BAB I TEMPERATUR 1.1 Pandangan Makroskopik dan Mikroskopik 1.1.1 Pandangan Makroskopik Setiap cabang khusus fisika mula-mula dipelajari dengan memisahkan bagian ruang yang terbatas atau bagian materi dari lingkungannya. Bagian yang dipisahkan (dalam pikiran) yang merupakan pusat perhatian kita disebut sistem, dan segala sesuatu di luar sistem yang mempengaruhi kelakuan sistem secara langsung disebut lingkungan. Pada umumnya terdapat dua pandangan yang bisa diambil, pandangan makroskopik dan pandangan mikroskopik. Contohnya, sebagai sistem, isi sebuah silinder mesin mobil. Analisis kimia menunjukkan bahwa sebelum pembakaran silinder berisi campuran hidrokarbon dan udara, dan setelah campuran terbakar terdapat hasil bakar yang dapat diperikan dengan berbagai senyawa kimia tertentu, Pernyataan mengenai jumlah nisbi zat ini merupakan pemerian komposisi sistem itu. Pada setiap saat, sistem yang komposisinya baru saja diperikan menempati volum yang ditentukan oleh kedudukan piston. Volumnya dengan mudah dapat diukur, dan di laboratorium, volumnya secara otomatis dicatat dengan peranti yang digandengkan dengan piston. Kuantitas lain yang tidak bisa disingkirkan dalam pemerian sistem ialah tekanan gas dalam silinder. Setelah campuran terbakar tekanan menjadi sangat besar; setelah pembuangan hasil bakar, tekanan menjadi kecil. Di dalam laboratorium, perubahan tekanan diukur dengan sukat tekanan yang mencatatnya secara otomatis ketika mesin bekerja. Akhimya, ada satu kuantitas yang diperlukan, tanpa ini kita tidak memiliki ide yang cukup mengenai operasi mesin itu. Kuantitas ini adalah temperatur. Seperti yang akan kita lihat kemudian, dalam banyak keadaan, temperatur dapat diukur sesederhana kuantitas yang lain. Kita telah memerikan bahan dalam sebuah silinder mesin mobil dengan memerinci empat kuantitas: komposisi, volum, tekanan, dan temperatur. Kuantitas ini diacu sebagai ciri umum, atau sifat skala besar dari sistem dan merupakan 1 pemerian makroskopik. Kuantitas ini disebut koordinat makroskopik. Kuantitas yang harus dipilih untuk dapat memerikan secara makroskopik sistem lain tentu saja berbeda; tetapi pada umumnya koordinat makroskopik memiliki ciri khas yang sama seperti berikut: 1. koordinat ini tidak menyangkutkan pengandaian khusus mengenai struktur materi; 2. jumlah koordinatnya sedikit; 3. koordinat ini dipilih melalui daya terima indera kita secara langsung; 4. pada umumnya koordinat ini dapat diukur secara langsung. Secara singkat, pemerian makroskopik suatu sistem meliputi perincian beberapa sitat pokok sistem, yang dapat terukur. 1.1.2 Pandangan Mikroskopik Menurut mekanika statistik, sistem diandaikan terdiri atas sejumlah besar N molekul, masing-masing dapat ada dalam sekumpulan keadaan yang energinya €1, €2, …. Molekul ini dianggap saling berantaraksi melalui tumbukan atau melalui gaya yang ditimbulkan oleh medan. Sistem molekul ini dapat dibayangkan terisolasi atau dalam beberapa hal dapat dianggap terdapat dalam sekumpulan sistem yang serupa, atau ensambel sistem. Jelaslah bahwa pemerian mikroskopik suatu sistem meliputi ciri khas berikut ini: 1. terdapat pengandaian mengenai struktur materi, yaitu molekul dianggap ada; 2. banyak kuantitas yang harus diperinci; 3. kuantitas yang diperinci tidak berdasarkan penerimaan indera kita; 4. kuantitas ini tidak bisa diukur. 1.2 Ruang Lingkup Termodinamika Telah ditekankan bahwa pemerian ciri umum sistem dengan memakai beberapa sifatnya yang terukur, yang secara langsung atau tidak langsung didasarkan atas penerimaan indera kita, merupakan pemerian makroskopik. Misalnya, dalam mekanika benda tegar, kita mengambil pandangan makroskopik bahwa hanya aspek eksternal dari benda tegar yang perlu ditinjau. Kedudukan pusat massa 2 diperinci terhadap sumbu koordinat pada waktu tertentu. Kedudukan dan waktu serta kombinasi keduanya, misalnya kecepatan, membentuk beberapa kuantitas makroskopik yang dipakai dalam mekanika dan disebut koordinat mekanis. Koordinat mekanis dipakai untuk menentukan energi potensial dan kinetik bendategar terhadap sumbu koordinat, yaitu energi kinetik dan potensial benda secara keseluruhan. Kedua jenis energi ini merupakan energi ekstemal atau energi mekanis benda tegar. Tujuan mekanika adalah menentukan hubungan antara koordinat kedudukan dan waktu, yang taat asas dengan hukum gerak Newton. Namun, dalam termodinamika, perhatian ditujukan pada bagian dalam suatu sistem. Pandangan makroskopik digunakan dan tekanan diletakkan pada kuantitas makroskopi yang berkaitan dengan keadaan intemal sistem. Fungsi percobaan adalah menentukan kuantitas yang perlu dan cukup untuk memerikan keadaan intemal seperti itu. Kuantitas makroskopik yang berkaitan dengan keadaan internal suatu sistem disebut koordinat termodinamik. Koordinat seperti ini menentukan energi intemal suatu sistem. Tujuan termodinamika adalah mencari hubungan umum antara koordinat termodinamik yang taat asas dengan hukum pokok termodinamika. Sistem yang dapat diperikan dengan memakai koordinat termodinamik disebut sistem termodinamik. Dalam keteknikan, sistem termodinamik yang penting adalah gas, seperti udara; uap, misalnya uap air; campuran, seperti uap bensin dan udara; dan uap yang bersentuhan dengan cairannya, seperti cairan dan uap amoniak. 1.3 Kesetimbangan dan Konsep Temperatur 1.3.1 Kesetimbangan Termal Kita telah melihat bahwa pemerian mikroskopik campuran gas dapat dinyatakan dengan memerinci kuantitas seperti komposisi, massa, tekanan, dan volum. Percobaan memperlihatkan bahwa untuk komposisi tertentu dan massa tetap, harga tekanan dan volum yang berbeda-beda bisa dimiliki sistem itu. Jika tekanan dibuat tetap, volumnya dapat diubah-ubah meliputi jangka harga yang besar, demikian juga sebaliknya. Dengan perkataan lain tekanan dan volum merupakan 3 koordinat yang bebas. Pada tahap ini, untuk menyederhanakan pembahasan, kita hanya akan mempersoalkan sistem yang bermassa tetap dan komposisi tetap, yang untuk pemeriannya masing-masing hanya memerlukan sepasang koordinat bebas. Dalam mengacu pada sistem yang tak terperinci, kita akan memakai lambang Y dan X sebagai pasangan koordinat bebasnya. Sistem A hanya harga Y,X terbatas yang mungkin Sistem A Semua harga Y,X mungkin Dinding adiabat Dinding diaterm Sistem B hanya harga Y’,X’ terbatas yang mungkin mungkin Sistem B Semua harga Y’,X’ mungkin (a) (b) Gambar 1.1 Sifat dinding adiabat dan diaterm Keadaan sistem yang memiliki harga Y dan X tertentu yang tetap selama kondisi eksternal tidak berubah disebut keadaan setimbang. Percobaan menunjukkan bahwa adanya keadaan setimbang dalam suatu sistem bergantung pada sistem lain yang ada di dekatnya dan sifat dinding yang memisahkannya. Dindingnya dapat disebut adiabat atau diaterm. Jika dinding pemisah adiabat (lihat gambar 1.1 (a), keadaan Y, X untuk sistem A dan y', X' untuk sistem B dapat bersama-sama sebagai keadaan setimbang untuk setiap harga yang bisa dimiliki oleh keempat kuantitas itu, asal saja dinding itu dapat menahan tegangan yang ditimbulkan oleh perbedaan antara kedua perangkat koordinat itu. Jika kedua sistem dipisahkan oleh dinding diaterm (lihat gambar 1.1 b), harga Y, X dan Y', X' akan berubah secara spontan sampai keadaan setimbang sistem gabungan ini tercapai. Dalam keadaan demikian, kedua sistem itu dalam kesetimbangan termal. Kesetimbangan termal adalah keadaan yang dicapai oleh dua (atau lebih) sistem yang dicirikan oleh keterbatasan harga koordinat sistem itu setelah sistem saling berantaraksi melalui dinding diaterm. 4 Sistem C Sistem C Sistem A Sistem B Sistem A (a) Jika A dan B dalam kesetimbangan dengan C Sistem B (b) A dan B dalam kesetimbangan termal satu sama lain Gambar 1.2 Hukum ke-nol termodinamika (Dinding adiabat ditandai dengan arsiran dan dinding diaterm dengan garis tebal) Bayangkan dua sistem A dan B yang dipisahkan oleh dinding adiabat tetapi masing-masing bersentuhan dengan sistem ketiga, yaitu C, melalui dinding diaterm. Seluruh sistem itu dikelilingi oleh dinding adiabat seperti yang terlihat dalam gambar 1.2a. Percobaan memperlihatkan bahwa kedua sistem akan mencapai kesetimbangan termal dengan sistem ketiga dan tidak akan ada perubahan lagi jika dinding adiabat yang memisahkan A dan B digantikan oleh dinding diaterm (gambar 1.2b). Jika, alih-alih membiarkan sistem A dan B mencapai kesetimbangan dengan C pada waktu yang bersamaan, mula-mula kita dapatkan kesetimbangan antara A dan C, kemudian kesetimbangan antara B dan C (keadaan sistem C sama dalam kedua hal itu). Bila A dan B dibiarkan berantaraksi melalui dinding diaterm, kedua sistem itu temyata dalam kesetimbangan termal. Kenyataan percobaan ini dapat dinyatakan secara ringkas dalam bentuk sebagai berikut: Dua sistem yang ada dalam kesetimbangan termal dengan sistem ketiga,berarti dalam kesetimbangan termal satu sama lain. Kita akan menyebut postulat ini sebagai hukum ke-nol termodinamika. 1.3.2 Konsep temperatur Tinjau sistem A dalam keadaan Y1, X1 dalam kesetimbangan termal dengan sistem B dalam keadaan Y1’, X1’. Jika sistem A keadaannya diubah, maka akan 5 didapatkan keadaan lain Y2, X2 yang dalam kesetimbangan termal dengan keadaan semula Y1’, X1’; dari sistem B. Percobaan menunjukkan bahwa terdapat sekumpulan keadaan Y1, X1 ; Y2, X2; Y3, X3; dan seterusnya, yang masing-masing dalam kesetimbangan termal dengan keadaan yang sama Y1’, X1’ dari sistem B dan menurut hukum ke-nol, dalam kesetimbangan termal satu sama lain. Jika semua keadaan seperti itu dirajah dalam diagram Y X, letaknya pada kurva akan seperti dalam gambar 1.3, yang kita sebut isoterm. Isoterm adalah kedudukan; semua titik, yang menggambarkan keadaan sistem yang dalam kesetimbangan termal dengan satu keadaan dari sistem lain. Kita tidak mengambil pengandaian mengenai kemalaran isoterm, walau pun percobaan pada sistem yang sederhana menunjukkan bahwa biasanya sekurang-kurangnya sebagian isoterm mempakan kurva yang malar . Demikian juga untuk sistem B, kita dapatkan sekumpulan keadaan Y1’,X1’; Y2’,X2’; dan seterusnya, semuanya dalam kesetimbangan termal dengan satu keadaan (Y1,X1) dari sistem A, sehingga juga dalam kesetimbangan termal satu sama lain. Keadaan ini dirajah pada diagram Y' X' dalam gambar 1.3 dan terletak pada isoterm I’. Dari hukum ke-nol, dapat disimpu1kan bahwa semua keadaan pada isoterm I dari sistem A dalam kesetimbangan termal dengan semua keadaan pada isoterm I’, dari sistem B. Kita akan menyebut kurva I dan I' isoterm yang bersesuaian dari kedua sistem itu. Jika percobaan yang garis besarnya diterangkan di atas diulangi dengan koordinat awal yang berbeda, kumpulan yang lain dari keadaan sistem A, yang terletak pada kurva II, dapat diperoleh, masing-masing dalam kesetimbangan termal dengan tiap-tiap keadaan sistem B yang terletak pada kurva II'. Dengan cara ini keluarga isoterm I, II, III, dan seterusnya dari sistem A dan keluarga yang bersesuaian I', II', III', dan seterusnya dari sistem B dapat diperoleh. Selanjutnya, dengan penerapan hukum ke-nol secara berulang-ulang, isoterm bersesuaian dari sistem yang lain lagi, C,D, dan seterusnya dapat diperoleh. 6 Y Y Sistem A Y1,X1 Y2,X2 Y3,X3 I II Sistem B Y2’,X2’ III III II Y3’,X3’ I Y1’,X1’ X X Gambar 1.3 Isoterm dari dua sistem yang berbeda Semua keadaan isoterm bersesuaian dari semua sistem mempunyai suatu kesamaan, yaitu semuanya dalam kesetimbangan termal satu sama lain. Dalam keadaan ini sistemnya sendiri dapat dikatakan memiliki sifat yang menjamin bahwa sistem dalam kesetimbangan termal satu sama lain. Sifat ini kita sebut temperatur. Temperatur sistem adalah suatu sifat yang menentukan apakah sistem dalam kesetimbangan termal dengan sistem lainnya Konsep temperatur dapat dicapai dengan cara yang lebih nyata. Bila sistem A dengan koordinat Y, X dipisahkan dari sistem C dengan koordinat y", X", penghampiran ke kesetimbangan termal ditunjukkan dengan perubahan dalam keempat koordinat. Keadaan akhir kesetimbangan termal yang ditandai dengan hubungan antar koordinat ini dapat dituliskan dalam bentuk umum fungsi fAC(Y, X ; Y”,X”) = 0 (1) Misalnya, jika A gas dengan koordinat P (tekanan) dan V (volum) dan memenuhi hukum Boyle, dan C gas yang serupa dengan koordinat P" dan V", persamaan di atas menjadi PV - P"V" = 0. Kesetimbangan termal antara sistem B dengan koordinat Y’, X', dan sistem C, dengan cara yang serupa ditunjukkan dengan hubungan fBC = (Y’, X’ ; Y”,X”) = 0 (2) dengan fBC mungkin berbeda dari fAC tetapi juga dianggap merupakan fungsi yang berkelakuan baik. Andaikan persamaan (1) dan (2) dipecahkan untuk mencari Y", maka 7 Y" = gAC (Y, X, X"), Y" = gBC (Y' X' X") Dan Atau gAC (Y, X, X") = gBC (Y', X', X"). (3) Sekarang, menurut hukum ke-nol, kesetimbangan termal antara A dan C dan antara B dan C mengandung akibat adanya kesetimbangan antara A dan B yang ditunjukkan dengan hubungan antara sistem koordinat A dan B saja; jadi fAB(Y' X; Y', X') = 0. (4) Karena persamaan (3) juga mengungkapkan dua keadaan setimbang yang sama, persamaan itu harus cocok dengan persamaan (4). Ini berarti, dapat direduksi menjadi hubungan antara Y, X; Y', X' saja. Koordinat lebihnya, X", dalam persamaan (3) harus dapat dikeluarkan, dan persamaan itu harus dapat direduksi menjadi hA(Y, X) = hB(Y', X'). Dengan memakai penalaran yang sama untuk sistem A dan C yang ada dalam kesetimbangan dengan B, akhimya kita dapatkan bahwa jika tiga sistem dalam kesetimbangan termal, maka hA(Y, X) = hB(Y', X') = hC(Y", X"). (5) Dengan perkataan lain, ada fungsi untuk setiap kumpulan koordinat, dan fungsi ini sama bila sistem dalam kesetimbangan termal satu sama lain. Harga yang sama dari fungsi ini, yaitu t, ialah temperatur empiris yang sama untuk semua sistem. t = hA(Y, X) = hB(Y', X') = hC(Y",X’) (6) Hubungan t = hA (Y, X) hanyalah merupakan persamaan isoterm sistem A, seperti kurva I dalam gambar 1.3. Jika t diberi harga numerik yang berbeda, kurva yang lain diperoleh, seperti II dalam gambar 1.3. 1.4 Perbandingan Berbagai Termometer Ada tiga cara yang berbeda untuk mengukur temperatur. Untuk gas pada volum tetap, 8 P PTP θ ( P ) = 273,16 K (V tetap) untuk resistor listrik θ ( R' ) = 273,16 K R' R'TP dan untuk termokopel θ ( ς ) = 273,16 K ς ς TP 1.4.1 Termometer Gas Bahan, konstruksi, dan ukuran termometer ini digunakan berbeda-beda dan bergantung pada sifat gas serta jangka temperatur dipakainya termometer itu. Gas dimasukkan ke dalam tabung yang biasanya terbuat dari platina atau lakur platina yang dihubungkan oleh pipa kapiler dengan kolom air raksa. Volum gas dipertahankan supaya tetap dengan mengatur tinggi kolom air raksa sampai permukaan air raksa menyentuh ujung jarum penunjuk dalam ruang yang dikenal sebagai ruang buntu. Kolom air raksa diatur dengan menaikkan atau menurunkan tandon. Perbedaan tinggi h antara kedua kolom air raksa diukur ketika tabung dikelilingi oleh sistem yang temperaturnya akan diukur, dan ketika dikelilingi oleh air pada titik tripelnya. 1.4.2 Termometri Hambatan Listrik Termometer hambatan berbentuk kawat halus yang panjang, biasanya kawat itu dililitkan pada kerangka tipis untuk menghindari regangan yang berlebihan ketika kawat mengerut pada waktu mendingin. Dalam keadaan khusus, kawat itu bisa dililitkan pada atau dimasukkan dalam bahan yang temperaturnya akan diukur. Dalam kisaran temperatur rendah, termometer hambatan sering kali terdiri atas hambat-radio yang kecil yang terbuat dari komposisi karbon atau kristal germanium yang didop dengan arsenik dan dimasukkan dalam kapsul tertutup berisi helium. Termometer ini dapat ditempelkan pada permukaan zat yang temperatumya akan diukur atau diletakkan dalam lubang yang digurdi untuk 9 maksud itu. Orang biasa mengukur hambatan dengan mempertahankan arus tetap yang diketahui besarnya dalam termometer itu dan mengukur beda potensial kedua ujung hambat dengan pertolongan potensiometer yang sangat peka. Arus dibuat tetap dengan cara mengatur hambat-geser sehingga beda potensial antara kedua 'ujung hambat baku yang terpasang seri dengan termometer. Termometer hambatan platina dapat dipakai untuk pekerjaan yang sangat cermat dalam kisaran antara - 253°C sampai 1200°C. Kalibrasi alat menyangkut pengukuran R’PT pada berbagai temperatur yang diketahui dan penampilan hasilnya dengan rumus empiris. Dalam kisaran yang terbatas, persamaan kuadrat berikut ini sering dipakai: R’PT = R0(1 + At + Bt2), dengan R’0 menyatakan hambatan kawat platina ketika dikelilingi air pada titik tripel, A dan B tetapan, dan t menyatakan temperatur Celsius empiris. 1.4.3 Termokopel Elektromotansi termal diukur dengan potensiometer yang harus diletakkan jauh dari sistem yang temperatumya akan diukur. Jadi sambungan acuannya diletakkan dekat dengan sambungan uji dan terdiri atas dua hubungan ke kawat tembaga yang dipertahankan pada temperatur lebur es. Pengaturan ini memungkinkan pemakaian kawat tembaga sebagai penghubung ke potensiometer. Tonggak pengikat potensiometer biasanya terbuat dari kuningan, sehingga pada potensiometer terdapat dua termokopel tembaga kuningan. Jika kedua tonggak pengikat bertemperatur sama, kedua termokopel ini tidak menimbulkan galat. Termokopel dikalibrasi dengan mengukur elektromotansi termal pada berbagai temperatur yang diketahui, dengan sambungan acuannya dijaga tetap pada 0°C. Hasil pengukuran seperti itu pada hampir semua termokopel biasanya dinyatakan oleh persamaan kubik sebagai berikut: E = a + bt + ct2 + dt3, dengan E menyatakan elektromotansi termal dan tetapan a, b, c, dan d berbeda untuk masing-masing termokopel. Kisaran suatu termokopel bergantung pada 10 bahan yang membangunnya. Termokopel platina 10% radium/platina, berkisar antara 0 sampai 1600°C. Keuntungan termokopel terletak pada lekasnya mencapai kesetimbangan termal dengan sistem yang ingin diukur temperatumya, karena massanya kecil. Jadi termokopel dapat mengikuti perubahan temperatur dengan cepat, tetapi tidak begitu cermat seperti termometer hambatan platina. Soal : 1. Sistem A, B, dan C adalah gas dengan koordinat P,V; P’,V’; dan P’’,V’’. Bila A dan C dalam kesetimbangan termal, persamaan berikut dipenuhi. PV – nbP – P’’V’’ = 0 Bila B dan C dalam kesetimbangan termal, hubungan berikut dipenuhi P 'V '− P' 'V ' '+ nB' P' 'V ' ' =0 V' Lambang n, b, dan B’ adalah tetapan. (a) Tiga fungsi apakah yang sama satu sama lainnya pada kesetimbangan termal dan masing-masing fungsi itu sama dengan t, dengan t menyatakan temperatur empiris? (b) Hubungan apakah yang menyatakan kesetimbangan termal antara A dan B? 2. Sistem A dan B adalah garam paramagnetik dengan koordinat masing-masing Κ, M dan Κ’, M’. Sistem C adalah gas dengan koordinat P, V. Bila A dan C dalam kesetimbangan termal, persamaan berikut dipenuhi 4πnRCcΚ - MPV = 0 Bila B dan C dalam kesetimbangan termal kita dapatkan nRΘM’ + 4πnRC’cΚ’ – M’PV = 0 dengan n, R, Cc , C’c dan Θ tetapan. (a) Tiga fungsi manakah yang sama satu sama lainnya pada kesetimbangan termal? (b) Samakan fungsi itu dengan dengan temperatur gas ideal θ, dan lihatlah apakah persamaan itu merupakan persamaan keadaan. 11 3. Dalam tabel berikut ini, bilangan pada baris atas menyatakan tekanan gas dalarn tabung termometer gas volum tetap (sudah dengan koreksi untuk ruang buntu, pemuaian termal tabung, dan seterusnya)ketika tabung itu dibenarnkan dalam sel titik-tripel air. Baris bawah menyatakan pembacaan tekanan yang bersesuaian ketika tabung dikelilingi oleh bahan pada temperatur tetap yang belum diketahui besarnya. Hitunglah temperatur gas ideal e dari bahan itu (Gunakan lima angka berperan). 4. PT,P mm Hg 1000,0 750,0 500,0 250,0 P, mm Hg 1535,3 1151,6 767,82 383,95 Hambatan R’ dari hambat karbon tertentu memenuhi persamaan = a + b log R’ dengan a = -1,16 dan b = 0,675. (a) Dalarn kriostat helium cair, harnbatannya ternyata sarna dengan 1000 n. Berapakah temperaturnya? (b) Buatlah graflk log-log R' terhadap e dalam kisaran hambatan dari 1000 hingga 30.000 n. 5. Hambatan kristal germanium yang didop memenuhi persarnaan log R' = 4.697 - 3,917 log e, (a) Dalam kriostat helium cair, hambatan itu diukur dan ternyata sarna dengan 218 n. Berapakah temperaturnya? (b) Buatlah graflk log-log dari R' terhadap e dalarn kisaran hambatan antara 200 hingga 30.000 n. 12 BAB II Sistem Termodinamik Sederhana 2.1 Teorema Matematis Dalam kalkulus diferensial parsial ada dua teorema sederhana yang sering dipakai. Andaikan ada hubungan antara ketiga koordinat x, y, dan z; jadi f(x, y, z) = O. Kemudian x dapat dibayangkan sebagai fungsi y dan z, dan ∂x ∂x dx = dy + dz ∂z y ∂y z Juga, y dapat dibayangkan sebagai fungsi x dan z, dan ∂y ∂y dy = dx + dz ∂x z ∂z x Dengan menyulihkan persamaan kedua ke dalam yang pertama, kita dapatkan ∂x ∂x ∂y ∂y dx = dx + dz + dz ∂z x ∂z y ∂y z ∂x z atau ∂x ∂y ∂x ∂y ∂x dx = dx + + + dz ∂y z ∂x z ∂y z ∂z x ∂z y Sekarang, dari ketiga koordinat itu hanya dua yang bebas. Dengan memilih x dan z sebagai koordinat bebas, persamaan di atas harus benar untuk semua kumpulan harga dx dan dz. Jadi jika dz = 0 dan dx ≠ 0, kita dapatkan ∂x ∂y z ∂y =1 ∂x z ∂x 1 = ∂y ∂y z ∂x z 13 Atau Jika dx = 0 dan dz ≠ 0, didapatkan ∂x ∂y z ∂y + ∂z x ∂x ∂y z ∂y =− ∂z x ∂x =0 ∂z y dan ∂x ∂z y ∂x ∂y ∂z = − 1 ∂y z ∂z x ∂x y Dalam ha1 sistem hidrostatik, teorema kedua menghasilkan ∂P ∂V ∂P = − ∂V θ ∂θ P ∂θ V Kemuaian volum β dan ketermampatan isoterm β = Dan 1 ∂V V ∂θ κ =− κ . didefinisikan sebagai P 1 ∂V V ∂P θ Jadi β ∂P = κ ∂θ V Sekarang perubahan tekanan infinitesimal dapat diungkapkan dalam kuantitas fisis ini. Jadi, ∂P ∂P dP = dθ + dV ∂θ V ∂V θ Atau dP = β 1 dθ − dV κ κV dP = β dθ κ Pada volum tetap Jika kita usahakan supaya temperatumya berubah dari θi ke θf pada volum tetap, 14 tekanan akan berubah dari Pi ke Pf; tikalas i danf menunjukkan keadaan awal dan keadaan akhir. Dengan mengintegrasikan kedua keadaan itu, kita dapatkan θf β dθ κ θi Pf − Pi = ∫ Ruas kanan bisa diintegrasikan bila kita tahu bagaimana β dan κ bervariasi terhadap θ pada volum tetap. Jika jangka temperatur θf - θi kecil dan bila kita andaikan keduanya tetap, maka kesalahannya kecil. Dengan pengandaian ini kita dapatkan Pf − Pi = β (θ f −θi ) κ sehingga tekanan akhimya dapat dihitung. Sebagai contoh tinjaulah persoalan berikut ini. Massa air raksa pada tekanan atmosfer dan temperatur 00 diusahakan agar volumnya tetap. Jika temperatumya dinaikkan hingga I00C, berapakah tekanan akhimya? Dari tabel tetapan fisis, harga β dan κ untuk air raksa dalam jangka temperatur dari 0 hingga I00C tetap dan besamya ialah β = 181 x 10-6 K-1 dan κ= 3,82 x 10-11 Pa-1 sehingga 181 x 10 -6 K -1 x 10 K Pf − Pi = 3,82 x 10 - 11 Pa - 1 = 473 x 105 Pa Dan Pf = 473 x 105 Pa + 1 x 105 Pa = 474 x 105 Pa 2.2 Kesetimbangan Termodinamik Diandaikan percobaan telah dilakukan pada sistem termodinamik dan bahwa koordinat yang perlu dan cukup untuk pemerian makroskopik telah ditentukan. Bila koordinat ini berubah, baik secara spontan atau karena ada pengaruh luar, maka sistem mengalami perubahan keadaan. Bila sistem tidak dipengaruhi oleh sekelilingnya, maka sistem itu terisolasi. Dalam penerapan praktis termodinamika, sistem terisolasi tidak penting. Kita biasanya berhadapan dengan sistem yang 15 dipengaruhi oleh lingkungannya. Pada umumnya lingkungan dapat memberikan gaya pada sistem atau sentuhan antara sistem dengan benda pada temperatur tertentu. Bila keadaan sistem berubah, umumnya terjadi antaraksi sistem dengan lingkungannya. Bila tidak ada gaya yang takberimbang di dalam sistem dan juga tidak antara sistem dengan lingkungannya, maka sistem dalam keadaan setimbang mekanis. Bila sistem yang ada dalam kesetimbangan mekanis tidak cenderung mengalami perubahan spontan dari struktur internalnya, seperti reaksi kimia, atau perpindahan materi dari satu bagian sistem ke bagian lainnya, seperti difusi atau pelarutan, bagaimanapun lambatnya, maka sistem dalam keadaan setimbang kimia. Sistem yang tidak dalam kesetimbangan kimia mengalami perubahan keadaan; dalam beberapa hal perubahan ini bisa sangat lambat. Perubahan akan terhenti bila kesetimbangan kimia tercapai. Kesetimbangan termal terjadi bila tidak terjadi perubahan spontan dalam koordinat sistem yang ada dalam kesetimbangan mekanis dan kimia bila sistem itu dipisahkan dari lingkungannya oleh dinding diaterm. Dalam kesetimbangan ini, semua bagian sistem bertemperatur sama, dan temperatur ini sama dengan temperatur lingkungannya. Bila pemyataan ini tidak dipenuhi, perubahan keadaan akan berlangsung sampai kesetimbangan termalnya tercapai. Bila persyaratan untuk semua jenis kesetimbangan tercapai, sistem dikatakan dalam keadaan setimbang termodinamik; dalam kondisi ini, jelas tidak akan ada kecenderungan terjadinya perubahan keadaan, baik untuk sistem, maupun untuk lingkungannya. Keadaan setimbang termodinamik dapat diperikan dengan memakai koordinat makroskopik yang tidak mengandung waktu, yaitu memakai koordinat termodinamik. Termodinamika klasik tidak mencoba memecahkan masalah yang menyangkut laju terjadinya suatu proses. Bila salah satu persyaratan dari tiga jenis kesetimbangan yang merupakan komponen dari kesetimbangan termodinamik tidak dipenuhi, dikatakan bahwa sistem dalam keadaan taksetimbang. Jadi bila ada gaya yang takberimbang di bagiandalam sistem atau antara sistem dengan lingkungannya, gejala berikut ini akan terjadi: percepatan, pusaran, gelombang, dan seterusnya. Ketika gejala seperti itu 16 berlangsung, sistem ada dalam keadaan taksetimbang. Jika kita mencoba memberi pemerian makroskopik pada salah satu dari keadaan taksetimbang ini, kita dapatkan bahwa tekanan satu bagian sistem berbeda dengan bagian sistem lainnya. Tidak ada satu harga tekanan pun yang dapat mengacu pada sistem secara keseluruhan. Demikian juga dalam hal sistem bertemperatur berbeda dengan lingkungannya, suatu distribusi temperatur yang tidak serba sama terjadi dan tidak ada satu temperatur pun yang mengacu pada sistem seeara keseluruhan. Dapat disimpulkan bahwa bila persyaratan kesetimbangan mekanis dan termal tidak dipenuhi, keadaan yang dialami oleh sistem tidak bisa diperikan dengan memakai koordinat tennodinamik yang mengacu pacla sistem secara keseluruhan. Untuk menyederhanakan masalah, dimisalkan ada gas yang bermassa tetap dalam bejana yang dilengkapi sedemikian sehingga tekanan, volum, dan temperatumya dengan mudah dapat diukur. Jika volumnya kita tetapkan pada suatu harga dan temperatumya dipilih pada harga tertentu, maka kita tidak bisa mengubah tekanannya. Sekali V dan θ dipilih, harga P pada kesetimbangan diperoleh secara alami. Demikian juga jika P dan θ dipilih sembarang, maka harga V pada kesetimbangan sudah tertentu. Ini berarti bahwa di antara ketiga koordinat termodinamik P, V, dan θ hanya dua yang merupakan perubah bebas. Hal ini menunjukkan bahwa harus ada satu persamaan kesetimbangan yang menghubungkan koordinat termodinamik yang mencabut kebebasan salah satu koordinat itu. Persamaan seperti itu disebut persamaan keadaan. Setiap sistem termodinamik memiliki persamaan keadaannya sendiri, walau pun dalam beberapa hal, hubungannya bisa rumit sehingga tidak dapat diungkapkan dengan fungsi matematis sederhana. Persamaan keadaan mengungkapkan keistimewaan setiap sistem dibandingkan dengan sistem lainnya, sehingga harus ditentukan oleh percobaan atau oleh teori molekul. Teori umum seperti termodinamika, berdasarkan hukum-umum alam, tidak mampu mengungkapkan kelakuan satu bahan dibandingkan dengan bahan lainnya. Jadi persamaan keadaan bukan merupakan suatu deduksi teoretis dari termodinamika tetapi merupakan hasil percobaan yang ditambahkan pada 17 termodinamika. Persamaan itu mengungkapkan hasil percobaan dengan koordinat termodinamik sistem yang diukur seteliti mungkin, dalam selang harga yang terbatas. Jadi persamaan keadaan secermat percobaanlah yang menentukan rumusnya dan hanya berlaku dalam selang harga yang diukur oleh percobaan. Begitu selang dilewati, mungkin berlaku bentuk persamaan lain yang berbeda. . Tidak ada persamaan keadaan yang dipenuhi oleh sistem yang tidak dalam kesetimbangan mekanis dan termal, karena sistem seperti itu tidak dapat diperikan dengan memakai koordinat termodinamik yang mengacu pada sistem secara keseluruhan. Misalnya, jika gas dalam silinder memuai dan mengakibatkan piston bergerak dipercepat, setiap saat gas itu dapat memiliki volum dan temperatur tertentu, tetapi tekanan yang bersesuaian tidak dapat dihitung dari persamaan keadaan. Tekanan bukan koordinat termodinamik karena tekanan tidak hanya bergantung pada keeepatan dan pereepatan piston tetapi barangkali juga bervariasi dari satu titik ke titik lainnya. Setiap sistem dengan massa tetap yang melakukan tekanan hidrostatik serbasama pada lingkungannya, tanpa efek permukaan, gravitasi, listrik, dan magnetik disebut sistem hidrostatik. Sistem hidrostatik dibagi dalam kategori sebagai berikut: 1. zat mumi, yaitu zat yang hanya terdiri atas satu bahan kimia yang berbentuk padat, cair, gas, atau campuran dari dua atau tiga bentuk itu; 2. campuran serba sama dari bahan yang berbeda, seperti campuran gas lembam, campuran gas aktif kimiawi, campuran cairan, atau larutan; 3. campuran serba beda, seperti campuran beberapa macam gas yang bersentuhan dengan campuran beberapa macam cairan. Percobaan menunjukkan bahwa keadaan kesetimbangan* sistem hidrostatik dapat diperikan dengan pertolongan tiga koordinat, yaitu tekanan, P, yang ditimbulkan oleh sistem pada lingkungan, volum, V, dan temperatur, θ. Tekanan diukur dalam newton per meter kuadrat (pascal) dan volum dalam meter kubik; skala temperatur yang paling mudah dipakai adalah skala temperatur gas ideal. Satuan tekanan yang lain seperti pound per inci kuadrat, atmosfer, dan millmeter air raksa dipakai 18 juga dalam berbagai penerapan termodinamika dan kadang-kadang akan dipakai juga dalam buku ini. Jika tidak ada cacatan apa pun tentang satuan, berarti satuan SI yang dipakai. 2.3 Diagram PVθ untuk Zat Mumi 2.3.1 Diagram PV Jika I kg air dengan temperatur 94°C dimasukkan ke dalam bejana yang volumnya sekitar 2 meter kubik dan udaranya telah dikeluarkan semuanya, air akan menguap seluruhnya, dan sistem ada dalam kondisi yang disebut uap tak jenuh dengan tekanan uap kurang daripada tekanan atmosfer baku. Dalam diagram PV yang ditunjukkan dalam gambar 2.1, keadaan ini digambarkan dengan titik A. Jika selanjutnya uap dimampatkan perlahaIi-lahan dan secara isoterm, tekanannya akan naik sampai tercapai uap jenuh pada titik B. Jika kemampatan itu diteruskan, akan terjadi pengembunan dengan tekanan tetap (proses isobar) asal saja temperatumya tetap. Garis lurus BC memperlihatkan pengembunan isobar isoterm dari uap air, tekanan tetap itu disebut tekanan uap. Pada setiap titik antara B dan C, air dan uap berada dalam kesetimbangan; pada titik C hanya ada air dalam bentuk cairan, atau cairan jenuh. Karena pertambahan tekanan yang besar diperlukan untuk memampatkan cairan, garis CD hampir vertikal. Pada setiap titik pada CD, air ada dalam fase cair; pada setiap titik pada AB, dalam fase uap; dan pada setiap titik pada BC terdapat kesetimbangan antara fase cair dan fase uap. ABCD merupakan isoterm khas suatu zat mumi pada diagram PV. 19 Temperatur Gambar 2.1 Isoterm zat murni Pada temperatur lainnya isoterm mempunyai ciri khas yang serupa seperti terlihat dalam gambar 2.1 Dapat dilihat bahwa garis yang menggambarkan kesetimbangan antara fase cair dan uap, atau garis penguapan, bertambah pendek ketika temperatumya naik sampai tercapai temperatur tertentu, yaitu temperatur kritis. Di atas temperatur ini tidak ada perbedaan antara cairan dan uap, yang ada hanya fase gas. Isoterm pada temperatur kritis disebut isoterm kritis dan titik yang menggambarkan batas garis penguapan disebut titik kritis. Dapat dilihat bahwa titik kritis adalah titik belok pada isoterm kritis. Tekanan dan volum pada titik kritis dikenal sebagai tekanan kritis dan volum kritis. Semua titik tempat kedudukan cairan dijenuhkan terletak pada kurva jenuh cairan, dan semua titik yang menggambarkan uap dijenuhkan terletak pada kurva jenuh uap. Kedua kurva jenuh yang dibejri tanda dengan garis putus-putus bertemu pada titik kritis. Kurva di atas titik kritis isoterm merupakan kurva malar yang pada volum besar dan tekanan rendah mendekati isoterm gas ideal. Diagram PV dalam gambar 2.1 tidak memperlihatkan daerah temperatur rendah. Yang menggambarkan fase padat. Daerah padatan dan daerah kesetimbangan antara padat dan uap diperlihatkan oleh isoterm yang ciri umumnya sama seperti 20 yang terdapat dalam gambar 2.1. Bagian datar salah satu isoterm ini menggambarkan peralihan dari padatan jenuh ke uap jenuh, atau sublimasi. Jelaslah bahwa ada garis serupa yang merupakan batas antara daerah cair-uap dan daerah padat-uap. Garis ini berkaitan dengan titik tripel. Dalam hal satu kg air biasa, titik tripel terjadi pada tekanan 611,2 Pa dan temperatur 0,010C, dan garis itu merentang dari volum 10-3 m3 (cairan jenuh) hingga volum 206 m3 (uap jenuh). 2.3.2 Diagram Pθ Jika tekanan uap suatu zat padat diukur pada berbagai temperatur hingga titik tripelnya tercapai dan kemudian tekanan zat caimya diukur hingga titik kritisnya tercapai, lalu hasilnya dipetakan pada diagram Pθ, akan didapatkan diagram seperti dalam gambar 2.2. Jika pada titik tripel zat dimampatkan sehingga tidak ada uap yang tinggal dan tekanan pada campuran cairan dan padatan itu diperbesar, temperatur harus berubah supaya kesetimbangan antara cairan dan padatan terjadi. Pengukuran tekanan dan temperatur ini menghasilkan kurva ketiga pada diagram Pθ, dimulai dari titik tripel dan terus sampai titik taktertentu. Titik yang menggambarkan keadaan berdampingan dari (1) padatan dan uap terletak pada kurva sublimasi; (2) cairan dan uap terletak pada kurva penguapan; (3) cairan dan padatan terletak pada kurva peleburan. Khusus untuk air, kurva sublimasi disebut juga 'frost line', kurva penguapan disebut juga garis uap, dan kurva peleburan disebut juga garis es. Kemiringan kurva sublimasi dan kurva penguapan untuk semua zat berharga positif. Namun kemiringan kurva peleburan dapat positif atau negatif. Untuk kebanyakan zat, kurva peleburannya mempunyai kemiringan positif. Air merupakan satu kekecualian yang penting. Titik tripel adalah titik perpotongan antara kurva sublimasi dengan kurva penguapan. Perlu dimengerti bahwa hanya dalam diagram Pθ sajalah titik tripel digambarkan oleh satu titik. Pada diagram PV, 'titik tripe!' berupa suatu garis. 21 Gambar 2.2 Diagram Pθ untuk zat murni 2.4 Persamaan Keadaan Kita tidak bisa mengungkapkan kelakuan lengkap zat dalam seluruh jangka pengukuran harga P, V, dan θ dengan memakai persamaan sederhana. Terdapat lebih dari enam puluh persamaan keadaan yang telah diajukan untuk menggambarkan cairan saja, uap saja, dan daerah cairan-uap, mulai dari persamaan gas ideal Pv = Rθ, (2.1) yang hanya berlaku pada tekanan rendah dalam daerah uap dan gas, hingga persamaan Beattie-Bridgman: P = dengan Rθ ( 1 − ε ) v2 ( v + B )− A v2 a A = A0 1 − , B = B0 1 − v b v dan ε = c vθ 3 Persamaan terakhir ini, karena mempunyai 5 tetapan yang dapat disesuaikan, dapat menggambarkan seluruh jangka titik tripel dengan kecermatan tertentu. Beberapa persamaan ini sebenamya dirumuskan secara empiris, untuk menggambarkan sedekat mungkin harga P, V, dan θ yang terukur, sedangkan yang lain 22 dirumuskan secara teoretis berdasarkan teori kinetik gas. Salah satu persamaan keadaan teoretis yang paling terkenal, yang didasarkan atas pengandaian mengenai kelakuan molekular yang sampai sekarang masih dipakai, ialah persamaan keadaan Van der Waals: a P + (v − b ) = Rθ v2 (2.3) Persamaan ini berlaku dengan baik dalam daerah cairan, daerah uap, dan di dekat serta di atas titik kritis. Dalam semua persamaan tersebut R tetap, disebut tetapan gas semesta, v adalah volum molar (V/n), dan n menyatakan banyaknya mol gas. 2.5 Perubahan Diferensial Keadaan Jika sistem mengalami perubahan kecil keadaan, mulai dari keadaan setimbang awal ke keadaan setimbang lain, pada umumnya ketiga koordinatnya mengalami sedikit perubahan. Misalnya, jika ∆V sangat kecil dibandingkan dengan V, tetapi sangat besar dibandingkan dengan ruang yang ditempati oleh beberapa molekul, maka ∆V dapat dituliskan sebagai diferensial dV. Jika V merupakan kuantitas geometris yang menyatakan volum ruang, maka dV dapat dipakai untuk menyatakan bagian kecil ruang yang bersangkutan. Namun, karena V adalah koordinat makroskopik yang menyatakan volum materi, maka supaya mempunyai arti, dV harus cukup besar sehingga mengandung jumlah molekul cukup banyak untuk menjamin boleh dipakainya pandangan makroskopik. Demikian juga jika ∆P sangat kecil dibandingkan dengan P dan sangat besar dibandingkan dengan fluktuasi molekular, maka perubahan itu bisa digambarkan oleh diferensial dP. Setiap infinitesimal dalam termodinamika harus memenuhi persyaratan bahwa ia menggambarkan perubahan kuantitas yang kecil terhadap kuantitasnya sendiri tetapi besar terhadap efek yang ditimbulkan oleh kelakuan beberapa molekul. Alasannya ialah karena koordinat termodinamik seperti volum, tekanan, dan temperatur tidak mempunyai arti bila diterapkan pada beberapa molekul. lni merupakan cara lain untuk mengatakan bahwa koordinat termodinamik adalah koordinat makroskopik. 23 Kita boleh membayangkan bahwa persamaan keadaan dapat dipecahkan untuk menyatakan setiap koordinatnya dalam dua koordinat lainnya. Jadi, V = fungsi (θ, P). Perubahan infinitesimal dari satu keadaan setimbang ke keadaan setimbang lain menyangkut dV, dθ, dan dP, semuanya diandaikan memenuhi persyaratan yang dikemukakan dalam pasal sebelumnya. Suatu teorema pokok dalam kalkulus diferensial parsial memungkinkan kita untuk menulis ∂V dV = ∂θ ∂V dθ + dP P ∂P θ dengan masing-masing turunan parsial itu sendiri merupakan fungsi dari θ dan P. Kedua turunan parsial di atas mempunyai arti fisis yang penting. Dari fisika pendahuluan siswa akan ingat bahwa ada kuantitas yang disejmt koefisien muai valum rata-rata, atau kemuaian volum. Kuantitas ini didefinisikan sebagai perubahan volum per satuan volum muai volume rata − rata = perubahan volum per satuan volum perubahan temperatur pada kondisi tekanan tetap. Jika perubahan temperatur dibuat sangat kecil, maka perubahan volum juga menjadi sangat kecil dan kita dapatkan apa yang dikenal sebagai kemuaian volum sesaat, atau singkatnya kemuaian volum, yang diberi tanda β. Jadi β = 1 V ∂V ∂θ P Sebenamya β merupakan fungsi dari θ dan P, tetapi percobaan yang akan dijelaskan kemudian menunjukkan bahwa banyak zat yang βnya tidak peka pada perubahan P dan hanya berubah sedikit terhadap θ. Akibatnya, dalam kisaran temperatur yang kecil, β dapat dipandang tetap. Satuan untuk β dinyatakan dalam kebalikan derajat. Efek perubahan tekanan pada volum sistem hidrostatik bila temperatumya dibuat 24 tetap dinyatakan oleh kuantitas yang disebut ketermampatan isoterm dan dilambangkan oleh" (huruf Yunani kappa). Jadi κ =− 1 ∂V V ∂P θ Dimensi ketermampatan adalah kebalikan tekanan yang dapat diukur dalam satuan Pa-1 atau bar-1 (1 bar = 105 Pa). Harga "untuk padatan dan cairan berubah sedikit terhadap temperatur dan tekanan, sehingga seringkali" boleh dianggap tetap. Jika persamaan keadaan dipecahkan untuk P, maka P = fungsi (θ, V). Dan ∂P dP = dP + ∂θ V ∂P dV ∂ V θ Akhimya, jika dibayangkan sebagai fungsi dari P dan V ∂θ dθ = dP + ∂P V ∂θ dV ∂V P Dalam semua persamaan di atas, sistem dianggap mengalami proses infinitesimal dari keadaan yang setimbang ke keadaan setimbang lainnya. Hal ini memungkinkan kita untuk memakai persamaan kesetimbangan (persamaan keadaan) dan memecahkannya untuk salah satu koordinat, dinyatakan dalam dua koordinat lainnya. Jadi diferensial dP, dV, dan d θ merupakan diferensial fungsi yang sebenamya dan disebut diferensial saksama. Jika dz suatu diferensial saksama dari suatu fungsi, katakanlah, x dan y, maka dz dapat ditulis ∂z dZ = dx + ∂x y ∂z dy ∂y x Suatu infInitesimal yang bukan merupakan diferensial fungsi yang sebenamya disebut diferensial taksaksama dan tidak dapat diungkapkan oleh jenis persamaan yang ditunjukkan di atas. Perbedaan lain antara diferensial saksama dan tak saksama akan dijelaskan kemudian. 25 2.6 Beberapa Contoh Sistim Termodinamik 2.6.1 Kawat Teregang Percobaan kawat teregang biasanya dilakukan dalam kondisi tekanan tetap pada tekanan atmosfer baku dan perubahan volumnya dapat diabaikan. Untuk banyak maksud praktis, temyata tidak perlu memasukkan tekanan dan volum di antara koordinat termodinamik yang dipakai. Pemerian termodinamik yang cukup lengkap dari seutas kawat dinyatakan oleh tiga koordinat saja, yaitu 1. gaya tegang kawat: ℑ , diukur dalam newton (N); 2. panjang kawat L, diukur dalam meter (m); 3. temperatur gas ideal θ Keadaan setimbang termodinamik terhubungkan oleh persamaan keadaan yang biasanya tidak dapat diungkapkan oleh persamaan sederhana. Untuk kawat pada temperatur tetap, dalam batas kekenyalannya, hukum Hooke berlaku, yaitu ℑ = tetap (L - Lo), dengan Lo menyatakan panjang ketika gaya tegangannya nol. Jika suatu kawat mengalami perubahan infmitesimal dari keadaan setimbang ke keadaan setimbang lain, maka perubahan infinitesimal panjang adalah diferensial saksama dan dapat ditulis sebagai ∂L ∂L dL = dθ + dℑ ∂θ ℑ ∂ℑ θ dengan kedua turunan itu sebagai fungsi dari θ dan ℑ . Turunan ini berkaitan dengan kuantitas fisis yang penting. Kita definisikan kemuaian linier α sebagai α = 1 ∂L L ∂θ 26 2.6.2 Selaput Permukaan Terdapat tiga contoh penting dari selaput permukaan seperti itu, yaitu 1. bagian atas permukaan cairan dalam kesetimbangan dengan uapnya; 2. gelembung sabun, atau selaput sabun yang teregang pada suatu kerangka kawat 3. selaput minyak tipis (kadang-kadang monomolekul) pada permukaan air. Selaput permukaan mirip membran yang teregang. Permukaan di sebelah garis khayal akan menarik garis ini tegak lurus dengan gaya yang sama, tapi berlawanan arah dengan yang ditimbulkan oleh permukaan di sebelah lain garis itu. Gaya yang beraksi tegak lurus per satuan panjang garis disebut tegangan permukaan. Pemerian termodinamik yang memadai untuk selaput permukaan diberikan melalui perincian tiga koordinat, yaitu 1. tegangan permukaan, yang diukur dalam N/m; 2. luas selaput A, diukur dalam m2; 3. temperatur gas ideal θ Dalam menangani selaput permukaan, cairan yang menyertainya harus selalu dianggap sebagai bagian dari sistem. Namun, hal ini bisa dilakukan tanpa memasukan tekanan dan volum dari sistem gabungan, karena biasanya tekanan tetap dan perubahan volumnya dapat diabaikan. Untuk hampir semua cairan mumi, persamaan keadaannya dapat ditulis sebagai berikut: θ ℘ = ℘0 1 − θ' n dengan ℘0 menyatakan tegangan permukaan pada 0OC, θ' adalah temperatur kritis, dan n adalah tetap dan harganya terletak antara I dan 2. Dari persamaan ini jelaslah bahwa tegangan permukaan menurun ketika θ bertambah, dan menjadi nol ketika θ =θ’. 27 2.6.3 Sel Terbalikkan Sel terbalikkan terdiri atas dua elektrode yang masing-masing dibenamkan dalam elektrolit yang berbeda. Elektromotansinya bergantung pada sifat bahan, konsentrasi elektrolit, dan temperatur. Sifat penting sel terbalikkan ialah bahwa perubahan kimia yang menyertai pemindahan muatan listrik dalam satu arah terjadi dengan besar yang sama dalam arah sebaliknya ketika jumlah muatan listrik yang sama dipindahkan dalam arah sebaliknya. Sekarang, bila kita membatasi diri pada sel terbalikkan yang berlangsung tanpa ada gas yang terbebaskan, dan bekerja pada tekanan atmosfer tetap; kita boleh melupakan tekanan dan volumnya dan memerikan sel itu dengan memakai tiga koordinat saja, yaitu 1. elektromotansi ε , diukur dalam V; 2. muatan Z, diukur dalam C; 3. temperatur gas ideal θ. Bila sel itu dipasang pada rangkaian terbuka, ada kecenderungan terjadinya difusi yang berlangsung lambat dan selnya tidak dalam kesetimbangan. Namun, jika sel itu dihubungkan dengan potensiometer, dan rangkaian diatur sehingga tidak ada arus, maka elektromotansi sel diimbangi dan sel berada dalam ke. setimbangan mekanis dan kimia. Jika kesetimbangan termal juga dipenuhi, maka sel dalam kesetimbangan termodinamik. Keadaan setimbang termodinamik dari sel terbalikkan berkaitan dengan persamaan keadaan antara koordinat ε, Z dan θ. Persamaan keadaanya biasanya dituliskan sebagai berikut: ε = ε 20 + α ( t − 20 0 ) + β ( t − 20 0 )2 + γ ( t − 20 0 )3 dengan t menyatakan temperatur Celsius, ε 20 elektromotansi pada 20°C, dan α, β serta γ, adalah tetapan yang bergantung pada bahan. 28 2.6.4 Lempengan Dielektrik Tinjaulah sebuah kapasitor yang terdiri atas dua keping penghantar sejajar yang luasnya A dan dimensi lineamya besar dibandingkan dengan jarak l antara keping itu; ruang di antara kedua keping diisi dengan dielektrik padat isotropik atau cair. Jika beda potensial diberikan antara kedua keping, medan listrik E timbul dalam dielektrik antara kedua keping itu. Jika pusat gravitas muatan + dan - dalam masing-masing molekul mula-mula berimpit, misalnya jika molekul dielektrik mula-mula nonpolar, efek medan listrik ialah memisahkan setiap molekul sehingga masing-masing molekul polar dalam arah medan listrik. Jika molekul polar secara alamiah, dengan sumbu polar terdistribusi rambang, maka efek medan listrik adalah menimbulkan orientasi parsial dari sumbu polar molekul dalam arah medan listrik. Kedua efek sama dalam kedua hal ini, dan derajat orientasi molekul polar terimbas atau alamiah dalam arah medan yang dapat dihitung dari muatan listrik yang terimbas pada salah satu permukaan dielektrik dikalikan dengan tebal dielektrik, menghasilkan kuantitas yang disebut momen listrik total atau polarisasi listrik total yang akan diberi lambang Π (huruf kapital pi). Jika volum dielektrik itu V, perpindahan listrik dielektrik D, yang besamya D = ε0 E = ∏ V Polarisasi Π yang ditimbulkan oleh E bergantung pada sifat dielektrik dan temperatur. Biasanya, zat dielektrik mengalami perubahan volum yang sangat kecil dalam percobaan yang dilakukan pada tekanan atmosfer tetap. Jadi tekanan dan volumnya dapat kita lupakan dan kita dapat memerikan dielektrik dengan pertolongan koordinat termodinamik berikut: 1. intensitas listrik E, yang diukur dalam V/m; 2. polarisasi n, yang diukur dalam C. m. 3. temperatur gas ideal θ. 29 2.6.5 Batang Paramagnetik Tanpa medan magnetik eksternal, zat paramagnetik bukan merupakan magnet. Setelah dimasukkan ke dalam medan magnetik zat itu sedikit termagnetisasi dalam arah medan. Namun, permeabilitasnya ≅ satu, berlainan dengan zat feromagnetik, seperti besi, yang permeabilitasnya sangat besar .Namun kristal paramagnetik tertentu memainkan peranan yang penting dalam fisika modem, terutama pada temperatur yang sangat rendah. Percobaan modern mengenai bahan paramagnetik biasanya dilakukan pada cuplikan dalam bentuk silinder, elipsoid, atau bola. Dalam ha1 ini medan , di dalam bahan lebih kecil daripada medan , yang ditimbulkan oleh arus listrik dalam lilitan yang melingkunginya, karena ada medan balik (medan demagnetisasi) yang ditimbulkan oleh kutub magnetik yang terbentuk pada permukaan cuplikan. Dalam medan magnetik longitudinal efek demagnetisasi dapat diabaikan dengan memakai silinder yang panjangnya jauh melebihi diametemya atau dapat dikoreksi dengan eara yang sederhana. Bila batang paramagnetik diletakkan dalam solenoid yang intensitas magnetiknya. ,, pada batang itu timbul momen magnetik total M yang disebut magnetisasi, dan besamya bergantung pada komposisi kimia dan temperatur. imbas magnetik dalam batang, β, diberikan dalam rumus β = µ0 ( , + M ) V Hampir semua percobaan pada batang magnetik dilakukan pada tekanan atmosfer tetap, dan perubahan volum yang tersangkut kecil saja. Akibatnya, kita bisa melupakan tekanan dan volum, dan memerikan padatan paramagnetik hanya dengan pertolongan tiga koordinat termodinamik, yaitu 1. intensitas magnetik , yang diukur dalam A/m; . 2. magnetisasi M yang diukur dalam A.m2; 3. temperatur gas ideal θ. Keadaan setimbang tennodinamik padatan paramagnetik dapat dinyatakan oleh persamaan keadaan yang menyangkut koordinat ini. Percobaan menunjukkan 30 bahwa magnetisasi sejumlah besar padatan paramagnetik merupakan fungsi dari hasil bagi intensitas magnetik dengan temperatur. Soal-Soal 1. Persamaan keadaan hampiran gas nyata pada tekanan sedang, mempunyai bentuk Pv=Rθ (1+B/v), dengan R tetapan dan B fungsi dari θ saja. Tunjukkan bahwa 1 v + B + θ (dB / dθ ) (a) β= . θ v + 2B 1 1 (b) κ= . P 1 + BRθ / Pv 2 2. Dari suatu gas diketahui β = a/T dan κ = b/P,a dan b tetapan. (a) Apa dimensi (satuan) kedua tetapan itu? (b) Apakah gas itu gas ideal? Jelaskan 3. Suatu gas memiliki koefisien muai isobaric = R/PV, sedangkan koefisien kompresibilitas isotermiknya = (RT)/(P2V), dengan R tetapan. Tentukan persamaan keadaan gas itu. Buktikan hubungan a) – (∂P/∂θ)V = (β/κ) b) (∂β/∂P) θ + ((∂κ/∂P)P = 0 (Perhatikan: kedua hubungan ini berlaku umum: untuk gas ideal maupun tidak ideal). 4. (a) Ungkapkan kemuaian volum dan ketermanpatan isotherm, nyatakan dalam kerapatan ρdan turunan parsialnya. (c) Jabarkan persamaan: 5. Persamaan keadaan hampiran gas nyata pada tekanan sedang, yang dibentuk untuk memperhitungkan ukuran berhingga molekul ialah P(v – b) = Rθ, dengan R dan b tetapan. Tunjukkan bahwa (a) (b) 31 BAB III USAHA ATAU KERJA LUAR 3.1 Kerja Bila sistem mengalami pergeseran karena beraksinya gaya, maka dikatakan kerja telah dilakukan. Jumlah kerja sama dengan hasil kali antara gaya yang bersangkutan dengan komponen arah pergeseran yang sejajar dengan gaya itu. Jika hasil sistem secara keseluruhan menimbulkan gaya pada lingkungannya dan terjadi pergeseran, kerja yang dilakukan oleh sistem atau pada sistem disebut kerja ekstemal. Kerja yang dilakukan oleh bagian sistem pada bagian sistem yang lain disebut kerja intemal. Yang berperan dalam termodinamika bukan kerja intemal, melainkan hanya kerja yang melibatkan antaraksi sistem dan lingkungannya. Bila sistem melakukan kerja ekstemal, perubahan yang terjadi dapat diperikan oleh kuantitas makroskopik yang berhubungan dengan sistem secara keseluruhan. Dalam hal seperti ini yang dimaksud dengan perubahan dapat berupa peristiwa penaikan atau penurunan benda yang tergantung, pemuluran atau pengerutan pegas, atau pada umumnya perubahan kedudukan atau penataan beberapa gawai mekanis. Hal ini dapat dianggap sebagai ukuran terakhir apakah kerja ekstemal dilakukan atau tidak. Temyata bahwa untuk selanjutnya sering menguntungkan untuk memerikan pelaksanaan kerja ekstemal yang dinyatakan dalam hal atau sehubungan dengan operasi gawai mekanis seperti sistem benda tergantung. Kecuali jika ada petunjuk lain, perkataan kerja yang tidak diberi keterangan kata sifat akan berarti kerja ekstemal. Beberapa contoh berikut dapat memperjelas hal ini. Jika suatu sel listrik dipasang pada rangkaian terbuka, perubahan yang terjadi dalam sel (seperti difusi) tidak disertai oleh kerja. Namun, jika sel itu dihubungkan dengan rangkaian ekstemal yang menampung pemindahan muatan listrik, arus yang timbul dibayangkan dapat menghasilkan perputaran jangkar motor, sehingga dapat mengangkat benda, atau memulurkan pegas. Jadi, supaya sel listrik dapat melakukan kerja, sel harus dihubungkan dengan rangkaian ekstemal. Dalam mekanika, kita membahas 32 kelakuan sistem yang dipengaruhi oleh gaya ekstemal. Jika gaya resultan yang beraksi pada sistem mekanis berarah sama dengan pergeseran sistem, kerja gaya itu positif; dikatakan bahwa kerja dilakukan pada sistem, dan energi sistem bertambah. Supaya termodinamika sesuai dengan mekanika, kita sepakat memberi tanda yang sama untuk kerja seperti yang dipakai dalam mekanika. Jadi, bila gaya ekstemal yang beraksi pada sistem termodinamik berarah sama dengan pergeseran sistem, maka kerja dilakukan pada sistem, dalam hal ini kerja ditentukan positif. Sebaliknya, bila gaya ekstemal berlawanan dengan pergeseran, kerja dilakukan oleh sistem; dalam hal ini kerja menjadi negatif. 3.2 Proses Kuasistatik dan Kerja Kuasistatik 3.2.1 Proses Kuasistatik Sistem dalam kesetimbangan termodinamik memenuhi persyaratan yang ketat sebagai berikut: 1. kesetimbangan mekanis. Tidak terdapat gaya tak berimbang yang beraksi pada bagian manapun dari sistem atau pada sistem secara keseluruhan; 2. kesetimbangan termal. Tidak ada perbedaan temperatur antar bagian sistem atau antara sistem dengan lingkungannya; 3. kesetimbangan kimia. Tidak ada reaksi kimia dalam sistem dan tidak ada perpindahan unsur kimia dari satu bagian sistem ke bagian sistem yang lain. Sekali sistem dalam kesetimbangan termodinamik dan lingkungannya dibuat tidak berubah, tidak ada gerak yang terjadi dan tidak ada kerja yang dilakukan. Namun, jika jumlah gaya ekstemal diubah sehingga terjadi gaya berhingga yang takberimbang beraksi pada sistem, maka persyaratan kesetimbangan mekanis tidak lagi dipenuhi dan keadaan berikut ini timbul: 1. gaya takberimbang dapat terbentuk dalam sistem; akibatnya, timbul turbulensi, gelombang, dan seterusnya. Selain itu, sistem secara keseluruhan dapat melakukan gerak dipercepat atau yang sejenis; 33 2. sebagai akibat turbulensi, percepatan, dan seterusnya ini, distribusi temperatur tak serba sama dapat timbul, atau dapat juga timbul perbedaan temperatur antara sistem dengan lingkungannya; 3. perubahan gaya dan temperatur yang mendadak dapat menimbulkan reaksi kimia atau perpindahan unsur kimia. Jadi gaya takberimbang yang berhingga dapat mengakibatkan sistem mengalami keadaan taksetimbang. Jika kita ingin memerikan setiap keadaan sistem selama berlangsungnya proses dengan koordinat sistem yang berhubungan dengan sistem secara keseluruhan, maka proses itu tidak boleh diakibatkan oleh gaya takberimbang yang berhingga. Jadi, kita didorong untuk menerima keadaan ideal dengan hanya mengubah sedikit saja gaya ekstemal yang beraksi pada sistem sehingga gaya takberimbanginya sangat kecil. Proses yang dilaksanakan dengan cara ideal ini disebut kuasistatik. Selama proses kuasistatik berlangsung, pada setiap saat keadaan sistem itu sangat menghampiri keadaan setimbang termodinamik dan semua keadaan yang dilewati oleh sistem dapat diperikan dengan memakai koordinat termodinamik yang mengacu pada sistem secara keseluruhan. 3.2.2 Kerja dalam Proses Kuasistatik Gagasan yang telah dikemukakan sebelumnya dapat diperjelas dengan contoh sebagai berikut: Pemuaian atau pemampatan isoterm yang kuasistatik dari gas ideal V2 W = − ∫ P dV V1 tetapi untuk gas ideal berlaku persamaan keadaan PV = nRθ dengan n dan R tetapan. Dengan mensubstitusi P, didapatkan V2 n Rθ dV V V1 W = − ∫ 34 dan karena θ juga tetapan, maka V2 dV V1 V Vf = n R θ ln Vi W = − n Rθ ∫ Pertambahan tekanan isoterm kuasi-statik pada zat padat. Andaikan tekanan pada 102 kg tembaga padat ditambah secara kuasi-statik dan isoterm pada 00C dari 0 hingga 1000 kali tekanan atmosfer baku. Kerja dihitung sebagai berikut: V2 W = − ∫ P dV V1 ∂V ∂V dV = dP + dθ ∂ ∂ P θ θ P Karena ketermampatan isoterm ialah 1 V κ =− ∂V ∂P θ kita dapatkan pada temperatur tetap, dV = - κ V dP Substitusi dV, kita peroleh W = V2 ∫ κ V P dP V1 Sekarang, perubahan dalam V dan κ, pada temperatur tetap sedemikian keci1 sehingga perubahan itu dapat diabaikan. Jadi, W ≈ κV 2 (Pf 2 − Pi 2 ) Karena volum sama dengan massa dibagi dengan kerapatan ρ, maka 35 W ≈ ( mκ Pf 2 − Pi 2 2ρ ) Harga positif W menunjukkan bahwa kerja dilakukan pada tembaga. 3.3 Kerja Pada Sistim Termodinamika 3.3.1 Kerja sistem hidrostatik Bayangkan sistem hidrostatik dalam silinder yang dilengkapi dengan piston yang dapat PA bergerak, sehingga sistem dan lingkungannya dapat berantaraksi. silinder ini mempunyai luas penampang A, sehingga dx tekanan yang ditimbulkan oleh sistem pada Gambar 3.1 Penyusutan kuasistatik permukaan sistem hidrostatik piston ialah P, dan besar gaya P A. Lingkungannya juga menimbulkan gaya yang menentang gaya pada piston tersebut. Gaya ini bisa ditimbulkan oleh gesekan atau gabungan gesekan dan dorongan pada pegas. Jika dengan persyaratan ini piston bergerak sejauh dx, dalam arah yang berlawanan dengan gaya P A (gambar 3.1), timbul sejumlah kerja infinitesimal, dW, dengan dW = -PA dx. Tetapi Sehingga A dx = dV, dW = - P dv Tanda negatif di depan P dV menyatakan bahwa dV yang positif (pemuaian) menghasilkan kerja yang negatif dan sebaliknya, dV yang negatif (pemampatan) menghasilkan kerja positif. Dalam proses kuasi-statik berhingga dengan perubahan volum dari Vi ke Vf, kerja ialah Vf W = − ∫ P dV Vi 36 Karena perubahan volumnya dilakukan secara kuasi-statik, tekanan sistem P pada setiap saat tidak hanya sama dengan tekanan ekstemal, tetapi juga merupakan suatu koordinat termodinamik. Jadi, tekanan dapat diungkapkan sebagai fungsi dari θ dan V dengan memakai persamaan keadaan. Di sepanjang suatu lintasan kuasistatik tertentu kerja yang dilakukan pada sistem ketika berubah dari volum Vi ke vo1um yang 1ebih kecil Vf, dinyatakan sebagai Vf Wif = − ∫ P dV Vi sedangkan pemuaian dari f ke i sepanjang lintasan yang sama tetapi dengan arah yang berlawanan, menghasilkan kerja yang dilakukan oleh sistem sebesar Vi W fi = − ∫ P dV Vf Bila 1intasannya kuasi-statik, Wif = - Wfi Satuan SI untuk P ia1ah 1 Pa (1 N/m2 = 1 Pa) dan untuk V ia1ah 1 m3. Jadi, satuan untuk kerja ia1ah 1 J. 3.3.2 DiagramPV Ketika volum sistem hidrostatik berubah karena gerakan piston dalam sebuah silinder, kedudukan piston pada setiap saat berbanding 1urus dengan volum. Pena yang geraknya sepanjang sumbu X suatu diagram mengikuti gerak piston akan merunut garis yang setiap saat titiknya menggambarkan harga sesaat vo1um itu. Diagram dengan tekanan dirajah sepanjang sumbu Y dan vo1um sepanjang sumbu X disebut diagram P V . 37 Gambar 3.2 Digram PV. (a)Kurva I, pemuaian; (b) Kurva II, Pemampatan; (c) kurva I dan II membentuk daur Dalam gambar 3.2a, perubahan tekanan dan vo1um gas se1ama pemuaian ditunjukkan oleh kurva I. Integral - ∫ P dV untuk proses ini jelas sama dengan luas bidang berwama ke1abu di bawah kurva I. Demikian juga untuk pemampatan, kerja yang diserap oleh gas digambarkan oleh 1uas bidang berwama ke1abu di bawah kurva II da1am gambar 3.2 b. Sesuai dengan kesepakatan tanda untuk kerja, 1uas bidang di bawah I dipandang sebagai negatif dan di bawah II sebagai positif. Dalam gambar 3.2c, kurva I dan II digambar bersama sehingga membentuk sederetan proses yang membawa gas itu ke keadaan awal. Sederetan proses seperti itu digambarkan oleh gambar tertutup yang disebut daur. Luas di dalam gambar tertutup itu jelas merupakan selisih antara luas bidang di bawah kurva I dan II sehingga menggambarkan kerja neto yang dilakukan dalam daur. 38 3.3.3 Kerja Bergantung Pada Lintasan 2P0 i Isobar Pada b V0 PV yang tercantum dalam gambar 3.3, Isovolum P0 diagram keadaan setimbang awal dan f akhir sistem hidrostatik digambarkan oleh dua titik i 2 V0 dan f. Sistem dapat dibawa dari i ke f dengan banyak cara. Gambar 3.3 Kerja bergantung pada lintasan Misalnya, tekanan dapat dipertahankan tetap dari i ke a (proses isobar), lalu volum dipertahankan tetap dari a ke f (proses isovolum/isokhor). Dalam hal ini kerja yang dilakukan sama dengan luas di bawah garis ia, yang sama dengan -2 P0 V0. Kemungkinan lain ialah lintasan ibf, dalam hal ini kerja sama dengan luas di bawah garis bf atau -Po Vo. Garis lurus dari i ke f menggambarkan lintasan lain, dengan kerja – 3/2 Po Vo. Jadi dapat kita mengerti bahwa kerja yang dilakuan oleh sistem tidak hanya bergantung pada keadaan awal dan akhir, tetapi juga pada keadaan madyanya, misalnya pada lintasannya. Ini merupakan cara lain untuk mengatakan bahwa untuk proses kuasi-statik, ungkapan Vf W = − ∫ P dV Vi tidak dapat diintegrasikan kecuali jikaP diketahui sebagai fungsi V. Ungkapan -P dV adalah sejumlah kerja infinitesimal dan digambarkan oleh lambang dW. Namun, ada perbedaan penting antara sejumlah kerja infinitesimal dan infinitesimal lain. Sejumlah kerja infinitesimal merupakan diferensial taksaksama, misalnya, bukan diferensial fungsi koordinat termodinamik sebenamya. 39 3.4 Beberapa Contoh Kerja Kuasistatik 3.4.1 Kerja Untuk Mengubah Panjang Seutas Kawat Jika panjang seutas kawat yang ditarik gaya ℑ berubah dari L menjadi (L + dL), kerja infinitesimal yang dilakukan pada kawat ialah dW = ℑ dL Nilai dL positif berarti pemuaian kawat, artinya, kerja pasti terjadi pada kawat, yaitu kerja positif. Untuk perubahan panjang tertentu dari Li ke Lf W = Lf ∫ ℑ dL Li dengan ℑ menyatakan besar gaya sesaat pada setiap saat selama proses itu berlangsung. Jika kawat mengalami gerak yang melibatkan gaya takberimbang yang besar, integralnya tidak dapat dicari dengan memakai koordinat termodinamik yang mengacu pada kawat secara keseluruhan. Jika gaya eksternal pada setiap saat dipertahankan hanya sedikit berbeda dari gaya tegangnya, maka proses itu cukup kuasi-statik, sehingga dapat menjamin berlakunya persamaan keadaan. Bila ℑ diukur dalam newton dan L dalam meter, W akan dinyatakan dalam joule. 3.4.2 Kerja Untuk Mengubah Luas Bidang Selaput Permukaan Tinjaulah selaput permukaan ganda dengan cairan di antaranya, yang L F terbentang pada kerangka kawat dengan salah satu sisinya dapat Gambar 3.4 Selaput Permukaan yang terbentang pada kerangka kawat digerakkan seperti terlihat dalam gambar 3.4. Jika kawat tergerakkan itu panjangnya L dan tegangan permukaannya ℘, maka gaya yang beraksi pada kedua selaput itu ialah 2℘L. Untuk pergeseran infmitesimal dx, kerjanya ialah 40 dW = 2℘L dx; tetapi untuk dua selaput 2 L dx = d A dW = ℘ dA Jadi, Untuk perubahan berhingga dari Ai ke Af Af W = ∫ ℘ dA Ai Proses kuasi-statik dapat diperikan dengan mempertahankan daya ekstemal agar berbeda hanya sedikit dengan daya yang dikeluarkan oleh selaput. Bila ℘ dinyatakan dalam newton/m dan A dalam m2, maka W dalam joule. 3.4.3 Kerja Untuk Mengubah Muatan Sel Terbalikkan Menurut kesepakatan, arus listrik diperikan sebagai gerak muatan listrik positif dari daerah potensial lebih tinggi ke daerah potensial lebih rendah. Walau pun arah geraknya bertentangan dengan arah rimban elektron, kesepakatan itu tetap dipakai, dan menguntungkan bila dipakai juga dalam termodinamika. Bayangkan sel terbalikkan Gambar 3.5 Hampiran pemindah kuasistatik dari muatan dalam sel terbalikan dengan elektromotansi ε dihubungkan dengan potensiometer sehingga perubahan beda potensial dengan variasi hampir malar bisa diperoleh dengan memindahkan penyentuh geser. Skema rangkaian terlihat pada gambar 3.5. Beda potensial luar dapat diatur agar≤ atau > ε dengan cara memindahkan penyentuh geser. Jika beda potensial < ε maka selama selang waktu yang pendek, terdapat pemindahan sejumlah muatan dZ melalui rangkaian ekstemal, dari elektrode positif ke negatif. Kerja dilakukan oleh sel pada lingkungannya. Jika beda po- 41 tensial > ε, muatan listrik dipindahkan dalam arah yang berlawanan dan kerja dilakukan pada sel. Dalam kedua kejadian ini jumlah kerjanya ialah ε dW = dZ Jika Z berubah dengan jumlah berhingga, Zf W = ∫ ε dZ Zi Jika arusnya i, maka dalam jangka waktu dτ kuantitas dZ = I dτ; dan Zf W = ∫ ε dZ Zi ε dalam volt dan muatan dalam coulomb, kerja akan dinyatakan dalam joule. Soal-Soal 1. Satu mol gas mengalami pemuaian isotermal dari volum vi menjadi vf. Apabila gas tersebut memiliki persamaan keadaan P(v-b) = Rθ. Hitung kerja yang dilakukan. Hitung pula kerja yang dilakukan oleh gas apabila persamaan keadaanya P(v-b) = Rθ(1-(B/v)). 2. Buktikan bahwa kerja yang dilakukan gas dapt ditulis sebagai : dW = pV β dT - pVκ dp (kuasistatik) Selidik juga, apakah dW bersifat eksak atau tidak. 3. Hitunglah usaha yang dilakukan suatu gas apabila mengembang secara isotermik dari volume Vi menjadi Vf , dengan mengetahui persamaan keadaanya PV = RT ( 1 – B/T). R adalah tetapan, B adalah fungsi T saja. 4. Hitunglah kerja yang dilakukan oleh 1 mol gas dalam proses pemuaian isoterm kuasi-statik dari volum awal vi ke volum akhir vr bila persamaan keadaannya ialah (a) P(u - b) = RO (R. b = tetapan). (b) Pv = Rθ (1 - [R = tetapan: B = j(8)]. 42 5. Sebuah silinder tegak yang bagian bawahnya tertutup diletakkan pada timbangan pegas. Silinder ituberisi gas yang volumnya bisa diubah dengan pertolongan piston bebas gesekan yang tidak bocor. Sekarang, piston itu ditekan ke bawah. (a) Berapa jurnlah kerja yang dilakukan oleh lingkungan untuk memampatkan gas sejumlah dV, sedangkan skala pegas turun sejarak dy? (b) Jika gawai ini hanya dipakai untuk menimbulkan efek dalam gas itu dengan perkataan lain, jika gas itu dengan perkataan lain, jika gas adalah sistemnya - ungkapan kerja yang mana yang sesuai ? 43 BAB IV Kalor dan Hukum I Termodinamika 4.1. Kerja dan Kalor Kerja adiabat, sejumlah fluida mengalami pemuaian adiabat, benda terangkat dan fluida tetap dekat dengan kesetimbangan Aliran kalor tanpa kerja, sejumlah cairan dalam kesetimbangan dengan uapnya, dinding diaterm bersentuhan dengan hasil bakar terjadi pemuaian, p,t ↑ tanpa dilakukan kerja Kerja dan kalor, sejumlah fluida memuai ketika bersentuhan dengan api 44 Apa yang terjadi bila dua sistim pada temperatur yang berbeda diletakan bersama ????? T1 T1 > T2 T2 Berpindahnya sesuatu dari T1 ke T2 Sesuatu (KALOR) Takhir ≅ T1 + T2 KALOR yang berpindah antara sistim dan lingkungannya akibat adanya perbedaan Sesuatu temperatur saja. Apakah perubahan keadaan tertentu menyangkut pelaksanaan kerja atau pemindahan kalor??? - R dalam air mengalir arus I dari suatu pembangkit listrik yang diputar dengan pertolongan benda yang sedang turun, jika tidak ada gesekan pada poros katrol dan tidak ada hambatan dalam pembangkit listrik maka sistim air SISTIMNYA ??? + R bisa diubah dengan melakukan kerja. LINGKUNGAN - Sistim → R dan Lingkungan → air ; ??? terjadi pemindahan kalor → ∆T - Sebagian air → sistim, sebagian lagi → lingkungan → pemindahan kalor 45 4.2 Kerja Adiabat SISTIM → FLUIDA + HAMBATAN INTERAKSI ADIABAT DENGAN LINGKUNGAN - PROSES KUASISTATIK (GERAK PISTON PERLAHAN) → P ≅ SETIMBANG - PROSES NON KUASITATIK → P < SETIMBANG dalam diagram tvv’ keadaan awal (i) menuju keadaan akhir (f) dimana tf > ti iaf → ia → pemampatan tanpa gesekan (adiabat kuasistatik) = ai af → disipasi adiabat energi listrik → t stabil (adiabat isoterm) proses satu arah → memberi energi tidak bisa menarik ibf → ib → proses disipasi dengan menggunakan hambatan bf → proses kuasistatik = fb 46 icdf → cd → pemuaian non kuasistatik (gerak cepat) df → menjaga piston tidak bergerak lintasan adiabat lain → gerak cepat piston → pemuaian non kuasistatik diikuti disipasi isovolum dari energi listrik eb dan diikuti pemampatan kuasistatik bf. maka walaupun lintasan yang berbeda, kerja adiabatnya sama sepanjang lintasan yang berbeda tersebut ⇔ hk. i termodinamika “jika suatu sistim diubah dari keadaan awal ke keadaan akhir hanya secara adiabat, maka keerja yang dilakukan sama besar untuk semua lintasan adiabat yang menghubungkannya” HK. I TERMODINAMIKA U Fungsi Koordinat Yang Harganya Tergantung KEADAAN AWAL & AKHIR (KERJA ADIABAT) Fungsi Ini Dikenal Sebagai FUNGSI ENERGI INTERNAL Wi →f (adiabat) = Uf – Ui ii t l 4.3 Fungsi Energi Internal ∆u = uf – ui → perubahan energi sistim PRINSIP ∆u = wi →f (adiabat) energi internal merupakan suatu fungsi koordinat termodinamika yang banyaknya sama dengan yang diperlukan untuk memerinci keadaan suatu sistim hidrostatik yang setimbang, yang diperikan oleh p, v, t (2 saja boleh). jadi energi internal dapat dibayangkan sebagai fungsi dari 2 koordinat termodinamika (yang mana saja) 47 ∂U ∂U U (T, V) ⇒ dU = dV dT + ∂V T ∂T V atau, ∂U ∂U U (T, P) ⇒ dU = dP dT + ∂T P ∂P T 4.4 Perumusan Matematis Hukum I Termodinamika misalkan suatu sistim dilakukan 2 percobaan ⇒ i → f 1. kerja adiabat ⇒ w i → f = uf - ui 2. kerja non adiabat ⇒ w i → f ≠ uf - ui supaya hukum kekekalan energi berlaku, energi harus dipindahkan dengan cara yang lain dari pelaksanaan kerja. energi yang berpindah dari sistim ke lingkungan karena adanya perbedaan temperatur adalah kalor. kalor : bila suatu sistim yang lingkungannya berbeda temperatur dan kerja bisa dilakukan padanya → mengalami suatu proses, maka energi yang dipindahkan dengan cara non mekanis sama dengan perbedaan antara perubahan energi internal dan kerja yang dilakukan (q) q = uf - ui - w ⇒ Uf - Ui = Q + W q ⇒ (+) bila masuk sistim ; q ⇒ ( - ) bila keluar sistim perumusan hk. i termodinamika mengandung tiga hal : 1. keberadaan fungsi energi dalam 2. prinsip kekekalan energi 3. definisi kalor sebagai energi yang berpindah akibat ∆t 48 Perumusan HK. I 4.5 Konsep Kalor kalor adalah perpindahan energi internal yang mengalir dari satu bagian sistim ke sistim lain akibat adanya perubahan temperatur. kalor tidak diketahui selama proses berlangsung, kuantitas yang diketahui adalah laju aliran q (t) t2 Q = ∫ Q dt t1 misalkan sistim a bersentuhan termal dengan sistim b, keduanya dilingkungi oleh dinding adiabat ( Uf - Ui ) + (U’f - U’i) = Q + W + Q’ + W’ ( Uf + U’f ) - (Ui + U’i) = Q + Q’ + W + W’ untuk a ( uf - ui ) = q + w untuk b (u’f - u’i) = q’ + w’ ( uf + u’f ) + (ui + u’i) Jumlahkan adalah perubahan energi sistim gabungan w + w’ adalah kerja yang dilakukan sistim gabungan q + q’ adalah kalor yang dipindahkan sistim gabungan karena sistim gabungan dilingkungi oleh dinding adiabat, maka : Q + Q’ = 0 ⇒ Q = Q’ artinya : dalam kondisi adiabat kalor yang dibuang (diterima) oleh a sama dengan kalor yang diterima (dibuang) b 4.6 Bentuk Diferensiasi Hukum I Termodinamika Proses yang menyangkut perubahan infinitesimal dari koordinat termodinamika suatu sistim dikenal sebagai prosses infinitesimal, maka : 49 du = dq + dw jika proses ini kuasistatik infinitesimal, maka proses yang sistimnya berpindah dari keadaan setimbang awal menuju keadaan setimbang berikutnya, du = dq - p dv dq = du + p dv 4.7 Kapasitas Kalor dan Pengukurannya Sistim berubah tf ke ti selama berlangsungnya perpindahan q satuan kalor maka Kapasitas kalor rata - rata = Q Tf − Ti jika q dan (tf – ti) <<< hasilnya menghampiri harga sesaat kapasitas kalor c, maka C = Q lim Tf →Ti Tf − Ti C = dQ dT Soal-Soal 1. Gas yang terdapat dalam sHinder yang dilingkungi oleh lapis an tebal beludru dimampatkan dengan cepat sehingga temperaturnya naik beberapa ratus derajat. Apakah sudah terjadi pemindahan kalor? Apakah 'kalor gas itu' sudah bertambah? 2. Percobaan pembakaran dilakukan dengan membakar campuran bahan bakar dan oksigen dalam bejana bervolum tetap yang dilingkungi air. Selama percobaan berlangsung, temperatur air teramati naik. Jika kita anggap campuran bahan bakar dan oksigen sebagai sistem, (a) apakah sudah terjadi pemindahan kalor? (b) apakah kerja sudah dilakukan? (c) apakah tanda dari AU? 50 3. Cairan diaduk dalam suatu wadah yang tersekat dengan baik sehingga mengalami kenaikan temperatur. Jika kita pandang cairan itu sebagai sistem, (a) apakah sudah terjadi pemindahan kalor? (b) apakah kerja sudah dilakukan? (c) apakah tanda dari AU? 4. Jumlah air dalam danau ditambah oleh sumber air di bawah tanah, oleh aliran sungai, dan oleh hujan. Jumlah air bisa berkurang karena terjadi berbagai aliran ke luar dan penguapan. (a) Apakah tepat jika kita bertanya: 'Berapa banyak hujan dalam danau itu'? b) Bukankah lebih baik dan lebih masuk akal jika kita bertanya: 'Berapa banyak air dalam danau yang ditirnbulkan oleh hujan'? (c) Konsep apakah yang analog dengan 'hujan dalam danau'? 5. Bejana berdinding tegar yang dilingkungi oleh asbes dibagi menjadi dua bagian oleh suatu dinding. Satu bagian berisi gas, dan yang lain dikosongkan. Jika dinding tiba-tiba dipecahkan, tunjukkan bahwa energi internal awal dan akhir dari gas sarna besar. 51 BAB V GAS IDEAL 5.1. Persamaan Keadaan Gas Kita telah ketahui bersama bahwa gas memiliki kelakuan termometrik terbaik. Perbandingan tekanan gas terhadap tekanan gas pada titik tripelnya tidak bergantung pada jenis gasnya, bila tekanan tersebut menuju nol. Sifat ini bisa dipelajari bila kita selidiki kerepotan gas bila massanya konstan. Hasil percobaan menunjukkan bahwa bila temperature kita pertahankan konstan, maka hubungan antara tekanan P, dengan volum molar v dinyatakan sebagai Pv=A(1+ + + + ….), (5.1) A, B, C, dan D disebut koefisien virial. Beberapa nilai koefisien virial untuk gas nitrogen ditunjukkan oleh Tabel 5.1. Tabel 5.1. Koefiien Virial Nitogen T 80 B C D 10-3 m3Kmol-1 10-4m6Kmol-2 10-5m9K mol-3 -250,80 210 -2000 -162,10 85 -600 -114,62 48 -27 -17,16 22 13 -34,33 12 14 100 120 150 200 Sifat termometri gas sekarang bisa kita ketahui. Saat tekanan menuju nol perkalian Pv mendekati harga yang sama, sebab saat itu v menuju tak berhingga dan koefisien virial yang dominan hanyalah suku pertama A. Suku yang lain menuju nol. Sehingga persamaan (5.1) dapat dituliskan lim P (5.2) 0 52 A adalah besaran konstan terhadap Pv, jadi hanya mungkin tergantung pada temepartur. Temperatur gas ideal didefinisikan θ = 273,16 K lim θ = 273,16 K lim Atau = 273,16 lim θ lim (PV) = Suhu di dalam tanda kurung disebut tetapan gas universal molar R. Jadi, nilai R adalah R= (5.3) Besarnya R menurut Batuecas (1972) adalah 8,31411 J/mol K. Jadi, pada tekanan rendah b erlaku lim (PV) = nRθ (5.4) Dan uraian virialnya dapat ditulis =1+ + ...... kita dapat lihat bahwa daerah kecil maka fungsi menjadi linier, sebab ini sesuai dengan –1 = B+ +... 5.2 Energi Internal Gas Pada umumnya energy internal gas merupakan fungsi dua koordinat dari P, V dan θ. Bila U sebagai fungsi θ dan V, maka didapat dU = dθ + dV Bila U sebagai fungsi θ dan P, maka didapat dU = dθ + dP Untuk mempelajari energy dalam gas, kita tinjau proses pemuaian bebas. Pada 53 proses ini tidak ada kerja yang dilakukan ataupun pertukaran kalor. Jadi, tenaga dalam system konstan. Sekarang bila dalam pemuaian bebas diusahakan supaya temperatur θ konstan, maka pada pemuaian tersebut berlaku dU = 0 dan dθ = 0. Sehingga, pernyataan dU dengan U (θ,V) dan U (θ,P) memberikan = =0 Hal ini berarti bahwa energy internal atau tenaga dalam sistem gas hanya merupakan fungsi θ saja, bila tidak ada perubahan temperatur. Hasil percobaan Rossini dan Frodsen pada tahun 1932 menunjukkan bahwa bila tekanan dibolehkan berubah maka tenaga molar gas dapat dituliskan U = f (θ) P + F (θ) 5.3. Penentuan Kapasitas Kalor Secara Percobaan Kapasitas kalor pada tekanan tetap dan volume tetap untuk bermacam-macam gas dapat ditentukan lewat eksperimen sebagaimana dijelaskan pada bab 4.4, hanya dengan sedikit perubahan karena zat yang diselidiki adalah gas. Pada pengukuran Cv, misalnya volume gas dipertahankan konstan dengan cara memasukkannya pada tabung logam. Pemanasan dilakukan melalui filament yang dililitkan pada tabung tersebut. Sedangkan yang diukur selanjutnya adalah perubahan temperature sebagai fungsi waktu. Selanjutnya kapasitas kalor dapat ditentukan lewat analisa data kalor yang diberikan dan perubahan temperature tadi. Hal yang serupa dapat dilakukan untuk menentukan Cp, hanya saja tekanan yang harus dipertahankan untuk pengukuran Cp ini. Hal ini dapat dilakukan dengan cara mengalirkan gas tersebut dan menjaga tekanannya. Hasil penentuan Cp dan Cv secara percobaan menunjukan adanya keteraturan yang besar, yaitu bahwa untuk semua gas berlaku a) Cp dan Cv hanya fungsi θ b) Cp – Cv = R = konstan c) γ = Cp/Cv > 1 dan hanya fungsi θ Untuk gas yang beratom tunggal atau eka atom, seperti He, Ne, Ar dan uap Na, 54 Cd, Hg dan uap logam. Kapasitas panasnya mempunyai sifat a) Cp dan Cv bernilai tetap untuk kisaran temperature yang besar, yang nilainya berturut-turut 5/3 R dan 3/2 R. b) γ = 5/3 dan berlaku untuk kisaran temperature yang besar. Kapasitas panas gas dwi atom, seperti H2, O2, N2, NO dan CO memiliki sifat a) Cv = 5/2 R dan Cp = 7/2 R pada temperature biasa dan bertambah bila temperature dinaikkan. b) γ = 7/5 pada temperature biasa dan berkurang bila suhu dinaikkan. Untuk gas poliatomik, seperti CO2, NH3, CH4, CCl2, nilai kapasitas panasnya bervariasi secara lebih tak teratur terhadap temperature. Orang lebih suka memakai persamaan empiris untuk menentukan nilai kapasitas panas gas, meskipun persamaan kapasitas panas dapat pula diketahui lewat persamaan eksakteoritis. Untuk daerah suhu 300 – 1500 K, misalnya, dipakai persamaan = a + b θ + c θ2 Dengan a, b dan c adalah konstan yang dapat ditentukan dan yang tergantung pada jenis gas. 5.4. Persamaan Gas Ideal Telah kita ketahui melalui pembahasan bab 5.1, bahwa pada limit tekanan menuju nol, bentuk persamaan gas umum menjadi sederhana, yaitu PV = nRθ. Gas yang demikian kita sebut sebagai gas ideal, yang merupakan gas umum pada tekanan rendah. Berdasarkan definisi tersebut, maka gas ideal memenuhi persamaan PV = nRθ Kita perlu ingat bahwa =0 (5.5) juga diambil pada tekanan rendah dan nilainya nol. Kita juga dapat menuliskan =0 (5.6) Sebab 55 = = , - P/V Sedangkan P/V tidak nol. Akibat dari persamaan (5.5) dan (5.6) adalah bahwa gas ideal memiliki tenaga dalam yang hanya tergantung pada temperature, atau U = f (θ) (5.7) Kecocokan gas ideal dengan hasil percobaan sangatlah tergantung pada keberlakuan pembatasan-pembatasan tersebut di atas pada percobaan. Sekarang, kita akan tinjau kapasitas panas gas ideal. Proses kuasistatik sistem hidrostatik memberikan bentuk hokum pertama sebagai dQ = dU + P dV Cv gas ideal, karena U = f (θ), berbentuk (5.8) Akibatnya, hokum pertama termodinamika dapat ditulis dQ = Cv dθ + P dV (5.9) Penurunan proses kuasistatik pada gas ideal dengan persamaan PV = nRθ Menghasilkan P dV + V dP = n R dθ Penyulihan P dV ke persamaan (5.9) menghasilkan dQ = (Cv + nR) dθ - V dP dan = Cv + nR – V Pada tekanan tetap, ruas kiri menjadi Cp, yang berhubungan dengan Cv sebagai Cp = Cv + nR (5.10) Jadi kita peroleh pula sebuah kenyataan tentang kapasitas kalor gas yang sesuai dengan hasil percobaan. Selain itu, dapat pula dilihat bahwa karena U hanya 56 sebagai fungsi θ, maka CV = = sebagai fungsi θ Cp = Cv + nR = sebagai fungsi θ, Dan diperoleh pula persamaan dQ = (Cv + nR) dθ - V dP atau dQ = Cp dθ - V dP (5.11) Yang dapat kita pelajari dengan uraian tentang gas ideal ini adalah bahawa gas ideal adalah gas pendekatan yang beberapa besaran fisisnya masih sesuai dengan hasil-hasil percobaan. Besaran-besaran tersebut misalnya Cp dan Cv, yang keakuannya merupakan taksiran pendekatan dari Cp dan Cv gas umum. 5.5. Proses Adiabatik Kuasistatik Bila gas ideal mengalami proses kuasistatik, maka tekanan, volume, dan temperature berubah melalui hubungan P dan V, θ atau V dan P, θ. Untuk melihat proses tersebut kita tuliskan lagi persamaan (5.9) dan (5.11), yaitu dQ = Cv dθ + P dV, dQ = Cp dθ - V dP, Pada proses adiabatic dQ = 0 P dV = - Cv dθ, dan V dP = Cp dθ, Dengan membagi persamaan kedua dengan persamaan pertama, diperoleh =Atau =-γ Kita dapat mengintegrasikan persamaan ini setelah kita tahu kelakuan γ. Pada bab yang lalu kita ketahui bahwa nilai γ berubah terhadap temperature. Untuk beberapa gas pada temperature kamar nilai γ ditunjukkan oleh Tabel 5.2 yang 57 diambil dari daftar pustaka ( ). Tabel 5.2. Cp dan Cv serta γ molar γ Cp/R Cv/R (Cp –Cv)/R He 1,66 2,50 1,506 0,991 Ne 1,64 2,50 1,520 0,970 A 1,67 2,51 1,507 1,005 Kr 1,69 2,49 1,480 1,010 Xe 1,67 2,50 1,500 1,000 H2 1,40 3,47 2,47 1,000 O2 1,40 3,53 2,52 1,010 N2 1,40 3,50 2,51 1,000 CO2 1,29 4,47 3,47 1,000 NH3 1,33 4,41 3,32 1,000 Gas Atom Tunggal Dua Atom Tiga Atom Umumnya, proses adiabatic berlangsung pada suhu yang rendah, sehingga kita dapat abaikan perubahan γ terhadap temperature. Integrasi persamaan adiabatic menghasilkan ln P = - γ ln V + tetapan Atau P Vγ = tetap (5.12) Persamaan (5.12) berlaku untuk semua keadaan setimbang gas yang dijalani melalui proses adiabatic kuasistatik. Kita akan bandingkan proses adiabatic dengan proses isotherm. Kita tinjau kemiringan kurva isotherm pada diagram PV. Dari persamaan PV = nRθ, untuk θ konstan kita dapat peroleh = - P/V Bila kita bandingkan nilai kemiringan grafik isotherm dengan adiabatic, kita 58 dapati kemiringan proses adiabatic adalah = -γ , Dengan S adalah suatu besaran yang menciri proses adiabatit. Terlihat bahwa kemiringan kurva adiabatit lebih besar dibandingkan kemiringan kurva isotherm. Jadi, kedua proses mungkin berpotongan pada diagram PV. 5.6. Tinjauan Mikroskopik Gas Ideal Secara makroskopik sesungguhnya persamaan gas ideal diturunkan dengan beberapa pengandaian tertentu. Ada dua cara peninjauan mikroskopik, yaitu pertama melalui teori kineik dan yang kedua melalui mekanika statistic. Kedua cara meninjau tersebut bersangkutan dengan kelakuan molekul system, tumbukannnya, momentumnya, tenaga internalnya dan gaya antar aksinya. Tinjauan melalui teori kinetic menekankan perincian kelakuan molekul dan dampaknya. Mekanika statistic tidak menekankan pada energy molekul. Teori kinetic dapat pula dipakai untuk mengbahas beberapa keadaan tak setimbang, sedangkan mekanika statistic tidak dapat. Lagi pula, tinjauan secara mekanika statistic lebih mengandalkan pada teori kebolehjadian. Dalam bab ini, kita hanya mengbahas pendekatan dengan teori kinetic gas. Hipotesa pokok teori kinetic gas ideal adalah a) Setiap sampel gas yang kecil memiliki jumlah molekul yang banyak yang identik. b) Molekul gas dianggap sebagai bola tegar dengan jarak rata-rata antar molekul jauh lebih besar disbanding ukuran molekul atau volume dari gas nol. c) Molekul gas tidak berantar aksi satu sama lain melalui gaya selain tumbukan. d) Tumbukan molekul gas dengan dinding secara elastis sempurna. e) Kerapatan molekul gas tetap, bila tak ada gaya eksternal. f) Tidak ada arah arah tertentu yang lebih disukai dibandingkan arah gerak yang lain. g) Kelajuan gas bervariasi dari 0 sampai kelajuan cahaya. 59 Selanjutnya kita hitung terlebih dahulu tekanan gas dengan menghitung perubahan momentumnya saat tumbukan. Kemudian, tekanan gas dapat dihitung dengan menghitung jumlah tabrakan persatuan waktu persatuan luas. Kita andaikan rapat molekul yang berlaju antara v dan v + ∆v adalah ∆n θφv, maka n θφv = rapat molekul yang berlaju antara v dan v + ∆v kali sudut ruang yang ditempati oleh molekul per sudut ruang total. Atau (nv sin θ ∆θ ∆φ) n θφv = (5.13) dengan nv adalah rapat molekul persatuan volum yang berlaju anatara v dan v + ∆v, sin θ ∆θ ∆φ adalah sudut ruang yang ditempati partikel, dan 4π adalah sudut ruang total. Volum yang bersangkutan dengan rapat molekul yang merupakan volum yang dilalui molekul adalah V = A cos θ v ∆t Sehingga, jumlah molekul persatuan luas per satuan waktu, atau fluks molekul besarnya ∆φθφv = = v∆nv sinθ cosθ ∆θ∆φ 5.14 Fluks molekul total yang datang pada arah θ didapat dengan mengintegrasikan φ dari 2π, yan hasilnya adalah ∆φθv = v ∆nv sin θ cos θ ∆θ 2π = v ∆nv sin θ cos θ ∆θ 5.15 Persamaan (5.15) bersatuan jumlah molekul persatuan luas persatuan waktu. Selanjutnya, kita hitung perubahan momentum sebuah partikel ketika bertabrakan dengan dnding. Melalui gambar 5.5, jelaslah bahwa perubahan momentum molekul saat menabrak dinding adalah m v cos θ - ( - mv cos θ ) = 2 m v cos θ 5.16 Sehingga, tekanan yang ditimbulkan oleh tabrakan antara molekul dengan dinding besarnya ∆Pθv = ∆φθv 2 m v cos θ 60 atau ∆Pθv = ( v nv sin θ cos θ ∆θ) (2 mv cosθ) = m v2 ∆nv sinθ cos2θ ∆θ Tekanan total yang ditimbulkan untuk seluruh daerah θ, dapat dihitung dengan mengintegrasikan persamaan di atas untuk θ dari 0 sampai 2π . Bila kita lakukan demikian kita peroleh hasil ∆Pv = m v2 ∆nv 5.17 Telah kita ketahui bahwa nilai v adalah bermacam macam. Maka, untuk mendapatkan tekanan total pada dindig kita harus melakukan perataan untuk seluruh daerah v yang mungkin. Mula mula kita tuliskan dulu tekanan totalnya, yaitu P = m ∑v2 ∆nv 5.18 Kemudian kita hitung nilai kuadrat purata kelajuan, yang terdefinisikan sebagai v2 = = 5.19 Dengan menyulihkan nilai v2 dari pers. (5.19) ke pers. (5.18), didapat P = n m v2 5.20 Dengan mengganti nilai n, yaitu jumlah molekul N persatuan volum V, diperoleh P = (N/V) m v2 atau P V = N mv2 5.21 Selanjutnya kita tinjau terlebih dahulu persamaan gas ideal, yang dapat ditulis sebagai PV = n R θ = N (R/NA)θ = N k θ, Dengan k = (R/NA) adalah konstanta Boltzman, yang nilainya adalah 1,381 10-23 J mol-1 k-1, dan NA adalah bilangan Avogadro. Akhirnya, bila kita samakan persamaan gas ideal dengan persamaan (5.21), 61 diperoleh hubungan N k θ = N m v2, atau k θ = mv2 5.22 Kita dapat tuliskan pula pers. (5.22) dengn bentuk k θ = mv2 5.23 Persamaan ini mengungkapkan bahwa temperatur, secara mikroskopik, adalah besaran yang bersangkutan dengan tenaga kinetik molekul rata-rata. Dengan pembahasan tadi dapat kita mengerti terjadinya penurunan temperatur gas bila gas tersebut melakukan ekspansi tanpa tambahan kalor dari luar. Pada peristiwa itu, pemuaian gas akan menyebabkan berkurangnya tenaga kinetic karena tumbukan. Sehinga, bila tanpa penambahan kalor dari luar pengurangan tenaga kinetik tadi secara makroskopik akan diterjemahkan sebagai penurunan temperatur. Hal ini cocok dengan hokum termodinamika pertama, yaitu dQ = dU + dw dQ = 0, dW = - dU. Perlu diketahui bahwa temperatur gas adalah besaran yang secara mikroskopik bersangkutan dengan tenaga total gas bukan tenaga per partikel gas. Jadi, penurunan temperatur berarti penurunan tenaga total molekuk gas, meskipun per molekul gas tenaga kinetiknya ada yang bertambah dan ada yang berkurang. Jadi jelaslah keterkaitan besaran makroskopik, misalnya temperatur merupakan besaran yang bersangkutan dengan mikroskopik, yaitu tenaga kinetik. Sebaliknya, salahlah bila dikatakan bahwa bila temperatur naik tenaga tiap-tiap molekul bertambah. 62 Soal-Soal 1. Udara di dalam suatu silinder bertekanan satu atmosfer di atasnya diberi piston yang dapat bergerak tanpa gesekan yang massanya dapat diabaikan. Panjang silinder 76 cm. Bila di atas silinder dituangkan air raksa, maka tentukanlah tinggi kolom udara saat air raksa tumpah. 2. Tunjukkanlah banyaknya kalor yang dipindahkan selama proses kuasistatik infinitesimal adalah dQ = (Cv/nR) V dP + (Cp/nR) P dV dan turunkanlah dari persamaan tersebut persamaan proses adiabatic. 3. Gas ideal bervolum 0.05 m3 dan bertekanan 2 105 Pa mengalami pemuaian adiabatic kuasistatik sehingga tekanannya menjadi 5 104 Pa, dengan γ = 1,4. Tentukanlah kerja yang dilakukan. 4. Turunkanlah persamaan berikut pada proses adiabatic kuasisttatik (a) θ Vγ-1 = tetap (b) θ P(1-γ)/γ = tetap (c) W= 1– 5. Suatu gelembung air keluar dari dalam air ke permukaan air. Tekanan di dasar air 0,5 atm dan jari-jari gelembung 2 cm. Tentukanlah jari-jari ketika sampai dipermukaan bila (a) Proses naiknya gelembung ke permukaan adalah proses isotherm (b) Proses naiknya gelembung ke permukaan adalah proses adiabatic dengan γ = 1,4. 63 BAB VI MESIN DAN HUKUM KEDUA TERMODINAMIKA 6.1. Konversi Kalor menjadi Tenaga Pada bab 4 telah kita pelajari bahwa bila kita berikan kalor kepada suatu system, maka kalor tersebut dapat dipakai untuk melakukan perubahan tenaga internal dan kerja luar. Pernyataan ini terumuskan di dalam hukum pertama termodinamika. Andaikata temperatur sistem tetap, maka seluruh kalor yang diberikan kepada sistem mungkin dipakai untuk kerja atau usaha luar, misalnya gas yang melakukan proses isothermal dan menyerap kalor. Andaikata volum tetap, maka kalor yang diberikan kepada sistem akan dipakai untuk menaikkan temperatur sistem, sehingga tenaga dalam sistem bertambah. Pada contoh tersebut di atas, kalor yang diberikan kepada suatu sistem telah dipakai untuk melakukan kerja maupun dipakai untuk mengubah tenaga dalam sistem. Namun di dalam pengubahan kalor menjadi kerja proses hanya berlangsung satu arah, artinya setelah perubahan kalor menjadi kerja berlangsung maka proses berhenti. Gas yang dipanasi secara isothermal akan memuai hingga seluruh kalor dipakai untuk kerja. Namun, pemuaian itu terhenti setelah tekanan gas sama dengan tekanan udara luar. Dalam proses satu arah semacam itu tidak ada masalah kalor diubah seluruhnya menjadi kerja atau sebaliknya. Bila kita diinginkan suatu proses yang secara terus menerus mengubah kalor menjadi kerja, maka kita harus mengembalikan sistem dari keadaan akhir ke keadaan awal. Jadi yang kita perlukan adalah suatu proses keliling, daur atau siklus. Di dalam suatu daur, terjadi proses yang terus menerus berjalan dari keadaan awal ke keadaan akhir yang hasilnya adalah pengubahan kalor menjadi kerja luar. Jadi, suatu daur terdiri atas sederetan proses yang memungkinkan aliran kalor dari atau kepada sistem. Jumlah kalor yang diserap kita beri lambing Qh, jumlah kalor yang dibuang Qc, dan kerja yang dilakukan oleh sistem W. Ketiga huruf tersebut bernilai positif bersatuan sama, kecuali disebut secara khusus. Bila Qh lebih besar Qc dan kerja dilakukan oleh sistem karena bersentuhan dengan tandon panas, maka sistem ini disebut sebagai mesin kalor. Keluaran dari mesin 64 ini adalah kerja. Masukan dari mesin ini adalag Qh, yang diserap dari tendon panas. Efisiensi mesin kalor didefinisikan sebagai Efisiensi termal = atau = 6.1 Mengingat hukum pertama, kita punya hubungan Qh – Qc = W. Sehingga, pers. (6.1) dapat dinyatakan sebagai = atau = 6.2 Pers. (6.2) ini menunjukka bahwa untuk mengubah seluruh kalor menjadi tenaga atau kerja luar, maka panas yang dibuang Qc haruslah nol. Bila kita berhasil membuat suatu mesin tanpa mengadakan pembuangan kalor, maka mesin tersebut memiliki efesiensi 100 persen. Di dalam praktek pemasukan kalor ke dalam mesin dapat dilakukan di dalam silinder mesin. Mesin bensin, mesin diesel, dan motor bakar pada umumnya masuk pada jenis tersebut. Namun, dapat pula pemasukan kalor ke dalam mesin dilakukan dari luar mesin. Mesin uap dan mesin stirling adalah jenis mesin yang memakai cara ini. Masing-masing jenis tersebut memiliki kelebihan dan kekurangan. 6.2 Beberapa Mesin Kalor Untuk memberikan contoh secara lebih mendetail tenang mesin kalor, berikut dibahas beberapa mesin yang lazim dipakai, yaitu: a) Mesin Stirling b) Mesin Uap c) Motor Bakar. 65 a) Mesin Stirling Mesin ini memiliki dua silinder berpiston yang dihubungkan dengan poros yang sama, sehingga dua pistonnya dapat bergerak dengan fase yang berbeda. Sebuah silinder bersentuhan dengan ruang bakar, sedangkan silinder yang lain bersentuhan dengn ruang dingin. Antara dua silinder tersebut dihubungkan oleh penghalang kalor, atau regenerator yang berfungsi untuk menjaga benda temperatur ruang bakar dengan tendon dingin atau ruang dingin. Pada proses 1 ke 2 terjadi pemampatan gas dingin. Piston pada silinder dingin bergerak ke atas, sementara piston pada silinder panas tetap. Proses ini didekati secara isotherm pada temperatur θc, dan kalor dikeluarkan pada proses ini sebesar Qc. Pada proses 2 ke 3, gerakan piston pada silinder dingin menyebabkan gerakan piston pada silinder panas dengan arah sebaliknya. Proses ini terjadi pada volum tetap. Gas dingin dipaksa memasuki bagian yang bertemperatur kebih tinggi. Untuk itu regenerator harus memberikan kalor sejumlah Qr kepada gas. Selanjutnya, pada proses 3 ke 4, piston pada silinder panas mengadakan pemuaian isoterm, sementara piston pada silinder dingin tetap. Pada proses ini kalor sebesar Qh diserap dari ruang bakar pada temperatur θh. Akhirnya, pada proses 4 ke 1, piston pada silinder panas bergerak menekan gas yang disertai pula gerakan piston pada silinder dingin pada arah sebaliknya. Gas panas dipaksa bergerak dari silinder panas ke silinder dingin. Gas lewati regenerator memberikan kalor sejumlah Qr, yaitu kalor yang sama yang diserap oleh gas dingin pada proses 2 dan 3. Proses ini berlangsung pada volum tetap. Dengan menghitung kerja yang dilakukan pada daur Stirling, jumlah kalor yang dimasukkan dan yang dikeluarkan, maka kerja neto yang dihasilkan oleh mesin dapat diketahui dan efisiensi mesin dapat ditentukan. Bila hal ini kita lakukan, maka efisiensi mesin Stirling dapat dinyatakan dengan bentuk = 6.3 Mesin Stirling memiliki efisiensi yang tinggi, tetapi pembuatannya memakan biaya yang tinggi dan dipandang kurang praktis untuk keperluan mesin kalor sekarang. Meskipun begitu, mesin ini pernah pula dipakai untuk mesn mobil. 66 b) Mesin Uap Mesin uap juga menggunakan pembakaran diluar silinder mesin. Namun mesin ini bekerja lebih rumit dibandingkan dengan mesin Stirling. Mesin ini bekerja berdasarkan perubahan tekanan dan volum uap, tidak hanya saat menjadi uap tetapi juga saat mengembun. Air yang mengembun, yang berasal dari uap yang bertekanan kurang dari tekanan atmosfer dan bertemperatur lebih rendah dari pada titik didih normal, dimasukkan ke dalam ketel dengan ditekan. Seelanjutnya air tersebut dipanasi hingga mendidih dan diuapkan pada tekanan tetap. Uap ini kemudian dipanasi sehingga temperaturnya tinggi tetapi tekanannya tetap. Uap ini selanjutnya dimasukkan ke dalam silinder mesin untuk mendorong piston atau sudu turbin. Akhirnya uap tersebut temperatur dan tekanannya menurun ke nilai pengembunan. Selanjutnya proses pengembunan ini membawa uap menjadi air yang bertemperatur sama seperti saat dimasukkan ke dalam ketel. Diagram PV pendekatan untuk mesin uap dan skema disainnya disajikan oleh gambar 6.2. Pada diagram PV siklus dapat kita bagi atas proses 1 ke 2, 2 ke 3, 3 ke 4, 4 ke 5, 5 ke 6, dan 6 ke 1. Pada proses 1–2, air yang berbentuk cairan jenuh dikompresi secara adiabat hingga tekanannya sama dengan tekanan ketel. Selanjutnya air tersebut dipanasi secara isobar hingga mendidih, yaitu pada proses 2–3. Setelah itu, secara isobar dan isoterm air diuapkan hingga menjadi uap jenuh, yaitu pada proses 3–4. Kemudian, pada proses 4-5, uap dipanasi hingga temperatur tinggi θh. Pada proses 5-6, uap dimasukkan ke dalam silinder hingga terjadi pemuaian adiabat. Uap menjadi uap basah. Akhirnya, pada proses 6-1 uap basah tadi mengembun menjadi air jenuh secara isoterm dan isobar pada temperatur θc. Selama satu daur, kalor sejumlah Qh diserap ketika penguapan dan pemanasan, atau proses 2-3, 3-4, dan 4-5. Pada pengembunan, proses 6-1, panas sejumlah Qc dibuang. Jelaslah, bahwa kalor yang dibbuang ini selalu titik nol, sehingga selalu Qh tidak dapat seluruhnya diubah menjadi kerja W. Dengan kata lain, efisiensi mesin selalu lebih kecil dari 100 persen. 67 Analisa matematis untuk menentukan besarnya efisiensi mesin uap tidaklah sederhana dilakukan karena adanya beberapa faktor yang tak dapat dihitung seperti adanya gesekan, percepatan piston, adanya hantaran kalor ke silinder, dan adanya hantaran kalor ke benda lain. Meskipun demikian, mesin ini masih dipandang mudah pembuatannya, sehingga masih banyak dipakai di mana-mana sampai sekarang. c) Motor Bakar Pada motor bakar, kalor dimasukkan ke dalam silinder melalui pembakaran bahan bakar di dalamnya. Jadi, kalor dimasukkan secara internal. Ada lima proses termodinamik di dalam silinder. Yang pertama adalah proses penghisapan bahan bakar oleh piston ke dalam silinder. Yang kedua adalah proses penempatan gas oleh piston. Pada proses ini tekanan dan temperatur naik dengan cepat. Yang ke tiga adalah proses pembakaran. Saat itu tekanan dan temperatur naik dengan cepat tetapi volum tetap. Yang ke empat adalah proses daya. Pada proses ini piston terdorong dengan cepat oleh tekanan gas yang terbakar. Kemudian, pada proses ke lima, gas hasil pembakaran mengalir keluar karena perbedaan tekanan dengan tekanan udara luar. Gas tersebut masih bertemperatur tinggi. Akhirnya, pada proses yang ke enam, piston menekan gas sisa hasil pembakaran ke luar. Proses ini disebut juga proses pembuangan. Pendekatan terbaik untuk daur motor bakar adalah daur otto, yang dilukiskan oleh gambar 6.4, dengan bahan bakar dianggap gas ideal. Setiap proses pada daur otto adalah kuasi statik. Sehingga, efisiensi mesin dapat dihitung dengan mudah. Urutan proses pada daur Otto adalah sebagai berikut: 5-1 Proses hisap isobar dari volum nol ke volum V1. Gas memenuhi persamaan P0V1 = b R θ1, P0 adalah tekanan awal dan θ1 temperatur gas. 4-2 Proses pemampatan adaiabat. Temperatur naik dari θ1 ke θ2, sedangkan volum berubah dari V1 ke V2. Jadi, berlaku persamaan θ1 θ2 68 2-3 Proses pembakaran. Pada proses ini kalor sebesar Qh dimasukkan ke dalam sistem pada kedudukan piston tetap, sehingga temperatur berubah dari θ1 ke θ3. 3-4 Proses pemuaian adiabat yang disertai dengan penurunan temperatur dari θ3 ke θ4. Pada proses ini, berlaku 4-1 Proses penurunan tekanan dengan cara mengadakan pembuangan kalor sebesar Qc. Pada proses ini katup pembuangan terbuka. 1-5 Proses pembuangan isobarik, yaitu penekanan gas dari volum V1 ke volum nol oleh piston saat katup pembuangan terbuka. Pada daur Otto, penyerapan kalor berlangsung pada proses 2-3 dan pembuangan kalor berlangsung pada proses 4-1. Oleh sebab itu dilepaskan Qc dan kalor yang diserap Qh besarnya , . Sehingga efisiensinya dapat ditulis . Kedua proses adiabat pada daur otto memberikan , . Setelah dua persamaan tersebut dikurangkan, didapat ( atau . Jadi, efisiensinya, µ dapat dinyatakan sebagai 69 jumlah kalor yang γ untuk motor besin besarnya sekitar 1,5. Sehingga, dengan mengambil nilai r tertentu, kita dapat memperoleh nilai efisiensi yang diinginkan. Meskipun demikian efisiensi mesin besin tidak dapat ditingkatkan secara sekehendak sebab r tidak dapat melampaui nilai 10. Di atas nilai r = 10 dapat terjadi pembakaran walaupun tanpa percikan api. Mesin yang juga masuk pada jenis motor bakar adalah mesin diesel. Pada mesin ini pembakaran terjadi karena gas bakar dimampatkan pada tekanan tertentu. Jadi, pembakaran dapat diandaikan terjadi secara isobar, seperti ditunjukkan oleh proses 2-3 pada gambar 6.5. Pada saat itulah kalor dimasukkan ke dalam mesin. Pemuaian atau ekspansi terjadi secara adiabat, proses 3-4. Proses 4-1 terjadi pembuangan kalor. Panas keluar secara isokor karena perbedaan temperatur dan tekanan. Akhirnya pada proses 1-5 gas ditekan keluar oleh piston saat katup pembuangan terbuka. Bila kalor yang dimasukkan pada proses isobar adalah Qh dan kalor yang dikeluarkan adalag Qc, maka efisiensi mesin diesel dapat dihitung dengan mudah. Besarnya efisiensi termalnya adalah – , dengan rθ = (V1/V3) adalah nisbah pemuaian dan rc = (V1/V2) adalah nisbah pemampatan. Efisiensi mesin diesel dapat ditingkatkan melebihi efisiensi mesin bensin, karena rθ dan rc dapat diubah-ubah secara lebih leluasa dibandingkan nilai r pada mesin bensin. Efisiensi yang kita hitung untuk motor bakar, dalam praktek selalu lebih besar efisiensi kenyataan. Hal ini disebabkan perhitungan tentang efisiensi didasarkan atas keadaan idea. Gesekan, aliran turbulensi gas, dan hantaran kalor kepada dinding adalah beberapa hal yang tidak dihitung dalam penentuan efisiensi. Pada motor bakar yang kita bahas, setiap empat langkah piston terjadi satu langkah daya. Mesin yang demikian disebut sebagai mesin 4 langkah. Selain itu dapat pula dibuat suatu mesin yang setiap dua langkah piston menghasilkan satu langkah daya. Mesin yang demikian dikenal dengan mesin 2 langkah. 70 6.3 Mesin Pendingin Fungsi mesin pendingin berlawanan dengan mesin kalor. Mesin pendingin bekerja untuk mengambil kalor sebanyak-banyaknya dari suatu tandon panas dan membuangnya kesuatu tandon yang lebih panas. Jadi, hasil neto mesin ini adalah penyerapan kalor dari suatu tandon yang temperaturnya lebih rendah. Mesin pendingin dengan demikian bekerja dengan daur yang sama dengan mesin kalor namun arah perputaran daur berlawanan. Salah satu jenis mesin pendingin adalah mesin pendingin yang memakai daur Stirling. Proses 1-2 terjadi pemampatan gas panas secara adibat. Pada proses ini sejumlah kalor Qh dilepaskan ke tandon panas. Pada proses 2-3 piston pada silinder panas menekan gas sehingga piston pada silinder dingin bergerak berlawanan. Volum silinder panas dan silinder dingin totalnya tetap. Gas panas melewati regenerator memberikan kalor sejumlag Qr padanya. Pada proses 3-4, piston pada silinder panas pada posisi tetap, sedangkan piston pada silinder dingin memuai secara isoterm pada temperatur θc. Pada proses ini, mesin menyerap kalor sebesar Qc dari tandon dingin, atau yang suhunya lebih rendah. Akhirnya pada proses 4-1, kedua piston bergerak dengan arah berlawanan dengan volum total dua silider tetap. Piston pada silinder dingin menekan gas dingin sehingga gas tersebut melewati regenerator mengambil panas sejumlah Qr darinya. Hasil total dari daur adalah penyerapan kalor sejumlah Qc yang dibuang ke tandon panas. Mesin stirling semacam itu masih dipakai untuk pendinginan pada temperatur rendah. Untuk pendinginan pada temperatur kamar orang tidak lagi memakai mesin Stirling, tetapi orang memakai mesin pendingin dengan daur mesin uap. Kalor yang akan diangkut dari suatu tandon dipakai untuk menguapkan suatu cairan pendingin, misalnya freon atau alkohol, kemudian pembuangan kalor ke tandon panas dilakukan dengan pengembunan cairan tersebut. Jadi, mula-mula cairan yang mudah menguap diturunkan tekanan dan temperaturnya. Selanjutnya cairan tadi dilewatkan tandon yang akan diambil kalornya. Cairan tersebut menguap, menyedot panas dari tandon sebesar Qc. Uap tersebut ditekan secara adiabat ke temperatur yang lebih tinggi. Uap tersebut mengembun dengan dan 71 kalor sebesar Qc dilepaskan ke tandon yang temperaturnya lebih tinggi secara isobar. Bila dalam suatu daur pendingin kalor diserap sebesar Qc dari tandon dingin dan kerja yang diperlukan untuk menjalankan mesin pendingin sebesar W, maka koefisien pendinginnya didefinisikan sebagai atau, . 6.3 Nilai adalah jelas dapat lebih besar dari satu. Semakin besar nilai ω berarti semakin baiklah pndinginan. Bilai nilai 10 berarti kalor yang dibuang besarnya sepuluh kali kerja yang dilakukan oleh pendingin. Bila kerja semacam itu dilakukan oleh suatu motor dengan tenaga 5 kJ, maka panas yang dipindahkan oleh mesin pendingin adalah 50 kJ. 6.4 Beberapa Rumusan Hukum Kedua Termodinamika Pada bab 6.2 telah kita bahas proses pengubahan kalor menjadi kerja melalui dua tandon panas yang bertemperatur tinggi, diubah menjadi kerja oleh mesin kalor, dan sisa panas dibuang ke tandon yang bertemperatur lebih rendah. Hasil pembahasan kita menunjukkan bahwa pada pengubahan kalor menjadi kerja, selalu dihasilkan kalor yang dibuang. Jadi, tak pernah ada mesin yang dapat mengubah seluruh kalor yang diserap menjadi kerja. Ungkapan di atas telah pula dirumuskan oleh Kelvin dan Planck, yaitu: Tidak ada suatu proses yang dapat berlangsung terus menerus yang hasilnya adalah penyerapan kalor dari suatu tandon dan mengubahnya mejadi kerja seluruhnya. Pernyataan tersebut dikenal sebagai rumusan hukum kedua termodinamika dari Kelvin-Planck. Pernyataan Kelvin-Planck tersebut tidak bertentangan dengan hukum termodinamika pertama. Kalau hukum pertama menceritakan sifat kekekalan tenaga, maka hukum kedua menceritakan tentang pemakaian tenaga dalam bentuk 72 khusus, yaitu dari bentuk kalor menjadi bentuk kerja. Hukum pertama menolak adanya penciptaan tenaga, sedangkan hukum kedua menolak pemakaian tenaga dalam bentuk khusus. Jadi, kedua hukum tersebut berdiri sendiri. Pada pesawat pendingin, kita melihat hal yang mirip dengan kejadian pada mesin kalor, yaitu bahwa untuk membawa kalor dari tandon dingin, yang bertemperatur lebih rendah, kesuatu tandon panas, yang bertemperatur tinggi, selalu diperlukan kerja dari luar. Clausius menyatakan hal ini dengan pernyataan bahwa tidak ada proses yang mungkin berlangsung hanya memindahkan kalor dari tandon dingin ke tandon panas. Pernyataan ini adalah juga merupakan rumus hukum kedua termodinamika. Untuk menunjukkan bahwa kedua pernyataan, yaitu pernyataan Kelvin-Planck dan Clausius, setara, kita dapat memikirkan hubungan kebenaran antara dua pernyataan tersebut. Bila peryataan Kelvin-Planck salah, maka salah pulalah pernyataan Clausius. Sebaliknya, bila pernyataan Kelvin-Planck benar maka benar pulalah pernyataan Clausius. Bila hubungan pernyataan tersebut tidak memenuhi hubungan tersebut, maka jelas bahwa pernyataan Kelvin-Planck dan Clausius adalah dua pernyataan yang saling asing, atau tak gayut satu sama lain. Marilah kita tinjau suatu mesin pendingin dengan kerja dari luar nol. Jelaslah bahwa mesin pendingin ini menyalahi pernyataan Clausius. Bila kita buat mesin kalor dengan daur serupa dengan mesin pendingin tersebut, maka ini berakibat, dalam bahasa mesin kalor, kedua tandon bertemperatur sama. Sebaliknya, kita tinjau mesin kalor yang mengubah seluruh kalor menjadi kerja, jelas bahwa mesin ini menyalahi pernyataan Kelvin-Planck. Maka, mesin pendingin yang berdaur serupa dengan mesin kalor tadi akan memindahkan kalor dari temperatur rendah ke tandon dengan temperatur yang lebih tinggi tanpa kerja dari luar. Hal ini sama saja atinya dengan menyatakan bahwa kalor dapat mengalir dari tempat yang bertemperatur rendah ke tempat yang bertemperatur lebih tinggi dengan sendirinya. Jelas ini pernyataan yang salah. Jadi, kita dapat berkesimpulan bahwa pernyataan Kelvin-Planck dan Clausius haruslah sama. 73 Soal soal 1. Suatu gas menjalani daur sebagai berikut: Proses 1-2, gas menjalani isobar dari volum 3 10-3 m3 ke 10-3 m3, maka tekanan 2 105 Pa. Proses 2-3, gas menjalani proses isokor sehingga tekanannya naik menjadi dua kali semula. Proses 3-4, gas menjalani proses isobar ke volum mula mula. Proses 4-1, gas menjalani proses isokor. a) Tentukanlah proses yang melibatkan aliran kalor. b) Hitunglah efisiensinya c) Hitunglah daya yang dihasilkan bila suatu mesin kalor menjalani proses tersebut dengan 1400 putaran per menit. 2. Turunkanlah efisiensi mesin mesin berikut a) mesin Stirling b) mesin diesel 3. Tunjukkan bahwa koefisien pendinginan mesin pendingin Stirling adalah 4. Sebuah hambatan listrik dilalui arus. Pada hantaran temperaturnya ternyata selalu tetap. a) Apakah ini bertentangan dengan hukum termodinamika kedua? Jelaskan b) Bila hambatan diganti dengan motor listrik dari katrol, maka temperatur motor tidak bertambah. Bertentangankah ini dengan hukum termodinamika kedua? Jelaskan. 5. Gas beratom tunggal sejumlah 0,1 mol berada pada suatu silinder bertekanan 30 Pa dan bervolum 0,4 m3, menjalani proses menurut garis lurus pada diagram PV, yaitu P = - 0,4 V + 20 Pa. a) Nyatakan θ sebagai fungsi V dan tentukanlah nilai maksimum θ b) Tentukanlah nilai V ketika θ maksimum, yaitu V0 c) Kalor yang dipindahkan sepanjang proses dari volum awal ke V0 74 BAB VII DAUR CARNOT DAN KETERBALIKAN 7.1 Keterbalikan Sejauh ini, kita hiraukan masalah antar aksi sistem yang kita tinjau dengan lingkungannya. Antar aksi inilah sebenarnya yang menjaga keadaan sistem untuk kembali ke keadaan awalnya. Dalam kaitan dengan proses untuk kembali ke keadaan awalnya tersebut kita pakai istilah proses dapat balik atau terbalikan dan proses tak dapat balik atau tak terbalikkan. Beberapa proses tak dapat balik dapat kita jumpai dengan mudah. Tinta yang tertetes dikertas, ledakan bom dan pembakaran bensin di dalam mesin adalah contoh-contoh yang baik proses tersebut. Yang kita lihat dalam proses tersebut adalah bahwa selama proses berlangsung terjadi perubahan keadaan termodinamika yang sedemikian rupa sehingga tak ada cara apapun untuk mengembalikkan sistem ke keadaan awalnya. Sekarang kita tinjau sistem hidrostatik, misalnya gas dalam silinder tegak dengan piston yang dapat bergerak tanpa gesekan dan massa piston dapat diabaikan. Dinding piston adalah dinding diaterm. Pada piston sedikit demi sedikit kita beri beban sehingga posisinya berubah secara isoterm. Kemudian, setelah itu, kita ambil beban pada piston sedikit demi sedikit pula secara isoterm, sehingga piston kembali ke keadaan semula. Proses semacam ini disebut proses dapat balik.. Bila kita bandingkan contoh tentang bom meledak dan contoh tentang piston di dalam silinder di atas, maka kita dapat mengatakan bahwa suatu proses dapat balik ialah proses yang tidak melibatkan aliran atau perubahan kalor baik pada sistem, maupun pada lingkungannya dan sistem dapat kembali ke keadaan semula. Jadi, jelaslah bahwa proses dapat balik memerlukan syarat kuasistatik. Yang dimaksudkan dengan lingkungan adalah termasuk di dalamnya tandon kalor dan di luarnya. Sehingga, total perubahan kalor selama proses dapat balik berlangsung di sistem dan lingkungan sistem nol. Bila syarat tersebut tidak dipenuhi maka proses disebut sebagai tak dapat balik atau tak terbalikkan. 75 Pertanyaan yang muncul selanjutnya adalah tentang proses yang terjadi di alam. Adakah proses dapat balik di alam? Hasil pengamatan menunjukkan bahwa proses di alam terjadi secara tak terbalikkan. Hal ini dapat dimengerti dengan mengamati berlakunya syarat keterbalikkan pada suatu proses. Bila syarat keterbalikkan tidak dipenuhi, maka proses adalah tak terbalikkan. Proses tak dapat balik sering melibatkan kerja mekanis dari luar. Kita tinjau proses deformasi zat padat tak kenyal pada proses isoterm. Untuk mengadakan keadaan isoterm, sistem dikontakkan denggan tandon kalor. Supaya sistem dan lingkungannya dapat kembali ke keadaan awal tanpa menimbulkan perubahan kalor, maka kerja yang dilakukan haruslah diubah seluruhnya diubah menjadi kalor, atau sejumlah kalor harus dialirkan dari tandon dan diubah seluruhnya menjadi kerja. Hal ini tidak mungkin karena bertentangan dengan hukum kedua termodinamika. Jadi, jelaslah bahwa proses tersebut tak dapat balik. Proses yang serupa yang tak dapat balik yang melibatkan kerja mekanis merupakan tanda bahwa proses yang berlangsung adalah tak dapat balik. Proses-proses semacam ini adalah masuk pada kategori proses yang sulit ditangani. Beda proses ini dengan proses dapat balik yang sebelumnya adalah bahwa proses ini melibatkan kerja internal atau perubahan internal, bukan kerja eksternal. Jadi, proses tak dapat balik dapat melibatkan faktor eksternal maupun internal baik faktor mekanis maupun termal atau faktor faktor lain seperti proses kimia maupun perubahan spontan keadaan sistem. Masalah tentang keterbalikan di sini justru dibahas lewat keterbalikan, karena dengan membahas keterbalikan, masalah tersebut dapat mudah dimengerti. Selain itu, kita dapat mengerti bahwa untuk mengusahakan proses dapat balik, umumnya kita harus mengatur sistem. 7.2 Syarat Keterbalikan Akibat hukum kedua termodinamika adalah bahwa proses yang berlangsung secara spontan selalu tak dapat balik. Namun, kita juga melihat bahwa munculnya proses tak dapat balik tadi ditandai dengan adanya proses serapan dan terlanggarnya syarat kesetimbang termodinamik selama proses berlangsung. Oleh karena itu, upaya untuk membuat supaya suatu proses dapat balik adalah merupakan upaya terhadap pemenuhan syarat tersebut. 76 Jadi, dengan demikian, kita dapat simpulkan bahwa suatu proses akan dapat balik atau terbalikan bila proses tersebut dilakukan secara kuasistatik dan tak disertai serapan. Karena umumnya syarat ini tak dapat dipenuhi, maka proses dapat balik sesungguhnya hanyalah pengidealan dari proses tak dapat eksternal adalah pengadukan cairan secara tak teratur dan isoterm, pemindahan aliran listrik secara isoterm histerisis megnetik bahan yang bersentuhan dengan tandon kalor. Tentunya masih banyak lagi proses yang serupa di alam ini. Kelompok lain, yang juga menampilkan proses yang tak dapat balik, adalah kelompok yang terisolasi secara adiabat, misalnya pengadukan secara tak terauur cairan kental yang terseka termal, deformasi zat padat tak kenyal yang tersekat termal, pemindahan aliran listrik melalui hambatan yang tersekat termal, dan masih banyak lagi yang lain. Pada kelompok ini di dalam proses terjadi perubahan temperatur. Supaya sistem dan lingkungan ke keadaan awal, tenaga internal sistem harus berkurang, sehingga temperatur turun sebanding bengan perubahan tersebut. Kalor yang dipakai untuk menurunkan temperatur tersebut haruslah diubah menjadi kerja seluruhnya, atau, bila tak demikian, sistem tak dapat ke keadaan awalnya. Namun, hal ini bertentangan dengan hukum termodinamika ke dua, maka proses semacam ini adalah juga proses yang tak dapat balik. Proses tak dapat balik yang lain adalah pross pemuaian bebas gas ideal, gas menerobos melalui sumbat yang berpori, dan pecahnya lapisan sabun ketika ditusuk. Pada kelompok ini, kerja haruslah dilakukan secara isoterm untuk mengembalikkan sistem ke keadaan awalnya. Jelaslah, bahwa kerja tersebut berasal dari pengubahan kalor yang diserap dari tandon secara 100 persen. Jadi proses ini melibatkan proses yang menentang hukum kedua termodinamika. Adanya difusi, reaksi kimia dan perubahan fase, juga balik dengan menjaga syarat kuasistatik dan nir serapan seketat mungkin. Oleh karena itulah, di dalam termodinamika, anggapan tentang proses dapat balik ini sebenarnya sama dengan anggapan di dalam ilmu mekanika, misalnya tentang pegas tak bermassa, benda bergeometri titik dan silinder meluncur tanpa gesekan. Di dalam laboratorium, pada suatu proses dapat dibuat kondisi sehingga mendekati kondisi yang dapat balik. Tandon kalor misalnya adalah suatu benda 77 dengan temperatur tertentu yang massanya sangat besar, sehingga perubahan kalor yang masuk maupun keluar tidak mengubah koordonat termodinamikanya. Perubahan kalor padanya, oleh sebab itu, dapat kita anggap sebagai perubahan kalor yang terbalikkan, atau yang dapat balik. Pada proses aliran arus listrik lewat rangkaian luar misalnya dapat pula kita buat terbalikkan. Andaikan arus tadi melalui hambatan listrik dan memutar motor listrik dengan tanpa disipasi, maka proses menjadi terbalikkan. Namun bila disipasi ini ada, misalnya hambatan rangkaian listrik menjadi cukup besar, maka syarat keterbalikan menjadi terlanggar. Jadi, walaupun di alam proses tak dapat balik ini tidak ada, namun konsep keterbalikan adalah konsep yang sangat penting untuk memahami proses proses termodinamik yang ada. 7.3 Daur Carnot Ada beberapa hal yang membuat daur carnot perlu dibicarakan secara khusus. Daur Carnot adalah daur ideal sederhana yang dapat mudah dimengerti dalam kaitannya dengan keterbalikan. Daur Carnot, selain itu, dapat diterapkan pada sistem baik zat padat, zat cair dan gas. Keistimewaan yang lain dari daur Carnot adalah karena daur tersebut memakai proses dapat balik adiabat dan isoterm. Gambar daur Carnot pada diagram PV disajikan oleh gambar 7.1. Daur Carnot memiliki dua proses adiabat dan dua proses isoterm yang terbalikkan. Pada proses 1-2, sistem menjalani proses isoterm dapat balik yang berupa pembuangan kalor, sebesar Qc pada proses 2-3, sistem menjalani kompresi atau pemampatan adiabat. Temperatur sistem berubah dari θc menjadi θh. Pada proses 3-4, panas masuk sebesar Qh ke dalam sistem. Proses ini berlangsung secara isoterm dapat balik. Akhirnya, sistem kembali ke keadaan semula melalui proses ekspansi adiabat dapat balik. 78 P 3 4 2 1 V Gambar 7.1 Daur Carnot pada digram PV Efisiensi mesin Carnot dapat dihitung dengan mudah, yaitu 7.1 Untuk menunjukkan bahwa efisiensi mesin Carnot seperti yang terumuskan pada pers. (7.1), kita hitung Qh dan Qc. Namun karena Qh dan Qc terjadi pada proses isoterm, berarti dU = 0 . Jadi Qh dan Qc tidak lain adalah kerja isoterm yang bersangkutan. Besarnya kerja isoterm tersebut adalah . Melalui persamaan adiabat, kita peroleh . Dengan menyulihkan Qh, Qc, dan V4 dan V3 ke persamaan efisiensi, maka akan di dapat persamaan efisiensi mesin Carnot, yang dinyatakan oleh persamaan (7.1) Hal yang sangat penting pada daur Carnot adalah bahwa tersebut memiliki efisiensi yang maksimum. Hal ini disebabkan karena seluruh kalor yang diserap dan dilepaskan terjadi secara isoterm dapat balik, sedangkan kompresi dan ekspansinya terjadi secara adiabat. Dan juga, mesin Carnot bekerja hanya dengan dua tandon panas yang bertemperatur berbeda. Dapat ditunjukkan, bila ada mesin yang bekerja dengan hanya dua tandon 79 panas dan prosesnya terbalikkan pastilah mesin tersebut adalah mesin Carnot. Selain itu, kita juga melihat bahwa pada mesin Carnot tidak dapat dibuat Qc nol. Oleh sebab itulah efisiensi mesin tak dapat melampaui 100%. Apabila daur Carnot dipakai sebagai daur mesin pendingin, maka koefesien pendinginnya adalah . 7.4 Kesamaan Temperatur Gas Ideal dan Temperatur Kelvin Sejauh ini, kita telah menggunakan skala temperatur gas ideal yang ditetapkan berdasarkan sifat gas pada tekanan rendah, yaitu Pada skala kelvin, skala ditetapkan sedemikian rupa sehingga skala tersebut tidak bergantung pada sifat jenis termometer tertentu, penetapan skala temperatur kelvin tadi dipilih berdasarkan perbandingan kalor yang dipindahkan pada temperatur T dengan kalor yang dipindahkan pada titik tripel air yang dibatasi oleh dua permukaan adiabat yang sama. Jadi, skala temperatur kelvin terdefinisikan sebagai yang dibatasi oleh dua permukaan adiabat yang sama. Untuk mengukur temperatur di dalam skala kelvin, kalor yang dipindahkan yaitu Q dan QTP haruslah diketahui besarnya. Bila besarnya Q nol, maka besarnya T = 0 adalah nol. Dari sinilah orang mendapatkan pengertian tentang temperatur nol mutlak. Jadi, temperatur nol mutlak adalah temperatur pada proses isoterm dapat balik yang dibatasi oleh sepasang permukaan adiabat, yang pada proses tersebut tidak terjadi perpindaha kalor. Jelaslah, definisi nol mutlak tidak tergantung pada jenis atau sifat khusus zat dan bahkan tidak ada sangkut pautnya dengan energi internal sistem. Kita andaikan sekarang bahwa gas ideal menjalani daur Carnot dengan temperatur saat terjadi aliran kalor Q adalah θ dan temperatur saat terjadi 80 aliran kalor QTP adalah θTP. Maka, mengingat persamaan (7.1), kita dapatkan Karena Maka θ=T, 7.2 atau temperatur gas ideal sama dengan temperatur kelvin Soal soal 1. Sebuah kawat ditarik oleh gaya sehingga memanjang, Tentukanlah syaratnya supaya proses tersebut isoterm dapat balik. 2. Tentukanlah apakah proses berikut ini dapat dikategorikan sebagai proses dapat balik. a) Hambatan listrik yang dialiri arus tetapi temperaturnya selalu tetap. b) Piston yang melakukan ekspansi dengan cepat c) Bola yang jatuh ke atas balok es dan memantul dengan sempurna ke tinggi asalnya. 3. Manakah yang lebih efektif untuk menaikkan efisiensi suatu mesin Carnot, menaikkan temperatur kalor masuk dengan temperatur kalor buang tetap, atau menurunkan temperatur gas buang dengan temperatur gas masuk tetap. 4. Mungkinkah suatu pendinginan akan menghasilkan temperatur nol mutlak? Jelaskan. 5. Suatu gas menjalani siklus Carnot pada temperatur gas masuk 1230C dan temperatur gas buang 230C. Bila siklus tadi dilakukan dengan kecepatan 1440 putaran permenit, dan daya yang dihasilkan 4000 watt, maka tentukanlah jumlah kalor yang disera. 81 BAB VIII ENTROPI 8.1 Konsep Entropi Pada bab 7.3 telah dibahas hubungan antara temperatur dengan kalor yang dialirkan. Bila T1 dan T2 adalah temperatur yang bersesuaian dengan kalor yang dipindahkan Q1 dan Q2, maka mengingat tanda kalor masuk dan kalor keluar berlawanan tanda, didapat hubungan atau Sekarang, kita tinjau suatu daur terbalikkan sembarang. Kita andaikan bahwa daur tersebut dapat kita bagi atas daur daur infinitesimal yang terbalikkan yang melibatkan aliran kalor ΔQ1 dan ΔQ2. Bila aliran tersebut berturut turut terjadi pada T1 dan T2, maka berlaku Untuk seluruh daur, oleh sebab itu, kita dapat hubungan Atau, untuk dQ menuju nol, kita dapat menyatakan hubungan tersebut sebagai 8.1 Huruf R telah kita pakai untuk menandai proses tersebut adalah proses dapat balik. Persamaan (8.1)menunjukkan bahwa pada suatu daerah di dalam suatu unsur dQR dapat bernilai positif dan negatif, tetapi secara keseluruhan menyumbangkan nilai nol. Karena integrasi pada pers. (8.1) memberikan nilai nol, maka kita punya suatu besaran yang diferensialnya eksak, yaitu 8.2 S disebut sebagai entropi. Dengan demikian, suatu proses dapat balik memberikan 82 8.3 yang dikenal sebagai teorema Clausius. Perubahan entropi dari keadaan awal i ke keadaan akhir f, yang bersangkutan dengan aliran kalor memiliki hubungan yang dapat dituliskan sebagai 8.4 Besaran S dalam satuan SI bersatuan joule per kelvin. Sering pula S dinyatakan dengan satuan entropi per satuan massa yaitu joule per kg kelvin, maupun entropi per satuan kuantitas zat yang bersatuan joule per mol kelvin. 8.2 Entropi Gas Ideal Sebagai contoh pembahasan masalah entropi, akan kita bahas entropi gas ideal. Mula-mula kita tinjau persamaan berikut dQ = Cv dT + P dV dan dQ = Cp dT – V dP. Untuk proses isokor, persamaan pertama menghasilkan entropi 8.5 Sehingga, perubahan entropi dari keadaan awal ke keadaan akhir selama proses isokor dapat ditulis sebagai 8.6 Untuk gas ideal, Cv adalah tetap, maka perubahan entropi pada proses isokor adalah Sf – Si = Cv 1n (Tf/Ti). 8.7 Selanjutnya, pada proses isobar, persamaan entropi gas ideal dapat dituliskan dalam bentuk , sehingga atau 83 Sf – Si = Cp 1n (Tf/Ti). Pada isoterm, kita punya Mengingat P = nRT/V, maka dengan penyulihan P dan mengintegrasian, didapat Sf – Si = - n R 1n (Vf/Vi) 8.11 Dari pembahasan di atas jelaslah bahwa entropi suatu sistem adalah fungsi koordinat termodinamik sistem tersebut. Dari persamaan dQ, kita dapat mencari entropi secara umum, yaitu atau Sehingga S = Cv 1n T – n R 1n V + tetapan. 8.12 Atau, mengingat persamaan gas ideal PV = n RT, dapat pula persamaan di atas diubah menjadi S = Cp 1n T – nR 1n P + tetapan, 8.13 S = CV 1n P + Cp 1n V + tetapan. 8.14 atau 8.3 Diagram T S Karena entropi juga suatu fungsi termodinamik, maka kita dapat pula menyajikan suatu proses dengan diagram T S, sebagai ganti dari diagram P V. Terkadang, suatu proses termodinamik lebih mudah dimengerti lewat diagram T S dari pada diagram PV. Hal ini dapat dimengerti dengan mudah bila proses yang kita tinjau melibatkan aliran kalor. Untuk menjelaskan kelebihan diagram TS dibanding diagram PV, kita tinjau suatu proses dapat balik yang disertai aliran kalor. Pada proses tersebut kita punya dQ = T dS. Jadi, jumlah kalor yang mengalir dari keadaan awal i ke keadaan akhir f besarnya 84 Persamaan tersebut mengatakan bahwa luas diagram TS adalah menunjukkan kalor yang mengalir pada suatu proses. Perhitungan luas diagram TS tergantung pada fungsi T = T(S). Untuk proses adiabat, maka dQ = 0, sehingga dS = 0. Jadi S adalah suatu tetapan. Untuk proses isokor, kita dapat tuliskan . 8.15 Bentuk kurva T = T(S), dapat kita pahami dengan menuliskann persamaan (8.15) sebagai Untuk Cv yang tetap, maka (dT/dS)v merupakan fungsi linear, yang berarti T = T(S) adalah fungsi lengkung. Demikian pula, dengan cara yang serupa kita dapat tuliskan 8.16 Untuk proses isobar. Akhirnya, beberapa proses termodinamik yang telah kita bahas ditampilkan pada gambar 8.1. T Adiabatik Isokhorik Isobar Isoterm S Gambar 8.1 Beberapa proses dalam diagram TS Dengan demikian kita dapat pula menyajikan daur-daur dalam diagram TS. Daur carnot misalnya, menjadi suatu diagram yang sangat sederhana di dalam diagram TS, yang ditunjukkan oleh gambar 8.2. Diagram PVθ zat murnipun dapat pula disajikan dalam diagram TS. Yang penting dari diagram TS kita dapat melihat secara langung total kalor yang diserap atau dikeluarkan pada suatu proses. 85 T T2 T1 S1 S2 S Gambar 8.2 8.5 Daur Carnot dalam diagram TS Entropi, Keterbalikan dan ketakterbalikan Sejauh ini, kita hanya dapat membatasi pembahasan entropi dengan proses yang terbalikkan. Untuk memahami arti fisis entropi, maka kita bagi keadaan yang kita tinjau atas sistem, lingkungan dan semesta. Entropi semesta merupakan jumlahan entropi sistem dan entropi lingkungan. Kita tinjau suatu sistem yang bersentuhan dengan suatu tandon panas. Bila terjadi aliran kalor sebesar Q pada temperatur T, maka terjadilah perubahan entropi pada tandon sebesar Q/T, tidak tergantung pada proses pemindahan. Hal ini disebabkan tandon ini memiliki kalor yang jumlahnya besar tetapi tidak tak berhingga. Jadi perubahan tadi tepat sama dengan perubahan kalor sebesar Q yang dilaksanakan dalam proses dapat balik. Kita tinjau sekarang perubahan entropi sistem pada proses terbalikkan. Bila selama proses yang manapun maka akan dipindahkan kalor sejumlah dQR, maka . nilai T dapat berkisar antara Ti dan Tf karena dQR ini dipindahkan antara sistem dan tandon secara dapat balik, maka . Sehingga total entropi tandon dan sistem adalah nol. Jadi, pada proses dapat balik entropi semesta tidak berubah. 86 Apabila kita tinjau suatu proses yang hanya setimbang pada keadaan awal dan akhirnya saja, maka untuk mengganti proses tak dapat balik yang demikian syara batasnya dapat dipakai suatu proses dapat balik sembarang. Proses yang kita sulihkan ini dapat kita pilih sehingga lintasan dari keadaan awal ke keadaan akhir tidak sama dengan lintasan dari keadaan akhir ke keadaan awal. Sebagai sebuah contoh yang bersangkutan dengan keadaan di atas adalah proses serapan isoterm tak dapat balik oleh tandon terhadap sistem. Pada proses ini tidak terjadi perubahan entropi sistem, karena koordinat termodinamik sistem tetap. Tetapi, terdapat aliran kalor sebesar Q atau W ke tandon. Oleh sebab itu, entropi tandon berubah sebesar + Q/T. Total entopi sistem dan tandon adalah +Q/T atau W/T yang sama dengan entropi semesta. Sehingga, untuk serapan isoterm berlaku ΔSsistem = 0 ΔStandon = + Q/T = + W/T ΔSsemesta = + Q/T = + W/T. Kita tinjau proses adiabat tak dapat balik. Pada proses ini temperatur sistem berubah, naik dari Ti ke Tf dan tidak ada aliran kalor dari atau ke lingkungan. Kita dapat gantikan proses tak terbalikan tersebut dengan proses dapat balik isobar. Bila penyulihan ini kita lakukan, maka kita peroleh Untuk Cp tetap, maka kita peroleh ΔSsistem = Cp 1n (Tf/Ti) ΔStandon = 0 ΔSsemesta = Cp 1n (Tf/Ti). ΔS positif sebab Tf lebih besar Ti. Proses pemuaian bebas adalah contoh lain dari proses tak dapat balik. Pada proses ini perubahan entropi lingkungan nol sebab tak ada aliran kalor dari atau ke lingkungan. Proses yang dipakai untuk menggantikan proses muai bebas adalah proses ekspansi isoterm dari volum Vi ke volum Vf. Jadi, perubahan entropi sistem besarnya Ssistem = W/T = nR 1n (Vf/Vi). 87 yang merupakan besaran yang positif. Sehingga, perubahan entropi semesta pada proses tersebut adalah Ssemesta = n R 1n (Vf/Vi). Sebagai contoh akhir adalah proses perpindahan kalor karena adanya perbedaan temperatur. Andaikan kalor sejumlah Q dipindahkan dari tandon bertemperatur T1 ke tandon dengan temperatur T2, maka berlaku Ssistem = 0, Standon panas = - Q/T1, Standon dingin = + Q/T2, Ssemesta = . Hasil akkhir dari proses tersebut adalah perubahan entropi semesta yang positif. 8.6 Prinsip Pertambahan Entropi Pada pembahasan tentang proses dapat balik, kita telah melihat bahwa hasil dari proses tersebut adakah pertambahan entropi semesta. Keadaan semacam ini dikenal sebagai prinsip pertambahan entropi. Untuk meninjau masalah ini, kita konsentrasikan saja tinjauan kita pada proses adiabat sebab proses yang lain jelas melibatkan aliran kalor yang pasti akan menambah entropi semesta. Kita andaikan sistem yang kita tinjau menjalani proses adiabat tak dapat balik dari keadaan i ke keadaaan f dengan Si = Sf atau entropi tetap. Kemudian sistem dibawa lagi ke keadaan j secara isoterm dapat balik dengan aliran kalor QR. Akhirnya sistem dibawa lagi ke keadaan mula-mula i dengan proses adiabat dapat balik. Andaikata, selama proses dari keadaan awal kembali lagi ke keadaan awal entropi sistem tetap, maka terjadilah pemindahan kalor dari keadaan k ke keadaan j, yang besarnya QR, dan diubah seluruhnya menjadi kerja. Hal ini harus terjadi demikian karena untuk mempertahankan Si = Sf. Maka ada tiga kemungkinan QR = 0, Si = Sf atau QR ≠ 0, Sf > Si, 88 atau QR ≠ 0, Sf = Si. Kemungkinan terakhir jelas merupakan pernyataan yang salah karena bertentangan dengan hukum kedua termodinamika. Jadi, kesimpulan kita adalah ΔS ≥ 0, bila sistem tadi terisolasi. Oleh sebab itu, kita dapat mengatakan bahwa untuk proses apapun entropi semesta selalu bertambah atau tetap, atau ΔS ≥ 0 . 8.6 8.17 Entropi dan Ketidakteraturan Yang kita bahas sejauh ini tentang entropi adalah dalam kaitan besaran tersebut secara makroskopik. Ketika terjadi lesapan kalor, misalnya, kita hanya keadaan awal dan terakhirnya melalui besaran temperatur, tekanan dan volum. Secara mikroskopik, lesapan kalor oleh sistem sebenarnya menyangkut gerak tak teratur molekul di dalam sistem. Ketika terjadi lesapan tenaga, baik berupa kerja dari luar maupun pertambahan tenaga internal, derajat ketakteraturan molekul bertambah. Perubahan ketakteraturan inilah yang diungkapkan sebagai perubahan entropi. Jadi, prinsip pertambahan entropi sebenarnya menyatakan bahwa tingkat ketakteraturan semesta tetap atau bertambah. Karena taraf ketakteraturan ini dapat dihitung melalui teori peluang, maka ungkapan entropi berhubungan dengan besaran yang bersangkutan dengan peluang untuk berada pada keadaan yang tak teratur. Besaran tersebut disebut sebagai peluang termodinamik. Kita nyatakan disini, tanpa bukti, bahwa entropi S berhubungan dengan peluang termodinamik menurut S = konstan 1n . 8.18 Pernyataan tersebut berakibat bahwa jumlahan entropi berarti perkalian peluang termodinamiknya. Bila S1 = 1n S1 + S2 = 1n + 1n dan S2 = 1n = 1n . 89 , maka Soal soal 1. Gambarkan pada diagram TS daur Otto, diesel, Stirling, dari suatu mesin kalor. 2. Arus listrik sebesar 10 A dipertahankan selama satu detik dalam sebuah hambatan 30 ohm, sedangkan temperatur hambatan dijaga tetap pada 300 K. a) Tentukanlah perubahan entropi hambatan b) Tentukanlah perubahan entropi semesta 3. (a) Satu kg air pada 273 K disentuhkan pada sebuah tandon kalor bertemperatur 380 K. Bila temperatur air mencapai 380, berapakah perubahan entropi air? Berapa perubahan entropi tandon? Berapa perubahan entropi semesta? (b) Bila mula-mula air tersebut disentuhkan kepada tandon bertemperatur 323 K, kemudian disentuhkan dengan tandon bertemperatur 380 K, berapakah perubahan entropi semesta? 4. Menurut Debye, kapasitas molar pada volum tetap dari intan adalah dinyatakan dengan persamaan berikut Cv = 12 4/5 (T/θ)3. Hitunglah perubahan entropi dalam satuan R bila 1,5 gr intan dipanaskan pada volum tetap dari 30 K menjadi 330 K. Berat atom Karbon = 12 dan θ = 2230 K. 5. . Bahaslah perubahan entropi zat padat yang menjalani proses isobar pada s suhu rendah dengan mengandaikan (a) Cp tetap (b) Cp berbanding terbalik dengan T dan T2 (c) Cp berbanding lurus dengan T dan berbanding lurus dengan T2. Mana yang lebih sesuai dengan kenyataan? 90 BAB IX POTENSIAL TERMODINAMIKA 9.1 Entalpi Telah kita ketahui bahwa tenaga dalam U adalah merupaka fungsi termodinamika yang dapat kita nyatakan sebagai fungsi U (P,V) maupun U(T). Pada pembahasan sering kita temui besaran U dan PV . untuk memudahkan peninjauan, tanpa melihat arti fisis kita definisikan besatan H sebagai H = U + PV 9.1 Yang disebut sebagai entalpi. Jadi, jelaslah bahwa H adalah juga fungsi termodinamika atau potensial termodinamika. Penamaan tersebut analog dengan potensial dalam mekanika yang dapat dinyatakan sebagai koordinat ruang Perubahan diferensial H adalah dH = dU + pdV + VdP mengingat dQ = dU + PdV maka dH = dQ + VdP 9.2 yang bila dibagi dengan dT akan menghasilkan Pada tekanan tetap, kita peroleh 9.3 Sehingga , dH = dQ dan 9.4 Pada zat murni yang menjalani proses dapat balik, kita dapat menyatakan dH = T dS + V dP yang berarti dan 9.5 Karena H adalah fungsi termodinamika, maka H akan mudah disajikan dalam fungsi P dan S kemiringan fungsi H tersebut menunjukan nilai T dan V. 91 Contoh suatu proses dengan entalpi sistem tetap adalah proses sernak. pada proses tersebut suatu gas yang terletak diantara dua ruangan yang tersekat oleh dinding berporos yang diapit oleh dua piston yang dapat bergerak tanpa gesekan gas bertekanan Pi dan volum Vi ditekan oleh piston sehingga gas bergerak melalui dinding berporos menuju ruangan disebelahnya sehingga volum ruangan sebelah memungkinkan dari nol ke Vf sementara volum gas yang ditekan menyusut dari Vi kr nol. Jadi, keadaan akhir dar gas adalah bertekanan Pf dan bervolum Vf tanpa disertai dengan aliran kalor dari atau keligkunagn. Sehingga, pada proses seraak berlaku Q = Ui – Uf – W Q=0 W=Sehingga dengan penyulihan nila W dan Q ke persamaan di atas Uf + PfVf = UiVi Atau Hf = Hi 9.6 Entalpi dalam banyak hal kelakuannya mirip dengan tenaga dalam sistem. Perbandingan entalpi dengan tenaga dalam dalam kaitannya dengan besaran lain ditunjukkan oleh tabel 9.1 9.2 Fungsi Helmoltz dan Gibbs Fungsi helmoltz atau energi bebas helmoltz dideinisakan sebagai F = U – TS Untuk proses dapat dibalik, kita dapat tuliskan dF = dU – T dS – s dT = dU – dU – P dV – S dT Mengingat T dS = dU + P dV Sehingga kita peroleh hubungan dF = - S dT – P dV 9.8 untuk proses isoterm dapat dibalik kita dapatkan dF = - P dV atau Ff – Fi = - 9.9 92 Tabel 9.1 Energi internal U dan entalpi H Enegi internal U Entalpi H Pada umumnya Pada umumnya dU = dQ = Pdv dH = dQ + VdP Proses isovolum Proses isovolum Uf – Ui = Q Hf – Hi = Q Uf – Ui = Hf – Hi = Proses adiabat Proses adiabat Uf – Ui = - Hf – Hi = - Pemuaian bebas Pemuaian bebas Ui = Uf Hi = Hf Untuk gas ideal Untuk gas ideal U= H= Keadaan setimbang yang Keadaan setimbang berdekatan berdekatan dU = T dS – P dV dH = T dS – V dP T= T= yang V= -P = Jadi, perubahan energi bebas helmholz pada proses isoterm sama dengan kerja luar yang dilakukan. Untuk proses isokor dan isoterm kita dapatkan dF = 0 F = tetap 9.10 Peranan F dlam reaksi kimia sangat penting, sebab banyak reaksi kimia dengan proses isokor dan isoterm 93 Untuk proses umum melibatkan F, kita dapat mengetahui kelakuan F lewat diagram FT atau FV. Hal ini disebabkan hubungan berikut - 9.11 Fungsi lain yang berhubunagn dengan F adalah fungsi Gibbs atau energi bebas Gibbs yang dinyatakan sebagai G = H – TS 9.12 Perubahan infinitesimal G untuk proses dapat balik adalah dG = dH – T dS – S dT dengan menyulihkan dH = T dS + V dP dG = - S dT + V dP 9.13 pada proses isoterm dan isobar, kita perolah dG = 0 G = tetap Salah satu proses isoterm dan isobar yang penting adalah proses perubahan fase zat. Jadi, pada proses peleburan misalnya berlaku Gpadat = Gcair Dan pada waktu penguapan berlaku Gcair = Guap Demikian pula untuk reaksi kimia dengan proses isoterm dan isobar kita punya hubungan dengan G tetap 9.3 Teorema Matematik Tambahan Bila z sebagai fungsi y dan x maka perubahan infinitesimal z dapat dinyatakan sebagai dz = F dx + g dy dengan , . Untuk menyelidiki hubungan F dan G , kita ambil derivatif F terhadap y dan derivati G terhadap x. Kita peroleh hubungan 94 Yang berarti 9.13 Jadi bila dz memiliki diferensial eksak yaitu dz = F dx + G dy maka Inilah teorema I Kita tinjau f = f( x,y,z ) dan satu variabel antara x,y dan z dapat dinyatakan dengan dua variabel yang lain, maka kita dapat hubungkan dx = dy = dengan penyulihan dx = dengan menyamakan koefisien df dan dz kita peroleh teorema II yaitu 9.14 9.4 Hubungan Maxwell Dengan memanfaatkan teorem matematik yang dinyatakan dengn persamaan (9.13) dan (9.14), kita dapa mencari hubungan antara besaran besarn termodinamika. Bila kita nyatakan misalnya , U = fi (V,T) dan S = f3(S,T) . dengan cara serupa kita dapat menyulihkan besaran termodinamika kebesaran termodinamika yang lain. Besaran besaran termdinamika yang kita punya dapat kita sulihkan satu terhadap yang lain adalah P,V,T,S,U,H,F dan G Melalui ungkapan perubahan infinitesimal delapam besaran termodnamika tadi, kita dapatkan empat hubungan utama yang dosebut dengn hubungan maxwell yaitu 95 1. dU = T dS – P dV , 2. dH = T dS + V dP , 3. dF = -S dT – P dV , 4. dG = - dT + V dP , Misalkan kita ambil hubungan maxwell ke 4 maka panfsiran kita dalah bahwa zat yang memiliki koefisien muai ruangan positif , penambahan tekanan akan menurunkan entropi 9.5 Persamaan T dS Karena kalor adalah besaran yang bersangkutan dengan entropi, tetapi kalor todak memiliki diferensial eksak, maka pengungkapan masalah kalor sangatlah cocok disajikan dalam koordinat T.S kita tinjau entropi zat murni S = S(T,V) untuk membahas masalah tersebut. Perubahan infinitesimal S dapat di tulis dS = sehingga mengingat dQ = T dS = Cv dT dan hubungan maxwell ke 3, maka persamaaan dS dapat ditulis sebagai T dS = Cv dT + T Persamaan (9.16) disebut 9.16 persamaan T dS pertama. Persamaan ini mengungkapkakan pemakaian kalor pada volum Jika kita pandang S = S(P,T) maka dS dapat ditulis dS = mengingat persamaan (8.16) dan hubungan maxwell ke 4, persamaan diatas dapat dinyatakan sebagai T dS = Cp dT – T 96 Persamaan (9.17) menyatakan pemakaian kalor pada proses dengan temperatur kita dapat dan tekanan berubah. Untuk proses isoterm, mengingat tuliskan pemakaian kalornya sebagai Q=-T Yang dapat dicarai bila dapat diketahui. Pada zat padat, relatip tetap terhadap tekanan maupun volum , sehingga pemakaian kalor yang bersangkutan dengan proses isoterm adalah Q = - T V (Pf – Pi) Kita dapat melihat bahwaa bila koefisien muai volum tekanan akan mengakibatkan serapan kalor dan bila 0 sampai 4 positip, maka kenaikan negatif kenaikan adalah air . Pada perubahan tekanan secara adiabat, kita mempunyai persamaan Cp dT = T Atau dT = TV dP/Cp Jadi, perubahan temperatur pada proses adiabat pada zat padat besarnya Tf – Ti = Hal tersebut berarti, zat padat dengan positif yang ditekankan temperatur akan naik 9.6 Persamaan Cp dan Cv Pada bab 5.3 kita telah melihat hasil percobaan pengukuran kapasitas panas gas. Sekarang kita akan tinjau lebih mendalam lagi besaran Cp dan Cv . kita samakan persamaan T dS pertama dan kedua. Maka , kita peroleh Cp dT T dP = Cv dT + T dV Atau dT = dV + dP 9.18 mengingat 97 dT = maka didapat , Atau Cp – Cv = T Dengan menyulihkan Cp – Cv 9.19 = maka kita 9.20 = Jadi kita lihat bahwa karena ( V/ V)T negatif untuk semua zat maka Cp – Cv bernilai positif atau Cp selalu lebih besar Cv. Hanya untuk T = 0 atau ( V/ T)p = 0 yaitu ketika rapat zat maksimun, sajalah Cp = Cv selanjutnya persamaan (9.20) dapat kita tuliskan sebagai Cp – Cv = Dengan 9.21 dan κ adalah berturut-turut koefisien muai ruang dan keterampilan zat. Dengan memanfaatkan persamaan T dS pertama dan kedua pada proses adiabat, kita dapat hubungkan 9.22 Dengan κs adalah ketermampatan pada proses adiabat . contoh nilai κ dan κs untuk suatu zat diberikan tabel 9.2 9.7 Persamaan energi Sebagaimana hubungan T dS, maka energi internalpun dapat dinyatakan dengan delapan besaran termodinamika. Perubahan infinitesimal energi internal ditulis sebagai dU = T dS – P dV dengan membagi persamaan tersebut dengan dV , kita peroleh 98 Untuk proses isoterm , maka kita peroleh Tabel 9.2 T, κ Cp Kj/mol Β κ -1 + (MK) v ey ks (Tpa) 1/K mol kJ/Kmol.K (Tpa)-1 -1 K 10 0,151 0,171 38,9 26,4 0,151 38,9 20 1,30 1,72 38,9 26,4 1,30 38,9 30 4,76 7,44 38,9 26,4 4,76 38,9 40 9,98 17,2 38,9 26,4 9,97 38,9 50 15,7 29,3 39,0 26,4 15,7 38,9 60 21,0 41,4 39,2 26,4 20,9 39,1 70 25,5 52,2 39,4 26,4 25,3 39,2 80 29,3 61,5 39,6 26,5 29,1 39,3 90 32,3 69,5 39,8 26,5 32,0 39,4 100 35,0 75,8 40,0 26,5 34,7 39,6 125 40,1 88,2 40,4 26,6 39,5 39,8 150 43,3 98,3 40,7 26,6 42,4 39,9 175 45,4 103 41,1 26,7 44,2 40,0 250 48,6 114 42,3 26,9 46,6 40,6 290 49,2 118 43,0 27,0 46,7 40,8 Mengingat hubungan maxwell ke 3 , persamaan tersebut dapat ditulis menjadi 9.23 Persamaan (9.21) disebut persamaan energi pertama. Bila tenaga internal kita nyatakan sebagai fungsi T dan P maka, maka dengan membagi dU dengan dP pada proses isoterm didapat 99 Mengingt hubungan maxwell ke 4, persamaan diatas dapat ditulus sebagai 9.24 Persamaan (9.22) disebut sebagai persamaan energi ke dua. Melalui persamaan energi pertama dan kedua dapat ditunjukkan bentuk ketergantungan energi internal terhadap temperatur, volum maupun tekanan suatu gas . Soal soal 1. Tunjukkan bahwa gas ideal energi bebas F dan G sebgai berikut a. F = Cv dT – T (Cv/T) dT – nRT 1n V – tetapan T + tetapan b. G = Cp dT – T (Cp/T) dT + nRT 1n P – tetapan T + tetapan 2. Turunkan persamaan berikut a. U = F – T( F/ T)v = -T2( / T)(F/T)v b. Cv = -T ( 2F/ T2)v c. H = G – T ( G/ T)p d. Cp = -T( 2G/T2)p 3. 500 g tembaga tekanannya dinaikan dari satu atm hingga 500 atm pada temperatur 300 k. Dengan mengambil kerapatan 8,93 X 103 kg/m3 koefisien muai ruang 3,15 X 10-6 K-1 ketermapatan isoterm 7,21 X 10-12 Pa, dan kapasitas kalor 0,254 KJ/kg K . hitunglah a. kalor yang dipindahkan selama pemempatan b. kerja yang dilakukan selama pemampatan c. perubahan energi dalam d. perubahan temperatur bila proses adiabat 4. Perlihatkan hubungan diferensial berikut dU = (Cp – PVβ)dT + V(κP – βT) dP dH = CpdT + V(1-βT) dP dF = - (PVβ + S) dT + PVκ dP 5. Buktikan bahwa Cp dan Cv gas ideal hanya sebagai fungsi temperatur. Carilah Cp bila gas memiliki persamaan keadaan Pv = RT + BP dengan B adalah fungsi T 100 DAFTAR PUSTAKA Dittman, RH dan MW Zemansky, 1986., Kalor dan Termodinamika, Terbitan Ke 6, Penerbit ITB, Bandung. Hadi, Dimsiki, 1993., Termodinamika, Proyek Pendidikan Tenaga Akademik, Dirjen DIKTI, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Jakarta. Sears, F. W dan GL Salinger, 1975., Thermodynamics, Kinetic Theory and Statistical Mechanics, Addison-Wesley Publishing Co, Inc. 101 Lampiran A: Tetapan Fisika Tetapan Muatan electron Massa diam elektron Kecepatan cahaya Permeabilitas vakum Permitivitas vakum Tetapan Planck Tetapan Boltzman Bilangan Avogadro Tetapan Faraday Magneton Bohr Tetapan Semesta Tetapan Stefan Boltzman Satu atm Satu mm Hg Satu liter atm Lambang E M C uo O H K NA NF uB R = NAk 1 atm 1 mm Hg 1 atm 102 Harga yang dibulatkan 1,62 10-19 C 9,109 10-31 Kg 2,998 108 m/det 1,257 10-6 H/m 8,854 10-12 F/m 6,626 10-34 J det 1,381 10-23 J/K 6,022 10-23 mol-1 9,648 104 C/mol 9,274 10-24 J/T 8,314 J/mol K 5,670 10-8 w/m-8 W/m2K4 1,013 105 Pa 1,333 10 Pa 103 J