I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ikan sidat (Anguilla spp.) memiliki 19 spesies yang menyebar di seluruh dunia, dan tujuh di antaranya terdapat di perairan Indonesia (Ege, 1939 dalam Budimawan, 2007). Ikan sidat memiliki potensi yang sangat besar untuk dikembangkan karena banyak diminati oleh negara-negara maju seperti Jepang, Hongkong, Jerman, dan Italia. Selain itu, ikan ini memiliki harga jual yang cukup tinggi. Harga ikan sidat ukuran konsumsi >500 gram/ekor untuk jenis Anguilla bicolor pada pasar lokal rata-rata Rp.75.000,- s.d. 100.000/kg; jenis Anguilla marmorata Rp. 125.000,- s.d. Rp. 175.000/kg (Suitha, 2008). Selain itu, ikan sidat memiliki rasa yang enak dan nilai nutrisi yang sangat baik untuk kesehatan manusia. Permintaan terhadap ikan sidat terus meningkat. Di dunia, ikan sidat dikonsumsi sekitar 60.000 ton/tahun (Haryono, 2004). Hal ini mendorong berkembangnya kegiatan budidaya ikan sidat secara intensif. Namun demikian usaha tersebut masih bergantung pada ketersediaan benih (elver) dari alam (Wouthuyen et al., 2002). Selain itu, kendala yang dihadapi dalam kegiatan budidaya ikan sidat adalah pertumbuhan benih (glass eel) yang lambat dan rentan terhadap penyakit pada dua bulan awal pemeliharaan (Handoyo, 2012). Penyakit yang terjadi pada ikan sidat biasanya disebabkan oleh infeksi bakteri seperti Aeromonas hydrophila, Pseudomonas anguilliaseptica, dan Edwardsiella tarda atau disebabkan oleh jamur seperti Saprolegnia sp. (Tomiyama dan Hibiya, 1977). Menurut Suhenda et al. (2003), dalam budidaya ikan sidat ada tiga tahap yang perlu dilakukan, yaitu pemeliharaan elver selama 1,5 bulan (diperoleh benih ukuran 1-2 g), pemeliharaan pendederan (benih ukuran 1-2 g) selama 2-3 bulan untuk mencapai benih ukuran 10-20 g, dan pembesaran selama 7-9 bulan untuk mencapai ukuran konsumsi (150-200 g). Saat ini telah ditemukan beberapa metode yang dapat digunakan untuk memanipulasi pertumbuhan ikan di antaranya seleksi, transgenesis, hibridisasi, triploidisasi dan teknologi protein rekombinan hormon pertumbuhan/rHP. Dari beberapa metode tersebut, metode yang dianggap lebih efektif diaplikasikan 1 terhadap ikan sidat adalah teknologi rHP. Aplikasi metode seleksi membutuhkan waktu relatif lama untuk mencapai efek signifikan khususnya pada ikan yang mencapai matang kelamin pertama kali cukup lama (Bolivar et al., 2002). Aplikasi teknologi transgenesis dapat menghasilkan ikan dengan tingkat perbaikan kualitas tinggi dalam waktu relatif cepat, tetapi teknologi ini masih menimbulkan kontroversi terhadap keamanan pangan. Sementara itu, penggunaan rHP pada ikan dianggap aman untuk dikonsumsi karena rHP tidak ditransmisikan ke keturunan selanjutnya sehingga tidak termasuk ikan transgenik (Acosta et al., 2007). Penerapan teknologi hibridisasi, dan triploidisasi dapat dilakukan untuk ikan yang sudah dikuasai teknik pemijahan buatannya, sedangkan pemijahan buatan ikan sidat masih perlu diteliti. Teknologi rHP juga aplikatif untuk diterapkan oleh pembudidaya dengan perbaikan pertumbuhan yang relatif tinggi sebesar 17-75% dan mudah dilakukan untuk kegiatan produksi massal. Dengan demikian, pada penelitian ini digunakan teknologi rHP untuk meningkatkan pertumbuhan benih ikan sidat. Penggunaan rHP dalam memanipulasi pertumbuhan ikan telah dilakukan pada berbagai spesies ikan seperti ikan mas dengan menggunakan rHP ikan giant catfish (Promdonkoy et al., 2004), ikan gurame dan ikan mas dengan menggunakan rHP ikan kerapu (Lesmana, 2010), dan ikan flounder dengan rHP ikan flounder (Jeh at al., 2008). Di Indonesia, studi telah dilakukan oleh Alimuddin et al. (2010) dan hasil menunjukkan bahwa pemberian rHP yang berbeda pada ikan nila melalui teknik penyuntikan atau injeksi (1 µg pelet bakteri yang dilarutkan dalam 10 μ l PBS per gram ikan) berhasil meningkatkan bobot sebesar 20,94% (rHP ikan kerapu kertang); 18,09% (rHP ikan mas); 16,99% (rHP ikan gurame). Pemberian rHP pada ikan rainbow trout dapat meningkatkan pertumbuhan sebesar 50% dibandingkan dengan ikan kontrol (Sekine et al., 1985). Menurut Funkenstein et al. (2005) pemberian rHP sebesar 0,5 µg/g bobot ikan sebanyak 1 kali per minggu selama 4 minggu pada ikan baronang meningkatkan bobot tubuh sebesar 20% dibandingkan kontrol. Pemberian rHP ikan mas melalui injeksi sebesar 0,1 µg/g bobot tubuh pada benih ikan nila dapat meningkatkan bobot tubuh sebesar 53,1% dibandingkan dengan kontrol (Li et al., 2003). 2 Efektivitas rHP bergantung pada spesies ikan uji, dosis, dan metode pemberian rHP. Pemberian rHP pada ikan dapat dilakukan dengan beberapa metode, yaitu penyuntikan/injeksi, perendaman, dan secara oral melalui pakan. Pemberian rHP pada ikan sidat dengan metode perendaman lebih mudah, lebih efektif, dan lebih aplikatif dibandingkan dengan metode injeksi dan pemberian melalui pakan. Pemberian rHP melalui teknik penyuntikan/injeksi kurang aplikatif jika diterapkan pada kegiatan produksi secara massal. Selain itu respon yang dihasilkan lambat, diduga karena reseptor memerlukan faktor intermediet atau waktu untuk mengenali rHP yang diinjeksikan (Promdonkoy et al., 2004). Perbandingan efektivitas metode pemberian rHP melalui pakan dan perendaman dapat dilihat dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Rahmawaty (2011) dan Putra (2010). Pemberian rHP melalui pakan telah diuji oleh Rahmawaty (2011) pada ikan gurame menggunakan rHP ikan mas. Hasil yang diperoleh menunjukkan peningkatan bobot sebesar 13% dari perlakuan kontrol. Uji ikan yang sama dilakukan oleh Putra (2010) dengan teknik perendaman menggunakan rHP ikan gurame, hasilnya menunjukkan peningkatan 75,04 % dengan dosis 30 mg/L dibandingkan dengan kontrol. Hasil penelitian pendahuluan yang dilakukan oleh Handoyo (2012), diketahui bahwa kisaran dosis rElHP pada benih ikan sidat yang menghasilkan pertumbuhan lebih tinggi daripada kontrol adalah antara 1,2 s.d 12,0 mg/L. Kisaran dosis tersebut masih relatif besar, dan diduga di antara kisaran dosis tersebut dapat menghasilkan pertumbuhan lebih baik. Oleh karena itu, pada penelitian ini dilakukan perendaman glass eel dalam larutan rElHP dosis 0, 3, 6, 9 dan 12 mg/L. 1.2 Tujuan Penelitian ini ditujukan untuk menentukan dosis perendaman optimum hormon pertumbuhan rekombinan Epinephelus lanceolatus (rElHP) pada glass eel ikan sidat. 3