4 BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Definisi dan sejarah

advertisement
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1
Definisi dan sejarah video klip
Video klip (music video), menurut definisi Encarta 2007 merupakan song-length film or
videotape production that combines the music of a particular musician or musical group
with complementary visual images, yang dapat diartikan sebagai suatu hasil produksi dari
penggabungan musik dari suatu band atau penyanyi dengan tampilan visual yang
komplementer. Video klip ini, kemudian disiarkan melalui media televisi, dan bisa juga
dijual dalam bentuk VCD ataupun DVD di toko-toko musik.
Randy Sosin, seorang penanggungjawab video di A&M Records mengatakan bahwa video klip
merupakan suatu ekspresi dari budaya pop yang ada sekarang. Fiturnya yang pendek,
langsung menarik perhatian, dapat terus berganti, dan mempengaruhi budaya pop,
merupakan kelebihan dan pengaruh yang sangat besar dari video klip. Alasan ini ditambah
dengan kelebihan video klip yang dapat dimengerti oleh setiap orang di setiap belahan
dunia yang kemudian menjadikannya suatu industri baru yang tidak bisa dipisahkan dari
musik dan pertelevisian.
Video klip adalah sarana bagi para produser musik untuk memasarkan produknya lewat
medium televisi. Di Indonesia video klip berkembang menjadi bisinis seiring dengan
pertumbuhan televisi swasta. Akhirnya video klip tumbuh sebagai aliran dan industri
tersendiri. Di Indonesia tak kurang dari 60 video klip diproduksi tiap tahunnya.
Pada tahun 1960an grup musik dari inggris, The Beatles, memproduksi songfilms yang
digunakan untuk mempromosikan album rekaman terbaru mereka. Bisa dibilang merekalah
pionir yang memperkenalkan cikal bakal video klip. Barulah pada saat MTV mulai
berkembang di tahun 1981 video klip mencapai populeritasnya. Dalam waktu singkat video
klip menjadi suatu satu kesatuan yang tak terpisahkan pada saat suatu grup musik/band
mengeluarkan album baru.
Pada awalnya video klip hanya merupakan suatu tampilan visual sederhana yang
menampilkan penyanyi/band. Namun, lama kelamaan produser musik mulai menyadari
bahwa tampilan visual sangat berperan dalam mempromosikan musik, artis beserta
4
albumnya. Terlebih lagi saat banyak penyanyi/band yang melakukan hal yang sama dengan
cara promosi lewat video klip. Persaingan dalam video klip semakin lama semakin ketat,
oleh karena itu tampilan visual semakin diperhatikan dan semakin digarap. Semakin
berbeda tampilan dan konsep suatu video klip maka kemungkinan ia untuk dilihat dan
digemari akan semakin tinggi.
Hal yang sama juga terjadi di Indonesia, sejak masuknya MTV di tahun 1990an praktisi
musik
kemudian
menyadari
bahwa
peran
audio-visual
sangatlah
penting
dalam
mempromosikan sebuah album. Apalagi dengan perkembangan musik dan juga video klip di
tanah air sekarang ini menumbuhkan persaingan yang ketat diantara sesamanya.
2.2
Jenis video klip
Para pakar dan pemerhati video klip membaginya menjadi beberapa tipe yang berbeda.
Menurut Colin Stewart dan Adam Kowaltzke, industri musik membagi video klip ke dalam
dua tipe utama, yaitu:
Conceptual clips
Conceptual clips merupakan video klip yang
beradasarkan pada suatu tema sentral
tertentu. Pada umumnya tipe klip ini memiliki plot dan jalan cerita, tapi ada juga yang
hanya berupa kumpulan gambar-gambar yang disatukan. Conceptual clips ini dibagi
menjadi dua bagian:
•
narrative music video, maksudnya adalah klip yang memiliki visualisasi sesuai
dengan apa yang ingin diceritakan oleh lirik musiknya.
•
Non-narrative music video, dalam tipe non-narrative, jalan cerita selalu diabaikan.
Biasanya tipe klip ini terdiri dari kumpulan-kumpulan gambar yang mungkin tidak
memiliki satu tema. Tipe ini lebih mementingkan penggabungan antara musik dan
visual dengan harapan dapat membangkitkan suatu emosi tertentu pada
audiensnya.
5
Performance clips
Tipe video klip ini lebih terfokus pada penampilan penyanyi/bandnya. Video klip tipe ini
mungkin terlihat kuno bagi kebanyakan audiens sekarang karena merupakan tipe video klip
yang populer pada tahun 1960 dan 1970.
Sedangkan dalam bukunya “making musik video”, David Kleiler dan Robert Moses membagi
video klip menjadi cinematic video dan photographic video. Keduanya dapat dibedakan
dari ada atau tidaknya jalan cerita dalam video klip tersebut. Mungkin tidak jauh berbeda
dari pembagian narrative dan non-narrative music video, yaitu apakah visualnya bercerita
sebagaimana liriknya bercerita atau hanya berupa penggabungan musik dan visual untuk
menceritakan emosi tertentu.
Adam Bernstein, seorang sutradara video klip, membagi video klip menjadi performance
video, narrative video, ethereal video dan kemudian video yang menggabungkan
ketiganya. Sedangkan Douglas Rushkoff, seorang analis media, mengkategorikan video klip
kedalam 2 genre utama yaitu cinematic video dan photographic video.
Cinematic video
Cinematic video merupakan tampilan video yang lebih mengandalkan tutur film berupa
narasi. Video dengan genre ini menggunakan tutur film tradisional yaitu lebih menyerupai
sebuah cerita pendek. Genre ini juga mengandalkan narasi cerita dan cara tutur atau cara
berceritanya. Beberapa contoh cinematic video adalah ‘papa don’t preach’ dari Madonna
dan ‘janie’s got a gun’nya Aerosmith. Kedua video klip ini dikategorikan sebagai cinematic
video yang klasik karena tampilan visualnya merupakan ilustrasi cerita dari liriknya.
Narasinya diceritakan melalui gambar-gambar yang dramatis yang kemudian digabungkan
dengan penampilan artisnya.
Meskipun begitu tidak semua cinematic video mengandalkan narasi dan gambar-gambar
yang dramatis. Genre ini disebut sebagai progressive video.
6
Photographic video
Sedangkan Photographic video, kebalikan dari cinematic video merupakan salah satu
kategori video klip yang tidak mengandalkan cara tutur cerita film. Genre video ini lebih
berlandaskan pada fotografi, warna, gerak dan juga pada tampilan dan rasa yang
ditampilkan video dibandingkan jalan ceritanya. Untuk mendapatkan photographic video,
sutradara lebih memfokuskan diri untuk mengumpulkan sebanyak mungkin pengambilan
gambar. Gambar yang diambil biasanya berupa gambar yang memprofokasi, menakutkan,
mengagetkan, menggunakan dekorasi mewah, dan gambar-gambar yang secara dramatis
dapat menimbulkan respons secara emosional. Sedangkan penampilan artis atau bandnya
dibuat berinteraksi dengan gambar-gambar yang biasanya menggunakan objek-objek yang
tidak eksplisit, tidak jelas maksud dan artinya. Objek-objek dalam tampilan visualnya
biasanya berupa benda-benda yang tidak biasa dan bahkan dengan dandanan yang aneh,
yang mencampurkan antara kenyataan dan fantasi.
Pengambilan gambar disini lebih berupa portrait photohraphy, misalkan seorang model
berjalan ke arah kamera atau tiba-tiba menatap ke arah kamera dan bergerak ke suatu
posisi dan berdiri dengan pose baru. Fungsinya untuk memperlihatkan sifat, kebiasaan,
lingkungan, dan juga keadaan fisik dan emosional dari objek atau modelnya. Portrait
photography ini biasanya terpisah dan bukan merupakan suatu satu kesatuan yang hanya
muncul untuk beberapa saat.
Photographic video ini merupakan kombinasi dari berbagai macam objek, atau kombinasi
dari berbagai macam gambar yang dapat memberikan efek atau rasa kepada pemirsanya
berkat bantuan dari penempatan gambar-gambarnya (juxtaposition of images).
7
2.3
Grup Musik The Dresden Dolls
2.3.1 Genre Musik
Musik dapat dikategorikan ke dalam genre-genre tertentu berdasarkan teknik, gaya,
konteks dan tema (isi atau jiwa dari musik itu sendiri). Bahkan musik dapat dikategorikan
juga berdasarkan hal yang tidak berkaitan dengan musik. Contohnya yaitu pengkategorian
berdasarkan geografi atau tempat musik itu berasal.
Mengkategorikan musik bukanlah suatu hal yang mudah. Hal ini disebabkan karena
banyaknya sub genre pada masing-masing genre yang saling tumpang tindih sehingga sulit
dikategorikan.
Beberapa kategori genre yang ada yaitu: Klasik, Gospel, Jazz, Latin American, Blues,
Rhythm and Blues, Funk, Rock, Pop, Country, Electronic, Melodic Music, Ska, Reggae, Hiphop/rap, Contemporary African Music. Tiap-tiap genre ini memiliki beberapa sub genre
yang bahkan mendapatkan dari genre genre yang berbeda.
Grup musik The Dresden Dolls dapat dikategorikan pada beberapa genre, yaitu itu:
Alternative rock, Punk rock, dan dark cabaret.
Alternative rock disini berasal dari genre musik rock yang muncul pada tahun 1980-an yang
kemudian menjadi populer pada tahun 1990-an. Sub genre alternative rock pada awalnya
merupakan sub genre yang dianggap tidak sesuai dengan pasaran dan keinginan industri
musik. Karena itulah sub genre ini disebut sebgai “alternatif”.
Gerakan Punk rock muncul pada pertengahan tahun 1970-an sebagai sebagai sebuah anti
rock. Grup musik Ramones dan Sex Pistols merupakan grup musik yang mengikuti
pergerakan punk rock. Punk memeliki ciri khas musik yang pendek, cepat, keras dengan
lirik yang sering berkaitan dengan politik.
Dark Cabaret muncul pada tahun 1970-an, hingga sekarang musiknya masih sering
dimainkan. Musisi-musisi bergenre dark cabaret mendapatkan pengaruh dari gaya german
cabaret, burlesque, vaudeville, folk, punk, deathrock, gothic rock dan musik darkwave.
8
Karakteristik dari dark cabaret adalah permainan piano dengan vokal cewek atau cowok.
Danny Elfman adalah salah seorang musisi yang menjadi pengaruh bagi musik dark cabaret
ini. Biasanya musik ini juga ditambah dengan instrumen seperti cello, biola, akordion atau
trompet.
2.3.2 The Dresden Dolls
The Dresden Dolls terdiri dari:
Amanda Plmer: Vokal, piano
Brian Viglione: Drummer, gitar
Duo pemusik ini berasal dari Boston, Massachusetts, Amerika, yang terbentuk pada tahun
2001. mereka menggambarkan musik mereka sebagai brechtian punk cabaret atau yang
dikenal juga sebagai dark cabaret yang populer pada awal tahun 1990-an. Beberapa sumber
juga menyebutkan bahwa The Dresden Dolls ini memiliki genre musik alternative rock,
punk rock dan dark cabaret.
Untuk dapat mengenal duo pemusik asal Boston ini kita perlu mengenal mengenai Bertolt
Brech dan Epic Theater terlebih dahulu. Brecht berpendapat bahwa keberadaan dan
9
pegelaran seni pertunjukan teater haruslah berdasarkan pada keinginan dari senimannya
dan bukannya hanya untuk sekedar memuaskan perasaan penonton. Brecht menyadari
bahwa penonton terlibat langsung secara emosional dengan karakter yang disuguhkan
dalam suatu pertunjukan. Untuk itu ia menciptakan suatu teknik yang dapat mengingatkan
penonton bahwa mereka sedang melihat suatu suguhan realita diatas realita sebenarnya.
The Dresden Dolls yang mengadopsi teknik Brech (yang kemudian disebut sebagai Brechtian
punk cabaret) ini telah melakukan berbagai pertunjukan di Amerika dengan menampilkan
imej musik mereka yang sangat emosional. Dalam setiap musik merka selalu memasukkan
unsur suara yang seperti berbisik yang kemudian lambat laun berubah menjadi keras (rock
& roll). Sedangkan dari segi lirik biasanya bercerita mengenai rasa cinta yang tidak terbalas
yang diperlihatkan melalui kehebohan dan kebisingan nuansa rock dan dengan lirik yang
komikal namun tragis.
Hal yang unik adalah mereka mampu menyuguhkan nuansa musik rock tanpa menggunakan
sound gitar yang merupakan ciri khas dari musik rock. Meskipun begitu musik bukanlah
satu-satunya faktor yang membuat mereka tampak berbeda dibandingkan musisi lainnya.
Konsistensi mereka untuk menampilkan imej yang sesuai dengan musik dan lirik juga
merupakan faktor yang menjadikan mereka unik. Terutama karena musik mereka dan
eksistensi grup mereka dilatarbelakangi oleh seni teater.
Seni teater dan Brechtian Punk Cabaret ini kemudian menjadi ciri khas grup musik ini,
dimana setiap kali pertunjukan yang digelar mereka selalu berdandan dengan gaya teater.
Seperti make-up yang berwarna putih dan olesan merah di bibir dan pipi. Mereka juga
selalu mengajak penonton untuk ikut berpartisipasi dan terlibat pada setiap pertunjukan.
Selain itu pada setiap pertunjukan musiknya mereka selalu menggelar performance art
yang pastinya dapat menarik minat penonton. Seni teater dan kabaret ini sangat melekat
pada imej duo asal Amerika ini.
Nama The Dresden Dolls, menurut vokalisnya Amanda, merupakan kombinasi dari berbagai
hal. Hal yang menjadi inspirasi mereka yaitu peristiwa pembakaran kota Dresden, Jerman,
dan boneka porselen yang merupakan ciri khas dari masa industri Dresden. Selain itu nama
ini dapat diartikan sebagai Dresden: pengrusakan; dan boneka porselen: sesuatu yang lugu
dan menggoda. Makna dari nama The Dresden Dolls ini adalah sesuatu yang indah, penuh
keluguan yang menggoda namun sekaligus dapat menjadi senjata pengrusak. Nama ini juga
10
menyiratkan musik dari The Dresden Dolls itu sendiri yang sering terdengar kekanakkanakan namun bisa berubah menjadi jeritan pada saat berikutnya.
Album yang pernah mereka keluarkan:
A is for accident (2003)
The Dresden Dolls (2003)
Yes Virginia (2006)
Berikut beberapa single yang pernah mereka keluarkan:
•
"Good Day” (7" Vinyl) (Important records, 2003)
•
"Girl Anachronism” (Roadrunner, 2004)
•
"Coin Operated Boy” (Roadrunner, 2004)
•
"Sing” (Roadrunner, 2006)
•
"Backstabber" (Roadrunner, 2006)
2.4
Hubungan antara musik-visual
Genre
video
manapun
yang
akan
digunakan
nantinya
tetap
saja
sama-sama
memperhitungkan satu hal dasar dari pembuatan sebuah video klip, yaitu harus adanya
hubungan antara musik dan visual. Hubungan antara musik dan visual ini lebih seperti suatu
fenomena alam bawah sadar, untuk menjabarkannya berarti seperti menjabarkan respons
secara emosional yang didapat dari suatu musik.
11
Kemungkinan yang terjadi saat mencoba memvisualisasikan musik adalah adanya respons
yang berbeda pada tiap bagian musik. Misalnya saja pada satu bagian dari musiknya
terdengar seperti bunyi benda-benda berat seperti truk atau tank baja, sedangkan pada
bagian yang lain terdengar seperti bunyi sepeda di jalan yang lengang. Perubahanperubahan yang ada pada tiap bagian lagu harus dipertimbangkan dengan baik agar dapat
menciptakan hubungan antara musik dan visualnya. Banyak video klip-video klip yang
berusaha untuk dapat menampilkan hubungan musik-visual ini, yang menjadi pemenang
adalah video yang benar-benar berhasil menggabungkan dan mencocokkan musik dan
visualnya, dan itu bukanlah pekerjaan yang gampang.
Hubungan antara musik dan visual dapat tercipta karena adanya konsep video. Misalkan
suatu musik yang terdengar seperti sesuatu yang mekanik maka visualnya akan berupa
sesuatu yang mekanik juga. Ini hanyalah salah satu contoh yang dapat diterapkan dalam
menciptakan hubungan musik-visual. Contoh lainnya adalah sebuah film oleh Stanley
Kubrick yang berjudul 2001: A Space Odyssey (1968). Dalam film ini Stanley
menggabungkan antara gerakan slow-motion pesawat luar angkasa dengan musik klasik dari
Strauss Waltzes.
2.5
Fitur dalam musik-video
Beberapa hal yang biasanya terdapat dalam video klip adalah sebagai berikut:
•
Poetic images, video klip menggunakan imej visual secara puitis untuk membangun
ide dan menciptakan efek secara emosional pada audeins. Dapat menarik perhatian
serta disukai oleh audiensnya karena visualnya yang unik, aneh dan mengejutkan.
•
Symbolic images, video klip biasanya menggunakan imej atau gambar yang mudah
dimengerti. Tapi tidak tertutup kemungkinan sebuah video klip menggunakan imejimej yang simbolik yang mengingatkan penonton pada asosiasi lain dari gambar
tersebut.
•
Rapid shot changes, dalam video klip yang berdurasi 3 menit bisa terdapat ratusan
shot dengan transisi yang cepat untuk mempertahankan perhatian penonton.
12
Tidak ada formula tertentu dalam membuat sebuah video klip. Pada dasarnya klien
(penyanyi/band) memberikan keleluasaan bagi sutradara untuk mengekspresikan musik
mereka sesuai dengan keinginan si sutradara. Beda halnya saat mengerjakan iklan komersil,
dimana sutradara berperan sebagai orang yang mewujudkan keinginan klien. Dalam video
klip musik sutradara berperan penting sebagai eksekutor dan pemberi ide.
2.6
Pemaknaan Fotografi
Sebuah foto sangat dekat dengan analogi sebuah kehidupan nyata karena sebuah foto
menjepret langsung apa yang terjadi dalam kehidupan nyata. Tidak menjadi masalah
apakah itu foto hitam-putih atau berwarna, ukuran besar-kecil ataupun pada kenyataannya
sebuah foto adalah hanya selembar kertas. Karya lukisan secara esensi tidak berbeda
dengan foto, walaupun gaya visual seorang seniman memberi ‘kesan tambahan’ yang
berbeda, isinya tetap analogi dari kehidupan nyata.
Barthes menyadari bahwa kita hanya mengenali apa yang telah kita tahu. Dengan
mengambil contoh iklan pasta, dia menulis, “Kita mesti tahu apa itu tomat, string-bag, dan
apa itu pasta, tetapi ini merupakan masalah dari hampir semua ilmu kemasyarakatan.”
Kumpulan gambar yang terdapat pada iklan tersebut mewakili suatu pesan tanpa harus
menggunakan teks, dengan kata lain menjadi sebuah pesan simbolis. Seringkali, orang yang
mengartikan imej dengan cara di atas tidak mempunyai pengetahuan yang lengkap akan
apa yang ditampilkan dalam imej tersebut. Kita mungkin mengetahui seragam itu adalah
seragam, tapi kita tidak tahu jenis seragamnya.
Menurut Barthes, fotografi dapat mengambil bagian objek dengan memperlihatkan sudut
pandang yang memperlihatkan maksudnya namun sekaligus tidak dapat memilih objek apa
saja yang ikut terbawa bersamanya. Dalam fotografi kita bisa melihat penggabungan antara
budaya yang melekat erat pada orang yang diwakilkan, tempat-tempat dan benda-benda,
atau melalui ‘konotasi ‘ yang spesifik.
Dalam Mythologies (1973) Barthes memusatkan kepada penjabaran secara denotasi baru
kemudian pada konotasi. Contoh penjabaran yang dilakukan oleh Barthes adalah sebagai
berikut:
13
Saya sedang berada di tukang cukur dan sebuah salinan dari sebuah Paris-Match
ditawarkan kepadaku. Pada sampulnya, seorang Negro muda dalam seragam tentara
Perancis sedang menghormat, dengan mata yang melihat keatas, mungkin tepatnya
pada lipatan bendera tiga warna. Semua ini adalah maksud dari gambar tersebut. Tapi,
dibuat-buat ataupun tidak, saya melihat dengan jelas artinya: bahwa Perancis adalah
kerajaan yang hebat, semua anak laki-lakinya, tanpa diskriminasi warna kulit, setia
dibawah benderanya, dan tidak ada jawaban yang lebih baik untuk para penghina dari
apa yang dikatakan penjajahan daripada semangat yang ditunjukkan oleh Negro ini
dalam mengabdi ia sangat terlihat menindas. Lalu saya dihadapi lagi oleh sistem
semiologika yang lebih hebat: di sana ada sebuah signifier, itu sendiri sudah terbentuk
dengan sistem sebelumnya (seorang tentara kulit hitam sedang hormat kepada
Perancis); dan ada sebuah penanda (di sini adalah bertujuan untuk mencampur
kePerancisan dan kemiliteran). (1973:116)
Arti yang konotatif adalah semua yang berhubungan
dengan orang yang diwakilkan,
tempat-tempat atau benda-benda kedalam sebuah kesatuan yang terlahir ( karena itu
‘waktu’ juga berperan penting dalam membaca makna dibalik foto). Yang kedua, adanya
arti-arti yang ideologis, bertujuan untuk mengesahkan keadaan tetap pada suatu saat
tertentu dan ketertarikan dari kekuatan yang ada di dalamnya (dalam kasus ini penjajahan
dan militer Perancis berperan di Afrika) – harus diingat bahwa Mythologies, diterjemahkan
dalam bahasa Inggris pada tahun 1973.
Karena itu kita dapat berkesimpulan bahwa foto adalah salah satu karya yang memiliki
makna dan dapat kita maknai karena foto ‘menangkap’ realita seperti aslinya.
2.7
Target Sasaran
Target sasaran yang dituju adalah remaja SMU dengan umur 16 sampai dengan 18 tahun
yang berdomisili di kota besar. Remaja pada umur itu adalah remaja yang sedang gencargencarnya melakukan pencarian jati diri. Biasanya mereka juga cenderung untuk menyukai
hal-hal yang berbeda dengan kebanyakan orang. Begitu juga dalam hal musik dan video
klip.
Pemikiran mereka yang masih segar dan mudah menerima hal yang baru merupakan sasaran
yang sangat cocok untuk video klip semacam photographic video. Hanya saja karena
14
minimnya akses dan tayangan yang berbeda seperti itulah yang membuat mereka
cenderung untuk menyukai hal-hal yang sama. Contohnya saja remeja wanita yang pasti
gemar menonton sinetron ataupun film remaja Indonesia.
Untuk itu perlu adanya sebuah tayangan yang berbeda meskipun hanya dalam bentuk video
klip yang diharapkan dapat menjadi rujukan kreatifitas remaja.
15
Download