I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Ikan betok Anabas testudineus Bloch. atau dikenal dengan nama ikan papuyu di daerah Banjar, Kalimantan Selatan (Kottelat et al., 1993) merupakan salah satu ikan air tawar yang berpotensi untuk dikembangkan karena memiliki nilai ekonomis cukup tinggi yaitu harganya dapat mencapai Rp100.000,00 per kg (Borneonews, 2011). Budidaya ikan betok hingga saat ini masih belum banyak dikembangkan. Salah satu hambatannya adalah pertumbuhan yang lambat dan memerlukan waktu kurang lebih satu tahun untuk mencapai ukuran konsumsi (70100 gram) (Departemen Kelautan dan Perikanan, 2008). Pertumbuhan ikan dapat ditingkatkan melalui perbaikan mutu ikan. Perbaikan mutu ikan dapat dilakukan dengan metode seleksi, hibridisasi, transgenesis, dan aplikasi protein rekombinan. Aplikasi metode seleksi membutuhkan waktu relatif lama untuk mencapai efek signifikan khususnya pada ikan yang membutuhkan waktu lama untuk mencapai matang kelamin pertama kali (Bolivar et al., 2002). Penerapan teknologi hibridisasi juga memerlukan waktu relatif lama. Selain itu, aplikasi teknologi transgenesis dapat menghasilkan ikan dengan tingkat perbaikan kualitas tinggi dalam waktu relatif cepat, tetapi teknologi ini masih menimbulkan kontroversi terhadap keamanan pangan. Sementara itu, hingga saat ini penggunaan hormon pertumbuhan rekombinan (rHP) pada ikan dikatakan aman untuk dikonsumsi, karena rHP tidak ditransmisikan ke keturunan selanjutnya sehingga tidak termasuk organisme transgenik (Acosta et al., 2007). Protein rHP cukup efektif digunakan untuk meningkatkan laju pertumbuhan ikan. rHP merupakan polipeptida rantai tunggal dengan ukuran sekitar 22 kDa yang dihasilkan menggunakan bioreactor/fermentor, seperti bakteri (Rousseau & Dufour, 2007 dalam Acosta et al., 2009). Penggunaan teknologi protein rHP untuk mempercepat pertumbuhan ikan sudah banyak dilakukan pada beberapa spesies ikan dengan metode yang berbeda. Pemberian rHP ikan mas melalui metode injeksi dengan dosis sebesar 0,1 µg/g bobot tubuh pada benih ikan nila dapat meningkatkan bobot tubuh sebesar 53,1% 1 dibandingkan dengan kontrol (Li et al. 2003). Pemberian jenis rHP yang berbeda pada ikan nila melalui teknik penyuntikan atau injeksi berhasil meningkatkan bobot ikan yaitu sebesar 20,94% dengan rHP ikan kerapu kertang; 18,09% dengan rHP ikan mas; 16,99% dengan rHP ikan gurame (Alimuddin et al., 2010). Pemberian rHP ikan mas melalui pakan Artemia pada benih ikan gurame dapat meningkatkan pertumbuhan sebesar 13% (Rahmawaty, 2011). Hasil lain diperoleh dari pemberian protein rHP ikan gurame pada benih ikan gurame melalui metode perendaman dengan dosis 30 mg/L sebanyak 3 kali perendaman efektif meningkatkan pertumbuhan sebesar 75,04% dibandingkan dengan kontrol (Putra, 2011). Pemberian rHP dapat dilakukan dengan beberapa metode, di antaranya: perendaman/imersi (Moriyama, 1990; Acosta et al., 2007; Putra, 2011), penyuntikan/injection (Li et al., 2003; Lesmana, 2010), dan melalui pakan (Moriyama et al., 1993; Xu et al., 2001; Rahmawaty, 2011). Berdasarkan ketiga metode yang telah dilakukan, metode penyuntikan dikatakan kurang aplikatif dan memperlihatkan respons yang lambat, sedangkan metode perendaman pada stadia larva atau juvenil merupakan cara yang aplikatif untuk skala massal. Pada metode perendaman diperlukan kejut salinitas. Menurut Ratnawati (2012) kejut salinitas berfungsi untuk membuka jalur masuknya rHP melalui insang dengan memanfaatkan mekanisme pertukaran cairan tubuh. Protein rekombinan yang digunakan dalam kegiatan ini rElHP (hormon pertumbuhan ikan kerapu kertang Epinephelus lanceolatus) (Lesmana, 2010). Hormon ini digunakan karena tingkat produksi rHP ikan kerapu kertang pada Escherichia coli lebih tinggi dibandingkan dengan rHP ikan gurame dan ikan mas (Irmawati et al., 2011 belum dipublikasikan). Selain itu, rElHP telah terbukti memiliki bioaktivitas dalam menginduksi pertumbuhan ikan nila (Alimuddin et al., 2010) dan ikan sidat (Aminah, 2012). 1.2. Tujuan Penelitian ini dilakukan untuk menentukan dosis protein rHP ikan kerapu kertang (rElHP) yang diberikan melalui perendaman yang dapat menghasilkan pertumbuhan dan kelangsungan hidup benih ikan betok terbaik. 2