i AKTIVITAS ANTIPROLIFERASI EKSTRAK ETANOL DAUN

advertisement
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
AKTIVITAS ANTIPROLIFERASI EKSTRAK ETANOL DAUN BENALU
KERSEN (Dendrophtoe pentandra L. Miq.) TERHADAP KULTUR SEL
KANKER NASOFARING (RAJI CELL LINE)
TESIS
Disusun untuk memenuhi sebagian persyaratan mencapai derajat Magister
Program Studi Biosain
Oleh :
Ardy Prian Nirwana
S901302003
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2015
commit to user
i
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
AKTIVITAS ANTIPROLIFERASI EKSTRAK ETANOL BENALU KERSEN
(Dendrophtoe pentandra L. Miq.) TERHADAP KULTUR SEL KANKER
NASOFARING (RAJI CELL LINE)
TESIS
Oleh
Ardy Prian Nirwana
S901302003
Telah disetujui oleh tim pembimbing
Komisi
Nama
Tanda tangan
Tanggal
............................
.................... 2015
............................
.................... 2015
Pembimbing
Pembimbing I
Prof. Dr. Okid Parama A, MS
NIP. 196303271986012002
Pembimbing II
Dr. Tetri Widiyani, M.Si
NIP. 197112242000032001
Telah dinyatakan memenuhi syarat pada tanggal ............................
Mengetahui
Ketua Program Studi Biosain
Program Pascasarjana
Prof. Dr. Sugiyarto, M.Si
NIP. 196704301992031002
commit to user
ii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
AKTIVITAS ANTIPROLIFERASI EKSTRAK ETANOL BENALU KERSEN
(Dendrophtoe pentandra L. Miq.) TERHADAP KULTUR SEL KANKER
NASOFARING (RAJI CELL LINE)
TESIS
Oleh
Ardy Prian Nirwana
S901302003
Jabatan
Ketua
Sekretaris
Anggota
Nama
Dr. Adi Prayitno, drg., M. Kes.
NIP. 195911011986011001
Prof. Dr. Sugiyarto, M.Si
NIP.196704301992031002
Prof. Dr. Okid Parama A, MS
NIP. 196303271986012002
Dr. Tetri Widiyani, M.Si
NIP. 197112242000032001
Tanda tangan
Tanggal
............................
.........................
............................
.........................
............................
.........................
............................
.........................
Telah dipertahankan di depan penguji
Dinyatakan telah memenuhi syarat
Pada tanggal ............................. 2015
Mengetahui,
Direktur Program Pascasarjana UNS
Ketua Program Studi
Prof. Dr. Ir. Ahmad Yunus, MS
Prof. Dr. Sugiyarto, M.Si
NIP. 196107171986011001
NIP. 196704301992031002
commit to user
iii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
PERNYATAAN
ORISINALITAS DAN PUBLIKASI TESIS
Saya menyatakan dengan sebenarnya bahwa:
1.
Tesis yang berjudul ”AKTIVITAS ANTIPROLIFERASI EKSTRAK ETANOL
DAUN BENALU KERSEN (Dendrophtoe pentandra L. Miq.) TERHADAP
KULTUR SEL KANKER NASOFARING (RAJI CELL LINE)” ini adalah
karya penelitian saya sendiri dan bebas dari plagiat, serta tidak terdapat karya
ilmiah yang pernah diajukan oleh orang lain untuk memperoleh gelar akademik
serta tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh
orang lain kecuali secara tertulis digunakan sebagai acuan dalam naskah ini dan
disebutkan dalam sumber acuan serta daftar pustaka. Apabila dikemudian hari
terbukti terdapat plagiat dalam karya ilmiah ini, maka saya bersedia menerima
sanksi sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan (Permendiknas No. 17
tahun 2010).
2.
Publikasi sebagian atau keseluruhan isi tesis pada jurnal atau forum ilmiah lain
harus seijin dan menyertakan tim pembimbing sebagai autor dan PPs UNS sebagai
institusinya. Apabila dalam waktu sekurang-kurangnya satu semester (enam bulan
sejak pengesahan tesis) saya tidak melakukan publikasi dari sebagian atau
keseluruhan tesis ini, maka Prodi Biosain PPs UNS berhak mempublikasikannya
pada jurnal ilmiah yang diterbitkan oleh prodi Biosain PPs UNS. Apabila saya
melakukan pelanggaran dari ketentuan publikasi ini, maka saya bersedia
mendapatkan sanksi akademik yang berlaku.
commit to user
iv
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Ardy Prian Nirwana. 2015. Aktivitas Antiproliferasi Ekstrak Etanol Daun Benalu
Kersen (Dendrophtoe pentandra L. Miq.) Terhadap Kultur Sel Kanker Nasofaring
(Raji Cell Line). TESIS. Pembimbing I: Prof. Dr. Okid. Parama Astirin, MS., II: Dr.
Tetri Widiyani, S.Si, M.Si. Program Studi Biosain, Program Pascasarjana, Universitas
Sebelas Maret Surakarta
ABSTRAK
Keganasan yang menduduki peringkat lima besar yang paling banyak dijumpai di
antara tumor ganas Telinga Hidung Tenggorokan (THT) di Indonesia adalah kanker
nasofaring. Faktor resiko kanker nasofaring antara lain virus Epstein Barr. Terapi
karsinoma nasofaring dengan radioterapi konvensional sering kali hasilnya kurang
memuaskan, oleh karena itu diperlukan penelitian bahan alam yang dapat digunakan
sebagai alternatif pengobatan kanker nasofaring secara aman. Tanaman benalu
Dendrophthoe pentandra L. Miq dikenal memiliki khasiat menghambat laju
pertumbuhan sel kanker. Daun D. pentandra L. Miq mengandung beberapa senyawa
metabolit yang bersifat antikanker seperti flavonoid, alkaloid, terpenoid, tanin dan
saponin. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kandungan metabolit sekunder pada
ekstrak daun benalu kersen D. pentandra L. Miq dan potensi penghambatan proliferasi
sel Raji yang merupakan sel lestari kanker nasofaring.
Penelitian dimulai dengan melakukan determinasi tanaman untuk memastikan
jenis tanaman yang akan diteliti. Ekstraksi dilakukan secara maserasi dengan pelarut
etanol 96% dan dilakukan skrining fitokimia untuk menguji keberadaan metabolit
sekundernya dan Kromatografi Lapis Tipis untuk kuersetin. Uji sitotoksik dilakukan
dengan cara uji Methyl Thiazol Tetrazolium (MTT) terhadap sel Raji. Korelasi antara
persentase sel Raji hidup dan konsentrasi ekstrak dari uji Doubling Time pada masa
inkubasi 24, 48 dan 72 jam diolah dengan uji korelasi Person menggunakan program
pengolah statistik Stastitical Product and Service Solutions (SPSS) versi 17.0.
Hasil penelitian menunjukkan ekstrak etanol daun benalu kersen (D. pentandra L.
Miq.) mengandung metabolit sekunder yang di antaranya adalah flavonoid (kuersetin),
alkaloid, tanin, saponin dan terpenoid. Uji MTT menunjukkan ekstrak benalu kersen
memiliki nilai IC50 155,267 µg/ml. Data hasil Doubling Time yang telah diolah
menggunakan uji korelasi Pearson menunjukkan ekstrak ethanol daun benalu kersen
mampu menghambat proliferasi sel Raji dengan nilai korelasi antara persen sel hidup
dengan waktu inkubasi adalah r= -0,854; p= 0,000; dan nilai korelasi antara persen sel
hidup dengan konsentrasi ekstrak uji adalah r= -0,472; p= 0,013.
Kata kunci:
senyawa metabolit, antiproliferasi, ekstrak etanol daun benalu kersen
(Dendrophtoe pentandra L. Miq.), sel Raji
commit to user
v
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Ardy Prian Nirwana. 2015. Antiproliferatif Activity of Cherry Mistletoe
(Dendrophtoe pentandra L. Miq.) Ethanol Leaf Extract Toward Nasopharyngeal
Cancer Cell Culture (Raji Cell Line). Thesis. Supervisor I: Prof. Dr. Okid. Parama
Astirin, MS., II: Dr. Tetri Widiyani, S.Si, M.Si. Bioscience Postgraduate Program,
Sebelas Maret University, Surakarta.
ABSTRACT
Malignancy top five most often found in the malignant tumor Ear Nose Throat
(ENT) in Indonesia is nasopharyngeal cancer. Nasopharyngeal cancer risk factor is the
Epstein Barr virus. Nasopharyngeal carcinoma therapy by using conventional
radiotherapy often has unsatisfactory result, therefore it is essential to explore natural
ingredients that can be used as an alternative treatment of nasopharyngeal cancer safely.
Dendrophthoe pentandra L. Miq is known as a plant parasite which has properties to
inhibit cancer cells growth. Dendrophthoe pentandra L. Miq leaf extract contains
several metabolites that have anticancer activity such as flavonoids, alkaloids,
terpenoids, tannins and saponins. This study aims to determine the content of secondary
metabolites in cherry parasite Dendrophthoe pentandra L. Miq leaf extract and potency
of inhibitory effect on Raji cell proliferation.
The study was begun with a determination of plant samples. The plant extraction
was prepared by maceration method in 96% ethanol solvent. Then, the presence of
secondary metabolite contents were determined using phytochemical screenings and
Thin Layer Chromatography for quercetin. Cytotoxicity testing on Raji cell was perform
by Methylthiazol Tetrazolium (MTT) test. The correlation between the precentage of
Raji cells viability and extract concentration of the test incubation period Doubling
Time on 24, 48 and 72 h were analyzed with Pearson correlation test in stastitical
software Stastitical Product and Service Solutions (SPSS) version 17.0.
The results showed that the ethanol leaf extract of cherry mistletoe
(Dendrophtoepentandra L. Miq.) contain flavonoids (quercetin), alkaloids, tannins,
saponins and terpenoids. MTT test showed cherry mistletoe leaf ethanol extract is toxic
with LC50 levels is 155. 267 µg/ml. Doubling time test showed that cherry parasite leaf
ethanol extract could inhibit Raji cell proliferation with the value of the correlation
between the percent of live cells with incubation time was r = -0.854; p = 0.000; and the
correlation between the percent of live cells at a concentration of test extract was
r=
-0.472; p = 0.013.
Keywords: metabolites, antiproliferative, parasite cherry leaf ethanol extract
(Dendrophthoe pentandra L. Miq.), Raji cell
commit to user
vi
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
MOTTO
Hidup itu hanya sekali, maka hiduplah dengan baik... (APN)
Hati yang mudah tersenyum akan membawa keceriaan yang
membuat pekerjaanmu menjadi lebih ringan (APN)
Kesalahan adalah setengah kebenaran yang tersandung karena
keterbatasan manusia (Basudewa Khrisna - Mahabarata)
Yesterday is History...Tomorrow is a Mystery...Today is a Gift
“That is why it’s Called The Present”
commit to user
vii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
HALAMAN PERSEMBAHAN
Karya ini saya persembahkan kepada:
Allah SWT Tuhanku yang Maha Pengasih,
yang selalu membimbingku ke jalan yang baik
dengan pesan-pesan nyata dalam kejadian
hidup ini
Bapak Supardi dan Ibu Sutiyem,
yang telah memberi semua kasih sayang tak
terhingganya
Sariani Dwitri Atmawanjaya,
istriku yang selalu memberikan memotivasi
dengan penuh kasih
Dedek Richard ma Elen,
yang telah memberikan doa dan dukungannya
kepada kakaknya yang bandel ini
Almamaterku Biosain PPs UNS
Semua sahabatku
Terimakasih untuk semuanya
commit to user
viii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan
rahmat-Nya yang tak terhingga kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan
penelitian dan penyusunan Tesis yang berjudul: “Aktivitas Antiproliferasi Ekstrak
Ethanol Daun Benalu Kersen (Dendrophtoe pentandra L. Miq.) Terhadap Kultur Sel
Kanker Nasofaring (Cell Line Raji)”. Penyusunan tesis ini merupkan salah satu
persyaratan untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program studi Biosain,
Program Pascasarjana, Universitas Sebelas Maret, Surakarta.
Karya ilmiah ini menyajikan bahasan tentang ekstraksi menggunakan pelarut etanol
benalu Dendrophtoe pentandra L. Miq. yang merupakan tanaman parasit pada inang
pohon kersen. Ekstrak yang didapat diujikan pada sel model kanker nasofaring (Sel
Raji) untuk mengetahui toksisitas ekstrak serta potensi ekstrak dalam menghambat
proliferasi sel Raji. Penelitian ini memiliki arti penting yang diantaranya adalah
memberikan sumbangan pengetahuan dalam dunia kesehatan di bidang pengobatan
kanker tentang khasiat daun benalu kersen (Dendrophtoe pentandra L. Miq.) sebagai
bahan antikanker. Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai rujukan
untuk penelitian lebih lanjut tentang penelitian antikanker.
Penulis menyadari bahwa dalam melakukan penelitian dan penyusunan tesis ini
masih banyak kekurangan, oleh karena saran dan masukan yang membangun dari para
pembaca penulis sangat harapkan agar membantu tulisan ini semakin bermanfaat bagi
yang membutuhkan.
Surakarta, Maret 2015
Penulis
commit to user
ix
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
UCAPAN TERIMAKASIH
Penulis banyak memperoleh bantuan dalam proses penyusunan tesis ini dari
berbagai pihak, sehingga permasalahan yang timbul dapat terselesaikan dengan baik,
oleh karena itu pada kesempatan yang baik ini penulis ingin mengucapkan terima kasih
kepada:
1.
Prof. Dr. Ravik Karsidi, M.S selaku rektor Universitas Sebelas Maret Surakarta
yang telah memberikan izin studi di Universitas Sebelas Maret Surakarta.
2.
Prof. Dr. Ir. Ahmad
Yunus, M.S selaku Direktur
Program Pascasarjana
Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah memberikan izin studi di Program
biosain Pascasarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta.
3.
Prof. Dr. Okid Parama Astirin, M.S selaku dosen pembimbing I yang telah
meluangkan waktu untuk memberikan bimbingan, petunjuk dan dukungan dalam
proses penyusunan tesis ini.
4.
Dr. Tetri Widiyani, S.Si, M.Si selaku dosen pembimbing II yang telah memberikan
bimbingan, arahan serta dukungan selama penulis melaksanakan penelitian sampai
terselesaikannya tesis.
5.
Prof. Dr. Sugiyarto, M.Si selaku Kaprodi Biosain sekaligus sebagai tim penguji
yang telah memberikan banyak masukan demi kesempurnaan tesis ini.
6.
Dr. Adi Prayitno, drg., M. Kes selaku tim penguji tesis yang telah memberikan
banyak masukan demi kesempurnaan tesis ini.
7.
Semua dosen di Prodi Biosain yang telah memberikan ilmu pengatahuan dan
wawasan kepada penulis
8.
Bapak Supardi dan Ibu Sutiyem selalu memberi dukungan doa untuk penulis.
9.
Sariani Dwitri Atmawanjaya yang selalu mendampingi dengan doa dan motivasi
selama penyelesaian studi dan tesis
10. Richard Saputra dan Elen Arum Sari yang selalu memberikan motivasi kepada
penulis
11. Teman-teman Biosain 2013: Bu Yuni, Mas Ria, Mas Adhi, Mbak Arti, Bu Maria,
Mas Nikman, Bu Anik, Bu Wiwik, Mbak Alfa, Mas Ali, Mas Wavi atas
kebersamaan dalam segala situasi selama kuliah S2 Biosain
commit to user
x
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
12. Bu Istini selaku pembimbing teknis lapangan di LPPT UGM yang telah
meluangkan waktunya membimbing penulis dalam proses penyelesaian penelitian
antikanker di Universitas Gadjah Mada
13. Iffah Nadya yang selalu mendukung dalam administrasi selama perkuliahan di
Biosain.
14. Keluarga besar Akademi Analis Kesehatan Nasional Surakarta yang selalu
memberikan dukungan dan semangat kepada penulis untuk menyelesaikan studi di
Biosain.
commit to user
xi
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ............................................................................................... i
HALAMAN PENGESAHAN PEMBIMBING ................................................... ii
HALAMAN PENGESAHAN PENGUJI ............................................................ iii
PERNYATAAN ORISINALITAS DAN PUBLIKASI TESIS ......................... iv
ABSTRAK .............................................................................................................. v
ABSTRACT .......................................................................................................... vi
MOTTO ................................................................................................................ vii
HALAMAN PERSEMBAHAN ......................................................................... viii
KATA PENGANTAR .......................................................................................... ix
UCAPAN TERIMAKASIH .................................................................................. x
DAFTAR ISI ........................................................................................................ xii
DAFTAR TABEL ............................................................................................... xiv
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................... xv
DAFTAR LAMPIRAN ...................................................................................... xvi
BAB I. PENDAHULUAN ..................................................................................... 1
A. Latar Belakang.............................................................................................. 1
B. Rumusan Masalah ........................................................................................ 2
C. Tujuan Penelitian .......................................................................................... 2
D. Manfaat Penelitan ......................................................................................... 3
BAB II . TINJAUAN PUSTAKA ......................................................................... 4
A. Kajian Teori .................................................................................................. 4
1.
Daun Benalu (Dendrophtoe pentandra L. Miq.)...................................... 4
2.
Karsinoma Nasofaring .............................................................................. 9
3.
Epstein-Barr virus ................................................................................... 12
4.
Infeksi Epstein-Barr virus (EBV) pada Karsinoma Nasofaring ............. 13
5.
Cell Line Raji .......................................................................................... 15
6.
Siklus Sel ................................................................................................ 15
7.
Proliferasi ................................................................................................ 17
8.
Apoptosis ................................................................................................ 18
commit to user
Uji Sitotoksik ..........................................................................................
19
9.
xii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
10. Skrining Fitokimia dan Kromatografi Lapis Tipis (KLT) ...................... 22
B. Kerangka Pemikiran ................................................................................... 23
C. Hipotesis ..................................................................................................... 26
BAB III. METODE PENELITIAN.................................................................... 27
A. Tempat dan Waktu...................................................................................... 27
B. Jenis dan Subjek Penelitian ........................................................................ 27
C. Alat dan Bahan Penelitian .......................................................................... 27
1.
Alat.......................................................................................................... 27
2.
Bahan ...................................................................................................... 27
D. Cara Kerja ................................................................................................... 28
1.
Persiapan Sampel .................................................................................... 28
2.
Uji Sitotoksis dan Doubling Time ........................................................... 29
3.
Skrining Fitokimia .................................................................................. 32
4.
Identifikasi Golongan Senyawa Kuersetin ............................................. 32
E. Analisis Data .............................................................................................. 33
1.
Pengamatan Kinetika Proliferasi Sel ...................................................... 33
BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................ 35
A. Ekstraksi ..................................................................................................... 35
B. Skrining Fitokimia dan Identifikasi Golongan Senyawa Kuersetin ........... 35
D. Uji Sitotoksisitas ......................................................................................... 41
E. Uji Doubling Time ...................................................................................... 45
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................. 55
A. Kesimpulan ................................................................................................. 55
B. Saran ........................................................................................................... 55
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
commit to user
xiii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Hasil uji skrining fitokimia benalu kersen ..........................................
Tabel 2. Hasil uji sitotoksik ekstrak benalu kersen .............................................
Tabel 3. Hasil uji sitotoksik kontrol DMSO pada inkubasi 24, 48, & 72 jam ....
Tabel 4. Hasil uji sitotoksik ekstrak etanol daun benalu kersen (Dendrophthoe
pentandra L. Miq) pada inkubasi 24, 48, & 72 jam ..............................
commit to user
xiv
36
43
45
46
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Ilustrasi Dendrophthoe pentandra (Linnaeus) Miquel ......................
Gambar 2. Struktur Kuersetin..............................................................................
Gambar 3. Kanker Nasofaring .............................................................................
Gambar 4. Virus Epstein-Barr .............................................................................
Gambar 5. Siklus Sel ...........................................................................................
Gambar 6. Perubahan morfologi sel pada Apoptosis ..........................................
Gambar 7. Reaksireduksi MTT menjadi formazan oleh enzim reduktase ..........
Gambar 8. Bagan alur kerangka pemikiran .........................................................
Gambar 9. Hasil uji skrining keberadaan flavonoid ............................................
Gambar 10. Hasil uji identifikasi golongan senyawa kuersetin metode KLT .....
Gambar 11. Hasil uji skrining keberadaan alkaloid ............................................
Gambar 12. Hasil uji skrining keberadaan tanin .................................................
Gambar 13. Hasil uji skrining keberadaan terpenoid ..........................................
Gambar 14. Hasil uji skrining keberadaan saponin .............................................
Gambar 15. Morfologi sel Raji pada pada mikroskop cahaya dengan
perbesaran 100 kali ..........................................................................
Gambar 16. Morfologi sel Raji sebelum Uji MTT ..............................................
Gambar 17. Morfologi sel Raji sebelum Uji MTT ..............................................
Gambar 18. Grafik hubungan antara presentase kematian dengan log
konsenstrasi sampel .........................................................................
Gambar 19. Grafik hubungan antara presentase sel uji hidup dengan waktu
inkubasi 24 jam, 48 jam, dan 72 jam (DMSO)................................
Gambar 20. Grafik hubungan antara presentase sel uji hidup dengan waktu
inkubasi 24 jam, 48 jam, dan 72 jam (sampel ekstrak) ...................
Gambar 21. MorfologiselRajipadauji doubling time konsentrasiekstrak
uji 155 µg/ml ...................................................................................
Gambar 22. Konsep mekanisme kerja kuersetin (flavonoid) dalam
mempengaruhi sel kanker ................................................................
Gambar 23. Konsep mekanisme kerja alkaloid dalam mempengaruhi
sel kanker .........................................................................................
Gambar 23. Konsep mekanisme kerja terpenoid dalam mempengaruhi
sel kanker .........................................................................................
Gambar 24. Konsep mekanisme kerja saponin dalam mempengaruhi
sel kanker .........................................................................................
Gambar 25. Konsep mekanisme kerja tanin dalam mempengaruhi sel kanker ...
commit to user
xv
5
7
10
13
16
19
21
25
36
37
38
39
40
41
41
42
43
43
45
46
47
49
51
52
52
53
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Surat Keterangan Determinasi ........................................................
Lampiran 2. Hasil Determinasi............................................................................
Lampiran 3. Alat dan Bahan Ekstraksi - Maserasi ..............................................
Lampiran 4. Alat dan Bahan Skrining Fitokimia ................................................
Lampiran 5. Alat dan Bahan Uji Sitotoksik/ Doubling Time ..............................
Lampiran 6. Hasil Uji Sitotoksik & Doubling Time pada Microplate 96 ...........
Lampiran 7. Scan Print Out ELISA Reader Hasil Sitotoksik ..............................
Lampiran 8. Scan Print Out ELISA Reader Hasil Doubling ...............................
Lampiran 9. Perhitungan Kepadatan Sel .............................................................
Lampiran 10. Perhitungan Pembuatan Konsentrasi ............................................
Lampiran 11. Perhitungan % Kematian Sel (Uji Sitotoksik) ..............................
Lampiran 12. Perhitungan % Kehidupan Sel (Doubling Time) ..........................
Lampiran 13. Hasil Data Orientasi Uji Sitotoksik...............................................
Lampiran 14. Hasil Data Orientasi Uji Sitotoksik...............................................
Lampiran 15. Analisis Data Statistik Uji Doubling Time ...................................
Lampiran 16. Tabel Panduan Interpretasi Kekuatan Korelasi .............................
Lampiran 17. Perhitungan Rf (Retention factor) KLT ........................................
Lampiran 18. Daftar Riwayat Hidup Peneliti ......................................................
Lampiran 18. Daftar Glosarium...........................................................................
commit to user
xvi
65
66
67
68
69
70
71
72
73
74
75
77
79
80
81
87
88
89
90
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dendrophtoe pentandra merupakan jenis benalu yang masuk dalam suku
Loranthaceae. D. pentandra ditemukan di daerah hutan, perkebunan, taman-taman kota,
hingga di sekitar pemukiman penduduk. D. pentandra memiliki kemampuan menyerang
dan dapat memarasit berbagai jenis tumbuhan inang (Sunaryo, 2008). Tumbuhan benalu
yang selain dikenal sebagai parasit juga memiliki khasiat ampuh menghambat laju
pertumbuhan penyakit kanker, karena mengandung kuersetin. Kuersetin adalah turunan
flavonoid yang merupakan metabolik sekunder yang memiliki efek pengobatan.
Penelitian sebelumnya memberikan hasil bahwa D. pentandra mengandung senyawa
metabolit yang bersifat antikanker seperti flavonoid, alkaloid, terpenoid, tanin dan
saponin (Fajriah dkk., 2007; Ikawati, 2008).
Kanker merupakan penyakit yang melibatkan faktor genetik dalam proses
patogenesisnya, proses pembelahan sel menjadi tidak terkontrol karena gen yang
mengatur pertumbuhan sel mengalami inaktivasi (Marleen dkk., 2008). Salah satu
keganasan yang menduduki peringkat lima besar yang paling banyak dijumpai di antara
tumor ganas THT (Telinga Hidung Tenggorokan) di Indonesia adalah karsinoma
nasofaring (KNF) (Puspasari, 2010). KNF adalah kanker yang dimulai di bagian
nasofaring, bagian atas tenggorokan di belakang hidung dan dekat pangkal tengkorak
(American Cancer Society, 2013). Metode pengobatan KNF seperti kemoterapi, radiasi,
dan operasi belum memberikan hasil maksimal, bahkan memberikan efek samping pada
sel normal yang berada di sekitar kanker. Faktor resiko mayor terjadinya KNF adalah
Epstein Barr Virus (EBV) (Ariwibowo, 2013).
Penderita KNF yang terinfeksi EBV laten dan persisten ditandai dengan ekspresi
latent membrane protein-1 (LMP-1). LMP-1 merupakan gen laten EBV yang mampu
menginduksi proliferasi sel melalui siklus sel (fase G1/S) dan inhibisi apoptosis. EBV
dapat mengikat protein p53 normal dan menghilangkan fungsi protektifnya. Gen p53
merupakan salah satu dari gen supresor tumor. Gen ini mendeteksi kerusakan DNA,
membantu perbaikan DNA melalui penghentian fase G1 dari siklus sel dan memicu gen
yang memperbaiki DNA. Hilangnyacommit
fungsito user
gen p53 secara homozigot dapat
xvii
1
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id2
menyebabkan sel mengalami transformasi keganasan (Yenita, 2012). Pencarian bahan
antikanker dari alam umumnya difokuskan untuk mencari senyawa aktif yang
mempunyai efek sitotoksik, antimitotik, serta yang memiliki kemampuan menekan
proliferasi sel kanker (Nursid dkk., 2006). D pentandra mengandung senyawa kuersetin
yang merupakan kandungan utama dari flavonoid yang dapat berfungsi sebagai agen
anti-kanker pada regulasi siklus sel dan menghambat enzim tirosin kinase. Kuersetin
juga berperan dalam mengaktifkan ekspresi protein p53 mutan (Lamson et al, 2000;
Saifillah, 2011). Selain kuersetin di dalam daun Dendrophthoe pentandra L. Miq
menggunakan pelarut polar tekandung beberapa senyawa metabolit yang bersifat
antikanker seperti terpenoid, tanin saponin dan alkaloid (Fajriah, 2007; Ikawati, 2008).
Alkaloid dan terpenoid dapat mengaktifkan gen p53 dengan mekanisme penghambatan
kerja DNA Topoisomerase II yang menyebabkan kerusakan DNA sel tumor
(Sukardiman dkk., 2006; Setiawati dkk., 2007). Saponin dapat meningkatkan ekspresi
p53, dan dapat pula memicu G1 cell cycle arrest (Fitria dkk., 2011). Tanin yang
merupakan senyawa polifenol dapat meningkatkan protein p27 yang menghambat siklus
sel (Nam et al., 2001 dalam Sahid et al. 2013). Protein p27 adalah protein yang
mengikat siklin dan cdk sehingga terjadi hambatan menuju fase S (Wuryanto, 2004).
Keberadaan metabolit sekunder yang bersifat antikanker yang terkandung di dalam
ekstrak daun Dendrophthoe pentandra L. Miq diharapkan mampu menghambat
proliferasi sel Raji yang merupakan sel lestari dari sel KNF.
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut:
1. Bagaimanakah profil metabolit sekunder etanol daun benalu kersen (D. pentandra L.
Miq.) secara kualitatif?
2. Apakah ekstrak etanol daun benalu kersen (D. pentandra L. Miq.) dapat
menghambat proliferasi sel Raji secara in vitro?
C. Tujuan
Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Menjelaskan profil metabolit sekunder ekstrak etanol daun benalu kersen (D.
pentandra L. Miq.) secara kualitatif commit to user
xviii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 3
2. Menjelaskan kemampuan ekstrak etanol daun benalu kersen (D. pentandra L. Miq.)
dalam menghambat proliferasi sel Raji dengan menggunakan uji Doubling Time.
D. Manfaat
Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Memberikan informasi mengenai sitotoksisitas kandungan senyawa kimia daun
benalu kersen (D. pentandra L. Miq.) terhadap sel model kanker nasofaring.
2. Memberikan sumbangsih pengetahuan dalam dunia kesehatan, khususnya di bidang
pengobatan kanker tentang khasiat daun benalu kersen (D. pentandra L. Miq.) dalam
menghambat proliferasi sel Raji sebagai sel model dari kanker nasofaring.
commit to user
xix
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Kajian Teori
1.
Daun Benalu (Dendrophtoe pentandra L. Miq.)
D. pentandra merupakan jenis benalu yang masuk dalam suku Loranthaceae.
D. pentandra ditemukan di daerah hutan hujan atau di hutan yang terbuka, di
perkebunan, di taman-taman kota, hingga di sekitar pemukiman penduduk.
Penyebarannya terjadi melalui burung-burung pemakan bijinya. Kemampuan
benalu ini tidak hanya menyerang jenis tumbuhan inang tertentu melainkan dapat
memarasit berbagai jenis tumbuhan inang, baik berupa semak ataupun pohon,
selama beberapa tahun. D. pentandra dapat hidup pada jenis-jenis tumbuhan yang
beragam serta rentang sebaran ekologis yang cukup luas. Sebagai jenis tumbuhan
parasit keberadaan benalu D. pentandra sering mengindikasikan terjadinya
gangguan
ataupun
kerusakan
tumbuh-tumbuhan
inangnya,
apalagi
bila
keberadaannya dalam jumlah yang banyak (Sunaryo, 2008). Menurut National
Center for Biotechnology Information/NCBI (2014) klasifikasi D. pentandra L.
Miq adalah sebagai berikut:
Superkingdom
: Eukaryota
Kingdom
: Viridiplantae
Filum
: Streptophyta
Super Divisi
: Spermatophyta
Divisi
: Magnoliophyta
Ordo
: Santales
Famili
: Loranthaceae
Genus
: Dendrophthoe
Spesies
: Dendrophthoe pentandra (L.) Miq.
Benalu D. pentandra dideskripsikan sebagai berikut: berupa tumbuhan perdu,
bersifat hemiparasit, agak tegak, bercabang banyak, tinggi 0,5–1,5 m. Daun seperti
terlihat pada Gambar 1 letaknya tersebar atau sedikit berhadapan, menjorong,
panjang 6–13 cm dan lebar 1,5–8 commit
cm, pangkal
to usermenirus–membaji, ujung tumpul–
xx
4
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
5
runcing, panjang tangkai daun 5–20 mm. Perbungaan tandan dengan 6–12 bunga,
panjang sumbu perbungaan 10–35 mm. Bunga dengan 1 braktea di pangkal,
biseksual, diklamid, kelopak mereduksi; mahkota bunga terdiri atas 5 cuping, di
bagian bawah saling berpautan, agak menggembung, panjang 13–26 mm,
menyempit membentuk leher, bagian ujung mengganda, mula-mula hijau kemudian
hijau kekuningan sampai kuning jingga atau merah jingga, panjang tabung 6–12
mm dan menggenta; benang sari 5, panjang kepala sari 2–5 mm dan tumpul serta
melekat pada bagian pangkal (basifik); putik dengan kepala putik membintul. Buah
berbentuk bulat telur, panjang mencapai 10 mm dengan lebar 6 mm, bila masak
kuning jingga. Berbiji 1, biji ditutupi lapisan lengket (Sunaryo, 2008).
Gambar 1. Ilustrasi D. pentandra (Linnaeus) Miquel; (1) cabang berbunga dan
terdapat berdaun, (2) kuncup bunga, (3) bunga, (4) braktea, (5) buah
(Sheng, 2004)
Tumbuhan benalu yang selama ini sering dikenal sebagai parasit ternyata
memiliki khasiat, yaitu ampuh menghambat laju pertumbuhan penyakit kanker,
karena di dalamnya terkandung kuersetin yang merupakan glikosida flavonol yang
aglikonnya adalah kuersetin. Kuersetin termasuk dalam turunan flavonoid yang
merupakan senyawa golongan fenol senyawa ini merupakan metabolik sekunder
yang memiliki efek pengobatan. Penelitian
memberikan hasil bahwa
commit to sebelumnya
user
xxi
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 6
dari hasil ekstrak D. pentandra menggunakan pelarut yang larut dalam air (etil
asetat dan metanol) terdeteksi beberapa senyawa metabolit yang bersifat antikanker
seperti flavonoid, tanin dan terpenoid. Kandungan kimia lain yang terdapat dalam
benalu D. pentandra adalah asam amino, karbohidrat, alkaloid dan saponin (Fajriah
dkk., 2007; Ikawati, 2008).
a. Flavonoid - Kuersetin
Kuersetin telah dipelajari secara luas dan ditemukan mampu untuk
menghambat pertumbuhan tumor dan memiliki antioksidan. Selain itu, kuersetin
telah dilaporkan dapat menghambat timbulnya papiloma dan tumor yang
disebabkan oleh 7,12 - dimetilbenzantrasena (DMBA) pada hamster. Beberapa
efek anti karsinogenesis dari kuersetin telah diketahui dengan penelitian secara
in vivo, termasuk di dalamnya adalah penghambatan azoxymethane (AOM)
yang diketahui dengan diinduksikannya neoplasia kolon padtikus betina model
CF-1, tikus jantan albino Swiss yang diinduksi fibrosarkoma untuk mengetahui
penghambatan 20-methyl cholanthrene (20-MC) yang merupakan agen
karsinogenik (oral). Beberapa mekanisme yang mungkin untuk mengetahui
aktivitas kuersetin dalam interaksi kemopreventif kanker secara in vivo telah
dilakukan, seperti penghambatan peristiwa biokimia tertentu yang berkaitan
dengan promosi tumor (misalnya perubahan dalam protein kinase C),
penghambatan lipid peroksidase dan sitokrom P-450 (dibarengi dengan
peningkatan kadar glutathione S-transferase), dan induksi apoptosis oleh
kuersetin. Selain itu, kuersetin ditemukan mampu menurunkan regulasi
transduksi sinyal pada sel kanker payudara manusia (Tringali, 2004).
Flavonoid merupakan salah satu metabolit sekunder dari golongan
senyawa polifenol yang mempunyai 15 atom karbon, terdiri dari 2 cincin karbon
benzena yang dihubungkan menjadi satu oleh rantai linear yang terdiri dari 3
atom karbon atau digambarkan sebagai deretan senyawa C6-C3-C6. Flavonoid
merupakan salah satu golongan fenol alam terbesar dan merupakan senyawa
organik (Ariani dkk., 2008). Struktur kuersetin dapat dilihat pada Gambar 2.
commit to user
xxii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
7
Gambar 2. Struktur Kuersetin (Ariani dkk., 2008)
Kuersetin merupakan senyawa yang bersifat mutagen, namun dalam ekstrak
etanol kuersetin tidak menunjukkan efek mutagenik pada sel mamalia. Tes yang
digunakan untuk mengetahui hal tersebut di antaranya adalah uji Hipoksantin
Guanidin Phosphoribosyl Transferase (HGPRT), unschedule DNA Synthesis
(sintesis DNA yang tak terjadwal), uji transformasi sel menggunakan sel embrio
hamster Suriah, uji bintik rambut tikus, dan uji kelainan kromosom
menggunakan sel sumsum tulang hamster Cina (Tracy dan Kingston, 2007).
Purba (2012) menjelaskan dalam penelitiannya bahwa kuersetin terbukti
mampu menghambat sel kanker melalui hambatan protein kinase C (PKC),
menekan aktivasi epidermal growth factor receptor (EGFR) tyrosine kinase
dengan cara menghambat proses fosforilasi, menginduksi dan mengikat reseptor
estrogen yang mengakibatkan pertumbuhan sel terhambat. Selain itu kuersetin
dapat meningkatkan ekspresi gen p53 dan p21 yang merupakan gen pengaktif
terjadinya apoptosis serta menekan cyclin D1, D2, A, E. Kuersetin juga
menginduksi apoptosis sel kanker melalui penghambatan sintesis heat shock
protein (HSP), peningkatan ekspresi Fas/Fas ligand (FasL), annexin V laneling,
dan aktivitas caspase-3. Manggau dkk (2007) juga menjelaskan bahwa kuersetin
mampu menghambat siklooksigenase berkaitan dengan aktivitas antiradikal
bebasnya.
b. Alkaloid
Potensi senyawa alkaloid sebagai antikanker diduga melalui tahapan awal
commit to user
menghambat enzim DNA Topoismerase II, dengan dihambatnya aktivitas enzim
xxiii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DNA topoisomerase, maka proses terjadinya ikatan antara enzim dengan DNA
sel kanker semakin lama, sehingga akan terbentuk Protein Linked DNA Breaks
(PLDB), akibatnya terjadi fragmentasi atau kerusakan DNA sel kanker dan
selanjutnya berpengaruh terhadap proses replikasi sel kanker. Selanjutnya gen
p53 sebagai gen supresor tumor akan terakumulasi, menghentikan replikasi
DNA pada check point dan memberi kesempatan kepada DNA untuk
memperbaiki diri. Bila proses perbaikan gagal, p53 akan merangsang
mitokondria mengeluarkan sitokrom c ke sitosol, dan dalam hal ini akan
dihalangi oleh anti-apoptosis member yaitu gen Bcl-2. Sitosol sitokrom c
bersama dengan Apoptosis Protease Activating Factor-1 (Apaf-1) dan procaspase 9 membentuk caspase 9, komplek ini disebut apoptosome. Terbentuk
caspase 9 sebagai caspase awal akan mengaktifkan caspase eksekusioner, yaitu
caspase 3, 6 dan 7 sehingga dapat menyebabkan kematian sel secara apoptosis
(Sukardiman dkk., 2006).
c. Tanin
Tanin memiliki sifat antioksidan yang lebih tinggi daripada vitamin E dan
C, serta lebih stabil. Sifat tanin yang demikian membuat tanin menjadi senyawa
yang mampu mencegah penyakit degeneratif, salah satunya adalah kanker
(Suarni & Subagio, 2013). Potensi tanin sebagai antikanker adalah berperan
sebagai antiproliferatif sel kanker yang bekerja pada tingkat sel dengan
memblokade fase “S” dari siklus sel. Tanin dapat menginduksi apoptosis dan
menghambat proses angiogenesis (Mustafida dkk., 2014).
d. Terpenoid
Potensi senyawa terpenoid dalam fungsinya sebagai antikanker adalah dapat
memblok siklus sel pada fase G2/M dengan menstabilkan benang-benang
spindle pada fase mitosis sehingga menyebabkan proses mitosis terhambat. Pada
tahap selanjutnya, akan terjadi penghambatan proliferasi sel dan pemacuan
apoptosis. Senyawa terpenoid juga mampu menghambat enzim topoisomerase
pada sel mamalia. Enzim topoisomerase adalah enzim di dalam inti sel yang
mampu memodifikasi topologi DNA dan berperan pada replikasi, transkripsi,
dan rekombinasi yang sangat penting dalam pembentukan striktur kromosom,
kondensasi/dekondensasi serta segregasi
Enzim ini ditemukan dalam
commit tokromosom.
user
xxiv
8
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
jumlah yang berlebihan pada sel kanker dibandingkan sel sehat/normal. Ada dua
kelas enzim topoisomerase pada sel mamalia, tipe I yang memotong dan
memecah untai tunggal dari DNA dan tipe II yang memotong dan memecah
DNA untai ganda. Inhibitor enzim topoisomerase akan menstabilkan kompleks
topoisomerase dan DNA terpotong, sehingga dapat menyebabkan terjadinya
kerusakan DNA. Adanya kerusakan DNA dapat menyebabkan terekspresinya
protein proapoptosis sehingga dapat memacu terjadinya apoptosis (Setiawati
dkk., 2007; Windarti, 2013).
e. Saponin
Senyawa saponin telah diketahui dapat menghambat pembentukan Bcl-2
yang diekspresikan terlalu tinggi, menginduksi protein caspase-3 (protein
eksekutor terjadinya apoptosis) yang diekspresikan terlalu rendah, meningkatkan
ekspresi p53, dan dapat pula memicu G1 cell cycle arrest (Fitria dkk., 2011).
2.
Karsinoma Nasofaring
Karsinoma atau kanker merupakan penyakit yang melibatkan faktor genetik
dalam proses patogenesisnya, proses pembelahan sel menjadi tidak terkontrol
karena gen yang mengatur pertumbuhan sel telah dirusak. Peningkatan ketahanan
hidup sel sebagai akibat perubahan genetik yang mencegah terjadinya apoptosis
misalnya aktivasi Bcl-2 atau inaktivasi p53 menyebabkan tumor bertambah besar
(Marleen dkk., 2008).
Kanker nasofaring adalah kanker yang dimulai di bagian nasofaring, bagian
atas tenggorokan di belakang hidung dan dekat pangkal tengkorak. Nasofaring
adalah bagian atas tenggorokan (faring) yang terletak di belakang hidung. Bagian
ini tampak sebagai ruang yang berbentuk seperti kotak dengan ukuran sekitar 1 ½
inci di setiap sisinya. Nasofaring seperti terlihat pada Gambar 3 terletak tepat di
atas bagian lunak atap mulut (soft palate) dan tepat di belakang dari bagian hidung
(American Cancer Society, 2013).
commit to user
xxv
9
10
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Gambar 3. Nasofaring (American Cancer Society, 2013)
Stadium Kanker Nasofaring menurut American Cancer Society (2013)
a. Stadium 0:
Kanker dalam keadaan in situ. Sel-sel kanker hanya pada lapisan
permukaan nasofaring tetapi belum tumbuh menjadi lapisan yang lebih dalam.
Kanker belum menyebar ke kelenjar getah bening di dekatnya atau tempat yang
jauh.
b. Stadium I:
Tumor di nasofaring dan mungkin telah menyebar ke jaringan lunak
rongga hidung dan atau orofaring tetapi belum menyebar ke kelenjar getah
bening terdekat atau tempat yang jauh.
c. Stadium II:
Tumor telah tumbuh ke dalam jaringan dari sisi kiri atau kanan dari bagian
atas tenggorokan tetapi belum menyebar ke kelenjar getah bening terdekat atau
tempat yang jauh. Tumor mungkin masih terbatas pada nasofaring, atau
mungkin telah menyebar ke jaringan lunak rongga hidung atau orofaring, atau
sisi kiri atau kanan dari bagian atas tenggorokan. Kanker telah menyebar ke satu
atau lebih kelenjar getah bening di dekatnya (kelenjar getah bening leher atau di
sisi lain kelenjar getah bening di belakang tenggorokan (kelenjar getah bening
retropharyngeal), dengan ukuran tidak lebih besar dari 6 cm (sekitar 2 ½ inci).
Kanker belum menyebar ke tempat
yangtojauh.
commit
user
xxvi
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
11
d. Stadium III:
Tumor telah menyebar ke sinus atau tulang dekat nasofaring dan
kemungkinan telah menyebar ke kelenjar getah bening di leher atau di belakang
tenggorokan, namun ukuran kelenjar getah bening tidak lebih besar dari 6 cm.
Kanker belum menyebar ke tempat yang jauh, atau tumor mungkin masih
terbatas pada nasofaring, atau mungkin telah tumbuh menjadi jaringan lunak
rongga hidung atau orofaring, di sisi kiri atau kanan dari bagian atas
tenggorokan. Tumor telah menyebar ke kelenjar getah bening di leher terdekat di
kedua sisi, ukuran kelenjar getah bening tidak lebih besar dari 6 cm. Kanker
belum menyebar ke tempat yang jauh.
e. Stadium IVA:
Tumor telah tumbuh dan menyebar ke dalam tengkorak dan atau saraf
kranial, hipofaring (bagian bawah tenggorokan), mata, atau pada jaringan di
sekitarnya. Diperkirakan kanker telah menyebar ke kelenjar getah bening di
dekat leher, ukuran kelenjar getah bening tidak lebih besar dari 6 cm. Kanker
belum menyebar ke tempat yang jauh.
f. Stadium IVB:
Tumor mungkin diperkirakan telah meluas ke jaringan lunak di dekatnya
atau ke tulang. Tumor juga telah menyebar ke kelenjar getah bening yang
ukurannya lebih besar dari 6 cm dan atau berlokasi di daerah bahu di atas tulang
selangka. Kanker belum menyebar ke tempat yang jauh (American Cancer
Society, 2013).
Data registrasi kanker di Indonesia berdasarkan histopatologi tahun 2003
menunjukkan bahwa karsinoma nasofaring menempati urutan pertama dari semua
tumor ganas primer pada laki–laki dan urutan ke 8 pada perempuan. Karsinoma
nasofaring paling sering di fossa Rosenmuller yang merupakan daerah transisional
epitel kuboid berubah menjadi epitel skuamosa. Gejala dan tanda karsinoma
nasofaring yang sering berupa benjolan di leher (78%), obstruksi hidung (35,5%),
epistaksis (27,5%) dan diplopia. Gejala lain termasuk adenopati leher, epistaksis,
otitis media efusi, gangguan pendengaran unilateral atau bilateral, hidung
tersumbat, paralisis nervus kranial, retrosphenoidal syndrome of Jacod (kesulitan
ekspresi wajah, masalah gerakan mata
dan
retroparotidian syndrome of
commit
to rahang),
user
xxvii
12
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Villaret (sulit mengunyah, gangguan gerakan lidah dan leher), nyeri telinga yang
menjalar (Ariwibowo, 2013).
Karsinoma nasofaring (KNF) di Indonesia merupakan tumor ganas terbanyak
di daerah kepala dan leher. Kebanyakan penderita KNF datang berobat di klinik
sudah stadium lanjut. Metode pengobatan kanker yang banyak digunakan saat ini
adalah metode kemoterapi, radiasi, dan operasi. Metode-metode tersebut bertujuan
untuk mengangkat jaringan kanker atau mematikan sel kanker, akan tetapi metodemetode tersebut belum maksimal, bahkan memberikan efek samping pada sel
normal yang berada di sekitar kanker atau organ lain. Operasi akan berhasil pada
beberapa tumor yang telah berkembang, tetapi sulit mengobati pada stadium awal
metastasis. Pengobatan dengan radiasi mampu membunuh tumor lokal namun
radiasi juga dapat menimbulkan resistensi kanker, sehingga senyawa kanker
tersebut tidak sensitif. Terapi KNF dengan radioterapi konvensional seperti ini
seringkali hasilnya kurang memuaskan. Kegagalan radioterapi konvensional (2
dimensional radiation therapy / 2 DRT) dalam memberantas (eradikasi) sel kanker
di nasofaring maupun anak sebarnya di kelenjar leher (loco-regional failure) cukup
tinggi, mencapai angka 40%-80%. Selain itu, pasca radioterapi seringkali dijumpai
metastasis jauh (15%-57%) (Kentjono, 2003; Multiawati, 2013).
Salah satu faktor resiko mayor terjadinya karsinoma nasofaring adalah virus
Epstein Barr (Ariwibowo, 2013). Hampir semua sel kanker nasofaring mengandung
bagian dari virus Epstein-Barr (EBV), dan kebanyakan orang dengan kanker
nasofaring memiliki bukti infeksi oleh virus ini dalam darah mereka. Infeksi EBV
sangat umum di seluruh dunia, sering terjadi pada masa kanak-kanak (American
Cancer Society, 2013).
3.
Epstein-Barr virus
Epstein-Barr Virus (EBV) termasuk dalam genus Lymphocryptovirus,
subfamili Gamma-herpesvirinae, dan dari famili Herpesviridae. EBV merupakan
virus komplek yang diselubungi envelope dan berkembang biak di dalam inti sel
inang. EBV mampu menginfeksi limfosit-B yang dalam kondisi istirahat dan sel
epitel, kemudian bermultiplikasi dan menetap sebagai infeksi laten dalam limfositB. Orang yang terinfeksi dapat menghasilkan
virion, membawa CTLs (Cytotoxic T
commit to user
xxviii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Lymphocytes) virus yang spesifik, menghasilkan antibodi spesifik EBV, dan
kemudian berlabuh secara laten di limfosit-B yang terinfeksi (WHO, 2013).
Seperti virus herpes lainnya, EBV adalah virus DNA dengan protein inti
berbentuk toroid yang dibungkus dengan DNA, sebuah nukleokapsid dengan 162
capsomers, disusun oleh protein tegument antara nukleokapsid dan amplop, dan
amplop luar dengan eksternal virus yang dikodekan glikoprotein yang berbentuk
runcing seperti ditunjukkan pada Gambar 4 (IARC, 1997).
Gambar 4. Virus Epstein-Barr (Cullen, 2010)
EBV dapat menginfeksi sel limfosit-β dan menyebabkan keganasan pada sel
tersebut. Sel yang terinfeksi EBV akan mengekpresikan protein yang menjadikan
sel resisten terhadap apoptosis. Salah satu model sel limfosit-β yang terinfeksi oleh
Eipstein-Barr Virus (EBV) yang biasanya digunakan untuk penelitian adalah sel
Raji (Diastuti dkk., 2009).
4.
Infeksi Epstein-Barr virus (EBV) pada Karsinoma Nasofaring
Infeksi EBV yang laten dan persisten pada KNF menunjukkan pola laten
yang salah satunya ditandai dengan ekspresi latent membrane protein-1 (LMP-1).
LMP-1 merupakan onkogen virus yang mirip reseptor permukaan sel yang dapat
mencegah sel yang terinfeksi EBV dari apoptosis dengan menginduksi protein antiapoptotik seperti BCL-2. LMP-1 juga terlibat dalam jalur pensinyalan yang
mengatur proliferasi sel dan apoptosis yaitu memicu progresifitas dan proliferasi sel
melalui siklus sel (fase G1/S) dan inhibisi apoptosis. EBV dapat mengikat protein
p53 normal dan menghilangkan fungsi protektifnya. Gen p53 merupakan salah satu
dari gen supresor tumor. Gen ini mendeteksi
DNA, membantu perbaikan
commit to kerusakan
user
xxix
13
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id14
DNA melalui penghentian fase G1 dari siklus sel dan memicu gen yang
memperbaiki DNA. Apabila terjadi kehilangan p53 secara homozigot, kerusakan
DNA tidak dapat diperbaiki dan mutasi akan terfiksasi pada sel yang membelah
sehingga sel akan mengalami transformasi keganasan (Yenita, 2012).
EBV menginfeksi sel-sel B di sirkulasi yang melalui orofaring, menghasilkan
infeksi laten. EBV akan memicu limfosit B untuk berproliferasi, yang mana hal ini
akan diekspresikan oleh spesific growth-promoting genes, yang mempunyai
kemampuan untuk menjadi tumor. Ada beberapa jalur sinyal yang diindikasikan
sebagai fungsi dari LMP 1 yaitu Nuclear Factor - NF-ĸB, JNK (c-Jun N Terminal
Kinase)/AP-1 (Activator Protein-1), MAPK (Mitogen-activated Protein Kinase)
dan Phosphoinositide 3-kinase (PI3K)-Akt:
a. LMP1 mengaktivasi NF-КB melalui TRAF1, TRAF2 dan TRAF3, yang juga
menginduksi PI3K yang akan mengaktivasi Akt (protein kinase B). NF-КB aktif
menginduksi immortalisasi sel dengan menghambat apoptosis sel melaui
peningkatan regulasi aktivitas survivin, survivin merupakan anggota prtotein
penghambat apoptosis yang menurunkan regulasi dari gen P21, hal ini
menyebabkan kerja cyclin-dependent kinase 4 (CDK4) dalam mempromosikan
progresi siklus sel melalui transisi G1/S.
b. JNK (c-Jun N Terminal Kinase) juga dikenal sebagai protein kinase yang aktif
karena stress yang terlibat dalam kelangsungan hidup sel dan kematian sel.
Biasanya, akibat dari aktivasi berkepanjangan dari JNK dapat menyebabkan
apoptosis sel sedangkan aktivasi sementara menyebabkan kelangsungan hidup
dan proliferasi seluler (aktivasi dari cycle 2/cyclin B (CDC2/cyclin B)) dengan
cara menginhibisi gen penekan tumor p53.
c. Mitogen-activated protein kinase (MAPK) merupakan jalur sinyal yang
memainkan peran kunci dalam regulasi ekspresi gen, pertumbuhan sel, dan
survival sel. Keadaan abnormal pada sinyal MAPK dapat menyebabkan
peningkatan atau tidak terkendalinya proliferasi sel dan ketahanan sel terhadap
apoptosis. Anggota MAPK diantaranya adalah molekul sinyal Ras, Raf, MEK,
dan ERK. Pada sel normal, faktor pertumbuhan ekstraseluler mengikat dan
mengaktifkan reseptor tirosin kinase, hal ini menyebabkan penurunan sinyal
pada ke bagian selanjutnya. Aktivasi
commit todari
userERK yang terus menerus dapat
xxx
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 15
menginkativasi gen p27 yang merupakan protein pengatur regulasi siklus sel,
inaktivasi dari gen p27 mengaktifkan kompleks CDK2/cyclin E yang
menyebabkan sel memasuki fase S.
d. Phosphoinositide 3-kinase (PI3K) adalah kelompok enzim yang terlibat dalam
fungsi sel yang beragam termasuk pertumbuhan sel, proliferasi, diferensiasi,
motilitas, survival, dan pengedaran intraseluler. Aktivasi dari PI3K memicu
terjadinya fosforilasi dan aktivasi serin / treonin kinase protein B (Akt), hal ini
menyebabkan terjadinya degradasi dari cycli-dependent inhibitor p27 (Astuty,
2010; Tulalamba, 2012).
5.
Cell Line Raji
Sel raji merupakan derivat cell line Burkitt’s lymphoma pada penderita kanker
getah bening yang banyak ditemukan pada penderita kanker sebagai penyebab
kematian. Sel ini melayang-layang pada medium sehingga tidak membutuhkan
tripsin pada saat pengkulturan. Medium RPMI 1640 digunakan sebagai medium
kultur yang banyak mengandung nutrisi yang baik untuk pertumbuhan sel. Sel Raji
dipilih pada penelitian karena sel raji merupakan salah satu cell line yang aman
digunakan pada uji sitotoksisitas, mudah dalam pengkulturan dan perlakuan
(Wahyudi dan Djajanegara, 2008).
Salimi dan Zakaria (2012) menjelaskan dalam penelitiannya bahwa sel Raji
berasal dari kultur sel lymphoblastoid yang diturunkan dari lymphoma Burkitt.
Burkitt merupakan sejenis kanker yang terdapat pada sistem limpa khususnya pada
limfosit B. Sel ini termasuk sel limfoblast yang secara morfologi berbentuk bulat
dan tumbuh dalam suspensi tanpa melekat di permukaan. Sel Raji merupakan sel
limfosit-β yang terinfeksi oleh EBV. Sel yang terinfeksi EBV akan mengekpresikan
protein yang menjadikan sel resisten terhadap apoptosis (Komano et al., 1998
dalam Diastuti et al., 2009).
6.
Siklus Sel
Siklus sel pada sel eukariotik merupakan suatu tahapan kompleks meliputi
penggandaan materi genetik, pengaturan waktu pembelahan sel, dan interaksi
antara protein dan enzim. Siklus sel
padatosel
eukaryotik dapat dibagi menjadi 4
commit
user
xxxi
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id16
tahap, yaitu: G1 (Gap 1), S (Sintesis), G2 (Gap 2), dan M (Mitosis). Seperti yang
ditunjukkan pada Gambar 4 dimana tahap G1 merupakan selang antara tahapan M
dengan S. Pada tahap ini sel terus tumbuh dan melakukan persiapan untuk sintesis
DNA. Sel akan melakukan sintesis DNA dan terjadi proses replikasi kromosom
pada saat berada di tahap S. Tahap G2, sel yang telah mereplikasi kromosom akan
menduplikasi keseluruhan komponen seluler lainnya. Selain itu terjadi pula sintesis
mRNA dan beberapa protein tertentu. Secara umum tahap G0, G1, S, dan G2
disebut juga sebagai tahap interfase. Tahap M terjadi mitosis/pembelahan sel,
pergerakan kromosom bisa diikuti dari tengah ke tepi, akan menjadi sitokinesis (1
sel menjadi 2 sel), tahap ini terdiri dari empat sub tahapan, yaitu profase, metafase,
anafase, dan telofase. Kondisi tertentu, sel-sel yang tidak membelah, karena tidak
berdiferensiasi, meninggalkan tahap G1 dan pindah ke dalam tahap G0. Sel-sel
yang berada dalam tahap G0 sering disebut sedang beristirahat/ diam (quiescent)
(Murti dkk., 2007; Albert et al., 2008).
Gambar 5. Siklus Sel (Reece et al., 2010).
G0 (quiscent) merupakan fase dimana sel berada pada fase G1 terlalu lama,
pada fase ini, sel tetap menjalankan fungsi metabolisnya dengan aktif, tetapi tidak
lagi melakukan proliferasi secara aktif. Sebuah sel yang berada pada fase G0 dapat
memasuki siklus sel kembali, atau tetap pada fase tersebut hingga terjadi apoptosis
(Sarmoko dan Larasati, 2012).
commit to user
xxxii
perpustakaan.uns.ac.id
7.
digilib.uns.ac.id17
Proliferasi
Proliferasi sel adalah pembelahan sel (cell division) dan pertumbuhan sel (cell
growth), yang mendasari mekanisme dan pengaturan proliferasi sel adalah siklus
sel. Proliferasi sel distimulasi oleh faktor pertumbuhan intrinsik, jejas, kematian
dan kerusakan sel, mediator biokimiawi dari lingkungan. Kelebihan stimulus atau
kekurangan inhibitor akan menyebabkan pertumbuhan sel yang tak terkontrol atau
terjadinya
kanker.
Penginduksian
pertumbuhan
sel
dihubungkan
dengan
pemendekan siklus sel pada fase G0 sampai sel memasuki siklus sel, pada fase G0
sampai memasuki siklus sel terdapat penghambatan fisiologis untuk terjadinya
proliferasi sel. Pertumbuhan sel dapat dicapai dengan memperpendek atau
memperpanjang siklus sel (Hartono, 2009).
Proliferasi sel merupakan siklus pembelahan sel, dimana sel tersebut tumbuh,
mereplikasi DNA-nya, dan kemudian membagi menjadi dua sel anak. Pada jaringan
dewasa, ukuran proliferasi sel ditentukan oleh kecepatan proliferasi, diferensiasi,
dan kematian oleh apoptosis. Mekanisme pertumbuhan yang paling penting adalah
perubahan sel-sel yang dalam keadaan istirahat atau quiescent cells ke sel yang
berproliferasi dengan membuat sel tersebut memasuki siklus sel (Laksmini, 2013).
Salah satu parameter utama dalam mengukur sifat proliferatif sel adalah cell
cycle progression. Proses ini diatur oleh regulator positif (onkogen) dan regulator
negatif (Tumor supressor gene) (Budiyastomo, 2010). Proliferasi siklus sel pada
kondisi normal melalui tahapan sebagai berikut:
a. Faktor pertumbuhan terikat pada reseptor spesifik membran sel
b. Aktivasi reseptor faktor pertumbuhan yang bersifat sementara dan terbatas,
kemudian akan mengaktivasi beberapa protein transduksi sinyal pada bagian
membran plasma
c. Transmisi sinyal transduksi melintasi sitosol menuju inti second messenger
d. Induksi dan aktivasi faktor pengendali pada inti yang menhinisiasi transkripsi
DNA
e. Sel kemudian memasuki siklus sel, menghasilkan pembelahan sel (Contrans
1999 dalam Budiyastomo, 2010)
commit to user
xxxiii
perpustakaan.uns.ac.id
8.
digilib.uns.ac.id
18
Apoptosis
Apoptosis merupakan proses kematian sel secara terprogram (programmed
cell death). Senyawa antitumor yang baik adalah senyawa yang dapat menginduksi
terjadinya apoptosis. Gen yang sangat berperan dalam peristiwa apoptosis adalah
gen p53. Gen p53 juga berperan sebagai supresor tumor. Gen p53 merupakan salah
satu gen penekan terjadinya tumor. Gen p53 merupakan “penjaga gawang”
stabilitas genomik yang berperan dalam siklus regulasi DNA, apoptosis dan kontrol
proliferasi sel (Nursid dkk., 2006).
Sitoplasma sel tidak keluar pada peristiwa apoptosis sehingga berbagai respon
radang tidak terjadi. Apoptosis merupakan proses aktif yang memerlukan energi
karena prosesnya terjadi oleh sel sendiri hingga mengakibatkan kematian sel. Sel
yang apoptosis akan mengalami perubahan morfologi seperti: sel mengecil, terjadi
kondensasi kromatin dan fragmentasi inti. Apoptosis memiliki peran dalam proses
fisiologis autodestruksi seluler yang penting bagi perkembangan, pemeliharaan
homeostasis dan pertahanan hospes organisme multiseluler. Apoptosis merupakan
bagian dari perkembangan fisiologis tubuh normal selama masa perkembangan
serta sebagai mekanisme homeostasis jaringan dan mekanisme pertahanan tubuh
(Hadi, 2011).
Proses apoptosis ini diatur melalui 2 jalur yaitu jalur ekstrinsik (sitoplasma)
melalui aktifitas Fas death receptor dengan mengaktivasi interaksi Fas-Fas ligand
(FasL) dan jalur intrinsik (mitokondria) yang memacu pelepasan sitokrom C yang
tergantung pada pengaturan protein Bcl-2 (B cell lymphoma) sebagai protein antiapoptosis dan Bax sebagai protein pro-apoptosis. Protein penekan tumor p53
terlibat pada proses pemacuan apoptosis dengan menginduksi ekspresi dari protein
proapoptosis (Cahyanti, 2008; Meiyanto, 2006).
Menurut Hermawan (2012) selama proses apoptosis terjadi perubahan
morfologi sel yang dapat dibagi dalam tiga fase yang ditunjukkan pada Gambar 5,
yaitu:
a. Fase inisiasi atau induksi heterogen yang bergantung pada stimulus, sel
menerima stimulus yang menginduksi kematian, kehilangan faktor-faktor yang
menunjang ketahanan hidup, kekurangan suplai untuk metabolisme dan terjadi
pengikatan reseptor yang meneruskan
sinyal
kematian.
commit
to user
xxxiv
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
19
b. Fase efektor, pada fase ini reaksi metabolik dengan pola yang lebih teratur, dan
sel mengambil keputusan atau komitmen untuk “bunuh diri”.
c. Fase degradasi atau eksekusi saat sel-sel yang bersangkutan memperlihatkan
gambaran biokimia dan morfologi apoptosis. Terjadi peningkatan berbagai
aktivitas, termasuk peningkatan aktivasi enzim-enzim katabolik dan produksi
reactive oxygen species (ROS). Pada fase ini perubahan morfologi dan biokimia
sel, di antaranya fragmentasi DNA, degradasi berbagai jenis protein dan lain-lain
menjadi lebih jelas. Semua sel mengalami apoptosis menurut pola tertentu dan
menunjukkan bahwa sel-sel tersebut mengekspresikan semua komponen protein
yang diperlukan untuk mengeksekusi kematian sel.
Gambar 6. Perubahan morfologi sel pada Apoptosis; 1.fase inisiasi, 2.fase
efektor, 3. fase degradasi (Hermawan, 2012).
8.
Uji Sitotoksik
Evaluasi preklinik merupakan salah satu hal yang penting untuk mengetahui
potensi aktivitas neoplastiknya dalam pengembangan obat antikanker baru sebagai
agen-agen kemoterapi kanker. Evaluasi ini tidak hanya digunakan untuk obat-obat
commit to user
xxxv
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
20
antikanker, tetapi juga untuk obat-obat lainnya, kosmetik, zat tambahan makanan,
pestisida dan lainnya. Evaluasi yang telah terstandarisasi untuk menentukan apakah
suatu material mengandung bahan yang berbahaya (toksik) secara biologis disebut
uji sitotoksisitas. Syarat yang harus dipenuhi untuk sistem uji sitotoksisitas di
antaranya adalah sistem pengujian harus dapat menghasilkan kurva dosis-respon
yang reprodusibel dengan variabilitas yang rendah, kriteria respon harus
menunjukan hubungan linier dengan jumlah sel serta informasi yang didapat dari
kurva dosis-respon harus sejalan dengan efek yang muncul pada in vivo. Salah satu
metode yang umum digunakan untuk menetapkan jumlah sel adalah metode MTT
(CCRC, 2012).
Uji MTT (Methylthiazol Tetrazolium) adalah uji sensitif, kuantitatif dan
terpercaya. Reaksi MTT merupakan reaksi reduksi seluler yang didasarkan pada
pemecahan garam tetrazolium MTT berwarna kuning menjadi kristal formazan
berwarna biru keunguan. Metode perubahan warna tersebut digunakan untuk
mendeteksi adanya proliferasi sel. Sel yang mengalami proliferasi, mitokondria
akan menyerap MTT sehingga sel-sel tersebut akan berwarna ungu akibat
terbentuknya kristal tetrazolium (formazan) (ATCC, 2011). Penambahan reagen
stopper (bersifat detergenik) akan melarutkan kristal berwarna formazan yang
kemudian diukur absorbansinya menggunakan ELISA reader. Intensitas warna
ungu yang terbentuk proporsional dengan jumlah sel hidup. Sehingga jika intensitas
warna ungu semakin besar, maka berarti jumlah sel hidup semakin banyak (CCRC,
2012).
MTT merupakan salah satu metode yang digunakan untuk menetapkan
jumlah sel. Prinsip dari metode MTT adalah terjadinya reduksi garam kuning
tetrazolium MTT (3-(4,5-dimetiltiazol-2-il)-2,5-difenil tetrazolium bromid) oleh
sistem reduktase. Suksinat tetrazolium yang termasuk dalam rantai respirasi dalam
mitokondria sel-sel yang hidup membentuk kristal formazan berwarna ungu dan
tidak larut air (CCRC, 2012). Enzim suksinat dehidrogenase pada mitokondria sel
hidup mampu memecah MTT menjadi kristal formazan. Reaksi tersebut melibatkan
piridin nukleotida kofaktor NADH dan NADPH yang hanya dikatalisis oleh sel
hidup, sehingga jumlah formazan yang terbentuk sebanding dengan jumlah sel yang
hidup. Semakin banyak sel yang commit
hidup, to
semakin
user banyak kristal formazan yang
xxxvi
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
21
terbentuk (Biranti dkk., 2009). Penambahan reagen stopper/ SDS 10% (bersifat
detergenik) pada proses akhir uji sitotoksik akan melarutkan kristal berwarna ini
yang kemudian diukur absorbansinya menggunakan ELISA reader (CCRC, 2012).
Ningsih (2011) menjelaskan bahwa salah satu cara untuk mengetahui LC50 suatu
ekstrak uji terhadap sel uji dapat digunakan uji sitotosik metode MTT.
Gambar 7. Reaksi reduksi MTT menjadi formazan oleh enzim reduktase (Biranti
dkk., 2009)
LC50 (Lethal Concentration) adalah konsentrasi yang dibutuhkan untuk
mematikan setengah populasi (50%) yang ada. Nilai LC50 tidak konstan, artinya
nilainya berbeda antar spesies yang satu dengan spesies yang lain karena adanya
variasi antar spesies. Nilai LC50 merupakan bentuk statistika yang didesain untuk
menggambarkan respon yang mematikan komponen dalam beberapa populasi dari
suatu percobaan. Faktor yang berpengaruh di dalamnya antara lain: umur, suhu,
jumlah hewan uji, dan jenis galur (Finney, 1971 dalam Setiarto, 2009).
Tingkat toksisitas dari ekstrak tumbuhan dapat ditentukan dengan melihat
harga LC50-nya. Suatu ekstrak dianggap sangat toksik bila memiliki nilai LC50 di
bawah 30 μg/ml, dianggap toksik bila memiliki nilai LC50 30-1000 μg/ml, dan
dianggap tidak toksik bila nilai LC50 di atas 1000 μg/ml. Tingkat toksisitas tersebut
memberi makna terhadap potensi aktivitasnya sebagai antitumor. Semakin kecil
harga LC50 semakin toksik suatu senyawa dan semakin berpotensi sebagai senyawa
antitumor. Sedangkan dilihat dari kemurniannya, suatu senyawa murni dianggap
memiliki aktivitas biologis terhadap sel kanker/toksik apabila nilai LC50<200 μg/ml
dan ekstrak dianggap memiliki aktivitas biologis apabila nilai LC50<1000 μg/ml
(Meyer et al,. 1982; Anderson, 1991 dalam Aprelia & Suyatno, 2013).
commit to user
xxxvii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
22
Uji sitotoksik selain digunakan untuk menentukan parameter nilai LC50 juga
dapat digunakan untuk menentukan nilai IC50-24 jam. Nilai IC50-24 menunjukkan
nilai konsentrasi yang menghasilkan hambatan proliferasi sel sebesar 50% dan nilai
ini merupakan patokan untuk melakukan uji pengamatan kinetika proliferasi sel
(Ernawati, 2010).
Pelarut ekstrak yang digunakan pada uji sitotoksik adalah dimetil sulfoksida
(DMSO). DMSO dipilih sebagai pelarut karena telah dilaporkan bahwa penggunaan
DMSO tidak berpengaruh pada proliferasi sel. Penggunaan DMSO dilaporkan
relatif tidak berpengaruh terhadap proliferasi sel (Maryati, 2007).
9.
Skrining Fitokimia dan Kromatografi Lapis Tipis (KLT)
Skrining fitokimia merupakan uji kualitatif kandungan senyawa kimia
dalam bagian tumbuhan, terutama kandungan metabolit sekunder yang di antaranya
adalah alkaloid, antrakuinon, flavonoid, glikosida jantung, kumarin, saponin
(steroid dan triterpenoid), tanin (polifenolat), minyak atsiri (terpenoid), dan
sebagainya. Tujuan pendekatan skrining fitokimia adalah mengetahui kandungan
bioaktif atau kandungan yang berguna untuk pengobatan dalam tumbuhan. Metode
yang digunakan untuk melakukan skrining fitokimia harus memenuhi beberapa
persyaratan antara lain sederhana, cepat, dapat dilakukan dengan peralatan minimal,
bersifat semikuantitatif yaitu memiliki batas kepekaan untuk senyawa yang
bersangkutan, selektif terhadap golongan senyawa yang dipelajari, dan dapat
memberikan keterangan tambahan ada atau tidaknya senyawa tertentu dalam dari
golongan senyawa yang dipelajari (Septyaningsih, 2010).
Prosedur uji dengan KLT dilakukan untuk lebih menegaskan hasil yang
didapat dari skrining fitokimia. Karena berfungsi sebagai penegasan, maka uji
KLT hanya dilakukan untuk golongan-golongan senyawa yang menunjukkan
hasil positif pada skrining fitokimia seperti
flavonoid. Uji KLT pada tanin
dan polifenol tidak dilakukan karena tidak ditemukan prosedur yang tepat
(Harborne, 1996 dalam Marliana et al., 2005).
Identifikasi senyawa hasil ekstraksi dilakukan dengan menginjeksikan
larutan standar (dalam penelitian ini adalah kuersetin), larutan yang mengandung
hasil ekstraksi pada plat kromatografi
commit tolapis
user tipis (KLT) dengan elusidasi
xxxviii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
23
menggunakan fase gerak campuran n-butanol : asam asetat : air (BAA) dengan
perbandingan (4:1:5), sehingga didapat nilai Rf (Retardation factor), bercak dan
wama yang sama dari dari masing-masing larutan kemudian dibandingkan dengan
nilai Rf bercak serta warna dari standar kuersetin. Hasil deteksi dengan
menggunakan lampu UV pada panjang gelombang 366 nm (Koirewoa dkk., 2012).
Data yang diperoleh dari hasil KLT adalah nilai Rf yang berguna untuk identifikasi
senyawa. Nilai Rf dapat didefinisikan sebagai jarak yang ditempuh oleh senyawa
dari titik asal dibagi dengan jarak yang ditempuh oleh pelarut dari titik asal, oleh
karena itu bilangan Rf selalu lebih kecil dari 1,0 (Alegantina dan Isnawati, 2010).
B. Kerangka Pemikiran
Sel Raji merupakan „continous cell line’ yang diturunkan dari sel ß-Limfoma
(kanker nasopharing) pada manusia (Lonza, 2011). Karsinoma nasofaring (KNF) di
Indonesia merupakan tumor ganas terbanyak di daerah kepala dan leher. Terapi KNF
dengan radioterapi konvensional seperti ini seringkali hasilnya kurang memuaskan.
Kegagalan radioterapi konvensional cukup tinggi (40%-80%), paska radioterapi
seringkali dijumpai metastasis jauh (15%-57%) (Kentjono, 2003). Selain itu walaupun
pengobatan dengan radiasi mampu membunuh tumor lokal namun radiasi juga dapat
membunuh sel normal di sekitarnya (Lockshin et al., 2007 dalam Multiawati, 2013),
dengan alasan tersebut maka diperlukan penelitian bahan alam yang dapat digunakan
sebagai alternatif pengobatan kanker nasofaring secara aman.
Sel Raji merupakan sel limfosit-β yang terinfeksi oleh Eipstein-Barr Virus
(EBV). Sel yang terinfeksi EBV akan mengekpresikan protein yang menjadikan sel
resisten terhadap apoptosis (Komano et al., 1998 dalam Diastuti et al., 2009). Infeksi
EBV yang laten ditandai dengan ekspresi latent membrane protein-1 (LMP-1). LMP-1
merupakan onkogen virus yang mirip reseptor permukaan sel yang terlibat dalam jalur
pensinyalan yang mengatur proliferasi sel dan apoptosis yaitu memicu progresifitas dan
proliferasi sel melalui siklus sel (fase G1/S) dan inhibisi apoptosis. Virus Epstein-Barr
dapat mengikat protein p53 normal dan menghilangkan fungsi protektifnya. Gen p53
merupakan salah satu dari gen supresor tumor (Yenita, 2012).
Virus Epstein Barr menginfeksi sel-sel B di sirkulasi yang melalui orofaring,
commit to
userakan memicu limfosit B untuk
menghasilkan infeksi laten. Virus Epstein
Barr
xxxix
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
24
berproliferasi, yang mana hal ini akan diekspresikan oleh spesific growth-promoting
genes, yang mempunyai kemampuan untuk menjadi tumor. Beberapa jalur sinyal yang
diindikasikan sebagai fungsi dari LMP 1 yaitu Nuclear Factor - NF-ĸB, JNK (c-Jun N
Terminal Kinase)/AP-1 (Activator Protein-1), MAPK (Mitogen-activated Protein
Kinase) dan Phosphoinositide 3-kinase (PI3K)-Akt. NF-КB aktif menginduksi
immortalisasi sel dengan menghambat apoptosis sel melaui peningkatan regulasi
aktivitas survivin, survivin merupakan anggota prtotein penghambat apoptosis yang
menurunkan regulasi dari gen P21, hal ini menyebabkan kerja cyclin-dependent kinase
4 (CDK4) dalam mempromosikan progresi siklus sel melalui transisi G1/S. JNK (c-Jun
N Terminal Kinase) dapat menyebabkan apoptosis sel sedangkan aktivasi sementara
menyebabkan kelangsungan hidup dan proliferasi seluler (aktivasi dari cycle 2/cyclin B
(CDC2/cyclin B)) dengan cara menginhibisi gen penekan tumor p53. Keadaan abnormal
pada sinyal MAPK dapat menyebabkan peningkatan atau tidak terkendalinya proliferasi
sel. Anggota MAPK diantaranya adalah molekul sinyal Ras, Raf, MEK, dan ERK.
Aktivasi dari ERK yang terus menerus dapat menginkativasi gen p27 yang merupakan
protein pengatur regulasi siklus sel, inaktivasi dari gen p27 mengaktifkan kompleks
CDK2/cyclin E yang menyebabkan sel memasuki fase S. Aktivasi dari PI3K memicu
terjadinya fosforilasi dan aktivasi serin / treonin kinase protein B (Akt), hal ini
menyebabkan terjadinya degradasi dari cycli-dependent inhibitor p27 (Astuty, 2010;
Tulalamba, 2012).
Tumbuhan benalu yang selama ini sering dikenal sebagai parasit ternyata
memiliki khasiat, yaitu mampu menghambat laju pertumbuhan penyakit kanker, karena
di dalamnya terkandung kuersetin (Sudaryono, 2011). Kuersetin berperan dalam
megaktifkan/meningkatkan ekspresi protein p53 (Lamson et al., 2000; Saifillah, 2011).
Protein p53 mampu menginduksi protein p21 yang menginaktifkan CDK2 dan CDK4
(fosforilasi Rb (Retinoblastoma) terhambat dan pelepasan faktor transkripsi E2F
terhenti, DNA mempunyai kesempatan memperbaiki diri sebelum masuk ke tahap
pembelahan selanjutnya (dari fase G1 ke fase S), jika kerusakan DNA berat dan tidak
dapat diperbaiki maka sel akan memasuki jalur apoptosis (Budiyastomo, 2010).
commit to user
xl
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
25
SEL
EBV
sebelum diberi ekstrak
setelah diberi ekstrak
Keterangan:
meningkatkan
menurunkan/menghambat
mempengaruhi
Gambar 8. Bagan alur kerangka pemikiran
Selain kuersetin (flavonoid) di dalam daun D. pentandra L. Miq menggunakan
pelarut polar tekandung beberapa senyawa metabolit yang bersifat antikanker seperti
terpenoid, tanin saponin dan alkaloid (Fajriah, 2007; Ikawati, 2008). Alkaloid dan
terpenoid dapat mengaktifkan gen p53 dengan mekanisme penghambatan kerja DNA
Topoisomerase II yang menyebabkan kerusakan DNA sel tumor (Sukardiman dkk,
2006; Setiawati dkk, 2007). Saponin dapat menghambat pembentukan Bcl-2 yang
diekspresikan terlalu tinggi, Bcl2 merupakan anggota famili protein anti apoptotik
Senyawa saponin telah diketahui dapat meningkatkan ekspresi p53, dan dapat pula
memicu G1 cell cycle arrest (Fitria et al., 2011). Tanin yang merupakan senyawa
polifenol dapat meningkatkan protein p27 yang menghambat siklus sel (Nam et al. 2001
dalam Sahid et al. 2013). Protein p27commit
adalahtoprotein
user yang mengikat siklin dan cdk
xli
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
sehingga terjadi hambatan menuju fase S (Wuryanto, 2004). Keberadaan metabolit
sekunder yang bersifat antikanker yang terkandung di dalam ekstrak daun D. pentandra
L. Miq diharapkan mampu menghambat proliferasi sel Raji.
C. Hipotesis
1. Ekstrak etanol daun benalu kersen (D. pentandra L. Miq) mengandung senyawa
metabolit sekunder yang dapat dideteksi secara kualiatif
2. Pemberian ekstrak etanol daun benalu kersen (Dendrophthoe pentandra L. Miq)
dapat menghambat proliferasi sel Raji secara invitro
commit to user
xlii
26
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilakukan selama 6 bulan yaitu pada bulan Januari – Juli 2014,
bertempat di Laboratorium Penelitian dan Pengujian Terpadu (LPPT) Universitas
Gadjah Mada, Yogyakarta. Ekstraksi dan pengujian keberadaan metabolit sekunder
dilakukan di laboratorium Kimia Farmasi Akademi Farmasi Nasional Surakarta.
B. Jenis dan Subjek Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental, yaitu uji sitotoksisitas ekstrak
etanol daun benalu kersen (D. pentandra L. Miq.) terhadap sel lestari Raji yang
merupakan sel model kanker nasofaring, selanjutnya dilakukan uji Doubling Time untuk
mengetahui penghambatan ekstrak uji terhadap pertumbuhan sel Raji dalam kelipatan
waktu inkubasi (24, 48 dan 72 jam).
C. Alat dan Bahan
1. Alat
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah Laminar air flow cabinet
(LAFC), timbangan analitik, inkubator CO2, refrigerator, mikroskop cahaya,
mikroskop inverted, mikroplate 96 sumuran, kamera digital, mikropipet, sentrifuge,
hemositometer (Neubauer), tissue culture flask 50 ml, vortex, alat gelas, conical tube,
deck glass, tabung Eppendorf, Bunsen Buchner, pipa kapiler, pinset (Crown inox),
refluks (Electromantle), pipet tetes, siter glass (kolom kromatografi), penyemprot,
blender, rotary evaporator, flakon, inkubator, plat KLT, silika gel, enzyme-linked
immunosorbent assay (ELISA) Reader, oven, blue tip dan yellow tip.
2. Bahan
a. Bahan Utama
Bahan utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah daun benalu
kersen (D. pentandra L. Miq.) segar
yang
diambil daun ke-4 sampai ke-10 dari
commit
to user
xliii
27
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
ujung ranting yang tumbuh di pohon kersen di daerah Kecamatan Jebres,
Kotamadya Surakarta. Sedangkan sel uji yang digunakan pada penelitian ini
adalah sel Raji yang diperoleh dari Laboratorium Penelitian dan Pengujian
Terpadu (LPPT), Universitas Gajah Mada.
b. Bahan untuk Ekstraksi
Bahan pelarut yang digunakan untuk ekstraksi adalah etanol 96%.
c. Bahan untuk Uji Sitotoksisitas dan Doubling Time
Bahan yang digunakan untuk uji sitotoksisitas adalah ekstrak dari daun benalu (D.
pentandra L Miq.), 0,25 % DMSO, kultur sel Raji, media RPMI (Rosewell Park
Memorial Institute) 1640, alkohol 70%, NaOH, Phosphate Buffer Saline (PBS),
Fetal Bovine Serum (FBS) 10%, Penicillin/Streptomycin 2%, fungizon, Natrium
bikarbonat, Sodium Dodecyl Sulfate (SDS), HCl 0,01%, MTT {3(4,5dimethylthiazol-2-yl)-2,5-diphenyltetrazolium bromide}, dan aquades.
d. Bahan untuk Penentuan Keberadaan Senyawa Senyawa Aktif
Bahan-bahan yang digunakan adalah ekstrak dari daun benalu kersen (D.
pentandra L Miq.), serbuk magnesium, HCl 2N, air suling, reagen Mayer, FeCl
10%, kloroform, asam sulfat pekat, asam asetat anhidrat. Sedangkan untuk
penentuan senyawa kuersetin digunakan bahan yang di antaranya adalah nbutanol, asam asetat, etanol 96%, standar kuersetin, akuabides, dan kertas saring.
Alat-alat yang digunakan adalah KLT otomatis, pelat KLT silika GF 254, bilik
kromatografi ukuran 20×20 cm, pipa kapiler, lampu UV dengan panjang
gelombang 366 nm, botol penyemprot, rotary evaporator, dan peralatan kaca.
D. Cara Kerja
1. Persiapan Sampel
Daun disortir dan dipisahkan antara daun yang kering dengan yang segar,
kemudian dicuci dengan air hingga bersih. Daun yang telah dibersihkan dikeringkan di
bawah sinar matahari secara tidak langsung dengan cara ditutup dangan kain hitam
(Lampiran 3B) yang bertujuan supaya kandungan kimia di dalam daun tidak
teroksidasi langsung oleh paparan sinar matahari. Pengeringan dilakukan selama 6
hari, yang kemudian dilanjutkan di dalam inkubator dengan suhu 50oC. Andriyani dkk
(2010) menjelaskan bahwa pengeringan
bahan
uji dapat membuat simplisia tidak
commit
to user
xliv
28
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
29
mudah rusak, sehingga dapat disimpan dalam waktu yang lama, kadar air yang
berkurang dalam proses pengeringan reaksi enzimatik yang terhenti dapat mencegah
penurunan mutu atau perusakan simplisia. Penggunaan inkubator bertujuan untuk
mempercepat proses pengeringan tanpa dipengaruhi oleh keadaan cuaca. Sebelum
diekstraksi, bahan uji dicuci, dikeringkan di bawah sinar matahari tidak langsung
dilanjutkan menggunakan lemari pengering pada suhu antara 40o-60oC, kemudian
diserbukkan dengan penggiling serbuk.
Daun benalu (D. pentandra L. Miq.) dilakukan penggilingan hingga halus dan
diayak, selanjutnya sampel yang telah dihaluskan ditimbang sebanyak 100 g dan
dimaserasi dalam 750 ml etanol 96% selama 5 hari sambil diaduk-aduk. Dilakukan
penyaringan dengan kertas saring. Ekstrak yang diperoleh dilakukan pengeringan
dengan Rotavapour hingga kental. Hasil ekstrak berwarna kental hitam kehijauan
(Lampiran 3F) dicuci dimasukkan ke dalam wadah bermulut lebar tertutup untuk
mempermudah pengambilan (Lazuardi, 2007; Katrin dkk., 2005).
Metode maserasi banyak digunakan untuk mengisolasi komponen polar
maupun non polar dalam suatu bahan alam karena metode ini pengerjaannya mudah,
menghasilkan rendamen yang cukup tinggi, serta kemungkinan rusaknya senyawa
kimia yang terkandung di dalam suatu bahan alam dapat dihindari karena tidak
disertai pemberian panas (Sundari, 2010).
2. Uji Sitotoksisitas dan Doubling Time Sel Raji (Djajanegara, 2008; Diastuti dkk.,
2009)
a.
Pembuatan media kultur sel lengkap (MK)
Media kultur sel lengkap dibuat dengan cara mencampurkan 10 ml FBS
10%, 0,5 ml Fungizone 0,5%, dan 2 ml Penstrep 2% kemudian ditambahkan
RPMI sampai 100 ml. Selanjutnya media kultur disimpan pada suhu 4°C.
b. Preparasi sel
Sel yang inaktif dalam wadah cryotube diambil dari tangki nitrogen cair dan
segera dicairkan pada suhu 37ºC. Cryotube dibuka dan sel dipindahkan ke dalam
tabung conical steril yang berisi medium tumbuh RPMI lebih kurang 10 ml.
Suspensi sel disentrifus dengan kecepatan 750 rpm selama 5 menit, kemudian
bagian supernatan dibuang. Pellet
ditambah
commit
to user5 ml medium penumbuh RPMI,
xlv
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
30
diresuspensi hingga homogen, selanjutnya sel ditumbuhkan dalam beberapa tissue
culture flask kecil (3-4 buah). Sel diinkubasi dalam inkubator CO2 5% pada suhu
37ºC. Setelah 24 jam, medium diganti dan sel ditumbuhkan lagi hingga konfluen
dan jumlahnya cukup untuk penelitian.
c. Pemanenan sel
Setelah jumlah sel pada tissue culture flask kecil cukup, medium penumbuh
dibuang dan sel dicuci koloninya dengan cara ditambah larutan PBS secukupnya
dan jika perlu resuspensikan perlahan. Larutan PBS (jika sel dalam tissue culture
flask kecil dianggap bersih) dibuang. Selanjutnya sel dipindahkan ke dalam
tabung conical steril dan diambil 10 μl untuk dihitung jumlah selnya
menggunakan haemocytometer. Suspensi sel ditambah sejumlah medium kultur
sehingga diperoleh konsentrasi sel sebesar yang diperlukan (2 x 104 sel per 100
µl) dan siap untuk penelitian.
Kerapatan sel Raji sebesar 2 x 104 sel per 100 µl didapatkan dengan cara
menghitung dengan meggunakan haemocytometer dengan mencampurkan 10 μl
suspensi sel pada perbesaran 100 X. Penghitungan sel dilakukan pada 4 bilik
hitung yang masing-masing terdiri dari 16 kotak dan diambil rata-ratanya,
kemudian dikalikan dengan faktor pengenceran dan faktor koreksi untuk setiap
bidang besar (volumenya 10-4ml). Jumlah sel dihitung dengan rumus :
d. Uji Sitotoksisitas dengan MTT Assay
Sel diambil dari inkubator CO2, amati kondisi sel. Sel yang telah dipanen
kemudian kemudian dihitung jumlahnya dan diencerkan dengan Media Kultur
(MK) sesuai kebutuhan dengan mengikuti protokol penghitungan sel (2 x 104 sel
per 100 µl). Sel ditransfer ke dalam sumuran 96 well-plates, masing-masing 100
μl, disisakan 3 sumuran kosong (jangan diisi sel). Keadaan sel diamati dengan
mikroskop inverted untuk melihat distribusi sel dan dokumentasikan. Sel
diinkubasi di dalam inkubator selama 24 jam (agar sel pulih kembali setelah
panen). Perlakuan sel dengan sampel dilakukan setelah sel kembali dalam
keadaan normal. Setelah sel normal
commitkembali,
to user segera dibuat seri konsentrasi
xlvi
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
31
sampel untuk perlakuan (termasuk kontrol sel dan kontrol DMSO). Plate yang
telah berisi sel diambil dari inkubator CO2. Seri konsentrasi sampel dimasukkan
ke dalam sumuran (triplo), sebanyak 100 µl ekstrak uji ditambahkan
ditambahkan pada well sel uji dan well blanko (MK), kemudian diinkubasi di
dalam inkubator CO2 (lama inkubasi tergantung pada efek perlakuan terhadap
sel, jika dalam waktu 24 jam belum terlihat efek sitotoksik, inkubasi kembali
selama 24 jam (waktu inkubasi total: 24-48 jam). Menjelang akhir waktu
inkubasi, kondisi sel didokumentasikan untuk setiap perlakuan. Reagen MTT
sebanyak 0,5 mg dilarutkan dalam 1 ml PBS (untuk 1 buah 96 well plate). Media
sel tanpa dibuang kemudian ditambahkan reagen MTT sebanyal 10 μL ke dalam
setiap sumuran, termasuk kontrol media (tanpa sel). Sel diinkubasi selama 2-4
jam di dalam inkubator CO2. Kondisi sel diperiksa dengan mikroskop inverted,
jika formazan telah jelas terbentuk, tambahkan stopper 100 μL SDS 10% dalam
0,1 N HCl. Plate dibungkus dengan kertas atau alumunium foil dan diinkubasi di
tempat gelap pada temperatur kamar selama semalam. ELISA reader dihidupkan
kemudian tunggu proses progressing hingga selesai. Pembungkus plate dan
tutup plate dibuka kemudian dimasukkan ke dalam ELISA reader. Absorbansi
masing-masing sumuran dibaca dengan ELISA reader dengan λ=550-600 nm
dan menekan tombol START. ELISA reader dimatikan setelah proses selesai.
Hitung prosentase sel hidup dan analisis harga IC50 dengan Excell (Regresi
linear dari log konsentrasi) atau SPSS (Probit/Logit). Buat grafik log konsentrasi
vs prosentase sel hidup dengan chart type scatter dan chart subtype compare
pairs of values. Cari persamaan regresi linier dari grafik tersebut dengan
menambilkan add trendline-regresi linier. Lihat parameter r pada persamaan
regresi linier. Jika r lebih besar dari r tabel maka persamaan regresi linier
memenuhi standar untuk mencari IC50. Masukan y = 50% pada persamaan
regresi linier dan cari x nya kemudian dihitung antilog dari konsentrasi tersebut
sehingga diperoleh IC50 (CCRC, 2012).
e. Pengamatan Kinetika Proliferasi Sel (Uji Doubling Time)
Uji ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh pemberian ekstrak benalu
kersen terhadap proliferasi sel Raji dengan cara kerja yang sama dengan metode
MTT, namun terdapat penambahan
inkubasi
selama 24; 48; 72 jam (Khoiriyah,
commit
to user
xlvii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
32
2011), serta jumlah sel yang dibutuhkan untuk uji proliferasi sel adalah 1,5 x 104
sel/sumuran (1,5 x 104 sel/100μl MK) (CCRC, 2010).
3. Skrining Fitokimia
Skrining fitokimia bertujuan mengetahui kandungan flavonoid, alkaloid, tanin,
saponin dan terpenoid dalam ekstrak benalu kersen, yang mempunyai efek
penghambatan terhadap pertumbuhan kanker.
Identifikasi flavonoid dilakukan dengan cara ditambahkan serbuk Mg dan 2 ml
HCl 2N pada 2 mL larutan ektrak. Senyawa flavonoid akan menunjukkan warna
jingga sampai merah. Identifikasi Alkaloid dilakukan dengan cara 3 ml larutan
ekstrak ditambahkan dengan 1 ml HCl 2N dan 6 ml air suling, kemudian dipanaskan
selama 2 menit, didinginkan dan disaring. Filtrat diperiksa dengan pereaksi Mayer
terbentuk endapan putih. Identifikasi saponin dilakukan dengan ditambahkan
aquades. Kemudian dikocok vertikal selama 10 detik. Hasil uji positif jika timbul
busa stabil selama beberapa menit (Harborne, 1987 dalam Sukandar dkk., 2008).
Skrining fitokimia tanin dilakukan dengan cara sebanyak 1 mL larutan ekstrak
uji direaksikan dengan FeCl3 10%, adanya tanin ditunjukkan dengan terbentuknya
warna biru tua atau hitam kehijauan. Skrining fitokimia terpenoid dan steroid
dilakukan dengan cara bahan uji dilarutkan dengan kloroform, setelah itu
ditambahkan dengan asam asetat anhidrat sebanyak 0,5 ml. Selanjutnya ditambahkan
2 ml asam sulfat pekat melalui dinding tabung. Adanya triterpenoid ditandai dengan
terbentuknya cincin kecoklatan atau violet pada perbatasan larutan, sedangkan
adanya steroid ditandai dengan terbentuknya cincin biru kehijauan (Padmasari dkk.,
2013).
4. Identifikasi Golongan Senyawa Kuersetin
Identifikasi golongan senyawa kuersetin pada daun benalu (D. pentandra L
Miq.) dengan metode kromatografi lapis tipis (KLT). KLT yang digunakan terbuat
dari silika gel dengan ukuran 20 cm x 20 cm GF254 (Merck). Ekstrak kental hasil
ekstraksi dilarutkan dengan etanol 96% p.a, kemudian ditotolkan sepanjang plat
dengan menggunakan pipet mikro pada jarak 1 cm dari garis bawah dan 1 cm dari
garis atas. Selanjutnya dielusi dengan
menggunakan
commit
to user eluen yang yang memberikan
xlviii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
33
hasil pemisahan terbaik pada KLT yaitu n-butanol : asam asetat: air (BAA) dengan
perbandingan (4:1:5). Hasil KLT kemudian diangin-anginkan dan diperiksa di bawah
sinar UV pada panjang gelombang 366 nm. Pembanding rutin yang dipakai dalam
mengisolasi ialah kuersetin, yang merupakan pembanding rutin yang biasanya
dipakai untuk mengisolasi senyawa flavonoid (Koirewoa dkk., 2012). Hasil KLT
kuersetin memiliki noda warna hijau kekuningan setelah diperiksa di bawah sinar
UV pada panjang gelombang 366 nm dengan pereaksi semprot alumunium (III)
klorida 5% dalam etanol (Andriani, 2011).
Hasil yang diperoleh dari kromatografi lapis tipis berupa noda atau bercak yang
teridentifikasi sebagai harga Rf (Retention factor). Harga Rf dapat dihitung dengan
rumus sebagai berikut:
Rf =
(Indrowati & Soegihardjo, 2005).
E. Analisa Data
1. Pengamatan Kinetika Proliferasi Sel
Data yang diperoleh dari hasil pembacaan ELISA reader berupa absorbansi
masing-masing sumuran dikonversikan dalam % kehidupan sel (viabilitas) dengan
rumus:
Kehidupan Sel (%) =
Keterangan :
A= Absorbansi kontrol sel
B= Absorbansi kontrol media
C= Absorbansi kontrol sel + Ekstrak uji
D= Absorbansi kontrol media + Ekstrak uji
Viabilitas (kehidupan) sel dihitung untuk masing-masing seri konsentrasi dan
kontrol pada tiap-tiap waktu inkubasi. Persen viabilitas sel dinyatakan dengan IC50,
(Ningsih, 2011). Data jumlah sel yang hidup pada jam 24, 48 dan 72 dibuat grafik
antara jumlah sel yang hidup dan lama waktu inkubasi (jam). Potensi antiproliferasi
bahan uji diketahui dengan analisis commit
statistiktountuk
user mengetahui perbedaan viabilitas
xlix
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 34
sel pada tiap-tiap waktu inkubasi akibat perlakuan sampel dengan berbagai seri
konsentrasi terhadap kontrol sel. Untuk menguji apakah ada hubungan antara
konsentrasi ekstrak etanol daun benalu kersen dengan laju kematian dan laju
proliferasi sel Raji, data yang didapat dianalisis secara statistik dengan uji korelasi
Spearman menggunakan program SPSS (Stastitical Product and Service Solutions)
versi 17.0 (Hadiyah, 2009). Uji Korelasi Pearson memiliki syarat yang harus
dipenuhi, di antaranya adalah distribusi sebaran datanya harus normal (p>0,05), hal
ini dapat diketahui dengan menggunakan uji normalitas. Jika distribusi sebaran
datanya tidak normal maka uji korelasi bisa menggunakan uji alternatif yaitu Uji
Spearman (Dahlan, 2009).
commit to user
l
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Ekstraksi
Metode ekstraksi yang digunakan pada penelitian ini adalah metode maserasi
dan pelarut yang digunakan adalah etanol 96%. Koirewoa dkk (2012) menjelaskan
bahwa pelarut etanol 96% merupakan pelarut yang bersifat polar sehingga mampu
melarutkan senyawa yang bersifat polar juga yang di antaranya adalah flavonoid
(kuersetin termasuk dalam golongan flavonoid), suatu molekul bersifat polar apabila
tersusun atas atom-atom yang berbeda dan molekul yang tersusun atas atom-atom yang
sama. Pine dkk. (2011) melaporkan dalam penelitiannya bahwa penggunaan ekstrak
etanol memiliki beberapa kelebihan di antaranya adalah tidak beracun, netral,
absorbsinya baik, memerlukan panas yang lebih sedikit untuk proses pemekatan, dan
zat pengganggu yang larut terbatas serta dalam penelitiannya juga dijelaskan bahwa
penggunaan etanol 96% sebagai pelarut menghasilkan ekstrak dengan kadar flavonoid
total lebih banyak dibanding pelarut etanol 70% dan air yaitu rentang 23,63±0,06 –
41,56±0,12 (mg/g).
Hasil ekstraksi masih mengandung ethanol 96%, untuk menghilangkan larutan
ini maka dilakukan penguapan dengan menggunakan rotary evaporator yang kemudian
penguapan dilanjutkan dengan penangas air hingga didapatkan ekstrak kental. Hasil
ekstraksi didapatkan rendamen sebanyak 54,889 gram (8,867% dari berat kering).
B. Skrining Fitokimia dan Identifikasi Golongan Senyawa Kuersetin
Skrining
fitokimia
dilakukan
untuk
mengidentifikasi
senyawa
yang
terkandung dalam ekstrak etanol benalu kersen secara kualitatif, senyawa yang
diperiksa di antaranya adalah polifenol, alkaloid, flavonoid, tanin, dan saponin. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa dalam benalu kersen (D. pentandra L. Miq)
terkandung senyawa-senyawa tersebut, hal ini dapat dilihat pada Tabel 1.
commit to user
li35
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 36
Tabel 1. Hasil uji skrining fitokimia benalu kersen
1.
No
1
2
Uji
Flavonoid
Alkaloid
3
4
5
Tanin
Terpenoid
Saponin
Hasil
(+)
(+)
(+)
(+)
(+)
(+)
Keterangan
Jingga kemerahan
Endapan putih (Mayer)
Endapan kuning (Dagendorf)
Endapan coklat kehijauan
Cincin coklat
Terbentuk busa
Flavonoid (Kuersetin)
Flavonoid yang pada umumnya banyak terdapat pada tumbuhan berpembuluh
(Sudaryono, 2011). Flavonoida merupakan salah satu metabolit sekunder dari
golongan senyawa polifenol yang mempunyai 15 atom karbon, terdiri dari 2 cincin
karbon benzena yang dihubungkan menjadi satu oleh rantai linear yang terdiri dari
3 atom karbon atau digambarkan sebagai deretan senyawa C6-C3-C6. Flavonoid
merupakan salah satu golongan fenol alam terbesar dan merupakan senyawa
organik (Ariani, 2008)
Hasil uji skrining flavonoid menunjukkan bahwa pada ekstrak etanol daun
benalu kersen (D. pentandra L. Miq) mengandung flavonoid yang ditandai dengan
terbentuknya warna jingga (Gambar 9). Uji ini menggunakan magnesium sebagai
pereduksi
dimana
reduksi
tersebut
dilakukan
dalam
suasana
asam
denganpenambahan HCl. Reduksi dengan magnesium dan asam klorida pekat
menghasilkan warna kemerahan pada ekstrak tumbuhan uji (Seniwaty dkk., 2009).
(ii)
(i)
Gambar 9.
(iii)
Hasil uji skrining keberadaan flavonoid: (i) ekstrak uji yang
dilarutkan dengan akuades, (ii) hasil (+) terbentuk warna jingga
kemerahan, (iii) HCl + serbuk magnesium
commit to user
lii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Identifikasi golongan senyawa kuersetin pada daun benalu (Dendrophthoe
pentandra L Miq.) dilakukan dengan menggunakan metode kromatografi lapis tipis
(KLT). Data hasil penelitian yang telah dilakukan didapatkan hasil nilai rf dari
standar kuersetin dan ekstrak etanol daun benalu kersen (Dendrophthoe pentandra
L. Miq) yang sama. Jarak yang ditempuh senyawa dari titik asal/jarak yang
ditempuh pelarut dari titik asal= 0,925 dan pada UV tampak keduanya berpendar
kuning kehijauan (Gambar 10), hal ini menunjukkan bahwa ekstrak etanol daun
benalu kersen (D. pentandra L. Miq) positif mengandung senyawa kuersetin.
Std
Spl
(ii)
Std
Spl
(i)
Gambar 10. Hasil uji identifikasi golongan senyawa kuersetin dengan
metode KLT; (i) pembacaan pada UV 366 nm, (ii) hasil
KLT pada lempeng silica
2.
Alkaloid
Alkaloid merupakan senyawa yang mengandung satu atau lebih atom nitrogen,
biasanya dalam bentuk gabungan sebagai bagian dari sistem siklik (Pratiwi, 2014).
Hasil uji skrining flavonoid menunjukkan bahwa pada ekstrak etanol daun
benalu kersen (D. pentandra L. Miq) mengandung flavonoid yang ditandai dengan
terbentuknya endapan jingga (Gambar 11). Alkaloid dapat tertarik pada pelarut
etanol karena senyawa alkaloid bersifat polar. Reaksi positif yang terjadi pada uji
alkaloid adalah terbentuknya endapan
commit jingga
to user pada pereaksi dragendorff dan
liii
37
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
38
endapan kuning pada pereaksi mayer seperti yang terlihat pada Gambar 11, hal
tersebut terjadi karena adanya reaksi penggantian ligan. Alkaloid yang memiliki
atom nitrogen yang mempunyai pasangan elektron bebas dapat mengganti ion iodo
dalam pereaksi-pereaksi tersebut (Padmasari dkk., 2013).
(i)
(A)
+/positif
(ii)
(iii)
(B)
Gambar 11. Hasil uji skrining keberadaan alkaloid: (A) Uji Mayer, (B) Uji
Dagendorf; (i) ekstrak uji yang dilarutkan dengan akuades, (ii)
hasil (+) terbentuk endapan jingga, (iii) reagen Dagendorf
Endapan yang terjadi pada pereaksi Mayer diperkirakan adalah kompleks
kalium-alkaloid, pada pembuatan pereaksi Mayer, larutan merkurium (II) klorida
ditambah kalium iodida akan bereaksi membentuk endapan merah merkurium (II)
iodida. Jika kalium iodida yang ditambahkan berlebih maka akan terbentuk kalium
tetraiodomerkurat (II). Alkaloid mengandung atom nitrogen yang mempunyai
pasangan elektron bebas sehingga dapat digunakan untuk membentuk ikatan
kovalen koordinat dengan ion logam. Pada uji alkaloid dengan pereaksi Mayer,
diperkirakan nitrogen pada alkaloid akan bereaksi dengan ion logam K+ dari
kalium tetraiodomerkurat (II) membentuk kompleks kalium-alkaloid yang
mengendap (Marliana et al., 2005).
3.
Polifenol - Tanin
Tanin merupakan senyawa tumbuhan yang termasuk ke dalam golongan
fenolik, yaitu mengandung kerangka cincin aromatik yang mengandung gugus
hidroksil (-OH). Adanya tannin dalam suatu bahan ujiditandai dengan terbentuknya
warna hijau kebiruan yang terbentuk setelah direaksikan dengan menggunakan
FeCl3 1%. Tanin merupakan golongan senyawa polifenol yang penting dalam
tumbuhan (Mustikasari & Ariyani, 2008).
commit to user
liv
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
39
Pengujian tanin dilakukan dengan melakukan penambahan FeCl3. Perubahan
warna ini terjadi ketika penambahan FeCl3 yang bereaksi dengan salah satu gugus
hidroksil yang ada pada senyawa tanin, pada penambahan FeCl3 pada ekstrak uji
menghasilkan warna hijau kehitaman (Gambar 12) yang menunjukkan mengandung
senyawa tanin terkondensasi (Dewi dkk., 2013).
(i)
(ii)
(iii)
Gambar 12. Hasil uji skrining keberadaan tanin (polifenol): (i) ekstrak uji yang
dilarutkan dengan akuades, (ii) reagen FeCl3, (iii) hasil positif
warna hijau kehitaman
4.
Terpenoid - Triterpenoid
Triterpenoid adalah metabolit dari oligomer isopentenil pirofosfat dan
merupakan kelompok fitokimia yang terbesar, triterpenoid diketahui merupakan
agen fitokimia yang dapat secara selektif membunuh sel kanker payudara dengan
mekanisme pleiotropik dan mencegah rusaknya sel normal (Andini & Windarti,
2014).
Uji yang banyak digunakan untuk mengidentifikasi adanya terpenoid dan
steroid adalah reaksi Lieberman-Bouchard (anhidrid asetat-H2SO4 pekat).
Pengujian
steroid/terpenoid
didasarkan
pada
kemampuan
senyawa
untuk
membentuk warna dengan H2SO4 pekat dalam pelarut asam asetat anhidrat. Hasil
uji menunjukkan hasil positif dengan terbentuknya cincin berwarna kecoklatan
(Gambar 13) yang menunjukkan adanya kandungan terpenoid. Adanya steroid
ditandai dengan perubahan warna dari violet menjadi biru atau hijau. Perubahan
warna ini disebabkan karena terjadinya reaksi oksidasi pada golongan
terpenoid/steroid melalui pembentukkan ikatan rangkap terkonjugasi (Dewi dkk.,
2013; Tomahayu, 2014).
commit to user
lv
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
+ (cincin kecoklatan)
Gambar 13. Hasil uji skrining keberadaan terpenoid
Pengujian steroid/terpenoid didasarkan pada kemampuan senyawa untuk
membentuk warna dengan H2SO4 pekat dalam pelarut asam asetat anhidrat. Hasil
uji menunjukkan hasil positif dengan terbentuknya cincin berwarna kecoklatan
yang menunjukkan adanya kandungan terpenoid. Adanya steroid ditandai dengan
perubahan warna dari violet menjadi biru atau hijau. Perubahan warna ini
disebabkan karena terjadinya reaksi oksidasi pada golongan terpenoid/steroid
melalui pembentukkan ikatan rangkap terkonjugasi (Dewi dkk., 2013; Tomahayu,
2014).
5.
Saponin
Saponin adalah senyawa aktif permukaan yang dapat menimbulkan busa jika
dikocok dalam air. Saponin pada umumnya berada dalam bentuk glikosida
sehingga cenderung bersifat polar. Hal tersebut terjadi karena saponin memiliki
gugus polar dan non polar yang akan membentuk misel, pada saat misel terbentuk
maka gugus polar akan menghadap ke luar dan gugus nonpolar menghadap ke
dalam dan keadaan inilah yang tampak seperti busa (Padmasari dkk., 2013). Hasil
uji saponin pada ekstrak etanol daun benalu kersen (D. pentandra L. Miq)
menunjukkan hasil yang ditandai terbentuknya busa pada reaksi busa (Gambar 14).
commit to user
lvi
40
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
+ (terbentuk busa)
Gambar 14. Hasil uji skrining keberadaan saponin
C. Uji Sitotoksisitas
Uji sitotoksik dilakukan setelah kultur sel siap dipanen, sel dipindahkan ke
dalam conical tube yang berisi 12 mL media RPMI komplit (FBS, Pens-strep,
Fungizon) kemudian disentrifugasi dengan kecepatan 3400 rpm selama 5 menit.
Dilanjutkan perhitungan dengan hemocytometer untuk mendapatkan kerapatan sel
hingga mencapai jumlah 2x104/ 100 µl dan dengan penambahan 100 µl sampel
dengan berbagai seri kadar. Puspitasari (2009) menjelaskan bahwa sel yang masih
hidup pada perhitungan perhitungan di hemocytometer akan tampak bersinar cemerlang,
batas membran dengan media akan kelihatan jelas. Sel yang mati akan tampak bulat,
lebih gelap, kurang bercahaya, dan membran selnya terlihat pecah atau agak samar
(Gambar 15).
A
B
Gambar 15. Morfologi sel Raji dengan perbesaran 100 kali. Keterangan: (A) sel
hidup, (B) sel mati
Efek kematian yang terjadi pada sel Raji kemungkinan disebabkan oleh
kandungan senyawa metabolit sekunder yang terkandung ekstrak etanol daun benalu
kersen (D. pentandra L. Miq), untuk dapat mempengaruhi senyawa-senyawa tersebut
commit to user
lvii
41
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
tentunya harus dapat berinteraksi dengan sel Raji. Saifillah (2011) kandungan utama
dari D. pentandra flavonoid (kuersetin). Flavonoid merupakan termasuk senyawa
fenolik alam yang potensial sebagai antioksidan dan mempunyai
bioaktifitas sebagai obat. Flavonoid yang lazim ditemukan pada tumbuhan
tingkat tinggi adalah flavon dan flavonol dengan C- dan O-glikosida, isoflavon C- dan
Oglikosida, flavanon C- dan O-glikosida, khalkon dengan C- dan O-glikosida, dan
dihidrokhalkon, proantosianidin dan antosianin, auron O-glikosida, dan dihidroflavonol
O-glikosida. Golongan flavon, flavonol, flavanon, isoflavon, dan khalkon juga sering
ditemukan dalam bentuk aglikonnya. Flovonoid tersusun dari dua cincin aromatis yang
dapat atau tidak dapat membentuk cincin ketiga dengan susunan C6-C3-C6 (Rohyami,
2008). Ide (2008) menjelaskan bahwa monomer flavanol dan dimer dari flavonoid yang
merupakan oligomer kecil merupakan penyebab flavonoid mampu berdifusi melewati
membran dan masuk ke dalam sel.
Hasil uji sitotoksik ekstrak etanol daun benalu kersen (D. pentandra L. Miq)
berprinsip dari metode MTT adalah terjadinya reduksi garam kuning tetrazolium MTT
(3-(4,5-dimetiltiazol-2-il)-2,5-difeniltetrazolium
bromid)
oleh
sistem
reduktase.
Suksinat tetrazolium yang termasuk dalam rantai respirasi dalam mitokondria sel-sel
yang hidup membentuk kristal formazan berwarna ungu dan tidak larut air. Enzim
suksinat dehidrogenase pada mitokondria sel hidup mampu memecah MTT menjadi
kristal formazan (CCRC, 2012).
(i)
Gambar 16.
(ii)
Morfologi sel Raji sebelum Uji MTT, (i) Sel Raji kontrol uji tanpa
penambahan ekstrak, (ii) Sel Raji setelah penambahan ekstrak etanol 96
% daun benalu kersen 200 μg/ml
commit to user
lviii
42
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
43
A
(i)
(ii)
A
Gambar 17. Morfologi sel Raji setelah Uji MTT; (i) Sel Raji kontrol uji tanpa
penambahan ekstrak, (ii) Sel Raji setelah penambahan ekstrak etanol 96
% daun benalu kersen 200 μg/ml dan Reagen MTT, (A) Sel hidup
membentuk formazan
Hasil pemeriksaan menunjukkan bahwa terjadinya penurunan jumlah sel Raji
yang hidup seiring dengan peningkatan penambahan konsentrasi ekstrak uji (Tabel 2).
Berdasarkan hasil dari persentase kematian sel, dilakukan analisis data dengan
kurva/grafik regresi linier yang dapat dilihat pada Gambar 17.
Tabel 2. Hasil Uji Sitotoksik Ekstrak Benalu Kersen
Konsentrasi (μg/ml)
% Sel Hidup
Ekstrak
Kontrol
25
26,99161
86,37317
50
35,90147
87,52621
100
49,79036
87,78826
200
57,28512
86,16352
400
80,34591
86,79245
(ii)
(i)
Gambar 18. Grafik hubungan antara presentase kehidupan dengan log konsenstrasi
sampel: (i) ekstrak etanol daun benalu kersen, (ii) kontrol pelarut
(DMSO)
commit to user
lix
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Korelasi antara konsentrasi ekstrak yang digunakan dengan persentase kematian
sel dapat dilihat dari koefiesien determinasi (R2) berganda dimana nilai koefisiennya
antara 0≤ 1.Nilai R2 yang semakin besarmendekati 1 merupakan indikator yang
menunjukkan semakin kuatnya kemampuan variabel independen yang dalam hal ini
adalah ekstrak etanol daun benalu kersen dalam mempengaruhi kondisi variabel
dependen (kematian sel Raji) (Ulupui, 2007).
Berdasarkan Gambar 17. terlihat bahwa nilai R2 grafik uji sitotoksik ekstrak
mendekati 1 (R² = 0,947), semakin tinggi konsentrasi ekstrak uji semakin rendah
persentase sel Raji yang hidup, hal ini menandakan bahwa terdapat hubungan (korelasi
positif) yang sangat kuat antara konsentrasi ekstrak dengan persentase kematian sel uji,
dimana kematian sel merupakan akibat dari pengaruh ekstrak. Sedangkan pada grafik
kontrol nilai R2 mendekati 0 (R² = 0,059), dimana semakin mendekati 0, penggunaan
pelarut hubungannya sangat lemah (diabaikan, dianggap tidak ada) dalam pengaruhnya
terhadap kematian sel uji.
Nilai IC50 sel Raji, setelah penambahan ekstrak uji didapatkan angka 155,267
µg/ml (Lampiran 14). Ernawati (2010) menjelaskan bahwa uji sitotoksik digunakan
untuk menentukan parameter nilai IC50-24 jam. Nilai IC50-24 menunjukkan nilai
konsentrasi yang menghasilkan hambatan proliferasi sel sebesar 50% dan nilai ini
merupakan patokan untuk melakukan uji pengamatan kinetika proliferasi sel.
Nilai LC50 sel Raji (Lampiran 14), setelah penambahan ekstrak uji didapatkan
angka 155,344 µg/ml, menurut Meyer et al. (1982) ekstrak uji dianggap toksik bila
memiliki nilai LC50 30-1000 μg/ml, dan sedangkan jika dilihat dari kemurniannya,
menurut menurut Anderson (1991) dalam Aprelia & Suyatno (2013) suatu senyawa
murni dianggap memiliki aktivitas biologis terhadap sel kanker/toksik apabila nilai
LC50<200 μg/ml dan ekstrak dianggap memiliki aktivitas biologis apabila nilai
LC50<1000 μg/ml. Berdasarkan dua pernyataan tersebut maka bisa disimpulkan bahwa
ekstrak etanol daun benalu kersen (D. pentandra L. Miq) memiliki efek sitotoksik
terhadap sel Raji. Sifat toksik ekstrak uji terhadap sel Raji ini kemungkinan disebabkan
oleh metabolit sekunder yang memiliki sifat antikanker yang terkandung di dalam
ekstrak uji. Metabolit sekunder tersebut diantaranya adalah flavonoid (kuersetin),
alkaloid, tanin, saponin dan terpenoid.
commit to user
lx
44
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
D. Uji Doubling Time
Uji Doubling Time menggunakan larutan uji dengan seri kadar yang kurang
mematikan (di bawah IC50). Inkubasi dilakukan pada jam ke 24, 48 dan 72. Data jumlah
sel yang hidup pada jam 24, 48 dan 72 dibuat grafik antara jumlah sel yang hidup dan
lama waktu inkubasi (jam). Potensi antiproliferatif suatu senyawa dianalisis melalui
persentase pertumbuhan sel dalam kelipatan waktu inkubasi (doubling time). Semakin
berkurangnya jumlah sel hidup dalam kelipatan waktu inkubasi menunjukan adanya
potensi antiproliferatif pada bahan uji (Kusumadewi, 2011).
Tabel 3. Hasil uji sitotoksik kontrol DMSO pada inkubasi 24, 48, dan 72 jam
Konsentrasi
% Sel Hidup
(μg/ml)
24 Jam
48 Jam
72 Jam
101,0427
99,24411 100,2279
38,75
94,31551
100,0741 97,01032
77,5
99,56273
101,1412 98,19011
155
Gambar 19. Grafik hubungan antara presentase sel uji hidup dengan waktu inkubasi
24 jam, 48 jam, dan 72 jam; (i) kontrol DMSO 38,75 μg/ml,
(ii) kontrol DMSO 77,5 μg/ml, (iii) kontrol DMSO 155 μg/ml
Analisis Doubling Time yang pertama menggunakan grafik hubungan yang
tampak pada Gambar 18. yang menunjukkan bahwa lamanya waktu inkubasi
hubungannya rendah pada konsentrasi pelarut DMSO 38,75 μg/ml dan 155 μg/ml, dan
konsentrasi 77,5 μg/ml, dengan nilai R2 secara berturut-turut 0,216; 0,204; dan 0,218.
Hasil tersebut menunjukkan bahwa pelarut DMSO tidak memberikan efek terhadap
commitwaktu
to userinkubasi.
kondisi sel Raji hubunganya dengan pengaruh
lxi
45
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
46
Tabel 4. Hasil uji sitotoksik ekstrak etanol daun benalu kersen (D. pentandra L. Miq)
pada inkubasi 24, 48, dan 72 jam
Konsentrasi
% Sel Hidup
(μg/ml)
24 Jam
48 Jam
72 Jam
97,54457
61,89418 37,48492
38,75
83,01379
46,42063 12,38772
77,5
56,71039
32,42923 3,861107
155
Gambar 20.
Grafik hubungan antara presentase sel uji yang hidup dengan waktu
inkubasi 24 jam, 48 jam, dan 72 jam; (i) konsentrasi ekstrak 38,75
μg/ml, (ii) konsentrasi ekstrak 77,5 μg/ml, (iii) konsentrasi ekstrak 155
μg/ml
Grafik hubungan pada Gambar 17 yang menunjukkan bahwa lamanya waktu
inkubasi berpengaruh sangat kuat (R2 konsentrasi ekstrak 38,75μg/ml = 0,999; 77,5
μg/ml= 0,97; dan 155μg/ml= 0,937) dengan penurunan jumlah persentase sel uji pada
seluruh konsentrasi ekstrak yang digunakan, semakin tinggi konsentrasi ekstrak etanol
daun benalu kersen (D. pentandra L. Miq) semakin rendah persentase sel yang hidup
(korelasi negatif).
commit to user
lxii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
A
A
A
(i)
(ii)
(iii)
)
Gambar 21. Morfologi sel Raji pada uji doubling time konsentrasi ekstrak uji 155
µg/ml:(i) 24 jam, (ii) 48 jam, (iii) 72 jam, (A) kristal formazan
Gambar 21. menunjukkan secara visual terlihat bahwa ekstrak etanol benalu
berpengaruh terhadap kondisi sel Raji, pada konsentrasi uji 155 µg/mL dari inkubasi 24
jam pertama ke inkubasi 48 jam terlihat beberapa sel tidak mampu membentuk kristal
formazan, dan pada inkubasi 72 jam sel yang tidak mampu membentuk kristal formazan
semakin banyak, tidak terbentuknya kristal formazan menandakan sel mengalami
kematian.
Hasil uji Doubling Time sebelum dianalisis secara statistik menggunakan uji
korelasi terlebih dahulu diuji normalitas datanya menggunakan SPSS 17.0, tujuan uji
normalitas adalah untuk menentukan apakah sebaran datanya normal atau tidak. Hasil
uji normalitas menunjukkan signifikansi > 0,05 pada semua perlakuan (Lampiran 15),
sehingga bisa disimpulkan bahwa sebaran datanya normal, oleh karena sebaran datanya
normal maka uji korelasi menggunakan uji Pearson.
Berdasarkan hasil uji statistik menggunakan analisis korelasi Pearson (Lampiran
15) menunjukkan hasil bahwa terdapat korelasi positif yang sangat lemah dan tidak
bermakna (r=0,018; P=0,930) antara persentase sel Raji pada DMSO dengan waktu
inkubasi, serta terdapat korelasi positif yang sangat lemah dan tidak bermakana
(r=0,008; P=0,969) antara persentase sel Raji pada DMSO dengan konsentrasi uji. Hal
ini menunjukkan bahwa peningkatan konsentrasi DMSO dan lama waktu tidak
memberikan pengaruh terhadap kondisi sel uji.
Hasil uji statistik pada sel Raji yang diberi perlakuan ekstrak uji menunjukkan
bahwa terdapat korelasi negatif yang sangat kuat dan bermakna (r=-0,854; P=0,00)
commit
to user korelasi negatif yang sedang dan
antara persentase sel uji dengan lama waktu
inkubasi,
lxiii
47
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
bermakana (r=-0,472; P=0,013) antara jumlah persentase sel Raji dengan kenaikan
konsetrasi ekstrak uji, serta korelasi negatif yang sangat lemah dan tidak bermakana (r=0,004; P=0,986) antara jumlah persentase sel Raji dengan jumlah persentase sel Raji
pada DMSO. Hal ini menunjukkan bahwa semakin meningkatnya konsentrasi ekstrak
uji dan semakin lamanya waktu inkubasi dapat menurunkan persentase sel Raji yang
hidup, dan penurunan yang terjadi pada sel Raji yang diberi ekstrak uji bukan karena
mendapat pengaruh dari pelarut DMSO. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa
ekstrak uji yaitu ekstrak etanol daun benalu (D. pentandra L Miq.) memiliki potensi
antiproliferasi terhadap sel Raji.
Penghambatan pertumbuhan sel Raji oleh ekstrak etanol daun benalu (D.
pentandra L Miq.) kemungkinan terkait dengan efek pada proses oksidatif yang
diinduksi oleh metabolit sekunder yang terkandung di dalamnya. Menurut Hadiyah dkk.
(2009) pengaturan proliferasi sel pada berbagai jenis tipe sel mamalia dimediatori oleh
ikatan sitokin, growth factor dan hormon yang spesifik terhadap reseptor permukaan
sel.
Kandungan metabolit sekunder pada ekstrak etanol daun benalu kersen (D.
pentandra L Miq.) kemungkinan merupakan penyebab utama terjadinya penghambatan
proliferasi sel Raji, metabolit sekunder tersebut di antaranya flavonoid (kuersetin),
alkaloid, terpenoid, saponin dan tanin. Beberapa penelitian sebelumnya menjelaskan
bahwa senyawa-senyawa tersebut memiliki potensi dalam menghambat proliferasi sel
kanker.
1.
Flavonoid (Kuersetin)
Menurut Ikawati (2008) kuersetin dapat beraksi sebagai antikanker pada
regulasi siklus sel. Kuersetin juga memiliki aktivitas antioksidan yang
dimungkinkan oleh komponen fenoliknya yang sangat reaktif. Kuersetin akan
mengikat spesies radikal bebas sehingga dapat mengurangi reaktivitas radikal bebas
tersebut.
commit to user
lxiv
48
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Gen P53
Transkripsi DNA
Translasi DNA
inhibisi
Kerusakan DNA
ciclin
P53
P53
P21
P21
ciclin
cdk
RB
RB
E2F
Kuersetin
Ekstrak Etanol
Benalu Kersen
cdk
E2F
Rb-E2F terfosforilasi
Rb-E2F tidak terfosforilasi
proliferasi
G1 Arrest
kanker
Proliferasi
Gambar 22. Konsep mekanisme kerja kuersetin (flavonoid) dalam mempengaruhi
sel kanker (Saifillah, 2011; Hastuti & Lubis, 2011)
Gen-gen EBV yang dapat bekerja sebagai onkogen untuk merangsang
terjadinya kanker nasofaring adalah latent membrane protein-1 (LMP-1) dan
Epstein Barr Virus Nuclear Antigen-2 (EBNA-2) (Hastuti & Lubis, 2011).
Ongkogen virus EBV berikatan dengan supresor tumor p53 pada saat terjadinya
infeksi yang berakibat pada mutasi gen pengkode protein p53. Gen ini akan
mengkode protein p53 mutan. Protein ini gagal mengaktivasi protein p21 yang
berperan
menginhibisi
aktifitas
cyclin-cdk.
Cyclin-cdk
dibutuhkan
untuk
mengakibatkan hiperfosforilasi RB (retinoblastoma) dan melepaskan E2F. RB
merupakan berkas genetik yang berperan sebagai mitogen di dalam siklus sel dan
memelihara struktur kromatin, serta merupakan faktor transkripsi yang mengikat
faktor transkripsi E2F, dan berfungsi untuk menekan pertumbuhan tumor,
sedangkam E2F adalah gen yang dibutuhkan sel untuk masuk ke fase S sehingga
sel akan berproliferasi. Ikatan pRB-E2F menghambat gen yang mengatur sel keluar
dari fase G1. Jika E2F tidak terikat
commit akan
to usermenyebabkan E2F menstimulasi
lxv
49
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
proliferasi sel. Kegagalan protein p53 mutan akan mengakibatkan sel berproliferasi
terus-menerus (hiperproliferasi). Kuersetin seperti yang terlihat pada Gambar 11
mampu menghambat ekspresi protein p53 mutan yaitu melalui inhibisi pada
translasi mRNA p53. Penghambatan pada protein p53 mutan menyebabkan sel
tertahan di fase G2-M pada siklus sel. Check point pada fase ini akan memperbaiki
DNA yang rusak dan jika tidak berhasil maka akan memacu sel untuk apoptosis.
Kerusakan DNA pada keadaan normal akan meningkatkan produksi protein p53.
Protein ini akan mengaktifkan protein p21 yang berfungsi menghambat aktivitas
cyclin-cdk. Penghambatan ini akan menyebabkan Rb tidak terfosforilasi sehingga
E2F tidak aktif. Jika E2F tidak aktif, gen tidak mampu mentranskripsikan DNAnya.
Sel akan berhenti di G1 dan mengalami reparasi. Jika reparasi gagal, sel akan
diinduksi untuk apoptosis (Saifillah, 2011).
2.
Alkaloid
Potensi senyawa alkaloid sebagai antikanker diduga melalui tahapan awal
menghambat enzim DNA Topoismerase II pada sel kanker (Gambar 13), dengan
dihambatnya aktivitas enzim DNA Topoisomerase, maka proses terjadinya ikatan
antara enzim dengan DNA sel kanker semakin lama, sehingga akan terbentuk
Protein Linked DNA Breaks (PLDB), akibatnya terjadi fragmentasi atau kerusakan
DNA sel kanker dan selanjutnya berpengaruh terhadap proses replikasi sel kanker.
Selanjutnya gen p53 sebagai gen supresor tumor akan terakumulasi, menghentikan
replikasi DNA pada check point dan memberi kesempatan kepada DNA untuk
memperbaiki diri. Bila proses perbaikan gagal, p53 akan merangsang mitokondria
mengeluarkan sitokrom c ke sitosol, dan dalam hal ini akan dihalangi oleh antiapoptosis member yaitu gen Bcl-2. Di dalam sitosol sitokrom c bersama dengan
Apoptosis Protease Activating Factor-1 (Apaf-1) dan pro-caspase 9 membentuk
caspase 9, komplek ini disebut apoptosome. Terbentuk caspase 9 sebagai caspase
awal akan mengaktifkan caspase eksekusioner, yaitu caspase 3, 6 dan 7 sehingga
dapat menyebabkan kematian sel secara apoptosis (Sukardiman dkk., 2006).
commit to user
lxvi
50
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 51
DNA Topoisomerase
II sel kanker
inhibisi
Alkaloid
Ekstrak Etanol Benalu Kersen
Protein Linked DNA Breaks
Fragmentasi DNA
p53
G1 Arrest
Repair
Proliferasi
Gambar 23. Konsep mekanisme kerja alkaloid dalam mempengaruhi
sel kanker (Sukardiman dkk., 2006)
3.
Terpenoid
Potensi senyawa terpenoid dalam fungsinya sebagai antikanker adalah dapat
memblok siklus sel pada fase G2/M dengan menstabilkan benang-benang spindle
pada fase mitosis sehingga menyebabkan proses mitosis terhambat. Pada tahap
selanjutanya, akan terjadi penghambatan proliferasi sel dan pemacuan apoptosis.
Senyawa terpenoid juga mampu menghambat enzim topoisomerase pada sel
mammalia (Gambar 16). Ada dua kelas enzim topoisomerase pada sel mamalia,
tipe I yang memotong dan memecah untai tunggal dari DNA dan tipe II yang
memotong dan memecah DNA untai ganda. Inhibitor enzim topoisomerase akan
menstabilkan kompleks topoisomerase dan DNA terpotong, sehingga dapat
menyebabkan terjadinya kerusakan DNA. Adanya kerusakan DNA dapat
menyebabkan terekspresinya protein proapoptosis sehingga dapat memacu
terjadinya apoptosis (Setiawati dkk.,commit
2007).to user
lxvii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
52
Siklus Sel Kanker
Fase
S2/M
inhibisi
terpenoid
Ekstrak Etanol Benalu Kersen
Benang-benang spindle stabil
Mitosis terhambat
Proliferasi
Gambar 24. Konsep mekanisme kerja terpenoid dalam mempengaruhi sel
kanker (Setiawati dkk., 2007)
4.
Saponin
Senyawa saponin telah diketahui dapat menghambat pembentukan Bcl-2 yang
diekspresikan terlalu tinggi, menginduksi protein caspase-3 yang diekspresikan
terlalu rendah, meningkatkan ekspresi p53, dan dapat pula memicu G1 cell cycle
arrest (Fitria dkk., 2011).
Siklus Sel
P53
P53
BCl2
BCL2
inhibisi
Citokrom c
Saponin
Ekstrak Etanol Benalu Kersen
Citokrom c
Survival cell
Caspase 3
proliferasi
G1 Arrest
kanker
Proliferasi
commit to user
Gambar 25. Konsep mekanisme lxviii
kerja saponin dalam mempengaruhi sel
kanker (Fitria dkk., 2011; Hermawan, 2012)
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
53
Anggota antiapoptotik famili Bcl-2 (Bcl-2, Bel-xL) menghambat pelepasan
cytochrome c, Smac/Diablo, dan apaf-1 mitokondria via formasi apoptosom bisa
mengaktivasi caspase 9 yang akhirnya mengaktivasi downstream caspase 3
(Gambar 18). Dominasi anggota famili antiapoptotik seperti Bcl-2 dan Bcl-xL bisa
mempromosikan survival sel karena apoptosis tergantung dari keseimbangan
anggota famili Bcl-2 (Hermawan, 2012).
5.
Tanin
Tanin memiliki sifat antioksidan yang lebih tinggi daripada vitamin E dan C,
serta lebih stabil. Sifat tanin yang demikian membuat tanin menjadi senyawa yang
mampu mencegah penyakit degeneratif, salah satunya adalah kanker (Suarni &
Subagio, 2013). Potensi tanin sebagai antikanker adalah berperan sebagai
antiproliferatifsel kanker yang bekerja pada tingkat sel dengan memblokade fase S
atau sintesis dari siklus sel, pada fase sintesis, sel akan melakukan sintesis DNA
dan terjadi proses replikasi kromosom (Mustafida dkk., 2014; Albert et al., 2008).
inhibisi
Siklus Sel
P27
ciclin
cdk
Tanin
Ekstrak Etanol
Benalu Kersen
P27
ciclin
cdk
Fase Sintesis
G1 Arrest
proliferasi
Proliferasi
kanker
Gambar 26.
Konsep mekanisme kerja tanin dalam mempengaruhi sel kanker
(Suarni & Subagio, 2013; Priyanto, 2011; Budiyastomo, 2010)
Senyawa tanin yang merupakan senyawa polifenol dapat juga meningkatkan
protein p27 yang menghambat siklus sel (Nam et al. 2001 dalam Sahid et al. 2013).
Protein p27 adalah protein yang mengikat
commit siklin
to userdan cdk sehingga terjadi hambatan
lxix
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
54
menuju fase S (Wuryanto dkk, 2004), penurunan protein p27 merupakan ciri self
sufficiency of growth signal yang berkaitan dengan peningkatan ikatan Cyclin CDK (Priyanto, 2011). CDK merupakan protein yang mengatur transisi fase G1 ke
S, penghentian sel pada fase G1 akan memberikan kesempatan sel yang mengalami
kerusakan untuk dikenali dan melanjutkan proses apoptosis. Penekanan
cdk
(Gambar 25) mampu menyebabkan penghentian siklus sel pada fase G1 sehingga
proses repair maupun apoptosis dapat berlangsung (Budiyastomo, 2010).
commit to user
lxx
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, maka dapat disimpulkan
bahwa:
1.
Ekstrak etanol daun benalu kersen (D. pentandra L. Miq.) memiliki kandungan
senyawa metabolit sekunder yang di antaranya adalah flavonoid (kuersetin),
alkaloid, tanin, saponin, dan terpenoid
2.
Ekstrak etanol daun benalu kersen (D. pentandra L. Miq.) memiliki kemampuan
menghambat proliferasi sel Raji, kemampuan ini ditunjukkan secara statistik
dengan nilai korelasi negatif yang kuat dan signifikan antara persen sel hidup
dengan waktu inkubasi (R= -0,854; P= 0,000); dan nilai korelasi yang sedang dan
signifikan antara persen sel hidup dengan konsentrasi ekstrak uji (R= -0,472; P=
0,013)
B. Saran
Setelah dilakukan penelitian ini maka saran yang perlu dilakukan adalah:
1.
Perlu dilakukan penelitian pengaruh tiap-tiap kandungan metabolit sekunder daun
benalu kersen terhadap pertumbuhan sel kanker, baik secara satuan metabolit
maupun kombinasi.
2.
Perlu dilakukan uji terhadap berbagai fraksi pelarut seperti etil asetat, N Heksana,
dan eter dari daun benalu kersen untuk mendapatkan senyawa yang paling bersifat
toksik terhadap sel Raji.
3.
Perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui mekanisme apoptosis terhadap sel
Raji dan proses penghambatan proliferasi sel kanker menggunakan ekstrak daun
benalu kersen.
4.
Perlu dilakukan penelitian tentang efek apoptosis berbagai fraksi pelarut ekstrak
daun benalu kersen terhadap sel Raji
commit to user
lxxi
55
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
56
DAFTAR PUSTAKA
Albert, B., Johnson, A., Lewis, J., Raff, M., Robert, K., and Walter, P. 2008. Molecular
Biology of the Cell Fifth Edition Chapter 17 The Cell Cycle. Garland Science: New
York.
Alegantina, S & Isnawati, A. 2010. Ekstrak Metanol Artemisia Annua L. Secara
Kromatografi Lapis Tipis-Densitometri. Buletin Penelitian Kesehatan 38 (1): 17 –
28.
ACS (American Cancer Society). 2013. Nasopharyngeal Cancer. American Cancer
Society. Atlanta. www.cancer.org/acs/groups/cid/documents/webcontent/003124pdf.pdf. diunduh pada tanggal 7 Desember 2013.
Andini, N.A.M & Windarti, I. 2014. Potensi Kulit Pisang Ambon (Musa sapientum)
Sebagai Agen Kemopreventif dan Ko-Kemoterapi pada Kanker Payudara. Medical
Journal Of Lampung University 3 (5): 123-129.
Andriyani, D., Utami, P I., & Dhiani, B A. 2010. Penetapan Kadar Tanin Daun
Rambutan (Nephelium lappaceum.L ) Secara SpektrofotometrI Ultraviolet Visibel.
Pharmacy 07 (02): 1-11.
Andriani, A. 2011. Skrining Fitokimia dan Uji Penghambatan Aktivitas Alpha
Glukosidase pada Ekstrak Etanol dari Beberapa Tumbuhan yang Digunakan
sebagai Obat Antidiabetes. Skripsi. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan
Alam. Universitas Indonesia.
Aprelia, F & Suyatno. 2013. Senyawa Metabolit Sekunder Dari Ekstrak Etil Asetat
Tumbuhan Paku Christella arida Dan Uji Pendahuluan Sebagai Antikanker.
UNESA Journal of Chemistry 2 (3): 94-99.
Ariani, S. R. D., Susilowati, E., Susanti E. V. H & Setiyani. 2008. Uji Aktivitas Ekstrak
Metanol Daun Jambu Biji (Psidium guajava L.) sebagai Antifertilitas Kontrasepsi
pada Tikus Putih (Rattus norvegicus). Indonesian Journal of Chemistry 8 (2): 264270.
Ariwibowo, H. 2013. Faktor Risiko Karsinoma Nasofaring. Cermin Dunia Kedokteran
204/ 40 (5): 348-351.
Astuty, S.J. 2010. Hubungan Ekspresi Latent Membrane Protein 1 Dengan Berbagai
Stadium Tumor Dan Jenis Histopatologi Pada Karsinoma Nasofaring. Tesis.
Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara Program Pendidikan Dokter
Spesialis Bidang Studi Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Bedah Kepala
Dan Leher. Medan.
ATCC (American Type Culture Collection).
2011.
MTT Cell Proliferation Assay. U.S.,
commit
to user
Canada, and Puerto Rico. www.atcc.org. diunduh pada tanggal 21 Januari 2014.
lxxii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Biranti, F., Nursid, M., Cahyono, B. 2009. Analisis Kualitatif B-Karoten dan Uji
Aktivitas Karotenoid Dalam Alga Coklat Turbiniria decurrens. Jurnal Sains dan
Matematika 7 (2): 90-96.
Budiyastomo, H. 2010. Pengaruh Pemberian Fraksi Etanolik Bawang Dayak Terhadap
Tingkat Ekspresi Cyclin-e Galur Sel Kanker Serviks Uteri HeLa. Tesis. Program
Pendidikan Dokter Spesialis I Obstetri Ginekologi. Fakultas Kedokteran
Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Cahyanti, R.D. 2008. Bcl-2 dan Indeks Apoptosis pada Hiperplasia Endometrium NonAtipik Simpleks dan Kompleks. Tesis. Program Pasca Sarjana Magister Ilmu
Biomedik dan Program Pendidikan Dokter Spesialis I Obstetri Ginekologi
Universitas Diponegoro. Semarang.
CCRC (Cancer Chemoprevention Research Center). 2010. Prosedur Tetap Uji
Pengamatan Proliferasi Sel (Doubling Time). Fakultas Farmasi Universitas Gadjah
Mada. Yogyakarta.
CCRC (Cancer Chemoprevention Research Center). 2012. Prosedur Tetap Uji
Sitotoksik Metode MTT. Fakultas Farmasi Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.
Cullen, B.R. 2010. Epstein-Barr Virus. Researh Article. Department of Molecular
Genetics and Microbiology. Duke University Health System.
Dahlan, M S. 2009. Statistik untuk Kedokteran dan Kesehatan. Salemba Medika:
Jakarta.
Dewi, I.D.A.D.Y., Astuti, K.W.1, & Warditiani, N.K. 2013. Skrining Fitokimia Ekstrak
Etanol 95% Kulit Buah Manggis (Garcinia mangostana L.). Skripsi. Fakultas
Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Udayana. Bali.
Diastuti, D., Warsinah., & Purwati. 2009. Aktivitas Antikanker Ekstrak Etanol Daun
Rhizopora mucronata Terhadap Larva Udang Artemia salina Leach dan Sel Raji.
Molekul 4(1): 12 – 20.
Djajanegara, I. 2008. Uji Sitotoksisitas Ekstrak Ethanol 70 % Herba Ceplukan (Physalis
angulata Linn.) Terhadap Sel WiDr Secara In Vitro. Jurnal Valensi 1 (3): 149-156.
Ernawati, F. 2010. Uji Sitotoksik Isolat Aktif Dari Ekstrak Kloroform Rumput Mutiara
(Hedyotis corymbosa (L.) Lamk.) Terhadap Sel Hela Dan Siha. Skripsi. Fakultas
Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sebelas Maret
Fajriah, S., Darmawan, A., Sundowo A & Artanti, N. 2007. Isolasi Senyawa
Antioksidan dari Ekstrak Etil Asetat Daun Benalu Dendrophthoe pentandra L. Miq
yang Tumbuh pada Inang Lobi-Lobi. Jurnal Kimia Indonesia 2 (1): 17-20.
commit to user
lxxiii
57
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Fitria, M., Armandari, I., Septhea, D.B., Ikawati, M & Meiyanto, E. 2011. Ekstrak
Etanolik Herba Ciplukan (Physalis angulata L.) Berefek Sitotoksik dan
Menginduksi Apoptosis pada Sel Kanker Payudara MCF-7. Bionatura Jurnal IlmuIlmu Hayati dan Fisik 13 (2):101-107.
Freshney, R.I. 2006. Basic Principles of Cell Culture. Centre for Oncology and Applied
Pharmacology. Cancer Research UK Beatson Laboratories, Garscube Estate,
Bearsden, Glasgow G61 1BD, Scotland, UK. John Wiley & Sons, Inc.
Hadi, R.S. 2011. Mekanisme Apoptosis Pada Regresi Sel Luteal. Majalah Kesehatan
Pharma Medika 3 (1): 246-254.
Hadiyah, Z.K., Widyarti, S & Widodo, M.A. 2009.Ekstrak Propolis Lokal Mempunyai
Efek Sitotoksik dan Antiproliferatif Terhadap Sel HeLa.Jurnal Kedokteran
Brawijaya 25 (1): 17-22.
Hartono, N.W.B. 2009. Pengaruh Alpinia galanga (Lengkuas) Terhadap Aktivitas
Proliferasi Sel dan Indeks Apoptosis Pada Adenokarsinoma Mamma Mencit C3H.
Tesis. Program Pasca Sarjana Magister Ilmu Biomedik dan Program Pendidikan
Dokter Spesialis I Patologi Anatomi Universitas Diponegoro Semarang.
Hastuti, N.W & Lubis, H.M.L. 2011. Manfaat Pemeriksaan Imunohisto(sito)kimia.
Cermin Dunia Kedokteran 186/38 (5): 384-386.
Hermawan, A.G. 2012. Mekanisme Apoptosis pada Sepsis. Bagian Alergi-Imunologi
dan Penyakit Tropik Infeksi. Majalah Kedokteran Terapi Intensif 2 (1): 26-32.
IARC (International Agency for Research on Cancer ). 1997. Epstein-Barr Virus. IARC
Working Group.
Ide, I. 2008. Dark Chocolate Healing. Elex Media Komputindo: Jakarta
Indrowati, M & Soegihardjo, C.J. 2005. Materi Pembelajaran Biologi (Biokimia):
Deteksi Flavonoid Ekstrak Daun Kluwih (Artorpus altilis Park.). Bioedukasi 2 (2):
61-64.
Ikawati, M., Wibowo, A.E., Navista, S.O.U., & Adelina, R. 2008. Pemanfaatan Benalu
Sebagai Agen Antikanker, International Seminar of Indonesia – Malaysia Update
2008, Universitas Gadjah Mada dan Universiti Sains Malaysia.
Ikawati, Z., Nugroho, A.E., & Werdhinindah, W. 2006. Efek Ekstrak Etanol Daun
Erythrina fusca Lour(Cangkring) Terhadap Penekanan Ekspresi Enzim
Siklooksigenase–2 pada Kultur Sel Raji. Majalah Farmasi Indonesia, 17(2): 85 –
90.
commit to user
lxxiv
58
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Ikawati, Z., Nugroho, A.E., &Widyah, A., 2007, Penekanan ekspresi enzim COX-2
pada kultur sel Raji oleh ekstrak kloroform daun Erythrina fusca Lour.Majalah
Obat Tradisional, 11: 19-23.
Kalangi, S.J.R. 2011. Peran Integrin pada Angiogenesis Penyembuhan Luka. Cermin
Dunia Kedokteran 184/38 (3): 177-181.
Katrin., Soemardji, A.A., Soeganda, A.G., Soediro, I & Kosasih, P.W. 2005. Pengaruh
Berbagai Ekstrak Dari Daun Benalu Duku (Dendrophthoe pentandra L.Miq.)
Terhadap Sistem Imun Mencit. Jurnal Bahan Alam Indonesia 4 (1): 236-239.
Keman, K., Prasetyorini, N., & Langgar, M.J. 2008. Jumlah Sel Trofoblas Yang
Mengalami Apoptosis Pada Pre Eklampsia/Eklampsia Lebih Tinggi Dibandingkan
Kehamilan Normal. Jurnal Kedokteran Brawijaya 24 (2): 1-7
Kentjono, W.A. 2003. Perkembangan Terkini Penatalaksanaan Karsinoma Nasofaring.
Lab / SMF Ilmu Penyakit THT. Majalah Kedokteran Tropis Indonesia 14 (2): 1-39.
Khoiriyah, A. 2011. Uji Sitotoksisitas Ekstrak Spons Laut Aaptos suberitoides terhadap
Sel Kanker Kolon Widr secara In Vitro. Skripsi. Fakultas MIPA – Institut
Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya.
Koirewoa, Y.A., Fatimawali, F., & Wiyono, W.I. 2012. Isolasi Dan Identifikasi
Senyawa Flavonoid Dalam Daun Beluntas (Pluchea indica L.). Pharmacon 1 (1):
47-52.
Kusumadewi, S. W. 2011. Uji Efek Antiproliferatif Senyawa Eugenol Terhadap Kultur
Sel Kanker Serviks (HeLa Cell Line). Skripsi. Program Studi Farmasi Fakultas
Kedokteran Dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah
Jakarta.
Kusumowati dan Dian, I T. 2010. Uji Kombinasi Ekstrak Etil Asetat Daun Dewandaru
(Eugenia unifloria L.) dan Doxorubicin terhadap Proliferasi Sel Kanker Payudara
T47D. Tesis. Universitas Muhammadiyah Surakarta.
Laksmini, L.Y. 2013. Ekspresi P16INK4A Lebih Tinggi Pada Squamous Cell
Carcinoma Serviks Uteri Dibandingkan Dengan Cervical Intraepithelial Neoplasia
1, Cervical Intraepithelial Neoplasia 2, dan Cervical Intraepithelial Neoplasia 3.
Tesis. Program Pascasarjana Magister Biomedik Universitas Udayana
Lamson, D., Brignall., & Matthew, S.N.D. 2000. Antioxidants and cancer III:
Quercetin, Alternative Medicine Review 5 (3): 196-208.
Lazuardi, M. 2007. Aktivitas Antiproliferasi Ekstrak Etanol Kasar Dendrophtoe
pentandra L. Miq. Terhadap Kultur Mieloma. Jurnal Bahan Alam Indonesia 6 (3):
103-106
commit to user
Lonza. 2011. Ultra CULTURE™ Serum-free Medium. Lonza Walkersville, Inc.
lxxv
59
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Ma‟at, S. 2003. Tumbuhan Obat Untuk Pengobatan Kanker. Jurnal Bahan Alam
Indonesia 2 (4): 145-149.
Manggau, M., Alam, G., Mufidah., Bahar, A & Wahyudin, E. 2007. Selektivitas
Penghambatan COX1-2 Dan Aktivitas Antioksidan Ekstrak Herba Cepukan
(Physalis angulata Linn.). Majalah Obat Tradisional 13 (43): 1-8.
Marliana, S. D., Suryanti, V., & Suyono. 2005. Skrining Fitokimia dan Analisis
Kromatografi Lapis Tipis KomponenKimia Buah Labu Siam (Sechium edule Jacq.
Swartz.) dalam Ekstrak Etanol. Biofarmasi 3 (1): 26-31.
Marleen, F S., Syahruddin, E., Hudoyo, A & Endarjo, S. 2009. Ekspresi Protein Bcl-2
pada Sediaan Blok Parafin Jaringan Kanker Paru. Jurnal Respirologi Indonesia 29
(4): 1-14.
Maryati & Sutrisna, E.M. 2007. Potensi Sitotoksik Tanaman Ceplukan (Physalis
angulata L) Terhadap Sel HeLa. Pharmacon 8 (1): 1-6.
Meiyanto, D., Melannisa R., & Da‟i, M. 2006. Penurunan Ekspresi Bcl-2 Berperan
dalam Opoptosis Sel Kanker Payudara T47D yang diinduksi PGV-1 dan 17βEkstradiol. Pharmacon 7(2): 58-62.
Meyer, B.N., Ferrigni, N.R., Putnam, J.E., Jacobsen, L.B., Nicholas, D.E & Mc
Laughlin, J.L. 1982. Brine shrimp: A Convenient General Biossay for Active Plant
Constituent. Purdue University. Planta Medica 45: 31-34.
Muhidin, S.A & Abdurahman, M. 2007. Analisis Korelasi Regresi, Dan Jalur Dalam
Penelitian. Pustaka Setia Budi. Bandung.
Multiawati, N. 2013. Uji Antikanker Ekstrak Metanol Benalu Kelor (Helixanthera
sessiliflora (Merr.) Denser) Terhadap Cell Line Kanker Payudara T47D. Skripsi.
Program Studi Kimia Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri Sunan
Kalijaga. Yogyakarta.
Murti, H., Boediono, A., Setiawan. B., Sandra, F. 2007. Regulasi Siklus Sel: Kunci
Sukses Somatic Cell Nuclear Transfer. Division of Stem Cell, Stem Cell and
Cancer Institue. Jakarta. Cermin Dunia Kedokteran 34 (6/159): 312-316.
Mustikasari, K & Ariyani, D. 2008. Studi Potensi Binjai (Mangifera caesia) dan Kasturi
(Mangifera casturi) Sebagai Antidiabetes Melalui Skrining Fitokimia pada Akar
dan Batang. Jurnal Sains dan Terapan Kimia 2 (2): 64-73.
Mustafida, R Y., Al Munawir., dan Dewi, R. 2014. Efek Antiangiogenik Ekstrak Etanol
Buah Mahkota Dewa (Phaleria macrocarpa (Scheff.) Boerl.) pada Membran Korio
Alantois (CAM) Embrio Ayam. e-Jurnal Pustaka Kesehatan 2 (1): 4-8.
commit to user
lxxvi
60
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
National Center for Biotechnology Information (NCBI). 2014. Dendrophthoe
pentandra.
www.ncbi.nlm.nih.gov/Taxonomy/Browser/wwwtax.cgi?mode=Info&id=227894&
lvl=3&lin=f&keep=1&srchmode=1&unlock. diunduh pada tanggal 12 Desember
2014.
Ningsih, A.P.D, Sukardiman., & Ningsih, T. 2011. Uji Sitotoksisitas dan Efek Ekstrak
Spons Laut Aaptos suberitoides Terhadap Sel Kanker Payudara (T47D) Secara In
Vitro. Skripsi. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Teknologi
Sepuluh Nopember.
Nurani, L.H. 2011. Uji Sitotoksisitas, Antiproliferatif, Dan Pengaruhnya Terhadap
Ekspresi P53 Dan BCl2 Dari Fraksi Etanol Infusa Daun Teh (Camellia sinensis (L.)
O.K.) Terhadap Sel HeLa. Majalah Obat Tradisional 16 (1): 14 – 21.
Nursid, M., Wikanta, T., Fajarningsih, N.D & Marraskuranto, E. 2006. Aktivitas
Sitotoksik, Induksi Apoptosis dan Ekspresi Gen p53 Fraksi Metanol Spons Petrosia
cf. nigricans Terhadap Sel Tumor HeLa. Jurnal Pascapanen dan Bioteknologi
Kelautan dan Perikanan 1 (2): 103-110.
Padmasari, P D., Astuti, K W., Warditiani, N K. 2013. Skrining Fitokimia Ekstrak
Etanol 70% Rimpang Bangle (Zingiber purpureum Roxb.). Jurnal Farmasi
Udayana 2 (4): 1-4.
Pine, A.T.D., Alam, G. & Attamin., F., 2011, Standardisasi Mutu Ekstrak Daun Gedi
(Abelmoschus manihot (L.) Medik) Dan Uji Efek Antioksidan dengan Metode
DPPH. Tesis. Program Pascasarjana Universitas Hasanuddin, Makassar.
Pratiwi, R.H. 2014. Potensi Kapuk Randu (Ceiba pentandra Gaertn.) Dalam Penyediaan
Obat Herbal. E-Journal Widya Kesehatan Dan Lingkungan 1 (1): 53-60.
Priyatno, D. 2010. Paham Analisa Statistik dengan SPSS. Mediakom: Yokyakarta.
Priyanto, E. 2011. Studi Perbedaan Ekspresi p27 antara Endometrioma dan Karsinoma
Ovarii. Tesis. Program Pascasarjana. Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas
Maret Surakarta.
Purba, A.K.R. 2012. Evaluasi Interaksi Kuersetin Dan Doksorubisin Terhadap
Sitotoksisitas Dan Apoptosis Pada Sel MCF-7. Tesis. Program Studi Ilmu
Kedokteran Dasar & Biomedis Minat Utama Farmakologi. Program Pascasarjana
Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.
Puspasari, A. 2010. Perbedaan Kadar Hemoglobin Pada Pasien Karsinoma Nasofaring
Sebelum dan Setelah Radioterapi (Studi Observasional di RSUP Dr Kariadi
Semarang). Skripsi. Program Pendidikan Sarjana Kedokteran Fakultas Kedokteran
Universitas Diponegoro.
commit to user
lxxvii
61
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Puspitasari, E & Ulfa, E.U., 2009. Uji Sitotoksisitas Ekstrak Metanol Buah Buni
(Antidesma bunius (L) Spreng) terhadap Sel Hela. Jurnal ILMU DASAR 10(2): 181185.
Reece, J.B., Urry, L.A., Cain, M.L., Wasserman, S.A., and Minorsky, P.V. 2010.
Campbell Biology Ninth Edition. Benjamin Cummings.
Rohyami, Y. 2008. Penentuan Kandungan Flavonoid dari Ekstrak Metanol Daging
Buah Mahkota Dewa (Phaleria macrocarpa Scheff Boerl). Logika 5 (1): 1-8.
Rudiyanti, S & Ekasari, A.D. 2009. Pertumbuhan dan Survival Rate Ikan Mas (Cyprinus
carpio Linn) pada Berbagai Konsentrasi Pestisida Regent 0,3 G. Program Studi
Manajemen Sumber Daya Perairan, Jurusan Perikanan, Fakultas Perikanan dan
Ilmu Kelautan, Universitas Diponegoro. Jurnal Saintek Perikanan 5 (1): 39 – 47.
Sahid, A., Pandiangan, D., Siahaan, P., & R, M.J. 2013. Uji Sitoksisitas Ekstrak
Metanol Daun Sisik Naga (Drymoglossum piloselloides Presl.) terhadap Sel
Leukimia P388. Jurnal MIPA Unsrat Online 2 (2): 94-99.
Saifillah, E.S. 2011. Potensi Ekstrak Batang Benalu Randu (Dendropthoe pentandra)
Terhadap Penurunan Ekspresi Protein p53 Mutan pada Sel Kanker Serviks (Sel
HeLa) secara In Vitro. Skripsi. Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya.
Salimi, Y.K & Zakaria, F.R. 2012. Penghambatan Ekstrak Sorgum (Sorghum bicolor)
Terhadap Proliferasi Sel Kanker Limfoma. Sainstek 6 (5): 1-8.
Sarmoko & Larasati. 2012. Regulasi Siklus Sel. Journal Club. Cancer Chemoprevention
Research Center. Fakultas Farmasi. Universitas Gadjah Mada.
Seniwaty., Raihanah., Nugraheni, I K dan Umaningrum, D. 2009. Skrining Fitokimia
Dari Alang-Alang (Imperata Cylindrica L.Beauv) dan Lidah Ular (Hedyotis
Corymbosa L.Lamk). Sains dan Terapan Kimia 3 (2): 124 – 133.
Septyaningsih, D. 2010. Isolasi Dan Identifikasi Komponen Utama Ekstrak Biji Buah
Merah (Pandanus conoideus Lamk.). Skripsi. Fakultas Matematika Dan Ilmu
Pengetahuan Alam. Universitas Sebelas Maret. Surakarta
Setiarto, R.H.B. 2009. Deteksi Dan Uji Toksisitas LC50 Senyawa Aflatoksin B1, B2,
G1, G2 Pada Kacang Tanah (Arachis hypogaea L). Skripsi. Institut Pertanian
Bogor.
Setiawati, A., Septisetyani, E P., Wijayanti, T R., dan Rokhman, M R. 2007. Sambung
Nyawa (Gynura procumbens (Lour.) Merr.) Sebagai Agen Kemopreventif. Cancer
Chemoprevention Research Center. Fakultas Farmasi Universitas Gadjah Mada.
Sheng, W.R.J. 2004. Flora of China: Illustration Taxon: Dendrophthoe pentandra.
www.efloras.org/object_page.aspx?object_id=50593&flora_id=2. diunduh pada
commit to user
tanggal 09 Oktober 2014.
lxxviii
62
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Siahaan, A B., Azmi, J dan Anwar, L. 2014. Senyawa Flavonoid Dari Ekstrak Etil
Asetat Kulit Batang Tumbuhan Bauhinia hullettii Prain Dan Uji In Vitro Sel
Murine Leukemia P-388. Jurnal Online Mahasiswa 1 (1): 1-6.
Srisadono, A. 2008. Skrining Awal Ekstrak Etanol Daun Sirih (Piper betle Linn)
Sebagai Antikanker Dengan Metode Brine Shrimp Lethality Test (BLT). Artikel
Karya Tulis Ilmiah. Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro. Semarang.
Suarni dan Subagio, H. 2013. Potensi Pengembangan Jagung Dan Sorgum Sebagai
Sumber Pangan Fungsional. Jurnal Penelitian dan Pengembangan Pertanian 32
(2): 47-55.
Sudaryono, A. 2011. Teratogenitas Senyawa Flavonoid Dalam Ekstrak Metanol Daun
Benalu (Dendrophthoe pentandra (L) Miq. ) pada Mus musculus. Jurnal Exacta 9
(1): 1-8.
Sukandar, D., S. Hermanto & Lestari, E. 2008. Uji Toksisitas Ekstrak Daun Pandan
Wangi (Pandanus amaryllifolius Roxb.) Dengan Metode Brine Shrimp Lethality
Test (BSLT). Jurnal Valensi 1 (2): 63-70.
Sukardiman., Ekasari, W dan Hapsari, P.P. 2006. Aktivitas Antikanker dan Induksi
Apoptosis Fraksi Kloroform Daun Pepaya (Carica papaya L) terhadap Kultur Sel
Kanker Mieloma. Media Kedokteran Hewan 22 (2): 104-111.
Sumarny, R. 2006. Karakterisasi Kimiawi, Aktivitas Antiproliferasi Sel Lestari Tumor
dan Aktivitas Fagositosis Secara In-Vitro Dari Fraksi Bioaktif Rimpang Temu
Putih [Curcuma zedoaria (Christm) Roscoe]. Disertasi. Sekolah Pascasarjana
Institut Pertanian Bogor.
Sunaryo. 2008. Pemarasitan Benalu Dendrophthoe pentandra (L.) Miq. pada Tumbuhan
Koleksi Kebun Raya Cibodas, Jawa Barat. Bidang Botani, Puslit Biologi – LIP.
Jurnal Natur Indonesia 11(1): 48-58.
Sukandar, D., Hermanto, S., & Lestari, E. 2008. Uji Toksisitas Ekstrak Daun Pandan
Wangi (Pandanus amaryllifolius Roxb.) Dengan Metode Brine Shrimp Lethality
Test (BSLT). Jurnal Valensi 1 (2): 63-70.
Sundari, I. 2010. Identifikasi Senyawa Dalam Ekstrak Etanol Biji Buah Merah
(Pandanus conoideus Lamk.). Skripsi. Fakultas Matematika Dan Ilmu Pengetahuan
Alam Universitas Sebelas Maret. Surakarta.
Tomayahu, R.T. 2014.Identifikasi Senyawa Aktif dan Uji Toksisitas Ekstrak Daun
Binahong (Anrederacordifolia Ten.Steenis) dengan Metode Brine Shrimp Lethality
Test (BSLT). Thesis. Universitas Negeri Gorontalo.
Tracy, T.S and Kingston, R.L. 2007. Herbal Products. Humana Press Inc. Totowa,
New Jersey.
commit to user
lxxix
63
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Tringali, C. 2004. Bioactive Compounds from Natural Sources. Taylor & Francis eLibrary. New York.
Tulalamba, W & Janvilisri, T. 2012. Nasopharyngeal Carcinoma Signaling Pathway: An
Update on Molecular Biomarkers. International Journal of Cell Biology 2012
(594681): 1-10.
Ulupui, I.G.K.A. 2007. Analisis Pengaruh Rasio Likuiditas, Leverage, Aktivitas, dan
Profitabilitas Terhadap Return Saham (Studi pada Perusahaan Makanan dan
Minuman dengan Kategori Industri Barang Konsumsi di BEJ). Jurnal Ilmiah
Akuntansi dan Bisnis. Vol 1 (2): 1-20.
Wahyudi, P & Djajanegara, I. 2008. Pemakaian Sel Raji Dalam Uji Sitotoksisitas Fraksi
Ethanol Biji Mimba (Azadirachta indica). P3T Bioindustri BPPT. Berkala
Penelitian Hayati 14: 95–99.
Wardhani, L.K & Sulistyani N. 2012. Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak Etil Asetat
Daun Binahong Anredera scandens (L.) Moq.) Terhadap Shigella flexneri Beserta
Profil Kromatografi Lapis Tipis. Jurnal Ilmiah Kefarmasian 2 (1): 1-16.
WHO. 2005. Global Action Against Cancer. World Health Organization and
International Union Against Cancer. Geneva: Switzerland.
WHO. 2013. Viral Cancers - Epstein-Barr Virus. World Health Organization. Geneva:
Switzerland.
Windarti, I. 2013. Peran Topoisomerase dalam Proses Biologi Sel. Jurnal Kedokteran 3
(1): 76-79.
Wuryanto, M.A & Hestiningsih, R. 2004. Pengaruh Ekstrak Metanol Buah Makasar
(Bruce javanica L) dan Ubi Kayu (Ipomea batatas L) Terhadap Induksi Apoptosis
Sel Hela. Laporan Penelitian DIK Rutin. Fakultas Kesehatan Masyarakat.
Universitas Diponegoro. Semarang.
Yenita, A.A. 2012. Korelasi antara Latent Membrane Protein-1 Virus Epstein-Barr
dengan P53 pada Karsinoma Nasofaring (Penelitian Lanjutan). Jurnal Kesehatan
Andalas 1 (1): 1-5.
commit to user
lxxx
64
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Lampiran 1. Surat Keterangan Determinasi
commit to user
65
lxxxi
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Lampiran 2. Hasil Detrminasi
Determinasi tanaman bertujuan untuk memastikan kebenaran tanaman yang
digunakan pada penelitian ini yaitu tanaman benalu kersen (Dendrophthoe pentandra L.
Miq.), determinasi dilakukan dengan mengidentifikasi dan mencocokkan ciri-ciri
morfologi tanaman tersebut dengan kunci-kunci determinasi yang terdapat pada buku
Flora (Steenis, 1987) dan pada website Plantamor (2012). Determinasi tanaman penting
untuk dilakukan karena untuk menghindari kesalahan dalam pengambilan tanaman
yang akan diujikan. Pelaksanaan determinasi dilaksanakan di Laboratorium Institut
Ilmu Kesehatan Bhakti Wiyata Kediri.
Determinasi tanaman benalu kersen (Dendrophthoe pentandra L. Miq.)
didapatkan hasil: 1b_2b_3b_4b_6b_7b_9b_1Ob_11b-12b_13b_14a_15a (golongan
tumbuhan dengan daun tunggal dan tersebar); 109b_119a (family Loranthaceae
(sebangsa benalu)); 1b_2b_3a (genus Dendrophthoe). Data hasil determinasi
menunjukkan bahwa tanaman yang diidentifikasi tersebut adalah tanaman benalu
dengan nama spesies Dendrophthoe pentandra L. Miq.
commit to user
66
lxxxii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Lampiran 3. Alat Bahan Ekstraksi - Maserasi
A. Daun Benalu Kersen
(Dendrophthoe pentandra L.
Miq)
B. Pengeringan Bahan Uji
D. Maserasi
C. Penghalusan Bahan
E. Penguapan di Rotary Evaporator
F. Ekstrak
commit to user
67
lxxxiii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Lampiran 4. Alat dan Bahan Skrining Fitokimia
Silica Gel
Standar Kuersetin & Sampel
Ekstrak
Penotolan Bahan Uji KLT
Fase Gerak KLT
Reagen Uji Alkaloid
commit to user
lxxxiv
68
Reagen Uji Terpenoid
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Lampiran 5. Alat & Bahan Uji Sitotoksik/ Doubling Time
Media Komplit: Penisilin, Streptomycin, FBS, &
RPMI
Kultur Sel Raji dalam Flask
Inkubator CO2
Mikroplate 96
Mikroskop Inverted
ELISA Reader
commit to user
69
lxxxv
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Lampiran 6. Hasil Uji Sitotoksik & Doubling Time pada Microplate 96
Orientasi
Uji Sito Data
Doubling Time 48 Jam
Doubling Time 24 Jam
Doubling Time 72 Jam
commit to user
70
lxxxvi
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Lampiran 7. Scan Print Out ELISA Reader Hasil Sitotoksik
Orientasi
commit to user
71
lxxxvii
Sito Data
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Lampiran 8. Scan Print Out ELISA Reader Hasil Doubling Time
24 Jam
48 Jam
72 Jam
commit to user
lxxxviii
72
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Lampiran 9. Perhitungan Kepadatan Sel
A. Jumlah sel di dalam 4 kotak sedang = 185 sel
Berarti jumlah sel yang dihitung/ml adalah
= (185/4) x 104
= 46,25 x 104
= 462.500 sel/ml
B. Jumlah sumuran yang akan diisi sel uji
= 48 sumuran (dilebihkan menjadi 55)
= 55 sumuran x 100 µl
= 5.500 µl
C. Jumlah sel yang dibutuhkan adalah 2.104 x 55 sumuran = 1.100.000 sel
D. Karena setiap sumuran akan diisi
E. Jadi jumlah kultur sel yang diambil adalah
= 1.100.000/462.500
= 2,378 ml
= 2.378 µl + 3.122 µl MK (add 5500 µl)
commit to user
73
lxxxix
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Lampiran 10. Perhitungan Pembuatan Konsentrasi
1.
Stok Sampel
Ekstrak sebanyak 10 mg ditambah 50 µl DMSO ditambah 950 µl MK
= 10 mg ekstrak + 1000 µl pelarut (50 µl DMSO + 950 µl MK)
= 10.000 µg ekstrak/ml pelarut (A)
2.
Stok DMSO = 50 µl DMSO ditambah 950 µl MK (B)
3.
Konsentrasi sampel pada uji sitotoksik (400 µg/ml, 200 µg/ml, 100 µg/ml, 50
µg/ml, 25 µg/ml)
a. Sumuran sebanyak 6 buah (@ 100 µl): 3 sumuran untuk sampel + 3 sumuran
untuk kontrol MK)
b. Dibuat 8 (800 µl) sumuran untuk menanggulangi cairan yang menempel pada
dinding conicle tube),
c. Sistem pembuatan konsentrasi pengenceran setengah kalinya, oleh karena itu
stok dibuat 2 kalinya (800 µl x 2 = 1600 µl)
d. Uji sitotoksik sel Raji tidak menggunakan cara buang, maka konsentrasi awal
dibuat 2 kali lipat konsentrasi sebenarnya karena dalam prosesnya akan terdapat
penambahan sampel sel Raji dalam 100 µl media MK sehingga akan terjadi
pengenceran setengah kalinya (400 µg/ml dibuat 800 µg/ml)
(stok 1) = 400 µg/ml = 800 µg/ml = (800/A) x 1600 = 128 µl (A) + 1472 µl MK
(stok 2) = 200 µg/ml = 800 µl (stok 1) + 800 µl MK
(stok 3) = 100 µg/ml = 800 µl (stok 2) + 800 µl MK
(stok 4) = 50 µg/ml = 800 µl (stok 3) + 800 µl MK
(stok 5) = 25 µg/ml = 800 µl (stok 4) + 800 µl MK
4. Pembuatan konsentrasi DMSO sama seperti pembuatan konsentrasi sampel,
hanya saja menggunakan stok DMSO
commit to user
xc
74
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Lampiran 11. Perhitungan % Kematian Sel (Uji Sitotoksik)
Kematian Sel (%) =
Keterangan :
A= Absorbansi kontrol sel
B= Absorbansi kontrol media
C= Absorbansi kontrol sel + Ekstrak uji
D= Absorbansi kontrol media + Ekstrak uji
Sampel Ekstrak
A. Kadar 25 µg/ml
% sel mati 
(1,00883  0,37283)  (1,369  1,244)
x 100 %  80,3459 %
(1,00883  0,37283)
B. Kadar 50 µg/ml
% sel mati 
(1,00883  0,37283)  (1,191  0,91933)
x 100 %  57,2851 %
(1,00883  0,37283)
C. Kadar 100 µg/ml
% sel mati 
(1,00883  0,37283)  (1,0363  0,717)
x 100 %  49,79036 %
(1,00883  0,37283)
D. Kadar 200 µg/ml
% sel mati 
(1,00883  0,37283)  (0,9993  0,59166)
x 100 %  35,901467 %
(1,00883  0,37283)
E. Kadar 400 µg/ml
% sel mati 
(1,00883  0,37283)  (0,976  0,511666)
x 100 %  26,9916 %
(1,00883  0,37283)
Kontrol DMSO
A. Kadar 25 µg/ml
% sel mati 
(1,00883  0,37283)  (0,90433  0,355)
x 100 %  13,62683 %
(1,00883  0,37283)
B. Kadar 50 µg/ml
% sel mati 
(1,00883  0,37283)  (0,88433  0,35533)
x 100 %  16,8238 %
commit to user
(1,00883  0,37283)
xci
75
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
C. Kadar 100 µg/ml
% sel mati 
(1,00883  0,37283)  (0,88066  0,35533)
x 100 %  17,4004 %
(1,00883  0,37283)
D. Kadar 200 µg/ml
% sel mati 
(1,00883  0,37283)  (0,892  0,36566)
x 100 %  17,24318 %
(1,00883  0,37283)
E. Kadar 400 µg/ml
% sel mati 
(1,00883  0,37283)  (0,92733  0,375333)
x 100 %  13,2075 %
(1,00883  0,37283)
commit to user
76
xcii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Lampiran 12. Perhitungan % Kehidupan Sel (Doubling Time)
Kehidupan Sel (%) =
Keterangan :
A= Absorbansi kontrol sel
B= Absorbansi kontrol media
C= Absorbansi kontrol sel + Ekstrak uji
D= Absorbansi kontrol media + Ekstrak uji
Doubling Time 24 Jam
A. Kadar 155 µg/ml
% sel hidup 
(1,4873  1,20633)
x 100 %  56,71039 %
(1,0055  0,51)
B. Kadar 77,5 µg/ml
% sel hidup 
(1,3133  0,902)
x 100 %  83,01379 %
(1,0055  0,51)
C. Kadar 38,5 µg/ml
% sel hidup 
(1,197  0,71366)
x 100 %  97,54456 %
(1,0055  0,51)
Doubling Time 48 Jam
A. Kadar 155 µg/ml
% sel hidup 
(1,233  1,051)
x 100 %  32,4292 %
(1,03025  0,468)
B. Kadar 77,5 µg/ml
% sel hidup 
(1,063  0,802)
x 100 %  46,42063 %
(1,03025  0,468)
C. Kadar 38,5 µg/ml
% sel hidup 
(0,989  0,641)
x 100 %  61,894175 %
(1,03025  0,468)
commit to user
77
xciii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Doubling Time 72 Jam
A. Kadar 155 µg/ml
% sel hidup 
(1,04133  1,017333)
x 100 %  3,861107 %
(1,08025  0,45866)
B. Kadar 77,5 µg/ml
% sel hidup 
(0,90833  0,83133)
x 100 %  12,3877 %
(1,08025  0,45866)
C. Kadar 38,5 µg/ml
% sel hidup 
(0,90866  0,67566)
x 100 %  37,484917 %
(1,08025  0,45866)
commit to user
xciv
78
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Lampiran 13. Hasil Data Orientasi Uji Sitotoksik
Sampel Ekstrak
Kons
0,97653
1,95313
3,90625
7,8125
15,625
31,25
62,5
125
250
500
1000
2000
Abs Sel 1 Abs Sel 2 Abs Sel 3
1,046
1,054
1,086
1,051
1,05
1,068
1,038
1,058
1,04
1,023
1,059
1,023
1,158
1,074
1,104
1,006
1,101
1,115
1,19
1,214
1,095
1,305
1,303
1,292
1,517
1,591
1,529
1,812
1,635
1,757
2,092
2,133
2,118
2,548
2,602
2,607
(C) Abs MK 1 Abs MK 2
1,062
0,415
0,379
1,0563
0,376
0,366
1,0453
0,379
0,389
1,035
0,398
0,41
1,112
0,44
0,42
1,074
0,526
0,51
1,1663
0,638
0,637
1,3
0,84
0,837
1,5457
1,057
1,382
1,7347
1,427
1,488
2,1143
2,225
2,218
2,5857
2,963
2,809
(D)
0,397
0,371
0,384
0,404
0,43
0,518
0,6375
0,8385
1,2195
1,4575
2,2215
2,886
B-C
0,665
0,6853
0,6613
0,631
0,682
0,556
0,5288
0,4615
0,3262
0,2772
-0,107
-0,3
A
1,1433
1,1433
1,1433
1,1433
1,1433
1,1433
1,1433
1,1433
1,1433
1,1433
1,1433
1,1433
B
0,4075
0,4075
0,4075
0,4075
0,4075
0,4075
0,4075
0,4075
0,4075
0,4075
0,4075
0,4075
A-B
0,7358
0,7358
0,7358
0,7358
0,7358
0,7358
0,7358
0,7358
0,7358
0,7358
0,7358
0,7358
C-D
0,665
0,6853
0,6613
0,631
0,682
0,556
0,5288
0,4615
0,3262
0,2772
-0,107
-0,3
% Kehidupan % Kematian
90,38396194
93,14758183
89,88560426
85,76282705
92,69452939
75,56914713
71,87676974
62,72511043
44,33118133
37,67131045
-14,565636
-40,8200249
9,61603806
6,85241817
13,4389769
14,237173
7,30547061
24,4308529
28,1232303
37,2748896
55,6688187
62,3286895
114,565636
140,820025
Kontrol DMSO
DMSO
250
500
1000
2000
Abs1
1,045
1,089
1,083
1,035
Abs2
0,991
0,918
1,011
0,997
Abs3
0,968
1,025
1,042
0,967
C
1,0013
1,0107
1,0453
0,9997
A-B Abs MD1 Abs MD2
0,7494
0,359
0,351
0,7494
0,354
0,349
0,7494
0,37
0,382
0,7494
0,384
0,391
Keterangan :
A= Rata-rata absorbansi kontrol sel
B= Rata-rata absorbansi kontrol media
C= Rata-rata absorbansi kontrol sel + Ekstrak uji
D= Rata-rata absorbansi kontrol media + Ekstrak uji
commit to user
79
xcv
D
0,355
0,352
0,376
0,388
C-D
0,646
0,659
0,669
0,612
% Kehidupan % Kematian
86,2496525
87,9621907
89,3188768
81,6902975
13,7503475
12,0378093
10,6811232
18,3097025
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Lampiran 14. Hasil Data Uji Sitotoksik
Sampel Ekstral
Kons
25
50
100
200
400
Abs Sel 1Abs Sel 2Abs Sel 3
1,012
0,971
0,945
1,041
0,98
0,977
1,052
1,039
1,018
1,179
1,179
1,215
1,388
1,337
1,382
(C) Abs MK 1 Abs MK 2 Abs MK 3
0,98
0,509
0,515
0,511
1
0,578
0,608
0,589
1,04
0,695
0,722
0,734
1,19
0,898
0,918
0,942
1,37
1,197
1,274
1,261
IC50 (x) = y = -0,131x + 70,34
= 50 = -0,131x + 70,34
= (50-70,34) = -0,131x
= (-20,34)/ -0,131 = x
= 155,267 = x
(D)
0,51
0,59
0,72
0,92
1,24
B-C
0,4643
0,4077
0,3193
0,2717
0,125
A
1,01
1,01
1,01
1,01
1,01
B
0,37
0,37
0,37
0,37
0,37
A-B
0,636
0,636
0,636
0,636
0,636
C-D
0,4643
0,4077
0,3193
0,2717
0,125
% Kehidupan % Kematian
73,00838574
64,09853249
50,20964361
42,7148847
19,65408805
26,9916143
35,9014675
49,7903564
57,2851153
80,3459119
LC50 (x) = y = 0,131x + 29,65
= 50 = 0,131x + 29,65
= (50-29,65) = 0,131x
= (20,35)/ 0,131 = x
= 155,344 = x
Kontrol DMSO
DMSO
25
50
100
200
400
Abs1
0,939
0,912
0,9
0,906
0,93
Abs2
0,872
0,894
0,94
0,939
0,94
Abs3
0,902
0,93
0,901
0,896
0,912
C
0,9043
0,912
0,9137
0,9137
0,9273
A-B Abs MK1 Abs MK2 Abs MK3
0,636
0,35
0,347
0,368
0,636
0,357
0,351
0,358
0,636
0,346
0,354
0,366
0,636
0,37
0,359
0,368
0,636
0,373
0,381
0,372
Keterangan :
A= Rata-rata absorbansi kontrol sel
B= Rata-rata absorbansi kontrol media
C= Rata-rata absorbansi kontrol sel + Ekstrak uji
D= Rata-rata absorbansi kontrol media + Ekstrak uji
commit to user
80
xcvi
D
0,355
0,355
0,355
0,366
0,375
C-D
0,549
0,557
0,558
0,548
0,552
% Kehidupan % Kematian
86,37316562
87,52620545
87,78825996
86,16352201
86,79245283
13,62683438
12,47379455
12,21174004
13,83647799
13,20754717
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Lampiran 15. Analisis Data Statistik Uji Doubling Time
Uji Normalitas
Waktu Inkubasi
Case Processing Summary
Cases
Valid
Waktu
Inkubasi
% Hidup Kontrol
% Hidup Ekstrak Uji
N
Missing
Percent
N
Total
Percent
N
Percent
24
9
100.0%
0
.0%
9
100.0%
48
9
100.0%
0
.0%
9
100.0%
72
9
100.0%
0
.0%
9
100.0%
24
9
100.0%
0
.0%
9
100.0%
48
9
100.0%
0
.0%
9
100.0%
72
9
100.0%
0
.0%
9
100.0%
Descriptives
Waktu Inkubasi
% Hidup Kontrol
24
Statistic
Mean
98.3070
95% Confidence Interval for
Mean
Lower Bound
95.4608
Upper Bound
101.1531
5% Trimmed Mean
98.4552
Median
98.8900
Variance
13.710
Std. Deviation
1.23424
3.70273
Minimum
91.83
Maximum
102.12
Range
10.29
Interquartile Range
48
Std. Error
5.85
Skewness
-1.010
.717
Kurtosis
-.238
1.400
100.1532
1.72476
Mean
95% Confidence Interval for
Mean
Lower Bound
96.1759
Upper Bound
104.1305
5% Trimmed Mean
100.2344
Median
98.3548
Variance
26.773
Std. Deviation
5.17427
Minimum
Maximum
91.95
commit to user
xcvii
81
106.89
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Range
14.94
Interquartile Range
72
9.16
Skewness
-.106
.717
Kurtosis
-1.345
1.400
98.4761
.94398
Mean
95% Confidence Interval for
Mean
Lower Bound
96.2993
Upper Bound
100.6529
5% Trimmed Mean
98.4245
Median
97.8147
Variance
8.020
Std. Deviation
2.83193
Minimum
93.95
Maximum
103.93
Range
9.97
Interquartile Range
3.38
Skewness
.507
Kurtosis
% Hidup Ekstrak Uji
24
Mean
95% Confidence Interval for
Mean
48
1.013
1.400
79.0889
6.19760
Lower Bound
64.7972
Upper Bound
93.3806
5% Trimmed Mean
79.4677
Median
82.1393
Variance
345.692
Std. Deviation
.717
18.59280
Minimum
52.47
Maximum
98.89
Range
46.42
Interquartile Range
38.04
Skewness
-.351
.717
Kurtosis
-1.813
1.400
46.9147
4.47594
Mean
95% Confidence Interval for
Mean
Lower Bound
36.5931
Upper Bound
57.2362
5% Trimmed Mean
46.4953
Median
45.1756
Variance
180.307
Std. Deviation
Minimum
13.42783
commit to user
xcviii
82
31.12
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Maximum
70.25
Range
39.13
Interquartile Range
24.63
Skewness
.399
Kurtosis
72
Mean
95% Confidence Interval for
Mean
-.783
1.400
17.9112
5.30722
Lower Bound
5.6727
Upper Bound
30.1496
5% Trimmed Mean
17.5507
Median
15.6053
Variance
253.499
Std. Deviation
.717
15.92166
Minimum
1.29
Maximum
41.02
Range
39.74
Interquartile Range
33.38
Skewness
Kurtosis
.422
.717
-1.694
1.400
Tests of Normality
Kolmogorov-Smirnova
Waktu
Inkubasi
% Hidup Kontrol
Statistic
24
48
.191
72
% Hidup Ekstrak Uji
df
.210
.153
Shapiro-Wilk
Sig.
Statistic
df
Sig.
9
.200*
.853
9
.080
9
.200
*
.930
9
.477
.200
*
.959
9
.792
*
9
24
.208
9
.200
.871
9
.125
48
.182
9
.200*
.932
9
.500
9
*
.867
9
.115
72
.195
.200
a. Lilliefors Significance Correction
*. This is a lower bound of the true significance.
Konsentrasi Ektrak Uji
Case Processing Summary
Cases
Valid
Konsentrasi
Ektrak Uji
% Hidup Kontrol
% Hidup Ekstrak Uji
N
Missing
Percent
N
Total
Percent
N
Percent
39
9
100.0%
0
.0%
9
100.0%
78
9
100.0%
0
.0%
9
100.0%
155
9
100.0%
0
.0%
9
100.0%
39
9
100.0%
0
.0%
9
100.0%
78
9
100.0%
commit
to user
0
.0%
9
100.0%
xcix
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Case Processing Summary
Cases
Valid
Konsentrasi
Ektrak Uji
% Hidup Kontrol
% Hidup Ekstrak Uji
N
Missing
Percent
N
Total
Percent
N
Percent
39
9
100.0%
0
.0%
9
100.0%
78
9
100.0%
0
.0%
9
100.0%
155
9
100.0%
0
.0%
9
100.0%
39
9
100.0%
0
.0%
9
100.0%
78
9
100.0%
0
.0%
9
100.0%
155
9
100.0%
0
.0%
9
100.0%
Descriptives
Konsentrasi Ektrak Uji
% Hidup Kontrol
39
Statistic
Mean
100.1716
95% Confidence Interval for Mean
Lower Bound
97.6759
Upper Bound
102.6673
5% Trimmed Mean
100.1165
Median
100.9082
Variance
3.24680
Minimum
95.86
Maximum
105.47
Range
9.60
Interquartile Range
5.41
Skewness
.259
Kurtosis
Mean
95% Confidence Interval for Mean
.717
-.791
1.400
97.1333
1.55890
Lower Bound
93.5385
Upper Bound
100.7281
5% Trimmed Mean
96.9848
Median
97.1712
Variance
21.872
Std. Deviation
4.67671
Minimum
91.83
Maximum
105.11
Range
155
1.08227
10.542
Std. Deviation
78
Std. Error
13.29
Interquartile Range
8.33
Skewness
.566
.717
Kurtosis
-.524
1.400
99.6314
1.17956
Mean
95% Confidence Interval for Mean
Lower Bound
96.9113
Upper Bound
102.3514
5% Trimmed Mean
99.5434
Median
98.8900
Variance
Std. Deviation
commit to user
c
84
12.522
3.53868
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Minimum
93.95
Maximum
106.89
Range
12.94
Interquartile Range
3.33
Skewness
.735
Kurtosis
% Hidup Ekstrak Uji
39
Mean
95% Confidence Interval for Mean
Upper Bound
85.9848
5% Trimmed Mean
65.4832
Median
57.9813
Variance
700.460
26.46621
Minimum
35.23
Maximum
98.89
Range
63.66
Interquartile Range
58.26
.247
Kurtosis
Mean
95% Confidence Interval for Mean
.717
-1.774
1.400
47.2738
10.42442
Lower Bound
23.2351
Upper Bound
71.3126
5% Trimmed Mean
47.2395
Median
45.1756
Variance
978.017
Std. Deviation
31.27327
Minimum
2.73
Maximum
92.43
Range
89.70
Interquartile Range
61.09
Skewness
Kurtosis
155
1.400
8.82207
45.2973
Skewness
78
2.055
65.6410
Lower Bound
Std. Deviation
.717
Mean
95% Confidence Interval for Mean
.060
.717
-1.273
1.400
30.9999
7.69093
Lower Bound
13.2645
Upper Bound
48.7352
5% Trimmed Mean
31.0989
Median
33.0814
Variance
532.354
Std. Deviation
23.07280
Minimum
1.29
Maximum
58.93
Range
57.64
Interquartile Range
50.45
Skewness
-.123
.717
Kurtosis
-1.577
1.400
commit to user
85
ci
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Tests of Normality
Konsentr
asi
Ektrak
Uji
% Hidup Kontrol
Kolmogorov-Smirnova
Statistic
Sig.
Statistic
*
df
Sig.
39
.164
9
.200
.951
9
.699
78
.181
9
.200*
.905
9
.280
9
.200
*
.934
9
.520
*
155
% Hidup Ekstrak Uji
df
Shapiro-Wilk
.193
39
.205
9
.200
.864
9
.106
78
.152
9
.200*
.948
9
.670
9
*
.882
9
.163
155
.170
.200
a. Lilliefors Significance Correction
*. This is a lower bound of the true significance.
Pearson Correlations
Correlations
Konsentrasi Ektrak
Uji
% Hidup Kontrol
Waktu Inkubasi
Waktu Inkubasi
Pearson Correlation
1
Sig. (2-tailed)
N
Konsentrasi Ektrak Uji
Pearson Correlation
Sig. (2-tailed)
.018
-.854**
1.000
.930
.000
27
27
27
27
1
.008
-.472*
.969
.013
1.000
27
27
27
27
Pearson Correlation
.018
.008
1
-.004
Sig. (2-tailed)
.930
.969
27
27
28
27
**
*
-.004
1
.000
.013
.986
27
27
27
N
% Hidup Ekstrak Uji
.000
.000
N
% Hidup Kontrol
% Hidup
Ekstrak Uji
Pearson Correlation
-.854
Sig. (2-tailed)
N
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
*. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).
commit to user
cii86
-.472
.986
27
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Lampiran 16. Tabel Panduan Interpretasi Kekuatan Korelasi
Tabel Tingkat Keeratan Hubungan Variabel X dan Variabel Y
Nilai Korelasi
0,00 - <0,20
≥0,20 - <0,40
≥0,40 - <0,70
≥0,70 - <0,90
≥0,90 - ≤1,00
Sumber: Muhidin et al (2007)
Keterangan
Hubungan sangat lemah (diabaikan, dianggap
tidak ada)
Hubungan rendah
Hubungan sedang/cukup
Hubungan kuat/tinggi
Hubungan sangat kuat/tinggi
Tabel Panduan interpretasi hasil uji hipotesis berdasarkan kekuatan korelasi, nilai
p, dan arah korelasi
No Parameter
Nilai
Interpretasi
1
Kekuatan
0,00 – 0,199 Sangat lemah
Korelasi (r)
0,20 – 0,399 Lemah
0,40 - 0,599
Sedang
0,60 - <0,799 Kuat
0,80 - 1,00
Sangat kuat
2
Nilai p
P<0,05
Terdapat korelasi yang bermakna antara dua
variabel yang diuji
P>0,05
Tidak terdapat korelasi yang bermakna
antara dua variabel yang diuji
3
Arah
+ (positif)
Searah, semakin besar nilai satu variabel
korelasi
semakin besar pula nilai variabel lainnya.
- (negatif)
Berlawan arah, semakin besar nilai satu
variabel, semakin kecil nilai variabel
lainnya
Sumber: Dahlan (2009).
commit to user
87
ciii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Lampiran 17. Perhitungan Rf (Retention factor) KLT
= 7,4/8 = 0,925
Rf =
7,4 mm
8 mm
commit to user
88
civ
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Lampiran 18. Daftar Riwayat Hidup Peneliti
Nama
Tempat, Tanggal Lahir
Jenis Kelamin
Agama
Alamat Rumah
Nomor Telepon
Alamat Kantor
No Telepon Kantor
Pekerjaan
Hobby
Pendidikan
: Ardy Prian Nirwana
: Sragen, 19 September 1987.
: Laki-laki
: Islam
: Mungkung RT 6/10 Jetak Sidoharjo Sragen.
: 085753311663
: Akademi Analis Kesehatan Nasional Surakarta
Jl. Yos Sudarso No 338 Dawung, Surakarta
57155.
: (0271) 644958 fax: (0271) 665023.
: Dosen (NIDN: 0619098701),
: Membaca dan musik.
: 1993 – 1999
1999 – 2002
2002– 2005
2005 – 2008
SDN II Sidoharjo Sragen.
SMPN 6 Sragen.
SMA Negeri 2 Sragen.
DIII Analis Kesehatan Nasional
Surakarta
2009 – 2011 S1 Keguruan Ilmu Pendidikan
Biologi Universitas Terbuka
Pengalaman Kerja
:
Dosen Akademi Analis Kesehatan Nasional Surakarta. (2008 – Sekarang).
Penelitian dan Karya Tulis :
1. Identifikasi Shigella dysenteriae pada Tahu Putih yang diproduksi di
Industri Rumah Tangga Kelurahan Pucang Sawit Surakarta (2008).
2. Penggunaan Metode Diskusi dan bermain Peran (Role Play) Pada Mata
Pelajaran Bakteriologi Dalam Upaya Peningkatkan Prestasi Belajar Siswa
11 C SMK Analis Kesehatan Nasional Surakarta (2011).
Demikian Daftar Riwayat Hidup ini saya buat dengan sesungguhnya
Surakarta, Maret 2015
Ardy Prian Nirwana, S.Pd.Bio.
commit to user
cv89
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Lampiran 19. Daftar Glosarium
Adenopati
setiap penyakit yang melibatkan atau menyebabkan pembesaran
kelenjar getah bening
Antigen
zat yang dapat merangsang pembentukan antibodi jika diinjeksikan ke
dalam darah
Diferensiasi
proses pematangan sel primitif ke dalam jenis-jenis sel khusus
fungsional tubuh seperti ketika sel induk darah menghasilkan sel
darah merah, sel darah putih, dan trombosit
Ekspresi gen
rangkaian proses penerjemahan informasi genetik (dalam bentuk
urutan basa pada DNA atau RNA) menjadi protein, dan lebih jauh
lagi: fenotipe. Informasi yang dibawa bahan genetik tidak bermakna
apa pun bagi suatu organisme apabila tidak diekspresikan menjadi
fenotipe
Epistaksis
perdarahan dari hidung yang dapat terjadi akibat sebab lokal atau
sebab umum (kelainan sistemik)
Fosforilasi
penambahan gugus fosfat pada suatu protein atau molekul organik lain
Gen
materi yang mengendalikan sifat atau karakter makhluk hidup
Kapsid
lapisan pembungkus tubuh virus yang tersusun dari protein
Kapsomer
molekul protein yang menyusun kapsid
Limfoma
jenis kanker darah yang terjadi ketika limfosit B atau T, yaitu sel
darah putih yang menjaga daya tahan tubuh, menjadi abnormal dengan
membelah lebih cepat dari sel biasa atau hidup lebih lama dari
biasanya
Lipofilik
mudah larut dalam lipid/lemak
Lisogenik
siklus reproduksi virus dengan sel inang yang tidak segera pecah
tetapi mengalami masa laten
Litik
siklus reproduksi virus yang menyebabkan sel inang pecah dengan
cepat
Hidrofilik
suka dengan air; mudah larut dalam air
Hidrofobik
takut dengan air; sukar
laruttodalam
commit
user air
cvi
90
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Histopatologi
studi tentang sel-sel yang berkaitan dengan penyakit. (Histologi
adalah studi mikroskopis sel dan jaringan, patologi adalah studi
tentang penyakit)
Homeostasis
ketahanan atau mekanisme pengaturan lingkungan kesetimbangan
dinamis dalam (badan organisme) yang konstan
Homozigot
pasangan gen yang mempunyai alel yang sama
In vitro
kultur suatu sel, jaringan, atau bagian organ tertentu di dalam
laboratorium
In Vivo
penelitian yang dilakukan menggunakan subjek manusia atau hewan
Karsinogen
kelompok zat yang secara langsung
mempromosikan atau membantu kanker
Karsinogenesis
pembentukan sel-sel kanker dari sel normal
Kemoterapi
penggunaan obat atau hormon untuk mengatasi kanker
Metabolit
sekunder
senyawa metabolit yang tidak esensial bagi pertumbuhan organisme
dan ditemukan dalam bentuk yang unik atau berbeda-beda antara
spesies yang satu dan lainnya
Otitis
peradangan pada telinga
Plasmid
DNA ekstra kromosom pada sel bakteri yang dapat menggabungkan
atau memisahkan diri dengan kromosom
Proliferasi
pertumbuhan atau berkembangbiakan pesat untuk menghasilkan
jaringan baru, bagian, sel, atau keturunan
Prokariot
organisme hidup yang tidak memiliki membrane inti
Sitotoksis
bersifat racun atau antibodi yang memiliki tindakan racun tertentu
pada sel-sel dari organ tertentu
Tanaman
hemiparasit
tanaman yang membutuhkan tanaman inang di sekitar tempat
tumbuhnya
Transduksi
pemindahan materi genetiksatu sel bakteri ke bakteri lainnya dengan
perantar organism lain,yaitu bakteriofage (virus bakteri)
Transformasi
masuknya DNA telanjang ke dalam sel dan mengubah sifat sel
Virion
partikel virus lengkap, yang utuh secara struktural dan menular
commit to user
91
cvii
dapat
merusak
DNA,
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
commit to user
cviii
Download