penyebaran agama katolik pada masyarakat cina benteng

advertisement
PENYEBARAN AGAMA KATOLIK PADA MASYARAKAT CINA
BENTENG: 1952 – 1985
Theresia Meirisye Lusiana, Siswantari
Ilmu Sejarah, Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya,
Universitas Indonesia, Depok, Indonesia
[email protected]
Abstrak
Tulisan ini membahas tentang penyebaran agama katolik pada masyarakat Cina Benteng sejak gereja Tangerang resmi
menjadi suatu paroki di tahun 1952 hingga tahun 1985. Penulis meneliti tentang strategi budaya dan pendidikan yang
dilakukan oleh gereja Santa Maria kepada masyarakat Cina Benteng yang sebelumnya telah memeluk agama tradisional
yang berhubungan erat dengan adat istiadatnya hingga akhirnya mereka mau mengenal dan menerima Katolik dalam
hidup mereka. Penulis juga meneliti perubahan, yang berhubungan dengan adat istiadat Cina Benteng, yang telah
memeluk agama Katolik.
Kata kunci: Katolik; strategi; Cina Benteng
Abstract
This writing is about spreaded the Catholic religion in Cina Benteng society since the church in Tangerang officially
became a parish in 1952 until 1985. The purpose of this writing is to explain the culture and education strategies that
Saint Mary church did to Cina Benteng society who previously had traditional religion that closely related to their
custom, until they willing to know about Catholic religion and accept Catholicism in their lives. The writer also explain
the changes, which is related to Cina Benteng society customs, who has embraced Catholicism.
Keyword: Chatolic; strategy; Cina Benteng
Pendahuluan
Agama Katolik, berdasarkan penelitian terakhir,
telah ada di Indonesia sejak abad ke VII, tepatnya di
Sumatra Utara. Pada masa ini Katolik tidak dibawa
oleh para penjajah melainkan dibawa langsung oleh
para misionaris India Selatan yang hendak ke Cina.
Agama Katolik pada masa ini tidak banyak
berkembang dan baru mulai terlihat penyebarannya
saat orang-orang Portugis mulai berdatangan ke
Nusantara. Katolik yang berjaya di masa pendudukan
Portugis harus kembali menelan pil pahit saat VOC
mulai menguasai Indonesia. Pada masa VOC hanya
gereja Kristen reformasi yang bisa berkembang dengan
bebas. Misionaris Katolik harus berjalan dalam diam.
Para misionaris pun banyak yang ditangkap dan
ditawan bahkan hingga ada yang mati dalam masa
interniran.
Agama Katolik mulai bisa kembali
bernapas ketika VOC bubar dan kebebasan beragama
didengungkan oleh pemerintah kolonial Belanda.
Politik etis yang dijalankan pun membantu misionaris
Katolik
mengembangkan
sayapnya.
Melalui
pendidikan dan juga kesehatan, Katolik perlahan
mengambil hati banyak orang di Nusantara. Pada saat
Jepang datang di Indonesia, saat itu juga Gereja
Katolik kembali harus menghadapi kenyataan pahit,
banyak dari para misionaris yang ditawan dan
dipekerjakan dengan berat oleh Jepang. Jepang
menganggap para misionaris dari barat merupakan
mata-mata Belanda. Pelayanan gerejawi di berbagai
tempat pun terputus karena sulit untuk melakukan
Penyebaran agama…, Theresia Meirisye Lusiana, FIB UI, 2013
pelayanan dalam situasi seperti itu, dan hal ini juga
terjadi pada Gereja Santa Maria di Tangerang. Selama
Jepang berkuasa bisa dikatakan tidak ada pelayanan
untuk umat di Tangerang. Berdasarkan catatan
metamorfosa Gereja Santa Maria, daerah Tangerang
baru kembali mendapat pelayanan pastoral pada tahun
1948.
Gereja Santa Maria berada di pusat Kota
Tangerang yang disekitarnya merupakan kawasan
pemukiman masyarakat Cina Benteng, sehingga adalah
hal yang wajar jika misionaris Katolik ditujukan
kepada masyarakat Cina Benteng. Lamanya mereka
menetap di daerah Tangerang membuat masyarakat
Cina Benteng ini menjadi bagian dari masyarakat asli
Tangerang. Perkawinan campur antara pribumi dengan
orang Cina pada awalnya yang membuat adanya Cina
peranakan di Tangerang yang kemudian dikenal
sebagai Cina Benteng. Asal usul Tangerang sebagai
kota Benteng bisa dikatakan sebagai alasan disebutnya
Cina peranakan di Tangerang sebagai Cina Benteng.
Banyaknya Cina peranakan yang hidup di daerah
sekitar Benteng VOC yang berdiri di pinggiran kali
Cisadane akhirnya membuat mereka terkenal dengan
sebutan Cina Benteng. Masyarakat Cina Benteng
secara fisik berbeda dengan orang Cina pada umumnya
yang berkulit putih. Perkawinan campur dengan
pribumi membuat kulit mereka cenderung lebih gelap
dan dalam kehidupan sehari-hari pun kebudayaan
mereka telah tercampur dengan kebudayaan setempat.
Masyarakat Cina Benteng sebagai target
misionaris Katolik memiliki suatu keunikan, yaitu
mereka telah menganut agama tradisional secara turun
temurun dan terikat erat dengan adat istiadat yang
cukup kompleks. Kepercayaan yang mereka miliki
juga berhubungan erat dengan adat istiadat dan
kebudaayan mereka sebagai orang Cina Benteng.
Mereka memiliki anggapan jika mereka memeluk
agama selain agama yang dikenal secara turun temurun
tersebut maka agama yang baru akan membuat mereka
kehilangan identitas mereka sebagai seorang Cina
Benteng. Menurut masyarakat Cina Benteng pada
umumnya, terutama pada Cina Benteng golongan tua,
agama-agama lain, baik Islam, Kristen, atau pun
Katolik, akan membuat mereka harus melepaskan
tradisi yang telah menjadi bagian dari kehidupan
mereka. Pemikiran mereka yang masih cukup kolot itu
lah yang menjadi suatu tantangan bagi misionaris
Katolik. Butuh pendekatan secara khusus untuk bisa
menarik mereka ke dalam agama Katolik.
Tinjauan Literatur
Gereja Katolik dan Cina Benteng di Tangerang
sebelumnya pernah ditulis oleh seorang Pastur yang
pernah berkarya di Gereja Santa Maria Tangerang,
yaitu Pastur Sumantri. Tulisannya merupakan suatu
rangkaian pembahasan tentang kehidupan umat Gereja
Santa Maria sebagai gereja kaum buruh. Gereja Santa
Maria yang terletak di kota Tangerang yang juga
adalah kota industri membuat gereja ini memiliki
banyak umat dari kalangan buruh yang datang dari
berbagai daerah ke Tangerang sebagai umat pindahan.
Banyak berdirinya pabrik-pabrik di Tangerang
membuat jumlah buruh di Tangerang semakin
meningkat, begitu juga dengan umat Katolik di Gereja
Santa Maria. Buruh-buruh itu yang sebelumnya adalah
umat Katolik di daerah lain kini menetap di daerah
pelayanan Gereja Santa Maria Tangerang. Selain
Pastur Sumantri, tim dari Gereja Santa Maria hingga
kini juga sudah dua kali membuat buku sejarah gereja.
Buku pertama adalah buku metamorfosa Gereja Santa
Maria hingga berumur 58 tahun, buku yang kedua
adalah buku peziarahan umat Cisadane yang dibuat
dalam rangka ulang tahun gereja yang ke 65 tahun.
Buku metamorfosa tidak membahas begitu banyak
tentang umat Cina Benteng di Tangerang, namun
dalam buku itu cukup banyak fakta sejarah seputar
berdirinya Gereja Santa Maria. Buku ini pun kemudian
dijadikan referensi dalam pembuatan buku sejarah
gereja yang kedua. Buku kedua memuat sejarah gereja
lebih terperinci, namun tetap tidak membahas
penyebaran agama Katolik pada masyarakat Cina
Benteng secara khusus. Buku-buku lain yang
ditemukan penulis lebih banyak membahas Gereja
Katolik secara garis besarnya. Sejarah lokal dalam
penyebaran agama Katolik di daerah tertentu belum
banyak ditulis, terutama di daerah Tangerang.
Berdasarkan literatur yang ada namun terbatas, penulis
berusaha untuk menyusun tulisan yang komprehensif
tentang penyebaran agama Katolik pada masyarakat
Cina Benteng di Tangerang.
Tujuan Penelitian
Masyarakat Cina Benteng sebagai salah satu
etnis terbesar dalam kota Tangerang pada saat itu
menjadi salah satu target misionaris agama Katolik
pada awal pembentukan Paroki Santa Maria di
Tangerang. Mengetahui hal ini penulis ingin
mengetahui bagaimana strategi misionaris Katolik
dalam melakukan penyebaran agama Katolik kepada
masyarakat Cina Benteng yang sebelumnya telah
memiliki kepercayaannya sendiri dan juga sangat
terikat dengan kebudayaannya. Penelitian ini juga
dimaksudkan untuk menambah historiografi tentang
penyebaran agama Katolik di Indonesia, khususnya di
Tangerang dan juga melengkapi historiografi tentang
etnis Cina yang tersebar di berbagai daerah Indonesia.
Metode Penelitian
Metode yang digunakan dalam penulisan ini
adalah metode sejarah yang merupakan suatu langkah
ilmiah dengan tujuan untuk merekonstruksi peristiwa
Penyebaran agama…, Theresia Meirisye Lusiana, FIB UI, 2013
sejarah secara sistematis dan rekonstruksi sejarah ini
diharapkan mampu menjawab permasalahan yang ada.
Metode ini diawali dengan mengumpulkan sumbersumber yang mendukung penelitian (heuristik). Oleh
karena kajian yang diteliti merupakan suatu gabungan
dari sejarah keagamaan dan juga sejarah etnis maka
pada tahap ini dialami sedikit kesulitan dalam
menemukan sumber-sumber tertulis yang secara
langsung membahas tentang kedua hal ini. Penulis
berusaha mencari sumber yang berhubungan dengan
salah satu objek kajian kemudian mencoba
menganalisa dan memahami objek penelitian tersebut
secara objektif. Sumber lisan dari hasil serangkaian
wawancara dengan masyarakat bersangkutan yang
hidup dalam kurun waktu penelitian yaitu sekitar tahun
50-an hingga 1985. Selain dengan saksi sejaman,
penulis
juga
melakukan
wawancara
dengan
narasumber ahli tentang Cina Benteng yaitu Ibu
Monalohanda yang kebetulan juga adalah seorang
keturunan Cina Benteng, dan dengan Pastor yang
masih bisa ditemui sehubungan dengan penelitian,
salah satunya adalah Pastor Sumantri yang sempat
berkarya di Gereja Santa Maria dan menulis sebuah
buku tentang umat Cina Benteng di Gereja ini.
Sumber-sumber yang telah ditemukan adalah beberapa
buku tentang keadaan Tangerang pada kurun waktu
yang bersangkutan, tentang etnis Cina yang ada di
Tangerang, sejarah Gereja Santa Maria, buku hasil
karya seorang Pastor yang pernah bertugas di Gereja
Santa Maria, juga buku-buku seputar misionaris
Katolik dan sumber-sumber berupa surat baptis yang
tersimpan di gereja Santa Maria.
Sumber-sumber yang telah diperoleh itu
selanjutnya melalui proses kritik sejarah. Kritik
menjadi hal yang penting dalam menyaring dan
memilah sumber yang telah diperoleh agar terlihat
kredibilitasnya sebagai sumber sehingga penulisan ini
menghasilkan suatu karya yang ilmiah. Pada tahap ini
penulis melakukan perbandingan antara sumber yang
satu dengan sumber lainnya karena terkadang
ditemukan berbagai versi penceritaan tentang objek
yang akan diteliti oleh penulis. Hal ini dilakukan bagi
sumber tertulis dan lisan, agar sumber yang ada bisa
semendekati mungkin dengan keadaan yang
sebenarnya terjadi. Setelah menyaring bahan dan data
yang diperoleh untuk mendukung penulisan,
selanjutnya diberikan penafsiran terhadap fakta yang
ditemukan dalam sumber-sumber sejarah tersebut.
Tahap akhir dalam penelitian ini adalah
historiografi atau penulisan sejarah. Fakta-fakta sejarah
yang telah ditemukan kemudian diseleksi, disusun, dan
ditempatkan dalam suatu urutan kronologis yang
sistematis sehingga menjadi suatu penulisan yang
ilmiah dan sistematis tentang penyebaran agama
Katolik dalam masyarakat Cina Benteng pada tahun
1952 – 1985.
Hasil Penelitian
Selama kurun waktu penelitian yaitu 1952
hingga 1985 telah diketahui bahwa ada sebanyak 521
masyarakat Cina Benteng yang dibaptis secara Katolik.
Pendekatan budaya yang biasa disebut inkulturasi
dalam agama Katolik, juga adanya sekolah Strada,
berhasil membuat banyak masyarakat Cina Benteng
tertarik untuk mengenal agama Katolik dan akhirnya
mereka pun memiliki keinginan untuk dibaptis secara
Katolik. Gereja Katolik yang bisa menerima berbagai
adat istiadat masyarakat Cina Benteng membuat
mereka tidak takut untuk berpindah agama menjadi
Katolik, karena mereka tahu bahwa gereja Katolik
tidak melarang mereka untuk tetap menghormati
leluhur dan menjalankan adat istiadat yang telah
melekat pada diri mereka. Katolik juga membuat
mereka bisa lebih memahami berbagai tradisi tersebut,
tradisi yang sebelumnya hanyalah ritual-ritual yang
mereka anggap wajib, kini dipahami secara berbeda
oleh Cina Benteng Katolik. Tradisi penghormatan
kepada leluhur misalnya, kini mereka paham bahwa
saat menjalankan tradisi tersebut bukan berarti mereka
menyembah leluhur-leluhur yang telah meninggal, tapi
mereka berdoa kepada Tuhan Yesus untuk kebahagiaan
leluhur mereka di surga dan juga untuk diri mereka
sendiri. Selain pendekatan budaya, sekolah Strada
sebagai sekolah terbaik di Tangerang pada masa itu
juga memberikan andil terhadap banyaknya Cina
Benteng yang menjadi Katolik. Pelajaran agama di
sekolah serta kehidupan sehari-hari di sekolah yang
sangat Katolik membuat banyak anak Cina Benteng
yang bersekolah disana tertarik untuk mengenal
Katolik lebih jauh lagi. Peran Tan Soe Ie, seorang
pastor yang juga merupakan seorang Cina, tak bisa
dipungkiri juga berhasil menambah daya tarik agama
Katolik bagi masyarakat Cina Benteng di Tangerang.
Pada masa pelayanannya diketahui lebih dari 100
orang Cina Benteng yang dibaptis. Masyarakat yang
hidup pada masa bakti Pastor Tan pun mengakui
bahwa ia memang memiliki peran besar terhadap
banyaknya orang Cina Benteng yang akhirnya memilih
dibaptis secara Katolik.
Pembahasan
Pastor Van der Werf, ahli dalam masalah Cina,
diutus oleh Mgr. Willekens untuk menangani dan
merintis gereja di Tangerang. Van der Werf juga
dibantu oleh van Leengoed, utusan Willekens, seorang
Pastor tentara. Pada tahun 1948 di Tangerang memang
penduduknya mayoritas Cina Benteng dan juga cukup
banyak anggota militer yang menetap di Tangerang
saat itu. Sejak baptisan pertama di Gereja Santa Maria
Tangerang tercatat pada tanggal 23 Mei tahun 1948,
masa perintisan Gereja Santa Maria pun dimulai. Tidak
mudah untuk mendekati masyarakat Cina Benteng,
sehingga pada awalnya misionaris Katolik lebih
Penyebaran agama…, Theresia Meirisye Lusiana, FIB UI, 2013
ditujukan kepada para tentara dan juga orang-orang
Eropa lain yang berada di Tangerang. Tahun 1952 baru
lah Gereja Tangerang diresmikan sebagai Paroki oleh
Uskup Willekens dengan nama Gereja Hati Santa
Perawan Maria tak Bernoda.
Sebuah proses yang panjang bagi misionaris
Katolik di Tangerang untuk bisa menarik masyarakat
Cina Benteng mau mengenal dan dibaptis dalam
Katolik. Hingga tahun 1972 tercatat sudah ada 792
orang, 60 orang diantaranya adalah Cina Benteng,
dibaptis dan masuk sebagai anggota gereja Katolik.
Pada kurun waktu itu penulis melihat bahwa baptisan
baru dari masyarakat Cina Benteng yang berjumlah 60
orang itu kebanyakan merupakan baptisan dewasa,
bahkan ada juga yang sudah berusia cukup lanjut,
seperti misalnya Zakharia Lim Youw Tek, dalam buku
baptis dituliskan bahwa ia dilahirkan di Tangerang
pada tanggal 17 Februari 1899 dan dibaptis di Gereja
Santa Maria pada tanggal 17 Februari 1974 oleh N.
Brantjes, SJ. Baptisan Cina Benteng pertama di Gereja
Santa Maria juga merupakan baptisan dewasa, yaitu
Agnes Lie Bie Jong, lahir di Tangerang, 30 Agustus
1932 dan dibaptis pada 23 Desember 1953 oleh van der
Werf, SJ.
Motif masyarakat Cina Benteng dewasa yang
berhasil dijaring oleh misionaris Katolik dalam kurun
waktu hingga 1975 memang tidak bisa diketahui secara
pasti karena para pelaku sejarah tersebut telah
meninggal dan tidak ada peninggalan mereka yang
menjelaskan bagaimana misionaris Katolik berhasil
membawa 60 orang Cina Benteng untuk dibaptis.
Berdasarkan informasi yang masih bisa ditemukan oleh
penulis, berdirinya sekolah Strada bersamaan dengan
diresmikannya Gereja Santa Maria diresmikan sebagai
Paroki sepertinya merupakan faktor pendukung
masyarakat Cina Benteng dewasa tersebut akhirnya
dibaptis. Sekolah pada saat itu tidak banyak seperti
sekarang ini, dan Strada adalah sekolah terbaik yang
ada di Tangerang saat itu hingga banyak masyarakat
Cina Benteng yang menyekolahkan anak-anaknya
disana.
Sekolah Strada sebagai sekolah yang dikelola
oleh pastor-pastor Jesuit merupakan sekolah yang
disiplin dan dalam kesehariannya pun pendidikan
secara Katolik diberikan kepada para siswa. Sekolah
Strada di Tangerang saat itu berdiri dalam komplek
yang sama dengan bangunan Gereja Santa Maria.
Aktivitas di sekolah dan juga dengan melihat aktivitas
di Gereja menjadi dorongan tersendiri bagi siswa Cina
Benteng untuk mengenal Katolik lebih jauh lagi.
Agama tradisional yang hanya mereka anut secara
turun temurun tanpa benar-benar mereka pahami
membuat mereka yang mengenal agama Katolik di
sekolah lebih memahami Katolik dibanding dengan
agama tradisional yang mereka anut sebelumnya. Roh
ilahi pun turut bekerja dalam misionaris Katolik
terhadap masyarakat Cina Benteng. Walaupun sulit,
gereja Katolik sudah berhasil mengkatolikkan 60 orang
Cina Benteng hingga tahun 1975.
Katolik diterima dengan cukup baik oleh
sebagian masyarakat Cina Benteng golongan muda
yang lebih terbuka terhadap agama ini karena mereka
bisa dikatakan lebih mengenal agama ini dibanding
mengenal agama Budha yang sebelumnya mereka anut.
Kebanyakan bagi masyarakat Cina Benteng, agama
Budha yang sebelumnya mereka anut hanyalah sebuah
judul yang sebenarnya tidak mereka pahami secara
keseluruhan. Namun ada juga yang sebelumnya cukup
aktif dalam kegiatan di wihara, ketika masuk Strada
dan mengenal Katolik lebih jauh, ternyata mereka
mendapat panggilan Ilahi sehingga mereka lebih bisa
mengimani Katolik. Sekolah Strada memang
berpengaruh besar dalam misionaris Katolik di
Tangerang.
Misionaris Katolik dalam masyarakat Cina
Benteng di Tangerang bisa dikatakan mencapai
puncaknya saat Tan Soe Ie bertugas di Gereja Santa
Maria. Tan Soe Ie sebagai pastor keturunan Cina
dengan segala sikapnya yang disebut-sebut sangat
membuat orang tertarik, mampu membuat banyak
masyarakat Cina Benteng juga tertarik bukan hanya
kepada pasturnya, tapi juga kepada agama Katolik itu
sendiri. Tan Soe Ie merupakan teladan yang baik di
mata masyarakat Cina Benteng sehingga banyak dari
mereka mau mengikuti jejak Tan Soe Ie sebagai
penganut Katolik. Tan Soe Ie juga adalah bukti bahwa
seorang Cina walaupun telah berpindah keyakinan
menjadi seorang Katolik tetap masih bisa memiliki
identitasnya sebagai seorang Cina yang tetap
menghormati berbagai tradisi dalam kehidupannya.
Misionaris Katolik bagi masyarakat Cina
Benteng golongan tua tidak diterima semudah oleh
Cina Benteng golongan muda. Cina Benteng golongan
tua bersikap lebih tertutup terhadap agama baru.
Mereka menyamaratakan Katolik dengan Kristen
dalam hal penerimaan kebudayaan mereka, sehingga
banyak dari masyarakat Cina Benteng golongan tua
yang enggan untuk menerima Katolik dalam kehidupan
mereka. Mereka beranggapan bahwa Katolik dan
Kristen sama-sama tidak bisa menerima tradisi mereka,
dan hal ini menjadi suatu ganjalan bagi mereka untuk
bisa menerima Katolik. Butuh waktu agak lama baru
bisa membuat Cina Benteng golongan tua ini mau
menerima Katolik dan mengerti bahwa Katolik tidak
membuat mereka harus melepaskan berbagai adat
istiadat yang telah terikat secara turun temurun dalam
keluarga Cina Benteng.
Kesimpulan
Penerimaan
Misionaris
Katolik
dalam
masyarakat Cina Benteng tidak bukan adalah karena
Katolik pun juga bisa menerima kebudayaan beserta
segala tradisi yang dimiliki oleh masyarakat Cina
Penyebaran agama…, Theresia Meirisye Lusiana, FIB UI, 2013
Benteng tanpa merendahkannya dan menganggap
bahwa yang dilakukan selama ini oleh masyarakat Cina
Benteng adalah salah. Strategi budaya yang digunakan
oleh misionaris Katolik terhadap masyarakat Cina
Benteng cukup berhasil. Katolik walaupun pada awal
perkembangan misionarisnya di Indonesia dan
berbagai Negara lain agak sulit menerima kebudayaan
Cina, namun mereka belajar bahwa sejak dahulu pun
Tuhan Yesus telah mencontohkan kepada mereka
untuk bisa menghormati dan menghargai berbagai
kebudayaan yang ada dan menggunakannya sebagai
jalan untuk menyebarkan Injil. Hal ini lah yang
membuat masyarakat Cina Benteng yakin untuk
memeluk agama Katolik. Selain kedamaian bagi diri
sendiri, lewat Katolik ini mereka juga tidak perlu
menjauhkan diri dari keluarga dan leluhurnya.
Berbagai tradisi yang ada dalam masyarakat Cina
Benteng yang berhubungan dengan penghormatan
kepada leluhur yang telah melekat erat dalam
kehidupan mereka, dan telah dianggap sebagai
identitas kecinaan mereka, tidak perlu mereka
tanggalkan kendati mereka telah memeluk agama
Katolik. Strategi pendidikan dengan adanya sekolah
Strada juga memberi pengaruh yang cukup signifikan
terhadap penyebaran agama Katolik pada masyarakat
Cina Benteng. Banyak dari masyarakat Cina Benteng
yang mengakui bahwa karena bersekolah di Strada lah
mereka memiliki ketertarikan untuk mengenal Katolik
lebih jauh.
Katolik menyadari bahwa banyak nilai baik
yang bisa diambil dari kebudayaan masyarakat Cina
Benteng di Tangerang. Nilai-nilai yang baik ini
diharapkan bisa diintegrasikan ke dalam kehidupan
kristiani
dengan
cara
menyehatkan
dan
menyempurnakannya. Tuhan Yesus dalam hal ini
digunakan sebagai batu uji untuk membersihkan
kebudayaan tersebut dari unsur-unsur penyembahan
berhala dan tahayul sehingga melalui kebudayaan
mereka sendiri, masyarakat Cina Benteng bisa benarbenar bangkit bersama Kristus menjadi ciptaan baru.
Menjadi ciptaan yang baru berarti juga bahwa motivasi
mereka dalam melakukan adat juga harus diperbaharui,
yaitu tidak lagi karena ketakutan karena roh-roh halus,
penyembahan berhala atau tahayul, melainkan karena
dilandasi oleh kasih kepada sesama dan kepada Tuhan.
Saran
Penelitian sejarah tingkat lokal memang
bukanlah hal yang mudah karena terbatasnya sumbersumber yang ada, namun jika kita tidak berani untuk
memulainya maka jangan heran jika nanti sejarah lokal
akan hilang ditelan jaman. Penulis mengharapkan
kelak akan lebih banyak lagi penulis yang membahas
tentang sejarah seputar daerah mereka sendiri karena
setiap daerah pasti memiliki suatu peristiwa unik yang
akan berharga untuk diteliti lebih jauh dan membuat
kita semakin mengenal lingkungan tempat kita tinggal,
tumbuh, dan berkembang.
Daftar Acuan
ARSIP
Buku I Permandian Gereja Santa Maria
Buku II Permandian Gereja Santa Maria
Buku III Permandian Gereja Santa Maria
BUKU
Bank, Jan. Katolik di Masa Revolusi Indonesia. Jakarta: Grasindo, 1999.
Boelaars, Huub J.W.M. Indonesianisasi: Dari Gereja Katolik di Indonesia menjadi Gereja Katolik Indonesia.
Yogyakarta: Kanisius, 2005.
Cshie, G. Van. Rangkuman Sejarah Gereja Kristiani dalam Konteks Sejarah Agama-Agama Lain. Jakarta: Obor, 1995.
Dawis, Aimee, Ph. D. Orang Indonesia Tionghoa Mencari Identitas. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2009.
Halim, Wahidin. Ziarah Budaya Kota Tangerang: Menuju Masyarakat Berperadaban Akhlakul Karimah. Tangerang:
Pemerintah Kota Tangerang, 2005.
P, Y. Sumantri H, SJ., Gereja Kaum Buruh dan Cina Benteng. Tangerang: Gereja Santa Maria, 1997.
Tan, Mely G. Etnis Tionghoa di Indonesia. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2008.
Tim Penyusun. Benteng Heritage: The Pearl of Tangerang. Tangerang: Museum Benteng Heritage, 2011.
Tim Penyusun. Peziarahan Umat Cisadane. Tangerang: Gereja Santa Maria, 2013.
Tim Penyusun. Sejarah Gereja Katolik Indonesia jilid 3: Wilayah-Wilayah Keuskupan dan Majelis Agung Waligereja
Indonesia. Jakarta: KWI, TT.
Viktor Stepanus, et al. Metamorfosa 58 Tahun Gereja Pinggir. Tangerang: Gereja Santa Maria, 2006.
Penyebaran agama…, Theresia Meirisye Lusiana, FIB UI, 2013
Lampiran
1. Gereja Santa Maria Tangerang, 1951
Sumber: Majalah Hidup, 1961.
2. Pastur Tan Soe Ie SJ
Sumber: Tim Penyusun, Peziarahan Umat
Cisadane (Tangerang: Gereja Santa Maria,
2013), hal. 59.
3.
Perkawinan seorang Cina Benteng Katolik
yang masih menggunakan tradisi Cio Tauw
Sumber: Koleksi Pribadi
Penyebaran agama…, Theresia Meirisye Lusiana, FIB UI, 2013
3.
Agnes Lie Bie Jong, Baptisan Cina Benteng Pertama.
Sumber: Buku Permandian I Gereja Santa Maria
4.
Baptisan baru Cina Benteng
Sumber: Y. Sumantri HP SJ, Gereja Kaum Buruh dan Cina Benteng (Tangerang, 1997), hal. 62.
Penyebaran agama…, Theresia Meirisye Lusiana, FIB UI, 2013
Download