perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id AKTIVITAS ANTIPROLIFERASI EKSTRAK ETANOL DAUN BENALU KERSEN (Dendrophtoe pentandra L. Miq.) TERHADAP KULTUR SEL KANKER NASOFARING (RAJI CELL LINE) TESIS Disusun untuk memenuhi sebagian persyaratan mencapai derajat Magister Program Studi Biosain Oleh : Ardy Prian Nirwana S901302003 PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2015 commit to user i perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id AKTIVITAS ANTIPROLIFERASI EKSTRAK ETANOL BENALU KERSEN (Dendrophtoe pentandra L. Miq.) TERHADAP KULTUR SEL KANKER NASOFARING (RAJI CELL LINE) TESIS Oleh Ardy Prian Nirwana S901302003 Telah disetujui oleh tim pembimbing Komisi Nama Tanda tangan Tanggal ............................ .................... 2015 ............................ .................... 2015 Pembimbing Pembimbing I Prof. Dr. Okid Parama A, MS NIP. 196303271986012002 Pembimbing II Dr. Tetri Widiyani, M.Si NIP. 197112242000032001 Telah dinyatakan memenuhi syarat pada tanggal ............................ Mengetahui Ketua Program Studi Biosain Program Pascasarjana Prof. Dr. Sugiyarto, M.Si NIP. 196704301992031002 commit to user ii perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id AKTIVITAS ANTIPROLIFERASI EKSTRAK ETANOL BENALU KERSEN (Dendrophtoe pentandra L. Miq.) TERHADAP KULTUR SEL KANKER NASOFARING (RAJI CELL LINE) TESIS Oleh Ardy Prian Nirwana S901302003 Jabatan Ketua Sekretaris Anggota Nama Dr. Adi Prayitno, drg., M. Kes. NIP. 195911011986011001 Prof. Dr. Sugiyarto, M.Si NIP.196704301992031002 Prof. Dr. Okid Parama A, MS NIP. 196303271986012002 Dr. Tetri Widiyani, M.Si NIP. 197112242000032001 Tanda tangan Tanggal ............................ ......................... ............................ ......................... ............................ ......................... ............................ ......................... Telah dipertahankan di depan penguji Dinyatakan telah memenuhi syarat Pada tanggal ............................. 2015 Mengetahui, Direktur Program Pascasarjana UNS Ketua Program Studi Prof. Dr. Ir. Ahmad Yunus, MS Prof. Dr. Sugiyarto, M.Si NIP. 196107171986011001 NIP. 196704301992031002 commit to user iii perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id PERNYATAAN ORISINALITAS DAN PUBLIKASI TESIS Saya menyatakan dengan sebenarnya bahwa: 1. Tesis yang berjudul ”AKTIVITAS ANTIPROLIFERASI EKSTRAK ETANOL DAUN BENALU KERSEN (Dendrophtoe pentandra L. Miq.) TERHADAP KULTUR SEL KANKER NASOFARING (RAJI CELL LINE)” ini adalah karya penelitian saya sendiri dan bebas dari plagiat, serta tidak terdapat karya ilmiah yang pernah diajukan oleh orang lain untuk memperoleh gelar akademik serta tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain kecuali secara tertulis digunakan sebagai acuan dalam naskah ini dan disebutkan dalam sumber acuan serta daftar pustaka. Apabila dikemudian hari terbukti terdapat plagiat dalam karya ilmiah ini, maka saya bersedia menerima sanksi sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan (Permendiknas No. 17 tahun 2010). 2. Publikasi sebagian atau keseluruhan isi tesis pada jurnal atau forum ilmiah lain harus seijin dan menyertakan tim pembimbing sebagai autor dan PPs UNS sebagai institusinya. Apabila dalam waktu sekurang-kurangnya satu semester (enam bulan sejak pengesahan tesis) saya tidak melakukan publikasi dari sebagian atau keseluruhan tesis ini, maka Prodi Biosain PPs UNS berhak mempublikasikannya pada jurnal ilmiah yang diterbitkan oleh prodi Biosain PPs UNS. Apabila saya melakukan pelanggaran dari ketentuan publikasi ini, maka saya bersedia mendapatkan sanksi akademik yang berlaku. commit to user iv perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id Ardy Prian Nirwana. 2015. Aktivitas Antiproliferasi Ekstrak Etanol Daun Benalu Kersen (Dendrophtoe pentandra L. Miq.) Terhadap Kultur Sel Kanker Nasofaring (Raji Cell Line). TESIS. Pembimbing I: Prof. Dr. Okid. Parama Astirin, MS., II: Dr. Tetri Widiyani, S.Si, M.Si. Program Studi Biosain, Program Pascasarjana, Universitas Sebelas Maret Surakarta ABSTRAK Keganasan yang menduduki peringkat lima besar yang paling banyak dijumpai di antara tumor ganas Telinga Hidung Tenggorokan (THT) di Indonesia adalah kanker nasofaring. Faktor resiko kanker nasofaring antara lain virus Epstein Barr. Terapi karsinoma nasofaring dengan radioterapi konvensional sering kali hasilnya kurang memuaskan, oleh karena itu diperlukan penelitian bahan alam yang dapat digunakan sebagai alternatif pengobatan kanker nasofaring secara aman. Tanaman benalu Dendrophthoe pentandra L. Miq dikenal memiliki khasiat menghambat laju pertumbuhan sel kanker. Daun D. pentandra L. Miq mengandung beberapa senyawa metabolit yang bersifat antikanker seperti flavonoid, alkaloid, terpenoid, tanin dan saponin. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kandungan metabolit sekunder pada ekstrak daun benalu kersen D. pentandra L. Miq dan potensi penghambatan proliferasi sel Raji yang merupakan sel lestari kanker nasofaring. Penelitian dimulai dengan melakukan determinasi tanaman untuk memastikan jenis tanaman yang akan diteliti. Ekstraksi dilakukan secara maserasi dengan pelarut etanol 96% dan dilakukan skrining fitokimia untuk menguji keberadaan metabolit sekundernya dan Kromatografi Lapis Tipis untuk kuersetin. Uji sitotoksik dilakukan dengan cara uji Methyl Thiazol Tetrazolium (MTT) terhadap sel Raji. Korelasi antara persentase sel Raji hidup dan konsentrasi ekstrak dari uji Doubling Time pada masa inkubasi 24, 48 dan 72 jam diolah dengan uji korelasi Person menggunakan program pengolah statistik Stastitical Product and Service Solutions (SPSS) versi 17.0. Hasil penelitian menunjukkan ekstrak etanol daun benalu kersen (D. pentandra L. Miq.) mengandung metabolit sekunder yang di antaranya adalah flavonoid (kuersetin), alkaloid, tanin, saponin dan terpenoid. Uji MTT menunjukkan ekstrak benalu kersen memiliki nilai IC50 155,267 µg/ml. Data hasil Doubling Time yang telah diolah menggunakan uji korelasi Pearson menunjukkan ekstrak ethanol daun benalu kersen mampu menghambat proliferasi sel Raji dengan nilai korelasi antara persen sel hidup dengan waktu inkubasi adalah r= -0,854; p= 0,000; dan nilai korelasi antara persen sel hidup dengan konsentrasi ekstrak uji adalah r= -0,472; p= 0,013. Kata kunci: senyawa metabolit, antiproliferasi, ekstrak etanol daun benalu kersen (Dendrophtoe pentandra L. Miq.), sel Raji commit to user v perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id Ardy Prian Nirwana. 2015. Antiproliferatif Activity of Cherry Mistletoe (Dendrophtoe pentandra L. Miq.) Ethanol Leaf Extract Toward Nasopharyngeal Cancer Cell Culture (Raji Cell Line). Thesis. Supervisor I: Prof. Dr. Okid. Parama Astirin, MS., II: Dr. Tetri Widiyani, S.Si, M.Si. Bioscience Postgraduate Program, Sebelas Maret University, Surakarta. ABSTRACT Malignancy top five most often found in the malignant tumor Ear Nose Throat (ENT) in Indonesia is nasopharyngeal cancer. Nasopharyngeal cancer risk factor is the Epstein Barr virus. Nasopharyngeal carcinoma therapy by using conventional radiotherapy often has unsatisfactory result, therefore it is essential to explore natural ingredients that can be used as an alternative treatment of nasopharyngeal cancer safely. Dendrophthoe pentandra L. Miq is known as a plant parasite which has properties to inhibit cancer cells growth. Dendrophthoe pentandra L. Miq leaf extract contains several metabolites that have anticancer activity such as flavonoids, alkaloids, terpenoids, tannins and saponins. This study aims to determine the content of secondary metabolites in cherry parasite Dendrophthoe pentandra L. Miq leaf extract and potency of inhibitory effect on Raji cell proliferation. The study was begun with a determination of plant samples. The plant extraction was prepared by maceration method in 96% ethanol solvent. Then, the presence of secondary metabolite contents were determined using phytochemical screenings and Thin Layer Chromatography for quercetin. Cytotoxicity testing on Raji cell was perform by Methylthiazol Tetrazolium (MTT) test. The correlation between the precentage of Raji cells viability and extract concentration of the test incubation period Doubling Time on 24, 48 and 72 h were analyzed with Pearson correlation test in stastitical software Stastitical Product and Service Solutions (SPSS) version 17.0. The results showed that the ethanol leaf extract of cherry mistletoe (Dendrophtoepentandra L. Miq.) contain flavonoids (quercetin), alkaloids, tannins, saponins and terpenoids. MTT test showed cherry mistletoe leaf ethanol extract is toxic with LC50 levels is 155. 267 µg/ml. Doubling time test showed that cherry parasite leaf ethanol extract could inhibit Raji cell proliferation with the value of the correlation between the percent of live cells with incubation time was r = -0.854; p = 0.000; and the correlation between the percent of live cells at a concentration of test extract was r= -0.472; p = 0.013. Keywords: metabolites, antiproliferative, parasite cherry leaf ethanol extract (Dendrophthoe pentandra L. Miq.), Raji cell commit to user vi perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id MOTTO Hidup itu hanya sekali, maka hiduplah dengan baik... (APN) Hati yang mudah tersenyum akan membawa keceriaan yang membuat pekerjaanmu menjadi lebih ringan (APN) Kesalahan adalah setengah kebenaran yang tersandung karena keterbatasan manusia (Basudewa Khrisna - Mahabarata) Yesterday is History...Tomorrow is a Mystery...Today is a Gift “That is why it’s Called The Present” commit to user vii perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id HALAMAN PERSEMBAHAN Karya ini saya persembahkan kepada: Allah SWT Tuhanku yang Maha Pengasih, yang selalu membimbingku ke jalan yang baik dengan pesan-pesan nyata dalam kejadian hidup ini Bapak Supardi dan Ibu Sutiyem, yang telah memberi semua kasih sayang tak terhingganya Sariani Dwitri Atmawanjaya, istriku yang selalu memberikan memotivasi dengan penuh kasih Dedek Richard ma Elen, yang telah memberikan doa dan dukungannya kepada kakaknya yang bandel ini Almamaterku Biosain PPs UNS Semua sahabatku Terimakasih untuk semuanya commit to user viii perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id KATA PENGANTAR Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan rahmat-Nya yang tak terhingga kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penyusunan Tesis yang berjudul: “Aktivitas Antiproliferasi Ekstrak Ethanol Daun Benalu Kersen (Dendrophtoe pentandra L. Miq.) Terhadap Kultur Sel Kanker Nasofaring (Cell Line Raji)”. Penyusunan tesis ini merupkan salah satu persyaratan untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program studi Biosain, Program Pascasarjana, Universitas Sebelas Maret, Surakarta. Karya ilmiah ini menyajikan bahasan tentang ekstraksi menggunakan pelarut etanol benalu Dendrophtoe pentandra L. Miq. yang merupakan tanaman parasit pada inang pohon kersen. Ekstrak yang didapat diujikan pada sel model kanker nasofaring (Sel Raji) untuk mengetahui toksisitas ekstrak serta potensi ekstrak dalam menghambat proliferasi sel Raji. Penelitian ini memiliki arti penting yang diantaranya adalah memberikan sumbangan pengetahuan dalam dunia kesehatan di bidang pengobatan kanker tentang khasiat daun benalu kersen (Dendrophtoe pentandra L. Miq.) sebagai bahan antikanker. Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai rujukan untuk penelitian lebih lanjut tentang penelitian antikanker. Penulis menyadari bahwa dalam melakukan penelitian dan penyusunan tesis ini masih banyak kekurangan, oleh karena saran dan masukan yang membangun dari para pembaca penulis sangat harapkan agar membantu tulisan ini semakin bermanfaat bagi yang membutuhkan. Surakarta, Maret 2015 Penulis commit to user ix perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id UCAPAN TERIMAKASIH Penulis banyak memperoleh bantuan dalam proses penyusunan tesis ini dari berbagai pihak, sehingga permasalahan yang timbul dapat terselesaikan dengan baik, oleh karena itu pada kesempatan yang baik ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada: 1. Prof. Dr. Ravik Karsidi, M.S selaku rektor Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah memberikan izin studi di Universitas Sebelas Maret Surakarta. 2. Prof. Dr. Ir. Ahmad Yunus, M.S selaku Direktur Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah memberikan izin studi di Program biosain Pascasarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta. 3. Prof. Dr. Okid Parama Astirin, M.S selaku dosen pembimbing I yang telah meluangkan waktu untuk memberikan bimbingan, petunjuk dan dukungan dalam proses penyusunan tesis ini. 4. Dr. Tetri Widiyani, S.Si, M.Si selaku dosen pembimbing II yang telah memberikan bimbingan, arahan serta dukungan selama penulis melaksanakan penelitian sampai terselesaikannya tesis. 5. Prof. Dr. Sugiyarto, M.Si selaku Kaprodi Biosain sekaligus sebagai tim penguji yang telah memberikan banyak masukan demi kesempurnaan tesis ini. 6. Dr. Adi Prayitno, drg., M. Kes selaku tim penguji tesis yang telah memberikan banyak masukan demi kesempurnaan tesis ini. 7. Semua dosen di Prodi Biosain yang telah memberikan ilmu pengatahuan dan wawasan kepada penulis 8. Bapak Supardi dan Ibu Sutiyem selalu memberi dukungan doa untuk penulis. 9. Sariani Dwitri Atmawanjaya yang selalu mendampingi dengan doa dan motivasi selama penyelesaian studi dan tesis 10. Richard Saputra dan Elen Arum Sari yang selalu memberikan motivasi kepada penulis 11. Teman-teman Biosain 2013: Bu Yuni, Mas Ria, Mas Adhi, Mbak Arti, Bu Maria, Mas Nikman, Bu Anik, Bu Wiwik, Mbak Alfa, Mas Ali, Mas Wavi atas kebersamaan dalam segala situasi selama kuliah S2 Biosain commit to user x perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 12. Bu Istini selaku pembimbing teknis lapangan di LPPT UGM yang telah meluangkan waktunya membimbing penulis dalam proses penyelesaian penelitian antikanker di Universitas Gadjah Mada 13. Iffah Nadya yang selalu mendukung dalam administrasi selama perkuliahan di Biosain. 14. Keluarga besar Akademi Analis Kesehatan Nasional Surakarta yang selalu memberikan dukungan dan semangat kepada penulis untuk menyelesaikan studi di Biosain. commit to user xi perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL ............................................................................................... i HALAMAN PENGESAHAN PEMBIMBING ................................................... ii HALAMAN PENGESAHAN PENGUJI ............................................................ iii PERNYATAAN ORISINALITAS DAN PUBLIKASI TESIS ......................... iv ABSTRAK .............................................................................................................. v ABSTRACT .......................................................................................................... vi MOTTO ................................................................................................................ vii HALAMAN PERSEMBAHAN ......................................................................... viii KATA PENGANTAR .......................................................................................... ix UCAPAN TERIMAKASIH .................................................................................. x DAFTAR ISI ........................................................................................................ xii DAFTAR TABEL ............................................................................................... xiv DAFTAR GAMBAR ........................................................................................... xv DAFTAR LAMPIRAN ...................................................................................... xvi BAB I. PENDAHULUAN ..................................................................................... 1 A. Latar Belakang.............................................................................................. 1 B. Rumusan Masalah ........................................................................................ 2 C. Tujuan Penelitian .......................................................................................... 2 D. Manfaat Penelitan ......................................................................................... 3 BAB II . TINJAUAN PUSTAKA ......................................................................... 4 A. Kajian Teori .................................................................................................. 4 1. Daun Benalu (Dendrophtoe pentandra L. Miq.)...................................... 4 2. Karsinoma Nasofaring .............................................................................. 9 3. Epstein-Barr virus ................................................................................... 12 4. Infeksi Epstein-Barr virus (EBV) pada Karsinoma Nasofaring ............. 13 5. Cell Line Raji .......................................................................................... 15 6. Siklus Sel ................................................................................................ 15 7. Proliferasi ................................................................................................ 17 8. Apoptosis ................................................................................................ 18 commit to user Uji Sitotoksik .......................................................................................... 19 9. xii perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 10. Skrining Fitokimia dan Kromatografi Lapis Tipis (KLT) ...................... 22 B. Kerangka Pemikiran ................................................................................... 23 C. Hipotesis ..................................................................................................... 26 BAB III. METODE PENELITIAN.................................................................... 27 A. Tempat dan Waktu...................................................................................... 27 B. Jenis dan Subjek Penelitian ........................................................................ 27 C. Alat dan Bahan Penelitian .......................................................................... 27 1. Alat.......................................................................................................... 27 2. Bahan ...................................................................................................... 27 D. Cara Kerja ................................................................................................... 28 1. Persiapan Sampel .................................................................................... 28 2. Uji Sitotoksis dan Doubling Time ........................................................... 29 3. Skrining Fitokimia .................................................................................. 32 4. Identifikasi Golongan Senyawa Kuersetin ............................................. 32 E. Analisis Data .............................................................................................. 33 1. Pengamatan Kinetika Proliferasi Sel ...................................................... 33 BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................ 35 A. Ekstraksi ..................................................................................................... 35 B. Skrining Fitokimia dan Identifikasi Golongan Senyawa Kuersetin ........... 35 D. Uji Sitotoksisitas ......................................................................................... 41 E. Uji Doubling Time ...................................................................................... 45 BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................. 55 A. Kesimpulan ................................................................................................. 55 B. Saran ........................................................................................................... 55 DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN commit to user xiii perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id DAFTAR TABEL Tabel 1. Hasil uji skrining fitokimia benalu kersen .......................................... Tabel 2. Hasil uji sitotoksik ekstrak benalu kersen ............................................. Tabel 3. Hasil uji sitotoksik kontrol DMSO pada inkubasi 24, 48, & 72 jam .... Tabel 4. Hasil uji sitotoksik ekstrak etanol daun benalu kersen (Dendrophthoe pentandra L. Miq) pada inkubasi 24, 48, & 72 jam .............................. commit to user xiv 36 43 45 46 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id DAFTAR GAMBAR Gambar 1. Ilustrasi Dendrophthoe pentandra (Linnaeus) Miquel ...................... Gambar 2. Struktur Kuersetin.............................................................................. Gambar 3. Kanker Nasofaring ............................................................................. Gambar 4. Virus Epstein-Barr ............................................................................. Gambar 5. Siklus Sel ........................................................................................... Gambar 6. Perubahan morfologi sel pada Apoptosis .......................................... Gambar 7. Reaksireduksi MTT menjadi formazan oleh enzim reduktase .......... Gambar 8. Bagan alur kerangka pemikiran ......................................................... Gambar 9. Hasil uji skrining keberadaan flavonoid ............................................ Gambar 10. Hasil uji identifikasi golongan senyawa kuersetin metode KLT ..... Gambar 11. Hasil uji skrining keberadaan alkaloid ............................................ Gambar 12. Hasil uji skrining keberadaan tanin ................................................. Gambar 13. Hasil uji skrining keberadaan terpenoid .......................................... Gambar 14. Hasil uji skrining keberadaan saponin ............................................. Gambar 15. Morfologi sel Raji pada pada mikroskop cahaya dengan perbesaran 100 kali .......................................................................... Gambar 16. Morfologi sel Raji sebelum Uji MTT .............................................. Gambar 17. Morfologi sel Raji sebelum Uji MTT .............................................. Gambar 18. Grafik hubungan antara presentase kematian dengan log konsenstrasi sampel ......................................................................... Gambar 19. Grafik hubungan antara presentase sel uji hidup dengan waktu inkubasi 24 jam, 48 jam, dan 72 jam (DMSO)................................ Gambar 20. Grafik hubungan antara presentase sel uji hidup dengan waktu inkubasi 24 jam, 48 jam, dan 72 jam (sampel ekstrak) ................... Gambar 21. MorfologiselRajipadauji doubling time konsentrasiekstrak uji 155 µg/ml ................................................................................... Gambar 22. Konsep mekanisme kerja kuersetin (flavonoid) dalam mempengaruhi sel kanker ................................................................ Gambar 23. Konsep mekanisme kerja alkaloid dalam mempengaruhi sel kanker ......................................................................................... Gambar 23. Konsep mekanisme kerja terpenoid dalam mempengaruhi sel kanker ......................................................................................... Gambar 24. Konsep mekanisme kerja saponin dalam mempengaruhi sel kanker ......................................................................................... Gambar 25. Konsep mekanisme kerja tanin dalam mempengaruhi sel kanker ... commit to user xv 5 7 10 13 16 19 21 25 36 37 38 39 40 41 41 42 43 43 45 46 47 49 51 52 52 53 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1. Surat Keterangan Determinasi ........................................................ Lampiran 2. Hasil Determinasi............................................................................ Lampiran 3. Alat dan Bahan Ekstraksi - Maserasi .............................................. Lampiran 4. Alat dan Bahan Skrining Fitokimia ................................................ Lampiran 5. Alat dan Bahan Uji Sitotoksik/ Doubling Time .............................. Lampiran 6. Hasil Uji Sitotoksik & Doubling Time pada Microplate 96 ........... Lampiran 7. Scan Print Out ELISA Reader Hasil Sitotoksik .............................. Lampiran 8. Scan Print Out ELISA Reader Hasil Doubling ............................... Lampiran 9. Perhitungan Kepadatan Sel ............................................................. Lampiran 10. Perhitungan Pembuatan Konsentrasi ............................................ Lampiran 11. Perhitungan % Kematian Sel (Uji Sitotoksik) .............................. Lampiran 12. Perhitungan % Kehidupan Sel (Doubling Time) .......................... Lampiran 13. Hasil Data Orientasi Uji Sitotoksik............................................... Lampiran 14. Hasil Data Orientasi Uji Sitotoksik............................................... Lampiran 15. Analisis Data Statistik Uji Doubling Time ................................... Lampiran 16. Tabel Panduan Interpretasi Kekuatan Korelasi ............................. Lampiran 17. Perhitungan Rf (Retention factor) KLT ........................................ Lampiran 18. Daftar Riwayat Hidup Peneliti ...................................................... Lampiran 18. Daftar Glosarium........................................................................... commit to user xvi 65 66 67 68 69 70 71 72 73 74 75 77 79 80 81 87 88 89 90 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dendrophtoe pentandra merupakan jenis benalu yang masuk dalam suku Loranthaceae. D. pentandra ditemukan di daerah hutan, perkebunan, taman-taman kota, hingga di sekitar pemukiman penduduk. D. pentandra memiliki kemampuan menyerang dan dapat memarasit berbagai jenis tumbuhan inang (Sunaryo, 2008). Tumbuhan benalu yang selain dikenal sebagai parasit juga memiliki khasiat ampuh menghambat laju pertumbuhan penyakit kanker, karena mengandung kuersetin. Kuersetin adalah turunan flavonoid yang merupakan metabolik sekunder yang memiliki efek pengobatan. Penelitian sebelumnya memberikan hasil bahwa D. pentandra mengandung senyawa metabolit yang bersifat antikanker seperti flavonoid, alkaloid, terpenoid, tanin dan saponin (Fajriah dkk., 2007; Ikawati, 2008). Kanker merupakan penyakit yang melibatkan faktor genetik dalam proses patogenesisnya, proses pembelahan sel menjadi tidak terkontrol karena gen yang mengatur pertumbuhan sel mengalami inaktivasi (Marleen dkk., 2008). Salah satu keganasan yang menduduki peringkat lima besar yang paling banyak dijumpai di antara tumor ganas THT (Telinga Hidung Tenggorokan) di Indonesia adalah karsinoma nasofaring (KNF) (Puspasari, 2010). KNF adalah kanker yang dimulai di bagian nasofaring, bagian atas tenggorokan di belakang hidung dan dekat pangkal tengkorak (American Cancer Society, 2013). Metode pengobatan KNF seperti kemoterapi, radiasi, dan operasi belum memberikan hasil maksimal, bahkan memberikan efek samping pada sel normal yang berada di sekitar kanker. Faktor resiko mayor terjadinya KNF adalah Epstein Barr Virus (EBV) (Ariwibowo, 2013). Penderita KNF yang terinfeksi EBV laten dan persisten ditandai dengan ekspresi latent membrane protein-1 (LMP-1). LMP-1 merupakan gen laten EBV yang mampu menginduksi proliferasi sel melalui siklus sel (fase G1/S) dan inhibisi apoptosis. EBV dapat mengikat protein p53 normal dan menghilangkan fungsi protektifnya. Gen p53 merupakan salah satu dari gen supresor tumor. Gen ini mendeteksi kerusakan DNA, membantu perbaikan DNA melalui penghentian fase G1 dari siklus sel dan memicu gen yang memperbaiki DNA. Hilangnyacommit fungsito user gen p53 secara homozigot dapat xvii 1 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id2 menyebabkan sel mengalami transformasi keganasan (Yenita, 2012). Pencarian bahan antikanker dari alam umumnya difokuskan untuk mencari senyawa aktif yang mempunyai efek sitotoksik, antimitotik, serta yang memiliki kemampuan menekan proliferasi sel kanker (Nursid dkk., 2006). D pentandra mengandung senyawa kuersetin yang merupakan kandungan utama dari flavonoid yang dapat berfungsi sebagai agen anti-kanker pada regulasi siklus sel dan menghambat enzim tirosin kinase. Kuersetin juga berperan dalam mengaktifkan ekspresi protein p53 mutan (Lamson et al, 2000; Saifillah, 2011). Selain kuersetin di dalam daun Dendrophthoe pentandra L. Miq menggunakan pelarut polar tekandung beberapa senyawa metabolit yang bersifat antikanker seperti terpenoid, tanin saponin dan alkaloid (Fajriah, 2007; Ikawati, 2008). Alkaloid dan terpenoid dapat mengaktifkan gen p53 dengan mekanisme penghambatan kerja DNA Topoisomerase II yang menyebabkan kerusakan DNA sel tumor (Sukardiman dkk., 2006; Setiawati dkk., 2007). Saponin dapat meningkatkan ekspresi p53, dan dapat pula memicu G1 cell cycle arrest (Fitria dkk., 2011). Tanin yang merupakan senyawa polifenol dapat meningkatkan protein p27 yang menghambat siklus sel (Nam et al., 2001 dalam Sahid et al. 2013). Protein p27 adalah protein yang mengikat siklin dan cdk sehingga terjadi hambatan menuju fase S (Wuryanto, 2004). Keberadaan metabolit sekunder yang bersifat antikanker yang terkandung di dalam ekstrak daun Dendrophthoe pentandra L. Miq diharapkan mampu menghambat proliferasi sel Raji yang merupakan sel lestari dari sel KNF. B. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut: 1. Bagaimanakah profil metabolit sekunder etanol daun benalu kersen (D. pentandra L. Miq.) secara kualitatif? 2. Apakah ekstrak etanol daun benalu kersen (D. pentandra L. Miq.) dapat menghambat proliferasi sel Raji secara in vitro? C. Tujuan Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Menjelaskan profil metabolit sekunder ekstrak etanol daun benalu kersen (D. pentandra L. Miq.) secara kualitatif commit to user xviii perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 3 2. Menjelaskan kemampuan ekstrak etanol daun benalu kersen (D. pentandra L. Miq.) dalam menghambat proliferasi sel Raji dengan menggunakan uji Doubling Time. D. Manfaat Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Memberikan informasi mengenai sitotoksisitas kandungan senyawa kimia daun benalu kersen (D. pentandra L. Miq.) terhadap sel model kanker nasofaring. 2. Memberikan sumbangsih pengetahuan dalam dunia kesehatan, khususnya di bidang pengobatan kanker tentang khasiat daun benalu kersen (D. pentandra L. Miq.) dalam menghambat proliferasi sel Raji sebagai sel model dari kanker nasofaring. commit to user xix perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kajian Teori 1. Daun Benalu (Dendrophtoe pentandra L. Miq.) D. pentandra merupakan jenis benalu yang masuk dalam suku Loranthaceae. D. pentandra ditemukan di daerah hutan hujan atau di hutan yang terbuka, di perkebunan, di taman-taman kota, hingga di sekitar pemukiman penduduk. Penyebarannya terjadi melalui burung-burung pemakan bijinya. Kemampuan benalu ini tidak hanya menyerang jenis tumbuhan inang tertentu melainkan dapat memarasit berbagai jenis tumbuhan inang, baik berupa semak ataupun pohon, selama beberapa tahun. D. pentandra dapat hidup pada jenis-jenis tumbuhan yang beragam serta rentang sebaran ekologis yang cukup luas. Sebagai jenis tumbuhan parasit keberadaan benalu D. pentandra sering mengindikasikan terjadinya gangguan ataupun kerusakan tumbuh-tumbuhan inangnya, apalagi bila keberadaannya dalam jumlah yang banyak (Sunaryo, 2008). Menurut National Center for Biotechnology Information/NCBI (2014) klasifikasi D. pentandra L. Miq adalah sebagai berikut: Superkingdom : Eukaryota Kingdom : Viridiplantae Filum : Streptophyta Super Divisi : Spermatophyta Divisi : Magnoliophyta Ordo : Santales Famili : Loranthaceae Genus : Dendrophthoe Spesies : Dendrophthoe pentandra (L.) Miq. Benalu D. pentandra dideskripsikan sebagai berikut: berupa tumbuhan perdu, bersifat hemiparasit, agak tegak, bercabang banyak, tinggi 0,5–1,5 m. Daun seperti terlihat pada Gambar 1 letaknya tersebar atau sedikit berhadapan, menjorong, panjang 6–13 cm dan lebar 1,5–8 commit cm, pangkal to usermenirus–membaji, ujung tumpul– xx 4 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 5 runcing, panjang tangkai daun 5–20 mm. Perbungaan tandan dengan 6–12 bunga, panjang sumbu perbungaan 10–35 mm. Bunga dengan 1 braktea di pangkal, biseksual, diklamid, kelopak mereduksi; mahkota bunga terdiri atas 5 cuping, di bagian bawah saling berpautan, agak menggembung, panjang 13–26 mm, menyempit membentuk leher, bagian ujung mengganda, mula-mula hijau kemudian hijau kekuningan sampai kuning jingga atau merah jingga, panjang tabung 6–12 mm dan menggenta; benang sari 5, panjang kepala sari 2–5 mm dan tumpul serta melekat pada bagian pangkal (basifik); putik dengan kepala putik membintul. Buah berbentuk bulat telur, panjang mencapai 10 mm dengan lebar 6 mm, bila masak kuning jingga. Berbiji 1, biji ditutupi lapisan lengket (Sunaryo, 2008). Gambar 1. Ilustrasi D. pentandra (Linnaeus) Miquel; (1) cabang berbunga dan terdapat berdaun, (2) kuncup bunga, (3) bunga, (4) braktea, (5) buah (Sheng, 2004) Tumbuhan benalu yang selama ini sering dikenal sebagai parasit ternyata memiliki khasiat, yaitu ampuh menghambat laju pertumbuhan penyakit kanker, karena di dalamnya terkandung kuersetin yang merupakan glikosida flavonol yang aglikonnya adalah kuersetin. Kuersetin termasuk dalam turunan flavonoid yang merupakan senyawa golongan fenol senyawa ini merupakan metabolik sekunder yang memiliki efek pengobatan. Penelitian memberikan hasil bahwa commit to sebelumnya user xxi perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 6 dari hasil ekstrak D. pentandra menggunakan pelarut yang larut dalam air (etil asetat dan metanol) terdeteksi beberapa senyawa metabolit yang bersifat antikanker seperti flavonoid, tanin dan terpenoid. Kandungan kimia lain yang terdapat dalam benalu D. pentandra adalah asam amino, karbohidrat, alkaloid dan saponin (Fajriah dkk., 2007; Ikawati, 2008). a. Flavonoid - Kuersetin Kuersetin telah dipelajari secara luas dan ditemukan mampu untuk menghambat pertumbuhan tumor dan memiliki antioksidan. Selain itu, kuersetin telah dilaporkan dapat menghambat timbulnya papiloma dan tumor yang disebabkan oleh 7,12 - dimetilbenzantrasena (DMBA) pada hamster. Beberapa efek anti karsinogenesis dari kuersetin telah diketahui dengan penelitian secara in vivo, termasuk di dalamnya adalah penghambatan azoxymethane (AOM) yang diketahui dengan diinduksikannya neoplasia kolon padtikus betina model CF-1, tikus jantan albino Swiss yang diinduksi fibrosarkoma untuk mengetahui penghambatan 20-methyl cholanthrene (20-MC) yang merupakan agen karsinogenik (oral). Beberapa mekanisme yang mungkin untuk mengetahui aktivitas kuersetin dalam interaksi kemopreventif kanker secara in vivo telah dilakukan, seperti penghambatan peristiwa biokimia tertentu yang berkaitan dengan promosi tumor (misalnya perubahan dalam protein kinase C), penghambatan lipid peroksidase dan sitokrom P-450 (dibarengi dengan peningkatan kadar glutathione S-transferase), dan induksi apoptosis oleh kuersetin. Selain itu, kuersetin ditemukan mampu menurunkan regulasi transduksi sinyal pada sel kanker payudara manusia (Tringali, 2004). Flavonoid merupakan salah satu metabolit sekunder dari golongan senyawa polifenol yang mempunyai 15 atom karbon, terdiri dari 2 cincin karbon benzena yang dihubungkan menjadi satu oleh rantai linear yang terdiri dari 3 atom karbon atau digambarkan sebagai deretan senyawa C6-C3-C6. Flavonoid merupakan salah satu golongan fenol alam terbesar dan merupakan senyawa organik (Ariani dkk., 2008). Struktur kuersetin dapat dilihat pada Gambar 2. commit to user xxii perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 7 Gambar 2. Struktur Kuersetin (Ariani dkk., 2008) Kuersetin merupakan senyawa yang bersifat mutagen, namun dalam ekstrak etanol kuersetin tidak menunjukkan efek mutagenik pada sel mamalia. Tes yang digunakan untuk mengetahui hal tersebut di antaranya adalah uji Hipoksantin Guanidin Phosphoribosyl Transferase (HGPRT), unschedule DNA Synthesis (sintesis DNA yang tak terjadwal), uji transformasi sel menggunakan sel embrio hamster Suriah, uji bintik rambut tikus, dan uji kelainan kromosom menggunakan sel sumsum tulang hamster Cina (Tracy dan Kingston, 2007). Purba (2012) menjelaskan dalam penelitiannya bahwa kuersetin terbukti mampu menghambat sel kanker melalui hambatan protein kinase C (PKC), menekan aktivasi epidermal growth factor receptor (EGFR) tyrosine kinase dengan cara menghambat proses fosforilasi, menginduksi dan mengikat reseptor estrogen yang mengakibatkan pertumbuhan sel terhambat. Selain itu kuersetin dapat meningkatkan ekspresi gen p53 dan p21 yang merupakan gen pengaktif terjadinya apoptosis serta menekan cyclin D1, D2, A, E. Kuersetin juga menginduksi apoptosis sel kanker melalui penghambatan sintesis heat shock protein (HSP), peningkatan ekspresi Fas/Fas ligand (FasL), annexin V laneling, dan aktivitas caspase-3. Manggau dkk (2007) juga menjelaskan bahwa kuersetin mampu menghambat siklooksigenase berkaitan dengan aktivitas antiradikal bebasnya. b. Alkaloid Potensi senyawa alkaloid sebagai antikanker diduga melalui tahapan awal commit to user menghambat enzim DNA Topoismerase II, dengan dihambatnya aktivitas enzim xxiii perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id DNA topoisomerase, maka proses terjadinya ikatan antara enzim dengan DNA sel kanker semakin lama, sehingga akan terbentuk Protein Linked DNA Breaks (PLDB), akibatnya terjadi fragmentasi atau kerusakan DNA sel kanker dan selanjutnya berpengaruh terhadap proses replikasi sel kanker. Selanjutnya gen p53 sebagai gen supresor tumor akan terakumulasi, menghentikan replikasi DNA pada check point dan memberi kesempatan kepada DNA untuk memperbaiki diri. Bila proses perbaikan gagal, p53 akan merangsang mitokondria mengeluarkan sitokrom c ke sitosol, dan dalam hal ini akan dihalangi oleh anti-apoptosis member yaitu gen Bcl-2. Sitosol sitokrom c bersama dengan Apoptosis Protease Activating Factor-1 (Apaf-1) dan procaspase 9 membentuk caspase 9, komplek ini disebut apoptosome. Terbentuk caspase 9 sebagai caspase awal akan mengaktifkan caspase eksekusioner, yaitu caspase 3, 6 dan 7 sehingga dapat menyebabkan kematian sel secara apoptosis (Sukardiman dkk., 2006). c. Tanin Tanin memiliki sifat antioksidan yang lebih tinggi daripada vitamin E dan C, serta lebih stabil. Sifat tanin yang demikian membuat tanin menjadi senyawa yang mampu mencegah penyakit degeneratif, salah satunya adalah kanker (Suarni & Subagio, 2013). Potensi tanin sebagai antikanker adalah berperan sebagai antiproliferatif sel kanker yang bekerja pada tingkat sel dengan memblokade fase “S” dari siklus sel. Tanin dapat menginduksi apoptosis dan menghambat proses angiogenesis (Mustafida dkk., 2014). d. Terpenoid Potensi senyawa terpenoid dalam fungsinya sebagai antikanker adalah dapat memblok siklus sel pada fase G2/M dengan menstabilkan benang-benang spindle pada fase mitosis sehingga menyebabkan proses mitosis terhambat. Pada tahap selanjutnya, akan terjadi penghambatan proliferasi sel dan pemacuan apoptosis. Senyawa terpenoid juga mampu menghambat enzim topoisomerase pada sel mamalia. Enzim topoisomerase adalah enzim di dalam inti sel yang mampu memodifikasi topologi DNA dan berperan pada replikasi, transkripsi, dan rekombinasi yang sangat penting dalam pembentukan striktur kromosom, kondensasi/dekondensasi serta segregasi Enzim ini ditemukan dalam commit tokromosom. user xxiv 8 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id jumlah yang berlebihan pada sel kanker dibandingkan sel sehat/normal. Ada dua kelas enzim topoisomerase pada sel mamalia, tipe I yang memotong dan memecah untai tunggal dari DNA dan tipe II yang memotong dan memecah DNA untai ganda. Inhibitor enzim topoisomerase akan menstabilkan kompleks topoisomerase dan DNA terpotong, sehingga dapat menyebabkan terjadinya kerusakan DNA. Adanya kerusakan DNA dapat menyebabkan terekspresinya protein proapoptosis sehingga dapat memacu terjadinya apoptosis (Setiawati dkk., 2007; Windarti, 2013). e. Saponin Senyawa saponin telah diketahui dapat menghambat pembentukan Bcl-2 yang diekspresikan terlalu tinggi, menginduksi protein caspase-3 (protein eksekutor terjadinya apoptosis) yang diekspresikan terlalu rendah, meningkatkan ekspresi p53, dan dapat pula memicu G1 cell cycle arrest (Fitria dkk., 2011). 2. Karsinoma Nasofaring Karsinoma atau kanker merupakan penyakit yang melibatkan faktor genetik dalam proses patogenesisnya, proses pembelahan sel menjadi tidak terkontrol karena gen yang mengatur pertumbuhan sel telah dirusak. Peningkatan ketahanan hidup sel sebagai akibat perubahan genetik yang mencegah terjadinya apoptosis misalnya aktivasi Bcl-2 atau inaktivasi p53 menyebabkan tumor bertambah besar (Marleen dkk., 2008). Kanker nasofaring adalah kanker yang dimulai di bagian nasofaring, bagian atas tenggorokan di belakang hidung dan dekat pangkal tengkorak. Nasofaring adalah bagian atas tenggorokan (faring) yang terletak di belakang hidung. Bagian ini tampak sebagai ruang yang berbentuk seperti kotak dengan ukuran sekitar 1 ½ inci di setiap sisinya. Nasofaring seperti terlihat pada Gambar 3 terletak tepat di atas bagian lunak atap mulut (soft palate) dan tepat di belakang dari bagian hidung (American Cancer Society, 2013). commit to user xxv 9 10 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id Gambar 3. Nasofaring (American Cancer Society, 2013) Stadium Kanker Nasofaring menurut American Cancer Society (2013) a. Stadium 0: Kanker dalam keadaan in situ. Sel-sel kanker hanya pada lapisan permukaan nasofaring tetapi belum tumbuh menjadi lapisan yang lebih dalam. Kanker belum menyebar ke kelenjar getah bening di dekatnya atau tempat yang jauh. b. Stadium I: Tumor di nasofaring dan mungkin telah menyebar ke jaringan lunak rongga hidung dan atau orofaring tetapi belum menyebar ke kelenjar getah bening terdekat atau tempat yang jauh. c. Stadium II: Tumor telah tumbuh ke dalam jaringan dari sisi kiri atau kanan dari bagian atas tenggorokan tetapi belum menyebar ke kelenjar getah bening terdekat atau tempat yang jauh. Tumor mungkin masih terbatas pada nasofaring, atau mungkin telah menyebar ke jaringan lunak rongga hidung atau orofaring, atau sisi kiri atau kanan dari bagian atas tenggorokan. Kanker telah menyebar ke satu atau lebih kelenjar getah bening di dekatnya (kelenjar getah bening leher atau di sisi lain kelenjar getah bening di belakang tenggorokan (kelenjar getah bening retropharyngeal), dengan ukuran tidak lebih besar dari 6 cm (sekitar 2 ½ inci). Kanker belum menyebar ke tempat yangtojauh. commit user xxvi perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 11 d. Stadium III: Tumor telah menyebar ke sinus atau tulang dekat nasofaring dan kemungkinan telah menyebar ke kelenjar getah bening di leher atau di belakang tenggorokan, namun ukuran kelenjar getah bening tidak lebih besar dari 6 cm. Kanker belum menyebar ke tempat yang jauh, atau tumor mungkin masih terbatas pada nasofaring, atau mungkin telah tumbuh menjadi jaringan lunak rongga hidung atau orofaring, di sisi kiri atau kanan dari bagian atas tenggorokan. Tumor telah menyebar ke kelenjar getah bening di leher terdekat di kedua sisi, ukuran kelenjar getah bening tidak lebih besar dari 6 cm. Kanker belum menyebar ke tempat yang jauh. e. Stadium IVA: Tumor telah tumbuh dan menyebar ke dalam tengkorak dan atau saraf kranial, hipofaring (bagian bawah tenggorokan), mata, atau pada jaringan di sekitarnya. Diperkirakan kanker telah menyebar ke kelenjar getah bening di dekat leher, ukuran kelenjar getah bening tidak lebih besar dari 6 cm. Kanker belum menyebar ke tempat yang jauh. f. Stadium IVB: Tumor mungkin diperkirakan telah meluas ke jaringan lunak di dekatnya atau ke tulang. Tumor juga telah menyebar ke kelenjar getah bening yang ukurannya lebih besar dari 6 cm dan atau berlokasi di daerah bahu di atas tulang selangka. Kanker belum menyebar ke tempat yang jauh (American Cancer Society, 2013). Data registrasi kanker di Indonesia berdasarkan histopatologi tahun 2003 menunjukkan bahwa karsinoma nasofaring menempati urutan pertama dari semua tumor ganas primer pada laki–laki dan urutan ke 8 pada perempuan. Karsinoma nasofaring paling sering di fossa Rosenmuller yang merupakan daerah transisional epitel kuboid berubah menjadi epitel skuamosa. Gejala dan tanda karsinoma nasofaring yang sering berupa benjolan di leher (78%), obstruksi hidung (35,5%), epistaksis (27,5%) dan diplopia. Gejala lain termasuk adenopati leher, epistaksis, otitis media efusi, gangguan pendengaran unilateral atau bilateral, hidung tersumbat, paralisis nervus kranial, retrosphenoidal syndrome of Jacod (kesulitan ekspresi wajah, masalah gerakan mata dan retroparotidian syndrome of commit to rahang), user xxvii 12 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id Villaret (sulit mengunyah, gangguan gerakan lidah dan leher), nyeri telinga yang menjalar (Ariwibowo, 2013). Karsinoma nasofaring (KNF) di Indonesia merupakan tumor ganas terbanyak di daerah kepala dan leher. Kebanyakan penderita KNF datang berobat di klinik sudah stadium lanjut. Metode pengobatan kanker yang banyak digunakan saat ini adalah metode kemoterapi, radiasi, dan operasi. Metode-metode tersebut bertujuan untuk mengangkat jaringan kanker atau mematikan sel kanker, akan tetapi metodemetode tersebut belum maksimal, bahkan memberikan efek samping pada sel normal yang berada di sekitar kanker atau organ lain. Operasi akan berhasil pada beberapa tumor yang telah berkembang, tetapi sulit mengobati pada stadium awal metastasis. Pengobatan dengan radiasi mampu membunuh tumor lokal namun radiasi juga dapat menimbulkan resistensi kanker, sehingga senyawa kanker tersebut tidak sensitif. Terapi KNF dengan radioterapi konvensional seperti ini seringkali hasilnya kurang memuaskan. Kegagalan radioterapi konvensional (2 dimensional radiation therapy / 2 DRT) dalam memberantas (eradikasi) sel kanker di nasofaring maupun anak sebarnya di kelenjar leher (loco-regional failure) cukup tinggi, mencapai angka 40%-80%. Selain itu, pasca radioterapi seringkali dijumpai metastasis jauh (15%-57%) (Kentjono, 2003; Multiawati, 2013). Salah satu faktor resiko mayor terjadinya karsinoma nasofaring adalah virus Epstein Barr (Ariwibowo, 2013). Hampir semua sel kanker nasofaring mengandung bagian dari virus Epstein-Barr (EBV), dan kebanyakan orang dengan kanker nasofaring memiliki bukti infeksi oleh virus ini dalam darah mereka. Infeksi EBV sangat umum di seluruh dunia, sering terjadi pada masa kanak-kanak (American Cancer Society, 2013). 3. Epstein-Barr virus Epstein-Barr Virus (EBV) termasuk dalam genus Lymphocryptovirus, subfamili Gamma-herpesvirinae, dan dari famili Herpesviridae. EBV merupakan virus komplek yang diselubungi envelope dan berkembang biak di dalam inti sel inang. EBV mampu menginfeksi limfosit-B yang dalam kondisi istirahat dan sel epitel, kemudian bermultiplikasi dan menetap sebagai infeksi laten dalam limfositB. Orang yang terinfeksi dapat menghasilkan virion, membawa CTLs (Cytotoxic T commit to user xxviii perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id Lymphocytes) virus yang spesifik, menghasilkan antibodi spesifik EBV, dan kemudian berlabuh secara laten di limfosit-B yang terinfeksi (WHO, 2013). Seperti virus herpes lainnya, EBV adalah virus DNA dengan protein inti berbentuk toroid yang dibungkus dengan DNA, sebuah nukleokapsid dengan 162 capsomers, disusun oleh protein tegument antara nukleokapsid dan amplop, dan amplop luar dengan eksternal virus yang dikodekan glikoprotein yang berbentuk runcing seperti ditunjukkan pada Gambar 4 (IARC, 1997). Gambar 4. Virus Epstein-Barr (Cullen, 2010) EBV dapat menginfeksi sel limfosit-β dan menyebabkan keganasan pada sel tersebut. Sel yang terinfeksi EBV akan mengekpresikan protein yang menjadikan sel resisten terhadap apoptosis. Salah satu model sel limfosit-β yang terinfeksi oleh Eipstein-Barr Virus (EBV) yang biasanya digunakan untuk penelitian adalah sel Raji (Diastuti dkk., 2009). 4. Infeksi Epstein-Barr virus (EBV) pada Karsinoma Nasofaring Infeksi EBV yang laten dan persisten pada KNF menunjukkan pola laten yang salah satunya ditandai dengan ekspresi latent membrane protein-1 (LMP-1). LMP-1 merupakan onkogen virus yang mirip reseptor permukaan sel yang dapat mencegah sel yang terinfeksi EBV dari apoptosis dengan menginduksi protein antiapoptotik seperti BCL-2. LMP-1 juga terlibat dalam jalur pensinyalan yang mengatur proliferasi sel dan apoptosis yaitu memicu progresifitas dan proliferasi sel melalui siklus sel (fase G1/S) dan inhibisi apoptosis. EBV dapat mengikat protein p53 normal dan menghilangkan fungsi protektifnya. Gen p53 merupakan salah satu dari gen supresor tumor. Gen ini mendeteksi DNA, membantu perbaikan commit to kerusakan user xxix 13 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id14 DNA melalui penghentian fase G1 dari siklus sel dan memicu gen yang memperbaiki DNA. Apabila terjadi kehilangan p53 secara homozigot, kerusakan DNA tidak dapat diperbaiki dan mutasi akan terfiksasi pada sel yang membelah sehingga sel akan mengalami transformasi keganasan (Yenita, 2012). EBV menginfeksi sel-sel B di sirkulasi yang melalui orofaring, menghasilkan infeksi laten. EBV akan memicu limfosit B untuk berproliferasi, yang mana hal ini akan diekspresikan oleh spesific growth-promoting genes, yang mempunyai kemampuan untuk menjadi tumor. Ada beberapa jalur sinyal yang diindikasikan sebagai fungsi dari LMP 1 yaitu Nuclear Factor - NF-ĸB, JNK (c-Jun N Terminal Kinase)/AP-1 (Activator Protein-1), MAPK (Mitogen-activated Protein Kinase) dan Phosphoinositide 3-kinase (PI3K)-Akt: a. LMP1 mengaktivasi NF-КB melalui TRAF1, TRAF2 dan TRAF3, yang juga menginduksi PI3K yang akan mengaktivasi Akt (protein kinase B). NF-КB aktif menginduksi immortalisasi sel dengan menghambat apoptosis sel melaui peningkatan regulasi aktivitas survivin, survivin merupakan anggota prtotein penghambat apoptosis yang menurunkan regulasi dari gen P21, hal ini menyebabkan kerja cyclin-dependent kinase 4 (CDK4) dalam mempromosikan progresi siklus sel melalui transisi G1/S. b. JNK (c-Jun N Terminal Kinase) juga dikenal sebagai protein kinase yang aktif karena stress yang terlibat dalam kelangsungan hidup sel dan kematian sel. Biasanya, akibat dari aktivasi berkepanjangan dari JNK dapat menyebabkan apoptosis sel sedangkan aktivasi sementara menyebabkan kelangsungan hidup dan proliferasi seluler (aktivasi dari cycle 2/cyclin B (CDC2/cyclin B)) dengan cara menginhibisi gen penekan tumor p53. c. Mitogen-activated protein kinase (MAPK) merupakan jalur sinyal yang memainkan peran kunci dalam regulasi ekspresi gen, pertumbuhan sel, dan survival sel. Keadaan abnormal pada sinyal MAPK dapat menyebabkan peningkatan atau tidak terkendalinya proliferasi sel dan ketahanan sel terhadap apoptosis. Anggota MAPK diantaranya adalah molekul sinyal Ras, Raf, MEK, dan ERK. Pada sel normal, faktor pertumbuhan ekstraseluler mengikat dan mengaktifkan reseptor tirosin kinase, hal ini menyebabkan penurunan sinyal pada ke bagian selanjutnya. Aktivasi commit todari userERK yang terus menerus dapat xxx perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 15 menginkativasi gen p27 yang merupakan protein pengatur regulasi siklus sel, inaktivasi dari gen p27 mengaktifkan kompleks CDK2/cyclin E yang menyebabkan sel memasuki fase S. d. Phosphoinositide 3-kinase (PI3K) adalah kelompok enzim yang terlibat dalam fungsi sel yang beragam termasuk pertumbuhan sel, proliferasi, diferensiasi, motilitas, survival, dan pengedaran intraseluler. Aktivasi dari PI3K memicu terjadinya fosforilasi dan aktivasi serin / treonin kinase protein B (Akt), hal ini menyebabkan terjadinya degradasi dari cycli-dependent inhibitor p27 (Astuty, 2010; Tulalamba, 2012). 5. Cell Line Raji Sel raji merupakan derivat cell line Burkitt’s lymphoma pada penderita kanker getah bening yang banyak ditemukan pada penderita kanker sebagai penyebab kematian. Sel ini melayang-layang pada medium sehingga tidak membutuhkan tripsin pada saat pengkulturan. Medium RPMI 1640 digunakan sebagai medium kultur yang banyak mengandung nutrisi yang baik untuk pertumbuhan sel. Sel Raji dipilih pada penelitian karena sel raji merupakan salah satu cell line yang aman digunakan pada uji sitotoksisitas, mudah dalam pengkulturan dan perlakuan (Wahyudi dan Djajanegara, 2008). Salimi dan Zakaria (2012) menjelaskan dalam penelitiannya bahwa sel Raji berasal dari kultur sel lymphoblastoid yang diturunkan dari lymphoma Burkitt. Burkitt merupakan sejenis kanker yang terdapat pada sistem limpa khususnya pada limfosit B. Sel ini termasuk sel limfoblast yang secara morfologi berbentuk bulat dan tumbuh dalam suspensi tanpa melekat di permukaan. Sel Raji merupakan sel limfosit-β yang terinfeksi oleh EBV. Sel yang terinfeksi EBV akan mengekpresikan protein yang menjadikan sel resisten terhadap apoptosis (Komano et al., 1998 dalam Diastuti et al., 2009). 6. Siklus Sel Siklus sel pada sel eukariotik merupakan suatu tahapan kompleks meliputi penggandaan materi genetik, pengaturan waktu pembelahan sel, dan interaksi antara protein dan enzim. Siklus sel padatosel eukaryotik dapat dibagi menjadi 4 commit user xxxi perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id16 tahap, yaitu: G1 (Gap 1), S (Sintesis), G2 (Gap 2), dan M (Mitosis). Seperti yang ditunjukkan pada Gambar 4 dimana tahap G1 merupakan selang antara tahapan M dengan S. Pada tahap ini sel terus tumbuh dan melakukan persiapan untuk sintesis DNA. Sel akan melakukan sintesis DNA dan terjadi proses replikasi kromosom pada saat berada di tahap S. Tahap G2, sel yang telah mereplikasi kromosom akan menduplikasi keseluruhan komponen seluler lainnya. Selain itu terjadi pula sintesis mRNA dan beberapa protein tertentu. Secara umum tahap G0, G1, S, dan G2 disebut juga sebagai tahap interfase. Tahap M terjadi mitosis/pembelahan sel, pergerakan kromosom bisa diikuti dari tengah ke tepi, akan menjadi sitokinesis (1 sel menjadi 2 sel), tahap ini terdiri dari empat sub tahapan, yaitu profase, metafase, anafase, dan telofase. Kondisi tertentu, sel-sel yang tidak membelah, karena tidak berdiferensiasi, meninggalkan tahap G1 dan pindah ke dalam tahap G0. Sel-sel yang berada dalam tahap G0 sering disebut sedang beristirahat/ diam (quiescent) (Murti dkk., 2007; Albert et al., 2008). Gambar 5. Siklus Sel (Reece et al., 2010). G0 (quiscent) merupakan fase dimana sel berada pada fase G1 terlalu lama, pada fase ini, sel tetap menjalankan fungsi metabolisnya dengan aktif, tetapi tidak lagi melakukan proliferasi secara aktif. Sebuah sel yang berada pada fase G0 dapat memasuki siklus sel kembali, atau tetap pada fase tersebut hingga terjadi apoptosis (Sarmoko dan Larasati, 2012). commit to user xxxii perpustakaan.uns.ac.id 7. digilib.uns.ac.id17 Proliferasi Proliferasi sel adalah pembelahan sel (cell division) dan pertumbuhan sel (cell growth), yang mendasari mekanisme dan pengaturan proliferasi sel adalah siklus sel. Proliferasi sel distimulasi oleh faktor pertumbuhan intrinsik, jejas, kematian dan kerusakan sel, mediator biokimiawi dari lingkungan. Kelebihan stimulus atau kekurangan inhibitor akan menyebabkan pertumbuhan sel yang tak terkontrol atau terjadinya kanker. Penginduksian pertumbuhan sel dihubungkan dengan pemendekan siklus sel pada fase G0 sampai sel memasuki siklus sel, pada fase G0 sampai memasuki siklus sel terdapat penghambatan fisiologis untuk terjadinya proliferasi sel. Pertumbuhan sel dapat dicapai dengan memperpendek atau memperpanjang siklus sel (Hartono, 2009). Proliferasi sel merupakan siklus pembelahan sel, dimana sel tersebut tumbuh, mereplikasi DNA-nya, dan kemudian membagi menjadi dua sel anak. Pada jaringan dewasa, ukuran proliferasi sel ditentukan oleh kecepatan proliferasi, diferensiasi, dan kematian oleh apoptosis. Mekanisme pertumbuhan yang paling penting adalah perubahan sel-sel yang dalam keadaan istirahat atau quiescent cells ke sel yang berproliferasi dengan membuat sel tersebut memasuki siklus sel (Laksmini, 2013). Salah satu parameter utama dalam mengukur sifat proliferatif sel adalah cell cycle progression. Proses ini diatur oleh regulator positif (onkogen) dan regulator negatif (Tumor supressor gene) (Budiyastomo, 2010). Proliferasi siklus sel pada kondisi normal melalui tahapan sebagai berikut: a. Faktor pertumbuhan terikat pada reseptor spesifik membran sel b. Aktivasi reseptor faktor pertumbuhan yang bersifat sementara dan terbatas, kemudian akan mengaktivasi beberapa protein transduksi sinyal pada bagian membran plasma c. Transmisi sinyal transduksi melintasi sitosol menuju inti second messenger d. Induksi dan aktivasi faktor pengendali pada inti yang menhinisiasi transkripsi DNA e. Sel kemudian memasuki siklus sel, menghasilkan pembelahan sel (Contrans 1999 dalam Budiyastomo, 2010) commit to user xxxiii perpustakaan.uns.ac.id 8. digilib.uns.ac.id 18 Apoptosis Apoptosis merupakan proses kematian sel secara terprogram (programmed cell death). Senyawa antitumor yang baik adalah senyawa yang dapat menginduksi terjadinya apoptosis. Gen yang sangat berperan dalam peristiwa apoptosis adalah gen p53. Gen p53 juga berperan sebagai supresor tumor. Gen p53 merupakan salah satu gen penekan terjadinya tumor. Gen p53 merupakan “penjaga gawang” stabilitas genomik yang berperan dalam siklus regulasi DNA, apoptosis dan kontrol proliferasi sel (Nursid dkk., 2006). Sitoplasma sel tidak keluar pada peristiwa apoptosis sehingga berbagai respon radang tidak terjadi. Apoptosis merupakan proses aktif yang memerlukan energi karena prosesnya terjadi oleh sel sendiri hingga mengakibatkan kematian sel. Sel yang apoptosis akan mengalami perubahan morfologi seperti: sel mengecil, terjadi kondensasi kromatin dan fragmentasi inti. Apoptosis memiliki peran dalam proses fisiologis autodestruksi seluler yang penting bagi perkembangan, pemeliharaan homeostasis dan pertahanan hospes organisme multiseluler. Apoptosis merupakan bagian dari perkembangan fisiologis tubuh normal selama masa perkembangan serta sebagai mekanisme homeostasis jaringan dan mekanisme pertahanan tubuh (Hadi, 2011). Proses apoptosis ini diatur melalui 2 jalur yaitu jalur ekstrinsik (sitoplasma) melalui aktifitas Fas death receptor dengan mengaktivasi interaksi Fas-Fas ligand (FasL) dan jalur intrinsik (mitokondria) yang memacu pelepasan sitokrom C yang tergantung pada pengaturan protein Bcl-2 (B cell lymphoma) sebagai protein antiapoptosis dan Bax sebagai protein pro-apoptosis. Protein penekan tumor p53 terlibat pada proses pemacuan apoptosis dengan menginduksi ekspresi dari protein proapoptosis (Cahyanti, 2008; Meiyanto, 2006). Menurut Hermawan (2012) selama proses apoptosis terjadi perubahan morfologi sel yang dapat dibagi dalam tiga fase yang ditunjukkan pada Gambar 5, yaitu: a. Fase inisiasi atau induksi heterogen yang bergantung pada stimulus, sel menerima stimulus yang menginduksi kematian, kehilangan faktor-faktor yang menunjang ketahanan hidup, kekurangan suplai untuk metabolisme dan terjadi pengikatan reseptor yang meneruskan sinyal kematian. commit to user xxxiv perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 19 b. Fase efektor, pada fase ini reaksi metabolik dengan pola yang lebih teratur, dan sel mengambil keputusan atau komitmen untuk “bunuh diri”. c. Fase degradasi atau eksekusi saat sel-sel yang bersangkutan memperlihatkan gambaran biokimia dan morfologi apoptosis. Terjadi peningkatan berbagai aktivitas, termasuk peningkatan aktivasi enzim-enzim katabolik dan produksi reactive oxygen species (ROS). Pada fase ini perubahan morfologi dan biokimia sel, di antaranya fragmentasi DNA, degradasi berbagai jenis protein dan lain-lain menjadi lebih jelas. Semua sel mengalami apoptosis menurut pola tertentu dan menunjukkan bahwa sel-sel tersebut mengekspresikan semua komponen protein yang diperlukan untuk mengeksekusi kematian sel. Gambar 6. Perubahan morfologi sel pada Apoptosis; 1.fase inisiasi, 2.fase efektor, 3. fase degradasi (Hermawan, 2012). 8. Uji Sitotoksik Evaluasi preklinik merupakan salah satu hal yang penting untuk mengetahui potensi aktivitas neoplastiknya dalam pengembangan obat antikanker baru sebagai agen-agen kemoterapi kanker. Evaluasi ini tidak hanya digunakan untuk obat-obat commit to user xxxv perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 20 antikanker, tetapi juga untuk obat-obat lainnya, kosmetik, zat tambahan makanan, pestisida dan lainnya. Evaluasi yang telah terstandarisasi untuk menentukan apakah suatu material mengandung bahan yang berbahaya (toksik) secara biologis disebut uji sitotoksisitas. Syarat yang harus dipenuhi untuk sistem uji sitotoksisitas di antaranya adalah sistem pengujian harus dapat menghasilkan kurva dosis-respon yang reprodusibel dengan variabilitas yang rendah, kriteria respon harus menunjukan hubungan linier dengan jumlah sel serta informasi yang didapat dari kurva dosis-respon harus sejalan dengan efek yang muncul pada in vivo. Salah satu metode yang umum digunakan untuk menetapkan jumlah sel adalah metode MTT (CCRC, 2012). Uji MTT (Methylthiazol Tetrazolium) adalah uji sensitif, kuantitatif dan terpercaya. Reaksi MTT merupakan reaksi reduksi seluler yang didasarkan pada pemecahan garam tetrazolium MTT berwarna kuning menjadi kristal formazan berwarna biru keunguan. Metode perubahan warna tersebut digunakan untuk mendeteksi adanya proliferasi sel. Sel yang mengalami proliferasi, mitokondria akan menyerap MTT sehingga sel-sel tersebut akan berwarna ungu akibat terbentuknya kristal tetrazolium (formazan) (ATCC, 2011). Penambahan reagen stopper (bersifat detergenik) akan melarutkan kristal berwarna formazan yang kemudian diukur absorbansinya menggunakan ELISA reader. Intensitas warna ungu yang terbentuk proporsional dengan jumlah sel hidup. Sehingga jika intensitas warna ungu semakin besar, maka berarti jumlah sel hidup semakin banyak (CCRC, 2012). MTT merupakan salah satu metode yang digunakan untuk menetapkan jumlah sel. Prinsip dari metode MTT adalah terjadinya reduksi garam kuning tetrazolium MTT (3-(4,5-dimetiltiazol-2-il)-2,5-difenil tetrazolium bromid) oleh sistem reduktase. Suksinat tetrazolium yang termasuk dalam rantai respirasi dalam mitokondria sel-sel yang hidup membentuk kristal formazan berwarna ungu dan tidak larut air (CCRC, 2012). Enzim suksinat dehidrogenase pada mitokondria sel hidup mampu memecah MTT menjadi kristal formazan. Reaksi tersebut melibatkan piridin nukleotida kofaktor NADH dan NADPH yang hanya dikatalisis oleh sel hidup, sehingga jumlah formazan yang terbentuk sebanding dengan jumlah sel yang hidup. Semakin banyak sel yang commit hidup, to semakin user banyak kristal formazan yang xxxvi perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 21 terbentuk (Biranti dkk., 2009). Penambahan reagen stopper/ SDS 10% (bersifat detergenik) pada proses akhir uji sitotoksik akan melarutkan kristal berwarna ini yang kemudian diukur absorbansinya menggunakan ELISA reader (CCRC, 2012). Ningsih (2011) menjelaskan bahwa salah satu cara untuk mengetahui LC50 suatu ekstrak uji terhadap sel uji dapat digunakan uji sitotosik metode MTT. Gambar 7. Reaksi reduksi MTT menjadi formazan oleh enzim reduktase (Biranti dkk., 2009) LC50 (Lethal Concentration) adalah konsentrasi yang dibutuhkan untuk mematikan setengah populasi (50%) yang ada. Nilai LC50 tidak konstan, artinya nilainya berbeda antar spesies yang satu dengan spesies yang lain karena adanya variasi antar spesies. Nilai LC50 merupakan bentuk statistika yang didesain untuk menggambarkan respon yang mematikan komponen dalam beberapa populasi dari suatu percobaan. Faktor yang berpengaruh di dalamnya antara lain: umur, suhu, jumlah hewan uji, dan jenis galur (Finney, 1971 dalam Setiarto, 2009). Tingkat toksisitas dari ekstrak tumbuhan dapat ditentukan dengan melihat harga LC50-nya. Suatu ekstrak dianggap sangat toksik bila memiliki nilai LC50 di bawah 30 μg/ml, dianggap toksik bila memiliki nilai LC50 30-1000 μg/ml, dan dianggap tidak toksik bila nilai LC50 di atas 1000 μg/ml. Tingkat toksisitas tersebut memberi makna terhadap potensi aktivitasnya sebagai antitumor. Semakin kecil harga LC50 semakin toksik suatu senyawa dan semakin berpotensi sebagai senyawa antitumor. Sedangkan dilihat dari kemurniannya, suatu senyawa murni dianggap memiliki aktivitas biologis terhadap sel kanker/toksik apabila nilai LC50<200 μg/ml dan ekstrak dianggap memiliki aktivitas biologis apabila nilai LC50<1000 μg/ml (Meyer et al,. 1982; Anderson, 1991 dalam Aprelia & Suyatno, 2013). commit to user xxxvii perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 22 Uji sitotoksik selain digunakan untuk menentukan parameter nilai LC50 juga dapat digunakan untuk menentukan nilai IC50-24 jam. Nilai IC50-24 menunjukkan nilai konsentrasi yang menghasilkan hambatan proliferasi sel sebesar 50% dan nilai ini merupakan patokan untuk melakukan uji pengamatan kinetika proliferasi sel (Ernawati, 2010). Pelarut ekstrak yang digunakan pada uji sitotoksik adalah dimetil sulfoksida (DMSO). DMSO dipilih sebagai pelarut karena telah dilaporkan bahwa penggunaan DMSO tidak berpengaruh pada proliferasi sel. Penggunaan DMSO dilaporkan relatif tidak berpengaruh terhadap proliferasi sel (Maryati, 2007). 9. Skrining Fitokimia dan Kromatografi Lapis Tipis (KLT) Skrining fitokimia merupakan uji kualitatif kandungan senyawa kimia dalam bagian tumbuhan, terutama kandungan metabolit sekunder yang di antaranya adalah alkaloid, antrakuinon, flavonoid, glikosida jantung, kumarin, saponin (steroid dan triterpenoid), tanin (polifenolat), minyak atsiri (terpenoid), dan sebagainya. Tujuan pendekatan skrining fitokimia adalah mengetahui kandungan bioaktif atau kandungan yang berguna untuk pengobatan dalam tumbuhan. Metode yang digunakan untuk melakukan skrining fitokimia harus memenuhi beberapa persyaratan antara lain sederhana, cepat, dapat dilakukan dengan peralatan minimal, bersifat semikuantitatif yaitu memiliki batas kepekaan untuk senyawa yang bersangkutan, selektif terhadap golongan senyawa yang dipelajari, dan dapat memberikan keterangan tambahan ada atau tidaknya senyawa tertentu dalam dari golongan senyawa yang dipelajari (Septyaningsih, 2010). Prosedur uji dengan KLT dilakukan untuk lebih menegaskan hasil yang didapat dari skrining fitokimia. Karena berfungsi sebagai penegasan, maka uji KLT hanya dilakukan untuk golongan-golongan senyawa yang menunjukkan hasil positif pada skrining fitokimia seperti flavonoid. Uji KLT pada tanin dan polifenol tidak dilakukan karena tidak ditemukan prosedur yang tepat (Harborne, 1996 dalam Marliana et al., 2005). Identifikasi senyawa hasil ekstraksi dilakukan dengan menginjeksikan larutan standar (dalam penelitian ini adalah kuersetin), larutan yang mengandung hasil ekstraksi pada plat kromatografi commit tolapis user tipis (KLT) dengan elusidasi xxxviii perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 23 menggunakan fase gerak campuran n-butanol : asam asetat : air (BAA) dengan perbandingan (4:1:5), sehingga didapat nilai Rf (Retardation factor), bercak dan wama yang sama dari dari masing-masing larutan kemudian dibandingkan dengan nilai Rf bercak serta warna dari standar kuersetin. Hasil deteksi dengan menggunakan lampu UV pada panjang gelombang 366 nm (Koirewoa dkk., 2012). Data yang diperoleh dari hasil KLT adalah nilai Rf yang berguna untuk identifikasi senyawa. Nilai Rf dapat didefinisikan sebagai jarak yang ditempuh oleh senyawa dari titik asal dibagi dengan jarak yang ditempuh oleh pelarut dari titik asal, oleh karena itu bilangan Rf selalu lebih kecil dari 1,0 (Alegantina dan Isnawati, 2010). B. Kerangka Pemikiran Sel Raji merupakan „continous cell line’ yang diturunkan dari sel ß-Limfoma (kanker nasopharing) pada manusia (Lonza, 2011). Karsinoma nasofaring (KNF) di Indonesia merupakan tumor ganas terbanyak di daerah kepala dan leher. Terapi KNF dengan radioterapi konvensional seperti ini seringkali hasilnya kurang memuaskan. Kegagalan radioterapi konvensional cukup tinggi (40%-80%), paska radioterapi seringkali dijumpai metastasis jauh (15%-57%) (Kentjono, 2003). Selain itu walaupun pengobatan dengan radiasi mampu membunuh tumor lokal namun radiasi juga dapat membunuh sel normal di sekitarnya (Lockshin et al., 2007 dalam Multiawati, 2013), dengan alasan tersebut maka diperlukan penelitian bahan alam yang dapat digunakan sebagai alternatif pengobatan kanker nasofaring secara aman. Sel Raji merupakan sel limfosit-β yang terinfeksi oleh Eipstein-Barr Virus (EBV). Sel yang terinfeksi EBV akan mengekpresikan protein yang menjadikan sel resisten terhadap apoptosis (Komano et al., 1998 dalam Diastuti et al., 2009). Infeksi EBV yang laten ditandai dengan ekspresi latent membrane protein-1 (LMP-1). LMP-1 merupakan onkogen virus yang mirip reseptor permukaan sel yang terlibat dalam jalur pensinyalan yang mengatur proliferasi sel dan apoptosis yaitu memicu progresifitas dan proliferasi sel melalui siklus sel (fase G1/S) dan inhibisi apoptosis. Virus Epstein-Barr dapat mengikat protein p53 normal dan menghilangkan fungsi protektifnya. Gen p53 merupakan salah satu dari gen supresor tumor (Yenita, 2012). Virus Epstein Barr menginfeksi sel-sel B di sirkulasi yang melalui orofaring, commit to userakan memicu limfosit B untuk menghasilkan infeksi laten. Virus Epstein Barr xxxix perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 24 berproliferasi, yang mana hal ini akan diekspresikan oleh spesific growth-promoting genes, yang mempunyai kemampuan untuk menjadi tumor. Beberapa jalur sinyal yang diindikasikan sebagai fungsi dari LMP 1 yaitu Nuclear Factor - NF-ĸB, JNK (c-Jun N Terminal Kinase)/AP-1 (Activator Protein-1), MAPK (Mitogen-activated Protein Kinase) dan Phosphoinositide 3-kinase (PI3K)-Akt. NF-КB aktif menginduksi immortalisasi sel dengan menghambat apoptosis sel melaui peningkatan regulasi aktivitas survivin, survivin merupakan anggota prtotein penghambat apoptosis yang menurunkan regulasi dari gen P21, hal ini menyebabkan kerja cyclin-dependent kinase 4 (CDK4) dalam mempromosikan progresi siklus sel melalui transisi G1/S. JNK (c-Jun N Terminal Kinase) dapat menyebabkan apoptosis sel sedangkan aktivasi sementara menyebabkan kelangsungan hidup dan proliferasi seluler (aktivasi dari cycle 2/cyclin B (CDC2/cyclin B)) dengan cara menginhibisi gen penekan tumor p53. Keadaan abnormal pada sinyal MAPK dapat menyebabkan peningkatan atau tidak terkendalinya proliferasi sel. Anggota MAPK diantaranya adalah molekul sinyal Ras, Raf, MEK, dan ERK. Aktivasi dari ERK yang terus menerus dapat menginkativasi gen p27 yang merupakan protein pengatur regulasi siklus sel, inaktivasi dari gen p27 mengaktifkan kompleks CDK2/cyclin E yang menyebabkan sel memasuki fase S. Aktivasi dari PI3K memicu terjadinya fosforilasi dan aktivasi serin / treonin kinase protein B (Akt), hal ini menyebabkan terjadinya degradasi dari cycli-dependent inhibitor p27 (Astuty, 2010; Tulalamba, 2012). Tumbuhan benalu yang selama ini sering dikenal sebagai parasit ternyata memiliki khasiat, yaitu mampu menghambat laju pertumbuhan penyakit kanker, karena di dalamnya terkandung kuersetin (Sudaryono, 2011). Kuersetin berperan dalam megaktifkan/meningkatkan ekspresi protein p53 (Lamson et al., 2000; Saifillah, 2011). Protein p53 mampu menginduksi protein p21 yang menginaktifkan CDK2 dan CDK4 (fosforilasi Rb (Retinoblastoma) terhambat dan pelepasan faktor transkripsi E2F terhenti, DNA mempunyai kesempatan memperbaiki diri sebelum masuk ke tahap pembelahan selanjutnya (dari fase G1 ke fase S), jika kerusakan DNA berat dan tidak dapat diperbaiki maka sel akan memasuki jalur apoptosis (Budiyastomo, 2010). commit to user xl perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 25 SEL EBV sebelum diberi ekstrak setelah diberi ekstrak Keterangan: meningkatkan menurunkan/menghambat mempengaruhi Gambar 8. Bagan alur kerangka pemikiran Selain kuersetin (flavonoid) di dalam daun D. pentandra L. Miq menggunakan pelarut polar tekandung beberapa senyawa metabolit yang bersifat antikanker seperti terpenoid, tanin saponin dan alkaloid (Fajriah, 2007; Ikawati, 2008). Alkaloid dan terpenoid dapat mengaktifkan gen p53 dengan mekanisme penghambatan kerja DNA Topoisomerase II yang menyebabkan kerusakan DNA sel tumor (Sukardiman dkk, 2006; Setiawati dkk, 2007). Saponin dapat menghambat pembentukan Bcl-2 yang diekspresikan terlalu tinggi, Bcl2 merupakan anggota famili protein anti apoptotik Senyawa saponin telah diketahui dapat meningkatkan ekspresi p53, dan dapat pula memicu G1 cell cycle arrest (Fitria et al., 2011). Tanin yang merupakan senyawa polifenol dapat meningkatkan protein p27 yang menghambat siklus sel (Nam et al. 2001 dalam Sahid et al. 2013). Protein p27commit adalahtoprotein user yang mengikat siklin dan cdk xli perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id sehingga terjadi hambatan menuju fase S (Wuryanto, 2004). Keberadaan metabolit sekunder yang bersifat antikanker yang terkandung di dalam ekstrak daun D. pentandra L. Miq diharapkan mampu menghambat proliferasi sel Raji. C. Hipotesis 1. Ekstrak etanol daun benalu kersen (D. pentandra L. Miq) mengandung senyawa metabolit sekunder yang dapat dideteksi secara kualiatif 2. Pemberian ekstrak etanol daun benalu kersen (Dendrophthoe pentandra L. Miq) dapat menghambat proliferasi sel Raji secara invitro commit to user xlii 26 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id BAB III METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan selama 6 bulan yaitu pada bulan Januari – Juli 2014, bertempat di Laboratorium Penelitian dan Pengujian Terpadu (LPPT) Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Ekstraksi dan pengujian keberadaan metabolit sekunder dilakukan di laboratorium Kimia Farmasi Akademi Farmasi Nasional Surakarta. B. Jenis dan Subjek Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental, yaitu uji sitotoksisitas ekstrak etanol daun benalu kersen (D. pentandra L. Miq.) terhadap sel lestari Raji yang merupakan sel model kanker nasofaring, selanjutnya dilakukan uji Doubling Time untuk mengetahui penghambatan ekstrak uji terhadap pertumbuhan sel Raji dalam kelipatan waktu inkubasi (24, 48 dan 72 jam). C. Alat dan Bahan 1. Alat Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah Laminar air flow cabinet (LAFC), timbangan analitik, inkubator CO2, refrigerator, mikroskop cahaya, mikroskop inverted, mikroplate 96 sumuran, kamera digital, mikropipet, sentrifuge, hemositometer (Neubauer), tissue culture flask 50 ml, vortex, alat gelas, conical tube, deck glass, tabung Eppendorf, Bunsen Buchner, pipa kapiler, pinset (Crown inox), refluks (Electromantle), pipet tetes, siter glass (kolom kromatografi), penyemprot, blender, rotary evaporator, flakon, inkubator, plat KLT, silika gel, enzyme-linked immunosorbent assay (ELISA) Reader, oven, blue tip dan yellow tip. 2. Bahan a. Bahan Utama Bahan utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah daun benalu kersen (D. pentandra L. Miq.) segar yang diambil daun ke-4 sampai ke-10 dari commit to user xliii 27 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ujung ranting yang tumbuh di pohon kersen di daerah Kecamatan Jebres, Kotamadya Surakarta. Sedangkan sel uji yang digunakan pada penelitian ini adalah sel Raji yang diperoleh dari Laboratorium Penelitian dan Pengujian Terpadu (LPPT), Universitas Gajah Mada. b. Bahan untuk Ekstraksi Bahan pelarut yang digunakan untuk ekstraksi adalah etanol 96%. c. Bahan untuk Uji Sitotoksisitas dan Doubling Time Bahan yang digunakan untuk uji sitotoksisitas adalah ekstrak dari daun benalu (D. pentandra L Miq.), 0,25 % DMSO, kultur sel Raji, media RPMI (Rosewell Park Memorial Institute) 1640, alkohol 70%, NaOH, Phosphate Buffer Saline (PBS), Fetal Bovine Serum (FBS) 10%, Penicillin/Streptomycin 2%, fungizon, Natrium bikarbonat, Sodium Dodecyl Sulfate (SDS), HCl 0,01%, MTT {3(4,5dimethylthiazol-2-yl)-2,5-diphenyltetrazolium bromide}, dan aquades. d. Bahan untuk Penentuan Keberadaan Senyawa Senyawa Aktif Bahan-bahan yang digunakan adalah ekstrak dari daun benalu kersen (D. pentandra L Miq.), serbuk magnesium, HCl 2N, air suling, reagen Mayer, FeCl 10%, kloroform, asam sulfat pekat, asam asetat anhidrat. Sedangkan untuk penentuan senyawa kuersetin digunakan bahan yang di antaranya adalah nbutanol, asam asetat, etanol 96%, standar kuersetin, akuabides, dan kertas saring. Alat-alat yang digunakan adalah KLT otomatis, pelat KLT silika GF 254, bilik kromatografi ukuran 20×20 cm, pipa kapiler, lampu UV dengan panjang gelombang 366 nm, botol penyemprot, rotary evaporator, dan peralatan kaca. D. Cara Kerja 1. Persiapan Sampel Daun disortir dan dipisahkan antara daun yang kering dengan yang segar, kemudian dicuci dengan air hingga bersih. Daun yang telah dibersihkan dikeringkan di bawah sinar matahari secara tidak langsung dengan cara ditutup dangan kain hitam (Lampiran 3B) yang bertujuan supaya kandungan kimia di dalam daun tidak teroksidasi langsung oleh paparan sinar matahari. Pengeringan dilakukan selama 6 hari, yang kemudian dilanjutkan di dalam inkubator dengan suhu 50oC. Andriyani dkk (2010) menjelaskan bahwa pengeringan bahan uji dapat membuat simplisia tidak commit to user xliv 28 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 29 mudah rusak, sehingga dapat disimpan dalam waktu yang lama, kadar air yang berkurang dalam proses pengeringan reaksi enzimatik yang terhenti dapat mencegah penurunan mutu atau perusakan simplisia. Penggunaan inkubator bertujuan untuk mempercepat proses pengeringan tanpa dipengaruhi oleh keadaan cuaca. Sebelum diekstraksi, bahan uji dicuci, dikeringkan di bawah sinar matahari tidak langsung dilanjutkan menggunakan lemari pengering pada suhu antara 40o-60oC, kemudian diserbukkan dengan penggiling serbuk. Daun benalu (D. pentandra L. Miq.) dilakukan penggilingan hingga halus dan diayak, selanjutnya sampel yang telah dihaluskan ditimbang sebanyak 100 g dan dimaserasi dalam 750 ml etanol 96% selama 5 hari sambil diaduk-aduk. Dilakukan penyaringan dengan kertas saring. Ekstrak yang diperoleh dilakukan pengeringan dengan Rotavapour hingga kental. Hasil ekstrak berwarna kental hitam kehijauan (Lampiran 3F) dicuci dimasukkan ke dalam wadah bermulut lebar tertutup untuk mempermudah pengambilan (Lazuardi, 2007; Katrin dkk., 2005). Metode maserasi banyak digunakan untuk mengisolasi komponen polar maupun non polar dalam suatu bahan alam karena metode ini pengerjaannya mudah, menghasilkan rendamen yang cukup tinggi, serta kemungkinan rusaknya senyawa kimia yang terkandung di dalam suatu bahan alam dapat dihindari karena tidak disertai pemberian panas (Sundari, 2010). 2. Uji Sitotoksisitas dan Doubling Time Sel Raji (Djajanegara, 2008; Diastuti dkk., 2009) a. Pembuatan media kultur sel lengkap (MK) Media kultur sel lengkap dibuat dengan cara mencampurkan 10 ml FBS 10%, 0,5 ml Fungizone 0,5%, dan 2 ml Penstrep 2% kemudian ditambahkan RPMI sampai 100 ml. Selanjutnya media kultur disimpan pada suhu 4°C. b. Preparasi sel Sel yang inaktif dalam wadah cryotube diambil dari tangki nitrogen cair dan segera dicairkan pada suhu 37ºC. Cryotube dibuka dan sel dipindahkan ke dalam tabung conical steril yang berisi medium tumbuh RPMI lebih kurang 10 ml. Suspensi sel disentrifus dengan kecepatan 750 rpm selama 5 menit, kemudian bagian supernatan dibuang. Pellet ditambah commit to user5 ml medium penumbuh RPMI, xlv perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 30 diresuspensi hingga homogen, selanjutnya sel ditumbuhkan dalam beberapa tissue culture flask kecil (3-4 buah). Sel diinkubasi dalam inkubator CO2 5% pada suhu 37ºC. Setelah 24 jam, medium diganti dan sel ditumbuhkan lagi hingga konfluen dan jumlahnya cukup untuk penelitian. c. Pemanenan sel Setelah jumlah sel pada tissue culture flask kecil cukup, medium penumbuh dibuang dan sel dicuci koloninya dengan cara ditambah larutan PBS secukupnya dan jika perlu resuspensikan perlahan. Larutan PBS (jika sel dalam tissue culture flask kecil dianggap bersih) dibuang. Selanjutnya sel dipindahkan ke dalam tabung conical steril dan diambil 10 μl untuk dihitung jumlah selnya menggunakan haemocytometer. Suspensi sel ditambah sejumlah medium kultur sehingga diperoleh konsentrasi sel sebesar yang diperlukan (2 x 104 sel per 100 µl) dan siap untuk penelitian. Kerapatan sel Raji sebesar 2 x 104 sel per 100 µl didapatkan dengan cara menghitung dengan meggunakan haemocytometer dengan mencampurkan 10 μl suspensi sel pada perbesaran 100 X. Penghitungan sel dilakukan pada 4 bilik hitung yang masing-masing terdiri dari 16 kotak dan diambil rata-ratanya, kemudian dikalikan dengan faktor pengenceran dan faktor koreksi untuk setiap bidang besar (volumenya 10-4ml). Jumlah sel dihitung dengan rumus : d. Uji Sitotoksisitas dengan MTT Assay Sel diambil dari inkubator CO2, amati kondisi sel. Sel yang telah dipanen kemudian kemudian dihitung jumlahnya dan diencerkan dengan Media Kultur (MK) sesuai kebutuhan dengan mengikuti protokol penghitungan sel (2 x 104 sel per 100 µl). Sel ditransfer ke dalam sumuran 96 well-plates, masing-masing 100 μl, disisakan 3 sumuran kosong (jangan diisi sel). Keadaan sel diamati dengan mikroskop inverted untuk melihat distribusi sel dan dokumentasikan. Sel diinkubasi di dalam inkubator selama 24 jam (agar sel pulih kembali setelah panen). Perlakuan sel dengan sampel dilakukan setelah sel kembali dalam keadaan normal. Setelah sel normal commitkembali, to user segera dibuat seri konsentrasi xlvi perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 31 sampel untuk perlakuan (termasuk kontrol sel dan kontrol DMSO). Plate yang telah berisi sel diambil dari inkubator CO2. Seri konsentrasi sampel dimasukkan ke dalam sumuran (triplo), sebanyak 100 µl ekstrak uji ditambahkan ditambahkan pada well sel uji dan well blanko (MK), kemudian diinkubasi di dalam inkubator CO2 (lama inkubasi tergantung pada efek perlakuan terhadap sel, jika dalam waktu 24 jam belum terlihat efek sitotoksik, inkubasi kembali selama 24 jam (waktu inkubasi total: 24-48 jam). Menjelang akhir waktu inkubasi, kondisi sel didokumentasikan untuk setiap perlakuan. Reagen MTT sebanyak 0,5 mg dilarutkan dalam 1 ml PBS (untuk 1 buah 96 well plate). Media sel tanpa dibuang kemudian ditambahkan reagen MTT sebanyal 10 μL ke dalam setiap sumuran, termasuk kontrol media (tanpa sel). Sel diinkubasi selama 2-4 jam di dalam inkubator CO2. Kondisi sel diperiksa dengan mikroskop inverted, jika formazan telah jelas terbentuk, tambahkan stopper 100 μL SDS 10% dalam 0,1 N HCl. Plate dibungkus dengan kertas atau alumunium foil dan diinkubasi di tempat gelap pada temperatur kamar selama semalam. ELISA reader dihidupkan kemudian tunggu proses progressing hingga selesai. Pembungkus plate dan tutup plate dibuka kemudian dimasukkan ke dalam ELISA reader. Absorbansi masing-masing sumuran dibaca dengan ELISA reader dengan λ=550-600 nm dan menekan tombol START. ELISA reader dimatikan setelah proses selesai. Hitung prosentase sel hidup dan analisis harga IC50 dengan Excell (Regresi linear dari log konsentrasi) atau SPSS (Probit/Logit). Buat grafik log konsentrasi vs prosentase sel hidup dengan chart type scatter dan chart subtype compare pairs of values. Cari persamaan regresi linier dari grafik tersebut dengan menambilkan add trendline-regresi linier. Lihat parameter r pada persamaan regresi linier. Jika r lebih besar dari r tabel maka persamaan regresi linier memenuhi standar untuk mencari IC50. Masukan y = 50% pada persamaan regresi linier dan cari x nya kemudian dihitung antilog dari konsentrasi tersebut sehingga diperoleh IC50 (CCRC, 2012). e. Pengamatan Kinetika Proliferasi Sel (Uji Doubling Time) Uji ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh pemberian ekstrak benalu kersen terhadap proliferasi sel Raji dengan cara kerja yang sama dengan metode MTT, namun terdapat penambahan inkubasi selama 24; 48; 72 jam (Khoiriyah, commit to user xlvii perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 32 2011), serta jumlah sel yang dibutuhkan untuk uji proliferasi sel adalah 1,5 x 104 sel/sumuran (1,5 x 104 sel/100μl MK) (CCRC, 2010). 3. Skrining Fitokimia Skrining fitokimia bertujuan mengetahui kandungan flavonoid, alkaloid, tanin, saponin dan terpenoid dalam ekstrak benalu kersen, yang mempunyai efek penghambatan terhadap pertumbuhan kanker. Identifikasi flavonoid dilakukan dengan cara ditambahkan serbuk Mg dan 2 ml HCl 2N pada 2 mL larutan ektrak. Senyawa flavonoid akan menunjukkan warna jingga sampai merah. Identifikasi Alkaloid dilakukan dengan cara 3 ml larutan ekstrak ditambahkan dengan 1 ml HCl 2N dan 6 ml air suling, kemudian dipanaskan selama 2 menit, didinginkan dan disaring. Filtrat diperiksa dengan pereaksi Mayer terbentuk endapan putih. Identifikasi saponin dilakukan dengan ditambahkan aquades. Kemudian dikocok vertikal selama 10 detik. Hasil uji positif jika timbul busa stabil selama beberapa menit (Harborne, 1987 dalam Sukandar dkk., 2008). Skrining fitokimia tanin dilakukan dengan cara sebanyak 1 mL larutan ekstrak uji direaksikan dengan FeCl3 10%, adanya tanin ditunjukkan dengan terbentuknya warna biru tua atau hitam kehijauan. Skrining fitokimia terpenoid dan steroid dilakukan dengan cara bahan uji dilarutkan dengan kloroform, setelah itu ditambahkan dengan asam asetat anhidrat sebanyak 0,5 ml. Selanjutnya ditambahkan 2 ml asam sulfat pekat melalui dinding tabung. Adanya triterpenoid ditandai dengan terbentuknya cincin kecoklatan atau violet pada perbatasan larutan, sedangkan adanya steroid ditandai dengan terbentuknya cincin biru kehijauan (Padmasari dkk., 2013). 4. Identifikasi Golongan Senyawa Kuersetin Identifikasi golongan senyawa kuersetin pada daun benalu (D. pentandra L Miq.) dengan metode kromatografi lapis tipis (KLT). KLT yang digunakan terbuat dari silika gel dengan ukuran 20 cm x 20 cm GF254 (Merck). Ekstrak kental hasil ekstraksi dilarutkan dengan etanol 96% p.a, kemudian ditotolkan sepanjang plat dengan menggunakan pipet mikro pada jarak 1 cm dari garis bawah dan 1 cm dari garis atas. Selanjutnya dielusi dengan menggunakan commit to user eluen yang yang memberikan xlviii perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 33 hasil pemisahan terbaik pada KLT yaitu n-butanol : asam asetat: air (BAA) dengan perbandingan (4:1:5). Hasil KLT kemudian diangin-anginkan dan diperiksa di bawah sinar UV pada panjang gelombang 366 nm. Pembanding rutin yang dipakai dalam mengisolasi ialah kuersetin, yang merupakan pembanding rutin yang biasanya dipakai untuk mengisolasi senyawa flavonoid (Koirewoa dkk., 2012). Hasil KLT kuersetin memiliki noda warna hijau kekuningan setelah diperiksa di bawah sinar UV pada panjang gelombang 366 nm dengan pereaksi semprot alumunium (III) klorida 5% dalam etanol (Andriani, 2011). Hasil yang diperoleh dari kromatografi lapis tipis berupa noda atau bercak yang teridentifikasi sebagai harga Rf (Retention factor). Harga Rf dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut: Rf = (Indrowati & Soegihardjo, 2005). E. Analisa Data 1. Pengamatan Kinetika Proliferasi Sel Data yang diperoleh dari hasil pembacaan ELISA reader berupa absorbansi masing-masing sumuran dikonversikan dalam % kehidupan sel (viabilitas) dengan rumus: Kehidupan Sel (%) = Keterangan : A= Absorbansi kontrol sel B= Absorbansi kontrol media C= Absorbansi kontrol sel + Ekstrak uji D= Absorbansi kontrol media + Ekstrak uji Viabilitas (kehidupan) sel dihitung untuk masing-masing seri konsentrasi dan kontrol pada tiap-tiap waktu inkubasi. Persen viabilitas sel dinyatakan dengan IC50, (Ningsih, 2011). Data jumlah sel yang hidup pada jam 24, 48 dan 72 dibuat grafik antara jumlah sel yang hidup dan lama waktu inkubasi (jam). Potensi antiproliferasi bahan uji diketahui dengan analisis commit statistiktountuk user mengetahui perbedaan viabilitas xlix perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 34 sel pada tiap-tiap waktu inkubasi akibat perlakuan sampel dengan berbagai seri konsentrasi terhadap kontrol sel. Untuk menguji apakah ada hubungan antara konsentrasi ekstrak etanol daun benalu kersen dengan laju kematian dan laju proliferasi sel Raji, data yang didapat dianalisis secara statistik dengan uji korelasi Spearman menggunakan program SPSS (Stastitical Product and Service Solutions) versi 17.0 (Hadiyah, 2009). Uji Korelasi Pearson memiliki syarat yang harus dipenuhi, di antaranya adalah distribusi sebaran datanya harus normal (p>0,05), hal ini dapat diketahui dengan menggunakan uji normalitas. Jika distribusi sebaran datanya tidak normal maka uji korelasi bisa menggunakan uji alternatif yaitu Uji Spearman (Dahlan, 2009). commit to user l perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Ekstraksi Metode ekstraksi yang digunakan pada penelitian ini adalah metode maserasi dan pelarut yang digunakan adalah etanol 96%. Koirewoa dkk (2012) menjelaskan bahwa pelarut etanol 96% merupakan pelarut yang bersifat polar sehingga mampu melarutkan senyawa yang bersifat polar juga yang di antaranya adalah flavonoid (kuersetin termasuk dalam golongan flavonoid), suatu molekul bersifat polar apabila tersusun atas atom-atom yang berbeda dan molekul yang tersusun atas atom-atom yang sama. Pine dkk. (2011) melaporkan dalam penelitiannya bahwa penggunaan ekstrak etanol memiliki beberapa kelebihan di antaranya adalah tidak beracun, netral, absorbsinya baik, memerlukan panas yang lebih sedikit untuk proses pemekatan, dan zat pengganggu yang larut terbatas serta dalam penelitiannya juga dijelaskan bahwa penggunaan etanol 96% sebagai pelarut menghasilkan ekstrak dengan kadar flavonoid total lebih banyak dibanding pelarut etanol 70% dan air yaitu rentang 23,63±0,06 – 41,56±0,12 (mg/g). Hasil ekstraksi masih mengandung ethanol 96%, untuk menghilangkan larutan ini maka dilakukan penguapan dengan menggunakan rotary evaporator yang kemudian penguapan dilanjutkan dengan penangas air hingga didapatkan ekstrak kental. Hasil ekstraksi didapatkan rendamen sebanyak 54,889 gram (8,867% dari berat kering). B. Skrining Fitokimia dan Identifikasi Golongan Senyawa Kuersetin Skrining fitokimia dilakukan untuk mengidentifikasi senyawa yang terkandung dalam ekstrak etanol benalu kersen secara kualitatif, senyawa yang diperiksa di antaranya adalah polifenol, alkaloid, flavonoid, tanin, dan saponin. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dalam benalu kersen (D. pentandra L. Miq) terkandung senyawa-senyawa tersebut, hal ini dapat dilihat pada Tabel 1. commit to user li35 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 36 Tabel 1. Hasil uji skrining fitokimia benalu kersen 1. No 1 2 Uji Flavonoid Alkaloid 3 4 5 Tanin Terpenoid Saponin Hasil (+) (+) (+) (+) (+) (+) Keterangan Jingga kemerahan Endapan putih (Mayer) Endapan kuning (Dagendorf) Endapan coklat kehijauan Cincin coklat Terbentuk busa Flavonoid (Kuersetin) Flavonoid yang pada umumnya banyak terdapat pada tumbuhan berpembuluh (Sudaryono, 2011). Flavonoida merupakan salah satu metabolit sekunder dari golongan senyawa polifenol yang mempunyai 15 atom karbon, terdiri dari 2 cincin karbon benzena yang dihubungkan menjadi satu oleh rantai linear yang terdiri dari 3 atom karbon atau digambarkan sebagai deretan senyawa C6-C3-C6. Flavonoid merupakan salah satu golongan fenol alam terbesar dan merupakan senyawa organik (Ariani, 2008) Hasil uji skrining flavonoid menunjukkan bahwa pada ekstrak etanol daun benalu kersen (D. pentandra L. Miq) mengandung flavonoid yang ditandai dengan terbentuknya warna jingga (Gambar 9). Uji ini menggunakan magnesium sebagai pereduksi dimana reduksi tersebut dilakukan dalam suasana asam denganpenambahan HCl. Reduksi dengan magnesium dan asam klorida pekat menghasilkan warna kemerahan pada ekstrak tumbuhan uji (Seniwaty dkk., 2009). (ii) (i) Gambar 9. (iii) Hasil uji skrining keberadaan flavonoid: (i) ekstrak uji yang dilarutkan dengan akuades, (ii) hasil (+) terbentuk warna jingga kemerahan, (iii) HCl + serbuk magnesium commit to user lii perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id Identifikasi golongan senyawa kuersetin pada daun benalu (Dendrophthoe pentandra L Miq.) dilakukan dengan menggunakan metode kromatografi lapis tipis (KLT). Data hasil penelitian yang telah dilakukan didapatkan hasil nilai rf dari standar kuersetin dan ekstrak etanol daun benalu kersen (Dendrophthoe pentandra L. Miq) yang sama. Jarak yang ditempuh senyawa dari titik asal/jarak yang ditempuh pelarut dari titik asal= 0,925 dan pada UV tampak keduanya berpendar kuning kehijauan (Gambar 10), hal ini menunjukkan bahwa ekstrak etanol daun benalu kersen (D. pentandra L. Miq) positif mengandung senyawa kuersetin. Std Spl (ii) Std Spl (i) Gambar 10. Hasil uji identifikasi golongan senyawa kuersetin dengan metode KLT; (i) pembacaan pada UV 366 nm, (ii) hasil KLT pada lempeng silica 2. Alkaloid Alkaloid merupakan senyawa yang mengandung satu atau lebih atom nitrogen, biasanya dalam bentuk gabungan sebagai bagian dari sistem siklik (Pratiwi, 2014). Hasil uji skrining flavonoid menunjukkan bahwa pada ekstrak etanol daun benalu kersen (D. pentandra L. Miq) mengandung flavonoid yang ditandai dengan terbentuknya endapan jingga (Gambar 11). Alkaloid dapat tertarik pada pelarut etanol karena senyawa alkaloid bersifat polar. Reaksi positif yang terjadi pada uji alkaloid adalah terbentuknya endapan commit jingga to user pada pereaksi dragendorff dan liii 37 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 38 endapan kuning pada pereaksi mayer seperti yang terlihat pada Gambar 11, hal tersebut terjadi karena adanya reaksi penggantian ligan. Alkaloid yang memiliki atom nitrogen yang mempunyai pasangan elektron bebas dapat mengganti ion iodo dalam pereaksi-pereaksi tersebut (Padmasari dkk., 2013). (i) (A) +/positif (ii) (iii) (B) Gambar 11. Hasil uji skrining keberadaan alkaloid: (A) Uji Mayer, (B) Uji Dagendorf; (i) ekstrak uji yang dilarutkan dengan akuades, (ii) hasil (+) terbentuk endapan jingga, (iii) reagen Dagendorf Endapan yang terjadi pada pereaksi Mayer diperkirakan adalah kompleks kalium-alkaloid, pada pembuatan pereaksi Mayer, larutan merkurium (II) klorida ditambah kalium iodida akan bereaksi membentuk endapan merah merkurium (II) iodida. Jika kalium iodida yang ditambahkan berlebih maka akan terbentuk kalium tetraiodomerkurat (II). Alkaloid mengandung atom nitrogen yang mempunyai pasangan elektron bebas sehingga dapat digunakan untuk membentuk ikatan kovalen koordinat dengan ion logam. Pada uji alkaloid dengan pereaksi Mayer, diperkirakan nitrogen pada alkaloid akan bereaksi dengan ion logam K+ dari kalium tetraiodomerkurat (II) membentuk kompleks kalium-alkaloid yang mengendap (Marliana et al., 2005). 3. Polifenol - Tanin Tanin merupakan senyawa tumbuhan yang termasuk ke dalam golongan fenolik, yaitu mengandung kerangka cincin aromatik yang mengandung gugus hidroksil (-OH). Adanya tannin dalam suatu bahan ujiditandai dengan terbentuknya warna hijau kebiruan yang terbentuk setelah direaksikan dengan menggunakan FeCl3 1%. Tanin merupakan golongan senyawa polifenol yang penting dalam tumbuhan (Mustikasari & Ariyani, 2008). commit to user liv perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 39 Pengujian tanin dilakukan dengan melakukan penambahan FeCl3. Perubahan warna ini terjadi ketika penambahan FeCl3 yang bereaksi dengan salah satu gugus hidroksil yang ada pada senyawa tanin, pada penambahan FeCl3 pada ekstrak uji menghasilkan warna hijau kehitaman (Gambar 12) yang menunjukkan mengandung senyawa tanin terkondensasi (Dewi dkk., 2013). (i) (ii) (iii) Gambar 12. Hasil uji skrining keberadaan tanin (polifenol): (i) ekstrak uji yang dilarutkan dengan akuades, (ii) reagen FeCl3, (iii) hasil positif warna hijau kehitaman 4. Terpenoid - Triterpenoid Triterpenoid adalah metabolit dari oligomer isopentenil pirofosfat dan merupakan kelompok fitokimia yang terbesar, triterpenoid diketahui merupakan agen fitokimia yang dapat secara selektif membunuh sel kanker payudara dengan mekanisme pleiotropik dan mencegah rusaknya sel normal (Andini & Windarti, 2014). Uji yang banyak digunakan untuk mengidentifikasi adanya terpenoid dan steroid adalah reaksi Lieberman-Bouchard (anhidrid asetat-H2SO4 pekat). Pengujian steroid/terpenoid didasarkan pada kemampuan senyawa untuk membentuk warna dengan H2SO4 pekat dalam pelarut asam asetat anhidrat. Hasil uji menunjukkan hasil positif dengan terbentuknya cincin berwarna kecoklatan (Gambar 13) yang menunjukkan adanya kandungan terpenoid. Adanya steroid ditandai dengan perubahan warna dari violet menjadi biru atau hijau. Perubahan warna ini disebabkan karena terjadinya reaksi oksidasi pada golongan terpenoid/steroid melalui pembentukkan ikatan rangkap terkonjugasi (Dewi dkk., 2013; Tomahayu, 2014). commit to user lv perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id + (cincin kecoklatan) Gambar 13. Hasil uji skrining keberadaan terpenoid Pengujian steroid/terpenoid didasarkan pada kemampuan senyawa untuk membentuk warna dengan H2SO4 pekat dalam pelarut asam asetat anhidrat. Hasil uji menunjukkan hasil positif dengan terbentuknya cincin berwarna kecoklatan yang menunjukkan adanya kandungan terpenoid. Adanya steroid ditandai dengan perubahan warna dari violet menjadi biru atau hijau. Perubahan warna ini disebabkan karena terjadinya reaksi oksidasi pada golongan terpenoid/steroid melalui pembentukkan ikatan rangkap terkonjugasi (Dewi dkk., 2013; Tomahayu, 2014). 5. Saponin Saponin adalah senyawa aktif permukaan yang dapat menimbulkan busa jika dikocok dalam air. Saponin pada umumnya berada dalam bentuk glikosida sehingga cenderung bersifat polar. Hal tersebut terjadi karena saponin memiliki gugus polar dan non polar yang akan membentuk misel, pada saat misel terbentuk maka gugus polar akan menghadap ke luar dan gugus nonpolar menghadap ke dalam dan keadaan inilah yang tampak seperti busa (Padmasari dkk., 2013). Hasil uji saponin pada ekstrak etanol daun benalu kersen (D. pentandra L. Miq) menunjukkan hasil yang ditandai terbentuknya busa pada reaksi busa (Gambar 14). commit to user lvi 40 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id + (terbentuk busa) Gambar 14. Hasil uji skrining keberadaan saponin C. Uji Sitotoksisitas Uji sitotoksik dilakukan setelah kultur sel siap dipanen, sel dipindahkan ke dalam conical tube yang berisi 12 mL media RPMI komplit (FBS, Pens-strep, Fungizon) kemudian disentrifugasi dengan kecepatan 3400 rpm selama 5 menit. Dilanjutkan perhitungan dengan hemocytometer untuk mendapatkan kerapatan sel hingga mencapai jumlah 2x104/ 100 µl dan dengan penambahan 100 µl sampel dengan berbagai seri kadar. Puspitasari (2009) menjelaskan bahwa sel yang masih hidup pada perhitungan perhitungan di hemocytometer akan tampak bersinar cemerlang, batas membran dengan media akan kelihatan jelas. Sel yang mati akan tampak bulat, lebih gelap, kurang bercahaya, dan membran selnya terlihat pecah atau agak samar (Gambar 15). A B Gambar 15. Morfologi sel Raji dengan perbesaran 100 kali. Keterangan: (A) sel hidup, (B) sel mati Efek kematian yang terjadi pada sel Raji kemungkinan disebabkan oleh kandungan senyawa metabolit sekunder yang terkandung ekstrak etanol daun benalu kersen (D. pentandra L. Miq), untuk dapat mempengaruhi senyawa-senyawa tersebut commit to user lvii 41 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id tentunya harus dapat berinteraksi dengan sel Raji. Saifillah (2011) kandungan utama dari D. pentandra flavonoid (kuersetin). Flavonoid merupakan termasuk senyawa fenolik alam yang potensial sebagai antioksidan dan mempunyai bioaktifitas sebagai obat. Flavonoid yang lazim ditemukan pada tumbuhan tingkat tinggi adalah flavon dan flavonol dengan C- dan O-glikosida, isoflavon C- dan Oglikosida, flavanon C- dan O-glikosida, khalkon dengan C- dan O-glikosida, dan dihidrokhalkon, proantosianidin dan antosianin, auron O-glikosida, dan dihidroflavonol O-glikosida. Golongan flavon, flavonol, flavanon, isoflavon, dan khalkon juga sering ditemukan dalam bentuk aglikonnya. Flovonoid tersusun dari dua cincin aromatis yang dapat atau tidak dapat membentuk cincin ketiga dengan susunan C6-C3-C6 (Rohyami, 2008). Ide (2008) menjelaskan bahwa monomer flavanol dan dimer dari flavonoid yang merupakan oligomer kecil merupakan penyebab flavonoid mampu berdifusi melewati membran dan masuk ke dalam sel. Hasil uji sitotoksik ekstrak etanol daun benalu kersen (D. pentandra L. Miq) berprinsip dari metode MTT adalah terjadinya reduksi garam kuning tetrazolium MTT (3-(4,5-dimetiltiazol-2-il)-2,5-difeniltetrazolium bromid) oleh sistem reduktase. Suksinat tetrazolium yang termasuk dalam rantai respirasi dalam mitokondria sel-sel yang hidup membentuk kristal formazan berwarna ungu dan tidak larut air. Enzim suksinat dehidrogenase pada mitokondria sel hidup mampu memecah MTT menjadi kristal formazan (CCRC, 2012). (i) Gambar 16. (ii) Morfologi sel Raji sebelum Uji MTT, (i) Sel Raji kontrol uji tanpa penambahan ekstrak, (ii) Sel Raji setelah penambahan ekstrak etanol 96 % daun benalu kersen 200 μg/ml commit to user lviii 42 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 43 A (i) (ii) A Gambar 17. Morfologi sel Raji setelah Uji MTT; (i) Sel Raji kontrol uji tanpa penambahan ekstrak, (ii) Sel Raji setelah penambahan ekstrak etanol 96 % daun benalu kersen 200 μg/ml dan Reagen MTT, (A) Sel hidup membentuk formazan Hasil pemeriksaan menunjukkan bahwa terjadinya penurunan jumlah sel Raji yang hidup seiring dengan peningkatan penambahan konsentrasi ekstrak uji (Tabel 2). Berdasarkan hasil dari persentase kematian sel, dilakukan analisis data dengan kurva/grafik regresi linier yang dapat dilihat pada Gambar 17. Tabel 2. Hasil Uji Sitotoksik Ekstrak Benalu Kersen Konsentrasi (μg/ml) % Sel Hidup Ekstrak Kontrol 25 26,99161 86,37317 50 35,90147 87,52621 100 49,79036 87,78826 200 57,28512 86,16352 400 80,34591 86,79245 (ii) (i) Gambar 18. Grafik hubungan antara presentase kehidupan dengan log konsenstrasi sampel: (i) ekstrak etanol daun benalu kersen, (ii) kontrol pelarut (DMSO) commit to user lix perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id Korelasi antara konsentrasi ekstrak yang digunakan dengan persentase kematian sel dapat dilihat dari koefiesien determinasi (R2) berganda dimana nilai koefisiennya antara 0≤ 1.Nilai R2 yang semakin besarmendekati 1 merupakan indikator yang menunjukkan semakin kuatnya kemampuan variabel independen yang dalam hal ini adalah ekstrak etanol daun benalu kersen dalam mempengaruhi kondisi variabel dependen (kematian sel Raji) (Ulupui, 2007). Berdasarkan Gambar 17. terlihat bahwa nilai R2 grafik uji sitotoksik ekstrak mendekati 1 (R² = 0,947), semakin tinggi konsentrasi ekstrak uji semakin rendah persentase sel Raji yang hidup, hal ini menandakan bahwa terdapat hubungan (korelasi positif) yang sangat kuat antara konsentrasi ekstrak dengan persentase kematian sel uji, dimana kematian sel merupakan akibat dari pengaruh ekstrak. Sedangkan pada grafik kontrol nilai R2 mendekati 0 (R² = 0,059), dimana semakin mendekati 0, penggunaan pelarut hubungannya sangat lemah (diabaikan, dianggap tidak ada) dalam pengaruhnya terhadap kematian sel uji. Nilai IC50 sel Raji, setelah penambahan ekstrak uji didapatkan angka 155,267 µg/ml (Lampiran 14). Ernawati (2010) menjelaskan bahwa uji sitotoksik digunakan untuk menentukan parameter nilai IC50-24 jam. Nilai IC50-24 menunjukkan nilai konsentrasi yang menghasilkan hambatan proliferasi sel sebesar 50% dan nilai ini merupakan patokan untuk melakukan uji pengamatan kinetika proliferasi sel. Nilai LC50 sel Raji (Lampiran 14), setelah penambahan ekstrak uji didapatkan angka 155,344 µg/ml, menurut Meyer et al. (1982) ekstrak uji dianggap toksik bila memiliki nilai LC50 30-1000 μg/ml, dan sedangkan jika dilihat dari kemurniannya, menurut menurut Anderson (1991) dalam Aprelia & Suyatno (2013) suatu senyawa murni dianggap memiliki aktivitas biologis terhadap sel kanker/toksik apabila nilai LC50<200 μg/ml dan ekstrak dianggap memiliki aktivitas biologis apabila nilai LC50<1000 μg/ml. Berdasarkan dua pernyataan tersebut maka bisa disimpulkan bahwa ekstrak etanol daun benalu kersen (D. pentandra L. Miq) memiliki efek sitotoksik terhadap sel Raji. Sifat toksik ekstrak uji terhadap sel Raji ini kemungkinan disebabkan oleh metabolit sekunder yang memiliki sifat antikanker yang terkandung di dalam ekstrak uji. Metabolit sekunder tersebut diantaranya adalah flavonoid (kuersetin), alkaloid, tanin, saponin dan terpenoid. commit to user lx 44 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id D. Uji Doubling Time Uji Doubling Time menggunakan larutan uji dengan seri kadar yang kurang mematikan (di bawah IC50). Inkubasi dilakukan pada jam ke 24, 48 dan 72. Data jumlah sel yang hidup pada jam 24, 48 dan 72 dibuat grafik antara jumlah sel yang hidup dan lama waktu inkubasi (jam). Potensi antiproliferatif suatu senyawa dianalisis melalui persentase pertumbuhan sel dalam kelipatan waktu inkubasi (doubling time). Semakin berkurangnya jumlah sel hidup dalam kelipatan waktu inkubasi menunjukan adanya potensi antiproliferatif pada bahan uji (Kusumadewi, 2011). Tabel 3. Hasil uji sitotoksik kontrol DMSO pada inkubasi 24, 48, dan 72 jam Konsentrasi % Sel Hidup (μg/ml) 24 Jam 48 Jam 72 Jam 101,0427 99,24411 100,2279 38,75 94,31551 100,0741 97,01032 77,5 99,56273 101,1412 98,19011 155 Gambar 19. Grafik hubungan antara presentase sel uji hidup dengan waktu inkubasi 24 jam, 48 jam, dan 72 jam; (i) kontrol DMSO 38,75 μg/ml, (ii) kontrol DMSO 77,5 μg/ml, (iii) kontrol DMSO 155 μg/ml Analisis Doubling Time yang pertama menggunakan grafik hubungan yang tampak pada Gambar 18. yang menunjukkan bahwa lamanya waktu inkubasi hubungannya rendah pada konsentrasi pelarut DMSO 38,75 μg/ml dan 155 μg/ml, dan konsentrasi 77,5 μg/ml, dengan nilai R2 secara berturut-turut 0,216; 0,204; dan 0,218. Hasil tersebut menunjukkan bahwa pelarut DMSO tidak memberikan efek terhadap commitwaktu to userinkubasi. kondisi sel Raji hubunganya dengan pengaruh lxi 45 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 46 Tabel 4. Hasil uji sitotoksik ekstrak etanol daun benalu kersen (D. pentandra L. Miq) pada inkubasi 24, 48, dan 72 jam Konsentrasi % Sel Hidup (μg/ml) 24 Jam 48 Jam 72 Jam 97,54457 61,89418 37,48492 38,75 83,01379 46,42063 12,38772 77,5 56,71039 32,42923 3,861107 155 Gambar 20. Grafik hubungan antara presentase sel uji yang hidup dengan waktu inkubasi 24 jam, 48 jam, dan 72 jam; (i) konsentrasi ekstrak 38,75 μg/ml, (ii) konsentrasi ekstrak 77,5 μg/ml, (iii) konsentrasi ekstrak 155 μg/ml Grafik hubungan pada Gambar 17 yang menunjukkan bahwa lamanya waktu inkubasi berpengaruh sangat kuat (R2 konsentrasi ekstrak 38,75μg/ml = 0,999; 77,5 μg/ml= 0,97; dan 155μg/ml= 0,937) dengan penurunan jumlah persentase sel uji pada seluruh konsentrasi ekstrak yang digunakan, semakin tinggi konsentrasi ekstrak etanol daun benalu kersen (D. pentandra L. Miq) semakin rendah persentase sel yang hidup (korelasi negatif). commit to user lxii perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id A A A (i) (ii) (iii) ) Gambar 21. Morfologi sel Raji pada uji doubling time konsentrasi ekstrak uji 155 µg/ml:(i) 24 jam, (ii) 48 jam, (iii) 72 jam, (A) kristal formazan Gambar 21. menunjukkan secara visual terlihat bahwa ekstrak etanol benalu berpengaruh terhadap kondisi sel Raji, pada konsentrasi uji 155 µg/mL dari inkubasi 24 jam pertama ke inkubasi 48 jam terlihat beberapa sel tidak mampu membentuk kristal formazan, dan pada inkubasi 72 jam sel yang tidak mampu membentuk kristal formazan semakin banyak, tidak terbentuknya kristal formazan menandakan sel mengalami kematian. Hasil uji Doubling Time sebelum dianalisis secara statistik menggunakan uji korelasi terlebih dahulu diuji normalitas datanya menggunakan SPSS 17.0, tujuan uji normalitas adalah untuk menentukan apakah sebaran datanya normal atau tidak. Hasil uji normalitas menunjukkan signifikansi > 0,05 pada semua perlakuan (Lampiran 15), sehingga bisa disimpulkan bahwa sebaran datanya normal, oleh karena sebaran datanya normal maka uji korelasi menggunakan uji Pearson. Berdasarkan hasil uji statistik menggunakan analisis korelasi Pearson (Lampiran 15) menunjukkan hasil bahwa terdapat korelasi positif yang sangat lemah dan tidak bermakna (r=0,018; P=0,930) antara persentase sel Raji pada DMSO dengan waktu inkubasi, serta terdapat korelasi positif yang sangat lemah dan tidak bermakana (r=0,008; P=0,969) antara persentase sel Raji pada DMSO dengan konsentrasi uji. Hal ini menunjukkan bahwa peningkatan konsentrasi DMSO dan lama waktu tidak memberikan pengaruh terhadap kondisi sel uji. Hasil uji statistik pada sel Raji yang diberi perlakuan ekstrak uji menunjukkan bahwa terdapat korelasi negatif yang sangat kuat dan bermakna (r=-0,854; P=0,00) commit to user korelasi negatif yang sedang dan antara persentase sel uji dengan lama waktu inkubasi, lxiii 47 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id bermakana (r=-0,472; P=0,013) antara jumlah persentase sel Raji dengan kenaikan konsetrasi ekstrak uji, serta korelasi negatif yang sangat lemah dan tidak bermakana (r=0,004; P=0,986) antara jumlah persentase sel Raji dengan jumlah persentase sel Raji pada DMSO. Hal ini menunjukkan bahwa semakin meningkatnya konsentrasi ekstrak uji dan semakin lamanya waktu inkubasi dapat menurunkan persentase sel Raji yang hidup, dan penurunan yang terjadi pada sel Raji yang diberi ekstrak uji bukan karena mendapat pengaruh dari pelarut DMSO. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa ekstrak uji yaitu ekstrak etanol daun benalu (D. pentandra L Miq.) memiliki potensi antiproliferasi terhadap sel Raji. Penghambatan pertumbuhan sel Raji oleh ekstrak etanol daun benalu (D. pentandra L Miq.) kemungkinan terkait dengan efek pada proses oksidatif yang diinduksi oleh metabolit sekunder yang terkandung di dalamnya. Menurut Hadiyah dkk. (2009) pengaturan proliferasi sel pada berbagai jenis tipe sel mamalia dimediatori oleh ikatan sitokin, growth factor dan hormon yang spesifik terhadap reseptor permukaan sel. Kandungan metabolit sekunder pada ekstrak etanol daun benalu kersen (D. pentandra L Miq.) kemungkinan merupakan penyebab utama terjadinya penghambatan proliferasi sel Raji, metabolit sekunder tersebut di antaranya flavonoid (kuersetin), alkaloid, terpenoid, saponin dan tanin. Beberapa penelitian sebelumnya menjelaskan bahwa senyawa-senyawa tersebut memiliki potensi dalam menghambat proliferasi sel kanker. 1. Flavonoid (Kuersetin) Menurut Ikawati (2008) kuersetin dapat beraksi sebagai antikanker pada regulasi siklus sel. Kuersetin juga memiliki aktivitas antioksidan yang dimungkinkan oleh komponen fenoliknya yang sangat reaktif. Kuersetin akan mengikat spesies radikal bebas sehingga dapat mengurangi reaktivitas radikal bebas tersebut. commit to user lxiv 48 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id Gen P53 Transkripsi DNA Translasi DNA inhibisi Kerusakan DNA ciclin P53 P53 P21 P21 ciclin cdk RB RB E2F Kuersetin Ekstrak Etanol Benalu Kersen cdk E2F Rb-E2F terfosforilasi Rb-E2F tidak terfosforilasi proliferasi G1 Arrest kanker Proliferasi Gambar 22. Konsep mekanisme kerja kuersetin (flavonoid) dalam mempengaruhi sel kanker (Saifillah, 2011; Hastuti & Lubis, 2011) Gen-gen EBV yang dapat bekerja sebagai onkogen untuk merangsang terjadinya kanker nasofaring adalah latent membrane protein-1 (LMP-1) dan Epstein Barr Virus Nuclear Antigen-2 (EBNA-2) (Hastuti & Lubis, 2011). Ongkogen virus EBV berikatan dengan supresor tumor p53 pada saat terjadinya infeksi yang berakibat pada mutasi gen pengkode protein p53. Gen ini akan mengkode protein p53 mutan. Protein ini gagal mengaktivasi protein p21 yang berperan menginhibisi aktifitas cyclin-cdk. Cyclin-cdk dibutuhkan untuk mengakibatkan hiperfosforilasi RB (retinoblastoma) dan melepaskan E2F. RB merupakan berkas genetik yang berperan sebagai mitogen di dalam siklus sel dan memelihara struktur kromatin, serta merupakan faktor transkripsi yang mengikat faktor transkripsi E2F, dan berfungsi untuk menekan pertumbuhan tumor, sedangkam E2F adalah gen yang dibutuhkan sel untuk masuk ke fase S sehingga sel akan berproliferasi. Ikatan pRB-E2F menghambat gen yang mengatur sel keluar dari fase G1. Jika E2F tidak terikat commit akan to usermenyebabkan E2F menstimulasi lxv 49 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id proliferasi sel. Kegagalan protein p53 mutan akan mengakibatkan sel berproliferasi terus-menerus (hiperproliferasi). Kuersetin seperti yang terlihat pada Gambar 11 mampu menghambat ekspresi protein p53 mutan yaitu melalui inhibisi pada translasi mRNA p53. Penghambatan pada protein p53 mutan menyebabkan sel tertahan di fase G2-M pada siklus sel. Check point pada fase ini akan memperbaiki DNA yang rusak dan jika tidak berhasil maka akan memacu sel untuk apoptosis. Kerusakan DNA pada keadaan normal akan meningkatkan produksi protein p53. Protein ini akan mengaktifkan protein p21 yang berfungsi menghambat aktivitas cyclin-cdk. Penghambatan ini akan menyebabkan Rb tidak terfosforilasi sehingga E2F tidak aktif. Jika E2F tidak aktif, gen tidak mampu mentranskripsikan DNAnya. Sel akan berhenti di G1 dan mengalami reparasi. Jika reparasi gagal, sel akan diinduksi untuk apoptosis (Saifillah, 2011). 2. Alkaloid Potensi senyawa alkaloid sebagai antikanker diduga melalui tahapan awal menghambat enzim DNA Topoismerase II pada sel kanker (Gambar 13), dengan dihambatnya aktivitas enzim DNA Topoisomerase, maka proses terjadinya ikatan antara enzim dengan DNA sel kanker semakin lama, sehingga akan terbentuk Protein Linked DNA Breaks (PLDB), akibatnya terjadi fragmentasi atau kerusakan DNA sel kanker dan selanjutnya berpengaruh terhadap proses replikasi sel kanker. Selanjutnya gen p53 sebagai gen supresor tumor akan terakumulasi, menghentikan replikasi DNA pada check point dan memberi kesempatan kepada DNA untuk memperbaiki diri. Bila proses perbaikan gagal, p53 akan merangsang mitokondria mengeluarkan sitokrom c ke sitosol, dan dalam hal ini akan dihalangi oleh antiapoptosis member yaitu gen Bcl-2. Di dalam sitosol sitokrom c bersama dengan Apoptosis Protease Activating Factor-1 (Apaf-1) dan pro-caspase 9 membentuk caspase 9, komplek ini disebut apoptosome. Terbentuk caspase 9 sebagai caspase awal akan mengaktifkan caspase eksekusioner, yaitu caspase 3, 6 dan 7 sehingga dapat menyebabkan kematian sel secara apoptosis (Sukardiman dkk., 2006). commit to user lxvi 50 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 51 DNA Topoisomerase II sel kanker inhibisi Alkaloid Ekstrak Etanol Benalu Kersen Protein Linked DNA Breaks Fragmentasi DNA p53 G1 Arrest Repair Proliferasi Gambar 23. Konsep mekanisme kerja alkaloid dalam mempengaruhi sel kanker (Sukardiman dkk., 2006) 3. Terpenoid Potensi senyawa terpenoid dalam fungsinya sebagai antikanker adalah dapat memblok siklus sel pada fase G2/M dengan menstabilkan benang-benang spindle pada fase mitosis sehingga menyebabkan proses mitosis terhambat. Pada tahap selanjutanya, akan terjadi penghambatan proliferasi sel dan pemacuan apoptosis. Senyawa terpenoid juga mampu menghambat enzim topoisomerase pada sel mammalia (Gambar 16). Ada dua kelas enzim topoisomerase pada sel mamalia, tipe I yang memotong dan memecah untai tunggal dari DNA dan tipe II yang memotong dan memecah DNA untai ganda. Inhibitor enzim topoisomerase akan menstabilkan kompleks topoisomerase dan DNA terpotong, sehingga dapat menyebabkan terjadinya kerusakan DNA. Adanya kerusakan DNA dapat menyebabkan terekspresinya protein proapoptosis sehingga dapat memacu terjadinya apoptosis (Setiawati dkk.,commit 2007).to user lxvii perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 52 Siklus Sel Kanker Fase S2/M inhibisi terpenoid Ekstrak Etanol Benalu Kersen Benang-benang spindle stabil Mitosis terhambat Proliferasi Gambar 24. Konsep mekanisme kerja terpenoid dalam mempengaruhi sel kanker (Setiawati dkk., 2007) 4. Saponin Senyawa saponin telah diketahui dapat menghambat pembentukan Bcl-2 yang diekspresikan terlalu tinggi, menginduksi protein caspase-3 yang diekspresikan terlalu rendah, meningkatkan ekspresi p53, dan dapat pula memicu G1 cell cycle arrest (Fitria dkk., 2011). Siklus Sel P53 P53 BCl2 BCL2 inhibisi Citokrom c Saponin Ekstrak Etanol Benalu Kersen Citokrom c Survival cell Caspase 3 proliferasi G1 Arrest kanker Proliferasi commit to user Gambar 25. Konsep mekanisme lxviii kerja saponin dalam mempengaruhi sel kanker (Fitria dkk., 2011; Hermawan, 2012) perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 53 Anggota antiapoptotik famili Bcl-2 (Bcl-2, Bel-xL) menghambat pelepasan cytochrome c, Smac/Diablo, dan apaf-1 mitokondria via formasi apoptosom bisa mengaktivasi caspase 9 yang akhirnya mengaktivasi downstream caspase 3 (Gambar 18). Dominasi anggota famili antiapoptotik seperti Bcl-2 dan Bcl-xL bisa mempromosikan survival sel karena apoptosis tergantung dari keseimbangan anggota famili Bcl-2 (Hermawan, 2012). 5. Tanin Tanin memiliki sifat antioksidan yang lebih tinggi daripada vitamin E dan C, serta lebih stabil. Sifat tanin yang demikian membuat tanin menjadi senyawa yang mampu mencegah penyakit degeneratif, salah satunya adalah kanker (Suarni & Subagio, 2013). Potensi tanin sebagai antikanker adalah berperan sebagai antiproliferatifsel kanker yang bekerja pada tingkat sel dengan memblokade fase S atau sintesis dari siklus sel, pada fase sintesis, sel akan melakukan sintesis DNA dan terjadi proses replikasi kromosom (Mustafida dkk., 2014; Albert et al., 2008). inhibisi Siklus Sel P27 ciclin cdk Tanin Ekstrak Etanol Benalu Kersen P27 ciclin cdk Fase Sintesis G1 Arrest proliferasi Proliferasi kanker Gambar 26. Konsep mekanisme kerja tanin dalam mempengaruhi sel kanker (Suarni & Subagio, 2013; Priyanto, 2011; Budiyastomo, 2010) Senyawa tanin yang merupakan senyawa polifenol dapat juga meningkatkan protein p27 yang menghambat siklus sel (Nam et al. 2001 dalam Sahid et al. 2013). Protein p27 adalah protein yang mengikat commit siklin to userdan cdk sehingga terjadi hambatan lxix perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 54 menuju fase S (Wuryanto dkk, 2004), penurunan protein p27 merupakan ciri self sufficiency of growth signal yang berkaitan dengan peningkatan ikatan Cyclin CDK (Priyanto, 2011). CDK merupakan protein yang mengatur transisi fase G1 ke S, penghentian sel pada fase G1 akan memberikan kesempatan sel yang mengalami kerusakan untuk dikenali dan melanjutkan proses apoptosis. Penekanan cdk (Gambar 25) mampu menyebabkan penghentian siklus sel pada fase G1 sehingga proses repair maupun apoptosis dapat berlangsung (Budiyastomo, 2010). commit to user lxx perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, maka dapat disimpulkan bahwa: 1. Ekstrak etanol daun benalu kersen (D. pentandra L. Miq.) memiliki kandungan senyawa metabolit sekunder yang di antaranya adalah flavonoid (kuersetin), alkaloid, tanin, saponin, dan terpenoid 2. Ekstrak etanol daun benalu kersen (D. pentandra L. Miq.) memiliki kemampuan menghambat proliferasi sel Raji, kemampuan ini ditunjukkan secara statistik dengan nilai korelasi negatif yang kuat dan signifikan antara persen sel hidup dengan waktu inkubasi (R= -0,854; P= 0,000); dan nilai korelasi yang sedang dan signifikan antara persen sel hidup dengan konsentrasi ekstrak uji (R= -0,472; P= 0,013) B. Saran Setelah dilakukan penelitian ini maka saran yang perlu dilakukan adalah: 1. Perlu dilakukan penelitian pengaruh tiap-tiap kandungan metabolit sekunder daun benalu kersen terhadap pertumbuhan sel kanker, baik secara satuan metabolit maupun kombinasi. 2. Perlu dilakukan uji terhadap berbagai fraksi pelarut seperti etil asetat, N Heksana, dan eter dari daun benalu kersen untuk mendapatkan senyawa yang paling bersifat toksik terhadap sel Raji. 3. Perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui mekanisme apoptosis terhadap sel Raji dan proses penghambatan proliferasi sel kanker menggunakan ekstrak daun benalu kersen. 4. Perlu dilakukan penelitian tentang efek apoptosis berbagai fraksi pelarut ekstrak daun benalu kersen terhadap sel Raji commit to user lxxi 55 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 56 DAFTAR PUSTAKA Albert, B., Johnson, A., Lewis, J., Raff, M., Robert, K., and Walter, P. 2008. Molecular Biology of the Cell Fifth Edition Chapter 17 The Cell Cycle. Garland Science: New York. Alegantina, S & Isnawati, A. 2010. Ekstrak Metanol Artemisia Annua L. Secara Kromatografi Lapis Tipis-Densitometri. Buletin Penelitian Kesehatan 38 (1): 17 – 28. ACS (American Cancer Society). 2013. Nasopharyngeal Cancer. American Cancer Society. Atlanta. www.cancer.org/acs/groups/cid/documents/webcontent/003124pdf.pdf. diunduh pada tanggal 7 Desember 2013. Andini, N.A.M & Windarti, I. 2014. Potensi Kulit Pisang Ambon (Musa sapientum) Sebagai Agen Kemopreventif dan Ko-Kemoterapi pada Kanker Payudara. Medical Journal Of Lampung University 3 (5): 123-129. Andriyani, D., Utami, P I., & Dhiani, B A. 2010. Penetapan Kadar Tanin Daun Rambutan (Nephelium lappaceum.L ) Secara SpektrofotometrI Ultraviolet Visibel. Pharmacy 07 (02): 1-11. Andriani, A. 2011. Skrining Fitokimia dan Uji Penghambatan Aktivitas Alpha Glukosidase pada Ekstrak Etanol dari Beberapa Tumbuhan yang Digunakan sebagai Obat Antidiabetes. Skripsi. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Universitas Indonesia. Aprelia, F & Suyatno. 2013. Senyawa Metabolit Sekunder Dari Ekstrak Etil Asetat Tumbuhan Paku Christella arida Dan Uji Pendahuluan Sebagai Antikanker. UNESA Journal of Chemistry 2 (3): 94-99. Ariani, S. R. D., Susilowati, E., Susanti E. V. H & Setiyani. 2008. Uji Aktivitas Ekstrak Metanol Daun Jambu Biji (Psidium guajava L.) sebagai Antifertilitas Kontrasepsi pada Tikus Putih (Rattus norvegicus). Indonesian Journal of Chemistry 8 (2): 264270. Ariwibowo, H. 2013. Faktor Risiko Karsinoma Nasofaring. Cermin Dunia Kedokteran 204/ 40 (5): 348-351. Astuty, S.J. 2010. Hubungan Ekspresi Latent Membrane Protein 1 Dengan Berbagai Stadium Tumor Dan Jenis Histopatologi Pada Karsinoma Nasofaring. Tesis. Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara Program Pendidikan Dokter Spesialis Bidang Studi Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Bedah Kepala Dan Leher. Medan. ATCC (American Type Culture Collection). 2011. MTT Cell Proliferation Assay. U.S., commit to user Canada, and Puerto Rico. www.atcc.org. diunduh pada tanggal 21 Januari 2014. lxxii perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id Biranti, F., Nursid, M., Cahyono, B. 2009. Analisis Kualitatif B-Karoten dan Uji Aktivitas Karotenoid Dalam Alga Coklat Turbiniria decurrens. Jurnal Sains dan Matematika 7 (2): 90-96. Budiyastomo, H. 2010. Pengaruh Pemberian Fraksi Etanolik Bawang Dayak Terhadap Tingkat Ekspresi Cyclin-e Galur Sel Kanker Serviks Uteri HeLa. Tesis. Program Pendidikan Dokter Spesialis I Obstetri Ginekologi. Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta. Cahyanti, R.D. 2008. Bcl-2 dan Indeks Apoptosis pada Hiperplasia Endometrium NonAtipik Simpleks dan Kompleks. Tesis. Program Pasca Sarjana Magister Ilmu Biomedik dan Program Pendidikan Dokter Spesialis I Obstetri Ginekologi Universitas Diponegoro. Semarang. CCRC (Cancer Chemoprevention Research Center). 2010. Prosedur Tetap Uji Pengamatan Proliferasi Sel (Doubling Time). Fakultas Farmasi Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta. CCRC (Cancer Chemoprevention Research Center). 2012. Prosedur Tetap Uji Sitotoksik Metode MTT. Fakultas Farmasi Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta. Cullen, B.R. 2010. Epstein-Barr Virus. Researh Article. Department of Molecular Genetics and Microbiology. Duke University Health System. Dahlan, M S. 2009. Statistik untuk Kedokteran dan Kesehatan. Salemba Medika: Jakarta. Dewi, I.D.A.D.Y., Astuti, K.W.1, & Warditiani, N.K. 2013. Skrining Fitokimia Ekstrak Etanol 95% Kulit Buah Manggis (Garcinia mangostana L.). Skripsi. Fakultas Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Udayana. Bali. Diastuti, D., Warsinah., & Purwati. 2009. Aktivitas Antikanker Ekstrak Etanol Daun Rhizopora mucronata Terhadap Larva Udang Artemia salina Leach dan Sel Raji. Molekul 4(1): 12 – 20. Djajanegara, I. 2008. Uji Sitotoksisitas Ekstrak Ethanol 70 % Herba Ceplukan (Physalis angulata Linn.) Terhadap Sel WiDr Secara In Vitro. Jurnal Valensi 1 (3): 149-156. Ernawati, F. 2010. Uji Sitotoksik Isolat Aktif Dari Ekstrak Kloroform Rumput Mutiara (Hedyotis corymbosa (L.) Lamk.) Terhadap Sel Hela Dan Siha. Skripsi. Fakultas Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sebelas Maret Fajriah, S., Darmawan, A., Sundowo A & Artanti, N. 2007. Isolasi Senyawa Antioksidan dari Ekstrak Etil Asetat Daun Benalu Dendrophthoe pentandra L. Miq yang Tumbuh pada Inang Lobi-Lobi. Jurnal Kimia Indonesia 2 (1): 17-20. commit to user lxxiii 57 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id Fitria, M., Armandari, I., Septhea, D.B., Ikawati, M & Meiyanto, E. 2011. Ekstrak Etanolik Herba Ciplukan (Physalis angulata L.) Berefek Sitotoksik dan Menginduksi Apoptosis pada Sel Kanker Payudara MCF-7. Bionatura Jurnal IlmuIlmu Hayati dan Fisik 13 (2):101-107. Freshney, R.I. 2006. Basic Principles of Cell Culture. Centre for Oncology and Applied Pharmacology. Cancer Research UK Beatson Laboratories, Garscube Estate, Bearsden, Glasgow G61 1BD, Scotland, UK. John Wiley & Sons, Inc. Hadi, R.S. 2011. Mekanisme Apoptosis Pada Regresi Sel Luteal. Majalah Kesehatan Pharma Medika 3 (1): 246-254. Hadiyah, Z.K., Widyarti, S & Widodo, M.A. 2009.Ekstrak Propolis Lokal Mempunyai Efek Sitotoksik dan Antiproliferatif Terhadap Sel HeLa.Jurnal Kedokteran Brawijaya 25 (1): 17-22. Hartono, N.W.B. 2009. Pengaruh Alpinia galanga (Lengkuas) Terhadap Aktivitas Proliferasi Sel dan Indeks Apoptosis Pada Adenokarsinoma Mamma Mencit C3H. Tesis. Program Pasca Sarjana Magister Ilmu Biomedik dan Program Pendidikan Dokter Spesialis I Patologi Anatomi Universitas Diponegoro Semarang. Hastuti, N.W & Lubis, H.M.L. 2011. Manfaat Pemeriksaan Imunohisto(sito)kimia. Cermin Dunia Kedokteran 186/38 (5): 384-386. Hermawan, A.G. 2012. Mekanisme Apoptosis pada Sepsis. Bagian Alergi-Imunologi dan Penyakit Tropik Infeksi. Majalah Kedokteran Terapi Intensif 2 (1): 26-32. IARC (International Agency for Research on Cancer ). 1997. Epstein-Barr Virus. IARC Working Group. Ide, I. 2008. Dark Chocolate Healing. Elex Media Komputindo: Jakarta Indrowati, M & Soegihardjo, C.J. 2005. Materi Pembelajaran Biologi (Biokimia): Deteksi Flavonoid Ekstrak Daun Kluwih (Artorpus altilis Park.). Bioedukasi 2 (2): 61-64. Ikawati, M., Wibowo, A.E., Navista, S.O.U., & Adelina, R. 2008. Pemanfaatan Benalu Sebagai Agen Antikanker, International Seminar of Indonesia – Malaysia Update 2008, Universitas Gadjah Mada dan Universiti Sains Malaysia. Ikawati, Z., Nugroho, A.E., & Werdhinindah, W. 2006. Efek Ekstrak Etanol Daun Erythrina fusca Lour(Cangkring) Terhadap Penekanan Ekspresi Enzim Siklooksigenase–2 pada Kultur Sel Raji. Majalah Farmasi Indonesia, 17(2): 85 – 90. commit to user lxxiv 58 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id Ikawati, Z., Nugroho, A.E., &Widyah, A., 2007, Penekanan ekspresi enzim COX-2 pada kultur sel Raji oleh ekstrak kloroform daun Erythrina fusca Lour.Majalah Obat Tradisional, 11: 19-23. Kalangi, S.J.R. 2011. Peran Integrin pada Angiogenesis Penyembuhan Luka. Cermin Dunia Kedokteran 184/38 (3): 177-181. Katrin., Soemardji, A.A., Soeganda, A.G., Soediro, I & Kosasih, P.W. 2005. Pengaruh Berbagai Ekstrak Dari Daun Benalu Duku (Dendrophthoe pentandra L.Miq.) Terhadap Sistem Imun Mencit. Jurnal Bahan Alam Indonesia 4 (1): 236-239. Keman, K., Prasetyorini, N., & Langgar, M.J. 2008. Jumlah Sel Trofoblas Yang Mengalami Apoptosis Pada Pre Eklampsia/Eklampsia Lebih Tinggi Dibandingkan Kehamilan Normal. Jurnal Kedokteran Brawijaya 24 (2): 1-7 Kentjono, W.A. 2003. Perkembangan Terkini Penatalaksanaan Karsinoma Nasofaring. Lab / SMF Ilmu Penyakit THT. Majalah Kedokteran Tropis Indonesia 14 (2): 1-39. Khoiriyah, A. 2011. Uji Sitotoksisitas Ekstrak Spons Laut Aaptos suberitoides terhadap Sel Kanker Kolon Widr secara In Vitro. Skripsi. Fakultas MIPA – Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya. Koirewoa, Y.A., Fatimawali, F., & Wiyono, W.I. 2012. Isolasi Dan Identifikasi Senyawa Flavonoid Dalam Daun Beluntas (Pluchea indica L.). Pharmacon 1 (1): 47-52. Kusumadewi, S. W. 2011. Uji Efek Antiproliferatif Senyawa Eugenol Terhadap Kultur Sel Kanker Serviks (HeLa Cell Line). Skripsi. Program Studi Farmasi Fakultas Kedokteran Dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Kusumowati dan Dian, I T. 2010. Uji Kombinasi Ekstrak Etil Asetat Daun Dewandaru (Eugenia unifloria L.) dan Doxorubicin terhadap Proliferasi Sel Kanker Payudara T47D. Tesis. Universitas Muhammadiyah Surakarta. Laksmini, L.Y. 2013. Ekspresi P16INK4A Lebih Tinggi Pada Squamous Cell Carcinoma Serviks Uteri Dibandingkan Dengan Cervical Intraepithelial Neoplasia 1, Cervical Intraepithelial Neoplasia 2, dan Cervical Intraepithelial Neoplasia 3. Tesis. Program Pascasarjana Magister Biomedik Universitas Udayana Lamson, D., Brignall., & Matthew, S.N.D. 2000. Antioxidants and cancer III: Quercetin, Alternative Medicine Review 5 (3): 196-208. Lazuardi, M. 2007. Aktivitas Antiproliferasi Ekstrak Etanol Kasar Dendrophtoe pentandra L. Miq. Terhadap Kultur Mieloma. Jurnal Bahan Alam Indonesia 6 (3): 103-106 commit to user Lonza. 2011. Ultra CULTURE™ Serum-free Medium. Lonza Walkersville, Inc. lxxv 59 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id Ma‟at, S. 2003. Tumbuhan Obat Untuk Pengobatan Kanker. Jurnal Bahan Alam Indonesia 2 (4): 145-149. Manggau, M., Alam, G., Mufidah., Bahar, A & Wahyudin, E. 2007. Selektivitas Penghambatan COX1-2 Dan Aktivitas Antioksidan Ekstrak Herba Cepukan (Physalis angulata Linn.). Majalah Obat Tradisional 13 (43): 1-8. Marliana, S. D., Suryanti, V., & Suyono. 2005. Skrining Fitokimia dan Analisis Kromatografi Lapis Tipis KomponenKimia Buah Labu Siam (Sechium edule Jacq. Swartz.) dalam Ekstrak Etanol. Biofarmasi 3 (1): 26-31. Marleen, F S., Syahruddin, E., Hudoyo, A & Endarjo, S. 2009. Ekspresi Protein Bcl-2 pada Sediaan Blok Parafin Jaringan Kanker Paru. Jurnal Respirologi Indonesia 29 (4): 1-14. Maryati & Sutrisna, E.M. 2007. Potensi Sitotoksik Tanaman Ceplukan (Physalis angulata L) Terhadap Sel HeLa. Pharmacon 8 (1): 1-6. Meiyanto, D., Melannisa R., & Da‟i, M. 2006. Penurunan Ekspresi Bcl-2 Berperan dalam Opoptosis Sel Kanker Payudara T47D yang diinduksi PGV-1 dan 17βEkstradiol. Pharmacon 7(2): 58-62. Meyer, B.N., Ferrigni, N.R., Putnam, J.E., Jacobsen, L.B., Nicholas, D.E & Mc Laughlin, J.L. 1982. Brine shrimp: A Convenient General Biossay for Active Plant Constituent. Purdue University. Planta Medica 45: 31-34. Muhidin, S.A & Abdurahman, M. 2007. Analisis Korelasi Regresi, Dan Jalur Dalam Penelitian. Pustaka Setia Budi. Bandung. Multiawati, N. 2013. Uji Antikanker Ekstrak Metanol Benalu Kelor (Helixanthera sessiliflora (Merr.) Denser) Terhadap Cell Line Kanker Payudara T47D. Skripsi. Program Studi Kimia Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga. Yogyakarta. Murti, H., Boediono, A., Setiawan. B., Sandra, F. 2007. Regulasi Siklus Sel: Kunci Sukses Somatic Cell Nuclear Transfer. Division of Stem Cell, Stem Cell and Cancer Institue. Jakarta. Cermin Dunia Kedokteran 34 (6/159): 312-316. Mustikasari, K & Ariyani, D. 2008. Studi Potensi Binjai (Mangifera caesia) dan Kasturi (Mangifera casturi) Sebagai Antidiabetes Melalui Skrining Fitokimia pada Akar dan Batang. Jurnal Sains dan Terapan Kimia 2 (2): 64-73. Mustafida, R Y., Al Munawir., dan Dewi, R. 2014. Efek Antiangiogenik Ekstrak Etanol Buah Mahkota Dewa (Phaleria macrocarpa (Scheff.) Boerl.) pada Membran Korio Alantois (CAM) Embrio Ayam. e-Jurnal Pustaka Kesehatan 2 (1): 4-8. commit to user lxxvi 60 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id National Center for Biotechnology Information (NCBI). 2014. Dendrophthoe pentandra. www.ncbi.nlm.nih.gov/Taxonomy/Browser/wwwtax.cgi?mode=Info&id=227894& lvl=3&lin=f&keep=1&srchmode=1&unlock. diunduh pada tanggal 12 Desember 2014. Ningsih, A.P.D, Sukardiman., & Ningsih, T. 2011. Uji Sitotoksisitas dan Efek Ekstrak Spons Laut Aaptos suberitoides Terhadap Sel Kanker Payudara (T47D) Secara In Vitro. Skripsi. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Teknologi Sepuluh Nopember. Nurani, L.H. 2011. Uji Sitotoksisitas, Antiproliferatif, Dan Pengaruhnya Terhadap Ekspresi P53 Dan BCl2 Dari Fraksi Etanol Infusa Daun Teh (Camellia sinensis (L.) O.K.) Terhadap Sel HeLa. Majalah Obat Tradisional 16 (1): 14 – 21. Nursid, M., Wikanta, T., Fajarningsih, N.D & Marraskuranto, E. 2006. Aktivitas Sitotoksik, Induksi Apoptosis dan Ekspresi Gen p53 Fraksi Metanol Spons Petrosia cf. nigricans Terhadap Sel Tumor HeLa. Jurnal Pascapanen dan Bioteknologi Kelautan dan Perikanan 1 (2): 103-110. Padmasari, P D., Astuti, K W., Warditiani, N K. 2013. Skrining Fitokimia Ekstrak Etanol 70% Rimpang Bangle (Zingiber purpureum Roxb.). Jurnal Farmasi Udayana 2 (4): 1-4. Pine, A.T.D., Alam, G. & Attamin., F., 2011, Standardisasi Mutu Ekstrak Daun Gedi (Abelmoschus manihot (L.) Medik) Dan Uji Efek Antioksidan dengan Metode DPPH. Tesis. Program Pascasarjana Universitas Hasanuddin, Makassar. Pratiwi, R.H. 2014. Potensi Kapuk Randu (Ceiba pentandra Gaertn.) Dalam Penyediaan Obat Herbal. E-Journal Widya Kesehatan Dan Lingkungan 1 (1): 53-60. Priyatno, D. 2010. Paham Analisa Statistik dengan SPSS. Mediakom: Yokyakarta. Priyanto, E. 2011. Studi Perbedaan Ekspresi p27 antara Endometrioma dan Karsinoma Ovarii. Tesis. Program Pascasarjana. Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta. Purba, A.K.R. 2012. Evaluasi Interaksi Kuersetin Dan Doksorubisin Terhadap Sitotoksisitas Dan Apoptosis Pada Sel MCF-7. Tesis. Program Studi Ilmu Kedokteran Dasar & Biomedis Minat Utama Farmakologi. Program Pascasarjana Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta. Puspasari, A. 2010. Perbedaan Kadar Hemoglobin Pada Pasien Karsinoma Nasofaring Sebelum dan Setelah Radioterapi (Studi Observasional di RSUP Dr Kariadi Semarang). Skripsi. Program Pendidikan Sarjana Kedokteran Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro. commit to user lxxvii 61 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id Puspitasari, E & Ulfa, E.U., 2009. Uji Sitotoksisitas Ekstrak Metanol Buah Buni (Antidesma bunius (L) Spreng) terhadap Sel Hela. Jurnal ILMU DASAR 10(2): 181185. Reece, J.B., Urry, L.A., Cain, M.L., Wasserman, S.A., and Minorsky, P.V. 2010. Campbell Biology Ninth Edition. Benjamin Cummings. Rohyami, Y. 2008. Penentuan Kandungan Flavonoid dari Ekstrak Metanol Daging Buah Mahkota Dewa (Phaleria macrocarpa Scheff Boerl). Logika 5 (1): 1-8. Rudiyanti, S & Ekasari, A.D. 2009. Pertumbuhan dan Survival Rate Ikan Mas (Cyprinus carpio Linn) pada Berbagai Konsentrasi Pestisida Regent 0,3 G. Program Studi Manajemen Sumber Daya Perairan, Jurusan Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Diponegoro. Jurnal Saintek Perikanan 5 (1): 39 – 47. Sahid, A., Pandiangan, D., Siahaan, P., & R, M.J. 2013. Uji Sitoksisitas Ekstrak Metanol Daun Sisik Naga (Drymoglossum piloselloides Presl.) terhadap Sel Leukimia P388. Jurnal MIPA Unsrat Online 2 (2): 94-99. Saifillah, E.S. 2011. Potensi Ekstrak Batang Benalu Randu (Dendropthoe pentandra) Terhadap Penurunan Ekspresi Protein p53 Mutan pada Sel Kanker Serviks (Sel HeLa) secara In Vitro. Skripsi. Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya. Salimi, Y.K & Zakaria, F.R. 2012. Penghambatan Ekstrak Sorgum (Sorghum bicolor) Terhadap Proliferasi Sel Kanker Limfoma. Sainstek 6 (5): 1-8. Sarmoko & Larasati. 2012. Regulasi Siklus Sel. Journal Club. Cancer Chemoprevention Research Center. Fakultas Farmasi. Universitas Gadjah Mada. Seniwaty., Raihanah., Nugraheni, I K dan Umaningrum, D. 2009. Skrining Fitokimia Dari Alang-Alang (Imperata Cylindrica L.Beauv) dan Lidah Ular (Hedyotis Corymbosa L.Lamk). Sains dan Terapan Kimia 3 (2): 124 – 133. Septyaningsih, D. 2010. Isolasi Dan Identifikasi Komponen Utama Ekstrak Biji Buah Merah (Pandanus conoideus Lamk.). Skripsi. Fakultas Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam. Universitas Sebelas Maret. Surakarta Setiarto, R.H.B. 2009. Deteksi Dan Uji Toksisitas LC50 Senyawa Aflatoksin B1, B2, G1, G2 Pada Kacang Tanah (Arachis hypogaea L). Skripsi. Institut Pertanian Bogor. Setiawati, A., Septisetyani, E P., Wijayanti, T R., dan Rokhman, M R. 2007. Sambung Nyawa (Gynura procumbens (Lour.) Merr.) Sebagai Agen Kemopreventif. Cancer Chemoprevention Research Center. Fakultas Farmasi Universitas Gadjah Mada. Sheng, W.R.J. 2004. Flora of China: Illustration Taxon: Dendrophthoe pentandra. www.efloras.org/object_page.aspx?object_id=50593&flora_id=2. diunduh pada commit to user tanggal 09 Oktober 2014. lxxviii 62 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id Siahaan, A B., Azmi, J dan Anwar, L. 2014. Senyawa Flavonoid Dari Ekstrak Etil Asetat Kulit Batang Tumbuhan Bauhinia hullettii Prain Dan Uji In Vitro Sel Murine Leukemia P-388. Jurnal Online Mahasiswa 1 (1): 1-6. Srisadono, A. 2008. Skrining Awal Ekstrak Etanol Daun Sirih (Piper betle Linn) Sebagai Antikanker Dengan Metode Brine Shrimp Lethality Test (BLT). Artikel Karya Tulis Ilmiah. Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro. Semarang. Suarni dan Subagio, H. 2013. Potensi Pengembangan Jagung Dan Sorgum Sebagai Sumber Pangan Fungsional. Jurnal Penelitian dan Pengembangan Pertanian 32 (2): 47-55. Sudaryono, A. 2011. Teratogenitas Senyawa Flavonoid Dalam Ekstrak Metanol Daun Benalu (Dendrophthoe pentandra (L) Miq. ) pada Mus musculus. Jurnal Exacta 9 (1): 1-8. Sukandar, D., S. Hermanto & Lestari, E. 2008. Uji Toksisitas Ekstrak Daun Pandan Wangi (Pandanus amaryllifolius Roxb.) Dengan Metode Brine Shrimp Lethality Test (BSLT). Jurnal Valensi 1 (2): 63-70. Sukardiman., Ekasari, W dan Hapsari, P.P. 2006. Aktivitas Antikanker dan Induksi Apoptosis Fraksi Kloroform Daun Pepaya (Carica papaya L) terhadap Kultur Sel Kanker Mieloma. Media Kedokteran Hewan 22 (2): 104-111. Sumarny, R. 2006. Karakterisasi Kimiawi, Aktivitas Antiproliferasi Sel Lestari Tumor dan Aktivitas Fagositosis Secara In-Vitro Dari Fraksi Bioaktif Rimpang Temu Putih [Curcuma zedoaria (Christm) Roscoe]. Disertasi. Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Sunaryo. 2008. Pemarasitan Benalu Dendrophthoe pentandra (L.) Miq. pada Tumbuhan Koleksi Kebun Raya Cibodas, Jawa Barat. Bidang Botani, Puslit Biologi – LIP. Jurnal Natur Indonesia 11(1): 48-58. Sukandar, D., Hermanto, S., & Lestari, E. 2008. Uji Toksisitas Ekstrak Daun Pandan Wangi (Pandanus amaryllifolius Roxb.) Dengan Metode Brine Shrimp Lethality Test (BSLT). Jurnal Valensi 1 (2): 63-70. Sundari, I. 2010. Identifikasi Senyawa Dalam Ekstrak Etanol Biji Buah Merah (Pandanus conoideus Lamk.). Skripsi. Fakultas Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sebelas Maret. Surakarta. Tomayahu, R.T. 2014.Identifikasi Senyawa Aktif dan Uji Toksisitas Ekstrak Daun Binahong (Anrederacordifolia Ten.Steenis) dengan Metode Brine Shrimp Lethality Test (BSLT). Thesis. Universitas Negeri Gorontalo. Tracy, T.S and Kingston, R.L. 2007. Herbal Products. Humana Press Inc. Totowa, New Jersey. commit to user lxxix 63 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id Tringali, C. 2004. Bioactive Compounds from Natural Sources. Taylor & Francis eLibrary. New York. Tulalamba, W & Janvilisri, T. 2012. Nasopharyngeal Carcinoma Signaling Pathway: An Update on Molecular Biomarkers. International Journal of Cell Biology 2012 (594681): 1-10. Ulupui, I.G.K.A. 2007. Analisis Pengaruh Rasio Likuiditas, Leverage, Aktivitas, dan Profitabilitas Terhadap Return Saham (Studi pada Perusahaan Makanan dan Minuman dengan Kategori Industri Barang Konsumsi di BEJ). Jurnal Ilmiah Akuntansi dan Bisnis. Vol 1 (2): 1-20. Wahyudi, P & Djajanegara, I. 2008. Pemakaian Sel Raji Dalam Uji Sitotoksisitas Fraksi Ethanol Biji Mimba (Azadirachta indica). P3T Bioindustri BPPT. Berkala Penelitian Hayati 14: 95–99. Wardhani, L.K & Sulistyani N. 2012. Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak Etil Asetat Daun Binahong Anredera scandens (L.) Moq.) Terhadap Shigella flexneri Beserta Profil Kromatografi Lapis Tipis. Jurnal Ilmiah Kefarmasian 2 (1): 1-16. WHO. 2005. Global Action Against Cancer. World Health Organization and International Union Against Cancer. Geneva: Switzerland. WHO. 2013. Viral Cancers - Epstein-Barr Virus. World Health Organization. Geneva: Switzerland. Windarti, I. 2013. Peran Topoisomerase dalam Proses Biologi Sel. Jurnal Kedokteran 3 (1): 76-79. Wuryanto, M.A & Hestiningsih, R. 2004. Pengaruh Ekstrak Metanol Buah Makasar (Bruce javanica L) dan Ubi Kayu (Ipomea batatas L) Terhadap Induksi Apoptosis Sel Hela. Laporan Penelitian DIK Rutin. Fakultas Kesehatan Masyarakat. Universitas Diponegoro. Semarang. Yenita, A.A. 2012. Korelasi antara Latent Membrane Protein-1 Virus Epstein-Barr dengan P53 pada Karsinoma Nasofaring (Penelitian Lanjutan). Jurnal Kesehatan Andalas 1 (1): 1-5. commit to user lxxx 64 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id Lampiran 1. Surat Keterangan Determinasi commit to user 65 lxxxi perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id Lampiran 2. Hasil Detrminasi Determinasi tanaman bertujuan untuk memastikan kebenaran tanaman yang digunakan pada penelitian ini yaitu tanaman benalu kersen (Dendrophthoe pentandra L. Miq.), determinasi dilakukan dengan mengidentifikasi dan mencocokkan ciri-ciri morfologi tanaman tersebut dengan kunci-kunci determinasi yang terdapat pada buku Flora (Steenis, 1987) dan pada website Plantamor (2012). Determinasi tanaman penting untuk dilakukan karena untuk menghindari kesalahan dalam pengambilan tanaman yang akan diujikan. Pelaksanaan determinasi dilaksanakan di Laboratorium Institut Ilmu Kesehatan Bhakti Wiyata Kediri. Determinasi tanaman benalu kersen (Dendrophthoe pentandra L. Miq.) didapatkan hasil: 1b_2b_3b_4b_6b_7b_9b_1Ob_11b-12b_13b_14a_15a (golongan tumbuhan dengan daun tunggal dan tersebar); 109b_119a (family Loranthaceae (sebangsa benalu)); 1b_2b_3a (genus Dendrophthoe). Data hasil determinasi menunjukkan bahwa tanaman yang diidentifikasi tersebut adalah tanaman benalu dengan nama spesies Dendrophthoe pentandra L. Miq. commit to user 66 lxxxii perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id Lampiran 3. Alat Bahan Ekstraksi - Maserasi A. Daun Benalu Kersen (Dendrophthoe pentandra L. Miq) B. Pengeringan Bahan Uji D. Maserasi C. Penghalusan Bahan E. Penguapan di Rotary Evaporator F. Ekstrak commit to user 67 lxxxiii perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id Lampiran 4. Alat dan Bahan Skrining Fitokimia Silica Gel Standar Kuersetin & Sampel Ekstrak Penotolan Bahan Uji KLT Fase Gerak KLT Reagen Uji Alkaloid commit to user lxxxiv 68 Reagen Uji Terpenoid perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id Lampiran 5. Alat & Bahan Uji Sitotoksik/ Doubling Time Media Komplit: Penisilin, Streptomycin, FBS, & RPMI Kultur Sel Raji dalam Flask Inkubator CO2 Mikroplate 96 Mikroskop Inverted ELISA Reader commit to user 69 lxxxv perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id Lampiran 6. Hasil Uji Sitotoksik & Doubling Time pada Microplate 96 Orientasi Uji Sito Data Doubling Time 48 Jam Doubling Time 24 Jam Doubling Time 72 Jam commit to user 70 lxxxvi perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id Lampiran 7. Scan Print Out ELISA Reader Hasil Sitotoksik Orientasi commit to user 71 lxxxvii Sito Data perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id Lampiran 8. Scan Print Out ELISA Reader Hasil Doubling Time 24 Jam 48 Jam 72 Jam commit to user lxxxviii 72 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id Lampiran 9. Perhitungan Kepadatan Sel A. Jumlah sel di dalam 4 kotak sedang = 185 sel Berarti jumlah sel yang dihitung/ml adalah = (185/4) x 104 = 46,25 x 104 = 462.500 sel/ml B. Jumlah sumuran yang akan diisi sel uji = 48 sumuran (dilebihkan menjadi 55) = 55 sumuran x 100 µl = 5.500 µl C. Jumlah sel yang dibutuhkan adalah 2.104 x 55 sumuran = 1.100.000 sel D. Karena setiap sumuran akan diisi E. Jadi jumlah kultur sel yang diambil adalah = 1.100.000/462.500 = 2,378 ml = 2.378 µl + 3.122 µl MK (add 5500 µl) commit to user 73 lxxxix perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id Lampiran 10. Perhitungan Pembuatan Konsentrasi 1. Stok Sampel Ekstrak sebanyak 10 mg ditambah 50 µl DMSO ditambah 950 µl MK = 10 mg ekstrak + 1000 µl pelarut (50 µl DMSO + 950 µl MK) = 10.000 µg ekstrak/ml pelarut (A) 2. Stok DMSO = 50 µl DMSO ditambah 950 µl MK (B) 3. Konsentrasi sampel pada uji sitotoksik (400 µg/ml, 200 µg/ml, 100 µg/ml, 50 µg/ml, 25 µg/ml) a. Sumuran sebanyak 6 buah (@ 100 µl): 3 sumuran untuk sampel + 3 sumuran untuk kontrol MK) b. Dibuat 8 (800 µl) sumuran untuk menanggulangi cairan yang menempel pada dinding conicle tube), c. Sistem pembuatan konsentrasi pengenceran setengah kalinya, oleh karena itu stok dibuat 2 kalinya (800 µl x 2 = 1600 µl) d. Uji sitotoksik sel Raji tidak menggunakan cara buang, maka konsentrasi awal dibuat 2 kali lipat konsentrasi sebenarnya karena dalam prosesnya akan terdapat penambahan sampel sel Raji dalam 100 µl media MK sehingga akan terjadi pengenceran setengah kalinya (400 µg/ml dibuat 800 µg/ml) (stok 1) = 400 µg/ml = 800 µg/ml = (800/A) x 1600 = 128 µl (A) + 1472 µl MK (stok 2) = 200 µg/ml = 800 µl (stok 1) + 800 µl MK (stok 3) = 100 µg/ml = 800 µl (stok 2) + 800 µl MK (stok 4) = 50 µg/ml = 800 µl (stok 3) + 800 µl MK (stok 5) = 25 µg/ml = 800 µl (stok 4) + 800 µl MK 4. Pembuatan konsentrasi DMSO sama seperti pembuatan konsentrasi sampel, hanya saja menggunakan stok DMSO commit to user xc 74 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id Lampiran 11. Perhitungan % Kematian Sel (Uji Sitotoksik) Kematian Sel (%) = Keterangan : A= Absorbansi kontrol sel B= Absorbansi kontrol media C= Absorbansi kontrol sel + Ekstrak uji D= Absorbansi kontrol media + Ekstrak uji Sampel Ekstrak A. Kadar 25 µg/ml % sel mati (1,00883 0,37283) (1,369 1,244) x 100 % 80,3459 % (1,00883 0,37283) B. Kadar 50 µg/ml % sel mati (1,00883 0,37283) (1,191 0,91933) x 100 % 57,2851 % (1,00883 0,37283) C. Kadar 100 µg/ml % sel mati (1,00883 0,37283) (1,0363 0,717) x 100 % 49,79036 % (1,00883 0,37283) D. Kadar 200 µg/ml % sel mati (1,00883 0,37283) (0,9993 0,59166) x 100 % 35,901467 % (1,00883 0,37283) E. Kadar 400 µg/ml % sel mati (1,00883 0,37283) (0,976 0,511666) x 100 % 26,9916 % (1,00883 0,37283) Kontrol DMSO A. Kadar 25 µg/ml % sel mati (1,00883 0,37283) (0,90433 0,355) x 100 % 13,62683 % (1,00883 0,37283) B. Kadar 50 µg/ml % sel mati (1,00883 0,37283) (0,88433 0,35533) x 100 % 16,8238 % commit to user (1,00883 0,37283) xci 75 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id C. Kadar 100 µg/ml % sel mati (1,00883 0,37283) (0,88066 0,35533) x 100 % 17,4004 % (1,00883 0,37283) D. Kadar 200 µg/ml % sel mati (1,00883 0,37283) (0,892 0,36566) x 100 % 17,24318 % (1,00883 0,37283) E. Kadar 400 µg/ml % sel mati (1,00883 0,37283) (0,92733 0,375333) x 100 % 13,2075 % (1,00883 0,37283) commit to user 76 xcii perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id Lampiran 12. Perhitungan % Kehidupan Sel (Doubling Time) Kehidupan Sel (%) = Keterangan : A= Absorbansi kontrol sel B= Absorbansi kontrol media C= Absorbansi kontrol sel + Ekstrak uji D= Absorbansi kontrol media + Ekstrak uji Doubling Time 24 Jam A. Kadar 155 µg/ml % sel hidup (1,4873 1,20633) x 100 % 56,71039 % (1,0055 0,51) B. Kadar 77,5 µg/ml % sel hidup (1,3133 0,902) x 100 % 83,01379 % (1,0055 0,51) C. Kadar 38,5 µg/ml % sel hidup (1,197 0,71366) x 100 % 97,54456 % (1,0055 0,51) Doubling Time 48 Jam A. Kadar 155 µg/ml % sel hidup (1,233 1,051) x 100 % 32,4292 % (1,03025 0,468) B. Kadar 77,5 µg/ml % sel hidup (1,063 0,802) x 100 % 46,42063 % (1,03025 0,468) C. Kadar 38,5 µg/ml % sel hidup (0,989 0,641) x 100 % 61,894175 % (1,03025 0,468) commit to user 77 xciii perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id Doubling Time 72 Jam A. Kadar 155 µg/ml % sel hidup (1,04133 1,017333) x 100 % 3,861107 % (1,08025 0,45866) B. Kadar 77,5 µg/ml % sel hidup (0,90833 0,83133) x 100 % 12,3877 % (1,08025 0,45866) C. Kadar 38,5 µg/ml % sel hidup (0,90866 0,67566) x 100 % 37,484917 % (1,08025 0,45866) commit to user xciv 78 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id Lampiran 13. Hasil Data Orientasi Uji Sitotoksik Sampel Ekstrak Kons 0,97653 1,95313 3,90625 7,8125 15,625 31,25 62,5 125 250 500 1000 2000 Abs Sel 1 Abs Sel 2 Abs Sel 3 1,046 1,054 1,086 1,051 1,05 1,068 1,038 1,058 1,04 1,023 1,059 1,023 1,158 1,074 1,104 1,006 1,101 1,115 1,19 1,214 1,095 1,305 1,303 1,292 1,517 1,591 1,529 1,812 1,635 1,757 2,092 2,133 2,118 2,548 2,602 2,607 (C) Abs MK 1 Abs MK 2 1,062 0,415 0,379 1,0563 0,376 0,366 1,0453 0,379 0,389 1,035 0,398 0,41 1,112 0,44 0,42 1,074 0,526 0,51 1,1663 0,638 0,637 1,3 0,84 0,837 1,5457 1,057 1,382 1,7347 1,427 1,488 2,1143 2,225 2,218 2,5857 2,963 2,809 (D) 0,397 0,371 0,384 0,404 0,43 0,518 0,6375 0,8385 1,2195 1,4575 2,2215 2,886 B-C 0,665 0,6853 0,6613 0,631 0,682 0,556 0,5288 0,4615 0,3262 0,2772 -0,107 -0,3 A 1,1433 1,1433 1,1433 1,1433 1,1433 1,1433 1,1433 1,1433 1,1433 1,1433 1,1433 1,1433 B 0,4075 0,4075 0,4075 0,4075 0,4075 0,4075 0,4075 0,4075 0,4075 0,4075 0,4075 0,4075 A-B 0,7358 0,7358 0,7358 0,7358 0,7358 0,7358 0,7358 0,7358 0,7358 0,7358 0,7358 0,7358 C-D 0,665 0,6853 0,6613 0,631 0,682 0,556 0,5288 0,4615 0,3262 0,2772 -0,107 -0,3 % Kehidupan % Kematian 90,38396194 93,14758183 89,88560426 85,76282705 92,69452939 75,56914713 71,87676974 62,72511043 44,33118133 37,67131045 -14,565636 -40,8200249 9,61603806 6,85241817 13,4389769 14,237173 7,30547061 24,4308529 28,1232303 37,2748896 55,6688187 62,3286895 114,565636 140,820025 Kontrol DMSO DMSO 250 500 1000 2000 Abs1 1,045 1,089 1,083 1,035 Abs2 0,991 0,918 1,011 0,997 Abs3 0,968 1,025 1,042 0,967 C 1,0013 1,0107 1,0453 0,9997 A-B Abs MD1 Abs MD2 0,7494 0,359 0,351 0,7494 0,354 0,349 0,7494 0,37 0,382 0,7494 0,384 0,391 Keterangan : A= Rata-rata absorbansi kontrol sel B= Rata-rata absorbansi kontrol media C= Rata-rata absorbansi kontrol sel + Ekstrak uji D= Rata-rata absorbansi kontrol media + Ekstrak uji commit to user 79 xcv D 0,355 0,352 0,376 0,388 C-D 0,646 0,659 0,669 0,612 % Kehidupan % Kematian 86,2496525 87,9621907 89,3188768 81,6902975 13,7503475 12,0378093 10,6811232 18,3097025 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id Lampiran 14. Hasil Data Uji Sitotoksik Sampel Ekstral Kons 25 50 100 200 400 Abs Sel 1Abs Sel 2Abs Sel 3 1,012 0,971 0,945 1,041 0,98 0,977 1,052 1,039 1,018 1,179 1,179 1,215 1,388 1,337 1,382 (C) Abs MK 1 Abs MK 2 Abs MK 3 0,98 0,509 0,515 0,511 1 0,578 0,608 0,589 1,04 0,695 0,722 0,734 1,19 0,898 0,918 0,942 1,37 1,197 1,274 1,261 IC50 (x) = y = -0,131x + 70,34 = 50 = -0,131x + 70,34 = (50-70,34) = -0,131x = (-20,34)/ -0,131 = x = 155,267 = x (D) 0,51 0,59 0,72 0,92 1,24 B-C 0,4643 0,4077 0,3193 0,2717 0,125 A 1,01 1,01 1,01 1,01 1,01 B 0,37 0,37 0,37 0,37 0,37 A-B 0,636 0,636 0,636 0,636 0,636 C-D 0,4643 0,4077 0,3193 0,2717 0,125 % Kehidupan % Kematian 73,00838574 64,09853249 50,20964361 42,7148847 19,65408805 26,9916143 35,9014675 49,7903564 57,2851153 80,3459119 LC50 (x) = y = 0,131x + 29,65 = 50 = 0,131x + 29,65 = (50-29,65) = 0,131x = (20,35)/ 0,131 = x = 155,344 = x Kontrol DMSO DMSO 25 50 100 200 400 Abs1 0,939 0,912 0,9 0,906 0,93 Abs2 0,872 0,894 0,94 0,939 0,94 Abs3 0,902 0,93 0,901 0,896 0,912 C 0,9043 0,912 0,9137 0,9137 0,9273 A-B Abs MK1 Abs MK2 Abs MK3 0,636 0,35 0,347 0,368 0,636 0,357 0,351 0,358 0,636 0,346 0,354 0,366 0,636 0,37 0,359 0,368 0,636 0,373 0,381 0,372 Keterangan : A= Rata-rata absorbansi kontrol sel B= Rata-rata absorbansi kontrol media C= Rata-rata absorbansi kontrol sel + Ekstrak uji D= Rata-rata absorbansi kontrol media + Ekstrak uji commit to user 80 xcvi D 0,355 0,355 0,355 0,366 0,375 C-D 0,549 0,557 0,558 0,548 0,552 % Kehidupan % Kematian 86,37316562 87,52620545 87,78825996 86,16352201 86,79245283 13,62683438 12,47379455 12,21174004 13,83647799 13,20754717 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id Lampiran 15. Analisis Data Statistik Uji Doubling Time Uji Normalitas Waktu Inkubasi Case Processing Summary Cases Valid Waktu Inkubasi % Hidup Kontrol % Hidup Ekstrak Uji N Missing Percent N Total Percent N Percent 24 9 100.0% 0 .0% 9 100.0% 48 9 100.0% 0 .0% 9 100.0% 72 9 100.0% 0 .0% 9 100.0% 24 9 100.0% 0 .0% 9 100.0% 48 9 100.0% 0 .0% 9 100.0% 72 9 100.0% 0 .0% 9 100.0% Descriptives Waktu Inkubasi % Hidup Kontrol 24 Statistic Mean 98.3070 95% Confidence Interval for Mean Lower Bound 95.4608 Upper Bound 101.1531 5% Trimmed Mean 98.4552 Median 98.8900 Variance 13.710 Std. Deviation 1.23424 3.70273 Minimum 91.83 Maximum 102.12 Range 10.29 Interquartile Range 48 Std. Error 5.85 Skewness -1.010 .717 Kurtosis -.238 1.400 100.1532 1.72476 Mean 95% Confidence Interval for Mean Lower Bound 96.1759 Upper Bound 104.1305 5% Trimmed Mean 100.2344 Median 98.3548 Variance 26.773 Std. Deviation 5.17427 Minimum Maximum 91.95 commit to user xcvii 81 106.89 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id Range 14.94 Interquartile Range 72 9.16 Skewness -.106 .717 Kurtosis -1.345 1.400 98.4761 .94398 Mean 95% Confidence Interval for Mean Lower Bound 96.2993 Upper Bound 100.6529 5% Trimmed Mean 98.4245 Median 97.8147 Variance 8.020 Std. Deviation 2.83193 Minimum 93.95 Maximum 103.93 Range 9.97 Interquartile Range 3.38 Skewness .507 Kurtosis % Hidup Ekstrak Uji 24 Mean 95% Confidence Interval for Mean 48 1.013 1.400 79.0889 6.19760 Lower Bound 64.7972 Upper Bound 93.3806 5% Trimmed Mean 79.4677 Median 82.1393 Variance 345.692 Std. Deviation .717 18.59280 Minimum 52.47 Maximum 98.89 Range 46.42 Interquartile Range 38.04 Skewness -.351 .717 Kurtosis -1.813 1.400 46.9147 4.47594 Mean 95% Confidence Interval for Mean Lower Bound 36.5931 Upper Bound 57.2362 5% Trimmed Mean 46.4953 Median 45.1756 Variance 180.307 Std. Deviation Minimum 13.42783 commit to user xcviii 82 31.12 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id Maximum 70.25 Range 39.13 Interquartile Range 24.63 Skewness .399 Kurtosis 72 Mean 95% Confidence Interval for Mean -.783 1.400 17.9112 5.30722 Lower Bound 5.6727 Upper Bound 30.1496 5% Trimmed Mean 17.5507 Median 15.6053 Variance 253.499 Std. Deviation .717 15.92166 Minimum 1.29 Maximum 41.02 Range 39.74 Interquartile Range 33.38 Skewness Kurtosis .422 .717 -1.694 1.400 Tests of Normality Kolmogorov-Smirnova Waktu Inkubasi % Hidup Kontrol Statistic 24 48 .191 72 % Hidup Ekstrak Uji df .210 .153 Shapiro-Wilk Sig. Statistic df Sig. 9 .200* .853 9 .080 9 .200 * .930 9 .477 .200 * .959 9 .792 * 9 24 .208 9 .200 .871 9 .125 48 .182 9 .200* .932 9 .500 9 * .867 9 .115 72 .195 .200 a. Lilliefors Significance Correction *. This is a lower bound of the true significance. Konsentrasi Ektrak Uji Case Processing Summary Cases Valid Konsentrasi Ektrak Uji % Hidup Kontrol % Hidup Ekstrak Uji N Missing Percent N Total Percent N Percent 39 9 100.0% 0 .0% 9 100.0% 78 9 100.0% 0 .0% 9 100.0% 155 9 100.0% 0 .0% 9 100.0% 39 9 100.0% 0 .0% 9 100.0% 78 9 100.0% commit to user 0 .0% 9 100.0% xcix perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id Case Processing Summary Cases Valid Konsentrasi Ektrak Uji % Hidup Kontrol % Hidup Ekstrak Uji N Missing Percent N Total Percent N Percent 39 9 100.0% 0 .0% 9 100.0% 78 9 100.0% 0 .0% 9 100.0% 155 9 100.0% 0 .0% 9 100.0% 39 9 100.0% 0 .0% 9 100.0% 78 9 100.0% 0 .0% 9 100.0% 155 9 100.0% 0 .0% 9 100.0% Descriptives Konsentrasi Ektrak Uji % Hidup Kontrol 39 Statistic Mean 100.1716 95% Confidence Interval for Mean Lower Bound 97.6759 Upper Bound 102.6673 5% Trimmed Mean 100.1165 Median 100.9082 Variance 3.24680 Minimum 95.86 Maximum 105.47 Range 9.60 Interquartile Range 5.41 Skewness .259 Kurtosis Mean 95% Confidence Interval for Mean .717 -.791 1.400 97.1333 1.55890 Lower Bound 93.5385 Upper Bound 100.7281 5% Trimmed Mean 96.9848 Median 97.1712 Variance 21.872 Std. Deviation 4.67671 Minimum 91.83 Maximum 105.11 Range 155 1.08227 10.542 Std. Deviation 78 Std. Error 13.29 Interquartile Range 8.33 Skewness .566 .717 Kurtosis -.524 1.400 99.6314 1.17956 Mean 95% Confidence Interval for Mean Lower Bound 96.9113 Upper Bound 102.3514 5% Trimmed Mean 99.5434 Median 98.8900 Variance Std. Deviation commit to user c 84 12.522 3.53868 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id Minimum 93.95 Maximum 106.89 Range 12.94 Interquartile Range 3.33 Skewness .735 Kurtosis % Hidup Ekstrak Uji 39 Mean 95% Confidence Interval for Mean Upper Bound 85.9848 5% Trimmed Mean 65.4832 Median 57.9813 Variance 700.460 26.46621 Minimum 35.23 Maximum 98.89 Range 63.66 Interquartile Range 58.26 .247 Kurtosis Mean 95% Confidence Interval for Mean .717 -1.774 1.400 47.2738 10.42442 Lower Bound 23.2351 Upper Bound 71.3126 5% Trimmed Mean 47.2395 Median 45.1756 Variance 978.017 Std. Deviation 31.27327 Minimum 2.73 Maximum 92.43 Range 89.70 Interquartile Range 61.09 Skewness Kurtosis 155 1.400 8.82207 45.2973 Skewness 78 2.055 65.6410 Lower Bound Std. Deviation .717 Mean 95% Confidence Interval for Mean .060 .717 -1.273 1.400 30.9999 7.69093 Lower Bound 13.2645 Upper Bound 48.7352 5% Trimmed Mean 31.0989 Median 33.0814 Variance 532.354 Std. Deviation 23.07280 Minimum 1.29 Maximum 58.93 Range 57.64 Interquartile Range 50.45 Skewness -.123 .717 Kurtosis -1.577 1.400 commit to user 85 ci perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id Tests of Normality Konsentr asi Ektrak Uji % Hidup Kontrol Kolmogorov-Smirnova Statistic Sig. Statistic * df Sig. 39 .164 9 .200 .951 9 .699 78 .181 9 .200* .905 9 .280 9 .200 * .934 9 .520 * 155 % Hidup Ekstrak Uji df Shapiro-Wilk .193 39 .205 9 .200 .864 9 .106 78 .152 9 .200* .948 9 .670 9 * .882 9 .163 155 .170 .200 a. Lilliefors Significance Correction *. This is a lower bound of the true significance. Pearson Correlations Correlations Konsentrasi Ektrak Uji % Hidup Kontrol Waktu Inkubasi Waktu Inkubasi Pearson Correlation 1 Sig. (2-tailed) N Konsentrasi Ektrak Uji Pearson Correlation Sig. (2-tailed) .018 -.854** 1.000 .930 .000 27 27 27 27 1 .008 -.472* .969 .013 1.000 27 27 27 27 Pearson Correlation .018 .008 1 -.004 Sig. (2-tailed) .930 .969 27 27 28 27 ** * -.004 1 .000 .013 .986 27 27 27 N % Hidup Ekstrak Uji .000 .000 N % Hidup Kontrol % Hidup Ekstrak Uji Pearson Correlation -.854 Sig. (2-tailed) N **. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed). *. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed). commit to user cii86 -.472 .986 27 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id Lampiran 16. Tabel Panduan Interpretasi Kekuatan Korelasi Tabel Tingkat Keeratan Hubungan Variabel X dan Variabel Y Nilai Korelasi 0,00 - <0,20 ≥0,20 - <0,40 ≥0,40 - <0,70 ≥0,70 - <0,90 ≥0,90 - ≤1,00 Sumber: Muhidin et al (2007) Keterangan Hubungan sangat lemah (diabaikan, dianggap tidak ada) Hubungan rendah Hubungan sedang/cukup Hubungan kuat/tinggi Hubungan sangat kuat/tinggi Tabel Panduan interpretasi hasil uji hipotesis berdasarkan kekuatan korelasi, nilai p, dan arah korelasi No Parameter Nilai Interpretasi 1 Kekuatan 0,00 – 0,199 Sangat lemah Korelasi (r) 0,20 – 0,399 Lemah 0,40 - 0,599 Sedang 0,60 - <0,799 Kuat 0,80 - 1,00 Sangat kuat 2 Nilai p P<0,05 Terdapat korelasi yang bermakna antara dua variabel yang diuji P>0,05 Tidak terdapat korelasi yang bermakna antara dua variabel yang diuji 3 Arah + (positif) Searah, semakin besar nilai satu variabel korelasi semakin besar pula nilai variabel lainnya. - (negatif) Berlawan arah, semakin besar nilai satu variabel, semakin kecil nilai variabel lainnya Sumber: Dahlan (2009). commit to user 87 ciii perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id Lampiran 17. Perhitungan Rf (Retention factor) KLT = 7,4/8 = 0,925 Rf = 7,4 mm 8 mm commit to user 88 civ perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id Lampiran 18. Daftar Riwayat Hidup Peneliti Nama Tempat, Tanggal Lahir Jenis Kelamin Agama Alamat Rumah Nomor Telepon Alamat Kantor No Telepon Kantor Pekerjaan Hobby Pendidikan : Ardy Prian Nirwana : Sragen, 19 September 1987. : Laki-laki : Islam : Mungkung RT 6/10 Jetak Sidoharjo Sragen. : 085753311663 : Akademi Analis Kesehatan Nasional Surakarta Jl. Yos Sudarso No 338 Dawung, Surakarta 57155. : (0271) 644958 fax: (0271) 665023. : Dosen (NIDN: 0619098701), : Membaca dan musik. : 1993 – 1999 1999 – 2002 2002– 2005 2005 – 2008 SDN II Sidoharjo Sragen. SMPN 6 Sragen. SMA Negeri 2 Sragen. DIII Analis Kesehatan Nasional Surakarta 2009 – 2011 S1 Keguruan Ilmu Pendidikan Biologi Universitas Terbuka Pengalaman Kerja : Dosen Akademi Analis Kesehatan Nasional Surakarta. (2008 – Sekarang). Penelitian dan Karya Tulis : 1. Identifikasi Shigella dysenteriae pada Tahu Putih yang diproduksi di Industri Rumah Tangga Kelurahan Pucang Sawit Surakarta (2008). 2. Penggunaan Metode Diskusi dan bermain Peran (Role Play) Pada Mata Pelajaran Bakteriologi Dalam Upaya Peningkatkan Prestasi Belajar Siswa 11 C SMK Analis Kesehatan Nasional Surakarta (2011). Demikian Daftar Riwayat Hidup ini saya buat dengan sesungguhnya Surakarta, Maret 2015 Ardy Prian Nirwana, S.Pd.Bio. commit to user cv89 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id Lampiran 19. Daftar Glosarium Adenopati setiap penyakit yang melibatkan atau menyebabkan pembesaran kelenjar getah bening Antigen zat yang dapat merangsang pembentukan antibodi jika diinjeksikan ke dalam darah Diferensiasi proses pematangan sel primitif ke dalam jenis-jenis sel khusus fungsional tubuh seperti ketika sel induk darah menghasilkan sel darah merah, sel darah putih, dan trombosit Ekspresi gen rangkaian proses penerjemahan informasi genetik (dalam bentuk urutan basa pada DNA atau RNA) menjadi protein, dan lebih jauh lagi: fenotipe. Informasi yang dibawa bahan genetik tidak bermakna apa pun bagi suatu organisme apabila tidak diekspresikan menjadi fenotipe Epistaksis perdarahan dari hidung yang dapat terjadi akibat sebab lokal atau sebab umum (kelainan sistemik) Fosforilasi penambahan gugus fosfat pada suatu protein atau molekul organik lain Gen materi yang mengendalikan sifat atau karakter makhluk hidup Kapsid lapisan pembungkus tubuh virus yang tersusun dari protein Kapsomer molekul protein yang menyusun kapsid Limfoma jenis kanker darah yang terjadi ketika limfosit B atau T, yaitu sel darah putih yang menjaga daya tahan tubuh, menjadi abnormal dengan membelah lebih cepat dari sel biasa atau hidup lebih lama dari biasanya Lipofilik mudah larut dalam lipid/lemak Lisogenik siklus reproduksi virus dengan sel inang yang tidak segera pecah tetapi mengalami masa laten Litik siklus reproduksi virus yang menyebabkan sel inang pecah dengan cepat Hidrofilik suka dengan air; mudah larut dalam air Hidrofobik takut dengan air; sukar laruttodalam commit user air cvi 90 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id Histopatologi studi tentang sel-sel yang berkaitan dengan penyakit. (Histologi adalah studi mikroskopis sel dan jaringan, patologi adalah studi tentang penyakit) Homeostasis ketahanan atau mekanisme pengaturan lingkungan kesetimbangan dinamis dalam (badan organisme) yang konstan Homozigot pasangan gen yang mempunyai alel yang sama In vitro kultur suatu sel, jaringan, atau bagian organ tertentu di dalam laboratorium In Vivo penelitian yang dilakukan menggunakan subjek manusia atau hewan Karsinogen kelompok zat yang secara langsung mempromosikan atau membantu kanker Karsinogenesis pembentukan sel-sel kanker dari sel normal Kemoterapi penggunaan obat atau hormon untuk mengatasi kanker Metabolit sekunder senyawa metabolit yang tidak esensial bagi pertumbuhan organisme dan ditemukan dalam bentuk yang unik atau berbeda-beda antara spesies yang satu dan lainnya Otitis peradangan pada telinga Plasmid DNA ekstra kromosom pada sel bakteri yang dapat menggabungkan atau memisahkan diri dengan kromosom Proliferasi pertumbuhan atau berkembangbiakan pesat untuk menghasilkan jaringan baru, bagian, sel, atau keturunan Prokariot organisme hidup yang tidak memiliki membrane inti Sitotoksis bersifat racun atau antibodi yang memiliki tindakan racun tertentu pada sel-sel dari organ tertentu Tanaman hemiparasit tanaman yang membutuhkan tanaman inang di sekitar tempat tumbuhnya Transduksi pemindahan materi genetiksatu sel bakteri ke bakteri lainnya dengan perantar organism lain,yaitu bakteriofage (virus bakteri) Transformasi masuknya DNA telanjang ke dalam sel dan mengubah sifat sel Virion partikel virus lengkap, yang utuh secara struktural dan menular commit to user 91 cvii dapat merusak DNA, perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user cviii