8 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Passing dan Ketepatan Tembakan

advertisement
8
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1. Passing dan Ketepatan Tembakan Sepak Bola
2.1.1. Pengertian Passing
Yang dimaksud dengan passing adalah mengoper bola
dengan menggunakan kaki yang sebenarnya.Pada permainan sepak
bola dimana pemain menggunakan kaki mereka untuk mengoper
bola ke rekannya untuk mencetak gol dengan mengarahkan bola
kegawang lawan atau untuk membuang bola yang mengarah
kegawang mereka sendiri.(Rahmani,2014)
Berdasarkan uraian diatas yang dimaksud dengan passing
adalah menendang bola atau mengoper bola untuk mencetak gol
(Rahmani,2014)
2.1.2. Jenis passing
Menurut( Luxbacher, 2001) Dalam permainan sepak bola
kita kenal istilah passing, berdasarkan fungsinya ada tiga jenis
passing yaitu :
a.
Passing dengan kura-kura kaki bagian dalam
b.
Passing dengan kura-kura kaki bagian luar
c.
Passing dengan punggung kaki
8
9
2.1.3. Teknik melakukan passing
a.
Persiapan
1) Luruskan badan dengan bola yang datang
2) Tekukan lutut
3) Tahan berat badan pada bantalan telapak kaki
4) Tarik kaki ke belakang
5) Fokuskan perhatian pada bola
b.
Pelaksanaan
1) Mengayunkan kaki ke depan
2) Salah satu kaki bertahan sebagai tumpuan
3) Diikuti ayunan tangan ke depan
4) Melengkungkan badan
5) Sentakkan badan kedepan
6) Kontak bola dengan kaki
2.2. Ketepatan
Ketepatan tembakan merupakan gabungan dua kata antara ketepatan
dan tembakan. Yang dimaksud dengan ketepatan adalah “kemampuan
seseorang untuk mengarahkan suatu gerak ke sasaran atau target sesuai
kemampuannya” (Suharno 1993). Hal senada juga dikatakan oleh Nala
(2011) ketepatan adalah kemampuan tubuh untuk mengendalikan gerakan
bebas menuju kesuatu sasaran. Sasaran ini dapat berupa jarak atau objek
langsung yang harus dikenal. Hal ini tampak pada usaha petembak atau
pemanah dalam membidik sasaran. Demikian juga yang dilakukan oleh
10
pemain sepak bola, dimana pemain berusaha agar bola dapat sampai tepat ke
sasaran yang diinginkan. Ketepatan dipengaruhi oleh koordinasi, jarak dan
besarnya target, ketajaman indra, kecepatan gerak, perasaan gerak serta
teknik
gerakan itu sendiri. Berdasarkan pengertian tersebut dapat
dikemukakan bahwa, ketepatan tembakan adalah kemampuan seseorang
untuk mengarahkan tembakan ke arah sasaran atau target. Ketepatan
tembakan dipengaruhi oleh koordinasi, jarak dan besarnya target, ketepatan
indra, kecepatan gerak, perasaan gerak serta teknik gerakan tembakan.
2.2.1. Tembakan Sepak Bola
Tembakan
dalam
permainan
sepak bola adalah gerakan yang dibutuhkan
sepak
bola,
terlepas
sama
sekali
dari
permainannya. Maksudnya adalah pemain melakukan gerakan –
gerakan dengan bola dan gerakan – gerakan tanpa bola. Dengan
demikian setiap pemain dapat dengan mudah memerintah bola dan
memerintah badan atau anggota badan sendiri dalam semua situasi
bermain. Setiap pemain sepak bola dengan mudah dapat memerintah
bola dengan kakinya, dengan tungkainya, dengan badannya, dengan
kepalanya, kecuali dengan kedua belah tangannya, yang dilakukan
dengan cepat dan cermat. Dengan demikian setiap pemain telah
memiliki gerakan yang otomatis yang sempurna serta peka terhadap
bola.
Penguasaan ketrampilan yang baik dapat diperoleh melalui
usaha pengkajian terhadap peserta didik, bentuk dan model
11
pembelajaran serta faktor – faktor yang menunjang pada cabang
olahraga yang bersangkutan. Pembentukan ketrampilan olahraga
pada umumnya banyak berhubungan dengan tindakan yang
menyangkut gerakan – gerakan koordinasi otot. Koordinasi gerakan
dipengaruhi oleh fungsi saraf dan diperoleh dari hasil belajar. Oleh
karena itu untuk memperoleh tingkat ketrampilan gerak yang tinggi
diperlukan belajar dalam jangka waktu yang lama agar fungsi sistem
saraf dapat terkoordinasi dengan sempurna yang menuju pada
otomatisasi gerakan. Pyke (1991) menyatakan bahwa tanpa belajar
atau latihan suatu ketrampilan tidak akan tercapai.
2.2.2. Unsur Fisik yang Terlibat dalam Tembakan Sepak Bola
Pada sepak bola berbagai jenis unsur fisik yang terlibat
adalah kecepatan, kekuatan, kelentukan, kelincahan, dan ketepatan.
Sedangkan menurut Engkos (1993) komponen fisik yang diperlukan
pada cabang olahraga sepak bola adalah pada bahu memerlukan
kekuatan otot, daya tahan otot, agilitas dan kelentukan, pada
punggung memerlukan kekuatan otot, pada dada memerlukan
kekuatan otot, daya tahan otot, lengan memerlukan kekuatan otot,
daya tahan otot, agilitas dan kelentukan serta power, pada tungkai
memerlukan kekuatan otot, daya tahan otot, agilitas dan kelentukan
serta power. Jadi pada tembakan sepak bola memerlukan kekuatan
otot, daya tahan otot, agilitas dan kelentukan serta power karena
tembakan sepak bola merupakan peran dari gerakan tungkai.
12
2.2.3. Biomekanika Tembakan Sepak Bola
Pergerakan pada tungkai mempertimbangkan pada aspek
mekanika yang terjadi. Mekanika yang mendasar meliputi sistema
gaya dan sistema yang bekerja pada masing – masing sendi. Selain
itu
juga
mempertimbangkan
aspek
osteokinematika
dan
artrokinematika yang terjadi pada masing – masing sendi dan
tungkai. Gerakan tembakan sepak bola melibatkan komponen pasif
dan aktif pada seluruh tungkai, baik mencakup tulang, sendi, otot
dan persarafan yang terdapat pada tungkai. Tembakan sepak bola
yang baik adalah tembakan yang keras, kuat dan cepat, terkoordinasi
dengan baik. Pada dasarnya pada saat tembakan melibatkan unsur
ketepatan, kekuatan, dan kelentukan dalam melakukan gerakannya.
2.3. Latihan Fisik
Banyak pendapat tentang latihan fisik. Pendapat para ahli adalah
sebagai berikut; latihan fisik adalah kegiatan dalam memberikan beban pada
tubuh secara teratur, sistematis, berkesinambungan sehungga dapat
meningkatkan kemampuan dalam melakukan kerja (Brooks & Fahey
(1994). Agak berbeda dengan pendapat Suharno 1993) menyatakan bahwa,
latihan adalah suatu proses penyempurnaan pemain secara sadar dan
mencapai mutu prestasi maksimal dengan diberi beban – beban fisik, teknik
dan taktik dan mental secara teratur, terarah, meningkat, bertahap dan
berulang – ulang.
13
2.3.1. Latihan Fisik
Tujuan pelatihan fisik secara umum tergantung dari macam
sasaran yang akan dikembangkan yang dapat mencakup sebagai
berikut: (1) meningkatkan kualitas fisik, (2) meningkatkan prestasi,
(3) pencegahan terhadap kerusakan, (4) rehabilitasi maupun
pengobatan akibat kerusakan, (5) rehabilitasi karena penyakit
(Soekarman, 1987) atau sesuai olahraga yang dilakukan, baik untuk
rekreasi, pendidikan, kebugaran jasmani dan prestasi (Sajoto,1995).
Pelatihan fisik bertujuan untuk meningkatkan fungsi potensial yang
dimiliki atlet dan mengembangkan komponen biomotoriknya
sehingga mencapai suatu standar tertentu. Tujuan pelatihan secara
garis besar menurut Bompa (1983) dalam Nala (2011) adalah
sebagai berikut: (1) mengembangkan komponen fisik umum atau
multilateral, (2) mengembangkan komponen fisik khusus, (3)
memperbaiki teknik atau ketrampilan sesuai dengan tipe atau
spesialisasi olahraganya, (4) memperbaiki strategi dan taktik
bermain, (5) meningkatkan kualitas kemauan atlet, (6) meningkatkan
persiapan dan kerjasama tim, (7) meningkatkan derajat kesehatan
atlet,(8) mencegah cedera, (9) memperkaya pengetahuan teori.
Pada setiap permulaan pelatihan hendaknya dikembangkan
terlebih dahulu pelatihan umum yakni kemampuan daya tahan
umum, kebugaran fisik atau kesegaran jasmani (daya tahan aerobik)
dan komponen biomotorik lainnya. Setelah komponen tersebut
14
mencapai tingkatan yang diinginkan, dilanjutkan dengan pelatihan
khusus.
2.3.2. Prinsip – prinsip Latihan Fisik
Untuk mencapai hasil latihan fisik yang optimal dan sesuai
tujuan latihan harus berpedoman pada prinsip – prinsip latihan yang
benar. Banyak pendapat pakar yang mendeskripsikan tentang
prinsip–prinsip latihan fisik. Menurut Pyke (1991) mengemukakan
mengenai prinsip prinsip yang harus diperhatikan dalam melakukan
latihan sebagai berikut: (1) prinsip beban berlebih, (2) prinsip
pemulihan, (3) prinsip kembali asal (4) prinsip kekhususan dan (5)
prinsip individualitas.
Dalam menyususun program pelatihan fisik, hendaknya
selalu mengacu pada kebutuhan penampilan akhir dari atlet bidang
spesialisasinya. Agar pelatihan fisik ini berlangsung efektif,
mencapai hasil maksimum sesuai sasaran dan tanpa menimbulkan
cedera, hal yang perlu diperhatikan (Nala 2011):
1.
Beban pelatihan: pemberian beban pelatihan yang terlalu ringan
tidak akan memperoleh hasil yang memadai, sedangkan beban
yang terlalu berat dapat menyebabkan cedera oleh sebab itu
pilihlah beban pelatihan yang sesuai dengan kemampuan
masing–masing olahragawan atau individu.
2.
Spesifikasi: pilihlah tipe pelatihan yang spesifik, sesuai dengan
tujuan pelatihan, setiap unit motorik (sel otot dengan sarafnya)
15
dalam tubuh manusia memang telah dirancang untuk melakukan
tugas tertentu yang spesifik atau khas untuk unit motorik
tersebut. Oleh sebab itu setiap pelatihan fisik harus dibuat
sedemikian rupa sehingga tipe pelatihannya semirip mungkin
dengan gerakan aktivitas yang dibutuhkan dalam spesialisasi
permainannya.
3.
Progresif : peningkatan beban pelatihan secara bertingkat,
diawali dengan beban ringan secara berangsur – angsur beban
ditingkatkan secara bertahap.
4.
Waktu pemulihan : setelah melakukan suatu aktivitas, perlu
diikuti dengan istirahat, tujuannya agar otot ligamentum dan
tendon
memiliki
waktu
untuk
pemulihan.
Jika
waktu
istirahatnya terlalu lama kemampuan otot akan kembali sebelum
dilatih, sebaliknya kalau waktu terlalu singkat otot belum siap
melakukan aktivitas berikutnya, akan terjadi cedera.
2.4. Sistem Energi
Energi yang diperlukan untuk suatu kegiatan atau kontraksi otot
tidak dapat diserap langsung dari makanan yang dimakan, akan tetapi
diperoleh dari persenyawaan yang disebut ATP (Adenosin Tri Phosphate).
ATP inilah yang merupakan sumber energi yang langsung digunakan otot
untuk melakukan kontraksi. ATP merupakan suatu komponen kompleks
yang tersusun atas satu komponen adenosine dan tiga komponen phosphate.
ATP ini tersimpan dalam otot rangka dalam jumlah yang sangat terbatas.
16
Supaya kontraksi otot tetap berlangsung, maka ATP ini segera disintesis
kembali. ATP bisa diberikan pada sel–sel otot melalui tiga cara
metabolisme, yaitu dua secara anaerobik dan satu secara aerobik. Ketiga
cara ini disebut 1 sistem ATP-PC,2 Glikolisis anaerobik 3 sistem aerobik.
2.5. Pelatihan Olahraga
Pelatihan
olahraga merupakan suatu
proses sistematis dari
pengulangan suatu kinerja progresif yang juga menyangkut proses
belajar serta memiliki tujuan untuk memperbaiki sistem dan fungsi dari
organ tubuh agar penampilan atlet menjadi optimal. Sedangkan Nala
(2002), mengatakan pelatihan olahraga ditujukan untuk meningkatkan
pengembangan
fisik
baik menyeluruh
maupun
khusus,
perbaikan
terhadap teknik permainan, pematangan strategi dan taktik bermain
sesuai kebutuhan olahraganya, menanamkan kemauan dan disiplin yang
tinggi,
pengoptimalan
meningkatkan
serta
persiapan
memelihara
tim pada
derajat
olahraga
kesehatan
beregu,
dan mencegah
terjadinya cedera. Lebih lanjut, Nala (2002), menjelaskan bahwa
pelatihan olahraga dapat dibagi atas:
1. Pelatiahan fisik atau jasmani
2. Pelatihan teknik atau ketrampilan (skill)
3. Pelatihan taktik atau strategi.
17
Singer (1992), mengatakan bahwa dengan melakukan pemanasan
secara optimal dapat menyebabkan sebagai berikut:
1. Kekuatan dan kecepatan kontraksi otot bertambah
2. Aliran darah ke otot bertambah
3. Viscositas / kekentalan darah menurun
4. Dapat menghindari cedera
Tujuan pelatihan fisik adalah untuk memberikan tekanan dan
tahanan kepada tubuh secara sitematis sehingga kapasitasnya meningkat,
dengan demikian atlet mampu melakukan suatu aktivitas gerakan yang
direncanakan (Nala, 2002). Dengan demikian pelatihan fisik merupakan
suatu gerakan fisik yang dilakukan secara sistematis dan berulangulang (repetisi) dalam jangka waktu
yang lama (durasi)
dengan
pembebanan yang meningkat secara progresif dan individual, yang
bertujuan
untuk
memperbaiki
fisiolagi tubuh
agar
pada
waktu
melakukan aktivitas dapat mencapai penampilan yang optimal.
Nala (2002) mengatakan bahwa, tujuan pelatihan fisik olahraga
berbeda dengan tujuan berolahraga. Tujuan berolahraga dapat dibagi
atas kebutuhannya yaitu sebagai berikut:
1. Rekreasi, bertujuan untuk bersenang-senang
2. Pendidikan, untuk membina disiplin, kemauan, kepribadian, dan
kerja sama
3. Kesehatan, sebagai sarana pencegahan agar tidak sakit jantung,
pengobatan sakit asma, rehabilitas dan sebagainya.
18
4. Kesegaran jasmani, agar mampu melakukan pekerjaan sehari-hari
dengan tingkat efisiensi dan produktivitas yang tinggi.
5. Prestasi, bertujuan untuk menjadi juara dalam berolahraga.
Sedangkan tujuan pelatihan menurut Bompa (1983) dalam Nala,
(2002) adalah sebagai berikut:
1. Mengembangkan
komponen
pengembangan ini
meliputi
fisik
umum
peningkatan
atau
kemampuan
multilateral,
komponen-
komponen biomotorik secara umum.
2. Mengembangkan komponen fisik khusus. Pengembangan komponen
biomotoriknya disesuaikan dengan tipe atau spesialisasi olahraganya.
3. Memperbaiki teknik atau keterampilan sesuai dengan tipe atau
spesialisasinya.
Pelatihan
dilakukan
dengan
memperhitungkan
berbagai faktor yang mempengaruhinya.
4. Memperbaiki
strategis
dan
taktik
bermain.
Dalam
pelatihan
diperhitungkan juga kekuatan dan kelemahan serta watak dari lawan
yang didapat sehingga strategi dapat dipersiapkan dengan tepat.
5. Meningkatkan kualitas kemauan atlet. Pelatihan ini lebih banyak
menyangkut pelatihan mental.
6. Meningkatkan persiapan
dan kerja sama tim. Beberapa cabang
olahraga ada yang dimainkan secara beregu, sehingga memerlukan
kerja sama dan saling pengertian yang baik antara sesama pemain
7. Mencegah cedera dan melakukan pemanasan sebelum dilatih pada
inti pelatihan
19
8. Meningkatkan derajat kesehatan atlet. Memberikan takaran dan
peningkatan sesuai dengan kemampuan atlet disertai pemberian gizi
yang seimbang.
9. Memperkaya pengetahuan teori. Diperkenalkan terutama tentang
fisiologi dan psikologi, dasar-dasar pelatihan. Perencanaan dan gizi.
Download