Peran Dukungan Sosial terhadap Pembentukan

advertisement
Peran Dukungan Sosial terhadap Pembentukan Self Esteem
yang Tinggi pada Remaja Tunanetra di Sekolah Khusus
Atik Khoiroh
Pramesti P. Paramita
Fakultas Psikologi Universitas Airlangga
Abstract.
The aim of this study is describe about the role of social support to the costruction of self
esteem toward adolescent living with visual impairment in special school. Social support in
this study involved emotional support, esteem support, instrumental support, informational
support, and social network support. While, self esteem is personal judgment refers to a sense
of worth expressed through the attitudes that believed by individual (Coopersmith, 1967).
This study applied a qualitative approach with grounded theory. The subjects of this study are
visual impairment adolesencent whose high self esteem. The number of subject in this study
is two people by extreme sample in order to gain adequate data. How to obtain the subjects of
this study carried out by purposive technique to obtain representative with the topic. Then it is
analyzed by coding verbatim derived from interview transcript. The field notes are functioned
as a additional information to the data and analysis.
The result of this study show that that the social support accepted by adolescent living with
visual impairment come from school environment. All the social support are experienced by
both of participants but network support are only acknowledge by one of them. Not all the social
support obtained construct positive self esteem toward aloscent living with visual impairment.
Perception affect role of social support toward self esteem costruction. Social support that have
been perceived positively will construct positive self esteem to the individuals.
Key words: Social Support; High Self Esteem Construction; Visual Impairment Adolescent;
Special School.
Abstrak.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peran dukungan sosial dalam pembentukan
self esteem remaja tunanetra di sekolah khusus. Dukungan sosial yang dimaksud adalah
dukungan emosional, dukungan penghargaan, dukungan instrumental, dukungan informasi,
dan dukungan jaringan sosial. Sedangkan self esteem yang dimaksud adalah penilaian pribadi
terhadap suatu perasaan berharga yang diekspresikan ke dalam sikap-sikap yang dipegang
oleh individu (Coopersmith, 1967).
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan pendekatan grounded theory.
Penelitian ini dilakukan pada remaja tunanetra yang mempunyai self esteem yang tinggi
dengan jumlah subyek 2 orang dengan sampel ekstrim agar data kaya akan informasi. Cara
memperoleh subyek dilakukan dengan teknik purposive agar diperoleh data yang representatif
sesuai tema penelitian.Penggalian data dilakukan dengan teknik wawancara dan catatan
lapangan. Data yang diperoleh dianalisa dengan koding terhadap hasil transkrip wawancara
yang telah dibuat verbatim dan catatan lapangan.
Korespondensi:
Atik Khoiroh, email: [email protected]
Pramesti P. Paramita, email: [email protected]
Fakultas Psikologi Universitas Airlangga, Jl. Dharmawangsa Dalam Selatan Surabaya 60286,Telp. (031) 5032770, (031)
5014460, Fax (031) 5025910.
Jurnal Psikologi Industri dan Organisasi
Vol. 3 No. 3, Desember 2014
129
Peran Dukungan Sosial terhadap Pembentukan Self Esteem yang Tinggi pada
Remaja Tunanetra di Sekolah Khusus
Hasil penelitian menunjukkan bahwa bentuk dukungan sosial yang paling banyak diterima
oleh remaja tunanetra di sekolah khusus adalah dari lingkungan sekolah. Kedua individu
dalam penelitian ini menerima bentuk dukungan sosial yang sama kecuali bentuk dukungan
jaringan sosial yang hanya diperoleh salah satu individu. Tidak semua dukungan sosial yang
diterima dapat membentuk self esteem yang positif pada remaja tunanetra. Persepsi juga ikut
mempengaruhi peran dukungan sosial terhadap pembentukan self esteem. Dukungan sosial
yang dipersepsikan secara positif akan membentuk self esteem yang positif pada diri individu.
Kata Kunci: Dukungan Sosial; Pembentukan Self Esteem Yang Tinggi; Remaja Tunanetra;
Sekolah Khusus
PENDAHULUAN
Salah satu permasalahan penting orang
tunanetra adalah masalah self esteem. Seorang
tunanetra yang memandang diri mereka secara
negatif akan mempunyai pengaruh yang tidak
baik pada self esteem mereka. Hal ini disebabkan
self esteem merupakan suatu penilaian pribadi
terhadap suatu perasaan berharga yang
diekspresikan ke dalam sikap-sikap yang dipegang
oleh individu tersebut (Coopersmith, 1967).
Menurut Cohen (dalam Coopersmith, 1967)
seseorang yang memiliki self esteem yang tinggi
pada umumnya menyukai dirinya, menghargai
dirinya, dan melihat dirinya mampu menghadapi
lingkungannya. Selain itu, mereka mempunyai
rasa percaya diri dan merasa puas, lebih mandiri,
aktif ekspresif, bisa menerima kritik, tampak
lebih bahagia dan lebih efektif dalam menghadapi
lingkungan yang penuh tantangan (Mruk, 1999
dalam Humphrey 2004).
Sedangkan seseorang yang mempunyai self
esteem yang rendah biasanya tidak menyukai
dan menghargai dirinya, dan tidak mampu
menghadapi lingkungan secara efektif, merasa
malu dan bersalah, merasa tersisih, terlalu lemah
untuk menghadapi ketidakmampuannya, takut
akan kemarahan orang lain, dan sensitif terhadap
kritik. Self esteem yang rendah berkaitan erat
dengan depresi (Lin, dkk., 2008 dalam Elfhag,
dkk., 2010) dan gangguan mental (American
Psychiatric Association, 1994 dalam Kristina,
dkk., 2010).
Self Esteem Remaja Tunanetra
Telah dilakukan beberapa penelitian untuk
mengetahui self esteem pada remaja tunanetra.
Namun dari penelitian-penelitian tersebut
didapatkan hasil yang belum konsisten. Beberapa
130
penelitian yang menyimpulkan bahwa tidak ada
perbedaan self esteem antara remaja tunanetra
dengan remaja yang tidak mengalami tunanetra.
Pertama, penelitian yang dilakukan oleh
Bowen (2010) dengan subyek penelitian berjumlah
60 remaja. Dari penelitian tersebut didapatkan
hasil bahwa 70 % siswa mempunyai self esteem
rata-rata dan di atas rata-rata. Penelitian lain
yang mendapatkan kesimpulan bahwa tidak ada
perbedaan self esteem antara remaja tunanetra
dengan remaja yang tidak mengalami tunanetra
adalah: (1) penelitian yang dilakukan oleh oleh
Griffin-Shirley dan Nes (2005) terhadap 159 siswa
usia 8-14 tahun; (2) penelitian di Israel oleh
Lifshitz, Hen, dan Weisse pada tahun 2007 dengan
subyek penelitian berjumlah 40 remaja; dan (3)
penelitian yang dilakukan oleh Garaigordobil
dan Bernaras (2009) terhadap 90 remaja usia 12
sampai 17 tahun.
Selain itu, ada penelitian lain menemukan
bahwa ada perbedaan self concept antara remaja
tunanetra dengan remaja yang tidak mengalami
tunanetra. Penelitian ini dilakukan oleh Halder
dan Datta (2011) terhadap 160 remaja.
Peran Lingkungan Terhadap Self Esteem
Remaja Tunanetra
Di Indonesia masih ada banyak kasus
kurang baiknya perlakuan terhadap remaja
dengan tunanetra. Misalnya adanya kasus remaja
dengan tunanetra masih belum diterima dan
disembunyikan. Hal ini seperti yang diungkapkan
oleh Atung Yunarto, Kepala Lembaga
Pemberdayaan Tunanetra (LPT) :
“Kebanyakan kasus, kalau punya anak atau
salah satu anggota keluarga yang tunanetra
disembunyikan, dianggap tidak bisa melakukan apa-apa. Itu tindakan yang salah”.
Jurnal Psikologi Industri dan Organisasi
Vol. 3 No. 3, Desember 2014
Atik Khoiroh, Pramesti P. Paramita
Pelayanan publik terhadap tunanetra juga
masih diskriminatif. Hal tersebut diungkapkan
oleh Boniyem yang menjelaskan kepada wartawan
solopos bahwa pelayanan di stasiun tugu bagi
penyandang tunanetra masih diskriminatif (www.
solopos.com).
Selain itu, masih banyak anak dan remaja
ABK yang belum mendapatkan pendidikan. Hal
tersebut diungkapkan oleh Agoes Rudianto di
media informasi online www. solopos.com pada
tanggal 29 Agustus 2012 sebagai berikut:
“Data yang terhimpun dari Dit.PPK-LK
Dikdas sampai tahun 2011, ada sebanyak
356.192 anak berkebutuhan khusus
(ABK) dengan disabilitas. Namun...
sebanyak 249.339 ABK disabilitas (70%)
usia 5-18 tahun yang belum sekolah.”
Lingkungan yang kurang memberikan
perlakukan yang baik terhadap remaja akan
mempengaruhi self esteem pada diri mereka. Self
esteem yang rendah pada remaja dengan tunanetra
mempunyai hubungan dengan lingkungan sosial
remaja. Self sudah ada sejak manusia lahir dan
akan semakin berkembang ketika seseorang
melakukan sosialisasi dengan orang lain. Hal
ini karena sebagian besar pengetahuan manusia
berasal dari kehidupan sosial yang merupakan
inti dari pengalaman awal. Semakin seringnya
pengalaman-pengalaman yang berkaitan dengan
hubungan sosial akhirnya dapat terinternalisasi
sebagai aspek penting dalam konsep diri
seseorang (Shelley; Letitia; David , 1997).
Seseorang memperoleh konsep yang lain
tentang diri mereka dengan meningkatnya
pergaulan di luar rumah (Hurlock, 1990). Proses
self esteem didapatkan dari hasil interaksi
dengan lingkungannya, serta penghargaan,
penerimaan, dan perlakuan orang lain terhadap
dirinya (Coopersmith, 1967). Bagaimanapun,
individu tertentu yang disebut significant others
mempunyai pengaruh yang sangat besar dan
dianggap berharga oleh remaja. Emler (2001)
menyebutkan bahwa significant others yang
paling berpengaruh adalah orang tua. Penulis
yang lain (Burnett dan Denmar, 1996; Burns,
1982; &Humphrey, 2003) menyebutkan bahwa
guru dan peers juga mempunyai pengaruh yang
sangat besar khususnya dalam konteks self esteem
akademik (Humphrey, 2004).
Menurut Humphrey (2001 dalam Humphrey,
Jurnal Psikologi Industri dan Organisasi
Vol. 3 No. 3, Desember 2014
2004) guru mempunyai pengaruh yang besar
dalam pembentukan self esteem murid karena
guru diterima sebagai orang yang ahli, berwenang,
dan sumber pemberi umpan balik selain dari
kelompok teman sebaya. Selain itu, guru
mempunyai peran yang besar dalam memberikan
dukungan sosial kepada murid karena guru
merupakan model yang perilakuanya dianut oleh
murid-murid. Disamping membantu murid secara
langsung untuk memperoleh kemampuan sosial,
guru juga meningkatkan hubungan sosial dengan
mempermudah interaksi antara murid di dalam
kelas (Salisbury, dkk., 1995 dalam Humphrey,
2004). Sedangkan menurut Harter (1999) teman
sebaya tidak hanya menyediakan sumber penting
dalam mengevaluasi diri seseorang tetapi juga
menyampaikan nilai-nilai budaya, standar dan
harapan yang memberikan seseorang perasaan
seberapa baik mereka dalam pertemanan (Harris,
1998 dalam Humphrey, 2004).
Sarafino
(1994)
menjelaskan
bahwa
dukungan sosial terkait dengan kenyamanan,
perhatian, penghargaan atau bantuan yang
diberikan orang lain atau kelompok kepada
individu. Dukungan yang diterima oleh seseorang
dari orang lain, dapat berupa dukungan
emosional, dukungan penghargaan atau harga
diri, dukungan instrumental, dukungan informasi
atau dukungan dari kelompok.
Dari penelitian yang dilakukan oleh Kef
dan Dekofic (2004) terhadap 178 remaja dengan
tunanetra dan 338 remaja dengan tunanetra
didapatkan hasil bahwa significant other yang
dalam penelitian ini adalah orang tua dan peers
mempunyai peran yang penting terhadap wellbeing baik remaja dengan tunanetra maupun
remaja yang tidak tunanetra (Kef & Dekofic, 2004).
Penelitian ini juga didukung oleh penelitian Ikiz
dan Cakar (2010) terhadap 257 remaja Turki.
Dari penelitian tersebut didapatkan hasil bahwa
penerimaan dukungan sosial mempunyai korelasi
yang positif terhadap self esteem remaja (Ikiz &
cakar, 2010).
Hasil yang sama juga didapatkan dari
penelitian yang dilakukan oleh Nurmalasari dan
Putri (2007) terhadap 41 remaja yang menderita
lupus. Dari penelitian tersebut didapatkan
kesimpulan bahwa dukungan sosial mempunyai
korelasi yang positif dengan remaja yang
menderita lupus (Nurmalasari&Putri, 2007).
Dukungan sosial penting bagi individu
131
Peran Dukungan Sosial terhadap Pembentukan Self Esteem yang Tinggi pada
Remaja Tunanetra di Sekolah Khusus
untuk membentuk nilai, kepercayaan, dan proses
berpikir (Pavri&Moda-Amaya, 2001). Selain itu
dukungan sosial penting untuk meningkatkan
kesejahteraan emosi dan sosial. Penelitian
menunjukkan bahwa orang yang diterima oleh
orang dewasa dan teman sebaya akan merasa
terdukung, mempunyai konsep diri yang positif,
dan merasa terhubung dengan komunitas
sosial (Forman, 1988; Kloomok&Cosdon, 1994;
Rothman&Cosden, 1995 dalam Pavri&MondaAmaya, 2001). Cooley (1902) menyatakan bahwa
dukungan sosial merupakan bagian yang
yang penting dalam menentukan konsep diri
seseorang (Hoffman, dkk., 1988 dalam Ikiza &
Firdevs, 2010) dan kurangnya dukungan sosial
dapat menurunkan kompetensi sosial dan
menimbulkan perasaan sendiri.
Namun, dukungan sosial yang diberikan
kepada remaja tunanetra dapat dipersepsikan
secara berbeda oleh masing-masing individu.
Orang sering kali menerima kejadian yang sama
dengan cara yang berbeda-beda. Jadi pengalaman
individu terhadap dunia bersifat subyektif karena
proses persepsi bersifat subyektif (Weiten, 2000).
Pavri dan Monda-Amaya pada tahun 2001
melakukan penelitian mengenai perspektif
dukungan sosial dari guru dan murid. Mereka
meneliti tentang persepsi guru terhadap
dukungan sosial yang mereka berikan kepada
murid yang mengalami disability dan persepsi
siswa yang menerima dukungan sosial dari
guru. Peneliti mendapatkan kesimpulan bahwa
terdapat beberapa perbedaan penerimaan antara
dukungan sosial yang diberikan guru dengan
dukungan sosial yang perlu dan diharapkan oleh
murid.
Salah satu alternatif sekolah untuk remaja
yang mempunyai cacat mata yaitu Sekolah Khusus
atau Sekolah Luar Biasa (SLB). Sekolah Luar Biasa
(SLB) adalah sekolah khusus bagi remaja usia
memiliki kebutuhan khusus (Supriadi 2003).
Beberapa pihak menyatakan bahwa kebutuhan
khusus tertentu yang memerlukan lingkungan
sekolah yang kecil dan berstandar akan dapat
menyediakan pengetahuan khusus, peralatan,
dan dukungan yang kelas dan guru sekolah
inklusi tidak dapat menggantikannya secara
penuh (Florian, 2007).
SLB-A adalah sekolah khusus bagi tunanetra.
Di sekolah khusus tunanetra, murid tunanetra
diberikan layanan individual sesuai dengan
132
kebutuhan mereka. Seorang guru sekolah khusus
harus mempunyai kompetensi tertentu agar bisa
melakukan proses belajar dengan efektif. Mereka
tidak hanya harus mempunyai kecakapan dalam
proses mengajar tetapi juga harus mempunyai
kecakapan bergaul dengan anak didiknya (Samuel
dalam Pendidikan Anak Tunanetra, 1977 )
Oleh karena itu penelitian ini ingin
mengetahui peran dukungan sosial pada
pembentukan self esteem remaja tunanetra di
sekolah khusus tunanetra. Dari hasil penelitian
ini diharapkan dapat menjadi masukan dalam
penyelenggaraan pendidikan untuk remaja
tunanetra. Selain itu, dari penelitian ini
diharapkan membuka pandangan masyarakat
agar bisa memberikan dukungan dan menerima
keberadaan remaja tunanetra.
METODE PENELITIAN
Dalam penelitian ini pengertian self esteem
yang digunakan adalah self esteem menurut
Coopersmith (1967) self esteem yaitu evaluasi
yang dibuat individu dan kebiasaan memandang
dirinya, terutama sikap menerima, menolak,
dan indikasi besarnya kepercayaan individu
terhadap kemampuan, keberartian, kesuksesan,
dan keberhargaan diri. Sedangkan pengertian
dukungan sosial yang dimaksud adalah dukungan
sosial menurut Sarafino (1994) kenyamanan,
perhatian, penghargaan atau bantuan yang
diberikan orang lain atau kelompok kepada
individu. Dukungan sosial ini bisa berasal dari
berbagai sumber seperti orang tua, keluarga, guru
atau teman sebaya.
Pengambilan subyek dilakukan dengan
teknik pengambilan sampel
berdasarkan
konstruk operasional (theory-based/ operational
construct sampling).
Jumlah sampel dalam
penelitian ini adalah tiga remaja tunanetra yang
bersekolah di sekolah khusus tunanetra dengan
usia 12-15 tahun dan mempunyai self esteem
yang tinggi. Pengukuran self esteem subyek
dilakukan dengan menggunakan Coopersmith
Self- Esteem Inventories (CSEI). Dalam penelitian
ini penggalian data dilakukan dengan teknik
wawancara mendalam (depth interview) dan
catatan lapangan terhadap subyek penelitian
yang memenuhi kriteria yang telah ditetapkan.
Kemudian dilakukan pengorganisasian dan
analisis terhadap data yang telah diperoleh dengan
cara melakukan verbatim terhadap hasil rekaman
Jurnal Psikologi Industri dan Organisasi
Vol. 3 No. 3, Desember 2014
Atik Khoiroh, Pramesti P. Paramita
wawancara dan melakukan koding terhadap data
dari wawancara dan catatan lapangan. Langkah
koding yang dipakai dalam penelitian ini meliputi
open coding, axial coding, dan selective coding.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Dari hasil penelitian ini didapatkan hasil
beberapa peran dukungan yang terangkum pada
tabel di bawah ini:
Tabel Peran Dukungan Sosial dalam Pembentukan Self Esteem
Dukungan
Peran
Emosional
Penerimaan terhadap kondisi individu Pemenuh the needs of
affection
Pengertian terhadap kebutuhan
Pemenuh the needs of
affection
Kemudahan belajar dan
Pemenuh the needs of
berkomunikasi
affection
Penghargaan
Pembiasaan kemandirian dan
dorongan untuk mandiri
Pemberi motivasi
Kesempatan yang sama (fairness)
Pemberi support
Keterlibatan untuk memberikan ide
Pemberi support
Penunjukan sebagai asisten
Lingkungan kooperatif:
Pemberi pengakuan
dan penengasan pada
kemampuan individu
Motivasi agar sukses dan mandiri
Apresiasi terhadap keaktifan
Jurnal Psikologi Industri dan Organisasi
Vol. 3 No. 3, Desember 2014
Pemberi inspirasi
Lingkungan tidak
kooperatif:
Penyebab rasa kesal
terhadap lingkungan
Pemberi support
Dampak
Individu merasa nyaman dengan
dirinya
Individu
merasa
nyaman
beraktivitas
Individu merasa nyaman ketika
belajar dan berkomunikasi
Individu merasa yakin dengan
kemampuannya
Individu mendapatkan inspirasi
bahwa dirinya bisa mandiri dan
sukses
Individu
terdorong
untuk
membuktikan bahwa dirinya
mampu berprestasi
Individu mendapatkan stimulus
untuk mengembangkan
kemampuan yang dimiliki
Individu bangga dengan
pengetahuan yang dimiliki dan
bisa membagikannya
Individu merasa kesal dengan
lingkungan
Individu mendapatkan
dukungan untuk
mempertahankan semangat
belajar yang dimiliki
133
Peran Dukungan Sosial terhadap Pembentukan Self Esteem yang Tinggi pada
Remaja Tunanetra di Sekolah Khusus
Dukungan
Instrumental
Bantuan langsung barang, jasa, dan
waktu
Pemberian pelajaran untuk
meningkatkan skill dan kemampuan
Informasi
Informasi kompetisi
Peran
Media mendapatkan
informasi dan kemudahan
belajar serta mengandung
dukungan informasi
Media mendapat informasi
Pemberi motivasi
Informasi mengenai berbagai media
untuk meningkatkan pengetahuna
Penyedia referensi
Solusi/saran ketika mendapatkan
kesulitan atau masalah
Penyedia guidence
Pertukaran informasi mengenai
pengalaman
Penambahan value
Informasi mengenai pendidikan di
luar yang kurang optimal
Penyedia perbandingan
yang positif
Informasi mengenai lembaga khusus
tunanetra
Penyedia wacana
Pengetahuan, skill, dan informasi
Capacity building
134
Dampak
Individu mendapat dorongan
untuk lebih giat belajar
Individu mempunyai
bahan pertimbangan untuk
mengambil keputusan
Individu mengetahui
bagaimana cara menyikapi
masalah
Individu bisa mendapatkan
hikmah atau pelajaran
Individu merasa beruntung dan
bangga menjadi bagian sekolah
Individu mempunyai informasi
mengenai kegiatan yang
bermanfaat
Individu bisa lebih ahli, mampu,
dan berkompeten
Jurnal Psikologi Industri dan Organisasi
Vol. 3 No. 3, Desember 2014
Atik Khoiroh, Pramesti P. Paramita
SIMPULAN DAN SARAN
Dari penelitian ini dapat disimpulkan
bahwa dukungan sosial mempunyai peran
yang penting dalam pembentukan self esteem.
Dukungan sosial mempunyai beberapa peran
dalam pembentukan self esteem yang tinggi yang
diantaranya adalah sebagai pemenuh the needs of
affection yaitu memberikan pemenuhan terhadap
kebutuhan individu akan kasih sayang, perhatian,
dan penerimaan. Selain itu, dukungan sosial
juga berperan sebagai pemberi motivasi yaitu
memberikan dorongan untuk melakukan sesuatu
yang belum dilakukan atau dorongan untuk
melakukan sesuatu dengan baik.
Selain berperan sebagai pemberi
motivasi, dukungan sosial juga berperan sebagai
pemberi inspirasi dan pemberi support. Pemberi
inspirasi yaitu memberikan suatu ide atau
gagasan yang belum pernah dipikirkan oleh
individu sedangkan pemberi pemberi support
yaitu memberi dukungan pada hal yang sudah
dilakukan. Peran dukungan sosial yang lainnya
adalah sebagai penyedia perbandingan yang
positif yaitu menyediakan informasi mengenai
lingkungan yang kurang daripada individu.
Dukungan sosial juga berperan sebagai capacity
building yaitu membangun kapasitas individu
dari yang tidak bisa menjadi bisa, menjadi lebih
ahli, mampu, dan kompeten.
Dalam penelitian ini didapatkan data
yang tidak berkaitan dengan fokus penelitian
namun menarik untuk menjadi bahan kajian
bagi penelitian selanjutnya. Dari penelitian ini
didapatkan data mengenai persepsi dukungan
sosial yang diharapakan remaja tunanetra
terkadang berbeda dengan yang diberikan oleh
lingkungan. Perbedaan persepsi ini menarik
untuk dikaji agar terjadi persamaan persepsi
antara dukungan sosial yang diharapkan remaja
tunanetra dengan dukungan sosial yang diberikan
oleh lingkungan sehingga dukungan sosial yang
diberikan lingkungan dapat berdampak positif
bagi remaja tunanetra. Selain itu, bahan yang
menarik dikaji untuk penelitian selanjutnya
adalah perbedaan dukungan sosial yang diterima
oleh remaja yang mengalami tunanetra sejak
lahir dengan remaja yang mengalami tunanetra
tidak sejak lahir. Perbedaan dukungan sosial yang
diterima misalnya dukungan sosial yang terlalu
berlebihan terhadap remaja yang mengalami
tunanetra tidak sejak lahir atau bisa sebaliknya
remaja yang mengalami tunanetra sejak lahir
menerima lebih banyak dukungan sosial.
PUSTAKA ACUAN
Afriani, I. (2009). Metode penelitian kualitatif. Diakses pada tanggal 2 Juli 2011 melalui http://www.
penalaran-unm.org/index.php/artikel-nalar/penelitian/116-metode-penelitian-kualitatif.html
A. Singh, A& G.Hays, D. (2012). Qualitative Inquiry in Clinical and Educational Setting. New York : A
Devison of Guliford Publications
Bowen, J. (2010). Visual impairment and self-esteem, What makes a difference?. British Journal of Visual
Impairment, 28 (3), 235-243
But, M., Moosa, S., Ajmal, M.,& Rahman, F.(2011). Effects of shyness on the self esteem of 9 th grade
female. International Journal of Business and Social Science, 12 (2), 150-155
Chiu, Lian-Hwang. (1988). Testing the test : measures of self-esteem for school-age children. Jurnal of
Counseling and Development, 66 (6), 298
Coopersmith, S. (1967). The Antecedent of Self esteem. San Fransisco : W.H. Freeman & Company
Daymon, C & Holloway, I. 2008. Metode-metode Riset Kualitatif dalam Public Relation and Marketing
communications. Yogyakarta : Bentang Pustaka
Departemen Pendidikan Nasional.(1977). Pendidikan Anak-Anak Tunanetra untuk SGPLB. Bandung:
Masa Baru
Departemen Pendidikan Nasional. (2007). Pengadaan dan Pembinaan Tenaga Pendidik.
Elfhag, K., Tynelius, P.,& Rasmussen, F.(2010).Self-esteem links in families with 12-year-old children and
Jurnal Psikologi Industri dan Organisasi
Vol. 3 No. 3, Desember 2014
135
Peran Dukungan Sosial terhadap Pembentukan Self Esteem yang Tinggi pada
Remaja Tunanetra di Sekolah Khusus
in separated spouses. The Journal of Psychology, 144(4), 341-359
Florian, L.(2007). A Sociology of Special Education. The SAGE Handbook of Special Education. Page 3547
Griffin-Shirley, N.,& L.Nes, S. (2005). Self-Esteem and Empathy in Sighted and Visually Impaired
Preadolescents. Journal of Visual Impairment & Blindness
Garaigordobil, Maite.,& Bernarás, E. (2009). Self-concept, Self-esteem, Personality Traits and
Psychopathological Symptoms in Adolescents with and without Visual Impairment. The Spanish
Journal of Psychology .12(1), 149-160
Hardman, M.L., Drew, C.J.,& Egan, M.W.(2002). Human Exceptionality 7th Edition. Boston: A Pearson
Education Company
Halder, S.,& Datta, P. An exploration into self concept: A comparative analysis between the adolescents
who are sighted and blind in India. The British Journal of Visual Impairment. 30(1), 31–41
Hurlock, E. (1990). Perkembangan Anak Jilid 2. Jakarta : Erlangga
Humphrey, N.(2004). The death of the feel-good factor? self esteem in the educational context. School
Psychology International, 25 (3), 347-357
Ikiza, F.E.,&Cakar,F.S.(2010). Perceived social support and self –esteem in adolesence. Procedia Social
and Behavioral Sciences. 5, 2338-2342
Kef, S.,& Dekovic, M.(2004). The role of parental and peer support in adolescents well-being: a comparison
of adolescents with and without a visual impairment. Journal of Adolescence. 27, 453–466
Lei, P. (2006). Teacher and Inclusion. United Kingdom : World Vision
Lifshitz, H., Hen, I.,& Weisse, I. (2007). Journal of Visual Impairment & Blindness
J. Murk, C.(2006). Self-Esteem Research, Theory, and Practice (3rd ed). New York: Springer Publishing
Company
Maleong, L.J. (2001). Metode Penelitian Kualitatif. Remaja Rosdakarya : Bandung
Noor, J. 2011. Metodologi Penelitian. Jakarta : Kencana Penanda Media Group
Para, E.A. (2008). The role of social support in identity formation: A Literature Review. Graduate Journal
of counseling Psychology 1, 97-105
Pavri, S.,&Monda-Amaya, L.(2001). Social support in inclusive joschool: student and teacher perspectives.
The Council for Exceptional Children, 67 (3), 391-411
Poerwandari, K. (2009). Pendekatan Kualitatif untuk Penelitian Perilaku Manusia .Jakarta : Lembaga
Pengembangan Sarana Pengukuran dan Pendidikan Psikologi (LPSP3) Fakultas Psikologi
Universitas Indonesia
Robins, Richard.W.,&Trzesniewski, Kali.H. Self- esteem development across the life span. American
Psychological Society, 14 (3), 158-161
Rudianto, A. (2012). Pelajar Tunanetra berangkat sekolah. Diunduh tanggal 27 November 2012 melalui
http://www.solopos.com/2012/08/29/tuna-netra-berangkat-sekolah-322985
Sarafino, E.P. (1994). Health Psychology: Biopsychosocial Interactions (2nd.ed). New York: John Wiley
Santrock, J. W. (1996). Adolescence. USA : Mc Graw-Hill Companies, Inc.
Schinazi, V.R. (2007). Psychosocial implications of blindness and low-vision. Centre for Advanced Spatial
Analysis University College London, 114
Smet, Bart. (1999). Psikologi Kesehatan. Jakarta : Grasindo
Strauss, A& Corbin,J. (2009). Dasar-dasar Penelitian Kualitatif. Yogyakarta: Pustaka Pelajar Offset
Suryanto, D. (2012). Diskriminasi tunanetara di stasiun tugu. Diunduh pada tanggal 28 November 2012
http://www.solopos.com/2012/09/11/diskriminasi-tunanetra-di-stasiun-tugu-327558
Taylor, S.E. Health Psychology (4th. ed). Singapore: McGraw Hill-Book Company
Tri, Agus. (2012, Juni). Minus Informasi Timbulkan Stigmatisasi. Komunika,11,8
Weiten, Wayne.(2000). Psychology Themes and Variations (4th ed). California: Wadsworth Publishing
Company
Yin, Robert.K.(1995). Studi Kasus Desain dan Metode. Jakarta: Raja Grafindo Persada
136
Jurnal Psikologi Industri dan Organisasi
Vol. 3 No. 3, Desember 2014
Download