BAB VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 6.1. Kesimpulan Dari hasil analisa yang dijabarkan pada bab-bab sebelumnya didapatkan tiga kesimpulan utama, yaitu perubahan model manajemen proyek, perencanaan strategi dan perubahan struktur organisasi. kesimpulan pertama yaitu menganjurkan BTEL merubah model manajemen proyeknya dari model manajemen proyek non-turnkey menjadi turnkey sesuai dengan hasil emerging model yang didapatkan. Hal ini dapat meningkatkan nilai manajemen kualitas yang didapatkan pada hasil analisa asessment tingkat 1 PMMM sesuai dengan tingkat kualitas model turnkey. Terdapat beberapa strategi yang dapat dilakukan oleh manajemen BTEL secara keseluruhan sebelum merubah model manajemen proyeknya. Strategi tersebut akan terbagi menjadi 2 bagian (strategi short term dan long term), antara lain: 1) Strategi short term/ jangka waktu dekat: • Membuat metodologi tunggal dan perencanaan strategi perubahan perusahaan yang sesuai dengan strategi jangka panjang BTEL. • Melakukan pendidikan dan pelatihan secara bertahap dan menyeluruh, baik itu dalam meningkatkan kemampuan dan keterampilan hard skill (kemampuan engineering atau pengetahuan dasar manajemen proyek) ataupun soft skill (kemampuan berkomunikasi dan perilaku yang baik) pada sumber daya manusianya yang secara perlahan akan merubah budaya perusahaan. • Melakukan perubahan pada proses bisnis dan diupayakan untuk mengaplikasi standar eTOM agar lebih kompetitif. • Mengaplikasi eProc pada proses pembelian dan pemilihan vendor. • Melakukan pemilihan vendor yang tepat untuk mengaplikasi model manajemen proyek turnkey. 153 2) Strategi long term/ jangka waktu lama: • Mengaplikasi sistem IT yang menyeluruh pada sistem ERP (penggunaan SAP atau Oracle) dan sistem IT lainnya yang terpusat pada Data Center/ pusat data yang memiliki back-up data (secara mirroring/ real time) pada Data Recovery Center (DRC) untuk meminimalisasi resiko kerusakan/ kehilangan data yang sangat penting bagi perusahaan. • Membuat perencanaan strategi yang mendukung kemajuan perusahaan dalam manajemen proyek untuk masa mendatang (apakah perlu melakukan efektifitas dan efisiensi dengan melakukan manajemen proyek dengan menggunakan managed services atau model Design-Novate-Construct/ DN&C yang lebih sesuai dengan perkembangan yang akan datang) • Memiliki sumber daya manusia yang kompeten minimal para manajer proyek memiliki sertifikasi manajemen proyek yang dapat diakui (seperti PMP/ Project Management Professionals’ dari PMI). • Membentuk budaya perusahaan yang mendukung agar semua perubahan strategi manajemen dapat dilaksanakan sesuai tugas dan tanggung jawab seluruh personil didalam organisasi perusahaan. Selain perencanaan strategi yang matang juga dibutuhkan perubahan struktur organisasi yang mendasar pada bagian SCM dan PMO&QA, agar dapat berjalan sesuai tugas dan tanggung jawab dasar yang seharusnya berlaku. Juga beberapa fungsi didalam sub-divisi NPE&D dan RNM&C yang akan berubah pada saat.model turnkey diaplikasi. 154 6.2. Kontribusi dan Implikasinya Terhadap Riset dan Prakteknya Kontribusi: 1. Sebenarnya pada implementasi manajemen proyek tidak selalu dibutuhkan perpindahan kewenangan dan kekuasaan, namun yang mungkin terjadi adalah perpindahan struktur komunikasi laporan, dalam banyak manajemen proyek yang terjadi selalu terdapat jalur laporan kepada banyak atasan. Semua program pelatihan pada manajemen proyek memberikan bobot lebih terhadap jalur laporan kepada banyak atasan. Maka bagi perusahaan yang memberikan pelatihan manajemen proyek bagi pegawainya akan mampu mencetak pegawai yang handal dalam pekerjaannya. 2. Perusahaan harus berani menggunakan metode penghitungan biaya proyek dengan cara akuntansi horizontal, yang akan membuat sistem kepercayaan dalam organisasi menjadi semakin kuat dan mampu menyelesaikan proyek dengan biaya yang tercatat secara rinci sesuai anggaran proyek. Namun hal ini harus didukung dengan penggunaan jalur komunikasi didalam organisasi dan penggunaan metodologi yang tepat. 3. Pembuatan keputusan harus dibuat tidak terpusat (decentralization) karena manajer proyek harus memberikan keputusan yang berkaitan dengan proyek dengan kuat. Hal ini membuat hubungan antara manajemen proyek dengan manajemen senior sangat penting sekali. Dan para manajer proyek akan dapat memberikan masukan yang mendalam mengenai resiko-resiko dan hal lainnya yang berhubungan dengan perencanaan pelaksanaan proyek dilapangan. 4. Dengan membuat Project/ Program Management Office (PMO) seharusnya perusahaan menempatkan para manajer proyek dibawahnya dan melakukan perencanaan strategi terhadap manajemen proyek yang akan dan sedang dilakukan. PMO juga dapat melakukan benchmarking terhadap perusahaan lain dan mengolah lalu menggunakan temuan-temuannya untuk meningkatkan kinerja secara 155 menyeluruh pada BTEL. Atau setidaknya laporan kerja juga diserahkan kepada PMO. Implikasi: 1. Hambatan terhadap pelatihan yang disiapkan perusahaan untuk melewati tingkat dasar ini juga cukup banyak, seperti terjadinya “culture shock” pada saat manajemen perusahaan mengimplementasi manajemen proyek yang membuat para manajer fungsional harus melepaskan beberapa kewenangan mereka kepada manajer proyek. Yang akhirnya timbul beberapa alasan seperti, para pegawai tidak membutuhkan perubahan itu, mereka menganggap pengetahuan manajemen proyek tidak sejalan dengan bisnis yang berjalan, dan juga mereka mungkin saja beranggapan kalau sebelumnya sudah cukup bagus dan tidak perlu dirubah lagi. 2. Fase-fase siklus kehidupan dari tingkat 2 PMMM harus benar-benar dijalankan, jangan sampai perusahaan melakukannya dengan setengah hati. Hal ini dapat terjadi dikarenakan perusahaan menolak pengontrolan biaya pada proyek yang berlangsung, dengan kata lain dikenal sebagai penolakan atas akuntansi horizontal yang menghitung keseluruhan proses dari proyek yang berlangsung. Jajaran manajer fungsional tidak menyukai akuntansi horizontal ini karena akan teridentifikasi dengan jelas manajer mana yang membuat estimasi biaya yang baik dengan yang tidak pada sebuah proyek. Dan dari pihak eksekutif juga menghindari akuntansi horizontal karena para eksekutif menginginkan penjadwalan dan pembiayaan yang sudah pasti, jauh sebelum perencanaan proyek dibuat. 3. Mendokumentasikan segala faktor yang mempengaruhi kesuksesan pasti mudah untuk dilakukan. Namun mendokumentasikan kekeliruan dan kesalahan akan banyak menghadapi permasalahan, karena manusia tidak ingin nama mereka tercantum didalam kesalahan yang menimbulkan ketakutan atas retribusi yang akan mereka terima kemudian. Para pegawai perusahaan akan selalu mengetahui siapa saja yang melakukan pekerjaan pada suatu proyek yang sedang dijalankan, bahkan 156 apabila studi kasusnya disamarkan. Sangat diperlukan bagi perusahaan untuk memiliki budaya yang kuat agar dapat efektif dalam pembuatan dokumentasi terhadap kesalahan yang terjadi. 6.3. Keterbatasan Riset Dari riset yang sudah dilakuakan terdapat beberapa kendala yang menjadikan keterbatasan untuk melakukan riset lebih dalam, antara lain: • Singkatnya kurun waktu riset yang dilakukan dalam waktu 3 bulan (terhitung bulan Maret hingga Mei 2008). • Tidak adanya data primer tambahan berupa dokumen (bisnis proses, strategi perusahaan, tugas dan tanggung jawab karyawan dan data modul pelatihan karyawan) dari perusahaan (hanya ada hasil wawancara dan assesment sebagai data primer). • Kurangnya resource untuk melakukan benchmarking dalam waktu singkat kepada perusahaan lain di Indonesia. • Tidak cukup resource untuk melakukan riset lebih lanjut pada semua vendor yang ada. 6.4. Rekomendasi Riset Selanjutnya Terdapat beberapa rekomendasi untuk riset selanjutnya, antara lain: 1) Melakukan assesment PMMM yang menyeluruh dalam organisasi perusahaan, tidak hanya dari divisi operasional saja, karena divisi marketing dan sales juga mmiliki proyek yang tidak kalah pentingnya bagi perusahaan (proyek pengembangan produk, proyek promosi dan peluncuran produk baru) 2) Selanjutnya dapat melakukan assesment pada para calon vendor agar mendapatkan pemilihan vendor yang tepat (seperti Departemen Pertahanan Amerika Serikat yang memilih vendornya berdasarkan kemampuan minimal tingkat 3 dari maturity 157 model) dan juga kepada korporasi perusahaan (Holding) untuk melihat budaya dan kemampuan korporasi. 3) Variabel-variabel dari model manajemen proyek agar lebih terperinci agar mendapatkan hasil matriks pada pattern matching yang lebih kompeten. 4) Melakukan analisa tidak hanya berdasarkan struktur organisasi namun dapat lebih mendalam terhadap bisnis prosesnya. 5) Memiliki akses yang lebih tinggi (jabatan eksekutif) dan luwes (mampu mewawancarai sumber dari berbagai divisi fungsional perusahaan) agar mendapatkan strategi awal dan perencanaan strategi yang tepat bagi perusahaan. 6) Sebaiknya dipertimbangkan untuk melakukan analisa terhadap model manajemen proyek DN&C (Design, Novate & Construct) yang dapat meningkatkan efektifitas dan efisiensi manajemen proyek, serta lebih merendahkan resiko yang akan muncul. 158