majas dalam roman habis gelap terbitlah terang

advertisement
MAJAS DALAM ROMAN HABIS GELAP TERBITLAH TERANG
TERJEMAHAN ARMIJN PANE
Anita, Ahadi Sulissusiawan, dan Amriani Amir
Prodi Pendidikan Bahasa Indonesia, PBS, FKIP Untan Pontianak.
email: [email protected]
Abstrak. Penelitian ini difokuskan pada bidang sastra dengan tujuan
mendeskripsikan makna dan fungsi majas dalam roman HGTT. Metode penelitian
yang digunakan adalah metode deskriptif berbentuk kualitatif. Data dalam
penelitian ini adalah makna dan fungsi majas berupa kutipan dalam roman HGTT.
Sumber data dalam penelitian ini adalah Armijn Pane sebagai pengarang dalam
roman HGTT. Teknik pengumpulan data adalah teknik tak langsung melalui studi
dokumenter. Prosedur dan teknik analisis data berupa penyajian data, interpretasi
data, pendeskripsian data, analisis data, dan penarikan kesimpulan. Analisis data
dilakukan dengan cara menentukan makna majas dan fungsi majas, kemudian data
tersebut dideskripsikan berdasarkan makna majas perbandingan, penegasan,
pertentangan, dan fungsi majas dalam roman HGTT.
Kata kunci: majas, roman
Abstract. This study focused on the field of literature with the aim to describe the
meaning and function of majas in HGTT romance. The method used is a form of
qualitative descriptive method. The data in this study is a majas meaning and
function of citations in HGTT romance. Sources of data in this study is Armijn
Pane as the author of the romance HGTT. Data collection techniques are indirect
techniques through documentary study. Procedures and techniques of data
analysis in the form of data presentation, interpretation of data, data description,
data analysis, and conclusion. Based on the analysis of data is done by
determining the meaning and function of majas, then the data is described by a
comparison majas meaning, affirmation, conflict, and the function of majas in
HGTT romance.
Key words: majas, romance
S
astra merupakan ekspresi pikiran dalam bahasa, sedangkan yang dimaksud
“pikiran” adalah pandangan, ide, perasaan, pemikiran, dan semua kegiatan
mental manusia. Batasan lain mengatakan bahwa sastra adalah inspirasi
kehidupan yang dimateraikan dalam sebuah bentuk keindahan. Karya sastra juga
merupakan sarana bagi pengarang untuk menuangkan ide, perasaan, maupun
mendeskripsikan tentang kehidupan manusia dengan segala persoalannya.
Satu di antara bentuk karya sastra yang dapat mewakili seperti yang
dikemukakan di atas adalah roman. Roman merupakan karangan prosa dalam
kesusastraan Indonesia berupa karya fiksi yang menceritakan tentang sebagian
besar kisah hidup seseorang dan bentuk yang terbaik adalah yang menceritakan
1
kisah hidup seseorang dari kecil sampai meninggal.
Dalam penelitian ini, dipilih karya sastra berupa roman karena roman
sering dikatakan sebagai karangan mengenai kehidupan manusia dengan adat
istiadat, sifat, pengalaman, politik, dan pandangan hidup suatu masyarakat seluasluasnya. Tokoh utamanya disimpulkan sebagai tokoh yang dimunculkan sejak
kecil sampai meninggal. Kesemua itu diceritakan secara mendalam dan terperinci.
Gaya bahasa atau majas merupakan susunan perkataan yang terjadi karena
perasaan yang timbul atau hidup dalam hati pengarang, yang menimbulkan suatu
perasaan tertentu dalam hati penikmat puisi atau pembaca. Gaya bahasa atau
majas yang digunakan memiliki tujuan untuk menghidupkan kalimat dan memberi
gerak pada susunan kalimat sehingga penikmat puisi atau pembaca dapat
mengeluarkan reaksi tertentu dan pendapat atau tanggapan.
Dipilih majas yang ada dalam roman HGTT didasarkan atas beberapa hal.
Pertama, sastra dikomunikasikan kepada pembaca dengan menggunakan bahasa
yang singkat sebagai media, disusun oleh pengarang sedemikian rupa sehingga
menghasilkan sebuah bahasa yang indah dan menjadikan cerita menarik untuk
dibaca. Kedua, majas mempunyai beberapa fungsi, satu di antaranya termasuk
fungsi puitis yaitu menjadikan pesan berbobot, mengemban nilai estetika dalam
karya sastra, memperkuat ekspresi yang ingin disampaikan oleh pengarang kepada
pembaca, mampu memberi kesenangan imajinatif, dan menimbulkan kesan-kesan
indah khususnya yang ada di dalam roman.
Dipilih roman HGTT dalam penelitian ini karena majas yang terdapat di
dalamnya sangat mendukung untuk diteliti. Beberapa pertimbangan yang menjadi
alasan dipilih roman HGTT terjemahan Armijn Pane dalam desain penelitian ini
yaitu. Pertama, roman HGTT terjemahan Armijn Pane ini merupakan satu di
antara roman yang banyak mengandung unsur-unsur majasnya. Majas merupakan
sebuah unsur yang terpenting dalam roman maka dengan adanya penggunaan
majas tersebut mampu membuat roman menjadi lebih terkesan dan menarik untuk
dibaca. Kedua, unsur majas yang digunakan oleh pengarang dalam roman HGTT
ini memberi penguatan bahwa roman ini sangat layak untuk diteliti. Ketiga, roman
HGTT terjemahan Armijn Pane ini merupakan roman yang menceritakan sebuah
perjuangan seorang tokoh perempuan bernama R.A Kartini yang berjiwa besar,
tidak pernah putus asa, dan pantang menyerah dalam meraih cita-cita yang
bertujuan untuk meningkatkan harkat martabat wanita demi menentukan masa
depan kaum wanita. Keempat, roman HGTT terjemahan Armijn Pane adalah
roman yang diangkat dari kisah nyata seorang tokoh bernama R.A Kartini.
Dihubungkan dengan pengajaran sastra di sekolah yaitu pada Kurikulum
Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) terdapat satuan pembelajaran yaitu
pembelajaran tentang majas termasuk ke dalam unsur-unsur intrinsik roman yang
terdapat pada SMA kelas XI semester I dengan Standar Kompetensi Membaca: 7.
Memahami berbagai hikayat, novel Indonesia atau roman terjemahan. Kompetensi
Dasarnya: 7.2. Menganalisis unsur-unsur intrinsik dan ekstrinsik novel Indonesia
atau roman terjemahan. Indikatornya, yaitu (1) menganalisis unsur-unsur intrinsik
(alur, tema, penokohan, latar, sudut pandang, amanat, gaya bahasa) dan unsur
ekstrinsik (nilai budaya, sosial, moral, religius, dll) yang terdapat dalam novel
Indonesia atau roman terjemahan; (2) menganalisis unsur-unsur intrinsik dan
2
unsur-unsur ekstrinsik yang terdapat dalam novel Indonesia atau roman
terjemahan; (3) membandingkan unsur intrinsik dan ekstrinsik roman terjemahan
dengan novel Indonesia. Dengan demikian, penelitian tentang majas dalam roman
HGTT terjemahan Armijn Pane ini dapat digunakan untuk memenuhi kurikulum
tersebut dan dimanfaatkan sebagai bahan tambahan materi pembelajaran
khususnya tentang majas.
Peneliti memfokuskan penelitian mengenai majas dalam roman HGTT
terjemahan Armijn Pane. Dikemukakan penelitian tentang majas ini termasuk
makna dan fungsi majas. Dipilihnya aspek tersebut berdasarkan pertimbangan
bahwa majas dari segi makna merupakan sarana untuk mengonsentrasikan sebuah
ide atau gagasan lewat media bahasa. Majas dengan menemukan makna dan
fungsi juga dapat menunjukkan hal-hal yang ingin ditonjolkan agar dapat
memberi kesan lain dan tidak monoton sehingga menimbulkan efek estetis
mengandung bahasa yang indah, harmonis, dan menjadikan cerita tampak lebih
hidup.
Bahasa merupakan alat komunikasi yang sangat penting bagi manusia
untuk saling berbagi pikiran, pengalaman, gagasan, pendapat, keinginan, dan
harapan kepada sesama manusia. Bahasa merupakan media yang digunakan
pengarang untuk mengekspresikan pengalaman batin dan memproyeksikan
kepribadiannya sehingga karya sastra memiliki ciri-ciri yang personal (Zulfahnur,
1997:38). Unsur-unsur bahasa yang dapat membangun atau menciptakan teknik
bercerita yang khas dinamakan gaya bahasa. Sebelum memiliki stilistika, bahasa
dan sastra memang telah memiliki gaya (style). Gaya adalah segala sesuatu yang
“menyimpang” dari pemakaian biasa. Penyimpangan tersebut untuk keindahan.
Keindahan ini banyak muncul dalam karya sastra karena sastra memang sarat
dengan unsur estetik. Secara etimologis stylistics berhubungan dengan kata style,
artinya gaya.
Majas merupakan nama lain dari gaya bahasa. Majas adalah cara
mengungkapkan pikiran melalui bahasa secara khas yang memperlihatkan jiwa
dan kepribadian penulis dan dapat juga diartikan sebagai bahasa kias atau bahasa
yang dipergunakan untuk menciptakan efek keindahan tertentu. Laelasari
(2008:152), majas merupakan bentuk retoris yang penggunaannya antara lain
untuk menimbulkan kesan imajinatif bagi penyimak dan pembacanya. Menurut
Keraf (2010:113), gaya bahasa memiliki cakupan yang lebih luas yaitu kata gaya
diangkat dari istilah style yang berasal dari bahasa latin, yaitu stilus dan
mengandung arti leksikal “alat untuk menulis”, akhirnya style atau gaya bahasa
dapat dibatasi sebagai cara mengungkapkan pikiran melalui bahasa secara khas
yang memperlihatkan jiwa dan kepribadian penulis atau pemakai bahasa, sebuah
style yang menjadikan kemampuan dan keahlian untuk menulis atau
mempergunakan kata-kata secara indah dan sebuah majas dikatakan baik jika
mengandung tiga dasar yaitu kejujuran, sopan santun, dan menarik.
Prasetyono (2011:16-62) membagi majas menjadi empat bagian, yaitu:
(1) majas perbandingan yang meliputi simile, metafora, personifikasi,
depersonifikasi, alegori, alusio, antropomorfisme, antonomasia, metonimia,
litotes, hiperbola, sinekdoke, eufimisme, fabel, parabel, perifrasa, eponim,
simbolik, kiasmus. (2) majas sindiran yang meliputi ironi, sarkasme, sinisme,
3
satire, dan innuendo. (3) majas penegasan yang meliputi apofasis atau preterisio,
pleonasme, repetisi, pararima, aliterasi, paralelisme, tautologi, klimaks,
antiklimaks, anastrof atau inversi, retoris, elipsis, koreksio, polisindenton,
asindeton, dan silepsi. (4) majas pertentangan yang meliputi paradoks, oksimoron,
antitesis, anakronisme, histeron proteran, dan hipalase. Jadi, majas dibedakan atas
empat bagian, yaitu: (1) majas perbandingan, (2) majas sindiran, (3) majas
penegasan, dan (4) majas pertentangan. Masing-masing pengarang memiliki cara
penggunaan majas tersendiri. Berikut ini akan dijabarkan tentang pengertian dari
jenis-jenis majas beserta contohnya sebagai berikut.
a. Majas Perbandingan
1. Majas Simile
Simile adalah majas yang mengungkapkan sesuatu secara tidak langsung
dengan perbandingan eksplisit yang dinyatakan dengan kata depan dan
penghubung, seperti, layaknya, bagaikan, laksana, umpama, serupa, dan lain-lain
(Prasetyono, 2011:16). Sementara itu Keraf (2010:138), mengemukakan simile
adalah perbandingan yang bersifat eksplisit. Yang dimaksud dengan perbandingan
yang bersifat eskplisit ialah bahwa ia langsung menyatakan sesuatu sama dengan
hal yang lain. Contoh: gadis itu sangat cantik, matanya seperti bintang kejora.
2. Majas Metafora
Prasetyono (2011:17) mengatakan metafora adalah majas yang
mengungkapkan sesuatu secara langsung berupa perbandingan analogis dengan
menghilangkan kata seperti layaknya, bagaikan, dan lain-lain. Keraf (2010:139)
berpendapat metafora adalah semacam analogi yang membandingkan dua hal
secara langsung, tetapi dalam bentuk yang singkat. Contoh: banyak pemuda yang
ingin mempersunting mawar desa itu.
3. Majas Personifikasi
Prasetyono (2011:19) mengatakan personifikasi adalah majas yang
memberikan sifat-sifat manusia pada benda mati, majas yang menampilkan
binatang, tanaman, atau benda sebagai manusia. Contoh: tidak semua percintaan
bermuara dalam perkawinan.
4. Majas Depersonifikasi
Prasetyono (2011:21) berpendapat depersonifikasi adalah majas yang
menampilkan manusia sebagai binatang, benda-benda alam, atau benda lainnya,
misalnya dikau langit, daku bumi, dan sebagainya. Contoh: aku heran melihat
Tono mematung.
5. Majas Alegori
Alegori adalah majas yang menjelaskan maksud suatu ungkapan secara
harfiah. Umumnya, alegori merujuk pada penggunaan retorika. Namun, alegori di
sini tidak harus ditunjukkan melalui bahasa, bisa juga alegori dalam bentuk
lukisan atau pahatan (Prasetyono, 2011:22). Selanjutnya, Sadikin (2011:32),
mengatakan alegori merupakan sesuatu yang menyatakan dengan cara lain,
melalui kiasan atau penggambaran. Contoh: perjalanan hidup manusia seperti
sungai yang mengalir menyusuri tebing-tebing, yang kadang-kadang sulit ditebak
kedalamannya, yang rela menerima segala sampah, dan yang pada akhirnya
berhenti ketika bertemu dengan laut.
4
6. Majas Alusio
Alusio adalah majas perbandingan yang menggunakan berbagai kata kiasan
dan peribahasa yang sudah lazim didengar semua orang (Prasetyono, 2011:23).
Contoh: sudah dua hari tidak terlihat batang hidungnya.
7. Majas Antropomorfisme
Prasetyono (2011:23) berpendapat antropomorfisme adalah metafora yang
menggunakan kata atau bentuk lain yang berhubungan dengan manusia untuk hal
yang bukan manusia. Contoh: setelah sampai di kaki gunung ia duduk di mulut
sungai.
8. Majas Antonomasia
Prasetyono (2011:25) berpendapat antonomasia adalah sebuah majas
perbandingan yang menyebutkan sesuatu bukan dengan nama asli dari benda
tersebut, melainkan dari salah satu sifat benda tersebut. Contoh: kepala sekolah
mengundang para orang tua murid.
9. Majas Metonimia
Menurut Prasetyono (2011:26), metonimia adalah sebuah majas yang
menggunakan sepatah dua patah kata, yang merupakan merek, macam, atau
lainnya, yang merupakan satu kesatuan dari sebuah kata. Contoh: Ayah membeli
sebatang Djarum Coklat.
10. Majas Litotes
Litotes adalah majas yang mengungkapkan suatu perkataan dengan rendah
hati dan lemah lembut. Kata ini berasal dari bahasa Yunani yang berarti
“kesederhanaan” (Prasetyono, 2011:29). Menurut Keraf (2010:132) mengatakan
litotes adalah gaya bahasa yang dipakai untuk menyatakan sesuatu dengan tujuan
merendahkan diri. Contoh: silakan singgah di gubuk saya.
11.Majas Hiperbola
Hiperbola adalah pengungkapan yang melebih-lebihkan kenyataan, dengan
maksud untuk memperoleh efek tertentu, bukan yang sebenarnya sehingga
kenyataan tersebut menjadi tidak masuk akal. Pengungkapan dengan tidak
menjadikan benda-benda mati atau tidak bernyawa (Prasetyono, 2011:31).
Selanjutnya, pendapat lain Keraf (2010:135), mengungkapkan hiperbola adalah
semacam gaya bahasa yang mengandung suatu pernyataan yang berlebihan
dengan membesarkan sesuatu hal. Contoh: hatiku hancur mengenang dikau,
berkeping-keping jadinya.
12. Majas Sinekdoke
Prasetyono (2011:33), sinekdoke adalah gaya bahasa yang menyebutkan
sebagian, namun dengan seluruh bagian atau sebaliknya. Sinekdoke terbagi atas
pars pro toto (sebuah majas yang digunakan sebagian unsur atau objek untuk
menunjukkan keseluruhan objek) dan totum pro parte (sebuah majas yang
digunakan untuk mengungkapkan keseluruhan objek, padahal yang dimaksud
hanya sebagian. Contoh: suara musik dari kamar Andri begitu menggelegar
mengguncangkan dunia.
13. Majas Eufimisme
Prasetyono (2011:35), berpendapat eufimisme adalah ungkapan yang lebih
halus sebagai pengganti ungkapan yang dianggap tidak pantas atau kasar.
Biasanya, ungkapan ini disampaikan kepada orang yang lebih tua atau orang yang
5
dituakan. Keraf (2010:132), mengatakan eufimisme adalah semacam acuan
berupa ungkapan-ungkapan yang tidak menyinggung perasaan orang atau
ungkapan yang halus untuk menggantikan acuan-acuan yang mungkin dirasakan
menghina. Contoh: kaum tuna wisma makin bertambah saja dikotaku.
14. Majas Fabel
Menurut Prasetyono (2011:37), fabel adalah majas yang menyatakan perilaku
binatang sebagai manusia yang dapat berpikir dan bertutur kata. Keraf (2010:140)
mengatakan fabel merupakan suatu metafora berbentuk cerita mengenai dunia
binatang, di mana binatang-binatang bahkan makhluk-makhluk yang tidak
bernyawa bertindak seolah-olah sebagai manusia. Contoh: si kera yang busuk
hati. Contoh: si kera yang busuk hati.
15. Majas Parabel
Parabel adalah cerita rekaan untuk menyampaikan ajaran agama, moral, atau
kebenaran umum, dengan menggunakan perbandingan atau ibarat (Prasetyono,
2011:37). Pendapat lain mengatakan parabel adalah suatu kisah singkat dengan
tokoh-tokoh biasanya manusia, yang selalu mengandung tema moral. Contoh:
cerita Adam dan Hawa.
16. Majas Perifrasa
Menurut Prasetyono (2011:38), perifrasa adalah majas yang berupa
pengungkapan panjang sebagai pengganti pengungkapan yang lebih pendek.
Contoh: ia bersekolah di Kota Kembang.
17. Majas Eponim
Menurut Prasetyono (2011:39), eponim adalah nama orang (bisa nyata atau
fiksi) yang dipakai untuk menamai suatu tempat, penemuan, atau benda tertentu,
dikarenakan kontribusi atau peranan tokoh yang bersangkutan pada objek yang
dinamai tersebut. Semacam acuan yang berusaha mensugestikan kesamaan antara
orang, tempat, atau peristiwa (Keraf, 2010:141). Contoh: kecantikannya bagai
Cleopatra.
18. Majas Simbolik
Menurut Prasetyono (2011:39), simbolisme adalah majas yang melukiskan
sesuatu dengan menggunakan simbol benda, binatang, atau tumbuhan. Sadikin
(2011:36) berpendapat simbolik adalah majas yang melukiskan sesuatu dengan
menggunakan simbol atau lambang untuk menyatakan maksud. Contoh: rumah itu
hangus dilalap si jago merah.
19. Majas Kiasmus
Kiasmus adalah gaya bahasa yang berisikan perulangan, sekaligus merupakan
inversi atau pembalikan susunan antara dua kata dalam satu kalimat (Prasetyono,
2011:39). Contoh: ia menyalahkan yang benar dan membenarkan yang salah.
b. Majas Sindiran
1. Majas Ironi
Menurut Prasetyono (2011:40), ironi merupakan sindiran dengan
menyembunyikan fakta yang sebenarnya dan mengatakan kebalikan dari fakta
tersebut atau mengungkapkan sindiran halus. Contoh: pagi benar engkau datang,
Ben! Sekarang baru pukul 12.00.
2. Majas Sarkasme
Menurut Prasetyono (2011:41), majas sarkasme adalah suatu majas yang
6
dimaksudkan untuk menyindir atau menyinggung seseorang secara langsung dan
kasar. Contoh: “bajingan kau. Pergi dari sini!
3. Majas Sinisme
Sinisme adalah ungkapan yang bersifat mencemooh pikiran atau ide bahwa
kebaikan terdapat pada manusia atau lebih kasar dari ironi (Prasetyono, 2011:42).
Menurut Keraf (2010:143), sinisme diartikan sebagai suatu sindiran yang
berbentuk kesangsian yang mengandung ejekan terhadap keikhlasan dan
ketulusan hati. Contoh: tak usah kau perlihatkan wajahmu yang cantik dan
merusakkan pandangan itu.
4. Majas Satire
Prasetyono (2011:42), berpendapat satire adalah gaya bahasa untuk
menyatakan sindiran terhadap suatu keadaan atau seseorang. Satire biasanya
disampaikan dalam bentuk ironi, sarkasme, atau parodi. Contoh: tampangnya
memang seperti anak berandalan, tapi jangan langsung menuduhnya, jangan
melihat dari penampilan luarnya saja.
5. Majas Innuendo
Menurut Prasetyono (2011:43), innuendo adalah gaya bahasa untuk
menyatakan sindiran yang bersifat mengecilkan fakta sesungguhnya. Sementara
itu Keraf (2010:144), mengungkapkan innuendo adalah semacam sindiran dengan
mengecilkan kenyataan yang sebenarnya. Contoh: dia berhasil naik pangkat
dengan sedikit menyuap.
c. Majas Penegasan
1. Majas Apofasis atau Preterisio
Menurut Prasetyono (2011:43), apofasis adalah gaya bahasa untuk
menegaskan sesuatu dengan cara seolah-olah menyangkal yang ditegaskan.
Contoh: sebenarnya saya tidak sampai hati mengatakan bahwa anakmu kurang
ajar.
2. Majas Pleonasme
Menurut Prasetyono (2011:44), pleonasme merupakan majas yang
menambahkan suatu keterangan pada pernyataan yang sudah jelas atau
menambahkan keterangan yang sebenarnya tidak diperlukan. Contoh: capek mulut
saya berbicara.
3. Majas Repetisi
Repetisi adalah perulangan kata, frasa, dan klausa yang sama dalam suatu
kalimat lain. Pengulangan ini bisa berupa satu kata saja, dapat juga berupa satu
frasa, satu klausa, bahkan satu kalimat. Kata yang sama ini mengandung makna
dan acuan yang sama pula (Prasetyono, 2011:45). Contoh: janganlah dilawan,
janganlah dikeluhkan dan janganlah disumpahi duka cita itu.
4. Majas Pararima
Menurut Prasetyono (2011:48), berpendapat pararima adalah pengulangan
konsonan awal dan akhir dalam kata atau bagian kata yang berlainan. Contoh:
waria itu lari tunggang-langgang dikejar-kejar Satpol PP yang melakukan
operasi penertiban.
5. Majas Aliterasi
Menurut Prasetyono (2011:48), aliterasi adalah sejenis gaya bahasa yang
berwujud perulangan konsonan pada suatu kata atau beberapa kata, dan biasanya
7
terjadi pada puisi. Contoh: bukan beta bijak berperi.
6. Majas Paralelisme
Paralelisme adalah majas yang mengulang kata di setiap baris yang sama
dalam satu bait, dengan menggunakan kata, frasa, atau klausa yang sejajar
(Prasetyono, 2011:49). Contoh: hidup adalah perjuangan, hidup adalah
persaingan, hidup adalah kesia-siaan.
7. Majas Tautologi
Tautologi adalah majas yang berupa pengulangan gagasan, pernyataan, atau
kata yang berlebih dan tidak diperlukan (Prasetyono, 2011:50). Selanjutnya,
Sadikin (2011:38), mengatakan tautologi merupakan pengulangan kata dengan
menggunakan sinonimnya. Contoh: segala kupinta tiada kuberi, segala kutanya
tiada kau sahuti.
8. Majas Klimaks
Klimaks adalah pemaparan pikiran atau hal secara berturut-turut dari yang
sederhana atau kurang penting, meningkat pada hal yang kompleks atau lebih
penting (Prasetyono, 2011:51). Menurut Keraf (2010:124), klimaks merupakan
gaya bahasa yang mengandung urutan-urutan pikiran yang setiap kali semakin
meningkat kepentingannya dari gagasan-gagasan sebelumnya. Contoh: sekarang
masih harus setia mendengar suara, apa pun juga, sampai tuli; masih harus
memandang beribu warna, sampai buta; masih harus menjumlah serta
mengurangi sederet panjang angka-angka.
9. Majas Antiklimaks
Menurut Prasetyono (2011:52), antiklimaks adalah pemaparan pikiran atau
hal secara berturut-turut dari yang kompleks atau lebih penting menurun pada hal
yang sederhana atau kurang penting. Contoh: Bahasa Indonesia diajarkan kepada
mahasiswa, siswa SLTA, SLTP, dan SD.
10. Majas Anastrof atau Inversi
Menurut Prasetyono (2011:52), inversi atau anastrof adalah gaya bahasa
retoris yang diperoleh dengan membalikkan susunan kata dalam kalimat atau
mengubah urutan unsur-unsur konstruksi sintaksis. Gaya retoris yang diperoleh
dengan pembalikan susunan kata yang biasa dalam kalimat (Keraf, 2010:130).
Contoh: diceraikan istrinya tanpa sepengetahuan saudara-saudaranya.
11. Majas Retoris
Prasetyono (2011:52) berpendapat retoris adalah majas yang berupa
pertanyaan, yang sebenarnya tidak perlu dijawab, sebab jawaban atau maksud dari
si penanya sudah terkandung di dalam pertanyaan tersebut. Menurut Keraf
(2010:134), retoris adalah semacam pertanyaan yang dipergunakan dalam pidato
atau tulisan dengan tujuan untuk mencapai efek yang lebih mendalam dan
penekanan yang wajar, dan sama sekali tidak menghendaki adanya suatu jawaban.
Contoh: inikah yang kau namakan bekerja?.
12. Majas Elipsis
Elipsis adalah majas yang menghilangkan beberapa unsur kalimat, yang
dalam susunan normal unsur tersebut seharusnya ada. Majas ini biasanya
digunakan dalam karya sastra berbentuk puisi (Prasetyono, 2011:53). Selanjutnya,
Keraf (2010:132) mengatakan bahwa elipsis adalah gaya yang berwujud
menghilangkan suatu unsur kalimat yang dengan mudah dapat diisi atau
8
ditafsirkan sendiri oleh pembaca atau pendengar sehingga struktur gramatikal atau
kalimatnya memenuhi pola yang berlaku. Contoh: Andai dia masih hidup ...., tapi
sayang ..... Ah ...., dia kini telah tiada.
13. Majas Koreksio
Menurut Prasetyono (2011:53), koreksio adalah ungkapan dengan
menyebutkan hal-hal yang dianggap keliru atau kurang tepat, kemudian
disebutkan maksud yang sesungguhnya. Contoh: kalau tidak salah, saya telah
sampaikan hal ini minggu yang lalu. Ah, maksud saya 3 hari yang lalu.
14. Majas Polisindenton
Prasetyono (2011:54), berpendapat polisindenton adalah gaya bahasa yang
berupa sebuah kalimat atau sebuah konstruksi, yang mengandung kata-kata sejajar
dan dihubungkan dengan kata-kata penghubung. Contoh: apakah akan kita jumpai
wajah-wajah bengis atau tulang belulang, atau sia-sia saja jasad mereka di sini?.
15. Majas Asindeton
Menurut Prasetyono (2011:54), asindeton adalah suatu majas pengungkapan
frasa, klausa, kalimat, atau wacana, tanpa kata sambung atau konjungsi. Contoh:
abg, kakak, dan adik merupakan orang yang amat aku sayangi.
16. Majas Silepsi
Silepsi adalah penggunaan satu kata yang mempunyai lebih dari satu makna
dan berfungsi lebih dari satu konstruksi sintaksis, namun hanya salah satu
konstruksi yang maknanya utuh (Prasetyono, 2011:55). Contoh: selalu memahami
keadaan dirinya sebagaimana keadaan diriku.
d. Majas Pertentangan
1. Majas Paradoks
Paradoks adalah suatu cara pengungkapan dengan menyatakan dua hal yang
seolah-olah bertentangan, namun sebenarnya keduanya benar (Prasetyono,
2011:56). Contoh: teman akrab adakalanya merupakan musuh sejati.
2. Majas Oksimoron
Prasetyono (2011:60), berpendapat oksimoron adalah majas yang
menempatkan dua antonim dalam suatu hubungan sintaksis. Dengan kata lain,
oksimoron dapat disusun menjadi paradoks dalam satu frase. Contoh: olahraga
mendaki gunung memang menarik walau pun sangat membahayakan.
3. Majas Antitesis
Menurut Prasetyono (2011:60), antitesis adalah pengungkapan dengan
menggunakan kata-kata yang berlawanan arti, satu dengan yang lainnya. Keraf
(2010:126), berpendapat antitesis adalah sebuah gaya bahasa yang mengandung
gagasan-gagasan yang bertentangan, dengan mempergunakan kata-kata atau
kelompok kata yang berlawanan. Contoh: suka duka kita akan selalu bersama.
4. Majas Anakronisme
Anakronisme ialah sebuah ungkapan yang mengandung ketidaksesuaian atau
tidak ada hubungan antara peristiwa dengan waktunya (Prasetyono, 2011:61).
Contoh: dalam perjalanannya, Tommy berjumpa dengan Batara Wisnu.
5. Majas Histeron Proteran
Histeron proteran ialah gaya bahasa yang isinya berupa kebalikan dari sesuatu
yang logis atau kebalikan dari sesuatu yang wajar (Prasetyono, 2011:61). Contoh:
jika kau memenangkan pertandingan itu, berarti kematian akan kau alami.
9
6. Majas Hipalase
Menurut Prasetyono (2011:62), hipalase adalah gaya bahasa yang berupa
pernyataan dengan menggunakan kata untuk menerangkan suatu kata yang
seharusnya lebih tepat, dikarenakan kata yang lain. Contoh: ia duduk pada bangku
yang gelisah.
Peranan majas dapat menggerakkan atau menghidupkan cerita, majas juga
dapat berfungsi untuk menggambarkan objek dan peristiwa sekaligus
menampilkan gagasan secara sugestif. Majas menyebabkan karya sastra menjadi
menarik perhatian, menimbulkan kesegaran, menjadi lebih hidup dan
menimbulkan kejelasan gambaran angan.
Sepanjang keterangan yang umum kita peroleh, kata sastra (Sansekerta)
merupakan kata serapan dari bahasa Sansekerta “sastra”, yang berarti “teks” yang
mengandung instruksi atau pedoman, dari kata dasar “sas” yang berarti instruksi
atau ajaran. Dalam bahasa Indonesia kata ini biasa digunakan untuk merujuk
kepada “kesusastraan” atau sebuah jenis tulisan yang memiliki arti atau keindahan
tertentu (Sadikin, 2011:2). Selain itu dalam arti kesusastraan, sastra terbagi
menjadi sastra tulis dan sastra lisan (sastra oral).
Roman berasal dari kata “roman” yang mengandung arti cerita dalam bahasa
Romawi Badudu (dalam Zulfahnur, 1997:66) dan dipakai oleh para sarjana untuk
menuliskan ilmu pengetahuan dengan bahasa latin. Maka untuk menulis cerita
dipergunakan bahasa Romawi. Roman merupakan sebuah imajinasi atau sastra
yang berupa fiksi. Roman merupakan karangan prosa yang melukiskan perbuatan
pelakunya menurut watak dan isi jiwa masing-masing. Roman lebih banyak
membawa sifat-sifat zamannya daripada drama atau puisi. Roman menceritakan
kehidupan manusia. Dalam cerita ini pengarang turut memasukkan perasaan atau
pertimbangan hatinya. Roman lebih banyak melukiskan seluruh hidup pelakupelaku, mendalami sifat-sifat watak mereka dan melukiskan sekitar tempat
mereka hidup. Pelaku-pelaku dilukiskan dari mulai kecil hingga akhir hidupnya.
Sementara itu Lubis (dalam Zulfahnur, 1997:67), mengatakan bahwa roman
merupakan suatu kronik penghidupan, pelaku-pelaku diceritakan mulai dengan
waktu muda, mereka menjadi tua, mereka bergerak dari saru scene ke sebuah
scene yang lain, dari satu tempat ke tempat yang lain.
METODE
Penelitian majas dalam roman HGTT ini menggunakan metode deskriptif
dengan bentuk kualitatif. Penelitian bertujuan mengungkapkan makna majas dan
fungsi majas yang terdapat dalam roman HGTT terjemahan Armijn Pane. Makna
majas dan fungsi majas dideskripsikan dalam bentuk rangkaian kalimat.
Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan
struktural dan hermeneutika. Pendekatan struktural menurut (Semi, 2012:84)
bahwa karya sastra sebagai karya kreatif memiliki otonomi penuh yang harus
dilihat sebagai suatu sosok yang berdiri sendiri dan terlepas dari hal-hal lain yang
berada diluar dirinya. Pendekatan hermeneutika menurut (Teeuw, 1988:135)
adalah ilmu atau keahlian menginterpretasi karya sastra dan ungkapan bahasa
dalam arti yang lebih luas menurut maksudnya.
10
Sumber data dalam penelitian ini adalah Armijn Pane dalam romannya
Habis Gelap Terbitlah Terang kemudian dicetak dan diterbitkan oleh PT Balai
Pustaka (Persero) tahun 2011 yang terdiri atas 267 halaman.
Data adalah keterangan atau bahan yang benar dapat dijadikan dasar
analisis atau kesimpulan yang akan diteliti. Data dalam penelitian ini adalah
makna dan fungsi majas berupa kutipan-kutipan yang terdapat dalam roman
HGTT terjemahan Armijn Pane.
Metode pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan teknik tak
langsung melalui studi dokumenter. Teknik ini digunakan karena penulis tidak
dapat bertemu langsung dengan pengarangnya melainkan dengan cara
mengumpulkan data dari buku yang berhubungan dengan teori-teori yang
mendukung dalam penelitian ini. Teknik studi dokumenter merupakan
pengumpulan data yang dilakukan dengan cara mengklasifikasi bahan-bahan
tertulis yang berhubungan dengan masalah penelitian dari sumber dokumen
maupun buku.
Langkah-langkah analisis data yang dilakukan dalam penelitian yaitu.
1. Menyajikan data sesuai dengan masalah dalam penelitian;
2. Menganalisis dengan cara menginterprestasi data menurut permasalahan yang
ada dan yang dibahas dalam penelitian ini;
3. Mendeskripsikan data berupa makna dan fungsi majas atau kutipan-kutipan
yang terdapat dalam roman HGTT dengan bentuk analisis data;
4. Menyimpulkan hasil analisis data dalam roman HGTT sesuai dengan masalah
dalam penelitian.
HASIL ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN
Analisis Makna dan Fungsi Majas dalam Roman Habis Gelap Terbitlah
Terang
Hasil pembahasan atau analisis data terhadap data-data tentang majas yang
terdapat dalam roman HGTT terjemahan Armijn Pane. Penyajian data
berhubungan dengan jenis majas, makna majas, dan fungsi majas.
a. Majas Perbandingan (MP)
Makna majas perbandingan merupakan sebuah majas yang
membandingkan antara kalimat yang digunakan dengan keadaan sebenarnya
khususnya majas perbandingan yang terdapat dalam roman HGTT.
1. Majas Simile
“....melayang-layang di dalam kepalaku, bagai daun jatuh, ditiup oleh
angin” (AP, 2011:76). Kata daun ‘bagian tanaman yang tumbuh berhelai-helai
pada ranting’ sedangkan angin ‘sebuah gerakan udara dari daerah yang memiliki
tekanan tinggi ke daerah yang bertekanan rendah’. Pada kutipan di atas
merupakan majas simile yang membandingkan pikiran seseorang yang masih
kacau balau seperti daun yang jatuh ditiup oleh angin. Fungsi simile di samping
untuk membandingkan pikiran tokoh yang masih kacau dan pikiran yang tidak
keruan sehingga tokoh lebih hidup.
11
2. Majas Metafora
“Ketika saya sudah berumur dua belas tahun, lalu saya ditahan di rumah,
saya mesti masuk tutupan....” (AP, 2011:41). Penggunaan majas metafora pada
kutipan di atas terdapat pada kata “tutupan”. Kata tutupan ‘sebuah benda yang
menjadi alat untuk membatasi suatu tempat sehingga tidak terlihat isinya dalam
arti sesuatu yang terjaga keamanannya’. Pada metafora tersebut kata tutupan
digunakan untuk membandingkan keadaan seseorang yang di kurung dalam suatu
tempat. Kutipan ini memberikan makna terhadap ketidakbebasan seseorang untuk
melakukan sesuatu. Fungsi metafora di samping sebagai perbandingan analogis
yang menghubungkan kata tutupan dengan orang yang tidak dapat keluar lagi
melainkan harus tinggal di dalam rumah karena sudah akan dipingit oleh
seseorang sehingga cerita tampak lebih hidup dan indah.
3. Majas Personifikasi
“....otaknya tajam dan terang” (AP, 2011:243). Majas personifikasi pada
kutipan di atas terdapat pada kalimat “otaknya tajam dan terang”. Otak merupakan
alat berpikir pada manusia sedangkan tajam dan terang adalah bagian dari kata
benda yang tajam hasil karya manusia seperti pisau dan sebagainya. Kutipan di
atas memberikan makna terhadap seseorang yang sangat cerdas dan mudah
mengerti sesuatu. Fungsi personifikasi tersebut mengiaskan benda mati terhadap
seseorang yang sangat pandai atau mempunyai kemampuan dalam melakukan
sesuatu sehingga tokoh lebih hidup dan menarik.
4. Majas Antropomorfisme
“....kaki terjuntai ke dalam air, mata memandang jauh ke kaki langit” (AP,
2011:100). Penggunaan majas antropomorfisme pada kutipan di atas terdapat pada
kalimat “kaki langit”. Kaki ‘salah satu bagian tubuh manusia yang berfungsi
untuk berjalan’ dihubungkan dengan kata langit yaitu suatu hamparan yang
terbentang di atas bumi atau menuju ke arah langit. Kalimat ini mempunyai
makna tentang sebuah cita-cita yang besar yang dimiliki oleh seseorang. Fungsi
antropomorfisme ini memberikan keindahan yang membandingkan kata kaki
dengan menghubungkan kata langit sebagai tokoh yang memikirkan sesuatu yang
telah dijalaninya untuk mencapai sebuah cita-cita sehingga cerita lebih indah dan
menarik.
5. Majas Hiperbola
“Kesedihan bergunung-gunung, yang tidak sedikit juapun dapat kami
duga....” (AP, 2011:219). Hiperbola ini melebih-lebihkan kenyataan sebenarnya
sehingga tidak masuk akal karena semua yang dirasakan tokoh Kartini hanyalah
suatu kebahagiaan yang besar dari hati Kartini sedangkan meletus yaitu bunyian
yang sangat keras biasa digunakan pada kata benda seperti gunung dan senjata.
Fungsi hiperbola membandingkan tokoh sangat merasa sedih hatinya ketika
mengurungkan niatnya untuk belajar ke Belanda dengan menggunakan ungkapan
“kesedihan bergunung-gunung”, sehingga melebih-lebihkan dari kenyataan yang
sebenarnya sehingga tokoh lebih hidup dan cerita lebih menarik.
6. Majas Alusio
“Bapak tiadalah suka, nama anak-anaknya perempuan menjadi buah tutur
orang....” (Pane, 2011:107). Kutipan ini merupakan majas alusio karena kata-kata
di atas sudah menggambarkan dan menerangkan seseuatu yang sudah diketahui
12
orang yang ditunjukkan pada frasa “buah tutur”. Buah tutur yaitu kata kias yang
sudah lazim didengar orang. Komponen pembeda untuk buah ‘bagian tumbuhan
yang berasal dari bunga’. Buah dihubungkan dengan kata tutur yaitu sebuah
perkataan yang diucapkan seseorang. Kalimat ini mempunyai makna sesuatu yang
diucapkan yang menjadi pembicaraan orang banyak. Fungsi alusio ini
membandingkan buah dengan menghubungkan kata tutur sebagai tokoh yang
menjadi sasaran pembicaraan orang banyak sehingga cerita lebih indah dan cerita
lebih menarik.
b. Majas Penegasan (MPn)
Makna majas penegasan merupakan sebuah majas yang memberikan
penekanan dan untuk menegaskan sebuah kalimat yang digunakan khususnya
majas penegasan yang terdapat dalam roman HGTT.
1. Majas Repetisi
“Diamlah jangan mengaduh, jangan mengeluh, jangan meratap”
(AP,
2011:234). Kalimat di atas adalah majas repetisi karena ada perulangan kata yang
di anggap penting yang memberi penekanan pada sebuah konteks yang nyata
yaitu kata “jangan”. Diam berarti tidak banyak berkata-kata melainkan banyak
berbuat. Fungsinya untuk menegaskan bahwa jangan pernah seseorang untuk
mengeluh dan merasa selalu susah dalam setiap usahanya tetapi jalani apa yang
dilakukan tersebut dengan tulus dan penuh kesabaran sehingga tokoh lebih hidup
dan cerita lebih menarik.
2. Majas Tautologi
“....tumbuhlah sampai berurat berakar, hidup subur serta dengan
rindangnya” (AP, 2011:41). Kalimat di atas adalah majas tautologi karena
menggunakan perulangan kata yang sama dalam kalimat atau baris yang berbeda.
Berurat berakar ‘sesuatu yang sudah mendalam benar dan sulit dihilangkan’.
Kutipan di atas memberikan makna perasaan seseorang yang merasakan kedukaan
yang mendalam kian tumbuh sampai begitu besarnya di dalam hati sanubari.
Fungsi tautologi di samping menegaskan tokoh yang merasakan kesedihan dan
kedukaan yang amat mendalam, rasa itu semakin tumbuh di sanubari sehingga
“berurat berakar” memiliki perulangan kata yang sama dalam kalimat berbeda di
anggap penting untuk memberikan tekanan dalam sebuah konteks sehingga tokoh
lebih hidup dan cerita lebih menarik.
3. Majas Pararima
“Alangkah sangatnya terharu-biru hati kami....” (AP, 2011:127). Pararima
di atas terdapat pada kutipan kalimat “terharu-biru”. Haru ditunjukkan dengan
pernyataan rasa kasihan seseorang karena melihat dan mendengarkan sesuatu.
Haru-biru ‘sebuah ungkapan yang menyatakan rasa kebimbangan hati seseorang’.
Pada kalimat di atas mengandung makna keadaan hati seseorang yang tidak
keruan atau pikiran dan hati seseorang yang sedang kacau yang tak dapat di
redam. Berfungsi untuk sebagai penegasan dengan menggunakan pengulangan
gagasan yang tidak di perlukan ditunjukkan dengan frasa “haru-biru”
menggambarkan hati seseorang yang sedang mengalami perasaan kacau dan
sangat mengganggu ketenangan hati sehingga tokoh lebih hidup, indah dan cerita
lebih menarik.
13
4. Majas Klimaks
“Berbahagialah kami, beruntung hidup pada masa ini! Masa perubahan,
masa kuno beralih menjadi masa baru!” (AP, 2011:58). Kutipan ini adalah majas
klimaks karena ada perulangan kata dari hal yang sederhana meningkat menjadi
hal atau gagasan yang lebih penting yaitu kata “masa”. Klimaks di atas
memberikan makna sebuah perubahan yang di ikuti setelah jangka waktu yang
cukup lama. Fungsinya untuk menegaskan bahwa tokoh merasa senang dengan
perubahan masa kini yang terlepas dari ketinggalan zaman kuno dengan
menghilangkan kebiasaan adat budaya lama tersebut menjadi zaman yang modern
dan memberi kemajuan bagi bangsa seperti diberikan sebuah pengajaran dan
pendidikan sehingga tokoh tampak lebih hidup dan menarik di baca.
c. Majas Pertentangan (MPt)
Makna majas pertentangan merupakan sebuah majas yang digunakan
untuk mempertentangkan antara kalimat yang satu dengan yang lain khususnya
majas pertentangan yang terdapat dalam roman HGTT.
1. Majas Antitesis
“....bahwa bagimu semua manusia, kulit putih dan kulit hitam sama
adanya” (AP, 2011:46). Kutipan ini merupakan majas antitesis karena
mengandung gagasan yang bertentangan dengan menggunakan kata-kata yang
berlawanan yaitu “kulit putih dan kulit hitam”. Antitesis ini memberikan makna
tentang pendapat seseorang yang tidak membedakan baik dari ciri ras manusia
yang tergolong bangsa Eropa maupun orang Jawa melainkan semua manusia
sama. Fungsi untuk mempertentangkan pendapat seseorang yang menyatakan
semua manusia itu sama dalam hal apapun dan tidak pernah membedakan baik
yang tergolong bangsa Eropa maupun yang tergolong bangsa Jawa cerita lebih
hidup dan menarik cerita lebih hidup dan menarik.
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Berdasarkan hasil analisis data terhadap makna majas perbandingan,
makna majas penegasan, makna majas pertentangan, dan fungsi majas yang
terdapat dalam roman HGTT terjemahan Armijn Pane, maka dapat disimpulkan
sebagai berikut.
Makna majas perbandingan yaitu untuk membandingkan antara kalimat
yang digunakan dengan keadaan yang sebenarnya. Majas perbandingan yang
terdapat dalam roman yaitu sebanyak 6 jenis majas perbandingan di antaranya
majas simile berjumlah 9 buah, majas metafora berjumlah 19 buah, majas
personifikasi berjumlah 12 buah, majas antropomorfisme berjumlah 4 buah, majas
hiperbola berjumlah 10 buah, dan majas alusio berjumlah 2 buah;
Makna majas penegasan yaitu untuk memberikan penekanan atau
mempertegas sebuah kalimat yang digunakan. Majas penegasan yang terdapat
dalam roman yaitu sebanyak 4 jenis majas penegasan di antaranya majas repetisi
berjumlah 11 buah, majas tautologi berjumlah 2 buah, majas pararima berjumlah 3
buah, dan majas klimaks berjumlah 1 buah;
Makna majas pertentangan yaitu untuk memberikan perlawanan atau
pertentangan antara kalimat yang satu dan yang lain. Majas pertentangan yang
14
terdapat dalam roman yaitu sebanyak 1 jenis majas pertentangan di antaranya
majas antitesis berjumlah 7 buah. Berdasarkan paparan tersebut dapat diketahui
bahwa majas yang dominan pada roman ini adalah majas metafora yaitu sebanyak
19 buah kutipan majas;
Berdasarkan hasil analisis data terhadap fungsi majas yang terdapat dalam
roman, maka dapat disimpulkan sebagai berikut. (1) Fungsi majas simile yaitu
sebagai perbandingan untuk memberikan efek keindahan cerita yang memiliki
persamaan sifat sehingga mudah untuk dipahami dan tampak lebih hidup; (2)
Fungsi majas metafora yaitu sebagai perbandingan untuk memberikan efek
keindahan cerita dengan menggunakan perbandingan analogis yang
menghilangkan kata seperti, layaknya, bagaikan, dan lain-lain sehingga lebih
menarik; (3) Fungsi majas personifikasi yaitu sebagai perbandingan untuk
menciptakan efek keindahan cerita yang mengiaskan benda-benda mati bertindak,
berbuat, berbicara seperti manusia sehingga lebih hidup dan menarik; (4) Fungsi
majas antropomorfisme yaitu sebagai perbandingan untuk memberikan efek
keindahan cerita dengan menggunakan kata yang berhubungan dengan manusia
tetapi untuk hal yang bukan manusia sehingga lebih indah dan menarik; (5)
Fungsi majas hiperbola yaitu untuk memberikan efek keindahan cerita dengan
menggunakan kata yang melebih-lebihkan sesuatu sehingga lebih hidup dan
menarik; (6) Fungsi majas alusio yaitu untuk memberikan efek keindahan cerita
dengan menggunakan ungkapan umum dalam masyarakat sehingga lebih indah
dan menarik; (7) Fungsi majas repetisi yaitu sebagai penegasan untuk
memberikan efek keindahan cerita dengan menggunakan pengulangan kata yang
dapat menegaskan setiap kalimat sehingga lebih hidup dan menarik; (8) Fungsi
majas tautologi yaitu untuk memberikan efek keindahan cerita dengan
menggunakan perulangan kata yang sama dalam kalimat atau baris yang berbeda
sehingga lebih indah dan menarik; (9) Fungsi majas pararima yaitu untuk
memberikan efek keindahan cerita dengan menggunakan pengulangan gagasan
yang tidak diperlukan sehingga lebih indah dan menarik; (10) Fungsi majas
klimaks yaitu untuk memberikan efek keindahan cerita dengan menggunakan
pengulangan kata yang menjadikan hal sederhana semakin meningkat dan
menjadi sesuatu yang lebih penting sehingga cerita tampak lebih hidup dan
menarik; (11) Fungsi majas antitesis yaitu memberikan efek keindahan cerita yang
mempertentangkan sesuatu dengan menggunakan paduan kata yang berlawanan
arti sehingga tampak lebih hidup dan menarik.
Saran
Berdasarkan kesimpulan di atas, dapat disampaikan saran-saran oleh
peneliti yaitu dalam menggunakan majas atau gaya bahasa diharapkan penulis
khususnya Armijn Pane dalam karyanya untuk dapat memperhatikan pemilihan
kata dan penataan kalimatnya agar dijumpai kata-kata istimewa yang bersifat
asosiatif-reflektif sehingga memiliki kekuatan imajinasi dan emosi pembaca, serta
diharapkan dapat menunjukkan adanya variasi pola kalimat sehingga mampu
menuansakan keindahan dan bukan hanya kemampuan untuk menyatakan makna
tertentu saja. Bagi pengarang lainnya dalam menggunakan majas atau gaya bahasa
15
diharapkan dapat menghidupkan apa yang dikemukakan dalam teks sehingga
dapat menimbulkan reaksi bagi pembaca berupa tanggapan.
DAFTAR RUJUKAN
Aminuddin. 2010. Pengantar Apresiasi Karya Sastra. Malang: Sinar Baru
Algensindo
Endraswara, Suwardi. 2003. Metodologi Penelitian Sastra. Yogyakarta: Pustaka
Widyatama
Keraf, Gorys. 2010. Diksi dan Gaya Bahasa. Jakarta: PT Gramedia Pustaka
Utama
Zulfahnur, dkk. 1997. Teori Sastra. Jakarta: Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan
Laelasari dan Nurlailah, S.S. 2008. Kamus Istilah Sastra. Bandung: Nuansa Aulia
Mihardja, Ratih. 2012. Sastra Indonesia. Jakarta: Laskar Aksara
Moleong, Lexy J. 2010. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya
Sadikin, Mustofa. 2010. Kumpulan Sastra Indonesia. Jakarta: Gudang Ilmu
Semi, M. Atar. 2012. Metode Penelitian Sastra. Bandung: CV Angkasa
Sumardjo Jakob & Saini K.M. 1986. Apresiasi Kesusastraan. Jakarta: PT.
Gramedia Pustaka Utama
Syam, Christanto. 2011. Metodologi Penelitian Sastra. Pontianak: FKIP
Universitas Tanjungpura
Tanjung, Anton. 2012. Kamus Lengkap Bahasa Indonesia. Jakarta: Mitra
Pressindo
Tarigan, Henry Guntur. 2011. Prinsip-prinsip Dasar Sastra. Bandung: Angkasa
Tasai, S. Amran. 2003. Bahan Penyuluhan Sastra: Sastra Indonesia. Pusat
Bahasa, Departemen Pendidikan Nasional
Teeuw, A. 1988. Sastra dan Ilmu Sastra. Jakarta: PT. Girimukti Pasaka
Pane, Armijn. 2011. Habis Gelap Terbitlah Terang. Jakarta: Balai Pustaka
Prasetyono, Dwi Sunar. 2011. Buku Lengkap Majas dan 3000 Peribahasa.
Yogyakarta: Diva Press
16
Download