SIARAN PERS Biro Hubungan Masyarakat Gd. I Lt. 2, Jl. M.I Ridwan Rais No. 5, Jakarta 10110 Telp: 021-3860371/Fax: 021-3508711 www.kemendag.go.id Produktif, Indonesia-AS Inginkan TIFA Fokus Pada Solusi Washington D.C., 13 Juni 2017 - Pertemuan Trade and Investment Framework Arrangement (TIFA) ke-16 antara Indonesia dan Amerika Serikat (AS) telah dilaksanakan selama dua hari pada 12-13 Juni 2017 di kantor United States Trade Representative (USTR) di Washington D.C., AS. "Pertemuan kali ini cukup produktif mengingat cukup banyak isu yang dibahas. Kedua negara juga menyampaikan 'wish list' dan berjanji akan menindaklanjuti hasil rapat," jelas Direktur Jenderal Perundingan Perdagangan Internasional Kemendag Iman Pambagyo, yang juga Ketua Delegasi Pemerintah Indonesia dalam pertemuan TIFA kali ini. Indonesia dan AS dalam pertemuan dua hari ini berkesempatan untuk menyampaikan perkembangan kebijakan perdagangan masing-masing. Asisten USTR Barbara Weisel yang juga Ketua Delegasi AS menjelaskan kepada Delegasi Indonesia mengenai arah dan fokus kebijakan perdagangan Pemerintah AS saat ini. "Sekarang sedikit lebih jelas bagi Indonesia bahwa AS ingin fokus pada upaya mengatasi defisit perdagangan barang dengan negara mitranya, terutama bila ada dugaan kuat bahwa negara mitra tersebut menerapkan kebijakan perdagangan dan investasi yang merugikan kepentingan komersial AS. Karena itu, fokusnya memang pada isu-isu bilateral," jelas Iman. Dalam pertemuan paralel, kedua negara membahas isu-isu teknis yang menjadi concern kedua pihak. Concern Indonesia terutama pada standar AS yang sulit dipenuhi, misalnya di isu hak kekayaan intelektual, Indonesia telah melakukan banyak kemajuan dalam hal aturan dan penegakan hukum. Indonesia juga bekerja sama dengan AS dalam menyusun joint work plan, namun tahun 2017 Indonesia tetap masuk dalam Priority Watch List (PWL). Hal yang sama juga terjadi di sektor perikanan dengan regulasi AS yang berlapis-lapis dan tumpang tindih. "AS sering kali memindahkan 'tiang gawang' sehingga berbagai upaya yang ditempuh Pemerintah dan pelaku usaha Indonesia sering kali dianggap tidak cukup," jelas Iman. "Concern lain Indonesia adalah adanya kebijakan AS yang berkepanjangan yang memberikan ketidakpastian terhadap produk Indonesia seperti status biofuel berbasis minyak kelapa sawit dalam studi Notice of Data Availability (NODA) yang sudah lima tahun belum diputuskan," tambah Direktur Perundingan Bilateral Kemendag Ni Made Ayu Marthini. Iman mengungkapkan bahwa isu pengamanan perdagangan juga menjadi semakin penting untuk dipantau. Misalnya, sudah belasan tahun produk baja tertentu dari Indonesia dikenakan bea masuk anti-dumping dan countervailing duty (AD/CVD) dan ekspor ke AS sebetulnya sudah nihil dalam beberap tahun, namun tetap saja dikenakan 'hukuman' dalam bentuk dipertahankannya bea masuk anti-dumping di AS. Iman juga menerangkan bahwa concern AS sebagian besar terletak pada regulasi Indonesia yang dianggap menciptakan ketidakpastian, menghambat akses pasar dan investasi perusahaan AS di Indonesia, seperti regulasi susu, lokalisasi data, tingkat kandungan dalam negeri (TKDN), dan National Payment Gateway (NPG). "Kami mencatat concern AS, namun kami juga meminta AS untuk berbagi pengalaman dalam menerapkan prinsip 'good regulatory practice' atau GRP. Pemahaman Indonesia terhadap pentingnya GRP akan membantu menyelesaikan persoalan perdagangan dan investasi antara Indonesia dan AS dalam jangka pendek dan terutama dalam jangka panjang," terangnya. Kedua delegasi sepakat untuk menyusun prioritas isu yang harus segera diselesaikan. "Kami juga merencanakan pertemuan antara Menteri Perdagangan RI dan Ambassador USTR di sela-sela ASEAN Economic Minister (AEM) Meeting pada bulan September untuk memastikan bahwa sejumlah isu yang ada antara Indonesia dan AS dapat segera diatasi sebelum kedua negara mempertimbangkan langkah berikutnya,” tambah Iman. Pertemuan TIFA ke-16 ini dihadiri Delegasi Indonesia dan AS terbesar sejauh ini. Ada empat pejabat setingkat Direktur Jenderal yang hadir dan sembilan tingkat direktur lintas Kementerian. Selain itu pertemuan ini juga dihadiri oleh Kepala BKPM Thomas Lembong. Di sela-sela pertemuan TIFA, Delegasi Indonesia berkesempatan melakukan dialog dengan pelaku usaha AS, dan sebaliknya pelaku usaha Indonesia berdialog dengan Pemerintah AS dalam forum Business Engagement. Setelah pertemuan ditutup, Ketua Delegasi Indonesia Iman Pambagyo, bersama Kepala BKPM juga melakukan kunjungan kehormatan kepada Ambassador USTR Robert Lighthizer di kantornya. Sekilas Perdagangan Bilateral Indonesia-AS Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), total perdagangan bilateral Indonesia-AS dalam 5 tahun terakhir menunjukkan tren negatif sebesar -2,78%. Pada 2016, total perdagangan kedua negara mencapai USD 23,44 miliar dan Indonesia mengalami surplus sebesar USD 8,84 miliar. Nilai ekspor (migas dan nonmigas) Indonesia ke AS mencapai USD 16,14 miliar, sedangkan nilai impor Indonesia dari AS tercatat sebesar USD 7,3 miliar. Meksipun mengalami penurunan, AS tetap merupakan tujuan ekspor nonmigas ke-1 dengan nilai USD 15,68 miliar dan sumber impor nonmigas ke-5 Indonesia dengan nilai USD 7,3 miliar. Produk ekspor utama Indonesia ke AS antara lain udang, karet alam, ban, alas kaki dan pakaian. Sementara impor utama Indonesia dari AS kacang kedelai, steamed turbine, kapas, gandum dan perlengkapan untuk makanan hewan. --selesai-Informasi lebih lanjut hubungi: Marolop Nainggolan Kepala Biro Humas Kementerian Perdagangan Telp/Fax: 021-3860371/021-3508711 Email: [email protected] Ni Made Ayu Marthini Direktur Perundingan Bilateral Ditjen Perundingan Perdagangan Internasional Kementerian Perdagangan Telp/Fax: 021-3442576/021-3858206 Email: [email protected]