Edisi 20 O Maret 2012 HUT Ke-54 PAPDI: Merajut Asa – Kini dan Masa Depan 4 HUT PAPDI Ke-54: Kado Dari Sesepuh 7 Waspadai Raibnya Pendidikan Subspesialis 9 UU Pendidikan Kedokteran: Mesti 10 Prof. Dr. Nuzirwan Acang, SpPD, K-HOM, FINASIM: Antara Medis, Musik dan Adat 15 Lima C Untuk Membuat Informed Consent Bisa Menjawab Tantangan Global lang tahun PAPDI ke-54 yang jatuh pada 16 November 2011 lalu sangat istimewa. Pasalnya, pada ulang tahun ini pengurus PB PAPDI mendapat “kado” dari sesepuh dan para mantan Ketua Umum PB PAPDI. Para tokoh PAPDI ini meluangkan waktu hadir pada acara sarasehan dan diskusi dalam rangka ulang tahun PAPDI yang diselenggarakan pada 20 November 2011, di Hotel Boroburur. Sarasehan tersebut mengangkat tema “ PAPDI: Merajut Asa - Kini dan Masa Depan”. Pada kesempatan itu, Ketua Umum PB PAPDI DR. Dr. Aru W. Sudoyo, SpPD, K-HOM, FINASIM, FACP banyak menerima asupan dari para sesepuh. Mereka yang hadir adalah para mantan Ketua Umum PB PAPDI, yaitu Dr. Sjaifoellah Noer, SpPD, K-GEH, FINASIM, Prof. Dr. Slamet Suyono, SpPD, K-EMD, FINASIM, Prof. DR. Dr. Sjamsuridjal Djauzi, SpPD, K-AI, FINASIM, FACP dan Prof. Dr. A. Aziz Rani, SpPD, K-GEH, FINASIM. Sedangkan Dr. Achmad Dachlan, SpPD, mantan Ketua Umum PB PAPDI periode 1975 - 1978, dan 1978-1981 berhalangan hadir. Di samping itu, hadir pula mantan pengurus lain yang turut membesarkan PAPDI diantaranya Prof. DR. Dr. Jose Roesma, SpPD, K-GH, FINASIM, Prof. DR. Dr. Suhardjono, SpPD, K-GH, FINASIM, Prof. Dr. Herdiman T. Pohan, SpPD, K-PTI, FINASIM, dan Prof. Dr. H.A.M. Akil, SpPD, K-GEH, FINASIM. ”Acara ini menjadi sangat istimewa para sesepuh PAPDI hadir di tengah-tengah kita,” ujar Ketua Umum PB PAPDI DR. Dr. Aru W. Sudoyo, SpPD, KHOM, FINASIM, FACP saat membuka acara. Dr. Aru mengatakan PAPDI berkembang seperti saat ini tak bisa dipisahkan dari proses perjalanan sebelumnya. Para Ketua Umum PB PAPDI sebelumnya telah meletakan anak tangga untuk mencapai puncaknya. “Begitu pula saya, meletakkan anak tangga untuk pengurusan selanjutnya,” katanya. “Namun dalam menapaki anak tangga, ada kalanya berhenti sejenak untuk merenung dan mengevaluasi apa yang telah dicapai.” Pada sarasehan ini, Dr. Aru mengajak jajaran pengurus “menarik napas” berkontempelasi atas pencapaian – pencapaian selama kepengurusannya. “Telah banyak perubahan yang dilakukan sehingga PAPDI menjadi besar seperti saat ini. Saya kagum dan memberi apresiasi kepada Dr. Aru dan pengurus lain,” ujar Prof. Dr. Sjaifoellah Noer, SpPD, K-GEH, FINASIM yang juga diikuti oleh keempat mantan ketua dan sesepuh lain. (HI) U Susunan Redaksi: Penanggung Jawab: DR. Dr. Aru. W. Sudoyo, SpPD, K-HOM, FINASIM, FACP *Pemimpin Redaksi: Dr. Ika Prasetya Wijaya, SpPD, K-KV, FINASIM *Bidang Materi dan Editing: Dr. lndra Marki, SpPD, FINASIM; Dr. Agasjtya Wisjnu Wardhana, SpPD, FINASIM; Dr. Alvin Tagor Harahap, SpPD; Dr. Nadia A. Mulansari, SpPD *Koresponden: Cabang Jakarta Raya, Cabang Jawa Barat, Cabang Surabaya, Cabang Yogyakarta, Cabang Sumut, Cabang Semarang, Cabang Padang, Cabang Manado, Cabang Sumbagsel, Cabang Makassar, Cabang Bali, Cabang Malang, Cabang Surakarta, Cabang Riau, Cabang Kaltim, Cabang Kalbar, Cabang Nanggroe Aceh Darussalam, Cabang Kalselteng, Cabang Palu, Cabang Banten, Cabang Bogor, Cabang Purwokerto, Cabang Lampung, Cabang Kupang, Cabang Jambi, Cabang Kepulauan Riau, Cabang Gorontalo, Cabang Cirebon, Cabang Maluku, Cabang Tanah Papua, Cabang Maluku Utara, Cabang Bekasi, Cabang Nusa Tenggara Barat, Cabang Depok, Cabang Bengkulu *Sekretariat: sdr. M. Muchtar, sdr. Husni, sdr. M. Yunus, sdri. Oke Fitia, sdri. Anindya Yustikasari *Alamat: PB PAPDI, Gedung ICB Bumiputera, Ground Floor 2B, Jl. Probolinggo No. 18, Gondangdia, Menteng, Jakarta 10350. Telp. (021) 2300818, Fax. (021) 2300588, 2300755; SMS 085695785909; Email: [email protected]; Website: www.pbpapdi.org 2 SEKAPUR SIRIH Halo Internis Q Edisi 20 Q Maret 2012 umpa lagi dan salam sejahtera para Teman Sejawat yang budiman. Kami dari tim redaksi Halo Internis menyapa kembali para pembaca dengan berita hasil sarasehan dalam rangka HUT PAPDI yang berisi ungkapan, uraian, serta nasehat petuah dari mantan Ketua Umum PB PAPDI periode awal hingga sekarang. Yang mengandung asa ke depan dalam rangka mengembangkan, membesarkan, dan membangun PAPDI, sebagai wadah organisasi profesi yang tidak saja sebagai alat mensejahterakan anggota tetapi juga memperjuangkan aspirasi anggota di arena pelayanan kesehatan di Tanah Air. Serta membantu meningkatkan mutu profesi Penyakit Dalam guna menjawab kebutuhan masyarakat yang makin tinggi. Hal ini dinarasikan oleh sejawat Dr. Sally A. Nasution, SpPD, K-KV, FINASIM. Selain itu masalah Pendidikan Subspesialisasi menjadi arena pertarungan kepentingan pihak tertentu yang menafikan pendidikan Sp 2 cukup oleh Kolegium Ilmu Penyakit Dalam. Masalahnya pengakuan Konsil Kedokteran Indonesia dalam mengeluarkan STR tergantung dari ijazah resmi oleh institusi pendidikan, bukan berdasarkan surat keterangan selesai pendidikan oleh Kolegium Ilmu Penyakit Dalam. Sehinga dikhawatirkan dalam arena CAFTA dan WTO 1 Januari 2015 nanti Indonesia dianggap tidak mempunyai Konsultan Spesialis dan ini akan menjadi lahan praktek dokter asing masuk Indonesia. Hal ini sudah diperjuangkan melalui UU Pendidikan Kedokteran oleh Sejawat Pengurus Besar PAPDI di komisi 10 DPR bersama-sama teman-teman Kolegium lain yang dirugikan oleh adanya aturan itu. Berita lain yaitu mengenai perjuangan kita meraih kesempatan menjadi tuan rumah WICIM 2016 di Bali nanti, juga berita-berita lain yang merupakan kontribusi Sejawat daerah. Ada juga ulasan sejawat Dr. Bambang Subagyo, SpPD, MM, FINASIM tentang informed consent yang dapat dipakai sebagai acuan pelayanan di tempat kerja kita masing-masing. Selamat membaca J BIDANG HUMAS PUBLIKASI DAN MEDIA OM INTERNIZ Warna jas boleh sama, sumpah dokter boleh sama, kok tentang Pendidikan Sp2 ribut ya...? SOROT UTAMA Halo Internis Q Edisi 20 Q Maret 2012 PB PAPDI: Lima Tahun yang Menentukan Juli 2006 di kota Palembang, DR. Dr. Aru W. Sudoyo, SpPD, K-HOM, FINASIM, FACP yang baru saja terpilih menjadi Ketua Umum PB PAPDI periode 2006-2009 mengaku was-was menerima jabatan ini. Pasalnya, dia paham benar, begitu banyak hal yang harus dibereskan dalam menakhodai gerbong organisasi ahli penyakit dalam untuk melalui waktu ke depan. “Ini merupakan tanggung jawab yang tidak bisa saya elakkan,” katanya, seperti dikutip HI edisi 15 pada saat itu. 6 Dr. Aru, begitu biasa disapa, menyadari, organisasi yang dipimpinnya cukup besar, sehingga hal pertama yang dilakukannya saat itu adalah konsolidasi anggota. Ia sangat ingin menjadikan PAPDI sebagai suatu organisasi yang kuat. Penataan organisasi adalah hal pertama yang mampir dipikirannya. “Pendataan anggota ini sangat penting. Tanpa data yang lengkap, bagaimana bisa menggalang kekuatan,” ujar ahli hematologi-onkologi medik ini. Rencananya berjalan mulus. Tiga tahun duduk sebagai ketua umum membawa banyak perubahan ke arah lebih baik. Kepemimpinannya tak diragukan. Dr. Aru terpilih kembali menjadi Ketua Umum PB periode 2009-2012 secara aklamasi pada Kongres Nasional Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam (KOPAPDI) XIV, di Jakarta, Nopember 2009 lalu Dimasa kepengurusan PB PAPDI Jilid II Dr. Aru menata organisasi PAPDI lebih professional dan lebih berperan aktif baik di tingkat nasional maupun international. President ISIM hadir pada PIN V tahun 2007 FOTO-FOTO: DOK. HI Sesungguhnya PAPDI itu besar dan tersebar di seluruh Indonesia. Jadi sudah selayaknya PAPDI dilihat dan didengar. PAPDI aktif mengikuti ACP pada 2007 PAPDI-PERKI menandatangani kesepakatan untuk saling menghargai Dr. Aru mengikuti konvokasi pada ACP, Internal Medicine 2008 di Washington, Amerika Serikat. Syukuran kantor baru PB PAPDI di Gedung ICB Bumiputera, Cikini, Jakarta Dr. Ceresna selaku juru bicara PB PAPDI pada saat bidding tuan rumah WCIM 2016 di WCIM 2010, Australia. Konker PAPDI XII di Batam Momentum penting dua periode kepengurusan Dr. Aru 1. Penataan organisasi: membuat tertib admnistrasi, standar prosedur kerja (SOP), tertib keuangan, mengurus akte notaris, pertanggungjawaban kepada anggota, transparansi pajak, dan pembentukan divisi advokasi 2. Tahun 2009 : Roadshow tentang antibiotik, nutrisi klinik, onkologi, lipid dan hipertensi, UMED dan lain-lain. Di samping pertemuan ilmiah, roadshow juga dimanfaatkan konsolidasi anggota PAPDI di cabang-cabang. 3. Pembukaan PAPDI cabang di daerah-daerah 4. PAPDI Store menyediakan merchandise PAPDI 5. Go international a. Tahun 2007: Aktif mengikuti American College of Physicians (ACP ) 2007 b. Tahun 2007: Mengundang Presiden ISIM pada Pertemuan Ilmiah Nasional (PIN) V 2007 di Solo, Jawa Tengah. c. Tahun 2008 : Dr. Aru mengikuti Konvokasi pada ACP, Internal Medicine 2008 di Washington, Amerika Serikat. 6. 7. 8. 9. 10. 11. d. Tahun 2008 : Mengikuti World Congress of Internal Medicine 2008 di Buenoes Aires, Argentina. Bidding pertama menjadi tuan rumah WCIM 2014 tidak diterima dengan alasan keamanan negara dan fasilitas yang kurang. e. Tahun 2010 : Mengikuti WCIM 2010 di Melbourne, Australia. Dan bidding kedua untuk menjadi tuan rumah WCIM. Berhasil diterima menjadi tuan rumah WCIM 2016, di Bali, Indonesia. Tahun 2009: Islah PAPDI-PERKI, menandatangani kesepakatan untuk saling menghargai. Tahun 2009: Dr. Aru terpilih kembali secara aklamasi pada KOPAPDI XIV, Jakarta. Tahun 2011: Menempati kantor baru di Gedung ICB Bumiputera, Cikini Tahun 2011: Mengikuti Philiphine College of Physicians (PCP), Manila dan mengaktifkan kembali Asean Federation of Internal Medicine (AFIM) dalam rangka harmonisasi Asean. Tahun 2011: Konferensi Kerja PAPDI XII di Batam Tahun 2011: Peluncuran buku panduan Emergency in Internal Medicine (EIMED) PAPDI. PENGUMUMAN Halo Internis edisi mendatang membuka rubrik baru, yaitu : O Pojok Tanya Jawab. Rubrik ini ditujukan bagi sejawat yang ingin berkonsultasi tentang kasuskasus yang ditemui di tempat praktik sejawat O Surat Pembaca. Kami menerima masukan berupa kritik, saran serta tanggapan lain seputar tabloid ini. Disamping itu, kami juga menerima opini seputar hal-hal yang berkaitan dengan kedokteran. Kirimkan pertanyaan, kritik, saran, tanggapan, atau opini Anda ke: Kantor PB PAPDI Gedung ICB Bumiputera, Ground Floor 2B, Jl. Probolinggo No. 18, Gondangdia, Menteng, Jakarta 10350. Telp. (021) 2300818; Fax. (021) 2300688, 2300755 Website: www.pbpapdi.org E-mail: [email protected] 3 4 SOROT UTAMA Halo Internis Q Edisi 20 Q Maret 2012 HUT PAPDI ke-54: Kado Dari Sesepuh i ulang tahun PAPDI ke-54 DR. Dr. Aru W. Sudoyo, SpPD, KHOM, FINASIM, FACP beserta jajarannya mendapat “kado” istimewa dari sesepuh PAPDI. Hadiah tersebut bukan berupa materi, namun ucapan selamat dan apresiasi yang tinggi dari para senior dan mantan Ketua Umum PB PAPDI atas pencapaian yang telah diperoleh saat ini. Hal tersebut disampaikan pada acara diskusi dan sarasehan PAPDI dalam rangka hari ulang tahun PAPDI di Hotel Borobudur, 20 Nopember 2011 lalu. “Saya sangat senang hadir pada acara ini. Apa yang saya pikirkan selama 30 tahun aktif di PAPDI, semuanya sudah terealisasi lima tahun terakhir. Lima tahun ini begitu besar loncatannya,” ujar Prof. Dr. Sjaifoellah Noer, SpPD, K-GEH, FINASIM, mantan Ketua Umum PB PAPDI periode 1987-1990 dan 1990 – 1993, bangga. Prof. Sjaifoellah, begitu biasa ia disapa, mengatakan bahkan pencapaian PAPDI saat ini di luar apa yang ada dibenaknya. Dokter yang pernah praktik ganisasi profesi. Dengan begitu ruang gerak PAPDI lebih luas dan dapat lebih dekat dengan masyarakat. Berkaitan dengan PAPDI Medical Relief (PMR), Prof. Aziz mengusulkan agar PMR masuk dalam AD/ART di bawah PB PAPDI. Namun tetap diberi kemandirian dalam hal mengelola kelengkapan organisasi. Hal ini terkait dengan suatu lembaga kemanusiaan yang bersifat nirlaba dituntut untuk transparan mengatur dana dari donator. ”Silahkan dijadikan anak atau anak angkat. Karena PMR juga menjalankan misi PAPDI,” tukasnya. Sesepuh lain, Prof. Dr. A.M. Akil, SpPD, K-GEH, FINASIM, Prof. Dr. Jose hatan begitu tinggi, akhirnya mereka kembali ke holistik. “Apakah kita akan mengikuti Amerika? Kita terfragmentasi dulu, kemudian ketika kita sadar tidak mampu melakukan pelayanan terkotak-kotak lalu kembali ke holistik,” tegasnya. Persoalan lain, adalah membina hubungan baik dengan profesi lain, terutama dokter umum. Menurut Prof. Samsuridjal PAPDI harus dekat dengan dokter umum. Kalau perlu, tambahnya, pada saat KOPAPDI atau PIN PAPDI dokter umum diberi tempat khusus. Kemudian, PAPDI mesti memberi perhatian lebih pada divisi psikosomatik. Bidang ini kurang berkembang di Apa yang telah dicapai kepengurusan PAPDI sekarang beyond expectations. Bukan sekadar baik, tapi diluar dugaan. Ini mesti dilanjutkan dan dikembangkan oleh kepengurusan yang akan datang. DOK. PAPDI D konflik PAPDI-PERKI disisa kepengurusannya. “Saya appreciate, begitu luas dan banyak yang telah dicapai. Pengurus ini yang kerjanya paling berat hingga dapat gedung baru,“ kata mantan Ketua Umum PB PAPDI periode 1993 – 1996 dan 1996 – 2000 ini, haru. “Saya jadi maklum, kenapa ia (Dr. Aru-red) belum menjadi professor,” tambahnya berkelakar. Penghargaan juga disampaikan Prof. DR. Dr. Samsuridjal Djauzi, SpPD, K-AI, FINASIM, FACP. Prof. Samsuridjal, sapaan akrabnya, mengatakan meski fasilitas jauh lebih baik, namun periode Dr. Aru merupakan kepengurusan “pengorbanan”. Bukan hanya waktu yang diberikan, kepengurusan saat ini menguras tenaga, pikiran dan menurunnya pendapatan lantaran harus sering meninggalkan praktik. “Apa yang telah dicapai kepengurusan PAPDI sekarang beyond expectations. Bukan sekadar baik, tapi diluar dugaan. Maka hal-hal ini mesti dilanjutkan dan dikembangkan oleh kepengurusan yang akan datang,” ungkap mantan Ketua Umum PB Ketua Umum PB PAPDI, Dr. Aru W. Sudoyo (tengah) bersama mantan ketua PB PAPDI. (kiri-kanan) Prof. Samsuridjal Djauzi, Prof. Slamet Suyono, Prof. Sjaifoellah Noer dan Prof. Aziz Rani. di Amerika ini bangga melihat PAPDI diakui dan aktif di dunia international. Ke depan, ia berharap PAPDI dapat menelurkan penelitian-penelitian yang mempunyai hak paten dan anggota PAPDI ada yang mendapat penghargaan international.”Kalau mungkin dapat Nobel,” kata mantan pengurus yang selalu mendapat peran sebagai sekretaris ini. Hal senada juga disampai Prof. Dr. Slamet Suyono, SpPD, K-EMD, FINASIM yang berbicara setelah Prof. Sjaifoellah pada acara itu. Prof. Slamet, begitu ia disapa, mengatakan gembira berada ditengah-tengah pengurus PB PAPDI. Ia memberikan apresiasi kepada Dr. Aru beserta pengurus lain. Ia setuju PAPDI kini telah auditable dan memiliki NPWP. Ia mengingatkan meski sudah berkembang, dalam perjalanannya PAPDI mesti merujuk pada anggaran dasar dan anggaran rumah tangga (AD/RT) PAPDI. Ia pun berharap Dr. Aru dapat menyelesaikan PAPDI periode 2000 – 2003 ini, salut. Kendati demikian, Ketua Kolegium Ilmu Penyakit Dalam ini mengatakan tantangan PAPDI juga tak kalah besarnya. Tantangan ini, menurutnya, adalah fragmentasi di tubuh penyakit dalam. Ada kekuatan dari luar, di tambah keinginan beberapa internis, yang ingin mengotak-kotakan pelayanan kesehatan di tubuh penyakit dalam. Hal ini mesti diantisipasi, PAPDI harus memper tahankan pelayanan kesehatan holistik. “Karena itu, saya rasa kita harus menjawab dengan membuat buku putih melalui sejarah PAPDI dan kalau boleh menulis kembali pidato Prof. Slamet supaya dapat dipahami oleh anggota – anggota yang lain dengan baik,” ungkap Prof. Samsuridjal. Soal fragmentasi ini, lanjutnya, masyarakat dan negara akan menanggung tingginya biaya pelayanan kesehatan. Amerika Serikat, misalnya, mengalami fragmentasi namun karena biaya kese- banding yang lain. Padahal, dari segi konsep, psikosomatik sudah cukup kuat. Prof. Samsuridjal juga mengingatkan, dalam kepengurusan PAPDI tetap menjunjung kepemimpinan kolegial dan cost effectiveness. Selanjut, Prof. Dr. A. Aziz Rani, SpPD, K-GEH, FINASIM menyampaikan pandangannya. Menurutnya kepengurusan saat ini sudah menjalankan PAPDI sangat luar biasa. Periode ini, lanjutnya, telah meletakkan model organisasi yang professional untuk periode berikutnya. “Pengurusan saat ini sudah menjawab tantangan yang ada pada masanya. Selamat kepada kepengurusan saat ini,” kata mantan Ketua Umum PB PAPDI periode 2003-2006 ini. Prof. Aziz, begitu biasa disapa, mendukung rencana Dr. Aru membentuk foundation. Menurutnya foundation merupakan perpanjangan tangan dari or- Roesma, SpPD, K-GH, FINASIM, Prof. Dr. Herdiman Pohan, SpPD, K-PTI, FINASIM, Prof. Dr. Suhardjono, SpPD, K-GH, FINASIM juga memberi apresiasi pada pengurus saat ini. Mereka sependapat apa yang dilakukan Dr. Aru bersama pengurus lain telah jauh dari apa yang dipikirkan. “Saya sangat bangga pengurus PAPDI saat ini. Dr. Aru sangat luar biasa, setiap saat ia pergi mengunjungi daerah-daerah,“ ujar Prof. Akil selaku penasehat PB PAPDI periode ini. Prof. Akil sependapat dengan Prof. Samsuridjal. Ia menegaskan perlunya pemahaman yang lebih dalam tentang holistik. Konsep ini tetap dipertahankan, boleh saja mendalami satu bidang tapi tetap dalam kerangka holistik. “Untuk itu perlu komunikasi lebih inten ke Kemenkes, IDI, dan fakultas-fakultas kedokteran,” ujar Prof. Akil. Sementara Prof. Herdiman T. Pohan senada dengan Prof. Aziz. Ia setuju dibentuk yayasan. “Banyak yang bisa dikelola. Kita akan sukses karena PAPDI punya asset anggota dan scientif power,” ungkapnya. Sedangkan Prof. Suhardjono menambahkan PAPDI sudah perlu merekrut sekretaris eksekutif agar lebih professional. Diantara sesepuh PAPDI yang hadir, sayangnya Dr. Achmad Dachlan, SpPD mantan Ketua Umum PB PAPDI periode 1975-1978 dan 1978-1981 berhalangan hadir karena ada keperluan keluarga yang sangat mendesak. Namun ketika ditemui tim Halo Internis di tempat kediamannya di bilangan Cinere, Depok, ia mengatakan sangat terharu dengan kepengurusan sekarang yang selalu menjalin komunikasi dan memberi perhatian kepadanya. “Meski kami kurang mengikuti perkembangan PAPDI, tapi kami selalu diundang ke acara PAPDI. Terima kasih atas perhatiannya,” ujar Dr. Achmad Dachlan yang duduk didampingi istrinya. (HI) SOROT UTAMA Halo Internis Q Edisi 20 Q Maret 2012 Dr. H. Amrizal, SpPD, FINASIM Prof. Dr. Hans Tandra, SpPD, K-EMD, FINASIM, PhD, FACE Maksimalkan Akses Teknologi Newsletter PAPDI Langsung Via Email APDI sudah 54 tahun! Congratulations!,” sapa Prof. Dr. Hans Tandra, SpPD , K-EMD, FINASIM, PhD, FACE mengawali wawancara dengan Halo Internis. Menurut dokter kelahiran Samarinda 54 tahun silam ini, di era globalisasi PAPDI dituntut lebih berperan aktif, baik nasional maupun international. Pasalnya, ke depan PAPDI bakal banyak menghadapi tantangan dari segi perkembangan keilmuan, tuntutan masyarakat atau regulasi global. ”Untuk itu, semua anggota turut berperan aktif,” ujarnya Prof. Hans mengatakan PAPDI adalah organisasi yang dapat menyatukan para internis, dan mampu menjadi pelindung dan pengayom mereka. Sudah banyak yang diberikan PAPDI, mulai surat edaran, Halo Internis, Acta Medica Indonesiana, ataupun website PAPDI. “Bagi dokter yang gemar membaca apalagi menulis, semua itu pasti akan terasa kurang, sebaliknya bagi yang malas, semua info itu mungkin tidak memberikan banyak dampak,” kata Prof. Hans. Prof. Hans menambahkan membaca adalah satu dari sekian aktivitas wajib yang harus dilakukan oleh seorang dokter. Ia sendiri selalu menyempatkan waktu membaca hal-hal yang berkaitan dengan penambahan kemampuaannya di bidang endokrin. Hampir setiap hari ia menerima email newsletter atau jurnal international. Kini ia berharap, kelak ada newsletter PAPDI yang mencakup informasi organisasi, berita-berita, ataupun artikel ilmiah, yang dapat dikirim langsung via email ke setiap dokter. ”Tapi tentu butuh tenaga khusus untuk ini,” aku Prof. Hans. Semoga harapan ini segera terwujud. (HI) Prof. Dr. Hans Tandra, SpPD, K-EMD, FINASIM, PhD, FACE “P DOK. PAPDI S DOK. PAPDI aat ini PAPDI telah memberi kontribusi dan manfaat yang baik bagi anggotanya. Adanya program-program seperti symposium ilmiah, baik dalam skala kecil, regional mapun nasional, mampu membantu meng-update pengetahuan, sesuai tuntutan profesi. Hal tersebut disampaikan Dr. H. Amrizal, SpPD, FINASIM. Akan tetapi kontribusi ini tidak akan maksimal tanpa peran aktif sendiri dari anggotanya. Sejak diresmikannya PAPDI Cabang Sumatera selatan pada 2007, organisasi ini tidak hanya menjadi ajang menjalin komunikasi se- Dr. H. Amrizal, SpPD, FINASIM cara kekeluargaan, perber 1964 ini. sonal hingga institusional saja, tapi juSelain itu dokter yang sehari-hari ga memberi sumbangsih bagi internis berpraktek di RSU Kundur Palembang di daerah dalam meng-update perkembangan dan ilmu pengetahuan. ini juga mengatakan kemajuan teknoloMemasuki usianya ke-54, PAPDI jugi yang kian pesat, menutut PAPDI sega dihadapkan pada tantangan terutabagai anggota profesi untuk turut mamma menghadapi era global. “Kami berpu memaksimalkan akses teknologi syukur saat ini di UNSRI Palembang teyang semakin canggih tersebut. “Bahlah membuka jenjang pendididikan subkan hal sederhana seperti grup PAPDI spesialis. Ini adalah bagian dari upaya di Blackberry saja mampu memberi manfaat yang banyak, seperti yang samenghadapi tantangan zaman,” ujar ya rasakan,” ujarnya. (HI) dokter kelahiran Palembang, 25 Okto- Dr. Nyoman Suarjana, SpPD, K-R Roadshow Lebih Diperbanyak EIMED Sebaiknya untuk Dokter Umum DOK. PAPDI E kat Indonesia. Bagi Dr. Harlinda, PAPDI berperan mendorong dan meningkatkan penelitian dalam bidang penyakit dalam. Kegiatan-kegiatannya merupakan salah satu wadah untuk upgrade dan sharing ilmu pengetahuan terkini. Dr. Harlinda menilai, PAPDI sejauh ini telah memiliki kinerja dan peran yang baik. “Penyelenggaraan Kongres Nasional PAPDI yang dilaksanakan setiap 3 tahun merupakan program yang paling baik dan sukses selama ini,” ujar bendahara PAPDI Cabang Manado tersebut. Namun demikian, pihaknya berharap roadshow yang terselenggara tidak hanya terpusat terpusat di Jakarta. “Sebaiknya bisa sampai juga ke daerah-daerah,” ungkapnya. Selain itu, untuk kegiatan roadshow, bukan sekadar sharing ilmu namun ia berharap dapat menjadi wadah membahas masalah organisasi baik di cabang maupun di pusat. Ke depan, ia ingin PAPDI tetap dapat menjadi induk bagi organisasi-organisasi sub-spesialisasi lainnya. (HI) Dr. Harlinda Haroen, SpPD, K-HOM, FINASIM erhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia (PAPDI) adalah perhimpunan yang menjadi wadah berkumpul dan bersatunya seluruh Internis yang berada di Indonesia. Sejak dibentuk tahun 1957, PAPDI saat ini telah memiliki 35 Cabang yang tersebar mulai dari Nangroe Aceh Darussalam hingga dengan Tanah Papua. PAPDI telah memiliki anggota sebanyak 2416 Internis dengan jumlah Konsultan sebanyak 544 pada masing-masing bidang Ilmu Penyakit Dalam yang berjumlah 12 divisi. Selain itu sebanyak 761 Internis sudah memiliki gelar FINASIM (Fellow of The Indonesian Society of Internal Medicine). Sebagai wadah induk kalangan profesional dokter penyakit dalam di Indonesia, sudah menjadi kewajiban PAPDI untuk mampu meningkatkan kualitas anggotanya. Apalagi dalam kancah menghadapi pertarungan global saat ini. Menurut Dr. Nyoman Suarjana, SpPD, K-R anggota PAPDI Cabang Kalimantan Selatan, melalui berbagai kegiatan yang dibentuk seperti lokakarya, simposium, penerbitan buku ajar maupun majalah ilmiah, PAPDI telah cukup banyak ambil peran meningkatkan kualitas para anggotanya. “Penerbitan buku EIMED, sangat baik karena bisa menjadi panduan dalam penatalaksanaan pasien khususnya bagi anggota PAPDI yang ada di P DOK. PAPDI Dr. Harlinda Haroen, SpPD, K-HOM, FINASIM ra globalisasi yang memungkinkan dokter penyakit dalam asing masuk ke Indonesia. Situasi ini, menurut Dr. Harlinda Haroen, SpPD, K-HOM, FINASIM menjadi tantangan bagi PAPDI untuk tetap dapat mempertahankan kompetensinya. Sebagai organisasi profesi, PAPDI menjadi wadah untuk tukar pikiran dan memperoleh informasi dalam berbagai soal yang menyangkut ilmu penyakit dalam yang sedang dihadapi masyara- 5 Dr. Nyoman Suarjana, SpPD, K-R, FINASIM daerah,” ujar dokter yang sehari-hari berpraktek di RSUD Ulin Banjarmasin ini. Namun dokter kelahiran Tabanan, 24 Oktober 1965 ini menilai, program Emergency in Internal Medicine sebaiknya diperuntukkan bagi dokter umum. “Program ini bisa menjadi standar pengetahuan dan ketrampilan kedaruratan dibidang ilmu penyakit dalam, yang nantinya dipakai sebagai salah satu syarat yang harus dimiliki oleh dokter umum, khususnya yang bertugas di rumah sakit/unit gawat darurat,” ungkapnya. Menurut Dr. Nyoman, sertifikat tersebut nantinya bisa disejajarkan dengan ACLS maupun ATLS, sedangkan untuk anggota PAPDI nantinya harus memiliki sertifikat EIMED. (HI) 6 SOROT UTAMA Halo Internis Q Edisi 20 Q Maret 2012 Dr. Sally A. Nasution, SpPD, K-KV, FINASIM, Wakil Sekretaris Jenderal PB PAPDI Peran Strategis Organisasi Profesi FOTO-FOTO: DOK. PAPDI dalam Menentukan Sistem Kesehatan di daerah, rentan dengan sistem rekrutmen yang belum jelas lantaran lemahnya regulasi. “Saya beberapa kali mendapatkan mahasiswa tubel yang mereka tidak mengenal daerah yang mengutusnya. Bahkan ada yang baru satu bulan di daerah tersebut langsung dapat tubel, sementara dokter yang sudah lama praktik disana belum mendapatkan kesempatan. Ini baru yang di penyakit dalam RSCM/FKUI, hal yang sama juga terjadi di tempat lain. Seleksi mahasiswa tubel mesti dibenahi dengan ketat untuk menghindari ada penyelewengan. Sehingga niat mulia pemerintah saat mencanangkan program ini dapat tercapai tujuannya,” kata Dr. Sally yang juga salah satu tim penerimaan mahasiswa tubel di Departemen Ilmu PenyaDelegasi Indonesia di Nossal Institute, Australia. Tampak diantaranya Dr. Sally A. Nasution, Wasekjen PB kit Dalam RSCM/FKUI. Dr. Sally A. Nasu PAPDI (ketiga dari kiri), dan Ketua Umum PB IDI, Dr. Priyo Sidipratomo, SpRad (paling kanan). Tak jarang kebijakan maldistribution tion mempresentasikan dokter spesialis ecangkir kopi Phoenam menanti di peran strategis perhimpunan dokter yang dibuat sulit diaplikadi Indonesia. Makassar, Sulawesi Selatan. Tuan dalam menentukan arah sistem kesependidikan kedokteran yang sama sikan atau kontraproduktif. Pasalrumah Pertemuan Ilmiah Nasional hatan. Para sejawat dari organisasi prosehingga mudah beradaptanya, regulasi yang terkait tenaga Perhimpunan Dokter Spesialis Pefesi mendapat paparan bagaimana si dengan sistem penmedis sering diputuskan senyakit Dalam Indonesia ke-9, PAPDI caketerlibatan organisasi profesi kedokterdidikan di Austrapihak tanpa melibatkan bang Sulawesi Selatan menyuguhkan an disana terhadap kebijakan keselia,” jelas Dr. organisasi kedokteran kopi dengan cita rasa tinggi ini bagi sehatan di negeri Kangguru ini. Seperti Sally. yang memiliki angjawat penyuka kopi. Bila ke Makassar diketahui Australia sendiri adalah salah Kendala gota tersebar di berbelum lengkap rasanya bila tidak mesatu negara yang memiliki sistem kesemal distribusi bagai daerah. “Di nyempatkan ke kedai kopi Phoenam. hatan yang baik. Di sana organisasi projuga terjadi di Indonesia organisaAlih-alih menyeruput kopi campuran fesi memiliki andil besar dalam menenIndonesia. Dr. si profesi belum robusta dan arabica ini, Dr. Sally Aman tukan kebijakan pelayanan kesehatan. Sally, setelah optimal dilibatkan Nasution, SpPD, K-KV, FINASIM berteMisalnya: ada beberapa aspek dasar, Dr. Ian Fraser, dalam mengambil patan dengan PIN IX di Makassar malah seperti jumlah dokter, distribusi, penmempresentakebijakan pemerintah bertolak ke Melbourne, Australia. Wakil dapatan, dan kompotensi dokter diatur sikan distribusi dalam sistem kesehatSekretaris Jenderal PB PAPDI ini menjaoleh pemerintah bersama dengan kodokter spesialis dean. Banyak kebijakan di delegasi PAPDI mengikuti workshop legium. ngan fokus tentu saja yang tidak sejalan dengan “Perhimpunan Profesi Kedokteran Keseinstitusi kedokteran. Ada dua isu hatan Dalam Memperkuat Sistem Kesepenting yang menjadi perhatian yaitu hatan yang Berkeadilan” yang diselengmal distribusi dan soal pendapatan dokgarakan pada 12 – 14 Oktober 2011 di ter.” ungkap Dr. Sally Melbourne, Australia.“Saya mendapat Dari workshop “Health Care Professional Association (HCPAs) and Their tugas dari PB mesti ke Melbourne. MoRole in Achieving MDGs” yang diselenghon maaf kepada tuan rumah PIN, tidak garakan di Dhaka, Bangladesh, pada bisa datang ke Makassar. Padahal kopi 2008 dijelaskan bahwa organisasi proPhoenam sudah menanti disana.” Ujar fesi belum memberikan kontribusi yang Dr. Sally kepada Prof. Dr. H. AM. Akil, optimal terhadap peningkatan sistem SpPD, K-GEH, FINASIM saat sarasehan pelayanan kesehatan secara global, terPB PAPDI. utama yang berkaitan dengan pencapaiDr. Sally hadir atas undangan Pusat an MDGs. Penyebabnya adalah perbeManagemen Pelayanan Kesehatan Fadaan fokus perhatian organisasi profekultas Kedokteran Universitas Gajah Dr. Ian Fraser dari Royal Australia College of Physicians mempresentasikan bagaimana mengatasi maldistribusi si, pengelola organisasi profesi, dan kuMada (PMPK FK UGM) dan Nossal Insdokter di Australia. rangnya integrasi antar-profesi dalam titute, Melbourne University. Selain sistem pelayanan kesehatan. Untuk itu, Hal lain yang menarik, lanjut Dr. Sally, PAPDI, ada tiga perhimpunan dokter dokter spesialis penyakit dalam di Indoworkshop tersebut merekomendasikan paparan dari CEO Rural Doctors Assospesialis lain yang diundang pada acanesia. Kondisinya sangat berbeda demeningkatkan keterlibatan organisasi ciation of Australia Dr. jenny Jhonson ra itu, yaitu IDAI, POGI, dan IDSAI. ngan di Australia. Pemerintah Australia profesi dalam pencapaian MDGs. dan Dr. Ian Fraser dari Royal Australia Dan peserta lainnya adalah dari induk telah sukses mengatasi persoalan terLalonde dan Peron (2006) dalam maCollege of Physicians mengenai bagaikedokteran IDI, Konsil Kedokteran Insebut dengan memberi apresiasi berukalahnya menyatakan bahwa organisasi mana mengatasi ketimpangan soal disdonesia (KKI) dan Kementerian Kesepa kesejahteraan bagi dokter yang beprofesi kebidanan dan kandungan di Katribusi dokter di sana. Persoalan mal hatan. Nossal Institute adalah pusat kerja di pedesaan. Sementara di Indonedistribution dokter juga menjadi kendala nada memberikan peran yang sangat kajian kesehatan masyarakat yang basia, penyebaran dokter yang tidak meradi Australia. Dokter-dokter yang merubesar dalam perbaikan kesehatan renyak berkontribusi terhadap sistem ta bahkan banyak daerah yang belum pakan warga Australia enggan di temproduksi di negara berkembang. Kepekesehatan di Australia. Lembaga ini tersentuh dokter yang telah terjadi lama patkan dipedesaan. Padahal, pemerinmimpinan dari organisasi ini menjadi melakukan kerjasama dengan lembaga hingga kini belum ada jalan keluarnya. tah telah menjamin dokter tersebut bemotor penggerak sistem pelayanan keserupa di beberapa negara termasuk Program dokter Pegawai Tidak Tetap serta keluarganya akan menerima pensehatan. Kedua peneliti tersebut meIndonesia. Sebelumnya, Nossal Insti(PTT) yang diharapkan dapat menjembadapatan yang sangat pantas. Untuk menyebutkan langka-langkah yang mesti tute telah menjalin kerjasama dengan tani kendala ini tidak berhasil dikarenangisi tenaga medis pada rural doctor pedilakukan organisasi profesi, diantaraPMPK FK UGM membuat kajian dengan kan statusnya yang semula diwajibkan merintah mendatangkan dokter asing nya penguatan pengelolaan organisasi, fokus pada sistem kesehatan di Inbagi calon dokter, kini menjadi sukarela yang umumnya dari negara-negara compeningkatan kapasitas teknis anggota, donesia. sifatnya. Sedangkan program tugas bemonwealth. “Dokter-dokter dari negara dan peningkatan kredibilitas serta kemiPada acara itu, menurut Konsultan lajar (tubel) yang baru-baru ini digulirkan persemakmuran Inggris memiliki sistem traan. (HI) Kardiovakular ini, banyak membahas pemerintah untuk mengisi tenaga medis S Dua isu penting yaitu mal distribusi dan gap pendapatan yang signifikan. Organisasi profesi memberi kontribusi dalam menentukan sistem kesehatan. SOROT UTAMA Halo Internis Q Edisi 20 Q Maret 2012 7 DOK. PAPDI Waspadai Raibnya Pendidikan Subspesialis Media Gathering PAPDI tentang RUU Dikdok. otel Holiday, Batam sore menjelang malam. Dr. Pranawa, SpPD, K-GH, FINASIM tampak geram. Ia segera mencetak surat elektronik yang baru sore tadi diterima dalam perjalanannya dari Jakarta ke Batam untuk menghadiri Konferensi Kerja (KONKER) PAPDI, Juni 2011 lalu. Dalam hitungan menit, malam itu ia memutuskan kembali ke Jakarta. “Ini darurat, ayat tentang pendidikan subspesialis dalam draft Undang-Undang Pendidikan Kedokteran, hilang. Pak Ketua saya minta izin kembali ke Jakarta,” kata Dr. Pranawa kepada Ketua Umum PB PAPDI, DR. Dr. Aru W. Sudoyo, SpPD, K-HOM, FINASIM, FACP. Kegalauan Dr. Pranawa cukup beralasan. Ketua IDI Jawa Timur ini aktif dalam penggodokan UU Pendidikan Kedokteran (UU Dikdok). Ia tahu persis pasal 26 point c tentang Pendidikan Subspesialis yang mengundang kontroversi, sementara disepakati masuk dalam RUU Dikdok. Namun dalam proses pembahasan pasal tersebut masih diwarnai tarik-ulur antara pihak yang setuju dimasukkan dan tidak.”Memang ada pihak yang tidak setuju pendidikan subspesialis masuk dalam jenjang pendidikan kedokteran. Pihak ini cukup kuat. Ini mesti dikawal dengan ketat, kalau itu tidak masuk, runtuh apa yang telah dibangun selama ini,” tegasnya. Hilangnya pasal tersebut memicu banyak reaksi dari berbagai pihak, termasuk Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam (PAPDI). Pengurus Besar PAPDI menggelar Media Gathering pada awal Februari 2012 lalu untuk mengelaborasi duduk perkaranya. Menurut DR. Dr. Ari Fahrial Syam, SpPD, K-GEH, FINASIM, MMB, FACP dalam RUU Didok pendidikan kedokteran hanya dibatasi sampai jenjang pendidikan spesialis. Sebelumnya, UU inisiatif DPR itu mencantumkan jenjang pendidikan subspesialis pada pasal 26, kemudian point tersebut dihilangkan oleh salah satu tim panja. Padahal, lanjut Dr. Ari, pendidikan subspesialis di beberapa fakultas kedokteran, termasuk FKUI telah terselenggara lama. “Ada upaya penghapusan program pendidikan subspesialis. Bila jenjang pendidikan subspesialis ini tidak dimuat dalam UU, maka proses pendidikan subspesialis di fakultas kedokteran akan dihapuskan. Ini berarti menutup pengem- H dan keahlian dibidang kedokteran yang dihilangkan. Ini dua persoalan yang mesti dipisahkan.” Pendapat Dr. Aru diamini mantan Ketua Umum PP Ikatan Dokter Spesialis Anak Indonesia (PP IDAI) DR.Dr Sukman T. Putra, SpA(K), FACC, FESC. Dr. Sukman mengatakan sistem pembiayaan kesehatan belum berbasis asuransi. “Saat ini, sistem kesehatan di negeri ini masih amburadul. Soal mal distribusi, sudah 40 tahun tak beres-beres. Bagi dokter, praktik di kota-kota besar merupakan pilihan, dan tak bisa disalahkan lantaran mereka membiayai sendiri studinya. Berbeda di luar negeri, dokter bangan ilmu kedokteran. Dampaknya, masyarakat tidak mendapatkan jenjang pelayanan kesehatan tersier dari dokter konsultan. Tentu, kondisi akan dimanfaatkan dokter konsultan asing untuk masuk ke Indonesia melakuan praktik subspesialis. Dari kiri ke kanan: DR. Dr. Sukman T. Putra, SpA; Prof. Dr. Zubairi Djoerban, SpPD, Boleh jadi ini adalah K-HOM, FINASIM; DR. Dr. Aru W. Sudoyo, SpPD, K-HOM, FINASIM, FACP; dengan pesanan pihak-pihak moderator DR. Dr. Ari Fahrial Syam, SpPD, K-GEH, FINASIM, MMB, FACP. tertentu. kami akan yang mengambil pendidikan spesialis berjuang melawan,” tegas Koordinator atau subspesialis tidak membayar, maBidang Advokasi PB PAPDI ini. lah mereka mendapat gaji karena mereHal senada disampaikan Ketua ka juga melakukan praktik di rumah sakit Umum PB PAPDI DR. Dr. Aru W. Sudoyo, pendidikan,” ujar Ketua Program Studi SpPD, K-HOM, FINASIM, FACP. Hilangnya Subspesialis Jantung Departemen Ilmu pasal jenjang pendidikan subspesialis, Kesehatan Anak RSCM/FKUI ini. menurut Dr. Aru, akan merugikan fakultas kedokteran. Sebab, seorang subspesialis atau konsultan merupakan tenaga pendidik bagi jenjang spesialis. Hal ini, tentu akan menghambat pertambahan dokter yang saat ini masih sangat kurang jumlahnya. “Jumlah dokter dan mal distribusi dokter masih menjadi kendala dalam sistem kesehatan,” ujarnya. Berkaitan “mahalnya” biaya konsul ke subspesialis, Dr. Aru mengatakan hal itu bersifat sementara dan bisa diatasi dengan sistem rujukan. Praktik subspesialis Untuk itu, adalah layanan kesehatan tersier. Bila lanjut Dr. Sukman, sistem pembiayaan kesehatan sudah regulasi perlu dibenahi, termasuk memberbasis asuransi maka sistem rujukan buat UU Dikdok. UU ini penting dan ini akan dapat diselenggarakan dengan mendesak karena dokter, termasuk konbaik. Seorang pasien yang telah disultan bekerja harus dapat dipertangtanggung asuransi, baru akan mendapat gungjawabkan mutunya. Oleh karenanya, layanan subspesialis bila mendapat rujenjang pendidikan ini hendaknya disejukan dari dokter sebelumnya. “Dengan lenggarakan oleh institusi pendidikan disahkannya UU SJSN dan BPJS, pada yang terstandar. Dengan demikian, pihak 2014 akan berlaku universal coverage, masyarakat akan dijamin pembiayaan fakultas kedokteran dapat mengelukesehatannya dengan asuransi. Ketika arkan bukti kompotensi berupa ijazah itu sistem rujukan dapat terselenggara kepada peserta didik sebagai pertangdengan efektif,” katanya gungjawaban atas kompetensinya. Dr. Aru mengumpamakan “kalau mau Sayangnya, tambah Dr. Sukman, peirit, jangan tangan yang diamputasi, meserta didik subspesialis hanya menerilainkan sistemnya yang harus diatur. Jama sertifikat yang ditandatangani dekan di jangan karena biaya, ada kemampuan dan ketua kolegium. Sesuai dengan UU Ada upaya penghapusan program pendidikan subspesialis. Ini berarti menutup pengembangan ilmu kedokteran. Dampaknya, masyarakat tidak mendapatkan jenjang pelayanan kesehatan tersier dari dokter konsultan. Praktik Kedokteran, sertifikat ini tidak memiliki legalitas untuk mendapat Surat Tanda Registrasi dari Konsil Kedokteran Indonesia (KKI). Sebab, KKI hanya mengeluarkan STR berdasar ijazah, bukan sertifikat dari Dekan.” Indonesia bisa dianggap belum memiliki subspesialis karena dokter konsultan belum memiliki ijazah sehingga tidak dapat mengurus STR subspesialis. Silahkan saja dokter asing masuk, tapi kenapa kita yang sudah ada tidak dianggap,” ujar Dr. Sukman. Hilangkan Pendidikan Subspesialis, UU Dikdok Inkonsisten Profesi dokter berbeda dengan profesi lain. Profesi ini bekerja sarat dengan regulasi dan undang-undang. Semestinya antara undang-undang yang satu dengan yang lain saling sinergis. Tapi tidak pada UU Dikdok tentang pendidikan subspesialis. “Dari undang-undang yang ada, semuanya memuat peran dan pentingnya pendidikan konsultan. Oleh karena itu pendidikan subspesialis mutlak diperlukan,” kata mantan Ketua Kolegium Ilmu Penyakit Dalam Prof.Dr. Zubairi Djoerban, SpPD, K-HOM, FINASIM. Prof. Zubairi mengatakan dalam sistem Kesehatan Nasional (SKN 2009) menyebutkan bahwa pelayanan kesehatan diselenggarakan secara berjenjang mulai dari pelayanan primer, sekunder dan tersier. Setiap jenjang pelayanan ini dipegang oleh tenaga kesehatan yang sesuai dengan kemampuan dan kompetensinya. “Kalau mengacu SKN maka pendidikan subspesialis memang diperlukan dan harus ada,” ungkapnya Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (UU Sisdiknas tahun 2003) lebih menguatkan peran konsultan dalam institusi pendidikan. UU itu menyebutkan bahwa dalam penyelenggaraan pendidikan maka pendidikan pada satu strata harus dilaksanakan oleh pendidik satu strata di atasnya. Jadi, calon dokter spesialis dididik oleh dokter konsultan. Dengan demikian pendidikan dokter subspesialis harus dilaksanakan secara formal dan terstruktur. Sedangkan dalam Undang-Undang Praktik Kedokteran (UU PK) tahun 2004 menegaskan legalitas pendidikan subspesialis. Di UU PK dijelaskan untuk melaksanakan pelayanan kesehatan diperlukan STR untuk mendapatkan Surat Izin Praktik (SIP). Untuk mendapatkan STR diperlukan surat pernyataan dari profesi dan ijazah dari perguruan tinggi (PT). Dengan demikian pendidikan subspesialis juga harus memiliki ijazah dari PT. Oleh karenanya, Ketua Senat Akademik FKUI ini menegaskan dari ketiga hukum tersebut maka pendidikan subspesialis harus diselenggarakan oleh institusi pendidikan secara formal dan terstruktur. Nah, aneh bila UU Dikdok tanpa pendidik subspesialis. Atau kalau UU ini dipaksakan maka harus melakukan yudisial review terhadap UU yang lebih dulu ada. Ehmm (HI) 8 SOROT UTAMA Halo Internis Q Edisi 20 Q Maret 2012 Dekan FKUI DR. Dr. Ratna Sitompul, SpM(K): DOK. PAPDI Pendidikan Subspesialis Mesti Diformalkan dan Terstruktur Prof.Dr. Bambang Supriyanto, SpA(K), DR.Dr.Zulkifli Amin, SpPD, K-P, DR.Dr.Iman Subekti, SpPD,K-EMD, Dekan FKUI DR. Dr. Ratna Sitompul, SpM, Prof.Dr. Zubairi Djoerban, SpPD, K-HOM, DR.Dr.Siti Setiati, SpPD, K-Ger, DR.Dr. Sukman T. Putra, SpA dan DR.Dr. Ari Fahrial Syam, SpPD, K-GEH aibnya pasal tentang pendidikan subspesialis membuat geram institusi pendidikan, tak terkecuali Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Dekan FKUI Dr. Ratna Sitompul, SpM (K) beser ta jajarannya menyambangi Komisi X DPR untuk melaksanakan Rapat Dengar Pendapat Umum pada 2 Februari 2012. Pada RDPU itu, selain dari FKUI hadir pula dari panja pemerintah yang terdiri dari Dikti, IDI, dan KKI, dan panja DPR. Rapat yang dipimpin Ketua Komisi X Prof. Dr. Mahyuddin, SpOG mendengarkan masukan dan saran dari Dekan FKUI. Dr. Ratna mengatakan jenjang pendidikan subspesialis harus dimasukan dalam UU Pendidikan Kedokteran. Pasalnya, hal tersebut merupakan amanat yang terdapat dalam beberapa regulasi seperti UU Praktik Kedokteran tahun 2004, UU Sisdiknas tahun 2003, sesuai dengan Sistem Kesehatan Nasional 2009, serta beberapa regulasi lain. “Dari regulasi sebelumnya pendidikan subspesialis mesti ada dan masuk dalam UU Dikdok,” tegas Dr. Ratna. Dalam SKN misalnya, Dr. Ratna mencontohkan, disebutkan bahwa pelayanan kesehatan terselenggara secara berjenjang mulai dari primer, sekunder dan tersier. Setiap jenjang dilaksanakan oleh tenaga medis yang sesuai dengan kemampuan dan kompetensinya. Untuk itu, pelayanan tersier hanya dapat dilakukan oleh dokter subspesialis. Dari sisi pendidikan, tenaga subspesialis merupakan tenaga pendidik spesialis. Hal tersebut telah tertuang dalam UU Tentang Guru dan Dosen tahun 2005 dan UU Sisdiknas tahun 2003. Disana dikatakan bahwa lulusan dokter spesialis merupakan tenaga didik untuk calon dokter, lulusan dokter subspesialis adalah tenaga didik untuk calon dokter spesialis dan subspesialis. R Institusional Base VS Hospital Base Sesuai dengan Keputusan Majelis Wali Amanat UI tahun 2009 yang menyatakan Universitas Indonesia mem- beri gelar profesi untuk jenjang pertama, kedua (spesialis) dan ketiga (subspesialis). Maka, Dr. Ratna, mengatakan FKUI telah menyelenggarakan pendidikan subspesialis dan telah menghasilkan 350 konsultan dari 12 departemen. Ini artinya FKUI sebagai institusi sudah menyelenggarakan pendidikan Sp2 tanpa adanya kendala-kendala yang signifikan dan mereka yang lulus diterima dimasyarakat dan telah membaktikan dirinya dengan baik. “Pendidikan subspesialis sudah direncanakan, bukannya tiba-tiba ada. Ini merupakan kebutuhan untuk menjawab tantangan saat ini. Perkembangan subspesialistik tak bisa ditahan-tahan lagi. Hal ini juga terjadi diseluruh dunia,” ujarnya. Namun, tambah Dr. Ratna, mesti ada yang dapat menjamin mutu kompetensi seorang konsultan. Oleh karena itu, pendidikan subspesialis harus diselenggarakan secara formal oleh institusi pendidikan yang memiliki kualifikasi standar bukan non formal. institusi pendidikan dan rumah sakit berada pada departemen yang berbeda. Sedangkan di John Hopkins Hospital Mayo Clinic, misalnya, yang menganut hospital base. Disana tak ada kendala karena antara perguruan tinggi dan rumah sakit berada satu atap. Meneropong Perseteruan Subspesialis Tarik ulur pembahasan jenjang pendidikan subspesialis cukup alot. Sewaktu-waktu pasal tersebut bisa hilang timbul. UU inisiatif Dewan ini melibatkan Dikti, IDI, KKI dan Komisi X. sementara Panja DPR dengan suara bulat menyatakan setuju dimasukan pasal jenjang pendidikan subspesialis. “Dari kami, Panja DPR seluruhnya setuju dimasukan pembahasan tentang jenjang pendidikan subspesialis,” kata Ketua Komisi X Prof. Dr. Mahyuddin NS, SpOG(K). Rapat dengar pendapat umum RUU Dikdok, FKUI bersama Komisi X DPR dan panja pemerintah di ruang sidang komisi X, Senayan. Sayangnya, pendidikan subspesialis belum diakui oleh konsil kedokteran Indonesia (KKI). Lulusan pendidikan ini hanya menerima bukti lulus berupa sertifikat yang ditandatangi oleh dekan dan KPS nya, bukan ijazah. Padahal, kata Dr. Ratna, “Tidak ada perbedaan yang signifikan dalam menyelenggarakan pendidikan spesialis dan subspesilasi. Lalu kenapa institusi pendidikan tidak boleh menyelenggarakan pendidikan sp2? Mesti ada jawab yang tegas” katanya. Untuk kondisi Indonesia, menurut Dr. Ratna, subspesialis di bawah perguruan tinggi adalah pilihan tepat. Pasalnya, Suara berseberangan terdengar keras dari Panja Pemerintah. Tapi sayangnya ketika RDPU tak ada perwakilan dari pemerintah yang memberi alasan kenapa dihilangkan. Bahkan yang terjadi sebaliknya, per wakilan Dikti malah berbalik mendukung pendidikan subspesialis masuk dalam UU Dikdok. ”Meski Panja Pemerintah mencoret pasal pendidikan subspesialis, tapi dalam batang tubuh tetap ada. Ini jelas inkonsistensi. Saya pribadi berpandangan bahwa psp2 mesti dimasukan dalam pendidikan formal. Karena secara de facto ini sudah berlangsung di fakultas kedokteran. Dan sistem pendidikan kedokteran harus berpegang pada prinsip tiga tungku, yaitu kolegium, institusi pendidikan dan rumah sakit. Untuk itu saya menyarankan panja RUU mesti melihat realitas di lapangan,” tegas Prof. Dr. Laksono Triantoro dari Universitas Gajah Mada, Yogyakarta. Berkaitan dengan sikap panja pemerintah, Prof. Mahyuddin menambahkan, pemerintah melalui Perpres telah menetapkan subspesialis masuk dalam konsep jenjang pendidikan dan posisinya stara dengan doktor. Pendapat berbeda di sampaikan Prof. Dr. Errol Hutagalung, SpB dari IDI. Menurut Ketua MKKI ini pendidikan subspesialis tidak bisa lepas dari induk spesialisnya. Spesialis beserta turunannya jangan dipisah-pisahkan dalam jenjang pendidikannya. “Spesialis beserta turunannya biar dalam satu keranjang,” ujar Prof. Errol. Tarik ulur pembahasan jenjang pendidikan subspesialis cukup alot. Meski tidak diakui KKI, secara de facto fakultas kedokteran telah menyelenggarakan pendidikan subspesialis. Kenapa institusi pendidikan tidak boleh menyelenggarakan pendidikan subspesialis. Memang KKI tidak memiliki faham yang sama dengan fakultas. Jadi, tambahnya, saat ini yang mesti dilakukan adalah mendapat pengakuan secara de jure. Sementara seorang konsultan tetap bisa memberi praktik spesialis. Dengan demikian dalam STR nya seorang konsultan tidak tertera subspesialisnya tapi hanya spesialisnya. Sejauh ini, lanjut Prof. Errol, MKKI sudah menyiapkan konsep akademik Sp2 dan melakukan loby-loby ke Dikti dan KKI. Diharapkan konsep ini diterima dan dapat dikeluarkan per Konsil. Diharapkan naskah ini sinergi dengan UU Dikdok. Pandangan Prof. Errol disanggah DR. Dr Sukman T. Putra, SpA(K), FACC, FESC. Menurut Dr. Sukman, jenjang pendidikan itu mesti melihat tingkat kompetensinya. Pendidikan subspesialis memiliki kompetensi berbeda dengan spesialis. ”Pendidikan subspesialis berbeda dengan spesialis karena kompetensi berbeda,” ujarnya. Pendapat Dr. Sukman didukung Dr. Ratna. Dekan FKUI ini mengatakan pendidikan subspesialis merupakan pendidikan berkelanjutan yang mesti diformalkan agar mutunya terjamin dan melindungi dokternya. “Jadi jangan dikatakan pendidikan subspesialis cuma sekeranjang dari spesialis. Tapi ini adalah pendidikan berkelanjutan yang memang dibutuhkan. “Memang KKI tidak memiliki faham yang sama dengan fakultas,” tandasnya. (HI) SOROT UTAMA Halo Internis Q Edisi 20 Q Maret 2012 Seminar RUU Pendidikan Kedokteran-FKUI UU Pendidikan Kedokteran Mesti Bisa Menjawab Tantangan Global enggat waktu Rancangan UndangUndang Pendidikan Kedokteran tinggal hitungan hari. RUU Dikdok ini mesti masuk dalam rapat pleno DPR pada 29 Maret 2012. Namun materi yang tersusun masih mengundang perdebatan. Menurut Ketua Komisi X DPR Prof. Dr. Mahyuddin, NS, SpOG dari 540 masalah yang sudah terselesaikan 300 masalah. Masih ada 240 masalah yang masih dalam pembicaraan. Diantaranya adalah tentang jenjang pendidikan subspesialis. “Pendidikan kedokteran berbeda dengan pendidikan profesi lain. Oleh karena itu DPR berinisiatif menggagas UU ini,” kata Prof. Mahyuddin pada Seminar RUU Prof. DR. Dr. Akmal Taher, SpU. Ketua Komisi X DPR Prof. Dr. Mahyuddin, NS, SpOG. mutunya oleh institusi pendidikan. “Penjaminan mutu subspesialis harus dilakukan oleh institusi pendidikan yang telah terstandar,” tegasnya. Salah satunya adalah FK Universitas Sriwijaya, Palembang yang telah menyelenggarakan pendidikan subspesialis. Menurut Dr. Zulkarnain, hal tersebut sesuai dengan UU Sisdiknas dan Peraturan Pemerintah No 19 tahun 2005 tentang standar pendidikan. “Baik dokter umum, spesialis, subspesialis secara berjenjang diselenggarakan oleh perguruan tinggi agar mutu pendidikannya terjamin,” ujarnya. Para pembicara pada Seminar RUU Pendidikan Kedokteran di aula FKUI. FOTO-FOTO: DOK. PAPDI T Pendidikan Kedokteran di aula FKUI, 24 Februari 2012. Prof. Mahyuddin bersama panja DPR lainnya mendapat asupan soal pendidikan dari pakar yang hadir acara itu. Seminar yang diketuai oleh DR. Dr. Siti Setiati, SpPD, K-Ger, FINASIM, MEpid ini mengundang pembicara dari berbagai institusi kedokteran, seperti Sekretaris Jenderal AIPKI DR. Dr. Ratna Sitompul, SpM, Ketua MPPK IDI Prof.Dr. Zubairi Djoerban, SpPD, K-HOM, FINASIM, Panja Pemerintah Prof. DR. Dr. Akmal Taher, SpU, Ketua Pendidikan Subspesialis Departemen Ilmu Kesehatan Anak FKUI-RSCM DR. Dr. Sukman T. Putra, SpA, Dekan FK Unsri Palembang 9 Dr. H.M Zulkarnain, MMed, ScPKK dan Panja DPR Prof. Mahyuddin, SpOG. Dr. Ratna mengatakan jenjang pendidikan subspesialis telah terselenggara di beberapa fakultas kedokteran di Indonesia. Tenaga-tenaga subspesialis ini merupakan kebutuhan fakultas yang akan menjadi pengajar pada jenjang spesialis. Untuk itu, tenaga konsultan ini mesti diatur baik jumlah maupun Pelayanan yang baik di rumah sakit pendidikan mencerminkan proses pendidikan yang baik. Penjaminan mutu subspesialis harus dilakukan oleh institusi pendidikan yang telah terstandar Pendapat Dr. Zulkarnain senada dengan DR. Dr. Sukman T. Putra, SpA. Menurut DR. Sukman jenjang pendidikan subspesialis dapat disetarakan dengan jenjang akademik doktor dengan beberapa penambahan bidang studi yang diambil. Oleh karena itu, tambah Dr. Sukman, sejatinya pendidikan kedokteran dalam berbagai jenjang merupakan pendidikan formal, bukan non formal. Dengan demikian, ada penjaminan mutu yang akan berimplikasi pada pelayanan kesehatan. Menurut Prof. Akmal pelayanan yang baik di rumah sakit pendidikan mencerminkan proses pendidikan yang baik. Oleh karena itu, Prof. Akmal mengusulkan agar dalam UU Pendidikan Kedokteran perlu diintegrasikan rumah sakit pendidikan dengan fakultas kedokteran. “Dari berbagai penelitian, tidak diragukan lagi integrasi antara rumah sakit dengan institusi pendidikan akan membangun sistem pelayanan kesehatan yang optimal,” ujar Direktur Utama RSCM ini. Pelayanan kesehatan yang baik di era globalisasi ini merupakan tuntutan yang tak bisa ditawar-tawar lagi. Prof. Zubairi Djoerban mengatakan hendaknya Undang-Undang Dikdok ini juga mempertimbangkan kompetensi-kompetensi kesehatan global. Dengan begitu, mahasiswa kedokteran akan dibekali kompetensi tersebut yang nantinya dapat menjawab tantangan di era kesehatan global ini. (HI) 10 PROFIL Halo Internis Q Edisi 20 Q Maret 2012 Prof. Dr. Nuzirwan Acang SpPD, K-HOM, FINASIM Antara Medis, Musik, dan Adat Minang ahun 2011 lalu, Prof. Dr. Nuzirwan Acang SpPD, K-HOM, FINASIM memasuki usia pensiun. Tapi, momen tersebut ternyata tidak mampu membuat aktivitasnya terhenti. Meski telah pensiun, FK Universitas Andalas Padang tetap meminta Prof. Acang untuk membaktikan tenaga, waktu, dan pikirannya. Untunglah, fisik dan stamina Prof Acang mampu memanipulasi usianya. Di usia lebih dari 65 tahun, ia masih segar menjalankan kegiatannya. Saat ini, ia menjabat sebagai Ketua Program Studi PPDS Konsultan Bagian Penyakit T turut, maka Prof. Acang tidak segan memberikan teguran hingga sanksi. "Semua untuk kebaikan bersama. Karena jika tetap seperti itu akan mengganggu yang lain, yang sudah disiplin," ujar pria kelahiran 11 Juli 1946 ini. Di sisi lain, Prof. Acang tidak segan memberikan reward, misalnya dengan mengajak staf ikut serta jika Prof Acang harus ke luar kota. "Meski tidak ada dana, saya coba usahakan," ujarnya. Selain stafnya dapat melihat ritme kerja di tempat lain, ke luar kota, misalnya ke Jakarta, juga akan memberikan suasana yang berbeda dengan ru- Tak heran jika jiwa seni begitu lekat pada puteranya. Prof. Acang sewaktu muda, adalah seorang pemusik. Ia di Kota Bukittinggi Sumatera Barat bahkan memiliki grup musik yang kerap diundang saat ada hajatan di kampung. Dalam FK Unand. Di organisasi, ia adalah penasehat PB PAPDI, Ketua Perhimpunan Hematologi dan Transfusi Darah Indonesia Cabang Padang, Wakil Ketua PMI Wilayah Sumbar, dan Wakil Ketua I PP Perhimpunan Hematologi dan Onkologi Medik Penyakit Dalam Indonesia. Kesibukannya baik di profesi maupun organisasi, menurutnya telah biasa dilakukan. Dan, Prof. Acang tidak merasa terbebani dengan jadwal yang padat. "Disiplin adalah kuncinya," ujarnya. Dengan disiplin, ia justru merasa bebas sesibuk apapun. Hal yang sama berusaha ia tanamkan di lingkungan kerjanya. Prof. Acang dikenal tegas dalam menjalankan komitmen yang telah ditetapkan bersama. Pernah suatu ketika ada staf yang tidak masuk selama tiga kali berturut- tinitas sehari-hari. Dengan disiplin itu pula ia menjalankan aktivitasnya yang lain, yaitu sebagai Manager PIU Pembangunan University Hospital Universitas Andalas Padang. Project ini merupakan bagian dari project pemerintah di bawah supervisi DIKTI yang pada saat yang sama diamanatkan kepada FKUI, FK UNS, dan FK Unand. "Sekarang sedang dalam tahap pre desain," ujarnya. Prof Acang menggambarkan nantinya desain harus mampu mengakomodasi kebutuhan baik untuk pendidikan maupun penelitian disamping untuk pelayanan. Prof. Acang mengatakan ia tidak kuasa menolak ketika diminta oleh Rektor Prof. Dr. Nuzirwan Acang SpPD, K-HOM, FINASIM bersama keluarga Prof. Dr. Nuzirwan Acang, SpPD, K-HOM, FINASIM Unand untuk menjalankan amanat sebagai Manager PIU dalam membangun university hospital untuk mengembangkan pendidikan dan penelitian di Unand. Padahal saat itu, Prof Acang sudah hampir memasuki usia pensiun. Menurutnya, untuk urusan pendidikan, ia akan selalu menyediakan waktu dan tenaganya. Motivasi untuk mengembangkan pendidikan pula yang mendorongnya memasuki departemen penyakit dalam ketika ia lulus dari Unand tahun 1973. Saat itu, Unand masih sangat kekurangan staf pengajar dan bidang ilmu penyakit dalam menarik minatnya. "Begitu lulus, saya langsung mengikuti pendidikan," ujarnya. Selama 8 tahun ia menjalani pendidikan penyakit dalam tidak hanya di Padang, melainkan juga di Jakarta. "Saya menjalani pendidikan di sub-bagian jantung, metabolikendokrin dan ginjal di FKUI," katanya. Usai menyelesaikan pendidikan penyakit dalam, Prof Acang menjalani pendidikan di bidang penyakit tropik infeksi. Namun bidang hematologi saat itu urgent membutuhkan staf, sehingga usai mendapatkan diploma di bidang penyakit tropik dan infeksi di Bangkok, Thailand pada tahun 1979, Prof. Acang mendalami bidang hematologi. Untuk lebih menyelami ilmunya, Prof Acang mengambil pendidikan kemoterapi di Paris Perancis pada 1995 dan Viena Austria pada 2005. Disiplin Sejak Belia Prof. Acang mengenang, sosok yang mendorongnya untuk memasuki dunia medis adalah ibunda. Sang ibu, adalah seorang bidan di jaman pendudukan Belanda. Prof . Acang yang merupakan anak kedua dari sembilan bersaudara diminta ibunya untuk menjadi dokter, karena anak pertama lebih tertarik menekuni teknik. Dari ibunya pula, pendidikan disiplin itu ditanamkan dalam keluarga Prof. Acang. "Mungkin karena ibu saya hasil didikan Belanda, maka ia mendidik kami dengan cara Belanda juga," ujarnya. Sejak bangun tidur pagi hari, setiap anak harus mengerjakan kewajiban un- PROFIL tuk sekolah maupun pekerjaan rumah. Sang ayah pun tak kalah keras dalam mendidik anak yang menekankan agar bekerja giat, berbuat yang terbaik bukan semata hanya mengharapkan sesuatu. Meski keluarganya tidak kekurangan dalam sisi materi, sang ayah tidak mentolerir jika anaknya hidup berleha-leha. Prof . Acang menjalankan apa yang ditanamkan kedua orang tuanya. Tak heran jika Prof. Acang dipercaya untuk menduduki berbagai jabatan. Namun ia menekankan, ia tidak pernah mengharapkan suatu kedudukan. Bahkan ketika ia diminta untuk menjadi Wakil Direktur Administrasi dan Keuangan RS Dr. M. Djamil Padang pada 1999, ia sempat menolak. Namun karena direktur periode sebelumnya juga turut meminta Prof. Acang membantu, ia pun tak kuasa menolak. Disiplin dan kerja keras pula yang ia terapkan pada kedua anaknya, Ikhsan Perdana, Bc. Hon. Music Engineer dan Fikrian Hadi, S.T. Tidak seperti dirinya yang diminta untuk menekuni dunia medis, Prof. Acang membebaskan puteranya untuk memilih bidang yang disukai. Dan, tak satupun yang terjun di dunia medis. Putera kedua Prof Acang telah lulus dari ITB. Dan yang unik, putera pertama justru memilih melanjutkan sekolah musik di Malaysia dan kini menjadi komposer musik di Kuala Lumpur. Meski awalnya kaget karena putera pertamanya menggeluti hobi bermusiknya, Prof. Acang dan istri tidak mampu berbuat apa-apa. Sampai suatu ketika, ia dan istri diundang ke Malaysia untuk menonton pertunjukan anaknya. Ternyata, istrinya sedemikian terpukau mendengar hasil karya anaknya. Usai pertunjukan, istrinya menangis sambil berkata, "Mama rela Pa, mama sekarang rela ia memilih musik." Sebenarnya, tak heran jika jiwa seni begitu lekat pada puteranya. Prof. Acang sewaktu muda, adalah seorang pemusik. Ia di Sumatera Barat bahkan Halo Internis Q Edisi 20 Q Maret 2012 memiliki grup musik yang kerap diundang saat ada hajatan di kampung. Perhatiannya di luar dunia medis, kini tercurahkan pada kampung halamannya Koto Gadang. Sekitar 8 tahun lalu, Prof. Acang diangkat sebagai "Datuk", tetua di antara kerabat di kampungnya. Selain bertanggung jawab pada masalah kemasyarakatan sukunya, ia juga harus menjaga adat istiadat kampungnya. Dan soal adat istiadat ini menjadi titik perhatiannya. Bicara soal adat, Prof. Acang mengisahkan, salah satu upaya agar adat istiadat tetap lestari adalah dengan pernikahan yang kedua mempelai berasal dari daerah yang sama. "Ketika seseorang menikah dengan orang lain daerah, kecil kemungkinan ia akan selalu kembali ke kampung halaman, termasuk untuk melestarikan pusaka adat," ujarnya. Meski demikian, ia tak akan memaksakan adat Siti Nurbaya pada kedua puteranya yang belum menikah. "Sekarang sudah bukan jamannya," ujarnya. Tapi, perkawinan orang tua pada jaman dahulu, meski dijodohkan, banyak yang masih langgeng. "Mungkin karena kami tidak banyak menuntut apa-apa dan saling menerima pasangan kami," ujar Prof. Acang. "Istri saya misalnya, menerima saya dengan kesibukan saya, dan saya sepenuh hati menjaga kepercayaan yang diberikan oleh istri saya." Prof Acang kini tengah membuat buku mengenai adat istiadat Kotogadang termasuk tata cara menjalankan adat, seperti menyelenggarakan pernikahan atau upacara kematian. Prof Acang memiliki tim untuk mengumpulkan data dan riset. Ia sendiri lebih berperan sebagai editor. "Sejauh ini sudah rampung 2 buku," ujarnya. Buku tersebut akan diwariskan kepada generasi selanjutnya. "Malu saya jika sampai mereka tidak paham (adat istiadat)," ujar Prof Acang. Bagi Prof Acang semua yang dilakukannya kini lebih merupakan amal ibadah sebagai bekal kehidupan selanjutnya. "Semuanya Lillahi Ta'ala," ujar Prof Acang. Dan ia tampak menikmati waktu dan kesibukannya. (HI) AGENDA KEGIATAN ROADSHOW PAPDI TAHUN 2012* Workshop: Penatalaksanaan Nyeri Kanker PAPDI Merchandise PAPDI Store menyediakan pernak-pernik dengan berlogokan PAPDI. Merchandise ini untuk mensosialisasikan logo PAPDI sebagai suatu merek yang telah dipatenkan, di kalangan sejawat, terutama internis. Dengan begitu semoga PAPDI lebih dekat lagi di hati anggotanya. Untuk pemesanan Hubungi (021) 2300818 Workshop: Nutrisi No. Cabang Tanggal No. Cabang Tanggal 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 Sumatera Utara Makassar Pekanbaru Denpasar Palembang Padang Jakarta Raya Semarang Jawa Barat Surabaya Malang Solo Banten Bekasi Pontianak 10 Maret Tbc Tbc Tbc 17 Maret 24 Maret 31 Maret 7 April 14 April 21 April 19 Mei 15 Sept. 29 Sept. 13 Oktober 20 Oktober 1 2 3 Bogor Sumatera Barat Kupang 31 Maret – 1 April 26 – 27 Mei 20 – 21 Oktober Workshop: Comprehensive Management of Lipid Disorders And Hypertension in Daily Practice No Cabang Tanggal 1 2 3 4 5 6 7 8 Jakarta Medan Bandung Solo Palu Banjarmasin Bandarlampung Pekanbaru 10 Maret 14 April 5 Mei 9 Juni 16 Juni 7 Juli 15 Sept 6 Okt 11 Workshop: Update on Rheumatology 2012 No Cabang Tanggal 1 2 3 4 5 Surabaya Denpasar Makasar Palembang Pekanbaru 5 Mei 14 April 17 Maret 9 Juni 14 Juli Workshop: Controling All Key BP Parameters: The Next Big Target in Hypertension No Cabang Tanggal 1 2 3 4 5 Jakarta Surabaya Medan Bali Pontianak 3 Maret 18 Maret 28 April 9 Juni 19 Mei Workshop: Comprehensive Management of Nausea-Vomiting & Acid Related Diseases No Cabang Tanggal 1 2 3 Surabaya Sumatera Utara Yogyakarta 21 April 5 Mei 2 Juni *Jadwal dapat berubah bila diperlukan 12 KABAR PAPDI Halo Internis Q Edisi 20 Q Maret 2012 Buku Emergency in Internal Medicine (EIMED) PAPDI: Bangkitkan Sense Of Emergency Internis Seorang internis dituntut mampu berlomba dengan waktu dalam menentukan keputusan medis bagi pasien emergensi. Menghasilkan keputusan tepat dan cepat di tengah waktu yang ketat merupakan perkara sulit. PB PAPDI menjawabnya dengan menerbitkan buku EIMED dan pelatihan kegawatdaruratan. Namun seorang internis tak bisa lepas dari pasien gawat darurat. Berkaitan hal tersebut, PB PAPDI mengakomodasi kebutuhan internis dengan menerbitkan buku Emergency in Internal Medicine (EIMED) PAPDI sebagai upaya untuk meningkatkan kompetensi anggotanya dalam menangani kasus-kasus kegawatdaruratan penyakit dalam. “Kami (PAPDI) berharap internis dapat lebih baik memberikan pelayanan emergensi dan tidak menolak pasien an penyakit dalam, termasuk kardiologi dan paru, dibahas secara paripurna. Lebih menarik lagi, buku ini bukan saja membekali internis ketika menerima pasien emergensi di rumah sakit, tapi juga memberi penjelasan basic life support seperti resustasi jantung dan paru agar mampu menghadapi kasus emergensi di prehospital, termasuk pada kegawatdaruratan saat bencana alam. Buku terbitan Interna Publishing ini disuguhkan secara sistematis dan mu- dah dipahami. Dengan begitu, diharapkan dapat membantu internis mengingat kembali materi-materi kegawatdaruratan yang pernah diperoleh saat menjadi residen. EIMED PAPDI ini dibagi menjadi tiga jilid. Pada jilid pertama, mengenai EIMED dasar dan kegawatdaruratan penyakit dalam ditinjau dari Dr. Bambang Setyohadi, SpPD, K-R, FINASIM, salah seorang editor EIMED PAPDI gejala-gejala yang dirasakan pasien pada waktu datang ke unit gawat darurat. Jilid kedua mengenai kegawatdaruratan ditinjau dari pendekatan penyakit, dan jilid ketiga membahas prosedur dan tindakan dalam kegawatdaruratan penyakit dalam. Serupa dengan ACLS atau ATLS, tapi EIMED dirancang sebagai panduan untuk mempelajari kegawatdaruratan penyakit dalam. Layaknya suatu buku, EIMED PAPDI mengacu pada standar prosedur emergensi nan ideal, namun aplikasinya dapat diterapkan untuk kondisi di Indonesia. Untuk lebih memahami penerapan kegawatdaruratan, PB PAPDI mengadakan kursus kegawatdaruratan selama tiga hari. Kursus ini terdiri dari empat modul yang akan mengulas berbagai kasus kegawatdaruratan yang kompleks bersama para pakar dibidangnya. “Kita akan mendiskusikan kasuskasus yang rumit. Dan kita akan membuka wawasan internis bagaimana menangani kegawatdaruratan pada prehospital. Bukan hal yang tidak mungkin internis turun dalam prehospital atau bencana,” ujar Dr. Bambang. Berkaitan dengan pelatihan EIMED, Dr. Bambang mengatakan PAPDI sementara akan menyelenggarakan Training of Tranee (TOT) EIMED, pada 17-19 Februari 2012.Buku EIMED jilid pertama sudah terbit Oktober 2011 lalu. Jilid pertama terdiri dari 50 bab yang ditulis oleh 50 pakar. Sementara jilid kedua dan ketiga masih dalam proses penulisan. Seiring dengan perkembangan ilmu kedokteran, PAPDI akan selalu memperbaharui isinya. Dan PAPDI terbuka atas saran atau kritik untuk kesempurnaan buku ini. Dengan begitu, diharapkan internis memiliki kompetensi yang lebih baik dalam menangani kasus-kasus emergensi yang mengancam keselamatan jiwa pasien di negeri ini. (HI) FOTO-FOTO: DOK. HI emergensi,” kata Dr. Bambang Setyohadi, SpPD, K-R, FINASIM, salah satu editor EIMED PAPDI. Buku Emergency in Internal Medicine (EIMED) PAPDI bukan sekadar memperkaya khazanah literatur kedokteran di Indonesia, namun juga menjawab kebutuhan para dokter, terutama internis dalam menghadapi kasus-kasus kegawatdaruratan medik. Berbeda dengan referensi kegawatdaruratan lain, EIMED PAPDI adalah buah karya 50 pakar-pakar ahli penyakit dalam di Indonesia. Kasus-kasus kegawatdarurat- DOK. HI I lmu kedokteran merupakan perpaduan ilmu pengetahuan alam dan ilmu pengetahuan sosial. Keputusan medis yang didasari ilmu kedokteran berimplikasi terhadap kehidupan pasien. Keputusan medis ditetapkan secara profesional dengan memperhatikan kondisi pasien. Bahkan dokter dituntut dapat mengambil tindakan medis dikala kondisi emergensi. Tentu ini bukan perkara mudah, mengambil keputusan yang tepat di tengah waktu yang sempit. Salah-salah nyawa pasien taruhannya. TOT EIMED PAPDI: Mengasah Kompetensi Emergensi Penyakit Dalam etelah sukses meluncurkan buku EIMED (Emergency in Internal Medicine) PAPDI, PB PAPDI melanjutkan program kegawatdaruratan penyakit dalam ini dengan mengadakan workshop “Pelatihan Narasumber EIMED PAPDI” pada 17-19 Februari 2012 di Hotel Harris, Jakarta. Pelatihan ini diikuti oleh para tutor dari seluruh cabang PAPDI di Indonesia. “Pada acara ini sengaja kita memilih sejawat dari tiap-tiap cabang yang ada, agar nantinya bisa membantu workshop ke daerah-daerah,” ujar Koordinator EIMED Dr. Bambang Setyohadi, SpPD, K-R. Program ini, lanjut Dr. Bambang, akan dilanjutkan dengan penerbitan buku jilid dua dan tiga yang disertai dengan pelatihan EIMED bagi internis dan dokter umum. “EIMED menjadi standar kegawatdarurutan ilmu penyakit dalam. Kelebihan EIMED materinya telah disesuaikan dengan kondisi dan kasus-kasus yang sering terjadi di Indonesia,” katanya S Dr. Haerani Rasyid, SpPD, KGH, FINASIM, dari PAPDI Cabang Makassar, Sulawesi Selatan EIMED ini penting sekali karena kasus-kasus emergensi penyakit dalam cukup besar, sekitar 40 persen. Seorang internis harus meningkatkan kompetensi ini, sehingga kasus-kasus emergensi penyakit dalam dapat ditangani oleh internis, bukan bidang lain bukan kompetensinya. Workshop seperti ini bermafaat sekali sebaiknya dapat dilakukan berkala, minimal 2 kali setahun. Dr. Samuel Maripadang Baso, SpPD, FINASIM, dari PAPDI Cabang Tanah Papua Kegawatdarurutan penyakit dalam sudah lama dipikirkan. Baru periode Dr. Aru bisa berjalan. Ini merupakan hal penting Suasana workshop “Pelatihan Narasumber EIMED PAPDI”. karena kasus-kasus emergensi di rumah sakit yang merupakan kompetensi penyakit dalam besar sekali. EIMED ini semoga bisa dilakukan di daerah-daerah, sehingga internis di daerah dapat meningkatkan kemampuannya di bidang ini. EIMED yang pertama di dunia. Dr. R. Bowo Pramono, SpPD, K-EMD, dari PAPDI Cabang Yogyakarta EIMED mempermudah memahami emergensi penyakit dalam. Modul-modul EIMED dapat diterapkan di pusat- pusat pendidikan karena materinya cukup up to date dan dibuat oleh ahlinya. EIMED dapat setara dengan ACLS, jadi dokter umum dapat mengambil workshop ini. Dr. C. Singgih Wahono, SpPD dari PAPDI Cabang Malang EIMED dapat menjawab kebutuhan kami dalam menangani kasus-kasus emergensi penyakit dalam yang cukup dominan di rumah sakit. Program ini mesti dibuat standarnya dan dilakukan terjadwal terutama ke daerah-daerah. Seorang internis harus memiliki skill ini, ia harus bisa dan lebih bisa menangani pasien-pasien emergensi. (HI) KABAR PAPDI Halo Internis Q Edisi 20 Q Maret 2012 PIN IX Makassar: Meng-update Ilmu di Kota Angin Mamiri DOK. HI FINASIM mengatakan yang menarik perhatiannya mengikuti PIN ini karena tema-tema yang dihadirkan cukup luas dan menyeluruh. Ini yang membedakan dengan kegiatan ilmiah dari subspesialis tertentu.”PIN menjadi agenda wajib tahunan. Karena tema-temanya bersifat holistik. Dengan ini seorang internis dapat selalu meng-update ke- PIN menyuguhkan tema-tema menarik yang diulas secara holistik. Bagi para sejawat terutama sejawat di daerah, tema ini menjadi daya tarik sehingga dapat diaplikasikan di kamar praktik. Ketua Panitia PIN IX Prof. DR. Dr. Idrus Alwi, SpPD, K-KV, FINASIM, FACC, FESC, FAPSIC memberi sambutan pada pembukaan PIN IX di Makassar. nyak,” kata Dr. Aru Meningkatnya jumlah peserta PIN diakui Ketua PAPDI Cabang Makassar, Prof. DR. Dr. Syamsu, SpPD, K-AI, FINASIM. Menurut Prof. Syamsu yang menjadi daya tarik dari setiap kegiatan PIN adalah materi yang disuguhkan panitia. Begitu pula dengan kemasan acara yang apik, sangat memungkinkan peserta untuk dapat menjalin interaksi dengan para pembicara. “Tema-tema yang disuguhkan sesuai dengan kebutuhan sejawat ketika berpraktik, terutama bagi seDOK. HI P Suasana salah satu sessi ilmiah pada PIN IX Makassar. Tampak Dr. Faridin Pango, SpPD, K-R, FINASIM sebagai pembicara. K Dr. Sally A. Nasution, SpPD,K-KV, FINASIM selaku moderator. Menurut Dr. Rino, gejala klinis infeksi virus hepatitis A sangat bervariasi, mulai dari tanpa gejala hingga gangguan fungsi hati, namun umumnya tidak berat. Kebanyakan 80 persen pasien yang terinfeksi hepatitis tidak mengalami suatu gejala, sehingga pasien tidak sadar kalau dirinya sudah terinfeksi virus. Hanya sekitar 20 persen saja yang menunjukkan gejala. Ia menambahkan, setelah melewati masa inkubasi selama 15-49 hari, barulah pasien dapat merasakan gejala seperti misalnya, lemas, mual, muntah, demam, dan kadang diare. "Hepa- Salah satu work shop pada PIN IX Makassar, Dr. Dono Antono, SpPD, K-KV, FINASIM sebagai narasumber. mampuan yang diperlukan dalam menjalankan profesinya,” ujar internis yang berpraktik di RSUD Dr. Arifin Ahmad Riau ini. Lebih jauh, Dr. Rayendra yang juga Ketua PAPDI Cabang Riau ini mengakui mendapat manfaat yang besar mengikuti PIN. Menurutnya tema-tema PIN jawat yang ada di daerah. Selain itu, PIN Makassar menjadi kesempatan bagi dokter-dokter di wilayah Timur untuk saling bersilaturahmi,” ujar Prof. Syamsu. Pada kegiatan PIN ini materi di bidang ilmu penyakit dalam di bahas secara holistik. Salah satu perserta dari Kepulauan Riau, Dr. Rayendra, SpPD, PAPDI Peduli KLB Hepatitis A Kasus hepatitis A yang merebak di beberapa daerah membuat resah masyarakat. Pada waktu bersamaan beberapa daerah di Jawa Barat seperti Bandung, Depok, Tasikmalaya, dan Bogor telah ditetapkan sebagai Kejadian Luar Biasa (KLB) Hepatitis A. Kondisi ini menjadi perhatian PB PAPDI. Untuk itu, PB PAPDI bersama Perhimpunan Peneliti Hati Indonesia (PPHI) berbagi informasi dalam Konferensi Pers seputar Hepatitis A, di Kantor PB PAPDI, Gedung ICB Bumiputera, Cikini. Hadir sebagai narasumber Ketua Umum PPHI DR. Dr. Rino A. Gani, SpPD, K-GEH, FINASIM yang didampingi Wakil Sekretaris Jenderal PB PAPDI dapat diaplikasikan ketika praktik. Dengan begitu ia dapat meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan kepada masyarakat. Tema yang menarik membuat acara yang berlangsung tiga hari ini setiap sesinya selalu dipadati peserta. Beberapa tema workshop yang menarik perhatian peserta diantaranya: resusitasi jantung paru (RJP), strategi pemakaian obat anti hipertensi pada hipertensi emergensi, penanganan DHF berat, terapi insulin, pemasangan akses vena & permasalahannya, terapi non operatif pada hemoroid, penatalaksanaan perioperative pasien penyakit dalam, endoskopi saluran cerna: teknik dan interpretasinya dan lain-lain. Pada PIN IX ini juga dikenalkan program baru PB PAPDI yaitu Emergency in Internal Medicine (EIMED) PAPDI. Program ini diawali dengan meluncurkan buku panduan EIMED PAPDI. Menurut Koodinator EIMED PAPDI, Dr. Bambang Setiyohadi, SpPD, K-R, FINASIM buku ini berisi kasus-kasus kegawatdaruratan dalam Ilmu Penyakit Dalam. Buku ini terdiri dari tiga jilid, dan selanjutkan akan diadakan workshop kegawatdaruratan penyakit dalam bagi internis. Selain untuk internis, PB PAPDI juga merancang program EIMED untuk dokter umum. Di samping memperoleh ilmu dan keahlian yang memang dibutuhkan dalam praktik, Kota Makassar menawarkan beberapa tempat wisata alam nan indah. Tak ayal, sebagian peserta me- manfaatkan kesempatan ini dengan berwisata di kota Angin Mamiri. “Suatu kehormatan bagi PAPDI Cabang Makassar dapat mengadakan PIN ini. Terimakasih kepada para sejawat turut mensukseskan kegiatan ini sembari menikmati wisata di Makassar,” ujar Ketua PAPDI Cabang Makassar ini. (HI) DOK. HI ertemuan Ilmiah Nasional (PIN) PAPDI adalah kegiatan ilmiah Pengurus Besar Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia yang diselenggarakan setiap tahun dengan mengulas perkembangan terbaru mengenai diagnosis dan tata laksana seputar penyakit dalam. Pada 2011 lalu, PB PAPDI bekerjasama dengan PAPDI Cabang Makassar menggelar PIN IX di Hotel Clarion, Makassar, Sulawesi Selatan, 14-16 Oktober 2011 lalu. Kegiatan ilmiah ini mengedepankan tema “Update in Diagnostic Procedures and Treatment in Internal Medicine”. Ketua Panitia PIN IX Prof. DR. Dr. Idrus Alwi, SpPD, K-KV, FINASIM, FACC, FESC, FAPSIC mengatakan kegiatan PIN ini bertujuan membantu internis di seluruh Indonesia untuk meningkatkan ketrampilan dan meng-update ilmu pengetahuan khususnya di bidang Ilmu Penyakit Dalam. Dengan begitu, diharapkan para internis mampu memperoleh pengetahuan dan ketrampilan tambahan dalam rangka peningkatan pelayanan secara holistik kepada pasien. PIN IX dibuka langsung oleh Ketua Umum PB PAPDI DR. Dr. Aru W. Sudoyo, SpPD, K-HOM, FINASIM, FACP. Selanjutnya, acara diisi dalam bentuk simposium, temu ahli dan lokakarya dengan pembicara yang kompeten. “Dalam pelaksanaan PIN, PIN di Makassar merupakan PIN dengan jumlah peserta terba- 13 PB PAPDI bersama PPHI menggelar Konferensi Pers tentang Hepatitis A di Kantor PB PAPDI, Gedung ICB Bumiputera, Cikini, Jakarta. Hadir sebagai narasumber Ketua Umum PPHI DR. Dr. Rino A.Gani, SpPD, K-GEH, FINASIM dan sebagai moderator Wakil Sekretaris Jenderal PB PAPDI Dr. Sally A. Nasution, SpPD, K-KV, FINASIM. titis A termasuk jenis yang akut (berlangsung kurang dari 6 bulan). Sedangkan hepatitis B dan C biasanya hepatitis kronik (lebih dari 6 bulan)," katanya. Untuk pengobatan infeksi virus hepatitis A dapat dilakukan secara suportif. Karena menurut Dr. Rino, tidak ada obat untuk membunuh virus tersebut secara langsung dan memang tidak diperlukan obat-obatan. Pasalnya, virus tersebut akan hilang dengan sendirinya dalam darah. "Pengobatan supor tif yang dimaksud misalnya, kalau pasien muntah harus diberikan obat untuk mengurangi muntahnya. Atau jika pasien kekurangan cairan, dapat diberikan cairan infus untuk mengatasi kekurangan cairan tersebut," jelasnya. 14 INFO MEDIS Halo Internis Q Edisi 20 Q Maret 2012 INTERNATIONAL SEPSIS FORUM 2011, Beijing, China: nternational Sepsis Forum (ISF), 27 – 28 Oktober 2011 lalu, di Beijing merupakan kegiatan tahunan pakar sepsis dunia, untuk membicarakan berbagai perkembangan terbaru dan hasil penelitian terakhir dalam berbagai aspek yang terkait dengan guidelines, imunopatogenesis, penelitian biomolekuler dan penatalaksanaan mengenai sepsis. Beberapa dokter dari Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Tropik Infeksi Indonesia (PETRI) hadir pada acara tersebut. Diantaranya adalah Prof. Dr. Iskandar Zulkarnain, SpPD, K-PTI, Prof. Dr. Djoko Widodo, DTM & H, SpPD, K-PTI, Prof. Dr. Herdiman Pohan, SpPD, K-PTI, Dr. Budi Riyanto, SpPD, K-PTI, DR. Dr. Suhendro, SpPD, K-PTI, Dr. Samsirun Halim, SpPD, K-PTI,Dr. Soroy Lardo, SpPD dan Dr. Hambali. Pada forum itu, PETRI, setelah melalui suatu seleksi yang ketat, mendapat kesempatan mempresentasikan tiga poster penelitian dan satu laporan kasus. Keempat tulisan tersebut dimuat dalam Critical Care 2011, 15 (Suppl 3). Ketiga judul penelitian diantaranya Lactate Clearance as simple bedside instrument to predict short term mortality of severe septic patients ( W Hambali, K Chen, D Widodo, E Dewiasty, HT Pohan, S Suwarto), Effect of low dose steroid on NF-kB and caspace3 intestinal expression in a sepsis mouse model. (HA Guntur, HP Diding, HT Pohan, D Widodo). Low – dose corticosteroid effect clinical improvement sepsis patients with APACHE II score (S Devi, AG Hermawan). Satu Laporan Kasus dari RSPAD Gatot Soebroto dengan judul Pulmonary Embolism in Sepsis Patient Following Appendectomy Surgery (S Lardo, A Arianne, K Chen). Dalam kegiatan tersebut yang mendapatkan The 2011 Stephen F Lowry Young Investigator Award Sophie Mwinsa Chimese dari Department Of Internal Medicine, University Of Zambia, Lusaka Zambia dengan judul Clinical characteristic, management, and outcomes of sepsis in Lusaka, Zambia. Penelitian ini mudah-mudahan memicu PETRI untuk melakukan penelitian karakteristik dan manajemen sepsis di Indonesia. I DOK. HI An Up Date on Sepsis Sepsis Sebagai Tantangan Ahli Penyakit Dalam Beberapa Clinical Trial Kegiatan Ilmiah Pada forus tersebut ada tiga sesi, yaitu plenary session, palarel session dan clinical trials. Dalam plenary session dibahas tentang definisi dan paradigma baru Sepsis. Kriteria Sepsis yang dicetuskan oleh Riger ertepatan Hari AIDS Sedunia, PB PAPDI menggelar Konferensi Pers mengenai “Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran (PNPK) HIV/AIDS”, di Munik Restoran, Matraman, Jakarta pada 1 Desember 2011 lalu. Memerangi penyakit HIV/AIDS merupakan salah satu dari delapan target pembangunan untuk pencapaian Millenium Development Goals (MDGs). Hingga kini, berbagai upaya menekan prevalensi HIV/AIDS telah dilakukan tetapi belum optimal. Pada kenyataan terdapat empat masalah utama dalam pemberantasan penyakit ini di Indonesia yaitu deteksi dini infeksi HIV, ketersediaan obat yang terbatas di Masyarakat, kemampuan petugas kesehatan yang belum optimal dalam penanganan kasus-kasus HIV, baik dalam aspek preventif, promotif, kuratif, dan rehabilitasi serta keterbatasan sarana dan prasarana. Untuk itu, PB PAPDI terpanggil me+nyusun PNPK HIV/AIDS sebagai panduan bagi para petugas kesehatan dalam menangani kasus-kasus HIV/AIDS. PNPK HIV/AIDS dibuat oleh tim yang berasal dari multidisiplin baik dari profesi kesehatan maupun institusi pendidikan kedokteran. Selanjutnya, PNPK akan disahkan oleh Kementerian Kesehatan dan menjadi asupan bagi seluruh petugas kesehatan terutama yang bekerja di rumah sakit dalam menangani pasien HIV/AIDS. "Keberadaan buku pedoman ini sangat penting bagi para medis di rumah sakit hingga klinik, karena dapat dipakai pegangan dalam mengobati penderita HIV/AIDS," ungkap Ketua Umum PB PAPDI DR. dr. Aru W. Sudoyo, SpPD, K- sudah fase III dengan target TLR pada inflamasi sistemik. Penelitian lain adalah PROWESS Shock: activated protein C in septic shock sebagai studi penting, walaupun belum merupakan obat yang menjanjikan namun tetap dalam tataran riset. Selain itu ada penelitian tentang EGDT melalui ProCeSS, ARISE and ProMISE untuk memfasilitasi standarisasi EGDT dalam optimalisasi tim sepsis dalam penaRombongan Petri Indonesia dari kiri: DR. Dr. Suhendro, SpPD, K-PTI; Dr. Samsirun Halim, SpPD; Prof. Dr. Djoko talaksanaan sepsis. Clinical Widodo, SpPD, K-PTI; Prof. Dr. Herdiman Pohan, SpPD, K-PTI; Prof. Dr. Iskandar Zulkarnain, SpPD, K-PTI; Dr. Budi Riyanto, SpPD, K-PTI; Dr. Soroy Lardo, SpPD dan Dr. Hambali. Trial yang akan dilaksanakan ke depan adalah A large trial of corticosteroid treatBone dengan Bone Criteria perlu penegasan kembali dengan paradigma terbaru dimana sepsis terdiri dari ment of septic shock – The Escape Study. Penelitian ini bertitik tolak terhadap ‘jatuh bangunnya’ pemberian dua kriteria, yaitu sepsis dan syok sepsis. steroid. Dalam The Surviving Sepsis Campaign 2008 Pada sesi lain juga dibahas aspek biomolekuler dan penggunaan dosis rendah kortikosteroid masuk low imunologi sepsis. Topik The epithelium in sepsis membahas bahwa suatu kejadian MODS terkait dengan grade recommendation. Berdasarkan kontroversi tersebut, akan dilakukan suatu studi multisenter dengan berbagai pathway yang menyebabkan disregulasi sistem imun berelaborasi dengan sitokin, oksidan, enzim jumlah kasus yang besar yaitu ESCAPE study melalui yang merusak jaringan dan mediator proinflamasi lainANZICS clinical trials group. nya. Walaupun sampai saat ini proses biokimia dan basis biologi yang mendasari belum dipahami terkait dengan histopatologi MODS. Namun yang diyakini saat ini MODS disebabkan oleh disfungsi sel parenkim pada multipel organ yang disebabkan memburuknya sistem Bagaimanapun dengan meningkatnya kasus infeksi kontrol respon inflamasi. Terdapat harapan bahwa dedengan berbagai komorbid penyakit, baik di daerah rangements formasi dan fungsi struktur khusus pada maupun di pusat rujukan, kasus sepsis hendaknya sel epitel TJs (tight junctions) mungkin merupakan faktor utama terhadap disfungsi pada paru, hati, sistem menjadi perhatian penting bagi setiap ahli penyakit saluran cerna dan ginjal yang dikaitkan dengan sepsis dalam, terutama dalam pemahaman EGDT berdasaryang disebabkan disregulasi proses inflamasi. kan Sepsis Campaign. Hal utama yang perlu menjadi perhatian adalah upaya dan usaha bersama untuk senantiasa belajar dan berusaha meningkatkan kompetensi dalam penatalaksanaan sepsis dengan berusaha Dalam sessi yang lain, dipresentasikan beberapa cli‘berguru’ pada pakarnya serta selalu sharing dari nical trial yang sedang berjalan dan direncanakan deberbagai kasus sepsis yang dihadapi. Dengan demingan skala besar. Diantaranya penelitian ACCES – Eritokian, melalui kolaborasi sebagai tim sepsis, kesungrian, TLR4 antagonist pada sepsis berat sebagai antaguhan, keikhlasan dan jangan lupa “bekerjasama” degonis yang berfungs sebagai inhibitor kompetitif terhangan keluarga pasien menjadi hal penting dalam keberdap endotoksin pada level kompleks MD2TLR4, yang hasilan penatalaksanaan sepsis. (HI) PNPK HIV/AIDS: B KABAR PAPDI Harapan Baru dalam Upaya Penanggulangan AIDS DOK. HI HOM, FINASIM, FACP. Koordinator Tim PNPK, DR. Dr. Ari Fahrial Syam, SpPD, K-GEH, FINASIM, MMB, FACP menjelaskan panduan ini berisi tentang strategi: pencegahan HIV, diagnosis HIV, pencegahan dan tatalaksana infeksi oportunistik, obat anti retroviral (ARV) dan pencegahan penularan HIV dari ibu ke bayi. Buku ini juga menyampaikan 72 rekomendasi untuk penanganan kasus HIV/AIDS di Indonesia.”Kemampuan petugas kesehatan yang belum optimal dalam menangani kasus HIV/AIDS menjadi salah satu kendala pemberantasan penyakit ini. Pedoman ini bisa menjadi panduan bagi petugas kesehatan,” ujar Dr. Ari yang juga koordinator bidang advokasi PB PAPDI. Terapi antiretroviral dapat menurunkan risiko penularan. Hal tersebut didukung oleh suatu peer-reviewed study yang mendapatkan bahwa pemberian terapi ARV kepada orang dengan HIV/AIDS (ODHA) dapat menurunkan penyebaran virus Human Immunodefficiency Virus (HIV) hingga 92%. Untuk itu, Prof.Dr. Zubairi Djoerban, SpPD,KHOM, FINASIM, Tin PNPK sekaligus penggiat HIV/AIDS menghimbau pemerintah agar ketersediaan dan kelengPB PAPDI menggelar Konferensi Pers dalam rangka Hari AIDS Sedunia. Pada acara tersebut kapan ARV terus diupayakan. (HI) hadir sebagai narasumber Prof. Dr. Zubairi Djoerban, SpPD, K-HOM, FINASIM, dan Kooordinator PNPK DR. Dr. Ari Fahrial Syam, SpPD, K-GEH ,FINASIM, MMB, FACP. INFO MEDIS Halo Internis Q Edisi 19 Q Maret 2012 Dr. Bambang Subagyo, SpPD, FINASIM, MM Tim Advokasi Medicolegal PAPDI Cabang Jakarta Raya, Dewan Etik dan Pembelaan Anggota PB PAPDI Lima C Untuk Membuat Informed Consent Pertanyaanya adalah, bagaimana dokter harus melakukan komunikasi tersebut? Prinsip dari suatu komunikasi dokter-pasien yang etis, adalah komunikasi dua arah yang bersifat horizontal, sederajat, antara pasien dan dokter. Lebih ideal lagi apabila komunikasi berjalan timbal-balik ini, dan bisa berkembang menjadi semacam diskusi. Disini dokter karena keilmuannya menjadi narasumber, karena lebih memahami masalah medis yang dihadapi pasien. Namun pasien adalah pemilik sah dari tubuhnya, yang posisinya harus dihormati oleh dokter. Siapapun tanpa izin pasien, tidak berhak melakukan tindakan medis pada tubuhnya . Problemnya adalah dokter harus memberikan informasi pada seseorang yang sedang mengalami kondisi yang tidak biasa, pasien yang sedang berada dalam kondisi bingung, stres, kesakitan, dan lain sebagainya, umumnya sulit untuk menerima informasi Bagaimanapun juga, dokter harus bisa memberikan informasi tsb, dan pasien harus dapat memahami materi yang diinformasikan oleh dokter Harus diingat tujuan dari lang kah pertama ini, adalah agar pasien memahami informasi yang diberikan dokter, Atau dengan kata lain, dokter harus mampu membuat pasien menjadi informed 15 rus dilakukan tindakan medis itu, apa komplikasi/risiko yang akan dihadapi pasien, bila tidak dilakukan tindakan medis, apakah ada alternatif tindakan medis diluar tindakan medis yang direncanakan, bagaimana tindakan medis tadi akan dilakukan, seberapa besar peluang keberhasilannya, dan lain-lain. Pasien/keluarganya harus mendapat informasi tentang masalah masalah tersebut dengan sejelas-jelasnya. Bila diperlukan, pasien boleh melakukan klarifikasi dan mencari second opinion pada dokter lain. Klarifikasi menjadi penting, karena dengan adanya klarifikasi pasien akan memperoleh pencerahan dari masalahnya. Artinya pasien/keluarganya benar-benar akan memahami alasan dokter merencanakan tindakan tersebut. Jadi pasien yang informed, ditambah dengan klarifikasi, akan semakin meningkat pemahamannya, sehingga akan menjadi pasien yang tercerahkan (enlightened). Selain itu dokter juga harus melakukan klarifikasi pada pasien. Harus dinilai apakah persepsi pasien/keluarga terhadap tindakan medis yang direncanakan oleh dokter, telah sesuai dengan persepsi yang diharapkan oleh dokter. Bila ternyata belum ada kesamaan persepsi antara dokter dan pasien, dokter jangan segan mengulangi lagi langkah yang sudah dilakukan. Tujuan dari klarifikasi agar pasien/keluarga benarbenar telah dapat memahami: mengapa, untuk apa, dan bagaimana tindakan medis yang direncanakan oleh dokter tadi. Jadi untuk memperoleh informed consent harus ada clarification, yang dilakukan baik oleh dokter, maupun oleh pasien. Lima C untuk Informed consent: I nformed consent merupakan salah satu isu sentral dari etika medis yang berlaku pada saat ini, karena terkait penghormatan dokter pada otonomi pasien. Sehingga pada saat ini dokter akan dianggap melanggar kode etik, apabila nekat melakukan tindakan medis, tanpa informed consent. Bahkan dimasa sekarang pelanggaran etika terkait informed consent, berpotensi menjadi sengketa hukum karena beberapa negara telah memberlakukan pelanggaran informed consent, sebagai pelanggaran hukum yang bisa dipidana. Walaupun begitu sampai sekarang masih ada dokter yang merasa kesulitan dalam membuat informed consent. Padahal ketrampilan ini, merupakan ketrampilan dasar yang mutlak harus sudah dikuasai oleh semua dokter pada saat ini. Meskipun telah banyak diterbitkan buku, juga tulisan dalam majalah medis, tentang informed consent, bahkan banyak juga penulis yang membahas dengan panjang lebar, akan tetapi tidak banyak yang menulis dari sisi praktisnya. Khususnya bagaimana membuat informed consent yang praktis, tetapi memenuhi persyaratan etika dan hukum. Padahal resep praktis seperti itu, sangat diperlukan oleh para dokter Empat Langkah, Lima Aktivitas Kita ketahui bahwa proses informed consent harus melewati serangkaian langkah, dimulai pada saat dokter memberikan informasi kepada pasien, dan diakhiri sewaktu pasien telah memberikan consent kepada dokter. Informasi yang diberikan dokter harus jelas, sehingga pasien dapat memahami maksudnya. Sedangkan consent yang diberikan pasien kepada dokter ,juga harus jelas dan dapat dibuktikan keabsahannya secara hukum. Informed consent adalah aktivitas bersama dokterpasien. Minimal harus ada empat langkah dari aktivitas-aktivitas yang dilakukan dokter dan pasien, pada pembuatan suatu informed consent yang baik dan benar, yaitu: Pertama, informed consent harus dibuat melalui komunikasi dokter pasien. Jadi langkah dokter paling awal adalah menciptakan communication dengan pasien. Namun disini bukan sembarang komunikasi karena ini merupakan komunikasi etis, dan komunikasi yang harus bisa memberi pencerahan pada pasien. Disebut komunikasi etis, karena tidak boleh menabrak rambu-rambu etika, termasuk etika medis. Dan menjadi komunikasi yang mencerahkan, karena informasi yang diberikan harus membuat pasien mampu memahami, alasan mengapa diperlukan tindakan medis tersebut. • Communication • Condition • Competent • Clarification • Concent Kedua, hal lain yang sangat penting, sehingga harus diperhatikan oleh dokter, ialah dokter harus memahami bagaimana kondisi klinis pasien dan terutama kompetensi dari pasien, pada saat dokter akan memberikan informasi tersebut. Jika yang dihadapi dokter, adalah pasien dewasa yang sadar dan kompeten, maka informed consent harus terjadi antara dokter dan pasiennya. Artinya informasinya harus diberikan oleh dokter, dan consent-nya harus diberikan oleh pasien nya sendiri. Tetapi untuk pasien anak-anak, atau pasien dewasa yang tidak kompeten secara hukum, maka hukum mengharuskan consent diberikan oleh pihak ketiga, yaitu: orang tua, wali, atau orang yang dikuasakan, dan lain-lain, tentu saja setelah mereka memperoleh informasi yang cukup dari dokter Apakah yang dimaksudkan dengan pasien yang kompeten? Dalam llmu hukum yang dimaksudkan dengan individu yang tidak kompeten, adalah mereka yang karena sesuatu hal, dianggap tidak mampu bertindak sebagai subyek hukum. Tidak sah untuk bertindak mewakili dirinya sendiri, termasuk memberikan persetujuan pada informed consent. Adapun yang termasuk pada orangorang yang tidak kompeten menurut hukum, diantaranya adalah: mereka yang belum dewasa, penderita keterbelakangan mental, tidak sadar, pikun, gila dan sebagainya. Pada pasien yang tidak sadar, tetapi memerlukan tindakan darurat untuk menyelamatkan jiwanya, untuk sementara informed consent dapat ditinggalkan. Tindakan penyelamatan jiwa harus didahulukan, tetapi informed consent tetap harus dilakukan, yaitu nanti pada saat pasien tadi telah sadar, dan mampu menerima informasi Jadi pemahanan dokter pada kondisi klinis pasien dan kompetensi pasien sangat penting, karena menentukan kualitas dan sahnya suatu informed consent Mengingat kondisi pasien dan kompetensinya, adalah dua hal yang kadang-kadang sulit dipisahkan. Maka penilaian patients condition dan competent sebaik nya dilakukan sekali jalan dalam satu langkah Ketiga, selain memberikan informasi kepada pasien, dokter juga harus mau memberikan penjelasan (clarification ). Minimal pasien harus tahu mengapa ha- Keempat, consent merupakan tujuan akhir dari proses informed consent. Karena setelah pasien/keluarga telah mendapatkan klarifikasi, diharapkan dengan pemahaman yang telah diperoleh, pasien dapat mengambil keputusan untuk mengabulkan, tindakan medis atau pasien bersedia memberikan consent. Yang lebih penting lagi, adalah harus ada jaminan bahwa consent yang diberikan oleh pasien, betul-betul terjadi karena kesadaran dari pasien, bukan persetujuan karena pasien menerima intimidasi, atau telah direkayasa oleh dokter. Informed consent yang direkayasa, sehingga ada resiko pelanggaran etik dan hukum. Dokter seharusnya menghindari informed consent yang demikian. Dokter dan Pasien Yang Powered Informed consent yang baik, harus dibuat melalui suatu aktivitas Communication dokter-pasien. Dimana dokter harus selalu mempertimbangkan patient Condition dan Competent dari pasien tersebut. Lewat proses komunikasi, pasien yang semula tidak tahu masalahnya, menjadi pasien yang informed, Selanjutnya dokter maupun pasien, melakukan proses Clarification. Sehingga pasien akan makin tercerahkan alias enlightened. Terakhir karena pasien sudah memahami masalahnya, pasien tersebut akan menjadi powered, sehingga Concent pada tindakan medis yang direncanakan Suatu kebetulan kata kata : Communication, Condition, Competent, Clarification dan Consent, semuanya diawali oleh huruf C Sehingga dengan mengingat ada lima C yang harus dilakukan dalam aktivitas pembuatan informed consent. Atau lewat jurus lima-C menjadikan pembuatannya menjadi lebih mudah. Dengan menjadikan lima-C ini menjadi jurus andalan dalam pembuatan informed consent, diharapkan tidak ada dokter yang tidak menguasai pembuatannya sehingga nanti tidak akan ada lagi, dokter yang harus menghadapi masalah etika atau hukum terkait dengan informed consent. Karena dokter akan makin enlighted tentang informed consent, sehingga menjadi powered. Semakin percaya diri karena telah piawai, sehingga jauh dari pembuatan informed consent yang tidak benar Tentu saja jurus lima-C ini, masih jauh dari sempurna, Namun rasanya jurus ini bisa diandalkan, cukup memadai untuk digunakan sebagai panduan praktis dalam praktik dokter sehari hari. 16 SOSOK Halo Internis Q Edisi 20 Q Maret 2012 Prof. DR. Dr. Idrus Alwi SpPD, KKV, FINASIM, FACC, FESC, FAPSIC Terus Bergerak A wal tahun 2012, Prof. DR. Dr. Idrus Alwi SpPD, KKV, FINASIM, FACC, FESC, FAPSIC telah melewati satu lagi pencapaian dalam perjalanan hidupnya. Dalam usia relatif muda, ia resmi dikukuhkan sebagai Guru Besar Tetap dalam Ilmu Penyakit Dalam di Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Dalam pidatonya, ia memaparkan mengenai sel punca (Stem Cell), bidang yang dapat dikatakan masih baru namun sangat memberi harapan dalam dunia kedokteran. "Sel punca, memang belum sampai pada tahap aplikasi secara luas pada pasien. Sejauh ini, aplikasi sel punca pada penyakit kardiovaskular masih pada tahap riset," ujar pria kelahiran Palembang, 22 Maret 1962 ini. Namun harapan yang dibawa oleh sel punca sedemikian luar biasa, sehingga riset bidang ini di dunia mengalami perkembangan pesat beberapa dasawarsa terakhir. "Stem sel di bidang jantung dilakukan pada penyakit jantung tahap akhir dan untuk pasien dengan infark miokard akut," ujarnya dalam perbincangan dengan Halo Internis. Dan Indonesia, untuk bidang satu ini tidak mau ketinggalan. Selain sebagai salah satu pelopor terapi sel punca di Asia Tenggara, Indonesia juga merupakan salah satu negara pertama di Asia selain Hongkong yang memiliki alat NOGA. "Alat tersebut digunakan dalam pemetaan (mapping) dan injeksi stem sel pada otot jantung," ujar Prof. Idrus. Di negara ini, Prof. Idrus merupakan salah satu ahli yang ingin mengembangkan sel punca untuk penyakit jantung. Ia tertarik mendalami sel punca karena stem sel dianggap sebagai batas akhir pengobatan berbagai penyakit. "Ini opsi terakhir. Salah satu terapi untuk jantung memang bisa dilakukan pemasangan stent tapi hal tersebut tidak mampu memperbaiki jaringan yang rusak. Sedangkan transplantasi juga tidak mudah dilakukan," ujar pria yang pernah mengunduh ilmu tentang stem cell di Amerika ini. Perhatiannya di bidang sel punca, juga membuktikan bahwa Prof Idrus memiliki pikiran terbuka terhadap berbagai bidang ilmu. Sebelumnya, Prof. Idrus di bidang penyakit jantung mendalami inflamasi dan ketimbang meneliti obat-obatan sintetis, ia justru meneliti kurkumin sebagai anti inflamasi. Ketua Divisi Kardiologi Departemen Penyakit Dalam FKUI/RSCM ini memilih herbal karena ditinjau dari efek samping, relatif tidak memiliki efek samping. “Filosofinya seperti orang berenang, jika berhenti maka akan tenggelam. Namun semuanya harus punya arah, goal, dan sasaran bergerak.” "Kita tidak boleh menutup mata terhadap perkembangan yang terjadi. Visi kita tidak boleh satu titik. Tidak boleh hanya fokus pada satu pandangan," ujarnya tentang berbagai riset yang dilakukannya. Untuk memperdalam bidang jantung termasuk sel punca, Prof. Idrus menimba ilmu ke manca negara dan juga tentunya kepada ahli sel punca yang juga ahli penyakit jantung, Prof. DR. Dr. T. Santoso, SpPD, KKV, FACC, FESC. "Beliau memang mempersiapkan penerus di bidang stem sel," ujar Koordinator Terapi Sel Punca pada Penyakit Jantung FKUI/RSCM ini. Dengan tekun, Prof. Idrus terus memperkaya ilmu pengetahuannya di bidang medis terutama jantung. Ia Prof. Idrus dan istri, saat pengukuhan sebagai Guru Besar FKUI. Prof. DR. Dr. Idrus Alwi SpPD, KKV, FINASIM, FACC, FESC, FAPSIC. mengakui, jadwalnya padat, sehingga ia kini jarang melakukan olahraga fitness yang dulu sering dilakukannya. Meski demikian, Prof. Idrus selalu tampil segar dan prima di setiap acara ataupun dalam aktivitas keseharian. Salah satu resep Ketua Perhimpunan Ahli Penyakit Dalam Indonesia Cabang Jakarta Raya (PAPDI JAYA) ini adalah menikmati setiap kegiatan yang dilakukan. Profesi, organisasi, keluarga, semua mendapat prioritas dalam hidup Prof. Idrus. "Justru semua hal itu membuat hidup kita berwarna," ujarnya. Prof. Idrus mengatakan tidak pernah ngoyo untuk mencapai sesuatu. "Semua sudah ada yang mengatur, yang terpenting adalah kita melakukan apapun sebaik-baiknya," ujarnya tersenyum. Pernikahannya dengan DR. Dr Dwiana Ocviyanti, SpOG(K) telah menghadirkan 3 orang anak yang juga mengikuti jejak orang tuanya sebagai ahli medis. "Saya tidak pernah mengarahkan mereka mau menjadi apa. Demikian juga dalam belajar, saya tidak pernah mem-push anak-anak," ujarnya. "Mungkin saja mereka melihat orang tuanya enjoy, maka mereka juga tertarik (dengan dunia medis)." Sama seperti halnya Prof. Idrus saat remaja, ia juga tidak pernah diminta orang tuanya untuk menjadi ahli medis. Menurut Prof. Idrus, keluarganya dulu tidak hidup kekurangan juga tidak berlebih. Orang tuanya selalu menekankan pentingnya pendidikan. Salah satu pesan yang diingat Prof. Idrus adalah, "Jika mau hidup senang, harus dengan ilmu." Maka selepas dari SMA Xaverius I, Palembang, anak dari pasangan H. Alwi Idrus Shahab (alm.) dan H. Nafisah hengkang ke Jakarta untuk belajar di FKUI. Sebagai anak pertama, ternyata langkah Prof. Idrus juga diikuti oleh adikadiknya. Dari 12 orang bersaudara, 9 orang menjadi dokter, 1 orang dokter gigi, dan yang lain mendalami teknik. Prof. Idrus ter tawa ketika ditanyakan bagaimana rasanya menghadapi lingkungan yang 'serba dokter', mulai dari lingkungan pekerjaan, anak, isteri, hingga saudara kandung. "Saya jika bertemu adik-adik tidak bicara kedokteran," ujarnya. "Keluarga besar biasanya kumpul saat lebaran." Terlebih, beberapa saudaranya juga bertempat tinggal di luar kota. Hal yang sering dilakukan Prof. Idrus bersama istri dan putranya saat libur adalah travelling atau kuliner. Restoran Jepang adalah salah satu favorit keluarga Prof. Idrus. Di luar aktivitasnya di bidang kedokteran, Prof. Idrus menaruh perhatian khusus pada organisasi PAPDI. "PAPDI perlu berorientasi pada masyarakat untuk memberikan pelayanan yang terbaik," ujarnya. Visi PAPDI ke depan harus memberikan yang terbaik untuk masyarakat. "Intinya, selain untuk kesejahteraan anggotanya, juga untuk memenuhi kebutuhan masyarakat khususnya di bidang kesehatan." Ia memaparkan, kualitas internis yang baik lahir dari proses yang baik dengan tiga pilar yaitu pendidikan, penelitian, dan pelayanan. Menurutnya, upaya peningkatan kualitas harus dilakukan secara terus menerus. "Filosofinya seperti orang berenang, jika berhenti maka akan tenggelam. Maka agar tidak tenggelam, berenang bisa dilakukan dengan berbagai gaya. Namun semuanya harus punya arah, goal, dan sasaran bergerak," ujar Prof. Idrus menutup pembicaraan. (HI) KABAR CABANG Halo Internis Q Edisi 19 Q Maret 2012 17 PIN X PB PAPDI, Balikpapan 28 Juni – 1 Juli 2012 Welcome to East Borneo in Celebrating A Decade of PIN PAPDI Hotel Grand Senyiur, Balikpapan, tempat bakal berlangsungnya acara PIN X PAPDI. iagnosis dan pengobatan adekuat hanya dapat dilakukan oleh dokterdokter yang kompeten. Peningkatan kompetensi, baik ketrampilan maupun ilmu pengetahuan kedokteran, dapat diperoleh lewat berbagai cara, diantaranya simposium, pelatihan dan lain-lain. Pengurus Besar Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia (PB PAPDI) setiap tahunnya menyelenggarakan Pertemuan Ilmiah Nasional (PIN) PAPDI yang bertujuan membantu para dokter, terutama internis yang tersebut di seluruh Indonesia untuk meningkatkan skill dan meng up date ilmu pengetahuan, khususnya di bidang ilmu penyakit dalam. ”Dengan adanya PIN ini diharapkan dokter spesialis penyakit dalam dapat memperoleh pengetahuan D dan ketrampilan tambahan dalam rangka peningkatan pelayanan secara holistik kepada pasien,” kata Ketua Pelaksana PIN Prof. DR. Dr. Idrus Alwi, SpPD, KKV, FINASIM, FACC, FESC, FAPSIC Pada 2012 ini pengurus pusat telah menetapkan PAPDI cabang Kalimantan Timur menjadi tuan rumah PIN X. Panitia yang terdiri dari pengurus pusat dan cabang akan menggelar acara di Hotel Grand Senyiur, Balikpapan, Kalimantan Timur, 28 Juni – 1 Juli 2012. Dengan mengusung tema “Update in Diagnostic Procedures and Treatment in Internal Medicine” diharapkan menjadi daya tarik tersendiri bagi Internis untuk mempelajari kasus-kasus yang kerap dijumpai disaat praktik. Ditambah lagi dengan kemasan yang menarik, berupa kuliah umum, temu ahli dan workshop, memudahkan peserta untuk berinteraksi lebih jauh dengan para pembicara yang pakar dibidangnya. “PIN diminati para dokter, terutama internis. PIN X ini diperkirakan lebih banyak pesertanya, karena bertepatan dengan libur sekolah. Para dokter dapat membawa keluarga sembari menikmati tempat wisata di Kalimantan Timur. Panitia optimis dapat menyukseskan acara ini,” kata Ketua PAPDI cabang Kalimantan Timur Dr. Carta Agrawanto Gunawan, SpPD, K-PTI, FINASIM. Dr. Carta menambahkan pada PIN di Balikpapan nanti akan ada acara baru, yaitu pelatihan Emergency In Internal Medicine (EIMED). Pelatihan EIMED diselenggarakan selama tiga hari dengan membahas tema-tema kegawatdaruratan dalam Penyakit Dalam. Para peserta Ketua PAPDI Cabang Kalimantan Timur Dr. Carta Agrawanto Gunawan, SpPD, K-PTI, FINASIM. KOPAPDI XV, Medan 12 – 15 Desember 2012 Selamat Datang di Kota Medan, Selamat Berkongres P erhelatan akbar Kongres Nasional Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia (KOPAPDI) XV akan digelar pada 12-15 Desember di Medan, Sumatera Utara. PAPDI Cabang Sumatera Utara terpilih menjadi tuan rumah tiga tahun lalu pada KOPAPDI XIV di Jakarta. Pada saat itu, PAPDI cabang Sumatera Utara merupakan kandidat yang dinilai paling siap menjadi penyelenggara kongres. “Sebelum berangkat ke Kongres di Jakarta, kami telah mempersiapkan diri menjadi tuan rumah. Kami telah membawa surat dukungan dari Gubernur Sumatera Utara,” kata Ketua PAPDI cabang Sumatera Utara Prof. DR. Dr. Harun Alrasyid, SpPD, SpGK, FINASIM, pada kesempatan itu. KOPAPDI XV mengusung tema “ 55 Tahun Peran Professional PAPDI Menapak Era Globalisasi di Tengah Masyarakat Indonesia dan Kedokteran Universal”. Menurut Prof. Harun, tema ini mengingatkan internis untuk selalu meningkatkan kemampuan dan pengetahuan supaya dapat memberikan pelayanan kesehatan lebih baik lagi di tengah masyarakat global. Bagi Kota Medan, tambah Prof. Harun, acara ini akan membuktikan kepada masyarakat Sumatera Utara bahwa internis di Indonesia tak kalah dibanding negeri tetangga. “Ada sebagian masyarakat disini yang mempercayai soal kesehatannya untuk berobat ke Malaysia, padahal kita juga memiliki skill yang cukup,” kata Prof. Harun, menyayangkan. Seperti biasa, KOPAPDI selalu ramai dihadiri oleh internis. Begitu pula pada Ketua PAPDI Cabang Sumatera Utara Prof. DR. Dr. Harun Alrasyid, SpPD, SpGK, FINASIM. Danau Toba. KOPAPDI XV di Medan nanti. Para sejawat akan tumpah ruah di empat hotel bintang lima yaitu Hotel JW Marriot International, Hotel Grand Aston, Hotel Aryaduta International, dan Hotel Santika yang berdekatan. Berbagai acara telah dikemas panitia dengan apik, seperti sidang organisasi yang menjadi agenda utama kongres, simposium ilmiah, workshop, konvokasi, gala dinner, bakti sosial dan olah raga. Rencananya, kongres akan dibuka oleh Kementerian Kesehatan Dr. Endang Rahayu Sedyaningsih sekaligus memberi orasi pada plenary lecture. Sementara, Gubernur Sumatera Utara akan bersama peserta kongres pada malam keakraban. Dan yang memberi orasi memorial lecture pada konvokasi adalah Ketua PMI Yusuf Kalla yang juga mantan wakil Presiden RI. Di samping undangan dari institusi pemerintah dan tokoh nasional, nuasa kongres lebih terasa mendunia dengan diundangnya akan dibekali ketrampilan menangani pasien emergensi baik di hospital maupun prehospital. Dengan begitu, diharapkan internis mampu mengambil keputusan medis yang terbaik di tengah keterbatasan fasilitas dan waktu yang ketat. Di samping up date pengetahuan, para sejawat dapat menikmati tempat belanja dan wisata alam Kota Modern Balikpapan. Bagi yang ingin memiliki cinderamata berupa permata dan kerajinan tangan khas Kalimantan Timur, dapat mengunjungi Pasar Kebon Sayur. Sementara budaya asli suku Dayak beserta keseniaan khasnya dapat ditemui wisata Budaya Pampang. Untuk menikmati keelokkan alam Tanah Borneo tempat wisata seperti Pantai Melawai, Pantai Manggar, Bukit Bangkirai (Canopy Bridge), menjadi pilihan yang tepat. Penggemar kuliner tentunya tidak akan melewatkan kelezatan kepiting, udang galah, ikan patin yang banyak dijumpai di Balikpapan. Selain itu, Pulau Derawan, Kakaban, Sangalaki, dan Maratua menawarkan keindahan wisata bawah laut. Daerah wisata ini telah tersohor di mancanegara surganya para penyelam dengan keramahan habitat laut seperti karang laut, ikan hias, penyu hijau, dan ubur-ubur. Kekayaan budaya Kalimantan Timur serta keramahan wisata alam nan elok akan memanjakan sejawat saat mengikuti PIN. Besar harapan panitia, para sejawat bersama keluarga dari seluruh Indonesia dapat hadir di PIN X. Kami tunggu kedatangan sejawat di Kota Balikpapan. (HI) Presiden International Society of Internal Medicine (ISIM), dan Asean Federation of Internal Medicine (AFIM). Di tengah padatnya acara, peserta akan dimanjakan dengan berbagai wisata di Kota Medan. Danau Toba menjadi tujuan wisata yang tak boleh dilewatkan. Panorama alam Danau Toba nan indah akan menjadi kenangan yang tak terlupakan. Begitu pula dengan wisata budaya Istana Maimun yang membuat decak kagum pengunjung. Istana Sultan Deli yang dibangun 1888 ini bukan saja usianya yang tua, tapi juga memiliki desain interior yang indah dengan memadukan budaya Melayu Islam, Spanyol, India, dan Arab. Selain itu juga ada wisata kuliner dengan cita rasa Nusantara yang tersebar di Kota Medan. KOPAPDI kali ini akan selalu diingat karena waktu pelaksanaanya yang unik, serba dua belas. Panitia berencana akan membuka kongres ini pada tanggal 12 di bulan 12 tahun 2012 dan tepat pada pukul 12 waktu setempat. “Tanggal ini karena kebetulan saja, tidak ada arti yang aneh-aneh. Moment ini unik, jadi kita manfaatkan agar mudah dikenang, insya Allah,” ujar Prof. Harun Alrasyid, berharap. (HI) Website PB PAPDI: www.pbpapdi.org 18 KABAR CABANG Halo Internis Q Edisi 20 Q Maret 2012 PAPDI Cabang Semarang PIT XV 2011: DOK. HI Hearts and Systemic Disease, A Comprehensive Approach Penyakit jantung tak berdiri sendiri, melainkan diikuti penyakit lain yang mendasari. Oleh karena itu, penanganan pasien jantung mesti bersifat komprehensif. Ketua PAPDI Cabang Semarang Dr. Tony Suhartono, SpPD, K-EMD, FINASIM membuka PIT XV 2011. lmu kedokteran terkait diagnosa dan tatalaksana suatu penyakit sangat dinamis. Dari waktu ke waktu mengalami perkembangan. Tak heran, professional kedokteran terus meng update ilmunya dengan berbagai cara, termasuk mengikuti seminar dan workshop. Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam (PAPDI) Cabang Semarang bersama SMF Ilmu Penyakit Dalam FK UndipRSUP Dr. Kariadi Semarang menyelenggarakan Pertemuan Ilmiah Tahunan (PIT) I XV, di Patra Semarang Convention Hotel, 7-9 Oktober 2011 lalu. Pada PIT kali ini mengusung tema “Hearts and Systemic Disease: A Comprehensive Approach”. Ketua Panitia PIT XV, Dr. Arwedi Arwanto, SpPD,K-GH mengatakan penyakit jantung dan penyakit sistemik masih menjadi masalah kesehatan di banyak negara termasuk Indonesia. Prevalensinya kian meningkat setiap tahun. Penyakit jantung tak berdiri sendiri, melainkan diikuti pe- nyakit sistemik lain. Oleh karena itu, penanganan pasien jantung mesti bersifat komprehensif. “Pendekatan yang komprehensif dalam hal preventif dan kuratif mempunyai harapan yang cukup baik dalam penanganan pasien-pasien penyakit dalam, khususnya pasien jantung,” kata Dr. Arwedi. Untuk itu, PAPDI berupaya menjaga kompetensi ilmu penyakit dalam para dokter, terutama para anggotanya. Menurut Ketua PAPDI Cabang Semarang KABAR PAPDI JADWAL KEGIATAN ILMU PENYAKIT DALAM TAHUN 2012 Sehat Fisik dan Jasmani Selama Ibadah Haji I badah haji membutuhkan kesehatan jasmani dan fisik nan prima. Pasalnya, kondisi geografis yang sangat berbeda dengan Indonesia memaksa tubuh dapat beradaptasi dengan iklim disana. Ditambah, jutaan umat dari seluruh penjuru dunia berkumpul di satu tempat melakukan bersama-sama ritual haji. “Ini menjadi beban stress fisik dan metabolik karena suhu di Makkah pada saat ibadah haji musim panas diperkirakan berkisar 500 C serta risiko tertular penyakit infeksi menu- maah haji, PB PAPDI menyelenggarakan PAPDI Forum dengan tema “Sehat Fisik Dan Jasmani Selama Ibadah Haji” di Aula FKUI, 13 September 2011. Seminar untuk awam ini, menghadirkan pembicara yang pakar dibidangnya, yaitu DR. Dr. Hj. Iris Rengganis, SpPD, K-AI, FINASIM, DR. Dr. Hj. Dwiana Ocviyanti SpOG, Dr. Hj. Nina Kemalasari, SpPD, K-Ger, FINASIM, Drs. H.A. Kartono Direktur Pembinaan Haji dan Umrah Kementerian Agama RI, dan Mahdalena Lubisdari Prodia. Pembicara PAPDI Forum Haji Direktur Pembinaan Haji dan Umroh Kementerian Agama Drs. H.A. Kartono, DR.Dr.Iris Rengganis, SpPD, K-AI, FINASIM, DR.Dr. Dwiana Ocviyanti, SpOG, Dr. Nina Kemalasari, SpPD, K-Ger dengan moderator Dr. Alvin Harahap, SpPD lar misal meningitis serta ISPA,” ungkap Dr. Agasjtya Wisjnu Wardhana, SpPD, FINASIM, Humas PB PAPDI. Untuk mengurangi angka kesakitan selama haji, jemaah haji hendaknya mempersiapkan kesehatan sebaikbaiknya dan membekali diri dengan beberapa informasi kesehatan. Guna membantu masyarakat terutama je- periode 2009-2012, Dr. Tony Suhartono, SpPD, K-EMD, FINASIM acara ilmiah tahunan PAPDI Cabang Semarang ini menjadi sarana bagi dokter, baik internis, dokter umum dan spesialis lain untuk melakukan penyegaran dan menambah pengetahuan seputar ilmu penyakit dalam. ”Kegiatan ilmiah ini dimaksudkan untuk penyegaran bagi para dokter agar dapat memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat lebih professional,” katanya. PIT XV lebih menarik perhatian peserta karena menghadirkan para pembicara dari berbagai pusat pendidikan Kedokteran di Indonesia dan beberapa pembicara asing. Mereka memaparkan berbagai perkembangan penyakit jantung dan penyakit sistemik. Event ini terdiri dari delapan topik workshop yang diadakan pada hari pertama, 7 Oktober, kemudian dilanjutkan 12 topik symposium. Lebih dari 500 peserta antusias mengikuti acara yang berlangsung selama tiga hari itu. ”Para peserta diberi asupan kasus-kasus jantung agar dapat menangani pasien-pasien jantung lebih baik lagi,” ujarnya. Di samping acara ilmiah, pada kesempatan itu juga diadakan malam halal bil halal dan rapat PAPDI Cabang Semarang beserta anggotanya. Sessi ini bersifat internal untuk konsolidasi anggota dan mempererat silaturahmi para internis lulusan FK Undip yang hadir dari berbagai daerah. (HI) Dr. Agasjtya mengatakan melalui PAPDI Forum ini diharapkan kiat sehat seama ibadah haji ini dapat berguna bagi jemaah yang akan menjalankan haji sehingga angka kesakitan dan kematian dapat dikurangi secara bermakna dan kembali ke Indonesia dengan kondisi sehat dan mabrur. (HI) No Tanggal Nama Kegiatan Tempat Sekretariat / Pendaftaran 1 10-18 Maret KPPIK Hotel Grand Sahid Jaya, Jakarta CME FKUI, Jl. Salemba Raya No. 6 Telp.: 021-3106737, CP: Ela 2 9-11 Maret Pertemuan Ilmiah Tahunan Dokter Umum ke 3 Hotel Pulman, Jakarta PDUI Telp.: 081382916195, CP : Ade 3 10-11 Maret Temu Ilmiah Psikosomatik (TIPS) 2012 Hotel Grand Sahid Jaya, Jakarta Divisi Psikosomatik Dept. Ilmu Penyakit Dalam FKUI/RSCM Telp.: 021-31930956/ 90616075 Fax : 021-3142108 CP: Murti 4 24 Maret TB Day GD A Lt. 8 Divisi Pulmonologi Dept Ilmu Penyakit Dalam FKUI/RSCM Telp.: 021-3149704 Fax : 021-31902461 CP: Indah, Dr. Ibnu, Samsul, Supri 5 30-31 Maret Post Satellite Meeting on Atherosclerosis & XI Holistic Approach in Cardiovascular Disease Symposium Sanur Paradise Plaza Hotel Bali Ikatan Keseminatan Kardioserebrovaskular Indonesia Divisi Kardiologi FKUI/RSCM d/a Dept. Ilmu Penyakit Dalam Telp.: 021-31934636 Fax : 021-3161467 CP : Ella / Mumun 6 6-8 April Kursus Penyegar Ilmu Penyakit Departemen Ilmu Penyakit Dalam untuk Dokter Primer Dalam FKUI/RSCM 7 19-22 April Temu Ilmiah Reumatologi (TIR) 19 April (RKPD ) Divisi Reumatologi 20-22 April (Hotel Borobudur) d/a Dept. IPD FKUI/RSCM Telp.: 021-31930166 Fax : 021-31936736 CP : Siti Mahfudzoh / Acep Yulianto 8 27-29 April 13th Jakarta Antimicrobial Update (JADE) Hotel Grand Sahid Jaya, Jakarta Divisi Tropik Infeksi d/a Dept. IPD FKUI/RSCM Telp.: 021 - 3908157/ 3925491/ 3920185 Fax: 021 - 319 1873 CP : Leni /Rita 9 5-6 Mei Simposium Jakarta Endocrinology Meeting (JEM) Hotel Nikko, Jakarta Divisi Metabolik Endokrinologi d/a Dept. IPD FKUI/RSCM Telp.: 021- 3907703 Fax : 021- 3103729 CP : Ola & Anna 10 10-13 Mei Jakarta Nephrology Hypertensi Care (JNHC) Jakarta Sekt. PERNEFRI/Div. Ginjal Hipertensi d/a Dept. IPD FKUI/RSCM Telp.: 021-3141203/3149208 CP : Rusmini 11 26-27 Mei Simposium Jakarta Allergy and Clinical Immunologi Network (JACIN) Jakarta Divisi Alergi Imunologi Klinik d/a Dept. IPD FKUI/RSCM Telp.: 021- 31902822/3141160 Fax : 021- 3904546 CP : Enah 12 2-3 Juni Temu Ilmiah Geriatri IX (TIG) Hotel Grand Sahid Jaya, Jakarta Divisi Geriatri d/a Dept. IPD FKUI/RSCM Telp.: 021-31900275 Fax : 021-3146633 CP : Cici / Indah 13 14 - 16 Juni Kongres Nasional PETRI XVIII Banda Aceh Divisi Tropik Infeksi d/a Dept. IPD RS. Dr. Zainoel Abidin FK. Universitas Syiah Kuala Telp.: 0651-638290 Fax : 0651-26090 CP : Ferdyan Fuad, Ahmad Oktahar Balikpapan Kaltim PB PAPDI Ged. ICB Bumiputera lt. dasar Telp.: 021- 2300818 Fax : 021- 2300858/2300755 CP : Bp. Muchtar/Yunita 14 28 Juni - 1 Juli PIN PAPDI PKB IPD/ CME d/a Dept. IPD FKUI/RSCM Telp.: 021-31930956 / 3142108 Fax : 021-3142108 CP : Nadya OBITUARI Halo Internis Q Edisi 19 Q Maret 2012 Prof. Dr. Supartondo, SpPD, K-EMD, K-Ger, FINASIM Perintis Geriatri Nasional dan Tokoh Pendidikan Kedokteran Indonesia Oleh: DR. Dr. Czeresna Heriawan Soejono, SpPD, K-Ger, FINASIM, MEpid, FACP Direktur Pelayanan Medik RSCM unia kedokteran Indonesia berduka. Di penghujung 2011, salah satu tokoh pendidikan kedokteran dan perintis geriatri telah kembali ke Sang Khalik pada 27 Desember 2011 lalu. Ia meninggal dunia di usia 81 tahun karena sakit yang dirasakan beberapa tahun ini. Ia adalah Prof. Dr. Supartondo, SpPD, K-EMD, KGer, FINASIM, salah satu arsitek kurikulum pendidikan kedokteran Indonesia. Pria kelahiran Purwakarta, 7 Mei 1930 silam ini telah memberi kontribusi yang besar dalam pendidikan kedokteran di negeri ini. Pandangannya, pendidikan kedokteran mesti mengedepankan pendekatan holistik dengan menanamkan nilai-nilai kemanusiaan. Prof. Supartondo amat risau jika pasien mendapat pelayanan terkotak-kotak. Bahkan ia berani menentang pendekatan pelayanan kesehatan berdasarkan organ-organ tubuh, apalagi jika hal tersebut terjadi pada pasien usia lanjut. D Perintis Geriatri Nasional Pemikirannya menjangkau jauh ke depan, ia menerapkan pendekatan bio-psiko-sosio-spiritual pada pasien geriatri. Sungguh paripurna. Pendekatan ini berhasil ia terapkan pada layanan terpadu geriatri di RSCM. Kemudian model layanan ini diaplikasikan pada pelayanan kesehatan pasien usia lanjut di Indonesia. Bahkan ia mengatakan pendekatan paripurna ini seyogyanya terhadap semua pasien. Atas prakarsanya, pada Agustus 1996 lahirlah Divisi Geriatri Ilmu Penyakit Dalam RSCM/FKUI hingga besar seperti sekarang. Pada 1998 Menteri Kesehatan RI menganugerahkan penghargaan sebagai Perintis Geriatri Nasional. Pelayanan Yang Berkesinambungan Ia sangat akrab dengan pasien. Bahkan ia memahami apa yang dirasakan pasien. Pola laku pasien menjadi bahan renungan yang akhirnya menjadi suatu pemikiran yang disampaikan dalam bentuk perkuliahan. Salah satu yang menjadi perhatiannya dalam melayani pasien adalah pelayanan yang berkesinambungan. Sejak di rumah sakit dan akhirnya rawat jalan, pasien harus mendapatkan pengelolaan yang lengkap. Ruang pelayanan tidak terbatas di rumah sakit dan poliklinik, kunjungan ke rumah pasien menjadi salah satu materi kuliah yang diajarkan pada mahasiswa. Ia mengatakan pendidikan kedokteran harus bisa menghasilkan lulusan yang melayani. Di mata teman-temannya, ia adalah sosok konsisten, satu kata dan perbuatan dan bertanggung jawab. Lulus tingkat pertama, ia dipercaya sebagai asisten Prof. Kostermans, Guru Besar dalam bidang kimia untuk membantu para mahasiswa FKUI dalam praktikum kimia. Dan ia pun sangat aktif di Senat Mahasiswa; pernah menjadi Wakil Ketua Senat Mahasiswa FKUI. Lulus menjadi dokter pada 1959, ia melanjutkan pendidikan spesialis penyakit dalam. Pada 1964 ia menyandang gelar internis. Selanjutnya, pada 1970 Dr. Rd. Rudolf Simadibrata Kolopaking, SpPD, K-GEH Pendiri dan Pelopor Gastroenterologi Indonesia “R Simadibrata, Praktik internis”. Papan nama itu berdiri tegak di depan rumah, Jalan Sumatera 40, Jakarta Pusat. Di sana pemilik nama itu menghabiskan waktu tuanya melakukan praktik penyakit dalam. Di salah satu sisi rumah yang berukuran sedang Dr. Rd. Rudolf Simadibrata Kolopaking, SpPD, K-GEH menerima pasien yang kebanyakan lansia. Akan tetapi, plang nama itu kini sudah tidak bertuan. Si pemilik nama telah berpulang ke haribaan Sang Kuasa pada 20 Oktober 2011 di rumah sakit Abdi Waluyo, Jakarta Pusat. ”Bapak meninggal di rumah sakit pukul setengah lima sore,” ujar istri almarhum Joyce Bhiyana Simadibrata dalam suasana berduka ketika ditemui HI di kediamannya. Dr. Rd. Rudolf Simadibrata Kolopaking wafat di usia 86 tahun dengan tenang. Ia satu dari sekian tokoh pendidikan kedokteran di Indonesia. Ilmu gastroenterologi yang diperoleh ketika fellow di Canada di bawa dan dikembangkan pertama kali di RSCM/FKUI. Namanya akan selalu dikenang sebagai pendiri dan pelopor gastroenterologi di Indonesia. ”Beliau pertama kali membuka divisi gastro di penyakit dalam, dan beberapa periode menjadi ketua Perhimpunan Gastroenterologi Indonesia,” ujar staf Divisi Gastroenterologi dan Hepatologi Departemen Ilmu Penyakit Dalam RSCM/FKUI Dr. Rd. Marcellus Simadibrata Kolopaking, SpPD, K-GEH, PhD, FINASIM, FACG, FASGE, yang juga putra almarhum. Kini, pendiri Gastroenterologi Indonesia itu telah tiada. Duka teramat sangat dirasakan keluarga. Saatsaat ajal menjemput, keluarga sedang melakukan sembayang bersama yang dipimpin oleh seorang pastor di kamar perawatan. “Setelah menjenguk bapak, pastor mengajak kita berdoa bersama. Tapi tibatiba jantungnya berhenti dan dinyatakan meninggal,” kenang Joyce, 77 tahun, dengan mata berkaca-kaca. Memang Dr. Simadibrata telah setahun terakhir sering keluar masuk rumah sakit. Pada awalnya, ia merasa tidak enak badan dan minta dibawa ke rumah sakit Abdi Waluyo. Ketika itu, ia dirawat selama enam hari karena stroke. Kemudian, kondisi fisiknya pun kian menurun hingga terkena infeksi pneumonia dan akhirnya sepsis. ”Penyakit papi dasarnya stroke kemudian infeksi pneumonia akhirnya sepsis,” ujar Dr. Marcel perihal sakit ayahnya. Berdedikasi Tinggi Bagi Dr. Rd. Marcel, dan juga Dr. Rr. Christina Lani Simadibrata Kolopaking dan Dr. Rd. Paulus Simadibrata Kolopaking, SpPD kepergian ayah meninggalkan kesedihan yang mendalam. Sosok ayah adalah inspirator dalam mengarungi hidup. Sifatnya yang pekerja keras dan sangat disiplin dengan waktu menjadi teladan bagi mereka. Tak heran, ketiga anaknya mengikuti jejaknya menjadi dokter. Padahal, diakui Dr. Marcel, ayah tidak pernah memaksa anak-anaknya untuk menjadi dokter. Ia memberi kebebasan memilih ia menjadi Kepala Subbagian Metabolik Endokrin. Di bidang Endokrinologi, Prof. Supartondo banyak memainkan peran. Ia adalah klinikus, guru dan organisatoris di dalam dan luar negeri. Denyut awal organisasi diabetes dan endokrinologi di Indonesia, tak bisa lepas dari perannya. Nilai kearifan dan keadilan yang kuat sudah tertanam sejak kecil. Supar tondo kecil hidup berpindah-pindah bersama keluarga. Ketika Ayahnya ditugaskan ke Tasikmalaya, ia terpaksa dipindahkan ke Yogyakarta untuk mendalami dan menekuni budaya leluhur. Ia pun sudah mulai belajar untuk mandiri, percaya diri dan bertanggungjawab meskipun jauh dari keluarga. Lulus dari AMS tahun 1950, kemudian melanjutkan pendidikan ke Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Prof. Supartondo dikenal sebagai pendidik yang berorientasi pada masyarakat kecil. Ia mengingatkan perlunya perhatian terhadap penerapan etik kedokteran. Dari waktu ke waktu beliau berusaha secara konsisten menjadi pemerhati etik kedokteran, dengan mengumpulkan berbagai macam pemberitaan di surat kabar, terutama yang berkaitan dengan etik dan empati terhadap pasien kurang mampu. Keberpihakannya kepada masyarakat yang kurang berdaya serta jiwa ingin menolong menginspirasi Direksi RSCM. Saat ini, sifat tersebut menjadi nilai inti RSCM dalam transformasi budaya yang tengah berlangsung. Untuk itu, pimpinan dan segenap warga RSCM menyampaikan belasungkawa yang mendalam. Semoga almarhum mendapat tempat terbaik di sisiNya. Nilai-nilai yang engkau jaga selama ini, baik yang tertulis dalam tulisan maupun tertulis dalam perbuatan akan terus menemani perjalanan sejarah ilmu kedokteran di negeri ini. Selamat jalan Bapak pendidik kami. (HI) untuk menjadi sarjana apa saja, asal dapat bermanfaat bagi masyarakat.“ Bagi kami, ayah itu selain sebagai orang tua, ia juga guru dan temen. Ia temen yang dapat diskusi, memberi nasihat dan bimbingan. Kami tidak pernah disuruh menjadi dokter. Boleh menentukan pilihan, yang penting berguna bagi masyarakat,” ujar Dr. Marcel mengenang nasihat ayahnya. Berkat kerja keras dan disiplin, dokter yang gemar tennis ini dapat meraih sukses di dunia kedokteran. Padahal, dokter yang tergabung dalam paduan suara Hegasindo ini lahir dari keluarga yang kurang mampu. Simadibrata muda hidup berpindah-pindah mengikuti pamannya, Dr. Sim Ki Ay, dokter keraton Yogyakarta. “Sebenarnya ayah masih ada hubungan keluarga (keturunan) dengan Senopati Mataram, Raden Kolopaking. Karena dulu Keraton Kolopaking dihancurkan Belanda, jadi jatuh miskin. Keluarga Simadibrata di Yogyakarta miskin. Ketika di Jakarta, ia tidur diemperan sampai akhirnya diterima di FKUI,” kata Dr. Marcel mengenang cerita ayahnya. Di tengah-tengah kesibukannya ia selalu punya waktu untuk keluarga. Dedikasinya tinggi baik pada pekerjaan maupun keluarga. Joyce menambahkan, ia sudah saling kenal sejak usia 12 tahun. Seiring waktu, pada 1955 Simadibrata meminang Joyce. Dalam mengarungi bahtera keluarga, Simadibrata, diakui Joyce, cukup perhatian. Simadibrata selalu mengajak Joyce bila ada konferensi di luar negeri. “Kami selau bersama-sama bila ke luar negeri. Tapi kenapa sekarang ia pergi meninggalkan saya,” ujar Joyce dengan nada sedih. (HI) 19 20 PB PAPDI PB PAPDI ◆l e n g g a r a k a n “Scientific Meeting on Thrombolytic Agent” pada, 17 Desember 2011 di Hotel Borobudur, Jakar ta Pusat. Acara ini terselenggara atas kerjasama antara Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia (PAPDI), Perhimpunan Hematologi-Onkologi Medik Penyakit Dalam Indonesia (PERHOMPEDIN), Ikatan Keseminatan Kardioserebrovaskular Indonesia (IKKI) dan PT Dexa Medica. Ketua Umum PB PAPDI, DR. Dr. Aru W. Sudoyo, SpPD, K-HOM, FINASIM, FACP pada pembukaan acara tersebut mengatakan acara ini memiliki nilai historis karena baru pertama kalinya ada acara khusus yang diselenggarakan oleh dua sub-spesialis penyakit dalam dengan mengambil suatu masalah bersama. Diharapkan hal ini bisa ditindaklanjuti. DOK. PAPDI PB PAPDI menye- ◆ Indonesia (PP PDPI) pada 17 Januari 2012 di Kantor PB PAPDI Gedung ICB PB PAPDI menerima kunjungan dari Pengurus Pusat Perhimpunan Dokter Paru Bumiputera, Cikini Jakarta. Kunjungan ini dalam rangka silaturahmi dari pengurus baru PP PDPI periode 2011-2014. Hadir dalam pertemuan itu dari PB PAPDI adalah Ketua Umum PB PAPDI, DR. Dr. Aru W. Sudoyo, SpPD, K-HOM, FINASIM, FACP, Wakil Sekretaris Jenderal Dr. Sally A. Nasution, SpPD,K-KV, FINASIM, Ketua Bidang Organisasi Dr. Tunggul D. Situmorang, SpPD, K-GH, FINASIM, Dr. Anna Uyainah Nazir, SpPD,K-P, Mars dan Dr. Ceva W. Pitoyo, SpPD, K-P, FINASIM, KIC perwakilan dari PERPARI. Sedangkan dari PP PDPI Ketua Umum PP PDPI Dr. Arifin Nawas, SpP(K), Mars, Bendahara Umum Dr. Temmasonge R. Pakki, SpP(K), Ketua Bidang Profesi Dr. Budhi Antariksa, SpP (K), dan Dr. Erlina B, SpP(K) sebagai Ketua Bidang International PP PDPI. DOK. PAPDI DOK. PAPDI DOK. PAPDI ALBUM PAPDI Halo Internis Q Edisi 20 Q Maret 2012 ◆ but. Pada sesi pertama menghadirkan pembicara, yaitu, DR. Dr. Lugyanti Acara ini melibatkan pembicara dari masing-masing organisasi profesi terse- Sukrisman, SpPD, K-HOM, FINASIM, Dr. Sally A. Nasution, SpPD, K-KV, FINASIM dan DR. Raymond R. Tjandrawinata, MS, MBA, FCB, Ph.D. Sessi ini bertambah menarik dengan dipandu DR. Dr. Djumhana Atmakusuma, Sp.PD, K-HOM dan Dr. Ika Prasetya W, SpPD, K-KV, FINASIM. Presentasi selanjutnya menyajikan beberapa kasus penyakit yang disajikan oleh Dr. Nadia A. Mulansari, SpPD dan Dr. Rachmat Hamonangan, SpPD. Diskusi ini lebih hidup dengan dua moderator, Prof. DR. Dr. A. Harryanto Reksodiputro, SpPD, K-HOM, FINASIM dan Prof. DR. Dr. Idrus Alwi, SpPD, K-KV, FINASIM, FACC, FESC, FASPIC. Pelantikan PAPDI Cabang Kalimantan Barat Pelantikan PAPDI Cabang Yogyakarta ◆ W. Sudoyo, SpPD, K-HOM, FINASIM, Ketua Umum PB PAPDI, DR.Dr. Aru W. Sudoyo, SpPD, K-HOM, FINASIM, FACP Hotel Kapuas, pada 26 November 2011 lalu. Prosesi pelantikan berlangsung khidmat yang ditandai dengan penyematan PIN oleh Ketua Umum PB PAPDI kepada Ketua PAPDI Cab. Kalimantan Barat Dr. B.A. Marbun, SpPD, FINASIM, Sekretaris Dr, Yustar Mulyadi, SpPD, FINASIM dan dilanjutkan keseluruh anggota PAPDI Cab. Kalimantan Barat. Pelantikan ini disaksikan perwakilan IDI Wilayah Kalimantan Barat. Di akhir prosesi pelantikan PAPDI Cabang Kalimantan Barat, para pengurus berkesempatan foto bersama. Tampak Ketua Umum PB PAPDI DR, Dr. Aru W. Sudoyo, SpPD, KHOM, FINASIM, FACP beser ta Sekretaris Jenderal Dr. Chairul Rajab Nasution, SpPD, K-GEH, FINASIM, MKes, FACP, Wakil Sekretaris Jenderal Dr. Sally A.Nasution, SpPD, K-KV, FINASIM, Ketua PAPDI Cab. Kalimantan Barat Dr. B.A. Marbun, SpPD, FINASIM, Sekretaris Dr, Yustar Mulyadi, SpPD, FINASIM dan seluruh anggota PAPDI Cabang Kalimantan Barat. DOK. PAPDI FACP melantik pengurus PAPDI Cabang Yogyakarta periode 2011-2012, di Hotel Melia Purosani, pada 22 Oktober 2011 lalu. Pada prosesi pelantikan tampak Ketua Umum PB PAPDI dan Ketua PAPDI Cabang Yogyakar ta Dr. Ibnu Pur wanto, SpPD, K-HOM, FINASIM saling menandatangani berita acara pelantikan yang disaksikan oleh perwakilan IDI Wilayah Yogyakarta dan seluruh pengurus PAPDI Cabang Yogyakarta. DOK. PAPDI DOK. PAPDI Ketua Umum PB PAPDI, DR. Dr. Aru ◆ melantik pengurus PAPDI Cabang Kalimantan Barat periode 2011-2012, di DOK. PAPDI ◆ Ketua Umum PB PAPDI, DR. Dr. Aru W. Sudoyo, SpPD, K-HOM, FINASIM, FACP, menerima cindera mata dari Ketua Umum PP PDPI Dr. Arifin Nawas, SpP(K), Mars. ◆ ◆ ta. Tampak Ketua Umum PB PAPDI DR. Dr. Aru W. Sudoyo, SpPD, K-HOM, Foto bersama pengurus antara pengurus PB PAPDI dan PAPDI Cabang Yogyakar- FINASIM, FACP beserta Sekretaris Jenderal Dr. Chairul Rajab Nasution, SpPD, K-GEH, FINASIM, MKes, FACP, Wakil Sekretaris Jenderal Dr. Sally A. Nasution, SpPD, K-KV, FINASIM, Ketua PAPDI Cabang Yogyakarta Dr. Ibnu Purwanto, SpPD, K-HOM, FINASIM, Sekretaris Dr, R.Bowo Pramono, SpPD,K-EMD, FINASIM dan seluruh anggota PAPDI Cab. Yogyakarta. Acara ini bersamaan dengan Roadshow PAPDI.