Pointer Penerapan Azas Cabotage Kapal Untuk

advertisement
KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI
SALINAN
PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI
NOMOR : PER- 14/BC/2012
TENTANG
PETUNJUK PELAKSANAAN PENYELESAIAN KEWAJIBAN PABEAN ATAS KAPAL
YANG TELAH DIMASUKKAN KE DALAM DAERAH PABEAN OLEH PERUSAHAAN
PELAYARAN NIAGA NASIONAL DAN BELUM DISELESAIKAN KEWAJIBAN
PABEANNYA
DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI,
Menimbang
:
a. bahwa berdasarkan hasil evaluasi atas pelaksanaan Peraturan
Direktur Jenderal Bea Dan Cukai Nomor PER-26/BC/2011 tentang
Petunjuk Pelaksanaan Penyelesaian Kewajiban Pabean Atas Kapal
Yang Telah Dimasukkan Ke Dalam Daerah Pabean Oleh Perusahaan
Pelayaran Niaga Nasional Dan Belum Diselesaikan Kewajiban
Pabeannya masih terdapat kendala dan belum efektif;
b. bahwa masa berlaku Peraturan Direktur Jenderal Bea Dan Cukai
Nomor
PER-26/BC/2011
tentang
Petunjuk
Pelaksanaan
Penyelesaian Kewajiban Pabean Atas Kapal Yang Telah Dimasukkan
Ke Dalam Daerah Pabean Oleh Perusahaan Pelayaran Niaga
Nasional Dan Belum Diselesaikan Kewajiban Pabeannya berakhir
pada tanggal 31 Desember 2011;
c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam
huruf a dan b, perlu menetapkan Peraturan Direktur Jenderal Bea
dan Cukai tentang Petunjuk Pelaksanaan Penyelesaian Kewajiban
Pabean Atas Kapal Yang Telah Dimasukkan Ke Dalam Daerah
Pabean Oleh Perusahaan Pelayaran Niaga Nasional Dan Belum
Diselesaikan Kewajiban Pabeannya;
Mengingat
:
1.
Undang-undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 75,
Tambahan Lembaran Negara Nomor 3612) sebagaimana telah
diubah dengan Undang-undang Nomor 17 Tahun 2006 (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 93, Tambahan
Lembaran Negara Nomor 4661);
2.
Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum
dan tata Cara Perpajakan sebagaimana telah diubah terakhir dengan
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2007;
3.
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2008
tentang Pengenaan Sanksi Administrasi Berupa Denda Di Bidang
Kepabeanan;
4.
Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2005 tentang
Pemberdayaan Industri Pelayaran Nasional;
-2-
5.
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 144/PMK.04/2007 tentang
Pengeluaran Barang Impor Untuk Dipakai;
6.
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 154/PMK.04/2010 tentang
Pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 Sehubungan Dengan
Pembayaran atas Penyerahan Barang dan Kegiatan di Bidang Impor
atau Kegiatan Usaha di Bidang Lain;
7.
Peraturan Direktur Jendeal Bea dan Cukai Nomor 42/BC/2008
tentang Petunjuk pelaksanaan pengeluaran barang impor untuk
dipakai sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Direktur
Jendeal Bea dan Cukai Nomor 08/BC/2009;
8.
Peraturan Direktur Jenderal Pajak nomor 46/PJ/2010 tentang Tata
Cara Pemberian Surat Keterangan Bebas Pajak Pertambahan Nilai
Atas Impor Atau Penyerahan Kapal Untuk Perusahaan Pelayaran
Niaga Nasional;
MEMUTUSKAN:
Menetapkan : PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI TENTANG
PETUNJUK PELAKSANAAN PENYELESAIAN KEWAJIBAN PABEAN
ATAS KAPAL YANG TELAH DIMASUKKAN KE DALAM DAERAH
PABEAN OLEH PERUSAHAAN PELAYARAN NIAGA NASIONAL
DAN BELUM DISELESAIKAN KEWAJIBAN PABEANNYA.
Pasal 1
Dalam Peraturan Direktur Jenderal ini yang dimaksud dengan :
1. Kapal adalah kapal laut, kapal angkutan sungai, kapal angkutan
danau dan kapal angkutan penyeberangan, kapal pandu, kapal
tunda, dan kapal tongkang yang diimpor dan dipergunakan oleh
Perusahaan Pelayaran Niaga Nasional namun belum diselesaikan
kewajiban pabeannya sampai dengan tanggal 27 Juli 2011.
2.
Pemilik Kapal adalah Perusahaan Pelayaran Niaga Nasional yang
saat ini memiliki kapal sebagaimana tercantum dalam gross akte
pendaftaran kapal.
Pasal 2
(1) Kapal yang saat pemasukannya ke dalam Daerah Pabean belum
diselesaikan kewajiban pabeannya, wajib diselesaikan kewajiban
pabeannya.
(2) Penyelesaian kewajiban pabean sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dapat dilakukan di Kantor Pabean tempat domisili Pemilik Kapal
atau Kantor Pabean tempat Kapal berada.
(3) Dalam hal dilakukan pemeriksaan fisik atas Kapal yang diselesaikan
kewajiban pabeannya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) oleh
Pemilik Kapal di Kantor Pabean tempat domisili Pemilik Kapal
sedangkan Kapal berada di Kantor Pabean lain, Kepala Kantor
Pabean tempat domisili Pemilik Kapal dapat meminta bantuan
dilakukan pemeriksaan fisik kepada Kepala Kantor Pabean tempat
Kapal berada.
-3Pasal 3
(1) Pemilik Kapal wajib menyelesaikan kewajiban pabean sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 2 dengan mengajukan pemberitahuan pabean
dan melunasi Bea Masuk dan Pajak Pertambahan Nilai (PPN), Pajak
Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM), dan Pajak Penghasilan (PPh)
Pasal 22 Impor.
(2) Pajak Pertambahan Nilai (PPN) atas penyelesaian kewajiban pabean
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dipungut sepanjang telah
mendapatkan Surat Keterangan Bebas Pajak Pertambahan Nilai (SKB
PPN) dari Direktorat Jenderal Pajak.
(3) Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 22 Impor atas penyelesaian kewajiban
pabean sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dipungut
sepanjang telah mendapatkan Surat Keterangan Bebas Pajak
Pertambahan Nilai (SKB PPN) dari Direktorat Jenderal Pajak.
Pasal 4
(1) Penyerahan pemberitahuan pabean sebagaimana dimaksud dalam
pasal 3 ayat (1) meliputi pengajuan Rencana Kedatangan Sarana
Pengangkut (BC 1.0), manifest (BC 1.1) dan Pemberitahuan Impor
Barang (BC 2.0).
(2) Dalam rangka pemenuhan kewajiban pabean atas Kapal
sebagaimana dimaksud pada Pasal 3, Rencana Kedatangan Sarana
Pengangkut (BC 1.0) dan manifest (BC 1.1) dapat diserahkan kepada
Kepala Kantor Pabean tempat domisili Pemilik Kapal atau Kepala
Kantor Pabean tempat Kapal berada.
(3) Penyerahan Rencana Kedatangan Sarana Pengangkut (BC 1.0) dan
manifest (BC 1.1) sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dianggap
telah diserahkan terlambat berdasarkan data dalam gross akte
pendaftaran oleh Pemilik Kapal yang bertindak sebagai pengangkut.
Pasal 5
(1) Keterlambatan atas pengajuan Rencana Kedatangan Sarana
Pengangkut (BC 1.0) dan manifest (BC 1.1) sebagaimana dimaksud
dalam pasal 4 ayat (3) dikenakan sanksi administrasi berupa denda.
(2) Sanksi administrasi berupa denda sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) dikenakan 1 (satu) kali denda atas keterlambatan penyerahan
manifest (BC 1.1).
(3) Besarnya sanksi administrasi berupa denda sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) dikenakan berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor
28 Tahun 2008 tentang Pengenaan Sanksi Administrasi Berupa
Denda di Bidang Kepabeanan yang dinyatakan dalam nilai rupiah
minimum sampai dengan maksimum ditetapkan secara berjenjang
dengan ketentuan apabila dalam 6 (enam) bulan terakhir terjadi:
a. 1 (satu) kali pelanggaran, dikenai denda sebesar 1 (satu) kali
denda minimum;
b.
2 (dua) kali pelanggaran, dikenai denda sebesar 2 (dua) kali
denda minimum;
c.
3 (tiga) sampai dengan 4 (empat) kali pelanggaran, dikenai denda
sebesar 5 (lima) kali denda minimum;
-4d. 5 (lima) sampai 6 (enam) kali pelanggaran, dikenai denda sebesar
7 (tujuh) kali denda minimum;
e.
lebih dari 6 (enam) kali pelanggaran, dikenai denda sebesar 1
(satu) kali denda maksimum.
Pasal 6
(1) Pemilik kapal menyampaikan Pemberitahuan Impor Barang (PIB)
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) di Kantor Pabean
tempat domisili Pemilik Kapal atau Kantor Pabean tempat kapal
berada dengan dilengkapi dokumen paling sedikit :
a. Invoice, bill of sale atau yang setara dengan itu; dan
b. gross akte pendaftaran kapal.
(2) Pengajuan Pemberitahuan Impor Barang (PIB) sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dapat disampaikan dalam bentuk tulisan
diatas formulir (manual).
(3) Atas pemasukan Kapal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat
(1) harus memenuhi ketentuan umum di bidang impor khususnya
hal yang berkaitan dengan izin larangan dan pembatasan dari
instansi terkait.
(4) Dalam hal pelabuhan pemasukan yang tercantum dalam Surat
Keterangan Bebas PPN dari Direktorat Jendral Pajak dan izin instansi
terkait tidak sesuai dengan tempat penyelesaian kewajiban pabean
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2), penyampaian
Pemberitahuan Impor Barang (PIB) dilakukan melalui Kantor Pabean
tempat domisili Pemilik Kapal atau tempat Kapal berada.
(5) Dalam hal invoice, bill of sale atau yang setara dengan itu sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dari supplier luar negeri tidak ada karena
telah terjadi perpindahan tangan atau pembelian dari beberapa pihak
di dalam negeri, penyampaian invoice, bill of sale atau yang setara
dengan itu dapat menggunakan dokumen pembelian Kapal pada
saat perpindahan tangan atau pembelian di dalam negeri sepanjang
nama Pemilik Kapal yang tertera dalam dokumen tersebut sama
dengan nama importir pada kolom dokumen Pemberitahuan Impor
Barang (PIB) yang akan diajukan.
Pasal 7
(1) Terhadap kapal yang diimpor sebelum 1 Januari 2001, penentuan
pada saat diimpornya berdasarkan data pemasukan kapal yang
tercantum dalam gross akte pendaftaran kapal.
(2) Kapal yang diimpor sebelum 1 Januari 2001 sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) tidak memerlukan Surat Keterangan Bebas Pajak
Pertambahan Nilai (SKB PPN) sebagaimana dimaksud dalam Pasal
3 ayat (2) sesuai dengan peraturan perpajakan.
Pasal 8
Pada saat Peraturan Direktur Jenderal ini berlaku, terhadap penyerahan
pemberitahuan pabean sebagaimana dimaksud pada Pasal 4 ayat (1)
yang diserahkan sebelum Peraturan Direktur Jenderal ini berlaku
namun belum selesai diproses, dapat diselesaikan dengan ketentuan
dalam Peraturan Direktur Jenderal ini.
-5Pasal 9
Peraturan Direktur Jenderal ini mulai berlaku sejak tanggal ditetapkan
dan berakhir pada tanggal 30 September 2012.
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 26 Maret 2012
DIREKTUR JENDERAL,
ttd.
AGUNG KUSWANDONO
NIP 19670329 199103 1 001
Download