BAB II TINJAUAN PUSTAKA

advertisement
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Konsep Tentang Guru
1.
Pengertian Guru
Ada beragam julukan yang diberikan kepada sosok guru. Salah satu
yang paling terkenal adalah “Pahlawan Tanpa Tanda Jasa”. Julukan ini
mengindikasikan
betapa besarnya peran dan jasa yang dilakukan guru
sehingga guru di sebut pahlawan. Guru juga merupakan sosok yang rela
mencurahkan sebagian besar waktunya untuk mengajar dan mendidik siswa.1
Sementara menurut Chotimah yang kutip oleh Asmani pengertian guru adalah
orang yang memfasilitasi alih ilmu pengetahuan dari sumber belajar kepada
peserta didik.2 Guru (dalam bahasa Jawa) adalah seorang yang harus digugu
dan ditiru oleh semua muridnya. Harus di gugu artinya segala sesuatu yang
disampaikan olehnya senantiasa dipercaya dan diyakini kebenaran oleh semua
murid. Seorang guru juga harus ditiru, artinya seorang guru menjadi suri
tauladan bagi semua muridnya.3
Karena alasan di atas, profesi menjadi guru bukanlah profesi yang
mudah. Seorang guru hendaknya senantiasa memiliki spirit yang kuat untuk
meningkatkan kualitas pribadi maupun sosialnya, maka keberhasilan dalam
1
Ngainun Naim, Menjadi Guru Inspiratif, (Yogyakarta; Pustaka Pelajar,2011) ,hal .1
Jamal Ma’mur Asmani, Tips Menjadi Guru Inspiratif, Kreatif, dan Inovatif, (Jogjakarta:
Diva Press, 2014) ,hal.20
3
Ainurrofiq Dawam, Kiat Menjadi Guru Profesional, (Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2008)
,hal .17
2
12
13
menjalankan tugasnya akan lebih cepat untuk tercapai, yaitu mampu
melahirkan para siswa yang memiliki budi pekerti yang luhur, memiliki
karakter sosial dan professional sebagaimana yang
menjadi tujuan
fundamental dari pendidikan. Adapun karakter pribadi dan sosial bagi seorang
guru dapat diwujudkan dalam berbagai bentuk sikap, yaitu:4
a. Guru hendaknya menjadi orang yang mempunyai wawasan yang luas.
Oleh karena itu, seorang guru harus selalu berusaha secara maksimal untuk
meningkatkan wawasan dan pengetahuannya. Sebagai pendidik, prinsip
belajar sepanjang hayat (long life education) harus menjadi bagian tidak
terpisah dari kehidupan seorang guru.
b. Apa yang disampaikan oleh seorang guru harus merupakan sesuatu yang
benar dan memberikan manfaat. Guru adalah panutan, terutama bagi
siswa. Menyampaikan ilmu yang tidak benar dan tidak membawa manfaat
merupakan sebuah bentuk penyebaran kesesatan secara terstrukur. Jika apa
yang disampaikan tidak memiliki landasan kebenaran keilmuan yang
kukuh serta tidak memberikan nilai kemanfaatan, maka belajar akan
kehilangan relevasinya bagi siswa.
c. Dalam
menghadapi
setiap
permasalahan,
seorang
guru
harus
mengedepankan sikap yang objektif. Sikap objektif merupakan bentuk
usaha dari seorang guru untuk memahami dan menyikapi setiap persoalan
secara proporsional.
4
Ngainun Naim, Menjadi Guru Inspiratif, … hal 6-9
14
d. Seorang guru hendaknya memiliki dedikasi, motivasi, dan loyalitas yang
kuat. Karakter semacam ini akan menjadikan seorang guru semakin
berwibawa dan menjalankan profesinya dengan penuh penghayatan dan
loyalitas.
e. Kualitas dan kepribadian moral harus menjadi aspek penting yang melekat
dalam diri guru. Tugas seorang guru bukan sekedar mengajar, tetapi juga
menjadi teladan karena apapun yang ada pada diri guru akan menjadi
perhatian dan sorotan pada siswanya.
f. Perkembangan Iptek yang kian pesat juga mengharuskan seorang guru
untuk senantiasa mengikutinya dan memiliki inisiatif yang kreatif. Kondisi
ini mengaharuskan seorang guru untuk melek informasi dan teknologi.
2.
Fungsi dan Tugas Guru Secara Umum
Selain sebagai aktor utama dalam kesuksesan pendidikan, guru memiliki
fungsi dan tugas sebagai guru, antara lain:5
a. Educator (pendidik)
Tugas pertama guru adalah mendidik murid-murid sesuai dengan
materi pelajaran yang diberikan kepadanya, sebagai seorang edukator,
ilmu adalah syarat utama. Membaca, menulis, berdiskusi
mengikuti
informasi, dan reponsif terhadap masalah kekinian sangat menunjang
peningkatan kualitas ilmu guru.
5
Jamal Ma’mur Asmani,Tips
(Jogjakarta:Diva Press,2014) hal. 39-54
menjadi
guru
inspiratif,kreatif
dan
inovatif,
15
b. Leader (pemimpin)
Guru juga seorang pemimpin kelas, karena itu ia harus bisa
menguasai, mengendalikan dan mengarahkan kelas menuju tercapainya
tujuan pembelajaran yang berkualitas. Sebagai seorang pemimpin, guru
harus terbuka, demokratis, egaliter dan menghindari cara-cara kekerasan.
c. Fasilitator
Sebagai fasilitator, guru bertugas memfasilitasi murid untuk
menemukan dan mengembangkan bakatnya secara pesat. Menemukan
bakat anak didik bukan persoalan mudah, ia membutuhkan eksperimentasi
maksimal, latihan terus menerus, dan evaluasi rutin.
d. Motivator
Sebagai
membangkitkan
seorang
semangat
motivator,
dan
seorang
mengubur
guru
harus
kelemahan
anak
mampu
didik
bagaimanapun latar belakang hidup keluarganya, bagaimanapun kelam
masa lalunya, dan bagaimanapun berat tantangannya.
e. Administrator
Sebagai seeorang guru, tugas administrasi sudah melekat dalam
dirinya, dari mulai melamar menjadi guru, kemudian diterima dengan
bukti surat keputusan yayasan, surat instruksi kepala sekolah, dan lain-lain.
Urusan yang ada di lingkup pendidikan formal biasanya memakai prosedur
admistrasi yang rapi dan tertib.
16
f. Evaluator
Sebaik apapun kualitas pembelajaran, pasti ada kelemahan yang
perlu dibenahi dan disempurnakan. Disinilah pentingnya evaluasi seorang
guru,. Dalam evaluasi ini, guru bisa memakai banyak cara, dengan
merenungkan sendiri proses pembelajaran yang diterapkan, meneliti
kelemahan dan kelebihan, atau dengan cara yang lebih obyektif, meminta
pendapat orang lain, misalnya kepala sekolah, guru yang lain dan muridmuridnya.
3. Fungsi Guru Pendidikan Agama Islam
Selain melakukan tugas secara umum, fungsi guru Pendidikan
Agama Islam sangat luas, yaitu untuk membina seluruh kemampuankemampuan dan sikap-sikap yang baik dari peserta didik sesuai dengan ajaran
Islam. Hal ini berarti bahwa perkembangan sikap dan kepribadian tidak
terbatas pelaksanaannya melalui pembinaan di dalam kelas saja. Dengan kata
lain, fungsi guru Pendidikan Agama Islam dalam membina peserta didik tidak
terbatas pada interaksi belajar mengajar saja. Menurut Zakiyah Darajat dalam
bukunya Novan Ardi Wiyani, fungsi guru Pendidikan Agama Islam yaitu:6
a. Guru Pendidikan Agama Islam sebagai pengajar
Sepanjang sejarah keguruan, tugas guru Pendidikan Agama islam adalah
mengajar, bahkan masih banyak di antara para guru sendiri yang
beranggapan demikian atau tampak masih dominan dalam karier sebagian
besar guru, sehingga dua tugas lainnya menjadi tersisihkan atau
6
Novan Ardi Wiyani ,Pendidikan Karakter Berbasis Iman dan Takwa,(Yogakarta :Teras
2012) hal 102-103
17
terabaikan. Padahal hakikatnya sebagai pengajar, guru bertugas membina
perkembangan pengetahuan, sikap atau tingkah laku, dan ketrampilan.
b. Guru Pendidikan Agama Islam sebagai pembimbing atau pemberi
bimbingan
Guru sebagai pembimbing dan pemberi bimbingan adalah dua macam
peranan yang mengandung banyak perbedaan dan persamaannya.
Keduanya sering dilakukan oleh guru yang ingin mendidik dan yang
bersikap mengasihi dan mancintai peserta didiknya. Perlu pula diingat
bahwa pemberian bimbingan itu, bagi guru Pendidikan Agama Islam
meliputi bimbingan belajar dan bimbingan perkembangan sikap atau
tingah laku. Dengan demikian membimbing dan pemberian bimbingan
dimaksudkan agar setiap peserta didik diinsyafkan mengenai kemampuan
dan potensi diri peserta didik yang sebenarnya dalam kapasitas belajar dan
bersikap. Jangan sampai peserta didik menganggap rendah atau
meremehkan kemampuannya sendiri dalam potensinya untuk belajar dan
bersikap atau bertingkah laku sesuai dengan ajaran agama lain.
c. Guru Pendidikan Agama Islam sebagai pemimpin (manajemen kelas)
Guru bertugas pula sebagai administrasi, bukan berarti sebagai pegawai
kantor, melainkan sebagai pengelola kelas atau pengelola (manajer)
interaksi belajar mengajar. Terdapat dua aspek dari masalah pengelolaan
yang perlu mendapat perhatian oleh guru Pendidikan Agama Islam, yaitu:
1) Membantu perkembangan anak didik sebagai individu dan
kelompok.
18
2) Memelihara kondisi kerja dan kondisi belajar yang sebaik-baiknya
di dalam maupun di luar kelas.
4. Tugas Dan Tanggung Jawab Guru Pendidikan Agama Islam
Menjadi seorang guru Pendidikan Agama Islam tidaklah sekedar hanya
bertugas mengajar pada peserta didiknya saja, akan tetapi seorang guru
Pendidikan Agama Islam pada dasarnya memiliki dua tugas pokonya, yaitu: 7
a. Tugas instruksional
Yaitu menyampaikan berbagai pengetahuan dan pengetahuan
agama kepada peserta didiknya untuk dapat diterjemahkan ke dalam
tingkah laku dalam kehidupannya.
b. Tugas moral
Yaitu mengembangkan dan membersihakan jiwa peserta didik agar
dapat mendekatkan diri kepada Allah, menjauhkan diri dari keburukan dan
menjaganya agar tetap pada fitrahnya yaitu religiusitas.
Sedangkan menurut Kementrian Agama RI dalam bukunya Novan
Ardi Wiyani, tugas dan tanggung jawab guru Pendidikan Agama Islam
adalah:8
a. Guru Pendidikan Agama Islam sebagai pengajar
Guru Pendidikan Agama Islam harus menjadi pengajar yang baik, dalam
arti persiapan mengajar, pelaksanaan pengajaran, sikap di depan kelas, dan
pemaham peseta didik terhadap pelajaran yang diberikan. Di samping itu,
seorang guru Pendidikan Agama Islam juga harus dapat memilih bahan
7
Ibid,.hal 103-104
8
Ibid,. hal 104-105
19
yang akan disampaikan, metode yang sesuai dengan kondisi, situasi, dan
tujuan serta pengadaan evaluasi.
b. Guru Pendidikan Agama Islam sebagai pendidik
Yaitu sebagai guru Pendidikan Agama Islam tidak hanya mempuanyai
tugas menyampaikan atau mentransfer ilmu kepada peserta didiknya,
tetapi yang lebih penting adalah membentuk jiwa dan batin peserta didik
sehingga dapat menjadikan mereka berakhlaq mulia .
c. Guru Pendidikan Agama Islam sebagai da’i
Fungsi ini dalam arti sempit, artinya guru Pendidikan Agama Islam yang
mengajar di sekolah umum mendapat tanggapan positif dari guru-guru lain
di sekolah tersebut.
d. Guru Pendidikan Agama Islam sebagai konsultan
Maksudnya di samping sebagai pengajar dan pendidik, guru Pendidikan
Agama Islam juga berfungsi sebagai konsultan bagi peserta didik atau
guru lainnya dalam mengatasi permasalahan-permsalahan pribadi atau
permasalahan belajar.
e. Guru Pendidikan Agama Islam sebagai pemimpin pramuka
Kegiatan pramuka dapat dijadikan sebagai tempat mengambangkan
Pendidikan Agama Islam, lebih sempuna lagi apabila guru Pendidikan
Agama Islam aktif di dalamnya.
f. Guru Pendidikan Agama Islam sebagai pemimpin informal
20
Artinya guru Pendidikan Agama Islam bukan hanya sebagai pengajar dan
pendidik, tetapi sebagai pemimpin keluarga dan masyarakat.
B. Konsep tentang Pendidikan Agama Islam
1.
Pengertian Pendidikan Agama Islam
Sebelum membahas pengertian Pendidikan Agama Islam terlebih
dahulu
akan dibahas pengertian pendidikan pada umumnya. Istilah
pendidikan berasal dari kata”didik” dengan memberi awalan “pe”dan
akhiran “an” mengandung arti perbuatan (hal,cara dan sebagainya) istilah
pendidikan ini semula berasal dari bahasa Yunani, yaitu paedagogie, yang
berarti bimbingan yang diberikan kepada anak. Istilah ini kemudian
diterjemahkan
ke dalam bahasa Inggris dengan education yang berarti
pengembangan atau bimbingan, dan juga sering diterjemahkan dengan
tarbiyah, yang berarti pendidikan.sehingga dapat didefinisikan bahwa
pendidikan adalah sebuah kegiatan yang dilakukan dengan sengaja dan
terencana yang dilaksanakan oleh orang dewasa yang memiliki ilmu dan
ketrampilan kepada anak didik, demi terciptanya insan kamil. Sedangkan
pendidikan yang dimaksud dalam pembahasan ini adalah Pendidikan
Agama Islam. Adapun kata Islam dalam istilah Pendidikan Agama Islam
menunjukkan sikap pendidikan tertentu yaitu pendidikan yang memiliki
warna-warni Islam. 9 Di dalam UUSPN No. 2/1989 pasal 39 ayat (2)
ditegaskan bahwa isi kurikulum setiap jenis, jalur, dan jenjang pendidikan
wajib memuat, antara lain pendidikan agama. Dan dalam penjelasanya
9
Ibid,. hal 81-82
21
dinyatakan bahwa pendidikan agama merupakan usaha untuk memperkuat
iman dan ketakwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa sesuai dengan agama
yang dianut oleh peserta didik yang bersangkutan dengan memperhatikan
tuntutan untuk menghormati agama lain dalam hubungan kerukunan antar
umat beragama dalam masyarakat untuk mewujudkan persatuan nasional.10
Dalam konsep Islam, iman merupakan potensi rohani yang harus
diaktualisasikan dalam bentuk amal saleh, sehingga menghasilkan prestasi
rohani (iman) yang di sebut taqwa. Amal saleh itu menyangkut keserasian
dan keselarasan hubungan manusia dengan Allah dan hubungan manusia
dengan dirinya yang membentuk kesalehan pribadi; hubungan manusia
dengan sesamanya yang membentuk kesalehan sosial ( solidaritas sosial), dan
hubungan manusia dengan alam yang membentuk kesalehan terhadap alam
sekitar. Kualitas amal saleh ini akan menentukan derajad ketakwaan (prestasi
rohani/iman) seseorang dihadapan Allah SWT.11
Di dalam GBPP PAI di sekolah umum, dijelaskan bahwa
pendidikan agama Islam adalah usaha sadar untuk menyiapkan siswa dalam
meyakini, memahami, menghayati, dan mengamalkan agama Islam melalui
kegiatan bimbingan, ajaran, dan atau latihan dengan memperhatikan tuntutan
untuk menghormati agama lain dalam hubungan kerukunan antar umat
beragama dalam masyarakat untuk mewujudkan persatuan nasional. 12
Sedangkan menurut Marimba, Pendidikan Agama Islam adalah bimbingan
10
Muhaimin, M.A., et. al Paradigma Pendidikan (Bandung:Remaja Rosdakarya 2012)
11
Ibid, hal 75
Ibid, hal 75-76
hal 75
12
22
jasmani dan rohani berdasarkan hukum-hukum agama Islam menuju kepada
terbentuknya kepribadian utama menurut ukuran-ukuran Islam. Pendapat ini
diperkuat oleh pendapat Zakiah Daradjat, yang mengatakan bahwa
Pendidikan Agama Islam adalah pendidikan dengan melalui ajaran-ajaran
agama Islam, yaitu berupa bimbingan dan asuhan terhadap anak didik agar
nantinya setelah selesai dari pendidikan ia dapat memahami, menghayati dan
mengamalkan ajaran-ajaran agama Islam yang telah diyakininya secara
menyeluruh, serta menjadikan ajaran agama Islam itu sebagai suatu
pandangan hidupya demi keselamatan dan kesejahteraaan hidup di dunia dan
di akhirat kelak. 13
Sehingga bisa disimpulkan bahwa pengertian pendidikan agama
Islam adalah upaya sadar dan terencana dalam menyiapkan peserta didik
untuk mengenal, memahami, menghayati, hingga mengimani, bertakwa dan
berakhlak mulia dalam mengamalkan ajaran agama Islam dari sumber
utamanya kitab suci Al-Qur’an dan Al-Hadis, melalui kegiatan bimbingan,
pengajaran, latihan, serta penggunaan pengalaman. Dari hal tersebut di
harapkan munculnya karakter-karakter religius pada siswa yang nantinya
akan bermanfaat baik di lingkungan sekolah maupun lingkungan sosial.
2. Karakteristik Mata Pelajaran Pendidikan Agama Islam
Setiap mata pelajaran memiliki ciri khas atau karakteristik tertentu
yang dapat membedakan dengan mata pelajaran lainnya, tidak terkecuali
13
Novan Ardi Wiyani, Pendidikan Karakter Berbasis Iman dan Takwa, ... hal 82
23
mata pelajaran Pendidikan Agama Islam, karakteristik agama Islam antara
lain:14
a.
Pendidikan
Agama
Islam
merupakan
mata
pelajaran
yang
dikembangkan dari ajaran-ajaran (dasar) yang terdapat dalam agama
Islam. Karena itulah Pendidikan Agama Islam merupakan bagian yang
tidak dapat dipisahkan dari ajaran Islam. Ditinjau dari segi isinya,
Pendidikan Agama Islam merupakan mata pelajaran pokok yang
menjadi salah satu komponen, dan tidak dapat dipisahkan dari rumpun
mata pelajaran yang bertujuan mengembangkan moral dan kepibadian
peserta didik.
b.
Tujuan Pendidikan Agama Islam adalah untuk membentuk
peserta
didik yang beriman dan bertaqwa kepada Allah SWT, berbudi pekerti
yang luhur (berakhlakul karimah), memiliki pengetahuan tentang ajaran
Agama Islam dan mengamalkannya dalam kehidupan sehari- hari, serta
memiliki pengetahuan yang luas dan mendalam tentang Islam sehingga
memadai
baik untuk kehidupan bermasyarakat maupun untuk
melanjutkan belajar ke jenjang yang lebih tinggi.
c.
Pendidikan Agama Islam sebagai sebuah program pengajaran, diarahkan
pada:
1) Menjaga aqidah dan ketaqwaan peserta didik.
2) Menjadi landasan untuk lebih rajin mempelajari ilmu-ilmu lain
yang diajarkan disekolah.
14
Ibid,.hal 84-86
24
3) Mendorong peserta didik untuk kritis, kreatif, dan inovatif.
4) Menjadi landasan dalam kehidupan sehari-hari di masyarakat.
d.
Pembelajaran Agama Islam tidak hanya menekankan penguasaan
kognitif saja, tetapi juga afektif dan psikomotoriknya.
e.
Isi
mata
pelajaran
Pendidikan
Agama
Islam
didasarkan
dan
dikembangkan dari ketentuan-ketentuan yang ada dalam dua sumber
pokok ajaran Islam, yaitu Al-Qur’an dan sunnah Nabi Muhammad saw
(dalil naqli). Disamping itu, materi Pendidikan Agama Islam juga
diperkaya dengan hasil-hasil istimbath atau ijtihad (dalil aqli) para ulama
sehingga ajaran-ajaran pokok yang bersifat umum lebih rinci dan
mendetail.
f. Materi Pendidikan Agama Islam dikembangkan dari tiga kerangka dasar
ajaran Islam, yaitu aqidah, syari’ah dan akhlak. Aqidah merupakan
penjabaran dari konsep iman. Syariah merupakan penjabaran dari konsep
Islam, dan akhlak merupakan penjabaran dari konsep ihsan. Dari ketiga
konsep dasar itulah berkembang kajian keislaman, termasuk kajiankajian yang terkait dengan ilmu, teknologi, seni dan budaya
3.
Dasar- Dasar Pelaksanaan Pendidikan Agama Islam
Pelaksanaan Pendidikan Agama Islam di sekolah mempunyai dasar
yang kuat. Dasar tersebut menurut Zuhairini dkk dalam bukunya Abdul Majid
dapat ditinjau dari berbagai segi, yaitu sebagai berikut.15
15
Abdul Majid, Belajar dan Pembelajaran (Pendidikan Agama Islam), (Bandung:Remaja
Rosdakarya, 2012) hal 13-15
25
a. Dasar Yuridis/ Hukum
Dasar yuridis, yakni perundang-undangan yang secara tidak langsung
dapat menjadi pegangan dalam melaksanakan pendidikan agama di
sekolah secara formal. Dasar yuridis formal tersebut terdiri dari tiga
macam.
1. Dasar ideal, yaitu dasar falsafah negara Pancasila, sila pertama:
Ketuhanan Yang Maha Esa.
2. Dasar struktural/ konstitusional, yaitu UUD’45 dalam Bab XI
pasal 29 ayat 1 dan 2, yang berbunyi: 1) Negara berdasarkan
atas Ketuhanan Yang Maha Esa; 2) Negara menjamin
kemerdekaan
tiap-tiap penduduk untuk memeluk agama
masing-masing dan beribadah menurut agama dan kepercayaan
itu.
3. Dasar operasional, yaitu terdapat dalam Tap MPR No
IV/MPR/1973 yang kemudian dikukuhkan dalam Tap MPR No
IV/MPR 1978. Ketetapan MPR No II/MPR/1983, diperkuat
oleh Tap MPRNo II/MPR?1988 dan Tap MPR No II/MPR
1993 tentang Garis-garis Besar Haluan Negara yang pada
pokoknya menyatakan bahwa pelaksanaan pendidikan agama
secara langsung dimaksudkan dalam kurikulum
sekolah formal, mulai darisekolah dasar
tinggi.
sekolah-
hingga perguruan
26
b. Dasar Religius
Dasar religius adalah dasar yang bersumber dari ajaran Islam. Menurut
ajaran agama Islam pendidikan agama adalah perintah dari Tuhan dan
merupakan perwujudan ibadah kepada-Nya. Dalam Al-Qur’an banyak
ayat-ayat yang menunjukkan perintah tersebut, antara lain:
1. Q.S Al-Nahl ayat 125: ”Serulah manusia kepada jalan
Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik…”
2. Q.S Ali-Imron yat 104: “ Dan hendaklah diantara kamu ada
segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan menyuruh
kepada yang makruf, dan mencegah dari yang mungkar…”
3. Al-Hadis: “ Sampaikanlah ajaran kepada orang lain walau
hanya sedikit.”
c. Aspek Psikologis
Psikologis, yaitu dasar yang berhubungan dengan aspek kejiwaan
kehidupan bermasyarakat. Hal ini didasarkan bahwa dalam hidupnya,
manusia baik sebagai individu maupun sebagai anggota masyarakat
dihadapkan pada hal-hal yang membuat hatinya tidak tenang dan tidak
tentram sehingga memerlukan adanya
pegangan hidup. Sebagaimana
dikemukakan oleh Zuhairini dkk (1983:25) bahwa: semua manusia di
dunia ini selalu membutuhkan adanya peganagan hidup yang disebut
agama. Mereka merasakan bahwa dalam jiwanya ada suatu perasaan yang
mengakuai adanya Zat Yang Maha Kuasa, tempat mereka berlindung dan
tempat mereka memohon pertolongan. Hal semacam ini terjadi pada
27
masyarakat yang masih primitif maupun masyarakat yang sudah modern.
Mereka merasa tenang dan tentram hatinya kalau mereka dapat mendekat
dan mengabdi kepada Zat yang Maha Kuasa.
Berdasarkan uraian diatas , jelaslah bahwa untuk membuat hati
tenang dan tentram adalah dengan jalan mendekatkan diri kepada Tuhan.
Hal ini sesuai dengan firman Allah dalam surat Ar-Ra’d ayat 28, yaitu
”….Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah-lah hati menjadi tentram’.
4.
Fungsi Pendidikan Agama Islam
Pendidikan Agama Islam untuk sekolah/madrasah berfungsi sebagai
berikut.16
a. Pengembangan, yaitu meningkatkan keimanan dan ketaqwaam peserta
didik kepada Allah Swt yang telah ditanamkan dalam lingkungan
keluarga. Pada dasarnya dan pertama-tama kewajiban menanamkan
keimanan dan ketaqwaan dilakukan oleh setiap orang tua dalam keluarga.
Sekolah berfungsi untuk menumbuh kembangkan lebih lanjut dalam diri
anak melalui bimbingan, pengajaran, dan pelatihan agar keimanan dan
ketaqwaan tersebut dapat berkembang secara optimal sesuai dengan
tingkat perkembangannya.
b. Penanaman nilai sebagai pedoman hidup untuk mencari kebahagiaan
hidup di dunia dan di akhirat.
16
Ibid hal 15-16
28
c. Penyesuaian
mental,
yaitu
untuk
menyesuaikan
diri
dengan
lingkungannya baik lingkungan fisik maupun lingkungan sosial dan
dapat mengubah lingkunganya sesuai dengan ajaran agama Islam.
d. Perbaikan, yaitu untuk memperbaiki kesalahan-kesalahan, kekurangankekurangan, dan kelemahan-kelemahan peserta didik dalam keyakinan,
pemahaman, dan pengalaman ajaran dalam kehidupan sehari-hari.
e. Pencegahan, yaitu untuk menangkal hal-hal negatif dari lingkungannya
atau dari budaya lain yang dapat membahayakan dirinya dan
menghambat perkembangannya menuju manusia Indonesia seutuhnya.
f. Pengajaran tentang ilmu pengetahuan keagamaan secara umum (alam
nyata dan nirnyata), sistem dan fungsionalnya.
g. Penyaluran, yaitu untuk menyalurkan anak-anak yang memiliki bakat
khusus di bidang Agama Islam agar bakat tersebut dapat berkembang
secara optimal sehingga dapat dimanfaatkan untuk dirinya sendiri
maupun orang lain.
5. Tujuan Pendidikan Agama Islam
Menurut Zakiyah Darodjat tujuan ialah sesuatu yang diharapkan
tercapai setelah sesuatu usaha tau kegiatan selesai. Tujuan pendidikan
bukanlah suatu benda yang berbentuk tetap dan statis, tetapi ia merupakan
suatu keseluruhan dari kepribadian seseorang berkenaan dengan seluruh
aspek kehidupannya, yaitu kepribadian seseorang yang membuatnya menjadi
“insan kamil” dengan pola taqwa.17
17
Novan Ardy Wiyani, Pendidikan Karakter berbasis Iman dan Taqwa…….hal .89
29
Mahmud Yunus mengatakan bahwa tujuan Pendidikan Agama
Islam adalah mendidik anak-anak, pemuda-pemudi maupun orang dewasa
supaya menjadi seorang muslim sejati, beriman teguh, beramal saleh dan
berakhlak mulia, sehingga ia menjadi salah seorang masyarakat yang sanggup
hidup diatas kakinya sendiri, mengabdi kepada Allah dan berbakti kepada
bangsa dan tanah airnya bahkan sesama umat manusia.18
Sedangkan Imam Al ghazali mengatakan bahwa tujuan Pendidikan
Agama Islam yang paling utama ialah beribadah dan taqarrub kepada Allah,
dan kesempurnaan insan yang tujuannya kebahagiaan dunia akhrat. Adapun
Muhammad Athyah
Al-Abrasy merumuskan bahwa tujuan Pendidikan
Agama Islam adalah mencapai akhlak yang sempurna. Dengan mendidik
akhlak dan jiwa mereka,
menanamkan rasa fadhilah (keutamaan),
membiasakan mereka dengan kesopanan yang tinggi, mempersiapkan mereka
untuk suatu kehidupan yang suci seluruhnya ikhlas dan jujur. Maka tujuan
pokok dari Pendidikan Agama Islam ialah mendidik budi pekerti dan
pendidikan jiwa.19
Di dalam GBPP mata pelajaran Pendidikan Agama Islam
kurikulum 1999, tujuan PAI lebih dipersingkat lagi, yaitu: “agar siswa
memahami, menghayati, meyakini, dan mangamalkan ajaran Islam sehingga
manjadi manusia muslim yang beriman, bertakwa kepada Allah Swt dan
berakhlak mulia”. Rumusan tujuan PAI ini mengandung pengertian bahwa
proses pendidikan agama Islam yang dilalui dan dialami oleh siswa di sekolah
18
19
Ibid ,hal. 90
Ibid .,hal. 90
30
dimulai dari tahapan kognisi, yakni pengetahuan dan pemahaman siswa
terhadap ajaran dan nilai-nilai yang terkandung dalam ajaran Islam, untuk
selanjutnya menuju ke tahapan afeksi, yakni terjadinya proses intrenalisasi
ajaran dan nilai agama ke dalam diri siswa, dalam arti menghayati dan
meyakininya. Tahapan afeksi ini terkait erat dengan kognisi, dalam arti
penghayatan dan keyakinan peserta didik menjadi kokoh jika dilandasi oleh
pengetahuan dan pemahamannya terhadap ajaran dan nilai agama Islam.
Melalui tahapan afeksi tersebut diharapkan dapat tumbuh motivasi dalam diri
siswa dan tergerak untuk mengamalkan dan menaati ajaran Islam (tahapan
psikomotorik) yang telah diinternalisasikan dalam dirinya. Dengan demikian,
akan terbentuk manusia muslim yang beriman, bertakwa, dan berakhlak
mulia.20
Pendidikan Agama Islam sendiri pada dasarnya memiliki dua
tujuan yang diharapkan dicapai oleh peserta didik, yaitu meningkatkan
keberagaman peserta didik dan mengembangkan sikap toleransi hidup antar
umat beragama. Secara ekskulisif Pendidikan Agama Islam diharapkan dapat
meningkatkan dimensi-dimensi keberagaman Islam yang dibawa peserta
didik dari lingkungan keluarga. Secara inklusif, Pendidikan Agama Islam
diharapkan mampu mengantarkan peserta didik menjadi individu yang
memiliki sikap toleransi beragama yang tinggi dalam rangka membina
kehidupan berbangsa. 21
20
Muhaimin, M.A., et al, Paradigma Pendidikan Islam (Upaya Mengefektifkan
Pendidikan Agama Islam di Sekolah), Bandung: Remaja Rosdakarya, 2012, hal 78
21
Novan Ardy Wiyani, Pendidikan Karakter Berbasis Iman dan Taqwa,… hal 91
31
Dalam konteks tujuan Pendidikan Agama Islam (PAI) di sekolah
umum, Kemendiknas merumuskannya sebagai berikut:22
a. Menumbuhkembangkan aqidah melalui pemberian, pemupukan dan
pengembangan pengetahuan, penghayatan, pengamalan, pembiasaan, serta
pengalaman peserta didik tentang agama Islam sehingga menjadi manusia
muslim yang terus berkembang keimanan dan ketakwaanya kepada Allah
SWT.
b. Mewujudkan manusia Indonesia yang taat beragama dan berakhlak mulia,
yaitu manusia yang berpengetahuan, rajin dan beribadah, cerdas,
produktif, jujur, adil, etis, berdisiplin, bertoleransi, menjaga keharmonisan
secara personal dan sosial serta mengembangkan budaya agama dalam
komunitas sekolah.
C. Konsep Pendidikan Karakter Religius
1. Pengertian karakter
Secara etimologi, istilah karakter berasal dari bahasa Latin
character, yang antara lain berarti watak, tabiat, sifat-sifat kejiwaan, budi
pekerti, kepribadian dan akhlak. Istilah karakter juga diadopsi dari bahasa
Latin kharakter, kharessian, dan xharaz yang berarti tool for marking, to
engrave, dan pointed stake. Dalam bahasa Inggris, diterjemahkan menjadi
character. Character berarti tabiat, budi pekerti, watak. Dalam kamus
22
Ibid .,hal. 91-92
32
Psikologi, arti karakter adalah kepribadian ditinjau dari titik tolak etis atau
moral, misalnya kejujuran seseorang. 23
Dalam bahasa Arab, karakter diartikan ‘khuluq, sajiyyah, tha’u’
(buku pekerti, tabiat atau watak. Kadang juga diartikan syakhiyyah yang
artinya lebih dekat dengan personality (kepribadian). Sementara secara
terminology (istilah), karakter diartikan sebagai sifat manusia pada
umumnya yang bergantung pada faktor kehidupannya sendiri. Karakter
adalah sifat kejiwaan, akhlak, atau budi pekerti yang menjadi ciri khas
seseorang atau sekelompok orang. Karakter merupakan nilai-nilai perilaku
manusia yang berhubungan dengan Tuhan Yang Maha Esa, diri sendiri,
sesama manusia, lingkungan, dan kebangsaan, yang terwujud dalam pikiran,
sikap, perasaan, perkataan, dan perbuatan berdasarkan norma-norma agama,
hukum, tata karma, budaya, dan adat istiadat. Karakter dapat juga diartikan
sama dengan akhlak dan budi pekerti sehingga karakter bangsa sama dengan
akhlak bangsa atau budi pekerti bangsa. Bangsa yang berkarakter adalah
bangsa yang berakhlak dan berbudi pekerti. Sebaliknya, bangsa yang tidak
berkarakter adalah bangsa yang tidak berakhlak atau tidak memiliki standar
norma dan perilaku yang baik.24
Karakter juga dimaknai sebagai cara berfikir dan berperilaku yang
khas tiap individu untuk hidup dan bekerja sama, baik dalam lingkup
keluarga, masyarakat, bangsa, dan negara. Individu yang berkarakter baik
adalah individu yang dapat membuat keputusan dan siap mempertanggung
23
Agus Zaenul Fitri, Pendidikan Karakter Berbasis Nilai dan Etika di Sekolah
(Jogjakarta: Ar_Ruzz Media, 2012) ,hal .20
24
Ibid.,Hal.20-21
33
jawabkan setiap akibat dari keputusannya. Karakter dapat dianggap sebagai
nilai-nilai perilaku manusia yang berubungan dengan Tuhan Yang Maha
Esa, diri sendiri, sesama manusia, lingkungan, dan kebangsaan yang
terwujud dalam pikiran, sikap, perasaan, perkataan, dan perbuatan
berdasarkan norma-norma agama, hukum, tata krama, budaya, adat istiadat,
dan estetika.25
Scerenko mendefinisikan karakter sebagai atribut atau ciri-ciri
yang membentuk dan membedakan ciri pribadi, ciri etis, dan kompleksitas
mental dari seseorang, suatu kelompok atau bangsa. Karakter dipengaruhi
oleh hereditas. Perilaku seorang anak sering kali tidak jauh dari perilaku
ayah ibunya. Dalam bahasa Jawa dikenal istilah “Kacang ora ninggal
lanjaran” (pohon kacang panjang tidak pernah meninggalkan kayu atau
bambu tempatnya melilit
dan menjalar). Faktor lingkungan juga
berpengaruh, baik lingkungan sosial dan alam.26
2. Pendidikan Karakter
Pendidikan karakter menurut Burke dalam bukunya ssemata-mata
merupakan bagian dari pembelajaran yang baik dan merupakan bagian yang
fundamental dari pendidikan yang baik.27
Dalam
konteks kajian P3,
karakter
didefinisikan
sebagai
“Pembelajaran yang mengarah pada penguatan dan pengembangan perilaku
25
Muchlas Samani dan Hariyanto, Konsep dan Model Pendidikan Karakter, (Bandung:
PT Remaja Rosdakarya, 2012) hal 41-42
26
Ibid.,hal .43
27
Ibid.,hal.43.
34
anak secara utuh yang didasarkan pada suatu nilai tertentu yang dirujuk oleh
sekolah. Definisi ini mengandung makna:
1) Pendidikan karakter merupakan pendidikan yang terintegrasi dengan
pembelajaran yang terjadi pada semua mata pelajaran;
2) Diarahkan pada penguatan dan pengembangan perilaku anak secara utuh.
Asumsinya anak merupakan organism manusia yang memiliki potensi
untuk dikuatkan dan dikembangkan.
3) Penguatan dan pengembangan perilaku didasari oleh nilai yang dirujuk
sekolah (lembaga).28
3. Dasar Pembentukan Karakter
Manusia pada dasarnya memiliki dua potensi, yakni baik dan
buruk. Di dalam Al-Quran surah Al-Syams (91):8 dijelaskan dengan istilah
Fajur (celaka/fasik) dan takwa (takut kepada tuhan). Manusia memiliki dua
kemungkinan jalan, yaitu menjadi makhluk yang beriman atau ingkar
terhadap Tuhannya. Keberuntungan berpihak pada orang yang senantiasa
menyucikan dirinya dan kerugian berpihak pada orang-orang yang mengotori
dirinya, sebagai firman Allah berikut ini.
   
Allah mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan)kefasikan dan
ketakwaannya. (QS Al-Syams [91]:8.29
28
Dharma Kesuma dkk, Pendidikan Karakter Kajian Teori dan Praktik di Sekolah
(Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2011) hal 5-6
29
Kementrian Agama RI, Al-Qur’an dan Tafsirnya (Jakarta: Widya Cahaya, 2011), hlm
676
35
Berdasarkan ayat diatas, setiap manusia memiliki potensi untuk
menjadi hamba yang baik (positif) atau buruk (negatif), menjalankan perintah
Tuhan atau melanggar larangan-Nya, menjadi orang yang beriman atau kafir,
mukmin atau musyrik. Manusia adalah makhluk tuhan yang sempurna. Akan
tetapi, ia bisa menjadi hamba yang paling hina dan bahkan lebih hina
daripada binatang, sebagaimana keterangan Al-Quran berikut ini.
           
Sesungguhnya kami telah menciptakan manusia dalam bentuk
yang sebaik-baiknya. Kemudian kami kembalikan dia ketempat
yang serendah-rendahnya ( neraka). (QS Al-Tin [95]:4-5)30
             …
            
…..mereka mempunyai hati, tetapi dipergunakannya untuk
memahami (ayat-ayat Allah) dan mereka mempunyai mata (tetapi)
tidak dipergunakannya untuk melihat (tanda-tanda kekuasaan
Allah), dan mereka mempunyai telinga (tetapi) tidak
dipergunakannya untuk mendengar (ayat-ayat Allah). Mereka itu
sebagai binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat lagi. Mereka
itulah orang-orang yang lalai. (QS Al-A’raf [7]: 179)31
Dengan dua potensi di atas, manusia dapat menentukan dirinya
untuk menjadi baik dan buruk. Sifat baik manusia digerakkan oleh hati yang
baik pula (qolbun salim), jiwa yang tenang (nafsul mutmainnah), akal sehat
(aqlus salim), dan pribadi yang sehat (jismus salim). Potensi menjadi buruk
digerakkan oleh hati yang sakit (qolbun maridh), nafsu pemarah (amarah),
30
31
Ibid hlm 708-714
Ibid hlm 527
36
lancer (lawwamah), rakus (sab’iyah), hewani (bahimah), dan pikiran yng
kotor (aqlussu’i).
Sikap manusia yang dapat menghancurkan diri sendiri antara lain
dusta (bohong, menipu), munafik, sombong,congkak (takkabur), riya’,
sum’ah, materialistik (duniawi), egois, dan sifat syaithoniyah yang lain yang
memberikan energy negatif kepada setiap individu sehingga melahirkan
manusia-manusia yang berkarakter buruk. Sebaliknya, sikap jujur,rendah hati
,qonaah, dan sifat positif lainnya dapat melahirkan manusia-manusia yang
berkarakter baik.
Dalam teori lama yang dikembangkan oleh dunia barat, disebutkan
bahwa perkembangan seseorang hanya dipengaruhi oleh pembawaan
(nativisme). Sebagai lawannya, berkembang pula teori yang berpendapat
bahwa seseorang hanya ditentukan oleh pengaruhi oleh lingkungan
(empirisme). Sebagai sintesisnya, kemudian dikembangkan teori ketiga yang
berpendapat bahwa perkembangan seseorang ditentukan oleh pembawaan dan
lingkungan (koveregensi).
Pengaruh itu terjadi baik pada aspek jasmani,akal,maupun rohani.
Aspek jasmani banyak dipengaruhi oleh alam fisik (selain pembawaan);
aspek akal banyak dipengaruhi oleh lingkungan budaya (selain pembawaan);
aspek ruhani banyak dipengaruhi oleh kedua lingkungan itu (selain
pembawaan). Pengaruh itu menurut Al-Syaibani, dimulai sejak bayi berupa
embrio dan barulah berkhir setelah orang tersebut mati. Tingkat dan kadar
pengaruh tersebut berbeda anatara seseorang dengan orang lain, sesuai
37
dengan segi-segi pertumbuhan masing-masing. Kadar pengaruh tersebut juga
berbeda, sesuai perbedaan umur dan perbedaan fase perkembangan. Faktor
pembawaan lebih dominan pengaruhnya saat orang masih bayi. Lingkungan (
alam dan budaya) lebih dominan pengaruhnya saat orang lain mulai dewasa.
Manusia mempunyai banyak kecenderungan yang disebabkan oleh
banyaknya potensi yang dibawanya. Dalam garis besarnya, kecenderungan
yang disebabkan oleh banyaknya potensi yang dibawanya. Dalam garis
besarnya, kecenderungan itu dapat dibagi menjadi dua, yaitu kecenderungan
menjadi orang baik dan kecenderungan menjadi orang jahat. Oleh sebab itu,
pendidikan karakter harus dapat memfasilitasi dan mengembangkan nilainilai positif agar secara alamiah –naturalistik dapat membangun dan
membentuk seseorang menjadi pribadi-pribadi yng unggul dan berakhlak
mulia.32
4. Tujuan Pendidikan Karakter
Pendidikan karakter bertujuan membentuk dan membangun pola
piker, sikap, dan perilaku peserta didik agar menjadi pribadi yang positif,
berakhlak karimah, berjiwa luhur, dan bertanggung jawab. Dalam konteks
pendidikan, pendidikan karakter adalah usaha sadar yang dilakukan untuk
membentuk peserta didik menjadi pribadi positif dan berakhlak karimah
sesuai dengan Standar Kompetensi Lulusan (SKL) sehingga dapat
diimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari. 33
32
Agus Zaenul Fitri, Pendidikan Karakter Berbasis Nilai & Etika di Sekolah ( Ar-Ruzz
Media:Jogjakarta, 2012 )hal,.34-37
33
Ibid,.hal 22
38
Secara substantif, tujuan pendidikan karakter adalah membimbing
dan memfasilitasi anak agar memiliki karakter positif (baik). Tujuan
pendidikan karakter yang harus dipahami oleh guru meliputi tujuan
berjenjang dan tujuan khusus pembelajaran. Tujuan berjenjang mencakup
tujuan pendidikan nasional, tujuan institusional, tujuan kurikuler, dan tujuan
umum pembelajaran. Secara umum, kata tujuan dalam pendidikan di Amerika
memiliki beberapa istilah, antara lain aim (tujuan pendidikan nasional), goal
(tujuan institusional) dan objective (tujuan pembelajaran). Ketiga istilah
tersebut memiliki konteks yang berbeda antara satu dengan yang lain.
Sementara itu menurut Kemendiknas, tujuan pendidikan karakter antara
lain:34
a. Mengembangkan potensi kalbu/nurani/afektif peserta didik sebagai
manusia dan warga negara yang memiliki nilai-nilai budaya dan karakter
bangsa,
b. Mengembangkan kebiasaan dan perilaku peserta didik yang terpuji dan
sejalan dengan nilai-nilai universal dan tradisi budaya bangsa yang
religius,
c. Menanamkan
jiwa kepemimpinan dan tanggung jawab peserta didik
sebagai generasi penerus bangsa,
d. Mengembangkan kemampuan peserta didik untuk menjadi manusia yang
mandiri, kreatif dan berwawasan kebangsaan,
34
Kemendiknas, Pengembangan Pendidikan Budaya dan Karakter Bangsa (Jakarta:
Puskur, 2010), hal 7.
39
e. Mengembangkan lingkungan kehidupan sekolah sebagai lingkungan
belajar yang aman, jujur, penuh kreatifitas dan persahabatan,serta dengan
rasa kebangsaan yang tinggi dan penuh kekuatan.
Sedangkan tujuan pendidikan karakter dalam setting sekolah adalah sebagai
berikut:35
a. Menguatkan dan mengembangkan nilai-nilai kehidupan yang dianggap
penting dan perlu sehingga menjadi kepribadian/ kepemilikan peserta
didik yang khas sebagaimana nilai-nilai yang dikembangkan,
b. Mengoreksi perilaku peserta didik yang tidak bersesuaian dengan nilainilai yang dikembangkan oleh sekolah
c. Membangun koneksi yang harmoi dengan keluarga dan masyarakat
daalam memerankan tanggung jawab pendidikan karakter secara
bersama
5. Faktor-faktor yang berpengaruh dalam pembinaan karakter
Apabila dicermati, kondisi pendidikan di Indonesia sekarang
berada pada masa kritis. Berbagai hambatan dan tantangan yang ada harus
dihadapi oleh semua pihak. Baik tantangan yang bersifat makro mapun mikro.
Dalam kaitannya dengan penanaman karakter religius, hambatan dan tantangan
tidak jauh berbeda dengan yang dihadapi oleh pendidikan formal. Hal ini
disebabkan nilai karakter religius merupakan bagian dari pendidikan formal,
dan pendidikan formal meupakan subsistem pendidikan nasional.
35
Dharma Kesuma dkk, Pendidikan Karakter…… hal .9
40
Menurut
Masnur
Mushlich
ada
beberapa
faktor-faktor
yang
mempengaruhi dalam pembinaan karakter36. Utamanya pada upaya penanaman
karakter religius. yaitu:
a. Guru
Faktor pertama dan utama didalam perkembangan jiwa siswa
adalah guru. Baik tidaknya guru akan berpengaruh pada kualitas
karakter siswa. Oleh karenanya guru harus berkenan dihati siswa.
Guru harus menunjukan perfomansi yang menyenangkan dihadapan
siswa serta memiliki akhlakul karimah sebagai teladan siswa dalam
bertingkah laku.
b. Selebritis/artis
Selebritis atau artis yang dijadikan sebagai public figur yang
tidak jarang merubah pola pikir dan gaya hidup seseorang.
Kemunculannya membawa dampak besar bagi perkembangan
mental anak sehingga harus ada bimbingan yang utuh dari orang tua
atau guru untuk senantiasa memantau perkembangan anak. Selebritis
mungkin akan memotivasi anak untuk mengarah kepada yang
terpuji, Akan tetapi lainnya halnya kepada selebritis yang
berperilakunya diluar norma agama, maka akan membawa kerusakan
kepada anak. Sering terdengar slogan “Guru digaji sedikit untuk
membentuk karakter anak, artis digaji mahal untuk merusak
kakarkter anak”.
36
Masnur Muslich, Pendidikan Karakter: Menjawab Tantangan Krisi Multidimensional,
(Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2011) hlm.141
41
c. Pejabat dan Tokoh Masyarakat
Pejabat dan tokoh masyarakat sangat berperan terhadap masa
depan wilayah. Kelangsungan hidup masyarakat berada pada
kebijakan-kebijakan mereka. Mereka harus dapat memberikan
teladan bagi bawahan atau masyarakat. Misalnya mendengar aspirasi
rakyat, transparan dalam melaksanakan tugas, terbuka, dan sikap
positif lainnya. Sebaliknya pemimpin yang arogan, tertutup, egois,
tentu akan merusak ruh pendidikan karakter.
d. Teman Sejawat dan Kedua Orang tua
Orang terdekat dari siswa adalah teman sejawat dan orang tua.
Mereka yang memiliki andil besar pada perkembangan peserta didik
karena sebagian besar waktu anak dihabiskan bersama mereka.
Terdidik tidaknya anak tergantung bagaimana perhatian dia dari
orang tua. Mayoritas anak yang berada diluar batas kenakalan
memiliki latar belakang orang tua yang kurang memperhatikan,
orang tua yang broken home atau orang tua yang jauh merantau
untuk bekerja. Teman juga berpengaruh pada anak, oleh karena itu
seyogyanya anak selektif dalam memilih teman.
e. Media Cetak dan Media Elektronik
Adanya
media
massa
dapat
membantu
peningkatan
pemahaman siswa dengan tayangan dan program pendidikan yang
bernilai. Melalui media massa siswa lebih mudah ingat pada materi
pembelajaran karena banyak indra manusia yang aktif dari pada
42
pelaksanaan pembelajaran tanpa IT. Namun disisi lain, ada banyak
pengaruh negatif yang berasal dari tayangan atau gambar melalui
media massa. Sehingga anak harus benar-benar selektif dalam
memilih tayangan media massa.
Faktor diatas adalah faktor dari luar (eksternal). Sedangkan ada faktor
dari dalam (internal) yang sangat berpengaruh dan menentukan berhasilnya
proses penanaman karakter religius kepada siswa yakni motivasi oleh
karenanya guru (juga orang tua) harus memotivasi siswa agar membangun niat
untuk mengikuti cara-cara yang diselenggarakan oleh sekolah dalam kaitannya
dengan penanaman nilai, arah perhatian yang terpusat, dan keterbukaan untuk
berkembang dan menerima kekurangan yang dimilikinya sampaidia berusaha
memperbaiki kekurangan tersebut menjadi suatu kelebihan.
6. Pengertian Karakter religius
Karakter adalah akar dari semua tindakan, baik itu tindakan baik maupun
tindakan yang buruk. Karakter yang kuat adalah sebuah pondasi bagi umat
manusia untuk hidup bersama dalam kedamaian serta keamanan yang terbebas
dari tindakan-tindakan tak bermoral.37
Salah satu karakter yang penting diajarkan disekolah adalah
karakter religius. Manusia berkarakter adalah manusia yang religius. Ada
beberapa pendapat yang umum menyatakan bahwa religius tidak selalu sama
dengan agama. Hal ini didasarkan pada pemikiran bahwa tidak sedikit orang
37
Abdul Majid.Dian Andayani, Pendidikan Karakter Perpektif Islam,(Bandung:PT Remaja
Rosdakarya,2010) hal, 11
43
beragama, tetapi tidak menjalankan ajaran agamanya dengan baik. Mereka
disebut beragama, tetapi kurang religius.38
7. Bentuk- Bentuk Budaya Religius
Nilai-nilai kehidupan yang mencerminkan tumbuh kembangnya
kehidupan baragama terdiri dari tiga unsur pokok yaitu aqidah, ibadah, dan
akhlak:39
a. Keimanan/ Aqidah/ Tauhid
Membicarakan keimanan berarti membicarakan persoalan aqidah
dalam islam, menurut bahasa Aqidah bahasa arab aqadahu ya’qiduhu
jamaknya adalah aqaid artinya ikatan atau sangkutan, sedangkan menurut
istilah aqidah adalah iman keyakinan yang menjadi pegangan hidup bagi
setiap pemeluk agama islam, oleh karena itu aqidah selalu ditautkan
dengan rukun iman atau arkanul iman yang merupakan asas bagi setiap
ajaran Islam. 40
Islam telah menjadiakan tanda bukti akidah pada manusia dengan
pengakuan, bahwa Allah itu Esa dan bahwa Muhammad adalah Rasul-Nya
sebagaimana firman Allah dalam surat Al-Ikhlas.
              
 
   
Artinya : Katakanlah: "Dia-lah Allah, yang Maha Esa. Allah
adalah Tuhan yang bergantung kepada-Nya segala sesuatu.Dia
38
Ngainun Naim ,Character Building, Jogjakarta:Ar-Ruzz Media. 2012 hal 124
Sahlan, Mewujudkan Budaya Religius di Sekolah ….hal.69.
40
Zainuddin, Ali, Pendidikan Agama Islam, (Jakarta: PT. Bumi Aksara ,2007), hal.2
39
44
tiada beranak dan tidak pula diperanakkan, Dan tidak ada
seorangpun yang setara dengan Dia."(Q.S. Al.Ikhlas: 1-4)41
Ahmad Tafsir berpendapat bahwa iman ialah rasa, bukan
pengertian. Iman sebenarnya bukan terletak pada mengerti, melainkan
pada rasa iman. Tegasnya iman adalah rasa selalu melihat atau dilihat
Allah.42 Seseorang yang beriman akan selalu membawa imannya,
kemampuan, dan akan takut melakukan suatu kesalahan atau maksiat
karena merasa malu dan dilihat oleh Allah Swt. demikian pula anak-anak
yang mempunyai keimanan akan selalu mematuhi aturan agamanya
apabila keimanan dapat mengontrol mereka. Unsur-unsur iman itu
mencangkup rukun iman, sebagaimana disebutkan dalam firman Allah
swt:
         
          
        
Artinya: Wahai orang-orang yang beriman, tetaplah beriman
kepada Allah dan rasul-Nya dan kepada Kitab yang Allah
turunkan kepada rasul-Nya serta Kitab yang Allah turunkan
sebelumnya. barangsiapa yang kafir kepada Allah, malaikatmalaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya, dan hari
Kemudian, Maka Sesungguhnya orang itu Telah sesat sejauhjauhnya. (QS.an-Nisa’)43
41
Al-Qur’an dan Terjemahnya, (Kudus: Menara Kudus, 2006), hal.112
Ahmad Tafsir, Metodologi Pengajaran Agama Islam,(Bandung: PT.Remaja Rosda
Karya,1999), hal.188
43
Al-Qur’an dan Terjemahannya….hlm. 101
42
45
Dari firman diatas menyebutkan macam-macam atau lebih dikenal
dengan rukun iman, Rukun iman tersebut meliputi:
a) Iman kepada Allah Swt.
b) Iman kepada para malaikat.
c) Iman kepada kitab-kitab Allah Swt.
d) Iman kepada Rasul-rasulnya Allah Swt.
e) Iman kepada hari akhir.
f) Iman kepada takdir Allah Swt.
Keenam dasar keimanan ini wajib dimiliki oleh hamba-hamba Allah
Swt, termasuk anak-anak sebagai dasar penghambaan diri terhadap Allah.
Ahmad Tafsir menyebutkan ada tujuh usaha yang berpengaruh
terhadap penanaman iman. Tujuh usaha tersebut adalah:44
1) Memberikan contoh atau teladan.
2) Membiasakan yang baik.
3) Menegakkan disiplin.
4) Memberikan motivasi.
5) Memberikan hadiah, terutama psikologis.
6) Memberikan sangsi (dalam rangka pendisiplinan)
7) Penciptaan suasana yang mendukung.
Itulah beberapa usaha yang dapat dilakukan oleh guru dan orang
tua dalam menanamkan keimanan kepada anak.
44
Tafsir, Metodologi Pengajaran Agama Islam,..hal. 127
46
Keimanan tidak mengenal masa dan tempat, artinya kapanpun dan
dimanapun iman harus tetap melekat dalam hati. Memang bisa diakui iman dapat
bisa bertambah dan berkurang, lebih-lebih iman seorang hamba yang masih
awam. Keimanan akan bertambah apabila ketaatan kepada Allah Swt. dan
Rasulnya selalu dilakukan. Sebaliknya keimanan akan berkurang apabila
kedurhakaan terhadap Allah Swt dan RasulNya tetap dilakukan.
Keyakinan pada Aqidah tauhid mempunyai konsekuensi, yaitu bersikap
tauhid dan berfikir tauhid. Akidah tauhid ini selanjutnya akan mewarnai pada
perilaku di kehidupannya antara lain:
Akidah tauhid pada ucapan sehari-hari yang senantiasa dikembalikan
kepada Allah, seperti:
a) Mengawali pekerjaan yang baik dengan Bismillah, atas nama
Allah.
b) Mengakhiri pekerjaan dengan Alhamdulillah, segala puji bagi
Allah
c) Berjanji, Insya Allah, kalau Allah menghendaki.
d) Menghadapi kegagalan Masya Allah, semua berjalan atas kehendak
Allah.
e) Mendengar musibah, innalillahi wa inailaihi roji’un.
f) Mengagumi sesuatu, Subhanallah, Maha Suci Allah.
g) Terlanjur berbuat khilaf, Astagfirullah, aku mohon ampun kepada
Allah.
47
b.
Ibadah
Ibadah adalah tata cara hubungan manusia dengan Allah, secara
bahasa ibadah berarti taat, tunduk, turut, mengikuti, dan do’a. Bisa juga
diartikan menyembah, sedangkan dalam “Uruf Islam digunakan dalam dua
arti, yaitu umum dan khusus. Ibadah dalam arti luas meliputi amal shaleh
yang dikerjakan manusia, karena mengharap ridho Allah SWT, sedangkan
ibadah dalam arti sempit terbatas kepada perbuatan sholat, zakat, puasa, dan
haji.45
Sebagaimana dalam firman Allah:
      
Artinya: Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan
supaya mereka mengabdi kepada-Ku.( Q.S Adz Dzariyat:56)46
Dari ayat ini jelas bahwa tujuan manusia hidup hanya untuk beribadah
kepada Allah Swt, bukan untuk selain-Nya. Beribadah kepadanya hanya
untuk mengikuti semua perintahnya dan menjahui larangan-Nya. Apapun
yang kita lakukan harus menuju Allah Swt.
Setiap perbuatan harus ada ketetapan dari Allah Swt. dengan demikian
yang bisa disebut dengan ibadah adalah makan, minum, bekerja, tidur,
berbicara, membaca buku, dan sebagainya adalah termasuk kedalam ibadah.
Demikian dengan ruang lingkup ibadah adalah hubungan kita
dengan
tetangga, keluarga, dan lain sebagainya.
45
Derektorat Jendral Pembinaan Kelembagaan Agama Islam, Metedologi Pengajaran
Pendidikan Agama Islam, (Jakarta: IAIN Pembinaan dan Prasarana dan Perguruan Tinggi, 1985),
hal.132
46
Depag, RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya….hlm. 524
48
Jadi ibadah sebenarnya adalah mengikuti hukum dan aturan-aturan
Allah Swt. dan menjalankan semua perintahNya. Ibadah dilakukan
sepanjang waktu.
Yang termasuk kedalam pembiasaan ibadah adalah sebagai berikut:
1) Sholat
Menurut bahasa artinya do’a, sedangkan menurut istilah
berarti ibadah yang tersusun dari beberapa perkataan dan perbuatan
yang dimulai dengan takbir, disudahi dengan salam dan memenuhi
beberapa syarat yang ditentukan.
2) Zakat
Zakat menurut istilah artinya kadar harta yang tertentu yang
diberikan kepada yang berhak menerimanya, dengan beberapa
syarat.
3) Puasa
Menurut bahasa puasa adalah menahan diri dari segala
sesuatu, seperti menahan makan, minum, nafsu, menahan bicara
yang tidak bermanfaat dan sebagainya. Menurut istilah menahan
diri dari sesuatu yang membatalkannya, satu hari lamanya mulai
dari terbit fajar sampai terbenam matahari dengan niat dan
beberapa syarat.
49
4) Haji
Haji menurut syara’ sengaja mengunjungi Ka’bah (Rumah
satu) untuk melakukan beberapa amal ibadah, dengan syarat-syarat
yang tertentu.47
c.
Akhlak
Secara bahasa, pengertian akhlak diambil dari bahasa arab yang
berarti (a) perangai, tabiat, adat (diambil dari kata khuluqun), (b) kejadian,
buatan, ciptaan (diambil dari kata dasar khalqun). Sedangkan menurut
Ibnu Maskawaih dalam bukunya Tahzib al-Akhlaq, akhlak adalah keadaan
jiwa seseorang yang mendorongnya untuk melakukan perbuatan tanpa
terlebih dahulu melewati pemikiran dan pertimbangan.48
Buah dari keimanan yang direalisasikan melalaui pelaksanaan ibadah
sebagai wujud penghambatan kepada Allah swt adalah akhlakul karimah.
Akhlak menurut Al-Ghazali adalah suatu sifat yang tertanam dalam jiwa
manusia, yang dari dirinya muncul perbuatan yang mudah dikerjakan
tanpa melalui pertimbangan akal pikiran. Ruang lingkup ajaran akhlaq
meliputi:49
47
Sulaiman Rasjid, Fiqh Isam, (Bandung: Sinar Baru Algesindo, 2012), hal.247
Muhammad Alim, PENDIDIKAN AGAMA ISLAM, Upaya Pembentukan Pemikiran dan
Kepribadian Muslim,(Bandung:PT.Remaja Rosdakarya, 2011), hal.151
49
Yasin Mustofa, EQ untuk anak Manusia dalam Pendidikan Islam, (Yogyakarta: Sketsa,
2007), hal.89
48
50
a) Akhlak terhadap Allah
Akhlak terhadap Allah dapat diartikan sebagai sikap atau
perbuatan yang seharusnya dilakukan oleh manusia sebagai
makhluk kepada Tuhan sebagai khalik.
Banyak cara yang dapat dilakukan dalam berakhlak kepada Allah:
1) Iman, yaitu sikap yang penuh kepercayaan kepada Tuhan.
2) Ihsan,
kesadaran
yang
sedalam-dalamnya
bahwa
Allah
senantiasa hadir atau bersama manusia dimanapun dia berada.
3) Taqwa, sikap sadar penuh bahwa Allah selalu mengawasi
manusia.
4) Ikhlas, sikap murni dalam tingkah laku dan perbuatan, sematamata demi memperoleh keridhoan Allah dan bebas dari pamrih
lahir dan batin, tertutup terbuka.
5) Tawakal, sikap senantiasa bersandar kepada Allah dengan
penuh harapan kepadaNya dan keyakinan bahwa Dia akan
menolong manusia dalam mencari dan menemukan jalan yang
terbaik.
6) Syukur, sikap penuh rasa terimakasih dan penghargaan dalam
hal ini atas segala nikmat dan karunia yang tidak terbilang
banyaknya yang dianugrahkan Allah kepada manusia.
7) Sabar, sikap tabah menghadapi segala kepahitan hidup, lahir
dan batin, fisiologis maupun psiologis.
b) Aklak terhadap sesama manusia
51
Nilai- nilai akhlak terhadap sesama manusia (nilai-nilai
kemanusiaan) antara lain:
1) Silaturrahmi, yaitu pertalian cinta kasih antara sesama manusia,
khususnya antara saudara, kerabat, handai tauladan, tetangga
dan seterusnya.
2) Persaudaraan (Ukuwah), yaitu semangat persaudaraan, lebihlebih sesama kaum beriman (biasa disebut (ukhuah Islamiyah)
3) Persamaan (al-musawah), yaitu pandangan bahwa semua
manusia sama harkat dan martabatnya.
4) Adil, yaitu wawasan yang seimbang (balanced) dalam
memandang menilai atau mennyikapi sesuatu atau seseorang.
5) Baik sangka (husnuzh-zhan), yaitu sikap penuh baik sangka
kepada sesama manusia.
6) Rendah hati (tawadhu’), yaitu sikap yang tumbuh karena
keinsyafan bahwa segala kemuliaan hanya milik Allah.
7) Tepat janji (al-wafa’), yaitu salah satu sifat orang yang benarbenar beriman ialah sikap selalu menepati janji bila membuat
perjanjian.
8) Lapang
dada
(insyiraf),
yaitu
sikap
penuh
kesediaan
menghargai pendapat dan pandangan orang lain.
9) Dapat dipercaya (al-amanah), salah satu konsekuensi iman
adalah amanah atau penampilan diri dapat yang dapat
dipercaya.
52
10) Perwira (‘iffah atau ta’affuf), yaitu sikap penuh harga diri
namun tidak sombong, tetap rendah hati, dan tidak mudah
menunjukkan sikap memelas atau iba dengan maksud
mengundang belas kasihan dan mengharapkan pertolongn orang
lain.
11) Hemat (qawamiyah) yaitu sikap tidak boros (israf) dan tidak
pula kikir (qatr) dalam mengunakan harta, melainkan sedang
(qawan) antara keduanya.
12) Dermawan (al- munfiqun, menjalankan infaq), yaitu sikap kaum
beriman yang memiliki kesediaan yang besar untuk menolong
sesama manusia, terutama mereka yang kurang beruntung
dengan mendermakan sebagian harta benda yang dikaruniakan
dan diamantkan Tuhan kepada mereka.
c) Akhlak Terhadap Lingkungan
Yang dimaksud dengan lingkungan disini adalah segala
sesuatu yang disekitar manusia, baik binatang, tumbuh-tumbuhan,
maupun benda-benda tak bernyawa. Dalam pandangan islam
seseorang tidak dibenarkan mengambil buah matang, atau memetik
bunga sebelum mekar, karena hal ini berarti tidak memberi
kesempatan kepada makhluk untuk mencapai tujuan penciptanya.
Pada dasarnya akhlak yang diajarkan Al-Qur’an terhadap
lingkungan bersumber dari fungsi manusia sebagai khalifah.
Kekhalifahan
menuntut
adanya
interaksi
manusia
dengan
53
sesamanya dan terhadap alam. Kekhalifahan mengandung arti
pengayoman, pemeliharaan, serta bimbingan, agar setiap makhluk
mencapai tujuan penciptaanya.
Binatang,
tumbuhan-tumbuhan
dan
benda-benda
tak
bernyawa semuanya diciptakan oleh Allah Swt. dan menjadi
milikNya, serta semuanya memiliki ketergantungan kepadaNya. 50
8. Faktor pendukung dan penghambat dalam membangun budaya religius
di sekolah
Pembentukan budaya relegius dipengaruhi oleh berbagai faktor
baik faktor pendukung maupun faktor penghambat.
1.
Faktor pendukung terbentuknya sikap keberagamaan,
a. Faktor Internal (dari dalam) meliputi:
a) Lingkungan keluarga
Para ahli psikologi dan pendidikan sepakat akan pentingnya
rumah tangga dan keluarga bagi pembentukan pribadi dan
perilaku seseorang. Dalam kehidupan, keluarga adalah batu
pertama bagi pembinaan setiap masyarakat.
Oleh karena itu setiap keluarga muslim harus mampu
mewujudkan keluarga yang diwarnai dan hiasi oleh nilai-nilai
Islam dan semangat keagamaan. Semangat keagamaan itu
tergambar kepada kebaikan kedua orang tua, orang-orang yang
dewasa
50
Ibid….,hal.156-158
dalam
sebuah
keluarga,
dimana
mereka
mau
54
melakukan kewajiban-kewajiban agama dan menjauhi hal-hal
yang mungkar, menghindari dosa, konsisten dan sopan santun
dan keutamaan, memberikan kesenangan, perhatian dan kasih
sayang kepada yang kecil, membiasakan mereka belajar
mengajar kepada prinsip-prinsip agama yang sesuai dengan
perkembangan
mereka
dan
menanamkan
bentuk-bentuk
keyakinan serta iman dalam jiwa mereka.51
Dengan demikian dalam membina pribadi manusia yang
bertangung jawab penuh dan etis secara moral terhadap Tuhan
YME, dapat dilakukan melalui lingkungan yang optimal bagi
perkembangan pribadi.
b) Motivasi siswa
Motivasi
mendorongnya
adalah
untuk
keadaan
berbuat
internal
sesuatu.
organisme
Karena
yang
belajar
merupakan suatu proses yang timbul dari dalam, faktor
motivasi memegang peranan pula, baik yang bersifat internal
maupun yang bersifat eksternal.52
Jika siswa itu mempunyai motivasi yang timbul dalam diri
maka siswa akan mengerti tentang apa gunanya belajar dan
tujuan yang ingin dicapainya.
b. Faktor Eksternal ( dari Luar) meliputi:
a) Lingkungan Sekolah
51
K.H. Sahlan Mahfud, Nuansa Fiqih Sosial, (Yogyakarta: LKIS, 2003), hal. 92.
Alek Sabur, Psikolgi Umum dalam Lintasan Sejarah, (Bandung: CV. Pustaka Pelita,
2003), hal. 246
52
55
Sekolah merupakan lembaga pendidikan yang berperan
penting dalam kehidupan seseorang sesudah keluarga.53 Makin
besar kebutuhan anak akan pendidikan yang tidak diimbangi
dengan kemampuan tenaga maupun pikiran mendorong orang
tua menyerahkan tangung jawabnya sebagian kepada lembaga
sekolah. Sekolah berfungsi sebagai pembantu keluarga dalam
mendidik
anak.
Sekolah
memberikan
pendidikan
dan
pengajaran kepada anak-anak mengenai apa yang tidak dapat
atau tidak ada kesempatan orang tua untuk memberikan
pendidikan dan pengajaran di dalam keluarga.54
Dengan demikian peran sekolah terhadap pendidikan
dalam membina pribadi anak didik menjadi sangat penting.
Mengingat sekolah merupakan media pertengahan antara
media keluarga yang relative sempit dengan media sekolah
yang lebih luas.
b) Media Massa (positif)
Keberadaan media massa membantu meningatkan
pembelajaran nilai pada siswa dengan tayangan program
pendidikan dan nilai. 55
Oleh karena itu media masa yang positif dapat
membentuk anak mempunyai nilai dan karakter yang baik.
53
A.D. Marimba, Pengantar Filsafat Islam, (Bandung: Al-Maarif), hal.68
Zuhairi, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 1991), hal. 179.
55
Agus Zaenul Fitri, Pendidikan Karakter berbasis Nilai & Etika di Sekolah, (Malang:ArRuzz Media, 2012), hal.134
54
56
c) Komunikasi yang harmonis antar pihak
Pentingnya komunikasi antara orang tua, guru dan
siswa. Sebab komunikasi yang mampet berakibat pada
nilai yang dihayati anak di rumah dengan nilai yang ada di
lingkungan keluarga atau lingkungan masyarakat tidak
sesuai. 56
Dengan demikian komunikasi yang baik yang
dilakukan antara guru, orang tua dan siswa dapat
membentuk kepribadian yang baik.
d) Keteladanan orang tua, guru dan tokoh masyarakat.
Keteladanan (contoh) dapat didapat dari semua
pihak yang bersangkutan. Keteladanan ini biasa didapat
dari orang tua, guru, dan tokoh masyarakat. Secara
psikologis manusia memang memerlukan tokoh didalam
hidupnya, ini adalah sifat pembawaan. Meniru adalah
salah satu sifat pembawaan manusia, oleh karena itu
dalam pendidikan agama siswa perlu adanya tokoh yang
dijadikan teladan baik sehingga siswa akan meniru sesuatu
yang baik.
e) Tersedianya sarana dan prasarana yang memadai.
56
Ibid., hal.135
57
Sarana dan prasarana adalah fasilitas yang ada
suatu lembaga sekolah guna menunjang keberhasilan
pendidikan.
Sarana pendidikan adalah semua fasilitas yang
diperlukan dalam proses belajar mengajar, baik yang tidak
bergerak maupun yang bergerak sehingga pencapaian
tujuan pendidikan dapat berjalan dengan lancar, teratur,
efektif dan efisien.57
2.
Faktor penghambat membangun budaya relegius.
Dalam membangun budaya religius membiasakan nilai-nilai agama
islam kepada siswa adalah cara yang efektif dalam membangun budaya
religius siswa.
Namun dalam pelaksaannya membangun budaya religius selalu ada
faktor penghambat yang mempengaruhi membangun budaya religius
siswa adalah sebagai berikut:
a. Faktor penghambat internal (dari dalam) meliputi:
1.
Kurangnya motivasi dan minat para siswa.
Kurangnya minat anak dalam mempelajari pembelajaran
nilai karena tidak meningkatkan aspek kognitif mereka dan
kurangnya materi pembelajaran.58
2. Lingkungan Keluarga yang kurang harmonis
57
Suharsimi Arikunto, Organisasi dan Administrasi Pendidikan Teknologi dan Kejuruan,
(Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1993), hal. 81-82
58
Zainul Fitri, Pendidikan Karakter…., hal.138
58
Kondisi keluarga yang kurang harmonis menyebabkan
terjadinya split personality dan kurang keteladana dari orang
tua dan masyarakat. Kemiskinan keteladanan merupakan
faktor yang paling dominan. Kemiskinan keteladanan ini akan
dapat dihindari kalau orang tua sering berkomunikasi dengan
anaknya. Kurangnya komunikasi orang tua dan guru akan
menyebabkan perilaku anak tidak terkontrol.59
Kondisi
menyebabkan
keluarga
yang
kurang
anak
bertingkah
laku
harmonis
sesuai
akan
dengan
keinginannya karena contoh yang diberikan oleh orang tua
menjadikan siswa mengikuti apa yang orang tuanya ajarakan.
b. Faktor penghambat eksternal (dari Luar) meliputi:
1. Sarana dan prasarana yang kurang memadai.
Sarana pendidikan
adalah semua
fasilitas
yang
diperlukan dalam proses belajar mengajar, baik yang tidak
bergerak maupun yang bergerak sehingga pencapaian tujuan
pendidikan dapat berjalan dengan lancar, teratur, efektif dan
efisien. 60
Jadi guna menunjang strategi guru agama islam dalam
pembentukan sifat keagamaan pada siswa maka harus ada
kegiatan-kegiatan
yang
bisa
mendukungnya.
Kegiatan-
kegiatan tersebut bisa berjalan lancar apabila sarana dan
59
60
Ibid., hal. 137
Arikunto, Organisasi dan Administrasi…, hal. 81-82
59
prasarana dapat terpenuhi, namun apabila sarana dan prasarana
kurang maka hal terset menjadi kendala bagi pelaksanaan
kegiatan tersebut. Keberadaan sarana yang kurang memadai
dapat mengganggu kegiatan belajar-mengajar.
2. Kekurang pedulian guru, orang tua, dan lingkungan
Kekurang pedulian guru, orang tua, dan lingkungan.
Kekurang pedulian ini ini juga dapat diartikan terlalu permisif.
Artinya, membiarkan anak melakukan sesuatu tanpa adanya
larangan dari orang tua yang permisif, tidak selamanya jelek
dan tidak jelek. Hal ini bergantung pada kondisi dari
penyikapan terhadap perilaku anak sehingga sikap pemisif
orang tua mempunyai nilai fungsional bagi anak.61
Kekurang pedulian guru, orang tua dan lingkungan
menyebabkan
anak
akan
melakukan
hal-hal
yang
diinginkannya. Tidak ada kepedulian yang baik antara guru,
orang tua, guru, dan siswa maka tujuan dari sebuah
pembelajaran tidak dapat berjalan dengan baik.
3. Media massa (negatif)
Adanya pengaruh tayangan program pendidikan yang
berasal dari gambar atau tayangan media masa pada anak. Hal
ini menunjukkan bahwa satu sisi media masa mempunyai nilai
61
Zainul Fitri, Pendidikan Karakter…., hal 137
60
pedagogis yang tinggi namun, di sisi lain dapat menghambat
penanaman nlai-nilai pedagogis di sekolah. 62
D. Penelitian Terdahulu
Penelitian pertama, Skripsi yang berjudul
“Peranan Guru
Pendidikan Agama Islam Dalam Pembentukan Karakter Siswa MAN
Wonosari” ditulis oleh Dwi Rangga Vischa Dewiyanie, UIN Sunan Kalijaga
2002.63 Penelitian ini menggunakan penelitian kualitatif deskriftif. Hasil
penelitiannya adalah sebagai berikut : (1) Peran guru pendidikan agama Islam
dalam pembentukan karakter siswa MAN Wonosari begitu penting, tanpa
adanya guru maka proses
penanaman proses karakter siswa sulit
dikembangkan. (2) Dengan adanya penanaman nilai karakter secara terus
menerus terhadap siswa terdapat tingkat perubahan yang baik walaupun
masih ada beberapa siswa yang sulit menerapkannya. (3) Faktor-faktor
pendukung dalam proses penanaman pendidikan karakter guru pendidikan
agama Islam dalam menanamkan pendidikan karakter terhadap sisiwa MAN
Wonosari adalah dukungan dari sekolah, dan dari masyarakat sekitar.
Penelitian kedua skripsi dengan judul “Penciptaan Suasana
Religius di Madrasah (Studi Kasus di MTsN Bakalan Rayung Keboan
Ngusikan Jombang)”64 oleh Muthiatul Millah mahasiswa UIN Malang.
Penelitian ini menggunakan metode kualitatif. Hasil penelitian adalah suasana
62
Ibid., hal. 134
Dwi Rangga Vischa Dewiyanie Peranan Guru Pendidikan Agama Islam Dalam
Pembentukan Karakter Siswa MAN Wonosari (yogjakarta :UIN Sunan Kalijaga, 2002)
64
Muthiatul Millah, Penciptaan Suasana Religius Di Madrasah (Studi Kasus di MTsN
Bakalan Rayung Ngusikan Jombang), (Malang: Skripsi Tidak Diterbitkan, 2009
63
61
kehidupan beragama di MTsN Bakalan Keboan Ngusikan Jombang sudah
cukup baik. Upaya penciptaan suasana Religius di MTsN bakalan Rayung
Keboan Jombang dapat dilihat dari berbagai kegiatan keagamaan yang
diselenggarakan, sedangkan fakta pendukung dan penghambatnya dalam
menciptakan suasana religius yaitu dukungan dari guru-guru Pembina, sistem
yang berlaku di madrasah, fasilitas di madrasah yang menunjang orang tua
sebagai motivator utama sedangkan faktor penghambatnya, tenaga pengajar
yang terbatas, lingkungan yang kurang mendukung, kurangnya perhatian serta
motivasi dari orang tua. Agar upaya penciptaan suasana religius dapat
terwujud, maka aspek fisik sarana ibadah, aspek kegiatan keagamaan serta
aspek
sikap
dan
perilaku
masyarakat
madrasah
diusahakan
harus
mencerminkan suasana religius.
Penelitian ketiga, skripsi dengan judul “Penciptaan Suasana
Religius dalam Menumbuhkan Perilku Terpuji (Studi Kasus di MA Al Hidayah
Donowarih Karangploso Malang)”65 oleh Anas Firdaus mahasiswa UIN
Malang. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif, hasil penelitian adalah
sebagai berikut menunjukan bahwa guru MA Al Hidayah terus berpartisipasi
dalam program penciptaan suasana religius di lingkungan madrasah sehingga
dapat menumbuhkan perilaku terpuji siswa. Kesiapan tersebut dilakukan
melalui berbagai kegiatan yang berkaitan dengan suasana religius, kegiatan
istighosah, tadarus Al-Qur’an, bersalaman, kegiatan BBQ, Sholat berjamaah
65
Anas Firdaus, Penciptaan Suasana Religius Dalam Menumbuhkan Perilaku Terpuji
Siswa (Studi Kasus di Madrasah Aliyah Al Hidayah Karangploso Malang). (Malang: Skripsi
Tidak Diterbitkan, 2008).
62
dhuha dan dhuhur, kegiatan seni religius, dan setiap mata pelajaran selalu
mengkaitkan dengan nilai-nilai keagamaan sehingga menumbuhkan perilaku
yang terpuji. Dan akhirnya sang peneliti mengambil kesimpulan bahwa, MA Al
Hidayah Donowarih Karangploso Malang telah melakukan penciptaan suasana
religius untuk menumbuhkan perilaku terpuji siswa, walaupun masih terdapat
penataan dan penambahan mengenai kekurangan-kekurangan yang ada.
Adanya kerjasama guru dengan orangtua dan juga didukungnya fasilitas yang
memadai
sehingga
dengan
adanya
suasana
religius
siswa
mampu
menumbuhkan perilaku yang terpuji baik disekolah maupun dalam kehidupan
sehari-hari.
Download