembako
Bertamu & Membawa
Uang
Total
Percent
Valid Percent
Cumulative
Percent
104
27.1
27.1
27.1
202
52.6
52.6
79.7
50
13.0
13.0
92.7
28
7.3
7.3
100.0
384
100.0
100.0
39
Media relevan yang digunakan untuk kampanye adalah TV sebasar 49
persen, disusul radio 16,1 persen, dan surat kabar 15,1 persen. Tingginya media
kampanye dengan
TV
dibandingkan dengan
radio
atau surat kabar
mengindikasikan bahwa sebagian masyarakat ketika pingin mendegarkan
program atau calon tidak hanya melalui suara saja atau berita saja, tetapi
masyarakat menginginkan penampilan mereka juga. media Tv merupakan media
yang paling lengkap dalam penyampaian program, hal ini bisa dimengerti karena
O
SO
media TV, para caleg atau cabup bisa dilihat langsung oleh masyarakat dan
masyarakat bisa juga mengetahui program yang langsung disampaikan oleh para
Valid Percent
49.0
16.1
58
76
384
15.1
19.8
100.0
15.1
19.8
100.0
N
D
Percent
49.0
16.1
BO
TV
Radio
Surat Kabar
Tatap Muka
Total
Frequency
188
62
Cumulative
Percent
49.0
65.1
80.2
100.0
U
Valid
O
Media Relevan untuk Pileg 2015
W
caleg atau cabup tersebut.
KP
4.2.3 Kampanye dengan Hiburan
Pada saat kampanye, ternyata masyarakat tidak hanya menginginkan
ID
setiap partai, cabup maupun capres menyampaikan visi, misi maupun program
saja, tetapi sebagian besar responden 82,3 persen mengharapkan bahwa ketika
PP
kampanye perlu juga ditampilkan hiburan. perlunya program hiburan ini bisa
dipahami, mengingat bahwa sebagian besar masyarakat haus akan hiburan yang
gratis, dan ketika kampanye, hiburan ini juga bisa dipakai untuk menarik
sejumlah besar masyarakat untuk menghadiri kampanye, sehingga setiap
kampanye yang dilakukan oleh partai, caleg, capres maupun cabup bisa mengena
ke masyarakat dengan jumlah peserta yang banyak.
40
Kampanye dengan hiburan
Valid
Suka
Tidak Suka
Total
Frequency
316
Percent
82.3
Valid Percent
82.3
68
384
17.7
100.0
17.7
100.0
Cumulative
Percent
82.3
100.0
O
SO
Beberapa huburan yang disukai oleh masyarakat pada saat kampanye
adalah music dangdut 65,0 persen, music pop 10,9 persen, dan lawakan 5,7
persen. Tingginya musik dangdut menunjukkan bahwa musik dangdut adalah
musik masyarakat umum yang tidak terpengaruh oleh latarbelakang pendidikan,
W
ekonomi, maupun pekerjaan, hamper setiap masyarakat menyukai dangdut.
O
Sehingga ketika seorang caleg, capres atau cabup hendak kampanye dan
D
berharap bahwa kampanyennya dihadiri oleh masyarakat banyak, maka
BO
N
kampanyenya harus dibarengi dengan hiburan music dangdut.
Hiburan yang Disukai
Musik Dangdut
Musik Pop
Musik Qosidah
Lawakan
Film (layar tancap)
Ludruk/ Ketoprak
Campursari
Total
System
ID
KP
U
Valid
PP
Missing
Total
Frequency
208
42
18
22
12
14
Percent
54.2
10.9
4.7
5.7
3.1
3.6
Valid Percent
65.0
13.1
5.6
6.9
3.8
4.4
4
320
64
1.0
83.3
16.7
1.3
100.0
384
100.0
Cumulative
Percent
65.0
78.1
83.8
90.6
94.4
98.8
100.0
4.2.4 Profesi Jurkam
Profesi juru kampanye (jurkam) juga sangat penting pada saat kampanye,
ketika jurkam tidak dikenal atau tidak dikehendaki oleh masyarakat, maka bisa
saja ketika kampanye tidak begitu banyak masyarakat yang dating, apalagi ketika
jurkam yang menyampaikan kurang familiar di masyarakat atau bukan tokoh di
41
masyarakat, maka bisa saja program yang ditawarkan tidak begitu menarik bagi
masyarakat. Adapun profesi jurkam yang paling banyak diinginkan oleh
masyarakat adalah jurkam harus seorang kiai sebesar 37 persen, kemudiaan
disusul tokoh pemerintah (seperti bupati, wabup) sebasar 24,5 persen, dan
kemudian seorang cendekiawan (dosen,guru, ustad) sebesar 13 persen. Kedepan
hendaknya seorang caleg, capres atau cabup ketika menunjuk jurkam paling
tidak harus berlatarbelakang ketiga profesi tersebut diatas, agar apa yang ingin
O
SO
disampaikan dan tujuan yang hendak dicapai bisa terwujut.
Profesi Jurkam Disukai
4.2
24.5
3.6
4.2
24.5
3.6
54.2
78.6
82.3
3.1
9.4
5.2
3.1
9.4
5.2
85.4
94.8
100.0
100.0
100.0
D
O
W
16
94
14
N
12
36
20
BO
Kyai
Cendekiawan
Da'i
Tokoh Pemerintah
Pengusaha
Bintang Film
Penyanyi
Pelawak
Total
Percent
37.0
13.0
384
U
Valid
Valid Percent
37.0
13.0
Cumulative
Percent
37.0
50.0
Frequency
142
50
KP
4.2.5 Pertimbangan Memilih Caleg
Pertimbangan seseorang untuk memilih caleg, ternyata tidak seratus
ID
persen karena latarbelakang caleg tersebut, ada sekitar 34,9 persen yang
PP
memilih caleg karena caleg tersebut iusung oleh partai yang mereka sukai.
Valid
Pertimbangan Memilih Caleg
Caleg yang Diusung
Keberadaan Partai
Total
Frequency
250
134
384
42
Percent
65.1
34.9
100.0
Valid Percent
65.1
34.9
100.0
Cumulative
Percent
65.1
100.0
Beberapa masyarakat lagi ternyata memilih caleg beserta partainya
sebesar 44,3 persen dan tidak memilih caleg tetapi lebih hanya memilih partai
saja sebesar 55,7 persen.
Suka Caleg Tidak Suka Partai
Valid
Tetap memilih caleg
dengan partainya
Tidak memilih caleg
tersebut/ memilih
partai lain
Total
Percent
170
44.3
214
55.7
384
100.0
Valid Percent
44.3
100.0
100.0
W
O
Valid Percent
Cumulative
Percent
18.8
18.8
18.8
12.5
12.5
31.3
264
68.8
68.8
100.0
384
100.0
100.0
48
D
72
N
Tetap memilih partai
dengan caleg tsb
Tidak memilih partai
tersebut
Tetap memilih partai
namun memilih
caleg lain
Total
U
BO
Valid
Percent
44.3
55.7
Suka Partai Tidak Suka Caleg
Frequency
Cumulative
Percent
O
SO
Frequency
KP
4.2.6 Pertimbangan Memilih Partai/Caleg
Pertimbangan pemilih dalam memilih partai/caleg adalah program yang
ID
ditawarkan sebanyak 20,8 persen, kemudian disusul pimpinan/tokoh partai
PP
sebanyak 10,9 persen, dan caleg yang ditampilkan sebanyak 9,9 persen.
43
PERTIMBANGAN MEMILIH PARTAI/CALEG
4,2
6,3
Kinerja Aleg/cabup/partai
Calon yang diajukan
Jurkam
Kinerja Partai
Uang
Ideologi Partainya
Reformis
Jurkam yang ditampilkan
Program yang ditawarkan
Isu yang diangkat
Caleg yang ditampilkan
Pimpinan/ Tokoh Partai/Tokoh ormas
Fatwa Ulama
Agama
1
6,3
20,8
W
12
9,9
10,9
13
10
15
20
25
N
D
5
O
5,2
0
O
SO
2,6
2,6
1
3,1
BO
4.2.7 Pertimbangan Memilih Cabup/Capres
Pertanyaan utama yang perlu diajukan untuk memahami sekaligus
U
memprediksikan pilihan pemilih terhadap cabup adalah, faktor-faktor apakah
yang mempengaruhi mereka untuk menentukan pilihan politiknya dalam
KP
memilih cabup? Mengapa sebagian pemilih mendukung cabup/capres tertentu,
sementara sebagian yang lain mendukung capbup/capres yang lain?
ID
Dari berbagai item jawaban --ditambah item jawaban terbuka-- sebagai
PP
pertimbangan menentukan pilihan seperti ketokohan, kualitas calon, isu yang
diangkat, program yang ditawarkan, orang tua, teman, fatwa ulama, dan jurkam
yang ditampilkan, semuanya diperhitungkan oleh pemilih untuk menentukan
pilihan politiknya. Betapapun begitu, masing-masing pemilih memberi penilaian
yang tidak sepenuhnya sama pada masing-masing pertimbangan di atas.
Hampir semua responden menempatkan kualitas calon sebagai
pertimbangan utama dalam menentukan pilihan cabup. Sekitar 89,5 persen
pemilih mengaku memperhitungkan factor kualitas calon untuk memilih Bupati,
44
sementara 10,5 persen lainnya mengaku tidak memperhitungkan kualitas calon.
Faktor lain yang dijadikan pertimbangan sebagian besar responden untuk
menentukan pilihan cabup adalah program yang ditawarkan calon, yaitu
sebanyak 78 persen. Selanjutnya, diikuti responden yang mendasarkan pilihan
ketokohannya (65 persen), isu yang diangkat (43 persen), persamaan partai (23
persen), persamaan ormas (20 persen), jurkam yang ditampilkan atau para elit
diseputar calon (17 persen), fatwa ulama (17 persen), ikut teman (10 persen),
O
SO
dan ikut orang tua (5 persen). Lebih lengkap lihat tabel 4 berikut:
W
Faktor-Faktor yang Menjadi Pertimbangan Memilih Cabup
D
N
KP
U
BO
1. Kualitas Calon
2. Program yang ditawarkan
3. Ketokohannya
4. Isu yang Diangkat
5. Persamaan Partai
6. persamaan Ormas
7. Jurkam yang Ditampilkan
8. Fatwa Ulama
9. Ikut Teman
10. Ikut Orang Tua
O
Faktor Pertimbangan
Persentase
(%)
89,5
78
65
43
23
20
17
17
10
5
ID
Tabel di atas memperlihatkan bahwa kualitas calon merupakan variabel
yang dipertimbangkan hampir oleh semua pemilih. Data semacam ini mudah
PP
dipahami. Sebab, dalam kerangka besar teori perilaku memilih, pertimbangan
tokoh yang ditampilkan --yang oleh Pomper disebut sebagai variabel CE
(candidate evaluation)-- termasuk dalam kelompok pendekatan rasional. Data ini
setidaknya menguatkan temuan data lain, bahwa pertimbangan-pertimbangan
rasional --seperti pertimbangan program yang ditawarkan
atau kesesuaian
aspirasi-- memberi sumbangan besar pada penentuan pilihan pemilih. Betapapun
begitu, temuan ini cukup mengejutkan. Ini berarti para pemilih, setidaknya di
perKabupatenan, telah menggunakan pertimbangan-pertimbangan rasional
45
dalam menentukan pilihan politik, khususnya untuk pilkada. Padahal, untuk
pemilu legislative, penggunaan pertimbangan rasional ini relatif kecil.
Pertanyaannya, bagaimanakah latarbelakang sosial-ekonomi para pemilih
yang menempatkan kualitas kandidat sebagai pertimbangan dalam menentukan
pilihan cabup/capres? Dari berbagai hubungan variabel karakteristik sosialekonomi pemilih dengan faktor yang paling dipertimbangkan dalam menentukan
O
SO
pilihan, ada beberapa variabel yang mempunyai hubungan cukup berarti.
Pertama, para pemilih yang memilih cabup berdasarkan pertimbangan
kualitas calon lebih banyak berjenis kelamin laki-laki dibanding perempuan.
laki-laki,
hanya
12
persen
pemilih
yang
mengaku
tidak
W
Untuk
mempertimbangkan kualitas calon sebagai dasar pertimbangan memilih Bupati.
O
Sementara itu, untuk pemilih perempuan lebih 13 persen yang tidak
D
mempertimbangkan kualitas calon sebagai dasar pertimbangan memilih cabup.
N
Data ini mengindikasikan bahwa pemilih laki-laki sedikit lebih banyak
BO
menggunakan pertimbangan rasional ketimbang pemilih perempuan. Betapapun,
perbedaannya tidak terlalu signifikan.
U
Kedua, para pemilih yang berumur di bawah 40 tahun tampaknya lebih
KP
menempatkan kualitas calon sebagai pertimbangan menentukan pilihan cabup
dibanding pemilih yang berumur di atas 40 tahun. Responden yang berumur 2029 tahun misalnya, hanya 8 persen yang tidak mempertimbangkan kualitas calon
ID
sebagai dasar pertimbangan mendukung cabup, sementara untuk yang berumur
PP
30-39 tahun sekitar 13 persen. Padahal, untuk responden yang berumur 40-49
tahun sekitar 15 persen mengaku tidak melihat kualitas calon sebagai dasar
pertimbangan memilih cabup, sementara untuk yang berumur di atas 50 tahun
sekitar 13 persen. Data ini setidaknya menggambarkan bahwa para "pemilih
muda" lebih memperhatikan kualitas para calon dibanding para "pemilih tua".
Sebab, jika seseorang menempatkan kualitas calon sebagai pertimbangan
memilih cabup, orang tersebut akan mencari berbagai informasi --baik yang
buruk maupun yang bagus-- tentang calon tersebut.
46
Ketiga, para pemilih yang berlatarpendidikan tinggi umumnya lebih
menempatkan kualitas calon sebagai pertimbangan menentukan pilihan cabup
ketimbang pemilih yang berpendikan renda. Misalnya, responden yang bergelar
sarjana atau pernah menempuh pendidikan di perguruan tinggi hampir 92
persen mengaku menggunakan variabel kualitas calon sebagai dasar
pertimbangan untuk memilih cabup, sementara hal yang sama hanya diakui oleh
pemilih yang berlatarbelakang pendidikan SD.
O
SO
Menarik untuk dicatat bahwa, disamping para pemilih menggunakan
pertimbangan kualitas calon sebagai dasar untuk memilih cabup, mereka juga
menggunakan variabel ketokohan. Artinya, mereka tidak semata-mata
W
menggunakan pertimbangan kualitas pribadi calon tetapi juga memperhitungkan
O
tingkat popularitas si calon. Sebab, untuk menilai ketokohan seseorang tidak
D
hanya bisa diukur dari kualitas pribadi, tetapi juga atribut-atribut yang melekat
variabel
ketokohan
sebagai
dasar
pertimbangan
untuk
BO
menggunakan
N
pada si calon. Tabel di atas memperlihatkan bahwa lebih dari 57 persen pemilih
menentukan pilihan Bupati.
Oleh karena itu, menempatkan variabel ketokohan semata-mata
U
dipahami dalam konteks pendekatan rasional agaknya perlu hati-hati. Sebab,
KP
tokoh yang ditampilkan seringkali tidak hanya berkaitan dengan evaluasi pemilih
terhadap cabup/capres --apakah mereka itu mampu memperjuangkan
ID
aspirasinya atau tidak, bersih dari skandal atau tidak, bermoral atau tidak, dan
PP
sebagainya-- tetapi seringkali juga dipahami dalam konteks kesukaan atau
ketidaksukaan pemilih terhadap tokoh yang ditampilkan, yang seringkali hal ini
berkaitan dengan sosialisasi politik yang diterima pemilih. Dalam konteks
semacam ini, pilihan terhadap seorang tokoh bukan dilatarbelakangi oleh
penilaian pemilih terhadap tokoh tersebut atau pertimbangan-pertimbangan
rasional, tetapi lebih disebabkan oleh faktor-faktor psikologis, seperti identifikasi
terhadap tokoh atau kelompok dimana tokoh tersebut berada.
Meskipun begitu, evaluasi pemilih terhadap kandidat, umumnya didasarkan
pada kualitas kandidat dan apa yang diperjuangkan oleh kandidat. Inilah yang
47
menyebabkan para ahli voting behavior memasukkan variabel ini dalam
pendekatan rasional. Dalam banyak studi yang dilakukan di banyak negara
memang menunjukkan bahwa evaluasi pemilih terhadap kandidat didasarkan
pada isu-isu yang program yang ditawarkan kandidat tersebut. Oleh karena itu,
betapapun seseorang memilih berdasarkan variabel kualitas calon –atau bahkan
ketokohan sekalipun-- bukan tidak mungkin penilaian terhadap kandidat itu
dipengaruhi oleh posisi isu-isu yang diperjuangkan oleh kandidat tersebut
Page dan Jones misalnya, setelah
O
SO
(Marcus and Philip E. Converse, 1988).
mengamati hasil beberapa penelitian tentang voting behavior, sampai pada
candidates policy stands” (Page dan Jones, 1988).
W
kesimpulan: "overall evaluations of candidate do in fact affect perceptions of
O
Oleh karena itu, bisa dipahami jika variabel kedua yang menjadi dasar
D
pertimbangan bagi pemilih untuk memilih cabup adalah program yang
N
ditawarkan. Lebih dari 65 persen pemilih yang menggunakan variabel program
BO
cabup sebagai dasar untuk menentukan pilihan. Data ini setidaknya menguatkan
kesimpulan bahwa para pemilih di perKabupatenan umumnya menggunakan
pertimbangan rasional dalam menentukan pilihan. Artinya, orang memilih cabup
U
banyak ditentukan oleh kesesuaian antara aspirasi politik pemilih dengan
KP
program yang ditawarkan oleh cabup. Pengalaman studi studi voting behavior di
banyak negara menunjukkan, program yang ditawarkan kandidat menjadi daya
utama
untuk
mengarahkan
pilihan
pemilih.
Catatan
Franklin
ID
dorong
menyebutkan, salah satu pertimbangan kuat pemilih dalam menentukan pilihan
PP
politiknya adalah preferensinya terhadap suatu kebijakan (Franklin, 1995).
Besarnya jumlah responden yang menentukan pilihan cabup berdasarkan
program partai atau kesesuaian aspirasi di atas cukup mengejutkan. Ini berarti,
responden yang diteliti lebih mendasarkan pertimbangan rasional dibanding
pertimbangan-pertimbangan sosiologis dan psikologis. Di Amerika Serikat saja,
negara yang cukup maju tingkat demokratisasinya dan sangat modern kehidupan
masyarakatnya, jumlah pemilih yang menentukan pilihan partai berdasarkan
pertimbangan program tidak sebesar persentase di atas. Meskipun sumbangan
48
variabel program dan isu-isu politik di Amerika Serikat cenderung mengalami
kenaikan dari Pemilu ke Pemilu, namun sumbangannya dalam mempengaruhi
pilihan pemilih masih di bawah variabel identifikasi partai (faktor psikologis).
Bagi cabup/capres, data di atas sebenarnya merupakan tantangan, untuk
menampilkan program yang sesuai dengan aspirasi masyarakat. Itu berarti,
cabup dituntut untuk merespon persoalan-persoalan sosial politik yang sedang
berkembang di masyarakat, sekaligus mampu menawarkan program solutif atas
O
SO
persoalan-persoalan tersebut. Artinya, cabup perlu mengidentifikasi persoalanpersoalan yang menjadi prioritas isu oleh masyarakat, kemudian merumuskan
W
program-program alternatif sesuai dengan prioritas isu yang ada di masyarakat.
Persoalannya, bagaimanakah karakteristik pemilih yang menempatkan
O
program cabup/capres sebagai faktor yang paling diperhitungkan dalam
D
menentukan pilihan. Hasil penelitian menunjukkan beberapa kecenderungan
N
berikut:
BO
Pertama, para pemilih yang memilih cabup/capres berdasarkan
pertimbangan program partai lebih banyak berlatarbelakang jenis kelamin pria
U
dibanding wanita. Misalnya, 58 persen laki-laki yang menempatkan program
KP
cabup/capres sebagai dasar pertimbangan memilih cabup/capres, 67,4 persen
diantaranya mengaku menggunakan program cabup sebagai dasar pertimbangan
memilih cabup. Sementara itu, dari 41,9 persen laki-laki yang menempatkan
ID
program cabup sebagai dasar pertimbangan memilih cabup, hanya 63 persen
PP
diantaranya mengaku menggunakan program cabup sebagai dasar pertimbangan
memilih cabup. Data ini setidaknya menguatkan dugaan banyak orang, bahwa
laki-laki lebih rasional dalam menentukan pilihan --termasuk pilihan politiknya-dibanding wanita yang lebih menonjolkan unsur emosional.
Kedua,
para
pemilih
yang
memilih
cabup/capres
berdasarkan
pertimbangan program lebih banyak berasal dari responden yang berpendidikan
perguruan tinggi dibanding responden yang hanya menempuh pendidikan di
bawahnya. Misalnya, lebih dari 80 persen responden yang menamatkan
49
pendidikan perguruan tinggi sangat mempertimbangkan program cabup sebagai
dasar penentukan pilihan politik, sementara hal yang sama hanya diakui oleh 69
persen responden yang menamatkan pendidikan SLTA, 58 persen responden
yang menamatkan pendidikan SLTP dan 47 persen responden yang hanya
menamatkan pendidikan SD atau SD tidak tamat. Data semacam ini sebenarnya
mudah dipahami. Sebab, semakin tinggi pendidikan ada kecenderungan semakin
terbekali dan terbiasa menggunakan piranti-piranti rasional dalam menganalisis
O
SO
suatu persoalan.
Ketiga, para pemilih yang berumur di bawah 30 tahun tampaknya lebih
menempatkan variabel program
sebagai pertimbangan menentukan pilihan
W
cabup dibanding pemilih yang berumur di atas 30 tahun. Responden yang
O
berumur 20-29 tahun misalnya, hampir 68 persen diantaranya menggunakan
D
variabel program sebagai dasar pertimbangan memilih cabup. Bahkan, untuk
N
pemilih yang berumur di bawah 20 tahun, jumlahnya hampir mencapai 76
BO
persen. Sebaliknya, pemilih yang bermur di atas 50 tahun hanya 61 persen yang
menggunakan program sebagai pertimbangan memilih cabup, sementara untuk
pemilih yang merumur 40-49 tahun jumlahnya sekitar 65 persen. Sekali lagi, data
U
ini menunjukkan bahwa pemilih muda lebih banyak menggunakan pertimbangan
KP
rasional ketimbang pemilih tua.
Faktor keempat yang menjadi pertimbangan pemilih untuk mendukung
ID
cabup/capres adalah isu-isu yang diangkat kandidat. Yang dimaksud isu disini
PP
adalah persoalan-persoalan yang dirasakan oleh masyarakat dan menjadi
perhatian mereka. Dalam studi voting behavior, variabel isu ini biasanya sering
bertumpang tindih dengan program. Artinya, kandidat harus mengangkat isu-isu
yang menjadi perhatian masyarakat, kemudian menawarkan program-program
alternatif untuk mengatasi isu-isu tersebut dalam suatu kebijakan.
Sementara itu, factor kelima yang menjadi pertimbangan pemilih untuk
memilih cabup adalah jurkam yang dilibatkan dalam proses kampanye. Untuk itu,
cabup perlu melibatkan tokoh-tokoh yang berpengaruh untuk menarik massa.
Jurkam-jurkam yang dilibatkan memang tidak harus banyak. Faktor keenam yang
50
menjadi pertimbangan memilih cabup adalah fatwa ulama. Jumlah responden
yang memilih ini memang tidak besar. Namun, perlu mendapat perhatian.
Artinya, ada 12 persen pemilih yang posisinya masih sangat labil, yang pilihan
politiknya bisa diombang-ambingkan oleh para ulama.
O
SO
4.2.8 Figur Ideal Cabup/Capres
Dalam uraian-uraian sebelumnya diketahui bahwa pertimbangan utama
pemilih dalam memilih cabup/capres adalah kualitas calon, bahkan variabel
W
ketokohan juga menempati urutan ketiga dibawah program. Pertanyaannya
O
adalah, figure atau tokoh macam apakah yang dikehendaki oleh pemilih
tersebut, apakah tokoh yang berasal dari kalangan partai atau independen?
D
Apakah tokoh dari kalangan pemerintahan atau di dari luar pemerintahan?
BO
oleh pemilih Bondowoso.
N
Pendek kata, dari latarbelakang macam apakah tokoh cabup yang dianggap ideal
Pemahaman semacam ini penting baik bagi partai politik maupun cabup,
U
untuk menawarkan tokoh macam apa yang perlu ditampilkan oleh partai politik
KP
sebagai cabup dalam pilkada. Termasuk, untuk mendekati tokoh-tokoh macam
apa yang perlu dirangkul agar bisa menjadi daya tarik bagi pemilih. Dalam situasi
ID
politik yang serba tidak menentu seperti sekarang ini, dalam situasi dimana
masyarakat masih banyak yang kebingungan dalam menentukan pilihan
PP
politiknya, peranan tokoh, baik di pusat maupun di daerah, sangat menentukan
dalam memberikan informasi, bimbingan, dan pengarahan terhadap pilihan
politik masyarakat. Dalam suatu kehidupan sosial, apa yang disebut tokoh ini
seringkali jumlahnya sangat terbatas, dan masing- masing kelompok seringkali
mempunyai kriteria tersendiri tentang seorang tokoh. Fakta semacam ini
sebenarnya merupakan hukum alam, bahwa dalam kehidupan masyarakat
biasanya hanya ada sebagian kecil orang yang ditokohkan, disegani, diikuti,
bahkan dituruti perintah-perintahnya.
51
Pengalaman menunjukkan, tipologi atau karakteristik suatu masyarakat
biasanya mempunyai persepsi sendiri-sendiri tentang tokoh yang diidolakan.
Masyarakat yang bertipologi sub kultur Madura, mungkin lebih menokohkan kiai
dibandingkan masyarakat yang bersub kultur Arek misalnya. Oleh karena itu,
karakteristik sosial ekonomi seseorang biasanya mempengaruhi penilaian
terhadap seorang tokoh. Namun, memang, dalam kehidupan politik sehari-hari,
ada fenomena seorang tokoh yang ketokohan dan popularitasnya melintasi
O
SO
batas-batas wilayah geografis dan sub kultur, bahkan melintasi batas partai
politik dan kultur. Tokoh semacam ini biasanya mempunyai kualitas pribadi yang
lengkap dan mumpuni, baik ditinjau dari latarbelakang pendidikan, kemampuan
W
akademis, managemen, tingkat toleransi, dan semacamnya.
O
Ada beberapa kriteria yang biasanya dipergunakan untuk menilai
D
ketokohan seseorang. Seorang yang berlatarbelakang pendidikan cukup
N
memadai mungkin lebih menokohkan seseorang yang mempunyai kemampuan
BO
akademis dan managerial cukup baik. Sebaliknya, seorang yang kurang
berpendidikan mungkin lebih menokohkan seseorang yang mempunyai
popularitas. Atau, seorang yang bertempat tinggal di wilayah pinggiran
U
Kabupaten dan taat beribadah mungkin lebih menokohkan seseorang yang
KP
menguasai dibidang ilmu agama. Pendek kata, begitu banyak parameter yang
dapat dipergunakan untuk mengukur ketokohan seseorang, seperti tingkat
ID
intelektualitas, keagamaannya, pengalamannya, dan sebagainya.
Bupati Bondowoso lima tahun ke depan,
PP
Untuk mengukur figure
beberapa criteria tersebut ditanyakan kepada para pemilih. Jawabannya,
sebagian besar pemilih menghendaki calon Bupati Surabay mempunyai
latarbelakang atau pengalaman di bidang pemerintahan. Lihat table berikut.
52
Kriteria Figur Cabup/Capres yang Paling Diidealkan Pemilih
Persentasi
16,6
5,0
1,2
72,4
3,0
1,7
O
SO
Kriteria
1. Pendidikan tinggi
2. Tokoh agama
3. Pengusaha
4. Pengalaman
5. Tokoh partai
6. Perempuan
Data di atas menunjukkan bahwa figure Bupati/capres yang paling
diidealkan oleh pemilih adalah yang memiliki pengalaman di bidang
Hampir
separuh
responden
mengaku
W
pemerintahan.
menggunakan
O
pertimbangan pengalaman di bidang pemerintahan sebagai dasar memilih
cabup. Data ini tentu sangat menguntungkan bagi cabup/capres yang
D
mempunyai latarbelakang di bidang pemerintahan, seperti
SBY, JOKOWI
N
maupun Amin Said Husni. Oleh karena itu, tidak heran ketiga tokoh ini mendapat
BO
dukungan yang sangat signifikan dari pemilih.
Persoalannya, bagaimanakah latarbelakang sosial ekonomi responden
U
yang menilai figure ideal Bupati adalah pengalaman dibidang pemerintahan?
KP
Hasil penelitian menunjukkan, pertama, sebagian besar responden yang menilai
kriteria figure cabup dari aspek pengalaman dibidang pemerintahan tergolong
ID
berusia dewasa. Untuk responden yang berumur 40-49 tahun misalnya, sekitar
60 persen yang mengunakan variabel pengalaman dibidang pemerintahan
PP
sebagai pertimbangan memilih cabup. Sementara, hal yang sama hanya diakui
sekitar 45 persen responden yang berumur 30-39 tahun, 41 persen responden
berumur 20-29 tahun dan dibawah 20 tahun.
Kedua, sebagian besar responden yang menilai kriteria figure cabup dari
aspek pengalaman dibidang pemerintahan berlatarbelakang perempuan
ketimbang laki-laki. Lebih dari 50 persen responden perempuan mengaku
mengidealkan cabup yang memiliki pengalaman dibidang pemerintahan.
Sementara itu, hal yang sama hanya diakui oleh 48 persen pemilih laki-laki. Data
53
ini menunjukkan bahwa kaum peremuan umumnya lebih konservatif disbanding
kaum pria, sehingga merasa lebih aman jika pemerintahan Kabupaten
Bondowoso dipegang oleh orang yang berpengalaman ketimbang pendatang
baru. Data ini setidaknya penting bagi cabup, untuk memanfaatkan posisinya
sebagai incumbent terutama jika berhadapan dengan pemilih perempuan.
Ketiga, pemilih yang menilai pengalaman dibidang pemerintahan sebagai
criteria ideal seorang cabup umumnya berlatarbelakang pendidikan SLTA ke
O
SO
bawah. Untuk responden yang berpendidikan SLTA misalnya, 45 persen
menunjuk pengalaman di bidang pemerintahan merupakan criteria paling
dibutuhkan bagi seorang cabup. Persentase ini semakin meningkat untuk
W
responden yang berpendidikan SLTP sebesar 59 persen, SD sebesar 63 persen
O
dan tidak sekolah sebesar 50 persen. Sementara itu, untuk responden yang
D
berlatarbelakang pendidikan perguruan tinggi hanya 37 persen yang
N
menempatkan pengalaman dibidang pemerintahan sebagai criteria utama. Tentu
BO
saja, data semacam ini sangat menguntungkan bagi calon incumbent, sebab
sebagian besar pemilih justru berasal dari tingkat pendidikan SLTA ke bawah.
Kriteria kedua yang dibutuhkan dari seorang figure cabup Bondowoso
U
adalah berlatarbelakang berpendidikan tinggi. Hampir 41 persen pemilih
KP
menghendaki figure cabup berlatarbelakang atau memiliki pendidikan cukup
memadai. Kriteria ini tentu sangat menguntungkan Amin said Husni atau
ID
wakilnya
PP
Kedua, untuk latarbelakang pendidikan tinggi, sebagian besar responden
yang menilai kriteria figure cabup dari aspek latarbelakang pendidikan tinggi
berjenis kelamin laki-laki ketimbang perempuan. Lebih dari 41 persen responden
laki-laki mengaku mengidealkan cabup yang memiliki latarbelakang pendidikan
tinggi. Sementara itu, hal yang sama hanya diakui oleh 40 persen pemilih lakilaki. Hanya saja, karena perbedaannya tidak terlalu signifikan, maka data ini
tampaknya bisa diabaikan untuk ditindaklanjuti secara serius.
54
Ketiga, pemilih yang menilai latarbelakang pendidikan tinggi sebagai
criteria ideal seorang cabup umumnya berlatarbelakang pendidikan SLTA ke
atas. Untuk responden yang berpendidikan SLTA misalnya, 45 persen menunjuk
latarbelakang pendidikan tinggi merupakan criteria paling dibutuhkan bagi
seorang cabup. Persentase ini semakin meningkat untuk responden yang
berpendidikan perguruan tinggi, yaitu hampir 54 persen responden. Sementara
itu, untuk responden yang berlatarbelakang pendidikan SLTP hanya 30 persen
O
SO
dan yang berpendidikan SD sekitar 28 persen yang menempatkan latarbelakang
pendidikan tinggi sebagai criteria utama. Data ini setidaknya bisa dimanfaatkan
untuk mendekati pemilih yang berpendidikan tinggi.
W
Kriteria ketiga yang dibutuhkan dari seorang figure cabup Bondowoso
O
adalah berlatarbelakang tokoh agama. Sayangnya, criteria latarbelakang tokoh
D
agama ini disebut oleh sedikit pemilih. Hanya 6,9 persen pemilih yang
N
menghendaki figure cabup berlatarbelakang dari tokoh agama. Sebagai pemilih
BO
yang tinggal di perKabupatenan, sedikitnya jumlah pemilih yang menghendaki
cabup dari tokoh agama ini bisa dipahami. Sebab, para pemilih perKabupatenan
umumnya lebih mendasarkan pada pertimbangan rasional dan kapabilitas
U
pribadi sang calon ketimbang ikatan-ikatan primordian yang disandang sang
KP
calon.
Persoalannya, bagaimanakah latarbelakang sosial ekonomi responden
ID
yang menilai figure ideal Bupati adalah berlatarbelakang tokoh agama? Hasil
PP
penelitian menunjukkan, pertama, para pemilih yang menilai pentingnya cabup
dari tokoh agama umumnya berlatarbelakang usia dewasa. Responden yang
berumur di atas 50 tahun misalnya, hampir 11 persen yang menghendaki cabup
dari tokoh agama. Jumlah ini kemudian menurun untuk responden yang berumur
40-49 tahun sebesar 7,4 persen, berumur 30-39 tahun sebesar 6,2 persen,
berumur 20-29 tahun dan di bawah 20 tahin sebesar 5 persen.
Kedua, sebagian besar responden yang menilai kriteria figure cabup dari
tokoh agama berjenis kelamin laki-laki ketimbang perempuan. Lebih dari 8
persen responden laki-laki mengaku mengidealkan cabup yang berasal dari tokoh
55
agama. Sementara itu, hal yang sama hanya diakui oleh 5 persen pemilih lakilaki. Hanya saja, seperti pada criteria sebelumnya, karena perbedaannya tidak
terlalu signifikan maka data ini tampaknya bisa diabaikan untuk ditindaklanjuti
secara serius.
Ketiga, pemilih yang menilai latarbelakang tokoh agama sebagai criteria
ideal seorang cabup umumnya berlatarbelakang pendidikan SLTP ke bawah.
Untuk responden yang berpendidikan SLTP misalnya, sekitar 8 persen menunjuk
O
SO
latarbelakang tokoh agama merupakan criteria paling dibutuhkan bagi seorang
cabup. Persentase ini semakin meningkat untuk responden yang berpendidikan
perguruan SD sebesar 9 persen dan tidak sekolah sebesar 25 persen responden.
W
Sementara itu, untuk responden yang berlatarbelakang pendidikan SLTA hanya 5
O
persen dan yang berpendidikan SD sekitar 4 persen yang menempatkan
PP
ID
KP
U
BO
N
D
latarbelakang pendidikan tinggi sebagai criteria utama.
56
4.3.
KAJIAN FAKTOR SOSIOLOGIS PERILAKU MEMILIH
4.3.1 DAPIL & PERILAKU MEMILIH
Pada pemilihan bupati Bondowoso 2013, pemilihan partai & Caleg 2014,
serta pemilihan presiden 2014, penyebaran suara perdapil tampak seperti bagan
di bawah:
O
SO
90
80
70
Mustawiyanto - Abdul
Manan (MUNA)
60
50
W
Amien Said Husni - Salwa
Arifin Jaya (Aswaja)
40
O
30
D
20
Dapil II
Dapil III
Dapil IV
BO
Dapil I
N
10
0
Golput
Dapil V
Bagan di atas menunjukkan juga bahwa pemilih yang golput sebagian
KP
sebanyak 12 persen.
PP
30
ID
40
35
U
besar berada di dapil II yaitu sebanyak 19 persen, kemudian disusul Dapil V
25
Dapil I
20
Dapil II
15
Dapil III
10
Dapil IV
Dapil V
5
0
57
60
50
40
Prabowo-Hatta
30
Jokowi-JK
GOLPUT
10
Dapil I
Dapil II
Dapil III
Dapil IV
Dapil V
W
0
O
SO
20
4.3.2 UMUR & PERILAKU MEMILIH
O
Perilaku memilih bupati berdasarkan umur, tampak bahwa pemilih amien
D
Husni-Salwa lebih banyak disukung oleh kelompok umur 40-49 Tahun yaitu
N
sebanyak 78 persen, kemudian disusul umur 30-39 persen sebanyak 76 persen,
BO
sedangkan umur < 20 tahun (pemilih pemulah) hanya 33 persen. Hal berbeda
pada pasangan cabup Mustawiyanto-Abdul Manan, sebagian besar pemilihnya
U
ternyata pada kelompok umur < 20 tahun sebanyak 66 persen, dan paling sedikit
KP
didukung dari kelompok umur > 50 tahun sebanyak 8 persen. Data di bawah
menunjukkan bahwa umur sangat berpengaruh terhadap pilihan pemilih.
ID
80
PP
70
60
Mustawiyanto - Abdul
Manan (MUNA)
50
40
Amien Said Husni - Salwa
Arifin Jaya (Aswaja)
30
Golput
20
10
0
< 20
tahun
20-29
tahun
30-39
tahun
40-49
tahun
58
> 50
tahun
60
50
40
< 20 tahun
20-29 tahun
30
30-39 tahun
20
40-49 tahun
10
O
SO
> 50 tahun
W
0
Untuk pemilih pemula (< 20 tahun), sebagian besar pada pemilihan
O
presiden 2014 adalah memilih pasangan Prabowo-Hatta sebanyak 47 persen,
D
kemudian dibawahnya kelompok umur 20-29 tahun sebanyak 54 persen dan
N
terkecil pendukung Prabowo-Hatta pada kelompok umur 30-39 tahun sebanyak
BO
37 persen.
70
U
60
KP
50
40
Prabowo-Hatta
Jokowi-JK
ID
30
GOLPUT
PP
20
10
0
< 20 tahun
20-29
tahun
30-39
tahun
40-49
tahun
59
> 50 tahun
4.3.3 JENIS KELAMIN & PERILAKU MEMILIH
80
70
60
50
Laki-laki
30
Perempuan
20
10
Mustawiyanto Abdul Manan
(MUNA)
Amien Said Husni Salwa Arifin Jaya
(Aswaja)
Golput
W
0
O
SO
40
O
Berdasarkan jenis kelamin, sebagian besar pemilih pasangan Amies said
D
Husni – Salwa Arifin Jaya adalah berjenis kelamin laki-laki sebanyak 77 persen,
N
sedangkan pemilih pasangan Mustawiyanto – Abdul Manan sebagian besar
BO
pemilihnya adalah perempuan sebanyak 17 persen.
40
U
35
KP
30
25
15
Perempuan
PP
10
Laki-laki
ID
20
5
0
60
60
50
40
Laki-laki
30
Perempuan
10
Prabowo-Hatta
Jokowi-JK
GOLPUT
W
0
O
SO
20
4.3.4 PENDIDIKAN & PERILAKU MEMILIH
O
Berdasarkan pendidikan, sebagian besar pemilih pasangan Amies said
D
Husni – Salwa Arifin Jaya adalah berpendidikan SLTP sebanyak 78 persen,
N
sedangkan pemilih pasangan Mustawiyanto – Abdul Manan sebagian besar
BO
pemilihnya adalah berpendidikan tidak sekolah sebanyak 30 persen.
90
U
80
KP
70
60
50
Mustawiyanto - Abdul
Manan (MUNA)
Amien Said Husni - Salwa
Arifin Jaya (Aswaja)
ID
40
30
Golput
PP
20
10
0
Tidak
SD dan SLTP dan SLTA dan PT dan
Sekolah sederajat sederajat sederajat sederajat
61
70
60
50
Tidak Sekolah
40
SD dan sederajat
30
SLTP dan sederajat
SLTA dan sederajat
10
PT dan sederajat
O
SO
20
W
0
Untuk pemilih yang berpendidikan SD ke bawah, sebagian besar pada
O
pemilihan presiden 2014 adalah memilih pasangan Prabowo-Hatta sebanyak 57
D
persen, kemudian dibawahnya berpendidikan PT sebanyak 44 persen dan
N
terkecil pendukung Prabowo-Hatta berpendidikan SLTP sebanyak 34 persen.
BO
Sedangkan pemilih pasangan Jokowi-JK pemilihnya sebagian besar adalah
70
60
KP
U
berpendidikan SLTP dan SLTA.
ID
50
Prabowo-Hatta
30
Jokowi-JK
PP
40
GOLPUT
20
10
0
Tidak
Sekolah
SD dan
sederajat
SLTP dan
sederajat
SLTA dan
sederajat
62
PT dan
sederajat
4.3.5 PEKERJAAN & PERILAKU MEMILIH BUPATI
90
80
70
60
50
40
30
20
10
0
Mustawiyanto - Abdul
Manan (MUNA)
Amien Said Husni - Salwa
Arifin Jaya (Aswaja)
W
O
SO
Golput
O
Berdasarkan pekerjaan, sebagian besar pemilih pasangan Amies said
D
Husni – Salwa Arifin Jaya adalah bekerja sebagai pengusaha, karyawan swasta
N
dan petani, sedangkan pemilih pasangan Mustawiyanto – Abdul Manan sebagian
BO
besar pemilihnya adalah bekerja di sector informal.
60
U
50
Pedagang
Karyawan Swasta
Petani
Sektor Informal
PP
10
Pengusaha
ID
30
20
Pegawai Negeri Sipil
KP
40
Lain-lain
0
63
90
80
70
60
50
40
30
20
10
0
Prabowo-Hatta
Jokowi-JK
O
KAJIAN FAKTOR PSIKOLOGIS (SIKAP) PERILAKU MEMILIH
D
4.4.
W
O
SO
GOLPUT
N
Berdasarkan faktor psikologis yang mempengaruhi perilaku memilih
BO
masyarakat Bondowoso, yang dilihat berdasarkan sikap suka dan tidak suka
terhadap bupati yang dipilih, sebagian besar pemilih pasangan Amies said Husni
– Salwa Arifin Jaya adalah bersikap suka sebanyak 76 persen, sedangkan pemilih
U
pasangan Mustawiyanto – Abdul Manan sebagian besar pemilihnya adalah
KP
bersikap suka sebanyak 16 persen. Jika dilihat data di atas, menjelaskan bahwa
masyarakat lebih suka terhadap pasangan said Husni – Salwa Arifin Jaya
PP
ID
dibandingkan pasangan Mustawiyanto – Abdul Manan.
64
80
70
60
50
40
suka
30
Tidak
20
0
Amien Said Husni Salwa Arifin Jaya
(Aswaja)
Golput
O
W
Mustawiyanto Abdul Manan
(MUNA)
O
SO
10
D
35
N
30
25
BO
20
15
Tidak
U
10
suka
KP
5
ID
0
PP
Untuk
pilihan
presiden,
pasangan
Prabowo-Hatta
lebih
disukai
masyarakat Bondowoso (58 persen) dibandingkan pasangan Jokowi-JK (hanya 34
persen). Ini menunjukkan bahwa factor psikologis sangat berpengaruh terhadap
pilihan presiden di Kabupaten Bondowoso.
65
60
50
40
suka
30
Tidak
20
0
GOLPUT
W
Jokowi-JK
N
4.5.1 PROGRAM & PERILAKU MEMILIH
O
KAJIAN FAKTOR RASIONALITAS PERILAKU MEMILIH
D
4.5.
Prabowo-Hatta
O
SO
10
Berdasarkan faktor rasionalitas yang mempengaruhi perilaku memilih
BO
masyarakat Bondowoso, yang dilihat berdasarkan program yang diusung
terhadap bupati yang dipilih, sebagian besar pemilih pasangan Amies said Husni
U
– Salwa Arifin Jaya adalah memilih karena programnya sebanyak 75 persen,
KP
sedangkan pemilih pasangan Mustawiyanto – Abdul Manan sebagian besar
pemilihnya memilih berdasarkan programnya hanya sebanyak 10 persen. Jika
ID
dilihat data di atas, menjelaskan bahwa masyarakat lebih rasional memilih
berdasarkan program dari pasangan said Husni – Salwa Arifin Jaya dibandingkan
PP
program pasangan Mustawiyanto – Abdul Manan.
66
80
70
60
50
40
Program
30
Tidak
20
0
Amien Said Husni Salwa Arifin Jaya
(Aswaja)
Golput
O
W
Mustawiyanto Abdul Manan
(MUNA)
O
SO
10
D
35
N
30
BO
25
20
15
Tidak
U
10
program
KP
5
ID
0
PP
Untuk pilihan presiden, program pasangan Prabowo-Hatta lebih disukai
masyarakat Bondowoso (49 persen) dibandingkan program pasangan Jokowi-JK
(hanya 38 persen). Ini menunjukkan bahwa factor rasionalitas (program) sangat
berpengaruh terhadap pilihan presiden di Kabupaten Bondowoso.
67
60
50
40
program
30
Tidak
20
0
Jokowi-JK
W
Prabowo-Hatta
O
SO
10
D
O
4.5.2 ISU & PERILAKU MEMILIH
N
Berdasarkan faktor rasionalitas yang mempengaruhi perilaku memilih
masyarakat Bondowoso, yang dilihat berdasarkan isu yang diangkat yang diusung
BO
terhadap bupati yang dipilih, sebagian besar pemilih pasangan Amies said Husni
– Salwa Arifin Jaya adalah memilih karena isu yang diangkat sebanyak 72 persen,
U
sedangkan pemilih pasangan Mustawiyanto – Abdul Manan sebagian besar
KP
pemilihnya memilih berdasarkan programnya hanya sebanyak 11 persen. Jika
dilihat data di atas, menjelaskan bahwa masyarakat lebih rasional memilih
ID
berdasarkan isu yang diangkat dari pasangan said Husni – Salwa Arifin Jaya
PP
dibandingkan isu yang diangkat pasangan Mustawiyanto – Abdul Manan.
68
80
70
60
50
isu
40
Tidak
30
20
0
Amien Said Husni - Salwa
Arifin Jaya (Aswaja)
W
Mustawiyanto - Abdul Manan
(MUNA)
O
SO
10
O
35
D
30
N
25
BO
20
15
10
Tidak
U
5
isu
ID
KP
0
Untuk pilihan presiden, isu yang diangkat pasangan Prabowo-Hatta lebih
PP
disukai masyarakat Bondowoso (53 persen) dibandingkan isu yang diangkat
pasangan Jokowi-JK (hanya 36 persen). Ini menunjukkan bahwa faktor
rasionalitas (isu) sangat berpengaruh terhadap pilihan presiden di Kabupaten
Bondowoso.
69
60
50
40
isu
30
Tidak
10
0
W
Jokowi-JK
ISU – ISU UTAMA DI KABUPATEN BONDOWOSO
O
4.6.
Prabowo-Hatta
O
SO
20
D
Memahami isu-isu politik yang menjadi perhatian pemilih adalah wajib
hukumnya bagi calon legislative, calon presiden, maupun calon kepala daerah.
N
Sebab, hal itu bukan hanya memudahkan bagi Calon legislative, calon presiden,
BO
maupun calon kepala daerah (khususnya Jurkam) untuk mengangkat isu-isu
sesuai dengan perhatian pemilih, tetapi yang lebih penting lagi dapat digunakan
U
sebagai dasar untuk menawarkan program-program partai sesuai dengan
KP
aspirasi mereka. Untuk itu, calon legislative, calon presiden, maupun calon
kepala daerah harus memahami benar isu-isu apa yang sedang menjadi
ID
perhatian pemilih (sesuai dengan karakteristik sosial-ekonomi dan politiknya).
Sebab, antara satu pemilih dengan pemilih yang lain seringkali memberi
PP
perhatian yang tidak sama terhadap suatu isu.
Di banyak negara, posisi isu-isu politik sebagai pertimbangan memilih
kandidat
kontribusinya selalu mengalami peningkatan. Berbagai penelitian
voting behavior di Amerika Serikat misalnya, menunjukkan bahwa isu-isu politik
menjadi pertimbangan kedua setelah identifikasi partai. Berbagai jajak pendapat
menjelang pemilihan di Amerika Serikat dalam beberapa dekade belakangan juga
menunjukkan pola yang sama: bahwa keputusan pemilih selalu didasarkan pada
70
partisan loyalty, issue and policy concern, and candidate characteristics (Ginberg,
1990).
Untuk itu, khususnya pada masa-masa mendatang ketika pemilihan
kepala daerah dilakukan secara langsung, kemampuan calon legislative, calon
presiden, maupun calon kepala daerah mengangkat berbagai isu yang menjadi
perhatian pemilih sangat menentukan kemenangan calon tersebut dalam
Pilkada. Yang menjadi persoalan,
masing-masing kelompok masyarakat
O
SO
seringkali mempunyai perhatian yang tidak sama terhadap suatu isu. Ada
kelompok masyarakat yang lebih perhatian pada isu-isu domestik, sementara
kelompok lain lebih perhatian pada isu luar negeri. Dalam konteks semacam ini,
W
salah satu cara yang bisa dilakukan calon legislative, calon presiden, maupun
O
calon kepala daerah adalah mengajukan isu politik yang paling mudah dipahami
oleh segmen kelompok masyarakat tersebut, sesuai dengan tingkat pendidikan
D
dan kondisi sosial-ekonominya.
N
Setidaknya terdapat dua cara pandang untuk memahami isu-isu politik
BO
yang menjadi perhatian masyarakat (pemilih). Pertama, melihat isu-isu politik
sebagai sesuatu yang terpisah dengan posisi masyarakat (pemilih). Cara pandang
U
ini mengasumsikan bahwa isu-isu politik yang berkembang dalam masyarakat
KP
pada dasarnya dapat diamati dari berbagai persoalan yang ada pada masyarakat
tersebut. Cara pandang ini disebut sebagai kondisi obyektif isu-isu politik.
Dengan kata lain, tugas calon legislative, calon presiden, maupun calon kepala
ID
daerah adalah membentuk isu-isu politik yang mungkin sesuai dengan preferensi
PP
masyarakat atau para pemilih.
Kedua, melihat isu-isu politik dalam kaitannya dengan posisi masyarakat
(pemilih). Cara pandang ini mengasumsikan bahwa isu-isu politik pada dasarnya
bukanlah sesuatu yang terpisah dari masyarakat, tetapi selalu melekat dengan
masyarakatnya. Artinya, untuk memahami isu-isu politik yang ada tidak cukup
hanya mengamati persoalan- persoalan politik yang sedang berkembang, tetapi
harus dilihat bagaimana pandangan atau posisi masyarakat terhadap isu itu:
apakah mempunyai perhatian besar atau sebaliknya, apakah bersikap positip
71
atau negatip. Bisa jadi suatu persoalan politik tidak menjadi perhatian suatu
kelompok masyarakat, namun bagi kelompok masyarakat lain dianggap sebagai
isu penting yang perlu mendapat perhatian besar. Akibatnya, keberadaan isu
politik sangat subyektif sifatnya.
Yang dimaksud isu di sini adalah persoalan-
persoalan sosial, ekonomi, dan politik yang sedang menjadi perhatian dan
pembicaraan luas dikalangan responden.
O
SO
Preferensi Masyarakat terhadap Isu-Isu dan Program Pembangunan
Seperti sudah diungkap sebelumnya, preferensi masyarakat terhadap suatu isu
W
seringkali berbeda antara satu kelompok dengan kelompok lainnya, tergantung
O
pada berbagai hal, seperti karakteristik ekonomi, sosial dan politiknya. Yang
dimaksud isu di sini adalah persoalan-persoalan sosial politik yang sedang
D
menjadi perhatian dan pembicaraan luas dikalangan masyarakat.
N
Hasil penelitian menunjukkan, perhatian masyarakat terhadap isu
BO
ekonomi cukup besar, mulai masalah sembako (38,5 persen), kesempatan kerja
(16,1 persen), subsidi bagi golongan lemah (6,3 persen), rendahnya harga gabah
U
di waktu, tingginya harga pupuk di musim tanam, kemudahan kredit bagi
PP
ID
KP
golongan kecil, dan sebagainya.
72
Persoalan Paling Penting
Cumulative
Percent
16.1
20.3
12
3.1
3.1
23.4
16
4.2
4.2
27.6
18
24
148
4.7
6.3
38.5
4.7
6.3
38.5
32.3
38.5
77.1
10
22
8
2.6
5.7
2.1
4
1.0
2
2
.5
.5
O
SO
Valid Percent
16.1
4.2
79.7
85.4
87.5
1.0
88.5
.5
.5
89.1
89.6
6.3
6.3
95.8
6
4
6
1.6
1.0
1.6
1.6
1.0
1.6
97.4
98.4
100.0
384
100.0
100.0
O
D
24
W
2.6
5.7
2.1
N
Kesempatan Kerja
Harga Gabah
Harga Pupuk
Pendidikan (SPP, uang
gedung, dll)
Kemudahan Kredit
Subsidi Golongan Lemah
Harga Sembako
Penurunan Tarif Listrik
Pemberantasan KKN
Demokratisasi Politik
Penurunan Pajak,
Retribusi
Sengketa Tanah
Air Bersih, PDAM
Pembangunan Fisik
(jalan, sekolah, irigasi,
dll)
Kriminalitas
Kenakalan Remaja
Narkoba
Total
Percent
16.1
4.2
PP
ID
KP
U
BO
Valid
Frequency
62
16
73
BAB 5
PENUTUP
5.1 KESIMPULAN
1. Partisipasi politik warga Bondowoso memang tidak begitu besar, dari 384 responden,
O
SO
ketika ditanya apakah mereka ke depan hadir pada pemilihan bupati, partai maupun
presiden, hanya 77,3 persen yang menjawab hadir untuk mengikuti pilihan, sedangkan
22,7 persennya tidak hadir.
2. Model kampanye yang diharapkan masyarakat Bondowoso sebagian besar adalah
W
model kampanye dialogis, yaitu sebanyak 34,4 persen, disusul konfoi 30,7 persen,
O
dibawahnya sedikit adalah door to door sebanyak 24,5 persen dan pengerahan massa
D
hanyya 9,9 persen.
N
3. Media yang relevan digunakan untuk kampanye adalah TV sebasar 49 persen, disusul
BO
radio 16,1 persen, dan surat kabar 15,1 persen.
4. Pada saat kampanye, ternyata masyarakat tidak hanya menginginkan setiap partai,
cabup maupun capres menyampaikan visi, misi maupun program saja, tetapi sebagian
KP
ditampilkan hiburan.
U
besar responden 82,3 persen mengharapkan bahwa ketika kampanye perlu juga
5. Profesi jurkam yang paling banyak diinginkan oleh masyarakat adalah jurkam harus
ID
seorang kiai sebesar 37 persen, kemudiaan disusul tokoh pemerintah (seperti bupati,
wabup) sebasar 24,5 persen, dan kemudian seorang cendekiawan (dosen,guru, ustad)
PP
sebesar 13 persen.
6. Faktor sosilologis, seperti tempat tinggal, umur, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan
dan organisasi kemasyarakatan sangat berpengaruh terhadap perilaku memilih di
Kabupaten Bondowoso.
7. Faktor psikologis, seperti kedekatan terhadap calon ataupun partai politik, sikap suka
terhadap seorang calon presiden, calon legislative maupun calon bupati sangat
berpengaruh terhadap perilaku memilih masyarakat Bondowoso.
74
8. Faktor rasionalitas, seperti visi, misi, program maupun isu yang diangkat oleh partai,
calon persiden, calon bupati, bahkan mengenai rasionalitas material (uang dan materi)
sangat berpengaruh terhadap perilaku memilih masyarakat Bondowoso.
5.2 REKOMENDASI
O
SO
1. Untuk meningkatkan partisipasi masyarakat Bondowoso dalam mengikuti pemilu, maka
penyelenggara pemilu harus lebih meningkatkan lagi informasi mengenai pentingnya
pemilu bagi masyarakat umum, mengingat sebagian besar ketidakhadiran mereka
disebabkan oleh ketidakpedulian mereka bahwa pemilu akan merubah keaadaan
W
mereka.
O
2. Sebaiknya model kampanye yang dikembangkan adalah model kampanye dialogis
D
melalui pertemuan-pertemuan di tingkat RT/RW/desa dan mendatangi masyarakat
N
langsung melalui door to door.
BO
3. Ke depan, sebaiknya media kampanye yang paling relevan untuk dikembangkan adalah
melalui media TV, radio, baliho/panflet, baru melalui surat kabar.
4. Agar informasi mengenai pemilu didatangi oleh banyak masyarakat, maka ketika
U
penyampaian informasi mengenai kepemiluan lebih baik dibarengi juga dengan hiburan,
KP
seperti hiburan elekton dangdut, tari, maupun hiburan yang lain.
5. Kedepan, jurkam sebaiknya berlatarbelakang tokoh agama, tokoh ormas, tokoh partai
ID
dan pendidik (guru, dosen) sehingga informasi, program yang disampaikan bisa didengar
PP
dan diyakini oleh masyarakat Bondowoso.
75
Pewawancara:
NO:
Kuesioner Penelitian
PENELITIAN TENTANG PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PEMILU
O
SO
Pengantar
Kami adalah tim peneliti dari Lembaga Penelitian Universitas Jember, bermaksud
mengadakan penelitian tentang “Partisipasi Masyarakat Bondowoso dalam Pemilu“.
Untuk keperluan tersebut kami mohon Bapak/Ibu/Saudara bersedia memberi beberapa informasi
yang kami perlukan. Informasi tersebut nantinya kami olah secara bersama-sama yang kemudian
akan disusun dalam sebuah laporan penelitian. Kami akan menjaga identitas dan kerahasiaan
informasi yang Bapak/Ibu/Saudara berikan.
Atas kesediaan dan perhatiannya kami mengucapkan terima kasih.
A. KARAKTERISTIK RESPONDEN
Tempat tinggal kabupaten/kota?1. situbondo
2.
Kecamatan ?
7. Jambesari
10. Pakem
2. Bondowoso
5. Curahdami
8. Klabang
11. Prajekan
3. Botolingo
6. Grujukan
9. Maesan
D
1. DAPIL I
4. DAPIL IV
7. DAPIL VII
2. DAPIL II
5. DAPIL V
3. DAPIL III
6. DAPIL VI
8. DAPIL VIII
11. DAPIL XI
9. DAPIL IX
12. DAPIL XII
Administrasi Tempat tinggal kabupaten/kota:
1. Kota
(jika menjawab 2, langsung ke soal no. 6)
KP
Jika di kota, dimana Bpk/Ibu/Sdr tinggal?
1. Pusat kota
PP
3.(
)
14. Sukosari
15. Sumberwringin
)
)
2. Pinggiran kota
Lokasi tempat tinggal:
1. Pedalaman
Jenis kelamin responden:
1. Pria
)
5.(
7.
9.
2.(
13. sempol
2. Kabupaten
Jika tinggal di daerah kabupaten, dimana Bpk/Ibu/Sdr tinggal?
1. Di dalam kota kabupaten
2. Di luar kota (pedesaan)
Berapa Umur Bpk/Ibu/Sdr ?
1. < 20 tahun
3. 30-39 tahun
5. > 50 tahun
)
4.(
6.
8.
1.(
10. DAPIL X
ID
5.
12.Pujer
N
Daerah Pemilihan (DAPIL) Kabupaten/Kota?
O
4. Cermee
U
4.
3. Banyuwangi
1. Binakal
BO
3.
2. Bondowoso
W
1.
6.(
)
7.(
)
8.(
)
9.(
)
2. Pantai
2. 20-29 tahun
4. 40-49 tahun
2. Wanita
LAMPIRAN 1- 1 -
B.
KARAKTERISTIK SOSIAL, EKONOMI, DAN POLITIK RESPONDEN
1.
Apakah pendidikan terakhir Bpk/Ibu/Sdr ?
1. Tidak sekolah
3. SLTP dan sederajat
5. P T dan sederajat
)
11.(
)
12.(
)
13.(
)
2. Kristen
4. Budha
6. lain-lain, sebutkan……………
Apakah pekerjaan Bpk/Ibu/Sdr ?
1. Pegawai negeri sipil
3. Pengusaha
5. Karyawan swasta
7. Sektor informal
O
SO
3.
Apakah Agama Bpk/Ibu/Sdr anut ?
1. Islam
3. Katolik
5. Hindu
2. TNI-POLRI
4. Pedagang
6. Petani
8. Lain-lain, sebutkan…………
W
2.
10.(
2. SD dan sederajat
4. SLTA dan sederajat
Apakah Bpk/Ibu/Sdr punya pekerjaan sampingan ?
1. Ya
2. Tidak
( jika tidak, langsung ke soal no. 6 )
5.
Jika ya, apakah pekerjaan sampingan Bpk/Ibu/Sdr ?
(pilih salah satu alternatif jawaban pada no. 9 )
1. Pegawai negeri sipil
2. TNI-POLRI
3. Pengusaha
4. Pedagang
5. Karyawan swasta
6. Petani
7. Sektor informal
8. Lain-lain, sebutkan…………
14.(
)
6.
Berapa penghasilan Bpk/Ibu/Sdr per bulan ?
1. < Rp. 500.000
3. Rp. 1.000.000 -< Rp. 1.500.000
5. > Rp. 2.000.000
15.(
)
KP
U
BO
N
D
O
4.
2. Rp. 500.000 -< Rp. 1.000.000
4. Rp. 1.500.000 -< Rp. 2.000.000
Saudara mengidentifikasi sebagai simpatisani organisasi sosial-keagamaan apa ?
1. NU atau di bawah naungan NU
2. Muhammadiyah atau di bawah naungan Muhammadiyah
3. Ormas Islam lain
4. Gereja
4. Tdk mengidentifikasi
6. Lain-lain, sebutkan………
26.( )
8.
Pada pemilihan bupati 2013, siapa yang saudara pilih ?
1. Mustawiyanto - Abdul Manan (MUNA)
2. Amien Said Husni - Salwa Arifin Jaya (Aswaja)
3. Golput
27.( )
PP
ID
7.
LAMPIRAN 1- 2 -
9.
Jika Golput, alasan saudara golput?
1. Apatis: Tidak peduli dg pemilu
2. Tidak ada partai yang cocok
3. Ekonomi: Bekerja
4. Teknis: tidak terdaftar
28 .( )
5. Ideologi: tdk sistem islam
6. Idealis: pemilu tdk merubah keadaan
7. Material: Tidak ada yg memberi uang
8. Lain-lain, sebutkan….
10. Pada pemilu 2014,Bapak/Ibu/saudara akan memilih partai apa ?
1. PDI-P
3. PKB
5. PAN
7.PD
9. Hanura
2. Golkar
4. PPP
6. PKS
8. PBB 10.Gerindra
11. Nasdem
12. PKPI
13. tidak memilih/golput
29.( )
30.( )
O
SO
11. Jika pemilu dilaksanakan sekarang, Bapak/Ibu/saudara akan memilih partai apa ?
1. Apatis: Tidak peduli dg pemilu
5. Ideologi: tdk sistem islam
2. Tidak ada partai yang cocok
6. Idealis: pemilu tdk merubah keadaan
3. Ekonomi: Bekerja
7. Material: Tidak ada yg memberi uang
4. Teknis: tidak terdaftar
8. Lain-lain, sebutkan….
Tidak (2)
W
12. Apa pertimbangan Bapak/Ibu/Saudara mendukung/memilih partai di atas ?
Pertimbangan
Ya (1)
1. Agama
2. Fatwa Ulama
3. Pimpinan/tokoh partainya
4. Caleg yang ditampilkan
5. Isu yang diangkat
6. Program yang ditawarkan
7. Jurkam yang ditampilkan
8. Reformis
10. Ideologi partainya
11. Uang
12. kinerja partai
13. Jurkam
14. Calon yang diajukan
15. Kinerja ALEG
16. Lain-lain, sebutkan
KP
U
BO
N
D
O
31.(
32.(
33.(
34.(
35.(
36.(
37.(
38.(
39.(
40.(
41.(
42.(
43.(
44.(
45.(
)
)
)
)
)
)
)
)
)
)
)
)
)
)
)
ID
13. Diantara pertimbangan memilih di atas, pertimbangan apa yang paling mempengaruhi pilihan
saudara? (pilihan jawaban seperti no. 15)
46.( )
PP
14. Pada Pemilihan Presiden 2014, siapa yang anda pilih?
1. Prabowo-Hatta
2. Jokowi-JK
47.( )
3. Golput
15. Alasan golput, karena apa?
1.
2.
3.
4.
Apatis: Tidak peduli dg pemilu
Tidak ada partai yang cocok
Ekonomi: Bekerja
Teknis: tidak terdaftar
48.(
5. Ideologi: tdk sistem islam
6. Idealis: pemilu tdk merubah keadaan
7. Material: Tidak ada yg memberi uang
8. Lain-lain, sebutkan….
LAMPIRAN 1- 3 -
)
16. Jika anda dikasih uang atau materi oleh salah satu calon, bagaimana anda menyikapi dalam pemilihan
parta legislatif atau kepala daerah
49.( )
1. Menerima uang tersebut dan memilih yang memberi
2. Menerima uang tersebut tetapi tetap memilih berdasarkan hati nurani
3. menerima uang tersebut dan memilih calon yang memberi uang paling banyak
4. menolak menerima uang tersebut
17. Berapa besar uang yang anda harapkan dari calon dewan?
1. Rp. 5.000
3. > Rp. 10.000-Rp.15.000
2. > Rp.5.000.- Rp. 10.0000
4. > Rp. 15.000-Rp.20.000
50.( )
5. >Rp.20.000-Rp.25.000
6. > Rp. 25.000.
O
SO
18. Kapan waktu yang tepat untuk menerima bantuan uang dan saudara memilih sesuai dg pemberi uang?
1. Sblm kampanye
4. Hari H Pencoblosan
51.( )
2. Saat kampanye
3. Hari tenang
W
D. ISU—ISU POLITIK DAN ASPIRASI MASYARAKAT
1. Diantara persoalan-persoalan berikut, mana yang perlu ditangani oleh partai politik?
D
O
Ya (1)
PP
ID
KP
U
BO
N
Aspirasi
1. Kesempatan kerja/persoalan ketenagakerjaan
2. Perbaikan harga gabah
3. Mengatasi harga pupuk
4. Masalah pendidikan (SPP,beasiswa, uang gedung, dll)
5. Pemberian/kemudahan kredit
6. Pemberian subsidi gol. Lemah
7. Persoalan harga sembako
8. Penurunan tarif listrik
9. Penurunan tarif angkutan
10. Pemberantasan KKN
11. Profesionalisme birokrasi
12. Demokratisasi politik
13. Penurunan pajak, retribusi
14. Mengatasi sengketa tanah
15. Persoalan air bersih, PDAM, dll
16. Pembangunan fisik (jalan, sekolah, irigasi, dll)
17. Mengatasi kriminalitas
18. Mengatasi kenalan remaja
19. Mengatasi narkoba
20. Mengatasi konflik sospol
Tidak (2)
52.(
53.(
54.(
55.(
56.(
57.(
58.(
59.(
60.(
61.(
62.(
63.(
64.(
65.(
66.(
67.(
68.(
69.(
70.(
71.(
2. Diantara persoalan-persoalan di atas, mana yang menurut saudara paling penting untk segera ditangani?
72.( )
LAMPIRAN 1- 4 -
)
)
)
)
)
)
)
)
)
)
)
)
)
)
)
)
)
)
)
)
E.
PERILAKU PEMILIH
1. Model kampanye macam apa yang saudara sukai
1. Dialogis
2. Pengerahan massa
4. door to door
5.lain-lain,
73.( )
3.Konfoi
2. Model kampanye apa yang paling relevan untuk dialogis?
74.( )
1. dialog dengan tatap muka
2. Dialog memalui radio/TV
3. Dialog pertemuan kelompok
(RT/RW/Desa)
4. Dialog dg membawa bingkisan
5. Dialog dg membawa uang
6. Dialog
dengan membawa alar peraga (baliho, panflet)
75.( )
3.sarung
4. Tas
5. Topi
O
SO
3. Jenis bingkisan yang dikehendaki?
1. kaos
2. Jilbab/kerudung
6. sembako
7.lain-lain,
W
4. Model pengerahan massa apa yang paling relevan untuk konfoi?
76.( )
1. bawa kendaraan
2. Jalan
3. Konfoi sambil bagi brosur 4. Konfoi sambil membawa musik
O
5. Model kampanye apa yang paling relevan untuk door to door?
77.( )
1. bertemu dan perkenalan program
2. Tinggal dan menginap
3. Mendengarkan masalah dan
keluhan warga 4. Bertamu dan membawa oleh (sembako) 5. Bertamu dan membawa uang
78.( )
N
D
6. Media kampanye apa yang paling relevan untuk Pileg 2014?
1. TV
2. Radio
3. Surat kabar 4. Tatap muka
Sinetron
5. Berita
Film nasional
6. Olahraga
Film Luar negeri
7. Film Kartun
Musik
8. Reality Show
79.( )
9. Diskusi/debat
10. Seni/budaya
11. Lain2, sebutkan…….
U
1.
2.
3.
4.
BO
10. Acara apa yang paling bapak/ibu/sdr sukai di TV?
11. Untuk acara radio, acara apa yang paling bapak/ibu/sdr sukai?
80.( )
KP
5. Berita
6. Obrolan
7. Lain-lain, sebutkan.....
ID
1. Musik Pop
2. Musik Dangdut
3. Musik Keroncong
4. Musik Campursari
PP
16. Apakah anda suka kampanye dengan disertai hiburan?
1. Suka
2. Tidak suka
17. Jika suka, hiburan yang disukai?
1. Musik Dangdut
2. Musik Pop
5. Lawakan
6. Film (layar tancap)
3. Musik Qosidah
7. Ludruk/ketorprak
18. Latarbelakang profesi jurkam macam apa yang saudara sukai?
1. Kiai
2. Cendikiawan
3. Dai
5. Pengusaha
6. Bintang film
7. Penyanyi
LAMPIRAN 1- 5 -
81.( )
4.Wayang
8. campursari
82. ( )
9.dll…
4.Tokoh pemerintah
8. Pelawak 9.dll…
83. ( )
19. Dalam memilih partai, pertimbangan anda apakah calon legislatif yang diusung atau keberadaan partainya?
1. Caleg yang diusung
2. Keberadaan Partai
84.( )
20. Jika saudara menyukai caleg yang disung suatu partai, sedangkan anda tidak menyukai/belum peduli
dengan partai tersebut, apakah saudara tetap memilih caleg sesuai dengan partai tersebut atau akan pindah
partai lain?
85.(
)
1. tetap emilih caleg dg partainya
2. Tidak memilih caleg tersebut/memilih partai lain.
O
SO
21. Jika anda pendukung partai tertentu, sedangkan ada caleg yang tidak saudara senangi diusung oleh partai
tersebut, apah saudara tetap memilih partai tersebut atau pindah partai?
86.( )
1. tetap memilih partai dg caleg tersebut
3. Tetap memilih partai tsbt, tetapi memilih calon lain yang
ada
2. Tidak memilih memilih partai tersebut
22. Diantara nama-nama dibawah ini, siapa yang akan saudara pilih pada pilkada 2017?
Nama Caleg
8. Djanuarianto (PAN)
9. Buchori Mun’im (PPP)
10. Abd. Khodir Syam (NU)
11. Basuki Rohani (Muhammadiyah)
12. Sobri Wasil (ISNU)
13. lain-lain, sebutkan…
D
O
W
Nama Caleg
1. Salwa Arifin Jaya (Wakil Bupati)
2. Ahmad Dhafir (PKB)
3. Ketut Yudi (PKS)
4. Irwan Bachtiar (PDIP)
5. Supriyadi (Golkar)
6. Albani (Gerindra)
7. Soepatno (PD)
BO
N
IDENTITAS RESPONDEN
23. Nama Responden
: …………………………………………………………..…………….
24. Kecamatan
:………………………………………………………………..…………
25. Desa/kelurahan
: …………………………………………………………….………..…..
: ………………………………………………………………………….
CATATAN PENTING
:
PP
ID
KP
U
26. Alamat Responden
LAMPIRAN 1- 6 -
87.( )
O
SO
W
PP
ID
KP
U
BO
N
D
O
PERILAKU MEMILIH
MASYARAKAT BONDOWOSO
KPU BONDOWOSO

W
O
KP
PP
ID

U
BO

D

Mengapa seseorang melakukan tindakan politik tertentu
sementara yang lain tidak?
Mengapa orang memilih kepala daerah A, bukannya
kepala daerah B, C, atau D?
Mengapa pada kelompok masyarakat tertentu
cenderung mempunyai pilihan kepala daerah yang
hampir sama, sedangkan kelompok masyarakat lainnya
tidak?
Faktor--faktor apa saja yang mempengaruhi seseorang
Faktor
menentukan pilihan dalam suatu Pemilihan Kepala
Daerah?
Sederet pertanyaan senada masih akan muncul apabila
menganalisis perilaku memilih dalam suatu Pilkada.
N

O
SO
I. PERILAKU MEMILIH
W
O
D
N
BO
U
3.
KP
2.
PENGETAHUAN (POPULARITAS)
SIKAP (KESUKAAN/KEPANTASAN)
TINDAKAN (ELEKTABILITAS)
PP
ID
1.
O
SO
PERILAKU MEMILIH
PP
ID
KP
U
BO
N
D
O
2. Pendekatan Psikologis
3. Pendekatan Rasional
W
1. Pendekatan Sosiologis
O
SO
FAKTOR MEMPENGARUHI
PERILAKU MEMILIH
Karakteristik sosial (seperti pekerjaan
pekerjaan,,
penghasilan,, pendidikan dan
penghasilan
sebagainya).
sebagainya
).
karakteristik atau latarbelakang
sosiologis (seperti agama, wilayah
wilayah,, jenis
kelamin,, umur
kelamin
umur,, dan sebagainya
sebagainya))
BO
U
KP
PP
ID
b.
N
D
O
W
a.
O
SO
1. Pendekatan Sosiologis
pendekatan ini menggunakan dan
mengembangkan konsep psikologi -- terutama
konsep sosialisasi dan sikap-sikap-- untuk
menjelaskan perilaku memilih.
pendekatan psikologis menekankan pada tiga
aspek psikologis sebagai kajian utama, yaitu
ikatan emosional pada suatu partai politik (calon
kepala daerah), orientasi terhadap isuisu -isu dan
orientasi terhadap kandidat.
U
KP
PP
ID

BO
N
D
O
W

O
SO
2. Pendekatan Psikologis
perilaku politik masyarakat akan dapat bertindak secara
rasional,, yakni memberikan suara ke calon kepala
rasional
daerah yang dianggap mendatangkan keuntungan dan
kemaslakhatan yang sebesar
sebesar--besarnya dan menekan
kerugian atau kemudlaratan yang sekecil
sekecil--kecilnya
kecilnya..
Dengan begitu
begitu,, diasumsikan para pemilih mempunyai
kemampuan untuk menilai isu
isu--isu politik yang diajukan
diajukan..
Begitu juga mampu menilai calon (kandidat
kandidat)) yang
ditampilkan..
ditampilkan
Penilaian rasional terhadap isu politik atau kandidat ini
bisa didasarkan pada jabatan
jabatan,, informasi
informasi,, pribadi yang
populer karena prestasi dibidang masing
masing--masing seperti
seni,, olah raga, film, organisasi
seni
organisasi,, politik
politik,, dan
semacamnya
BO
PP
ID

KP
U

N
D
O
W

O
SO
3. Pendekatan Rasional
PP
ID
U
KP
O
SO
W
O
D
N
BO
TUJUAN KEGIATAN
O
SO
MENGKAJI PERILAKU MEMILIH
 MENGKAJI FAKTOR SOSIOLOGIS
PERILAKU MEMILIH
 MENGKAJI FAKTOR PSIKOLOGIS
PERILAKU MEMILIH
 MENGKAJI FAKTOR RASIONALITAS
PERILAKU MEMILIH
PP
ID
KP
U
BO
N
D
O
W

O
SO
W
O
D
PP
ID
KP
U
BO
N
KAJIAN PERILAKU MEMILIH
O
SO
N
D
O
W
TINGKAT PARTISIPASI MASYARAKAT
77,3
KP
U
BO
tidak hadir
0
PP
ID
22,7
hadir
10
20
30
40
50
60
70
80
0,5
24,5
O
SO
BO
Door to door
N
D
Lain-lain
O
W
MODEL KAMPANYE
Dialogis
0
PP
ID
9,9
Pengerahan Massa
5
30,7
KP
U
Konfoi
34,4
10
15
20
25
30
35
O
SO
6,3
D
Dialog dengan membawa uang
N
5,7
9,4
U
Dialog dengan membawa bingkisan
KP
Dialog Pertemuan Kelompok (RT/RW/desa)
Dialog melalui radio/ TV
PP
ID
BO
Dialog dengan alat peraga (baliho, pamflet)
O
W
MODEL KAMPANYE DIALOGIS
35,4
14,6
28,6
Dialog dengan tatap muka
0
5
10
15
20
25
30
35
40
O
SO
O
W
MEDIA KAMPANYE
BO
N
D
19,8
Tatap Muka
15,1
16,1
TV
0
PP
ID
Radio
KP
U
Surat Kabar
5
10
49
15
20
25
30
35
40
45
50
O
SO
W
PERTIMBANGAN MEMILIH PARTAI/CALEG
O
4,2
Kinerja Aleg/cabup/partai
6,3
Calon yang diajukan
D
1
Jurkam
2,6
Ideologi Partainya
2,6
BO
Uang
N
6,3
Kinerja Partai
1
Reformis
KP
Program yang ditawarkan
U
3,1
Jurkam yang ditampilkan
Isu yang diangkat
PP
ID
Caleg yang ditampilkan
12
9,9
10,9
Pimpinan/ Tokoh Partai/Tokoh ormas
13
Fatwa Ulama
Agama
0
20,8
5,2
5
10
15
20
25
O
SO
W
O
D
PP
ID
KP
U
BO
N
KAJIAN FAKTOR SOSIOLOGIS
PERILAKU MEMILIH
O
SO
DAPIL & PERILAKU MEMILIH BUPATI
W
90
O
80
N
D
70
BO
60
50
Amien Said Husni - Salwa Arifin Jaya
(Aswaja)
U
40
Mustawiyanto - Abdul Manan (MUNA)
KP
Golput
30
10
0
Dapil I
PP
ID
20
Dapil II
Dapil III
Dapil IV
Dapil V
O
SO
DAPIL & PERILAKU MEMILIH PARTAI
W
40
O
35
N
D
30
BO
25
Dapil II
Dapil III
Dapil IV
U
20
Dapil I
Dapil V
KP
15
5
0
PDIP
PP
ID
10
Golkar
PKB
PPP
PAN
PD
Hanura
Gerindra
Nasdem
GOLPUT
O
SO
DAPIL & PERILAKU MEMILIH PRESIDEN
O
W
60
N
D
50
BO
40
Jokowi-JK
GOLPUT
KP
U
30
Prabowo-Hatta
10
0
Dapil I
PP
ID
20
Dapil II
Dapil III
Dapil IV
Dapil V
O
SO
UMUR & PERILAKU MEMILIH BUPATI
W
80
D
O
70
N
60
BO
50
Amien Said Husni - Salwa Arifin Jaya
(Aswaja)
U
40
Mustawiyanto - Abdul Manan (MUNA)
KP
30
Golput
10
0
< 20 tahun
PP
ID
20
20-29 tahun
30-39 tahun
40-49 tahun
> 50 tahun
O
SO
UMUR & PERILAKU MEMILIH PARTAI
W
60
D
O
50
BO
N
40
20-29 tahun
30-39 tahun
40-49 tahun
U
30
< 20 tahun
> 50 tahun
KP
10
0
PDIP
PP
ID
20
Golkar
PKB
PPP
PAN
PD
Hanura
Gerindra
Nasdem
GOLPUT
O
SO
UMUR & PERILAKU MEMILIH PRESIDEN
W
70
D
O
60
BO
N
50
Prabowo-Hatta
Jokowi-JK
GOLPUT
U
40
20
10
0
< 20 tahun
PP
ID
KP
30
20-29 tahun
30-39 tahun
40-49 tahun
> 50 tahun
W
O
SO
SEX & PERILAKU MEMILIH BUPATI
O
80
D
70
BO
N
60
50
PP
ID
20
0
Perempuan
KP
30
10
Laki-laki
U
40
Mustawiyanto - Abdul Manan
(MUNA)
Amien Said Husni - Salwa Arifin
Jaya (Aswaja)
Golput
O
SO
SEX & PERILAKU MEMILIH PARTAI
W
40
O
35
N
D
30
BO
25
Laki-laki
Perempuan
U
20
KP
15
5
0
PDIP
PP
ID
10
Golkar
PKB
PPP
PAN
PD
Hanura
Gerindra
Nasdem
GOLPUT
W
O
SO
SEX & PERILAKU MEMILIH PRESIDEN
O
60
N
D
50
BO
40
Perempuan
KP
U
30
Laki-laki
10
0
PP
ID
20
Prabowo-Hatta
Jokowi-JK
GOLPUT
O
SO
PENDIDIKAN & PERILAKU MEMILIH BUPATI
W
90
O
80
N
D
70
BO
60
50
Amien Said Husni - Salwa Arifin Jaya
(Aswaja)
U
40
Mustawiyanto - Abdul Manan (MUNA)
KP
30
Golput
10
0
Tidak Sekolah
PP
ID
20
SD dan
sederajat
SLTP dan
sederajat
SLTA dan
sederajat
PT dan
sederajat
O
SO
PENDIDIKAN & PERILAKU MEMILIH PARTAI
W
70
D
O
60
BO
N
50
40
SD dan sederajat
SLTP dan sederajat
SLTA dan sederajat
U
30
Tidak Sekolah
KP
PT dan sederajat
10
0
PDIP
Golkar
PP
ID
20
PKB
PPP
PAN
PD
Hanura
Gerindra
Nasdem GOLPUT
O
SO
PENDIDIKAN & PERILAKU MEMILIH PRESIDEN
W
70
D
O
60
BO
N
50
Prabowo-Hatta
Jokowi-JK
GOLPUT
U
40
20
10
0
Tidak Sekolah
PP
ID
KP
30
SD dan sederajat
SLTP dan sederajat
SLTA dan sederajat
PT dan sederajat
O
SO
PEKERJAAN & PERILAKU MEMILIH BUPATI
W
90
O
80
D
70
BO
N
60
50
PP
ID
20
0
Golput
KP
30
10
Amien Said Husni - Salwa Arifin Jaya
(Aswaja)
U
40
Mustawiyanto - Abdul Manan (MUNA)
Pegawai Pengusaha
Negeri Sipil
Pedagang
Karyawan
Swasta
Petani
Sektor
Informal
Lain-lain
O
SO
PEKERJAAN & PERILAKU MEMILIH PARTAI
W
60
D
O
50
N
40
BO
Pegawai Negeri Sipil
Pedagang
Karyawan Swasta
Petani
U
30
Pengusaha
Sektor Informal
KP
10
0
PDIP
Golkar
PP
ID
20
PKB
PPP
PAN
Lain-lain
PD
Hanura
Gerindra
Nasdem GOLPUT
O
SO
PEKERJAAN & PERILAKU MEMILIH PRESIDEN
W
90
O
80
D
70
BO
N
60
50
Jokowi-JK
GOLPUT
U
40
Prabowo-Hatta
KP
30
10
0
Pegawai Negeri
Sipil
PP
ID
20
Pengusaha
Pedagang
Karyawan
Swasta
Petani
Sektor Informal
Lain-lain
O
SO
PP
ID
KP
U
BO
N
D
O
W
KAJIAN FAKTOR PSIKOLOGIS (SIKAP)
PERILAKU MEMILIH
W
O
SO
SIKAP & PERILAKU MEMILIH BUPATI
O
80
D
70
BO
N
60
50
PP
ID
20
0
Tidak
KP
30
10
suka
U
40
Mustawiyanto - Abdul Manan
(MUNA)
Amien Said Husni - Salwa Arifin
Jaya (Aswaja)
Golput
O
SO
SIKAP & PERILAKU MEMILIH PARTAI
W
35
D
O
30
BO
N
25
suka
Tidak
U
20
KP
15
5
0
PDIP
PP
ID
10
Golkar
PKB
PPP
PAN
PD
Hanura
Gerindra
Nasdem
GOLPUT
W
O
SO
SIKAP & PERILAKU MEMILIH PRESIDEN
O
60
N
D
50
BO
40
Tidak
KP
U
30
suka
10
0
PP
ID
20
Prabowo-Hatta
Jokowi-JK
GOLPUT
O
SO
PP
ID
KP
U
BO
N
D
O
W
KAJIAN FAKTOR RASIONALITAS
PERILAKU MEMILIH
W
O
SO
PROGRAM & PERILAKU MEMILIH BUPATI
O
80
D
70
BO
N
60
50
PP
ID
20
0
Tidak
KP
30
10
Program
U
40
Mustawiyanto - Abdul Manan
(MUNA)
Amien Said Husni - Salwa Arifin
Jaya (Aswaja)
Golput
O
SO
PROGRAM & PERILAKU MEMILIH PARTAI
W
35
D
O
30
BO
N
25
program
Tidak
U
20
KP
15
5
0
PDIP
PP
ID
10
Golkar
PKB
PPP
PAN
PD
Hanura
Gerindra
Nasdem
W
O
SO
PROGRAM & PERILAKU MEMILIH PRESIDEN
D
O
60
BO
N
50
40
0
KP
PP
ID
20
10
Tidak
U
30
program
Prabowo-Hatta
Jokowi-JK
W
O
SO
ISU & PERILAKU MEMILIH BUPATI
O
80
N
D
70
BO
60
50
10
0
KP
20
PP
ID
30
U
40
Mustawiyanto - Abdul Manan (MUNA)
Amien Said Husni - Salwa Arifin Jaya (Aswaja)
isu
Tidak
O
SO
ISU & PERILAKU MEMILIH PARTAI
W
35
D
O
30
BO
N
25
20
Tidak
KP
U
15
isu
5
0
PDIP
PP
ID
10
Golkar
PKB
PPP
PAN
PD
Hanura
Gerindra
Nasdem
GOLPUT
W
O
SO
ISU & PERILAKU MEMILIH PRESIDEN
D
O
60
BO
N
50
40
0
KP
PP
ID
20
10
Tidak
U
30
isu
Prabowo-Hatta
Jokowi-JK
PP
ID
U
KP
O
SO
W
O
D
N
BO
TERIMA KASIH..
HASIL FREKUENSI PERILAKU MEMILIH
1. KARAKTERISTIK PEMILIH
1.1. Distribusi Sampel Kecamatan
Kecamatan
Cumulative
Percent
2.6
11.5
15.6
22
16
18
5.7
4.2
4.7
5.7
4.2
4.7
21.4
25.5
30.2
16
10
22
4.2
2.6
5.7
4.2
2.6
5.7
12
14
3.1
3.6
20
10
12
5.2
2.6
3.1
16
10
18
W
O
54.7
57.3
60.4
4.2
2.6
4.7
4.2
2.6
4.7
64.6
67.2
71.9
3.1
4.7
5.7
3.1
4.7
5.7
75.0
79.7
85.4
5.2
9.4
100.0
5.2
9.4
100.0
90.6
100.0
N
5.2
2.6
3.1
ID
20
36
384
PP
1.2. Distribusi Sampel Perdapil
Valid
Dapil I
Dapil II
Dapil III
Dapil IV
Dapil V
Total
34.4
37.0
42.7
45.8
49.5
D
3.1
3.6
BO
12
18
22
O
SO
Valid Percent
2.6
8.9
4.2
U
Binakal
Bondowoso
Botolingo
Cermee
Curahdami
Grujukan
Jambesari
Klabang
Maesan
Pakem
Prajekan
Pujer
Sempol
Sukosari
Sumberwringin
Taman Krocok
Tamanan
Tegalampel
Tenggarang
Tlogosari
Wonosari
Wringin
Total
Percent
2.6
8.9
4.2
KP
Valid
Frequency
10
34
16
Dapil
Frequency
72
Percent
18.8
Valid Percent
18.8
Cumulative
Percent
18.8
62
80
74
16.1
20.8
19.3
16.1
20.8
19.3
34.9
55.7
75.0
96
384
25.0
100.0
25.0
100.0
100.0
LAMPIRAN 3- 1 -
1.3. Distribusi Posisi Tempat Tinggal
Posisi Tinggal Kabupaten
Valid
Frequency
46
338
384
Dalam kota kabupaten
Luar kota (pedesaan)
Total
Percent
12.0
88.0
100.0
Cumulative
Percent
12.0
100.0
Valid Percent
12.0
88.0
100.0
1.4. Distribusi Umur Responden
Percent
1.6
Valid Percent
1.6
Cumulative
Percent
1.6
100
78
26.0
20.3
26.0
20.3
27.6
47.9
150
50
384
39.1
13.0
100.0
39.1
13.0
100.0
W
87.0
100.0
O
< 20 tahun
20-29 tahun
30-39 tahun
40-49 tahun
> 50 tahun
Total
Frequency
6
D
Valid
O
SO
Umur Resp
BO
N
1.5. Distribusi Jenis Kelamin Responden
Jenis Kelamin
384
100.0
100.0
U
Valid Percent
68.8
31.3
KP
Laki-laki
Perempuan
Total
Percent
68.8
31.3
PP
ID
Valid
Frequency
264
120
LAMPIRAN 3- 2 -
Cumulative
Percent
68.8
100.0
1.6. Distribusi Pendidikan Responden
Pendidikan
Tidak Sekolah
SD dan sederajat
SLTP dan sederajat
SLTA dan sederajat
PT dan sederajat
Total
Percent
1.6
7.3
Valid Percent
1.6
7.3
Cumulative
Percent
1.6
8.9
62
212
76
16.1
55.2
19.8
16.1
55.2
19.8
25.0
80.2
100.0
384
100.0
100.0
1.7. Distribusi Agama Responden
Agama
Cumulative
Percent
100.0
Valid Percent
100.0
W
Islam
Percent
100.0
O
Valid
Frequency
384
N
Valid Percent
18.2
Cumulative
Percent
18.2
12
66
44
3.1
17.2
11.5
3.1
17.2
11.5
21.4
38.5
50.0
66
18
108
384
17.2
4.7
28.1
100.0
17.2
4.7
28.1
100.0
67.2
71.9
100.0
BO
Percent
18.2
U
Pegawai Negeri Sipil
Pengusaha
Pedagang
Karyawan Swasta
Petani
Sektor Informal
Lain-lain
Total
Frequency
70
PP
ID
KP
Valid
D
1.8. Distribusi Pekerjaan Responden
Pekerjaan
O
SO
Valid
Frequency
6
28
LAMPIRAN 3- 3 -
1.9. Distribusi Penghasilan Responden
Penghasilan
< 500.000
500.000 -< 1.000.000
1.000.000 -< 1.500.000
1.500.000 -< 2.000.000
> 2.000.000
Total
Percent
5.7
15.6
Valid Percent
5.7
15.6
Cumulative
Percent
5.7
21.4
56
148
98
14.6
38.5
25.5
14.6
38.5
25.5
35.9
74.5
100.0
384
100.0
100.0
PP
ID
KP
U
BO
N
D
O
W
O
SO
Valid
Frequency
22
60
LAMPIRAN 3- 4 -
PERILAKU MEMILIH
Frequency Table
Model Kampanye
Dialogis
Pengerahan Massa
Konfoi
Door to door
Lain-lain
Total
Percent
34.4
Valid Percent
34.4
Cumulative
Percent
34.4
38
118
94
9.9
30.7
24.5
9.9
30.7
24.5
44.3
75.0
99.5
2
384
.5
100.0
.5
100.0
100.0
Kampanye Dialogis Paling Relevan
Valid Percent
28.6
56
14.6
Cumulative
Percent
28.6
28.6
14.6
43.2
35.4
78.6
9.4
9.4
88.0
24
6.3
6.3
94.3
22
5.7
5.7
100.0
384
100.0
100.0
D
O
110
36
35.4
N
136
BO
Dialog dengan tatap
muka
Dialog melalui radio/ TV
Dialog Pertemuan
Kelompok (RT/RW/desa)
Dialog dengan membawa
bingkisan
Dialog dengan membawa
uang
Dialog dengan alat
peraga (baliho, pamflet)
Total
U
Valid
Percent
W
Frequency
O
SO
Valid
Frequency
132
Kaos
Jilbab/ Kerudung
Sarung
Tas
Topi
Sembako
Lain-lain
Total
System
PP
ID
Valid
KP
Bingkisan Dikehendaki
Missing
Total
Frequency
70
Percent
18.2
Valid Percent
19.6
Cumulative
Percent
19.6
50
46
6
13.0
12.0
1.6
14.0
12.8
1.7
33.5
46.4
48.0
2
172
.5
44.8
.6
48.0
48.6
96.6
12
358
26
3.1
93.2
6.8
3.4
100.0
100.0
384
100.0
LAMPIRAN 3- 5 -
Pengerahan Massa paling Relevan untuk Konfoi
Valid
Bawa Kendaraan
Jalan
Konfoi sambil
bawa brosur
Konfoi sambil
bawa musik
Total
Frequency
66
48
Percent
17.2
12.5
Valid Percent
17.2
12.5
Cumulative
Percent
17.2
29.7
178
46.4
46.4
76.0
92
24.0
24.0
100.0
384
100.0
100.0
Frequency
27.1
27.1
27.1
202
52.6
52.6
79.7
50
13.0
28
7.3
384
100.0
O
W
104
D
Bertemu & Perkenalan
Program
Mendengarkan masalah
& keluhan warga
Bertamu & membawa
oleh2/ sembako
Bertamu & Membawa
Uang
Total
Cumulative
Percent
Valid Percent
13.0
92.7
7.3
100.0
100.0
N
Valid
Percent
O
SO
Door to door paling relevan
Percent
49.0
16.1
15.1
19.8
100.0
U
TV
Radio
Surat Kabar
Tatap Muka
Total
KP
Valid
Frequency
188
62
58
76
384
BO
Media Relevan untuk Pileg 2015
Valid Percent
49.0
16.1
15.1
19.8
100.0
Cumulative
Percent
49.0
65.1
80.2
100.0
Sinetron
Film Nasional
Film Luar Negeri
Musik
Berita
Olahraga
Film Kartun
Reality Show
Diskusi/ debat
Seni/ budaya
Lain-lain
Total
PP
Valid
ID
Acara TV favorit
Frequency
96
Percent
25.0
Valid Percent
25.0
Cumulative
Percent
25.0
8
22
18
2.1
5.7
4.7
2.1
5.7
4.7
27.1
32.8
37.5
128
66
6
33.3
17.2
1.6
33.3
17.2
1.6
70.8
88.0
89.6
10
18
6
2.6
4.7
1.6
2.6
4.7
1.6
92.2
96.9
98.4
6
384
1.6
100.0
1.6
100.0
100.0
LAMPIRAN 3- 6 -
Acara radio favorit
Musik Pop
Musik Dangdut
Musik Keroncong
Musik Campursari
Berita
Obrolan
Lain-lain
Total
Percent
20.8
38.0
2.1
Valid Percent
20.8
38.0
2.1
Cumulative
Percent
20.8
58.9
60.9
14
80
46
3.6
20.8
12.0
3.6
20.8
12.0
64.6
85.4
97.4
10
384
2.6
100.0
2.6
100.0
100.0
O
SO
Valid
Frequency
80
146
8
Kampanye dengan hiburan
Hiburan yang Disukai
PP
ID
Missing
Total
Valid
Valid Percent
65.0
13.1
5.6
Cumulative
Percent
65.0
78.1
83.8
22
12
5.7
3.1
6.9
3.8
90.6
94.4
14
4
320
64
384
3.6
1.0
83.3
16.7
100.0
4.4
1.3
100.0
98.8
100.0
Kyai
Cendekiawan
Da'i
Tokoh Pemerintah
Pengusaha
Bintang Film
Penyanyi
Pelawak
Total
BO
N
D
Percent
54.2
10.9
4.7
U
Musik Dangdut
Musik Pop
Musik Qosidah
Lawakan
Film (layar tancap)
Ludruk/ Ketoprak
Campursari
Total
System
Frequency
208
42
18
KP
Valid
Cumulative
Percent
82.3
100.0
Valid Percent
82.3
17.7
100.0
W
Suka
Tidak Suka
Total
Percent
82.3
17.7
100.0
O
Valid
Frequency
316
68
384
Profesi Jurkam Disukai
Frequency
142
Percent
37.0
Valid Percent
37.0
Cumulative
Percent
37.0
50
16
94
13.0
4.2
24.5
13.0
4.2
24.5
50.0
54.2
78.6
14
12
36
3.6
3.1
9.4
3.6
3.1
9.4
82.3
85.4
94.8
20
384
5.2
100.0
5.2
100.0
100.0
LAMPIRAN 3- 7 -
Pertimbangan Memilih Caleg
Valid
Caleg yang Diusung
Keberadaan Partai
Total
Frequency
250
134
Percent
65.1
34.9
Valid Percent
65.1
34.9
384
100.0
100.0
Cumulative
Percent
65.1
100.0
Suka Caleg Tidak Suka Partai
Valid
Tetap memilih caleg
dengan partainya
Tidak memilih caleg
tersebut/ memilih
partai lain
Total
Percent
Valid Percent
170
44.3
44.3
214
55.7
55.7
384
100.0
100.0
18.8
48
12.5
N
D
72
BO
Tetap memilih partai
dengan caleg tsb
Tidak memilih partai
tersebut
Tetap memilih partai
namun memilih
caleg lain
Total
Valid Percent
12.5
31.3
100.0
68.8
384
100.0
100.0
KP
ID
PP
Cumulative
Percent
18.8
68.8
LAMPIRAN 3- 8 -
100.0
18.8
264
U
Valid
Percent
O
Frequency
44.3
W
Suka Partai Tidak Suka Caleg
Cumulative
Percent
O
SO
Frequency
2. ISU-ISU UTAMA DI KABUPATEN BONDOWOSO
Frequency Table
Persoalan Kesempatan Kerja
Valid
Ya
Tidak
Total
Frequency
298
86
384
Percent
77.6
22.4
100.0
Valid Percent
77.6
22.4
100.0
Cumulative
Percent
77.6
100.0
Ya
Tidak
Total
Percent
70.3
29.7
100.0
Valid Percent
70.3
29.7
100.0
Cumulative
Percent
70.3
100.0
W
Valid
Frequency
270
114
384
100.0
D
384
Cumulative
Percent
72.4
100.0
N
Ya
Tidak
Total
Valid Percent
72.4
27.6
100.0
BO
Valid
Percent
72.4
27.6
O
Persoalan Harga Pupuk
Frequency
278
106
Persoalan Pendidikan (SPP, uang gedung, dll)
U
Ya
Tidak
Total
Percent
82.3
17.7
100.0
KP
Valid
Frequency
316
68
384
Valid Percent
82.3
17.7
100.0
Cumulative
Percent
82.3
100.0
ID
Persoalan Kemudahan Kredit
Ya
Tidak
Total
PP
Valid
Frequency
252
132
Percent
65.6
34.4
Valid Percent
65.6
34.4
384
100.0
100.0
Cumulative
Percent
65.6
100.0
Persoalan Subsidi Gol Lemah
Valid
Ya
Tidak
Total
Frequency
278
106
384
Percent
72.4
27.6
100.0
O
SO
Persoalan Harga Gabah
Valid Percent
72.4
27.6
100.0
LAMPIRAN 3- 9 -
Cumulative
Percent
72.4
100.0
Persoalan Harga Sembako
Valid
Ya
Tidak
Total
Frequency
334
50
Percent
87.0
13.0
Valid Percent
87.0
13.0
384
100.0
100.0
Cumulative
Percent
87.0
100.0
Valid
Ya
Tidak
Total
Frequency
256
128
384
Percent
66.7
33.3
100.0
Valid Percent
66.7
33.3
100.0
Cumulative
Percent
66.7
100.0
Persoalan Penurunan Tarif Angkutan
Percent
45.3
Valid Percent
45.3
210
384
54.7
100.0
54.7
100.0
BO
Ya
Tidak
Total
Frequency
174
Cumulative
Percent
45.3
100.0
U
Valid
N
Persoalan Pemberantasan KKN
Cumulative
Percent
39.6
100.0
W
Valid Percent
39.6
60.4
100.0
O
Ya
Tidak
Total
Percent
39.6
60.4
100.0
D
Valid
Frequency
152
232
384
Ya
Tidak
Total
Percent
42.2
Valid Percent
42.2
222
384
57.8
100.0
57.8
100.0
PP
ID
Valid
KP
Persoalan Profesionalisme Birokrasi
Frequency
162
Valid
Ya
Tidak
Total
Cumulative
Percent
42.2
100.0
Persoalan Demokratisasi Politik
Frequency
154
230
Percent
40.1
59.9
Valid Percent
40.1
59.9
384
100.0
100.0
Cumulative
Percent
40.1
100.0
Persoalan Penurunan Pajak, retribusi
Valid
Ya
Tidak
Total
Frequency
198
Percent
51.6
Valid Percent
51.6
186
384
48.4
100.0
48.4
100.0
LAMPIRAN 3- 10 -
O
SO
Persoalan Penurunan Tarif Listrik
Cumulative
Percent
51.6
100.0
Persoalan Sengketa Tanah
Valid
Ya
Tidak
Total
Frequency
130
254
384
Percent
33.9
66.1
100.0
Valid Percent
33.9
66.1
100.0
Cumulative
Percent
33.9
100.0
Valid
Ya
Tidak
Total
Frequency
160
224
384
Percent
41.7
58.3
100.0
Valid Percent
41.7
58.3
100.0
Cumulative
Percent
41.7
100.0
Persoalan Pembangunan Fisik (jalan, sekolah, irigasi, dll)
96
384
25.0
100.0
25.0
100.0
100.0
Percent
50.5
49.5
Valid Percent
50.5
49.5
384
100.0
100.0
BO
Frequency
194
190
Cumulative
Percent
50.5
100.0
U
Ya
Tidak
Total
N
Persoalan Kriminalitas
Valid
Cumulative
Percent
75.0
W
Valid Percent
75.0
O
Ya
Tidak
Total
Percent
75.0
D
Valid
Frequency
288
Ya
Tidak
Total
PP
ID
Valid
KP
Persoalan Kenakalan Remaja
Frequency
132
252
384
Valid
Ya
Tidak
Total
Percent
34.4
65.6
100.0
Valid Percent
34.4
65.6
100.0
Cumulative
Percent
34.4
100.0
Persoalan Narkoba
Frequency
156
228
Percent
40.6
59.4
Valid Percent
40.6
59.4
384
100.0
100.0
Cumulative
Percent
40.6
100.0
Persoalan Konflik Sospol
Valid
Ya
Tidak
Total
Frequency
142
Percent
37.0
Valid Percent
37.0
242
384
63.0
100.0
63.0
100.0
LAMPIRAN 3- 11 -
O
SO
Persoalan Air Bersih, PDAM, dll
Cumulative
Percent
37.0
100.0
Persoalan Paling Penting
Cumulative
Percent
16.1
20.3
12
3.1
3.1
23.4
16
4.2
4.2
27.6
18
24
148
4.7
6.3
38.5
4.7
6.3
38.5
32.3
38.5
77.1
10
22
8
2.6
5.7
2.1
2.6
5.7
2.1
79.7
85.4
87.5
4
1.0
1.0
88.5
2
2
.5
.5
.5
.5
89.1
89.6
24
6.3
6.3
95.8
6
4
6
1.6
1.0
1.6
1.6
1.0
1.6
97.4
98.4
100.0
384
D
O
W
O
SO
Valid Percent
16.1
4.2
N
Kesempatan Kerja
Harga Gabah
Harga Pupuk
Pendidikan (SPP, uang
gedung, dll)
Kemudahan Kredit
Subsidi Golongan Lemah
Harga Sembako
Penurunan Tarif Listrik
Pemberantasan KKN
Demokratisasi Politik
Penurunan Pajak,
Retribusi
Sengketa Tanah
Air Bersih, PDAM
Pembangunan Fisik
(jalan, sekolah, irigasi,
dll)
Kriminalitas
Kenakalan Remaja
Narkoba
Total
Percent
16.1
4.2
100.0
PP
ID
KP
U
BO
Valid
Frequency
62
16
LAMPIRAN 3- 12 -
100.0
TABULASI SILANG FAKTOR YANG BERPENGARUH TERHADAP PERILAKU MEMILIH
Pilihan Bupati 2013
Frequency
Cumulative
Percent
14.6
14.6
14.6
288
75.0
75.0
89.6
40
384
10.4
100.0
10.4
100.0
O
W
56
100.0
D
KP
U
BO
N
Mustawiyanto - Abdul
Manan (MUNA)
Amien Said Husni Salwa Arifin Jaya
(Aswaja)
Golput
Total
Valid Percent
PP
ID
Valid
Percent
O
SO
1. PERILAKU MEMILIH PILBUP BONDOWOSO
LAMPIRAN 4 - 1 -
Pilihan Pilkada 2017
57.3
57.9
57.9
96
10
38
25.0
2.6
9.9
25.3
2.6
10.0
83.2
85.8
95.8
2
2
4
2
.5
.5
1.0
.5
.5
.5
1.1
.5
96.3
96.8
97.9
98.4
6
380
4
1.6
99.0
1.0
1.6
100.0
100.0
384
100.0
D
O
220
PP
ID
KP
U
Crosstabs
O
SO
Cumulative
Percent
N
Missing
Total
Salwa Arifin Jaya
(Wakil Bupati)
Ahmad Dhafir (PKB)
Ketut Yudi (PKS)
Irwan Bachtiar (PDIP)
Supriyadi (Golkar)
Albani (Gerindra)
Soepatno (PD)
Buchori Mun'im (PPP)
Abd. Khodir Syam (NU)
Total
System
Valid Percent
BO
Valid
Percent
W
Frequency
LAMPIRAN 4 - 2 -
Total
4
46
8.7%
100.0%
52
250
36
338
15.4%
74.0%
10.7%
100.0%
288
40
384
75.0%
10.4%
100.0%
14.6%
O
56
W
82.6%
U
KP
PP
ID
Total
Golput
8.7%
BO
Luar kota (pedesaan)
Count
% within Posisi
Tinggal Kabupaten
Count
% within Posisi
Tinggal Kabupaten
Count
% within Posisi
Tinggal Kabupaten
D
Dalam kota kabupaten
N
Posisi Tinggal
Kabupaten
Pilihan Bupati 2013
Amien Said
Mustawiyanto
Husni - Salwa
- Abdul Manan
Arifin Jaya
(MUNA)
(Aswaja)
4
38
O
SO
Posisi Tinggal Kabupaten * Pilihan Bupati 2013 Crosstabulation
LAMPIRAN 4 - 3 -
40-49 tahun
> 50 tahun
Total
Total
0
33.3%
72
72.0%
.0%
14
14.0%
8
10.3%
26
60
76.9%
118
10
12.8%
6
17.3%
4
8.0%
78.7%
36
72.0%
56
14.6%
6
100.0%
100
100.0%
W
66.7%
14
14.0%
78
100.0%
150
O
30-39 tahun
Golput
D
20-29 tahun
Count
% within Umur Resp
Count
% within Umur Resp
Count
% within Umur Resp
Count
% within Umur Resp
Count
% within Umur Resp
Count
% within Umur Resp
4.0%
10
20.0%
100.0%
50
100.0%
40
10.4%
384
100.0%
N
< 20 tahun
BO
Umur
Resp
Pilihan Bupati 2013
Amien Said
Mustawiyanto
Husni - Salwa
- Abdul Manan
Arifin Jaya
(MUNA)
(Aswaja)
4
2
O
SO
Umur Resp * Pilihan Bupati 2013 Crosstabulation
288
75.0%
U
Jenis Kelamin * Pilihan Bupati 2013 Crosstabulation
KP
Pilihan Bupati 2013
Amien Said
Mustawiyanto
Husni - Salwa
- Abdul Manan
Arifin Jaya
(MUNA)
(Aswaja)
40
204
15.2%
77.3%
Laki-laki
Perempuan
Total
Count
% within Jenis Kelamin
Count
% within Jenis Kelamin
Count
% within Jenis Kelamin
PP
ID
Jenis Kelamin
Golput
20
7.6%
Total
264
100.0%
16
13.3%
56
84
70.0%
288
20
16.7%
40
120
100.0%
384
14.6%
75.0%
10.4%
100.0%
LAMPIRAN 4 - 4 -
SLTA dan sederajat
62
100.0%
212
76.4%
54
71.1%
7.5%
14
18.4%
100.0%
76
100.0%
288
75.0%
40
10.4%
384
100.0%
50
80.6%
162
16.0%
8
10.5%
56
14.6%
W
4
6.5%
16
8
12.9%
34
KP
PP
ID
Total
6
100.0%
28
100.0%
66.7%
18
64.3%
U
PT dan sederajat
Total
.0%
6
21.4%
33.3%
4
14.3%
O
SLTP dan sederajat
Golput
0
D
SD dan sederajat
Count
% within Pendidikan
Count
% within Pendidikan
Count
% within Pendidikan
Count
% within Pendidikan
Count
% within Pendidikan
Count
% within Pendidikan
N
Tidak Sekolah
BO
Pendidikan
Pilihan Bupati 2013
Amien Said
Mustawiyanto
Husni - Salwa
- Abdul Manan
Arifin Jaya
(MUNA)
(Aswaja)
2
4
O
SO
Pendidikan * Pilihan Bupati 2013 Crosstabulation
LAMPIRAN 4 - 5 -
Lain-lain
Total
2
16.7%
6
9.1%
12
100.0%
66
100.0%
4
9.1%
10
36
81.8%
52
4
9.1%
4
44
100.0%
66
78.8%
12
66.7%
6.1%
0
.0%
100.0%
18
100.0%
78
72.2%
288
75.0%
14
13.0%
40
10.4%
108
100.0%
384
100.0%
15.2%
6
33.3%
O
W
Sektor Informal
70
100.0%
10
83.3%
46
69.7%
16
14.8%
56
14.6%
PP
ID
Petani
KP
Karyawan Swasta
Total
D
Pedagang
Golput
10
14.3%
0
.0%
14
21.2%
N
Pengusaha
Count
% within Pekerjaan
Count
% within Pekerjaan
Count
% within Pekerjaan
Count
% within Pekerjaan
Count
% within Pekerjaan
Count
% within Pekerjaan
Count
% within Pekerjaan
Count
% within Pekerjaan
BO
Pegawai Negeri Sipil
U
Pekerjaan
Pilihan Bupati 2013
Amien Said
Mustawiyanto
Husni - Salwa
- Abdul Manan
Arifin Jaya
(MUNA)
(Aswaja)
6
54
8.6%
77.1%
O
SO
Pekerjaan * Pilihan Bupati 2013 Crosstabulation
LAMPIRAN 4 - 6 -
60
100.0%
56
100.0%
116
78.4%
68
69.4%
4
2.7%
20
20.4%
148
100.0%
98
100.0%
288
75.0%
40
10.4%
384
100.0%
W
56
14.6%
KP
Total
PP
ID
> 2.000.000
28
18.9%
10
10.2%
10
16.7%
4
7.1%
44
73.3%
40
71.4%
U
1.500.000 -< 2.000.000
LAMPIRAN 4 - 7 -
Total
22
100.0%
O
1.000.000 -< 1.500.000
6
10.0%
12
21.4%
Golput
2
9.1%
D
500.000 -< 1.000.000
Count
% within Penghasilan
Count
% within Penghasilan
Count
% within Penghasilan
Count
% within Penghasilan
Count
% within Penghasilan
Count
% within Penghasilan
N
< 500.000
BO
Penghasilan
Pilihan Bupati 2013
Amien Said
Mustawiyanto
Husni - Salwa
- Abdul Manan
Arifin Jaya
(MUNA)
(Aswaja)
0
20
.0%
90.9%
O
SO
Penghasilan * Pilihan Bupati 2013 Crosstabulation
0
.0%
28
2
100.0%
112
17.7%
56
14.6%
70.9%
288
75.0%
9.2%
2
W
33.3%
KP
PP
ID
Total
33.3%
U
Tidak Mengidentifikasi
Count
% within Ormas
Count
% within Ormas
Count
% within Ormas
78.9%
2
33.3%
O
Ormas Islam Lain
11.9%
2
Golput
20
D
Muhammadiyah/ dibawah
naungan Muhammadiyah
Count
% within Ormas
Count
% within Ormas
N
NU/ dibawah naungan
NU
BO
Ormas
Pilihan Bupati 2013
Amien Said
Mustawiyanto
Husni - Salwa
- Abdul Manan
Arifin Jaya
(MUNA)
(Aswaja)
26
172
LAMPIRAN 4 - 8 -
O
SO
Ormas * Pilihan Bupati 2013 Crosstabulation
Total
218
100.0%
6
100.0%
0
.0%
18
2
100.0%
158
11.4%
40
10.4%
100.0%
384
100.0%
2. PERILAKU MMEILIH PILPRES
Valid Percent
52.1
41.1
6.8
100.0
Cumulative
Percent
52.1
93.2
100.0
W
Prabowo-Hatta
Jokowi-JK
GOLPUT
Total
Percent
52.1
41.1
6.8
100.0
O
Valid
Frequency
200
158
26
384
O
SO
Pilihan Presiden 2014
PP
ID
KP
U
BO
N
D
Crosstabs
LAMPIRAN 4 - 9 -
Kecamatan * Pilihan Presiden 2014 Crosstabulation
Pilihan Presiden 2014
Klabang
Maesan
Pakem
Prajekan
Pujer
Sempol
Sukosari
Sumberwringin
Taman Krocok
Tamanan
Tegalampel
Tenggarang
Tlogosari
Wonosari
Wringin
Total
20
10
58.8%
29.4%
6
8
37.5%
50.0%
12
18.2%
8
37.5%
6
66.7%
8
50.0%
8
12
54.5%
2
16.7%
0
.0%
0
0
0
0
4
18
50.0%
200
18
50.0%
158
52.1%
41.1%
18
100.0%
.0%
20.0%
12
100.0%
2
6
12
18
100.0%
11.1%
60.0%
10
100.0%
.0%
27.3%
LAMPIRAN 4 - 10 -
2
14
16
16
100.0%
.0%
77.8%
72.7%
0
4
2
12
100.0%
20.0%
33.3%
11.1%
2
8
8
10
100.0%
.0%
44.4%
66.7%
0
2
10
20
100.0%
16.7%
20.0%
55.6%
2
8
6
14
100.0%
.0%
50.0%
60.0%
0
2
8
50.0%
12
100.0%
10.0%
16.7%
22
100.0%
0
4
8
66.7%
0
8
40.0%
10
100.0%
.0%
40.0%
6
60.0%
0
.0%
6
10
50.0%
16
100.0%
.0%
42.9%
18
100.0%
.0%
10
22
100.0%
4
20.0%
0
.0%
26
6.8%
16
100.0%
.0%
83.3%
8
57.1%
2
10
45.5%
22
100.0%
12.5%
2
20.0%
16
100.0%
6
8
50.0%
80.0%
2
12
33.3%
34
100.0%
27.3%
6
50.0%
4
12.5%
4
54.5%
10
100.0%
11.8%
W
Jambesari
Total
0
.0%
O
Grujukan
40.0%
D
Curahdami
60.0%
N
Cermee
GOLPUT
4
BO
Botolingo
Jokowi-JK
6
U
Bondowoso
Count
% within Kecamatan
Count
% within Kecamatan
Count
% within Kecamatan
Count
% within Kecamatan
Count
% within Kecamatan
Count
% within Kecamatan
Count
% within Kecamatan
Count
% within Kecamatan
Count
% within Kecamatan
Count
% within Kecamatan
Count
% within Kecamatan
Count
% within Kecamatan
Count
% within Kecamatan
Count
% within Kecamatan
Count
% within Kecamatan
Count
% within Kecamatan
Count
% within Kecamatan
Count
% within Kecamatan
Count
% within Kecamatan
Count
% within Kecamatan
Count
% within Kecamatan
Count
% within Kecamatan
Count
% within Kecamatan
KP
Binakal
PP
ID
Kecamatan
O
SO
PrabowoHatta
20
100.0%
36
100.0%
384
100.0%
Dapil V
Total
47.2%
34
54.8%
38.9%
20
32.3%
13.9%
8
12.9%
100.0%
62
100.0%
48
60.0%
36
28
35.0%
38
4
5.0%
0
80
100.0%
74
48.6%
48
50.0%
51.4%
44
45.8%
.0%
4
4.2%
100.0%
96
100.0%
200
52.1%
158
41.1%
26
6.8%
384
100.0%
W
Dapil IV
72
O
Dapil III
Total
D
Dapil II
Count
% within Dapil
Count
% within Dapil
Count
% within Dapil
Count
% within Dapil
Count
% within Dapil
Count
% within Dapil
N
Dapil I
BO
Dapil
Pilihan Presiden 2014
PrabowoHatta
Jokowi-JK
GOLPUT
34
28
10
O
SO
Dapil * Pilihan Presiden 2014 Crosstabulation
Posisi Tinggal Kabupaten * Pilihan Presiden 2014 Crosstabulation
Posisi Tinggal
Kabupaten
Dalam kota kabupaten
Total
Count
% within Posisi
Tinggal Kabupaten
Count
% within Posisi
Tinggal Kabupaten
Count
% within Posisi
Tinggal Kabupaten
PP
ID
Luar kota (pedesaan)
KP
U
Pilihan Presiden 2014
PrabowoHatta
Jokowi-JK
GOLPUT
20
20
6
Total
46
43.5%
43.5%
13.0%
100.0%
180
138
20
338
53.3%
40.8%
5.9%
100.0%
200
158
26
384
52.1%
41.1%
6.8%
100.0%
LAMPIRAN 4 - 11 -
> 50 tahun
Total
66.7%
56
56.0%
33.3%
34
34.0%
.0%
10
10.0%
100.0%
100
100.0%
30
38.5%
84
44
56.4%
58
4
5.1%
8
78
100.0%
150
56.0%
26
52.0%
38.7%
20
40.0%
5.3%
4
8.0%
100.0%
50
100.0%
200
52.1%
158
41.1%
W
40-49 tahun
6
O
30-39 tahun
Total
D
20-29 tahun
Count
% within Umur Resp
Count
% within Umur Resp
Count
% within Umur Resp
Count
% within Umur Resp
Count
% within Umur Resp
Count
% within Umur Resp
N
< 20 tahun
26
6.8%
BO
Umur
Resp
Pilihan Presiden 2014
PrabowoHatta
Jokowi-JK
GOLPUT
4
2
0
O
SO
Umur Resp * Pilihan Presiden 2014 Crosstabulation
384
100.0%
Jenis Kelamin * Pilihan Presiden 2014 Crosstabulation
Laki-laki
Perempuan
Total
Count
% within Jenis Kelamin
Count
% within Jenis Kelamin
Count
% within Jenis Kelamin
PP
ID
Jenis Kelamin
KP
U
Pilihan Presiden 2014
PrabowoHatta
Jokowi-JK
GOLPUT
148
98
18
Total
264
56.1%
52
43.3%
37.1%
60
50.0%
6.8%
8
6.7%
100.0%
120
100.0%
200
52.1%
158
41.1%
26
6.8%
384
100.0%
LAMPIRAN 4 - 12 -
22
35.5%
80
6
9.7%
16
62
100.0%
212
54.7%
36
47.4%
37.7%
36
47.4%
7.5%
4
5.3%
100.0%
76
100.0%
200
52.1%
158
41.1%
26
6.8%
384
100.0%
KP
PP
ID
Total
34
54.8%
116
U
PT dan sederajat
.0%
0
.0%
100.0%
28
100.0%
W
SLTA dan sederajat
6
66.7%
16
57.1%
O
SLTP dan sederajat
Total
33.3%
12
42.9%
D
SD dan sederajat
Count
% within Pendidikan
Count
% within Pendidikan
Count
% within Pendidikan
Count
% within Pendidikan
Count
% within Pendidikan
Count
% within Pendidikan
N
Tidak Sekolah
BO
Pendidikan
Pilihan Presiden 2014
PrabowoHatta
Jokowi-JK
GOLPUT
2
4
0
O
SO
Pendidikan * Pilihan Presiden 2014 Crosstabulation
LAMPIRAN 4 - 13 -
Pekerjaan * Pilihan Presiden 2014 Crosstabulation
Lain-lain
Total
51.5%
12
66.7%
45.5%
6
33.3%
54
50.0%
200
52.1%
O
SO
3.0%
8
18.2%
2
70
100.0%
12
100.0%
66
W
36.4%
20
45.5%
30
Total
O
Sektor Informal
60.6%
16
36.4%
34
100.0%
44
100.0%
66
3.0%
0
.0%
100.0%
18
100.0%
44
40.7%
158
10
9.3%
26
108
100.0%
384
41.1%
6.8%
100.0%
PP
ID
Petani
2
16.7%
2
KP
Karyawan Swasta
0
.0%
24
D
Pedagang
10
83.3%
40
N
Pengusaha
Count
% within Pekerjaan
Count
% within Pekerjaan
Count
% within Pekerjaan
Count
% within Pekerjaan
Count
% within Pekerjaan
Count
% within Pekerjaan
Count
% within Pekerjaan
Count
% within Pekerjaan
BO
Pegawai Negeri Sipil
U
Pekerjaan
Pilihan Presiden 2014
PrabowoHatta
Jokowi-JK
GOLPUT
34
34
2
48.6%
48.6%
2.9%
LAMPIRAN 4 - 14 -
28
50.0%
50
W
58.1%
56
57.1%
33.8%
40
40.8%
200
52.1%
158
41.1%
KP
Total
24
42.9%
86
PP
ID
> 2.000.000
.0%
8
13.3%
U
1.500.000 -< 2.000.000
72.7%
24
40.0%
LAMPIRAN 4 - 15 -
Total
22
100.0%
60
100.0%
4
7.1%
12
56
100.0%
148
8.1%
2
2.0%
100.0%
98
100.0%
26
6.8%
384
100.0%
O
1.000.000 -< 1.500.000
27.3%
28
46.7%
D
500.000 -< 1.000.000
Count
% within Penghasilan
Count
% within Penghasilan
Count
% within Penghasilan
Count
% within Penghasilan
Count
% within Penghasilan
Count
% within Penghasilan
N
< 500.000
BO
Penghasilan
Pilihan Presiden 2014
PrabowoHatta
Jokowi-JK
GOLPUT
6
16
0
O
SO
Penghasilan * Pilihan Presiden 2014 Crosstabulation
Tidak Mengidentifikasi
Total
4.6%
0
100.0%
6
100.0%
.0%
.0%
100.0%
0
2
0
.0%
68
43.0%
100.0%
74
46.8%
.0%
16
10.1%
200
52.1%
158
41.1%
26
6.8%
PP
ID
KP
U
3. PERILAKU MEMILIH PARTAI
W
Count
% within Ormas
Count
% within Ormas
Count
% within Ormas
37.6%
0
2
100.0%
158
100.0%
O
Ormas Islam Lain
Total
218
57.8%
6
D
Muhammadiyah/ dibawah
naungan Muhammadiyah
Count
% within Ormas
Count
% within Ormas
N
NU/ dibawah naungan
NU
BO
Ormas
Pilihan Presiden 2014
PrabowoHatta
Jokowi-JK
GOLPUT
126
82
10
O
SO
Ormas * Pilihan Presiden 2014 Crosstabulation
LAMPIRAN 4 - 16 -
384
100.0%
118
40
10
30.7
10.4
2.6
30.7
10.4
2.6
55.7
66.1
68.8
30
2
32
7.8
.5
8.3
7.8
.5
8.3
76.6
77.1
85.4
24
32
384
6.3
8.3
100.0
6.3
8.3
100.0
91.7
100.0
W
Cumulative
Percent
13.0
25.0
O
Valid Percent
13.0
12.0
D
PDIP
Golkar
PKB
PPP
PAN
PD
Hanura
Gerindra
Nasdem
GOLPUT
Total
Percent
13.0
12.0
BO
N
Valid
Frequency
50
46
O
SO
Pilihan Partai 2014
PP
ID
KP
U
Crosstabs
LAMPIRAN 4 - 17 -
Dapil * Pilihan Partai 2014 Crosstabulation
32.3%
28
35.0%
18
19.4%
14
17.5%
6
.0%
2
2.5%
4
27.0%
6
6.3%
10.8%
24
25.0%
24.3%
32
33.3%
8.1%
6
6.3%
5.4%
4
4.2%
50
13.0%
46
12.0%
118
30.7%
40
10.4%
Gerindra
2
2.8%
6
Nasdem
2
2.8%
0
GOLPUT
10
13.9%
8
Total
72
100.0%
62
.0%
0
.0%
0
9.7%
18
22.5%
2
.0%
8
10.0%
8
12.9%
0
.0%
6
100.0%
80
100.0%
74
2.7%
6
6.3%
.0%
0
.0%
2.7%
4
4.2%
10.8%
6
6.3%
8.1%
8
8.3%
100.0%
96
100.0%
30
7.8%
2
.5%
32
8.3%
24
6.3%
32
8.3%
384
100.0%
16.1%
2
2.5%
2
10
2.6%
O
SO
3.2%
6
7.5%
8
Hanura
2
2.8%
0
W
6.5%
2
2.5%
20
2
2.8%
12
O
PPP
D
Count
% within Dapil
Dapil II Count
% within Dapil
Dapil III Count
% within Dapil
Dapil IV Count
% within Dapil
Dapil V Count
% within Dapil
Count
% within Dapil
PKB
20
27.8%
20
BO
Total
Dapil I
Golkar
6
8.3%
2
N
Dapil
Pilihan Partai 2014
PAN
PD
0
10
.0%
13.9%
0
10
PDIP
18
25.0%
4
Posisi Tinggal Kabupaten * Pilihan Partai 2014 Crosstabulation
Golkar
4
U
PDIP
12
PP
ID
KP
Posisi Tinggal Dalam kota kabupaten
Count
Kabupaten
% within Posisi
Tinggal Kabupaten 26.1%
Luar kota (pedesaan)
Count
38
% within Posisi
Tinggal Kabupaten 11.2%
Total
Count
50
% within Posisi
Tinggal Kabupaten 13.0%
PKB
12
PPP
2
Pilihan Partai 2014
PAN
PD
Hanura Gerindra Nasdem GOLPUT
0
10
0
0
0
6
8.7%
26.1%
4.3%
.0%
42
106
38
10
12.4%
46
31.4%
118
12.0%
30.7%
11.2%
40
10.4%
LAMPIRAN 4 - 18 -
21.7%
.0%
.0%
.0%
13.0%
20
2
32
24
26
3.0%
5.9%
.6%
9.5%
7.1%
7.7%
10
30
2
32
24
32
2.6%
7.8%
.5%
8.3%
6.3%
8.3%
Total
46
100.0%
338
100.0%
384
100.0%
Umur Resp * Pilihan Partai 2014 Crosstabulation
0
.0%
18
18.0%
6
7.7%
20
Pilihan Partai 2014
PAN
PD
Hanura
0
0
0
.0%
.0%
.0%
0
8
0
10.0%
14
17.9%
18
22.0%
18
23.1%
52
10.0%
10
12.8%
16
.0%
6
7.7%
4
13.3%
6
12.0%
12.0%
4
8.0%
34.7%
24
48.0%
10.7%
4
8.0%
50
13.0%
46
12.0%
118
30.7%
40
10.4%
Gerindra Nasdem
2
0
33.3%
.0%
16
6
GOLPUT
2
33.3%
10
Total
6
100.0%
100
W
0
.0%
10
8.0%
10
12.8%
12
.0%
0
.0%
0
16.0%
4
5.1%
8
6.0%
2
2.6%
14
10.0%
8
10.3%
6
100.0%
78
100.0%
150
O
2
33.3%
22
2.7%
0
.0%
8.0%
0
.0%
.0%
2
4.0%
5.3%
2
4.0%
9.3%
2
4.0%
4.0%
6
12.0%
100.0%
50
100.0%
10
2.6%
30
7.8%
2
.5%
32
8.3%
24
6.3%
32
8.3%
384
100.0%
D
Count
% within Umur Resp
20-29 tahun Count
% within Umur Resp
30-39 tahun Count
% within Umur Resp
40-49 tahun Count
% within Umur Resp
> 50 tahun Count
% within Umur Resp
Count
% within Umur Resp
PPP
BO
Total
< 20 tahun
PKB
N
Umur
Resp
Golkar
0
.0%
10
O
SO
PDIP
Jenis Kelamin * Pilihan Partai 2014 Crosstabulation
PKB
90
34.1%
28
PPP
32
12.1%
8
10.0%
46
12.0%
23.3%
118
30.7%
6.7%
40
10.4%
U
Golkar
34
12.9%
12
PP
ID
KP
PDIP
Jenis Kelamin Laki-laki
Count
28
% within Jenis Kelamin 10.6%
Perempuan Count
22
% within Jenis Kelamin 18.3%
Total
Count
50
% within Jenis Kelamin 13.0%
LAMPIRAN 4 - 19 -
Pilihan Partai 2014
PAN
PD
Hanura Gerindra Nasdem GOLPUT
6
24
2
14
14
20
2.3%
9.1%
.8%
5.3%
5.3%
7.6%
4
6
0
18
10
12
3.3%
10
2.6%
5.0%
30
7.8%
.0%
2
.5%
15.0%
32
8.3%
8.3%
24
6.3%
10.0%
32
8.3%
Total
264
100.0%
120
100.0%
384
100.0%
Pendidikan * Pilihan Partai 2014 Crosstabulation
2
33.3%
0
7.1%
8
12.9%
28
42.9%
20
32.3%
60
.0%
6
9.7%
26
13.2%
8
10.5%
28.3%
22
28.9%
12.3%
6
7.9%
46
12.0%
118
30.7%
40
10.4%
7.1%
0
.0%
6
N
U
KP
PP
ID
LAMPIRAN 4 - 20 -
Gerindra Nasdem GOLPUT
0
0
0
.0%
.0%
.0%
2
0
6
Total
6
100.0%
28
.0%
0
.0%
18
.0%
0
.0%
0
7.1%
8
12.9%
16
.0%
2
3.2%
10
21.4%
8
12.9%
14
100.0%
62
100.0%
212
2.8%
2
2.6%
8.5%
12
15.8%
.0%
2
2.6%
7.5%
6
7.9%
4.7%
12
15.8%
6.6%
4
5.3%
100.0%
76
100.0%
10
2.6%
30
7.8%
2
.5%
32
8.3%
24
6.3%
32
8.3%
384
100.0%
D
4
66.7%
12
Pilihan Partai 2014
PAN
PD
Hanura
0
0
0
.0%
.0%
.0%
2
0
0
O
SO
PPP
W
PKB
O
Golkar
0
.0%
2
BO
PDIP
Pendidikan Tidak Sekolah
Count
0
% within Pendidikan .0%
SD dan sederajat Count
4
% within Pendidikan 14.3%
SLTP dan sederajat
Count
10
% within Pendidikan 16.1%
SLTA dan sederajat
Count
34
% within Pendidikan 16.0%
PT dan sederajat Count
2
% within Pendidikan 2.6%
Total
Count
50
% within Pendidikan 13.0%
Pekerjaan * Pilihan Partai 2014 Crosstabulation
33.3%
16
33.3%
28
16.7%
10
.0%
0
24.2%
0
.0%
42.4%
6
13.6%
15.2%
2
4.5%
.0%
2
4.5%
4
6.1%
6
28
42.4%
6
14
21.2%
0
33.3%
10
9.3%
33.3%
26
24.1%
46
12.0%
118
30.7%
6
8.6%
2
O
SO
PKB
20
28.6%
4
.0%
4
16.7%
2
100.0%
66
.0%
4
9.1%
.0%
0
.0%
6.1%
6
13.6%
6.1%
0
.0%
3.0%
2
4.5%
100.0%
44
100.0%
2
3.0%
2
4
6.1%
0
0
.0%
0
2
3.0%
2
0
.0%
0
6
9.1%
2
66
100.0%
18
.0%
6
5.6%
11.1%
2
1.9%
.0%
10
9.3%
.0%
0
.0%
11.1%
18
16.7%
.0%
6
5.6%
11.1%
12
11.1%
100.0%
108
100.0%
40
10.4%
10
2.6%
30
7.8%
2
.5%
32
8.3%
24
6.3%
32
8.3%
384
100.0%
N
D
O
W
.0%
4
KP
PP
ID
LAMPIRAN 4 - 21 -
.0%
0
Total
70
100.0%
12
.0%
0
U
Pekerjaan Pegawai Negeri SipilCount
2
% within Pekerjaan 2.9%
Pengusaha
Count
0
% within Pekerjaan
.0%
Pedagang
Count
2
% within Pekerjaan 3.0%
Karyawan Swasta Count
22
% within Pekerjaan 50.0%
Petani
Count
6
% within Pekerjaan 9.1%
Sektor Informal
Count
0
% within Pekerjaan
.0%
Lain-lain
Count
18
% within Pekerjaan 16.7%
Total
Count
50
% within Pekerjaan 13.0%
PPP
Pilihan Partai 2014
PAN
PD
Hanura Gerindra Nasdem GOLPUT
2
12
2
0
14
6
2.9%
17.1%
2.9%
.0%
20.0%
8.6%
0
0
0
0
0
2
Golkar
6
8.6%
4
BO
PDIP
Penghasilan * Pilihan Partai 2014 Crosstabulation
PPP
Pilihan Partai 2014
PAN
PD
Hanura Gerindra Nasdem GOLPUT
0
2
0
8
0
2
.0%
9.1%
.0%
36.4%
.0%
9.1%
0
6
0
6
2
10
4
18.2%
18
0
.0%
6
6.7%
6
10.7%
30.0%
18
32.1%
10.0%
10
17.9%
.0%
2
3.6%
18
12.2%
18
56
37.8%
22
16
10.8%
8
18.4%
46
12.0%
22.4%
118
30.7%
8.2%
40
10.4%
Total
22
100.0%
60
.0%
0
.0%
10.0%
6
10.7%
3.3%
4
7.1%
16.7%
0
.0%
100.0%
56
100.0%
4
2.7%
4
8
5.4%
14
2
1.4%
0
2
1.4%
10
4
2.7%
14
12
8.1%
8
148
100.0%
98
4.1%
10
2.6%
14.3%
30
7.8%
.0%
2
.5%
10.2%
32
8.3%
14.3%
24
6.3%
8.2%
32
8.3%
100.0%
384
100.0%
W
10.0%
0
.0%
O
N
O
SO
PKB
D
Golkar
0
.0%
4
BO
PDIP
Penghasilan < 500.000
Count
6
% within Penghasilan 27.3%
500.000 -< 1.000.000Count
8
% within Penghasilan 13.3%
1.000.000 -< 1.500.000
Count
10
% within Penghasilan 17.9%
1.500.000 -< 2.000.000
Count
26
% within Penghasilan 17.6%
> 2.000.000
Count
0
% within Penghasilan .0%
Total
Count
50
% within Penghasilan 13.0%
Ormas * Pilihan Partai 2014 Crosstabulation
Total
PKB
84
38.5%
2
PPP
24
11.0%
2
.0%
33.3%
33.3%
33.3%
.0%
.0%
.0%
.0%
.0%
.0%
100.0%
0
.0%
10
6.3%
46
12.0%
0
.0%
32
20.3%
118
30.7%
0
.0%
14
8.9%
40
10.4%
0
.0%
4
2.5%
10
2.6%
0
.0%
12
7.6%
30
7.8%
0
.0%
2
1.3%
2
.5%
0
.0%
16
10.1%
32
8.3%
0
.0%
12
7.6%
24
6.3%
0
.0%
16
10.1%
32
8.3%
2
100.0%
158
100.0%
384
100.0%
U
Golkar
34
15.6%
2
Count
2
% within Ormas 100.0%
Tidak Mengidentifikasi Count
40
% within Ormas 25.3%
Count
50
% within Ormas 13.0%
PP
ID
Ormas Islam Lain
PDIP
8
3.7%
0
KP
Ormas NU/ dibawah naungan Count
NU
% within Ormas
Muhammadiyah/ dibawah
Count
naungan Muhammadiyah
% within Ormas
Pilihan Partai 2014
PAN
PD
Hanura Gerindra Nasdem GOLPUT
6
18
0
16
12
16
2.8%
8.3%
.0%
7.3%
5.5%
7.3%
0
0
0
0
0
0
LAMPIRAN 4 - 22 -
Total
218
100.0%
6
Download