Bab 1 - Widyatama Repository

advertisement
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Dalam melaksanakan pemerintahan suatu negara, terutama di Indonesia
memerlukan
dana
yang
jumlahnya
setiap
tahun
semakin
meningkat.
Perkembangan perekonomian global, ikut memacu pemerintah dalam membenahi
semua sektor tersebut diperlukan dana yang tidak sedikit jumlahnya, dan
ironisnya akhir-akhir ini pemerintah terlihat sangat sibuk dalam membenahi
sektor penerimaan negara yang jumlah defisitnya mencapai angka puluhan milyar
rupiah. Peningkatan penerimaan luar negeri berupa ekspor dan penerimaan dalam
negeri, terutama penerimaan pajak sangat penting mengingat fungsi pajak yang
salah satunya adalah sebagai fungsi budgetair, yaitu pajak merupakan sumber
dana bagi pemerintah untuk membiayai penegeluaran-pengeluarannya, dari
penerimaan dikedua sektor tersebut diharapkan akan tercapai fundamental
ekonomi yang kuat, yang dilandasi oleh kemandirian pembiayaan negara.
Salah satu sumber dana pembiayaan yang menjadi andalan utama
pemerintah adalah sektor penerimaan pajak. Berikut ini adalah data penerimaan
negara Indonesia yang tertuang dalam APBN selama periode 5 (lima) tahun
terakhir:
1
2
Tabel 1.1
Perkembangan Pendapatan Negara
Tahun 2007-2011
(Triliun Rupiah)
Tahun
2007
Penerimaan
Perpajakan
Realisasi
%
APBN
491,0
69,4%
Penerimaan Negara
Bukan Pajak
Realisasi
%
APBN
215,1
30,4%
Hibah
Realisasi
APBN
1,7
0,2%
%
2008
658,7
67,1%
320,6
32,7%
2,3
0,2%
2009
619,9
73,0%
227 ,2
26,8%
1,7
0,2%
2010
723,3
72,7%
268,9
27,0%
3,0
0,3%
2011
873,9
72,2%
331,5
27,4%
5,3
0,4%
JUMLAH
3.366,8
71,0%
1.363,3
28,7%
14
0,3%
Sumber: Nota Keuangan dan RAPBN (Data Diolah Kembali)
Dalam tabel di atas, dapat diketahui bahwa sumber pendapatan negara
yang berasal dari penerimaan pajak memiliki kontribusi rata-rata sebesar 71,0%
dibandingkan dengan penerimaan bukan pajak yang hanya 28,7%. Ini berarti
pajak merupakan salah satu sumber penerimaan negara yang paling potensial bagi
kelangsungan pembagunan negara Indonesia. Penerimaan pajak meningkat seiring
dengan meningkatnya perekonomian dan taraf hidup suatu bangsa.
Salah satu sumber pendapatan adalah dana yang dihimpun dari rakyat itu
sendiri melalui pemungutan dana dari rakyat atas kepemilikan sebuah objek yang
dikenal dengan pajak. Pajak merupakan sumber penerimaan terbesar di negara
Indonesia. Pada Pajak dalam negeri diklasifikasikan oleh pemerintah ke dalam
beberapa bentuk pajak yang dikenakan berdasarkan kepemilikan objek dari Wajib
Pajak. Pajak dalam negeri meliputi Pajak Penghasilan (PPh) dari sektor migas dan
non migas, Pajak Pertambahan Nilai (PPN), Pajak Penjualan atas Barang Mewah
(PPnBM), Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), Bea Perolehan Hak atas Tanah dan
3
Bangunan (BPHTB), penerimaan Bea Cukai maupun pajak-pajak lainnya. Setiap
jenis pajak memiliki kontribusi yang berbeda-beda terhadap kas pemerintah
(Amina, 2013).
Saat ini pendapatan pajak penghasilan meningkat rata-rata 16,0% per
tahun pada periode 2007-2011. Pendapatan PPh terdiri atas pendapatan PPh migas
dan pendapatan nonmigas dengan kontribusi rata-rata 18,2% dan 81,8%. Dalam
APBNP 2012, pendapatan PPh ditargetkan sebesar Rp. 513,7 triliun, yang terdiri
atas pendapatan PPh migas sebesar Rp. 67,9 triliun dan pendapatan PPh nonmigas
sebesar Rp. 445,7 triliun. Memerhatikan realisasi semester 1 tahun 2012 yang
mencapai Rp. 233,6 triliun atau 45,5% dari target APBNP 2012, realisasi
pendapatan pajak penghasilan pada tahun 2012 diperkirakan mencapai Rp. 299,0
triliun (97,1% dari target APBNP 2012) (www.anggaran.depkeu.go.id).
PPh Migas memiliki kontribusi dalam pendapatan negara. Berikut adalah
data Perkembangan Realisasi Pendapatan PPh migas 2007-2011:
Tabel 1.2
Perkembangan Pendapatan PPh Migas
Tahun 2007-2011
(Triliun Rupiah)
Uraian
PPh
Minyak
Bumi
PPh Gas
Alam
PPh
Migas
Lainnya
Jumlah
2007
Real.
16,3
% thd
Total
37,0
27,3
2008
Rea.
29,6
% thd
Total
38,5
62,0
47,4
0,4
1,0
44,0
100,0
2009
Rea.
18,4
% thd
Total
36,7
61,5
31,7
0,0
0,0
77,0
100,0
2010
Rea.
22,8
% thd
Total
38,8
63,3
36,0
0,0
0,0
50,0
100,0
Sumber: Nota Keuangan dan RAPBN (Data Diolah Kembali)
2011
Rea.
25,9
% thd
Total
40,6
61,2
47,2
64,5
0,0
0,0
0,0
0,0
58,9
100,0
73,1
100,0
4
Dalam tabel di atas, dapat diketahui bahwa pendapatan PPh migas
meningkat rata-rata 13,5% per tahun pada periode 2007-2011. Pendapatan PPh
migas terdiri atas pendapatan PPh minyak bumi dan PPh gas bumi dengan
kontribusi rata-rata sebesar 37,5% dan 62,5 %.
Salah satu jenis pajak yang ditetapkan pemerintah adalah Pajak
Penghasilan yaitu pajak yang dikenakan terhadap subjek pajak atas penghasilan
yang diterima atau diperolehnya dalam tahun pajak atau dapat pula dikenakan
pajak atas penghasilan dalam bagian tahun pajak. Pajak Penghasilan Pasal 21
merupakan salah satu pajak langsung yang dipungut pemerintah pusat atau negara
yang berasal dari pendapatan rakyat. Dari berbagai jenis pajak penghasilan yang
ada, Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21 merupakan salah satu pajak yang
memberikan kontribusi besar bagi Negara (Dewi, 2010). Aturan pelaksaannya
adalah dengan dikeluarkannya Keputusan Direktorat Jendral Pajak No. KEP545/PJ/2000 tentang petunjuk pelaksanaan pemotongan, penyetoran dan
pelaporan PPh Pasal 21 sehubungan dengan pekerjaan jasa dan kegiatan orang
pribadi.
5
Beikut adalah data Perkembangan Pendapatan PPh Nonmigas tahun 20072011:
Tabel 1.3
Perkembangan Pendapatan PPh Nonmigas
Tahun 2007-2011
(Triliun Rupiah)
Uraian
PPh Pasal
21
PPh Pasal
22
PPh Pasa
22 Impor
PPh
Pasal 23
PPh Pasal
22/29
Pribadi
PPh Pasal
25/29
Badan
PPh Pasal
26
PPh Final
dan Fiskal
PPh Non
Migas
Lainnya
2007
Realisasi
2008
Realisasi
2009
Realisasi
2010
Realisasi
2011
Realisasi
20,3
20,6
19,5
18,6
18,6
2,0
2,0
1,6
1,6
1,4
8,6
10,0
7,2
7,9
7,9
8,1
7,2
6,0
5,5
5,2
0,8
1,4
1,3
1,2
0,9
41,6
42,5
45,0
44,1
44,1
7,5
5,9
6,9
7,7
7,6
11,1
10,3
12,6
13,5
14,2
0,01
0,01
0,0
0,0
0,0
Sumber: Nota Keuangan dan RAPBN (Data Diolah Kembali)
Tabel 1.3 menunjukkan bahwa perkembangan pendapatan PPh Pasal 21
mengalami kenaikan dan penurunan setiap tahunnya. Hal ini terjadi karena Pajak
Penghasilan Pasal 21 tidak semua orang dapat dikenakan pajak hanya dapat
dikenakan kepada orang pribadi yang telah berpenghasilan di atas Penghasilan
Tidak Kena Pajak (PTKP). Kebijakan-kebijakan atau peraturan-peraturan yang
selalu mengalami perubahan akan menjadi penyebab penurunan dari pendapatan
Pajak Penghasilan Pasal 21 ini.
6
Target penerimaan pajak selalu mengalami peningkatan dari tahun ke
tahun. Oleh karena itu, masyarakat lebih mempunyai andil yang cukup besar
dalam pengisian kas negara, sebab tanpa adanya peran serta dari masyarakat maka
sektor pajak tidak dapat menjalankan fungsinya sebagai salah satu sumber dana
pemerintah demi terlaksanannya pembangunan dan pembiayaan pemerintah. Hal
ini didasarkan dari reformasi perpajakan di Indonesia yang telah dilakukan
pertama kali pada tahun 1983 dimana saat itu terjadi perubahan sistem mendasar
dalam pengelolaan perpajakan Indonesia dari sisitem Official Assessment ke
sistem Self Assessment. Dalam sistem Self Assessment menjelaskan bahwa Wajib
Pajak mempunyai kewajiban untuk menghitung, menyetor, dan melaporkan
sendiri kewajiban pajaknya. Dengan sistem ini diharapkan partisipasi aktif dari
masyarakat untuk memenuhi kewajiban yang baik dan benar, dan administrasi
perpajakan dapat dilakasanakan dengan baik.
Di bawah ini disajikan tabel Rasio Penyampaian SPT Wajib Pajak PPh
Tahun 2006-2010 :
Tabel 1.4
Tabel Rasio Penyampaian SPT PPh
Tahun 2006-2010
Wajib Pajak
Wajib Pajak
Terdaftar
Wajib Pajak
Terdaftar SPT
SPT Tahunan
PPh
Rasio
Kepatuhan
2006
2007
2008
2009
2010
4.805.290
7.137.023
10.682.099
15.911.576
3.871.823
4.231.117
6.341.828
9.996.620
14.101.933
1.240.571
32,04%
1.278.290
30,21%
2.097.849
33,08%
5.413.114
54,15%
8.202.309
58,16%
4.358.014
Sumber : Laporan Tahunan DJP Tahun 2010
7
Tabel 1.4 membuktikan bahwa rata-rata Wajib Pajak yang menyampaikan
SPT di Indonesia masih rendah hanya sekitar 42%,. Pada kenyataanya banyak
Wajib Pajak terdaftar yang tidak memenuhi kewajiban perpajakannya disebabkan
antara lain, non aktif, bubar, meninggal dunia maka muncul istilah Wajib Pajak
Efektif dan Wajib Pajak Non Efektif sesuai dengan Surat Edaran Direktur
Jenderal Pajak Nomor SE-26/PJ.2/1988 tentang Kriteria Wajib Pajak Efektif dan
Non Efektif (Aisyah, 2013).
Penerimaan pajak PPh Pasal 21 merupakan pembayaran atau iuran yang
diterima dari orang pribadi melalui pemotongan pajak atas penghasilan
sehubungan dengan pekerjaan, jasa, dan kegiatan. Penerimaan ini akan
dipergunakan untuk pengeluaran pemerintah untuk sebesar-besarnya kemakmuran
rakyat, sebagaimana maksud dari tujuan negara yaitu menyejahterakan rakyat,
menciptakan kemakmuran yang berasaskan kepada keadilan sosial.
Dalam usaha untuk meningkatkan penerimaan pajak, antara lain fiskus
melakukan ekstensifikasi dan intensifikasi penerimaan pajak. Ekstensifikasi
ditempuh dengan meningkatkan jumlah wajib pajak yang aktif. Sedangkan,
intensifikasi dapat ditempuh melalui meningkatkan kepatuhan Wajib Pajak, dan
pembinaan kualitas aparatur perpajakan, pelayanan prima terhadap Wajib Pajak,
dan pembinaan kepada para Wajb Pajak, pengawasan administratif, pemeriksaan,
penyidikan dan penagihan pasif dan aktif serta penegakan hukum (Amina, 2013).
Melihat peningkatan jumlah Wajib Pajak yang terdaftar, ini menunjukkan
peningkatan jumlah pekerja yang ada disetiap instansi, baik instansi milik negara
ataupun swasta, maka seharusnya peningkatan jumlah pekerja berdampak positif
8
terhadap peningkatan jumlah Wajib Pajak. Diharapkan dari peningkatan jumlah
Wajib Pajak tersebut bisa meningkatkan penerimaan pajak terutama penerimaan
pajak penghasilan.
Berdasarkan uraian di atas, maka penulis tertarik untuk melakukan
penelitian dengan judul: “PENGARUH JUMLAH WAJIB PAJAK EFEKTIF
PAJAK PENGHASILAN PASAL 21 TERHADAP PENERIMAAN PAJAK
PENGHASILAN PADA KPP PRATAMA BANDUNG TEGALLEGA”
1.2
Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah diatas, maka masalah yang dapat
diidentifikasi:
1. Bagaimana Jumlah Wajib Pajak efektif Pajak Penghasilan Pasal 21 pada
Kantor Pelayanan Pajak Pratama Bandung Tegallega?
2. Bagaimana penerimaan Pajak Penghasilan pada Kantor Pelayanan Pajak
Pratama Bandung Tegallega?
3. Seberapa besar pengaruh jumlah wajib pajak efektif terhadap penerimaan
pajak?
1.3
Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian yang ditetapkan oleh penulis dari penelitian ini
adalah:
1. Untuk mengetahui wajib pajak efektif Pajak Penghasilan Pasal 21 pada
Kantor Pelayanan Pajak Pratama Bandung Tegallega.
9
2. Untuk mengetahui penerimaan Pajak Penghasilan pada Kantor Pelayanan
Pajak Pratama Bandung Tegallega.
3. Untuk mengetahui besar pengaruh jumlah wajib pajak efektif PPh pasal 21
yang menyampaikan SPT terhadap penerimaan pajak.
1.4
Kegunaan Penelitian
Dengan memperhatikan tujuan penelitian di atas, maka penelitian ini
diharapkan dapat memberikan kegunaan atau manfaat bagi berbagai pihak, yaitu:
1. Bagi penulis
Penelitian ini bermanfaat untuk menambah wawasan dan analisa terhadap
topik penelitian.
2. Bagi Kantor Pelayanan Pajak terutama KPP Pratama Bandung Tegallega
sebagai bahan masukan bagi Kantor Pelayanan Pajak Pratama Bandung
Tegallega dalam hal-hal yang menyangkut kepatuhan Wajib Pajak dan
para
Wajib
Pajak
lainnya
dalam
rangka
memenuhi
kewajiban
perpajakannya.
3. Bagi Pihak Lain
Sebagai sumber informasi dan referensi bagi pihak-pihak yang terkait
dengan topik sejenis serta dapat digunakan dalam penelitian selanjutnya.
10
1.5
Lokas dan Waktu Penlitian
Penelitian dilakukan di Kantor Pelayanan Pajak Bandung Tegallega yang
berlokasi di Jl. Soekarno – Hatta No. 216 Bandung. Waktu penelitian
dilaksanakan pada bulan Januari 2014 sampai selesai.
Download