Kini dan Masa Depan Kini dan Masa Depan

advertisement
Edisi 20 O Maret 2012
HUT Ke-54 PAPDI: Merajut
Asa –
Kini dan Masa Depan
4
HUT PAPDI Ke-54:
Kado Dari Sesepuh
7
Waspadai Raibnya
Pendidikan Subspesialis
9
UU Pendidikan Kedokteran: Mesti
10
Prof. Dr. Nuzirwan Acang, SpPD,
K-HOM, FINASIM:
Antara Medis, Musik dan Adat
15
Lima C Untuk Membuat
Informed Consent
Bisa Menjawab Tantangan Global
lang tahun PAPDI ke-54 yang jatuh pada 16 November 2011 lalu sangat istimewa. Pasalnya, pada ulang tahun ini
pengurus PB PAPDI mendapat “kado” dari sesepuh dan para mantan Ketua Umum PB PAPDI. Para tokoh PAPDI ini
meluangkan waktu hadir pada acara sarasehan dan diskusi dalam rangka ulang tahun PAPDI yang diselenggarakan
pada 20 November 2011, di Hotel Boroburur.
Sarasehan tersebut mengangkat tema “ PAPDI: Merajut Asa - Kini dan Masa Depan”. Pada kesempatan itu, Ketua
Umum PB PAPDI DR. Dr. Aru W. Sudoyo, SpPD, K-HOM, FINASIM, FACP banyak menerima asupan dari para sesepuh.
Mereka yang hadir adalah para mantan Ketua Umum PB PAPDI, yaitu Dr. Sjaifoellah Noer, SpPD, K-GEH, FINASIM, Prof. Dr.
Slamet Suyono, SpPD, K-EMD, FINASIM, Prof. DR. Dr. Sjamsuridjal Djauzi, SpPD, K-AI, FINASIM, FACP dan Prof. Dr. A. Aziz
Rani, SpPD, K-GEH, FINASIM. Sedangkan Dr. Achmad Dachlan, SpPD, mantan Ketua Umum PB PAPDI periode 1975 - 1978,
dan 1978-1981 berhalangan hadir. Di samping itu, hadir pula mantan pengurus lain yang turut membesarkan PAPDI
diantaranya Prof. DR. Dr. Jose Roesma, SpPD, K-GH, FINASIM, Prof. DR. Dr. Suhardjono, SpPD, K-GH, FINASIM, Prof. Dr.
Herdiman T. Pohan, SpPD, K-PTI, FINASIM, dan Prof. Dr. H.A.M. Akil, SpPD, K-GEH, FINASIM. ”Acara ini menjadi sangat
istimewa para sesepuh PAPDI hadir di tengah-tengah kita,” ujar Ketua Umum PB PAPDI DR. Dr. Aru W. Sudoyo, SpPD, KHOM, FINASIM, FACP saat membuka acara.
Dr. Aru mengatakan PAPDI berkembang seperti saat ini tak bisa dipisahkan dari proses perjalanan sebelumnya. Para
Ketua Umum PB PAPDI sebelumnya telah meletakan anak tangga untuk mencapai puncaknya. “Begitu pula saya, meletakkan anak tangga untuk pengurusan selanjutnya,” katanya. “Namun dalam menapaki anak tangga, ada kalanya berhenti sejenak untuk merenung dan mengevaluasi apa yang telah dicapai.”
Pada sarasehan ini, Dr. Aru mengajak jajaran pengurus “menarik napas” berkontempelasi atas pencapaian – pencapaian selama kepengurusannya. “Telah banyak perubahan yang dilakukan sehingga PAPDI menjadi besar seperti saat ini.
Saya kagum dan memberi apresiasi kepada Dr. Aru dan pengurus lain,” ujar Prof. Dr. Sjaifoellah Noer, SpPD, K-GEH,
FINASIM yang juga diikuti oleh keempat mantan ketua dan sesepuh lain. (HI)
U
Susunan Redaksi: Penanggung Jawab: DR. Dr. Aru. W. Sudoyo, SpPD, K-HOM, FINASIM, FACP *Pemimpin Redaksi: Dr. Ika Prasetya Wijaya, SpPD, K-KV, FINASIM *Bidang Materi dan Editing: Dr. lndra Marki, SpPD, FINASIM; Dr. Agasjtya Wisjnu Wardhana, SpPD, FINASIM; Dr.
Alvin Tagor Harahap, SpPD; Dr. Nadia A. Mulansari, SpPD *Koresponden: Cabang Jakarta Raya, Cabang Jawa Barat, Cabang Surabaya, Cabang Yogyakarta, Cabang Sumut, Cabang Semarang, Cabang Padang, Cabang Manado, Cabang Sumbagsel, Cabang Makassar, Cabang Bali,
Cabang Malang, Cabang Surakarta, Cabang Riau, Cabang Kaltim, Cabang Kalbar, Cabang Nanggroe Aceh Darussalam, Cabang Kalselteng, Cabang Palu, Cabang Banten, Cabang Bogor, Cabang Purwokerto, Cabang Lampung, Cabang Kupang, Cabang Jambi, Cabang Kepulauan
Riau, Cabang Gorontalo, Cabang Cirebon, Cabang Maluku, Cabang Tanah Papua, Cabang Maluku Utara, Cabang Bekasi, Cabang Nusa Tenggara Barat, Cabang Depok, Cabang Bengkulu *Sekretariat: sdr. M. Muchtar, sdr. Husni, sdr. M. Yunus, sdri. Oke Fitia, sdri. Anindya
Yustikasari *Alamat: PB PAPDI, Gedung ICB Bumiputera, Ground Floor 2B, Jl. Probolinggo No. 18, Gondangdia, Menteng, Jakarta 10350. Telp. (021) 2300818, Fax. (021) 2300588, 2300755; SMS 085695785909; Email: [email protected]; Website: www.pbpapdi.org
2
SEKAPUR SIRIH
Halo Internis Q Edisi 20 Q Maret 2012
umpa lagi dan salam sejahtera para Teman Sejawat yang budiman. Kami dari tim redaksi Halo Internis
menyapa kembali para pembaca dengan berita hasil sarasehan dalam rangka HUT PAPDI yang berisi
ungkapan, uraian, serta nasehat petuah dari mantan Ketua Umum PB PAPDI periode awal hingga
sekarang. Yang mengandung asa ke depan dalam rangka mengembangkan, membesarkan, dan membangun PAPDI, sebagai wadah organisasi profesi yang tidak saja sebagai alat mensejahterakan anggota
tetapi juga memperjuangkan aspirasi anggota di arena pelayanan kesehatan di Tanah Air. Serta membantu meningkatkan mutu profesi Penyakit Dalam guna menjawab kebutuhan masyarakat yang makin
tinggi. Hal ini dinarasikan oleh sejawat Dr. Sally A. Nasution, SpPD, K-KV, FINASIM.
Selain itu masalah Pendidikan Subspesialisasi menjadi arena pertarungan kepentingan pihak tertentu yang menafikan pendidikan Sp 2 cukup oleh Kolegium Ilmu Penyakit Dalam. Masalahnya pengakuan Konsil Kedokteran Indonesia dalam mengeluarkan STR tergantung dari ijazah resmi oleh institusi pendidikan, bukan berdasarkan surat keterangan selesai pendidikan oleh Kolegium Ilmu Penyakit
Dalam. Sehinga dikhawatirkan dalam arena CAFTA dan WTO 1 Januari 2015 nanti Indonesia dianggap
tidak mempunyai Konsultan Spesialis dan ini akan menjadi lahan praktek dokter asing masuk
Indonesia. Hal ini sudah diperjuangkan melalui UU Pendidikan Kedokteran oleh Sejawat Pengurus
Besar PAPDI di komisi 10 DPR bersama-sama teman-teman Kolegium lain yang dirugikan oleh adanya
aturan itu.
Berita lain yaitu mengenai perjuangan kita meraih kesempatan menjadi tuan rumah WICIM 2016 di
Bali nanti, juga berita-berita lain yang merupakan kontribusi Sejawat daerah. Ada juga ulasan sejawat
Dr. Bambang Subagyo, SpPD, MM, FINASIM tentang informed consent yang dapat dipakai sebagai
acuan pelayanan di tempat kerja kita masing-masing.
Selamat membaca
J
BIDANG
HUMAS
PUBLIKASI
DAN
MEDIA
OM INTERNIZ
Warna jas boleh sama,
sumpah dokter boleh sama, kok
tentang Pendidikan Sp2 ribut ya...?
SOROT UTAMA
Halo Internis Q Edisi 20 Q Maret 2012
PB PAPDI:
Lima Tahun
yang Menentukan
Juli 2006 di kota Palembang, DR. Dr. Aru W.
Sudoyo, SpPD, K-HOM, FINASIM, FACP yang baru
saja terpilih menjadi Ketua Umum PB PAPDI periode 2006-2009 mengaku was-was menerima jabatan ini. Pasalnya, dia paham benar, begitu banyak hal
yang harus dibereskan dalam menakhodai gerbong organisasi ahli penyakit dalam untuk melalui waktu ke depan. “Ini merupakan tanggung jawab yang tidak bisa
saya elakkan,” katanya, seperti dikutip HI edisi 15 pada saat itu.
6
Dr. Aru, begitu biasa disapa, menyadari, organisasi
yang dipimpinnya cukup besar, sehingga hal pertama
yang dilakukannya saat itu adalah konsolidasi anggota.
Ia sangat ingin menjadikan PAPDI sebagai suatu organisasi yang kuat. Penataan organisasi adalah hal
pertama yang mampir dipikirannya. “Pendataan anggota ini sangat penting. Tanpa data yang lengkap, bagaimana bisa menggalang kekuatan,” ujar ahli hematologi-onkologi medik ini.
Rencananya berjalan mulus. Tiga tahun duduk sebagai ketua umum membawa banyak perubahan ke
arah lebih baik. Kepemimpinannya tak diragukan. Dr.
Aru terpilih kembali menjadi Ketua Umum PB periode
2009-2012 secara aklamasi pada Kongres Nasional
Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam (KOPAPDI) XIV, di Jakarta, Nopember 2009 lalu
Dimasa kepengurusan PB PAPDI Jilid II Dr. Aru
menata organisasi PAPDI lebih professional dan lebih
berperan aktif baik di tingkat nasional maupun international.
President ISIM hadir pada PIN V tahun 2007
FOTO-FOTO: DOK. HI
Sesungguhnya PAPDI itu besar
dan tersebar di seluruh Indonesia. Jadi sudah selayaknya
PAPDI dilihat dan didengar.
PAPDI aktif mengikuti ACP pada 2007
PAPDI-PERKI menandatangani kesepakatan untuk saling menghargai
Dr. Aru mengikuti konvokasi pada ACP, Internal Medicine 2008
di Washington, Amerika Serikat.
Syukuran kantor baru PB PAPDI di Gedung ICB Bumiputera,
Cikini, Jakarta
Dr. Ceresna selaku juru bicara PB PAPDI pada saat bidding tuan rumah
WCIM 2016 di WCIM 2010, Australia.
Konker PAPDI XII di Batam
Momentum penting dua periode
kepengurusan Dr. Aru
1. Penataan organisasi: membuat tertib admnistrasi, standar prosedur kerja (SOP), tertib keuangan,
mengurus akte notaris, pertanggungjawaban kepada anggota, transparansi pajak, dan pembentukan divisi advokasi
2. Tahun 2009 : Roadshow tentang antibiotik, nutrisi klinik, onkologi, lipid dan hipertensi, UMED dan
lain-lain. Di samping pertemuan ilmiah, roadshow
juga dimanfaatkan konsolidasi anggota PAPDI di
cabang-cabang.
3. Pembukaan PAPDI cabang di daerah-daerah
4. PAPDI Store menyediakan merchandise PAPDI
5. Go international
a. Tahun 2007: Aktif mengikuti American College
of Physicians (ACP ) 2007
b. Tahun 2007: Mengundang Presiden ISIM pada
Pertemuan Ilmiah Nasional (PIN) V 2007 di
Solo, Jawa Tengah.
c. Tahun 2008 : Dr. Aru mengikuti Konvokasi pada ACP, Internal Medicine 2008 di Washington, Amerika Serikat.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
d. Tahun 2008 : Mengikuti World Congress of Internal Medicine 2008 di Buenoes Aires, Argentina. Bidding pertama menjadi tuan rumah
WCIM 2014 tidak diterima dengan alasan keamanan negara dan fasilitas yang kurang.
e. Tahun 2010 : Mengikuti WCIM 2010 di Melbourne, Australia. Dan bidding kedua untuk
menjadi tuan rumah WCIM. Berhasil diterima
menjadi tuan rumah WCIM 2016, di Bali, Indonesia.
Tahun 2009: Islah PAPDI-PERKI, menandatangani
kesepakatan untuk saling menghargai.
Tahun 2009: Dr. Aru terpilih kembali secara aklamasi pada KOPAPDI XIV, Jakarta.
Tahun 2011: Menempati kantor baru di Gedung
ICB Bumiputera, Cikini
Tahun 2011: Mengikuti Philiphine College of Physicians (PCP), Manila dan mengaktifkan kembali
Asean Federation of Internal Medicine (AFIM) dalam rangka harmonisasi Asean.
Tahun 2011: Konferensi Kerja PAPDI XII di Batam
Tahun 2011: Peluncuran buku panduan Emergency in Internal Medicine (EIMED) PAPDI.
PENGUMUMAN
Halo Internis edisi mendatang membuka rubrik
baru, yaitu :
O Pojok Tanya Jawab. Rubrik ini ditujukan bagi
sejawat yang ingin berkonsultasi tentang kasuskasus yang ditemui di tempat praktik sejawat
O Surat Pembaca. Kami menerima masukan berupa kritik, saran serta tanggapan lain seputar
tabloid ini. Disamping itu, kami juga menerima
opini seputar hal-hal yang berkaitan dengan kedokteran.
Kirimkan pertanyaan, kritik, saran, tanggapan,
atau opini Anda ke:
Kantor PB PAPDI
Gedung ICB Bumiputera, Ground Floor 2B,
Jl. Probolinggo No. 18, Gondangdia, Menteng,
Jakarta 10350.
Telp. (021) 2300818;
Fax. (021) 2300688, 2300755
Website: www.pbpapdi.org
E-mail: [email protected]
3
4
SOROT UTAMA
Halo Internis Q Edisi 20 Q Maret 2012
HUT PAPDI ke-54:
Kado Dari Sesepuh
i ulang tahun PAPDI ke-54 DR.
Dr. Aru W. Sudoyo, SpPD, KHOM, FINASIM, FACP beserta jajarannya mendapat “kado” istimewa dari sesepuh PAPDI. Hadiah tersebut bukan berupa materi, namun ucapan selamat dan apresiasi
yang tinggi dari para senior dan mantan
Ketua Umum PB PAPDI atas pencapaian yang telah diperoleh saat ini. Hal
tersebut disampaikan pada acara diskusi dan sarasehan PAPDI dalam rangka hari ulang tahun PAPDI di Hotel Borobudur, 20 Nopember 2011 lalu.
“Saya sangat senang hadir pada
acara ini. Apa yang saya pikirkan selama 30 tahun aktif di PAPDI, semuanya
sudah terealisasi lima tahun terakhir.
Lima tahun ini begitu besar loncatannya,” ujar Prof. Dr. Sjaifoellah Noer,
SpPD, K-GEH, FINASIM, mantan Ketua
Umum PB PAPDI periode 1987-1990
dan 1990 – 1993, bangga.
Prof. Sjaifoellah, begitu biasa ia disapa, mengatakan bahkan pencapaian
PAPDI saat ini di luar apa yang ada dibenaknya. Dokter yang pernah praktik
ganisasi profesi. Dengan begitu ruang
gerak PAPDI lebih luas dan dapat lebih
dekat dengan masyarakat.
Berkaitan dengan PAPDI Medical Relief (PMR), Prof. Aziz mengusulkan agar
PMR masuk dalam AD/ART di bawah
PB PAPDI. Namun tetap diberi kemandirian dalam hal mengelola kelengkapan
organisasi. Hal ini terkait dengan suatu
lembaga kemanusiaan yang bersifat
nirlaba dituntut untuk transparan mengatur dana dari donator. ”Silahkan dijadikan anak atau anak angkat. Karena
PMR juga menjalankan misi PAPDI,”
tukasnya.
Sesepuh lain, Prof. Dr. A.M. Akil,
SpPD, K-GEH, FINASIM, Prof. Dr. Jose
hatan begitu tinggi, akhirnya mereka
kembali ke holistik. “Apakah kita akan
mengikuti Amerika? Kita terfragmentasi dulu, kemudian ketika kita sadar
tidak mampu melakukan pelayanan terkotak-kotak lalu kembali ke holistik,”
tegasnya.
Persoalan lain, adalah membina hubungan baik dengan profesi lain, terutama dokter umum. Menurut Prof.
Samsuridjal PAPDI harus dekat dengan
dokter umum. Kalau perlu, tambahnya,
pada saat KOPAPDI atau PIN PAPDI
dokter umum diberi tempat khusus.
Kemudian, PAPDI mesti memberi
perhatian lebih pada divisi psikosomatik. Bidang ini kurang berkembang di
Apa yang telah dicapai kepengurusan PAPDI
sekarang beyond expectations. Bukan sekadar
baik, tapi diluar dugaan. Ini mesti dilanjutkan
dan dikembangkan oleh kepengurusan yang
akan datang.
DOK. PAPDI
D
konflik PAPDI-PERKI disisa kepengurusannya. “Saya appreciate, begitu luas
dan banyak yang telah dicapai. Pengurus ini yang kerjanya paling berat hingga dapat gedung baru,“ kata mantan
Ketua Umum PB PAPDI periode 1993 –
1996 dan 1996 – 2000 ini, haru. “Saya jadi maklum, kenapa ia (Dr. Aru-red)
belum menjadi professor,” tambahnya
berkelakar.
Penghargaan juga disampaikan
Prof. DR. Dr. Samsuridjal Djauzi, SpPD,
K-AI, FINASIM, FACP. Prof. Samsuridjal,
sapaan akrabnya, mengatakan meski
fasilitas jauh lebih baik, namun periode
Dr. Aru merupakan kepengurusan “pengorbanan”. Bukan hanya waktu yang
diberikan, kepengurusan saat ini menguras tenaga, pikiran dan menurunnya pendapatan lantaran harus sering
meninggalkan praktik. “Apa yang telah
dicapai kepengurusan PAPDI sekarang
beyond expectations. Bukan sekadar
baik, tapi diluar dugaan. Maka hal-hal
ini mesti dilanjutkan dan dikembangkan oleh kepengurusan yang akan datang,” ungkap mantan Ketua Umum PB
Ketua Umum PB PAPDI, Dr. Aru W. Sudoyo (tengah) bersama mantan ketua PB PAPDI. (kiri-kanan) Prof. Samsuridjal Djauzi, Prof. Slamet Suyono, Prof. Sjaifoellah Noer
dan Prof. Aziz Rani.
di Amerika ini bangga melihat PAPDI diakui dan aktif di dunia international. Ke
depan, ia berharap PAPDI dapat menelurkan penelitian-penelitian yang mempunyai hak paten dan anggota PAPDI
ada yang mendapat penghargaan international.”Kalau mungkin dapat Nobel,”
kata mantan pengurus yang selalu
mendapat peran sebagai sekretaris ini.
Hal senada juga disampai Prof. Dr.
Slamet Suyono, SpPD, K-EMD,
FINASIM yang berbicara setelah Prof.
Sjaifoellah pada acara itu. Prof. Slamet, begitu ia disapa, mengatakan
gembira berada ditengah-tengah pengurus PB PAPDI. Ia memberikan apresiasi kepada Dr. Aru beserta pengurus
lain. Ia setuju PAPDI kini telah auditable dan memiliki NPWP. Ia mengingatkan meski sudah berkembang, dalam
perjalanannya PAPDI mesti merujuk pada anggaran dasar dan anggaran rumah tangga (AD/RT) PAPDI. Ia pun berharap Dr. Aru dapat menyelesaikan
PAPDI periode 2000 – 2003 ini, salut.
Kendati demikian, Ketua Kolegium
Ilmu Penyakit Dalam ini mengatakan
tantangan PAPDI juga tak kalah besarnya. Tantangan ini, menurutnya, adalah
fragmentasi di tubuh penyakit dalam.
Ada kekuatan dari luar, di tambah keinginan beberapa internis, yang ingin
mengotak-kotakan pelayanan kesehatan di tubuh penyakit dalam. Hal ini
mesti diantisipasi, PAPDI harus memper tahankan pelayanan kesehatan
holistik. “Karena itu, saya rasa kita
harus menjawab dengan membuat buku putih melalui sejarah PAPDI dan kalau boleh menulis kembali pidato Prof.
Slamet supaya dapat dipahami oleh
anggota – anggota yang lain dengan
baik,” ungkap Prof. Samsuridjal.
Soal fragmentasi ini, lanjutnya, masyarakat dan negara akan menanggung
tingginya biaya pelayanan kesehatan.
Amerika Serikat, misalnya, mengalami
fragmentasi namun karena biaya kese-
banding yang lain. Padahal, dari segi
konsep, psikosomatik sudah cukup
kuat. Prof. Samsuridjal juga mengingatkan, dalam kepengurusan PAPDI
tetap menjunjung kepemimpinan kolegial dan cost effectiveness.
Selanjut, Prof. Dr. A. Aziz Rani,
SpPD, K-GEH, FINASIM menyampaikan
pandangannya. Menurutnya kepengurusan saat ini sudah menjalankan
PAPDI sangat luar biasa. Periode ini,
lanjutnya, telah meletakkan model organisasi yang professional untuk periode berikutnya. “Pengurusan saat ini sudah menjawab tantangan yang ada pada masanya. Selamat kepada kepengurusan saat ini,” kata mantan Ketua
Umum PB PAPDI periode 2003-2006
ini.
Prof. Aziz, begitu biasa disapa, mendukung rencana Dr. Aru membentuk
foundation. Menurutnya foundation merupakan perpanjangan tangan dari or-
Roesma, SpPD, K-GH, FINASIM, Prof.
Dr. Herdiman Pohan, SpPD, K-PTI,
FINASIM, Prof. Dr. Suhardjono, SpPD,
K-GH, FINASIM juga memberi apresiasi
pada pengurus saat ini. Mereka sependapat apa yang dilakukan Dr. Aru bersama pengurus lain telah jauh dari apa
yang dipikirkan. “Saya sangat bangga
pengurus PAPDI saat ini. Dr. Aru sangat
luar biasa, setiap saat ia pergi mengunjungi daerah-daerah,“ ujar Prof.
Akil selaku penasehat PB PAPDI periode ini.
Prof. Akil sependapat dengan Prof.
Samsuridjal. Ia menegaskan perlunya
pemahaman yang lebih dalam tentang
holistik. Konsep ini tetap dipertahankan, boleh saja mendalami satu bidang
tapi tetap dalam kerangka holistik.
“Untuk itu perlu komunikasi lebih inten
ke Kemenkes, IDI, dan fakultas-fakultas kedokteran,” ujar Prof. Akil.
Sementara Prof. Herdiman T. Pohan
senada dengan Prof. Aziz. Ia setuju dibentuk yayasan. “Banyak yang bisa dikelola. Kita akan sukses karena PAPDI
punya asset anggota dan scientif power,” ungkapnya. Sedangkan Prof. Suhardjono menambahkan PAPDI sudah
perlu merekrut sekretaris eksekutif
agar lebih professional.
Diantara sesepuh PAPDI yang hadir,
sayangnya Dr. Achmad Dachlan, SpPD
mantan Ketua Umum PB PAPDI periode
1975-1978 dan 1978-1981 berhalangan hadir karena ada keperluan keluarga yang sangat mendesak. Namun ketika ditemui tim Halo Internis di tempat
kediamannya di bilangan Cinere, Depok, ia mengatakan sangat terharu dengan kepengurusan sekarang yang selalu menjalin komunikasi dan memberi
perhatian kepadanya. “Meski kami kurang mengikuti perkembangan PAPDI,
tapi kami selalu diundang ke acara
PAPDI. Terima kasih atas perhatiannya,” ujar Dr. Achmad Dachlan yang duduk didampingi istrinya. (HI)
SOROT UTAMA
Halo Internis Q Edisi 20 Q Maret 2012
Dr. H. Amrizal, SpPD, FINASIM
Prof. Dr. Hans Tandra, SpPD, K-EMD, FINASIM, PhD, FACE
Maksimalkan Akses Teknologi
Newsletter PAPDI Langsung
Via Email
APDI sudah 54 tahun! Congratulations!,” sapa Prof. Dr. Hans
Tandra, SpPD , K-EMD, FINASIM,
PhD, FACE mengawali wawancara dengan Halo Internis. Menurut dokter kelahiran Samarinda 54 tahun silam ini,
di era globalisasi PAPDI dituntut lebih
berperan aktif, baik nasional maupun
international. Pasalnya, ke depan PAPDI bakal banyak menghadapi tantangan
dari segi perkembangan keilmuan, tuntutan masyarakat atau regulasi global.
”Untuk itu, semua anggota turut berperan aktif,” ujarnya
Prof. Hans mengatakan PAPDI adalah organisasi yang dapat menyatukan
para internis, dan mampu menjadi pelindung dan pengayom mereka. Sudah
banyak yang diberikan PAPDI, mulai surat edaran, Halo Internis, Acta Medica
Indonesiana, ataupun website PAPDI.
“Bagi dokter yang gemar membaca
apalagi menulis, semua itu pasti akan
terasa kurang, sebaliknya bagi yang
malas, semua info itu mungkin tidak memberikan banyak dampak,” kata Prof. Hans.
Prof. Hans menambahkan
membaca adalah satu dari sekian aktivitas wajib yang harus
dilakukan oleh seorang dokter. Ia
sendiri selalu menyempatkan
waktu membaca hal-hal yang
berkaitan dengan penambahan
kemampuaannya di bidang endokrin. Hampir setiap hari ia menerima email newsletter atau jurnal
international.
Kini ia berharap, kelak ada
newsletter PAPDI yang mencakup
informasi organisasi, berita-berita, ataupun artikel ilmiah, yang
dapat dikirim langsung via email
ke setiap dokter. ”Tapi tentu butuh tenaga khusus untuk ini,” aku
Prof. Hans. Semoga harapan ini
segera terwujud. (HI)
Prof. Dr. Hans Tandra, SpPD, K-EMD, FINASIM, PhD, FACE
“P
DOK. PAPDI
S
DOK. PAPDI
aat ini PAPDI telah
memberi kontribusi
dan manfaat yang
baik bagi anggotanya.
Adanya program-program
seperti symposium ilmiah, baik dalam skala kecil, regional mapun nasional, mampu membantu meng-update pengetahuan, sesuai tuntutan
profesi.
Hal tersebut disampaikan Dr. H. Amrizal,
SpPD, FINASIM. Akan tetapi kontribusi ini tidak
akan maksimal tanpa
peran aktif sendiri dari
anggotanya. Sejak diresmikannya PAPDI Cabang
Sumatera selatan pada
2007, organisasi ini tidak hanya menjadi ajang
menjalin komunikasi se- Dr. H. Amrizal, SpPD, FINASIM
cara kekeluargaan, perber 1964 ini.
sonal hingga institusional saja, tapi juSelain itu dokter yang sehari-hari
ga memberi sumbangsih bagi internis
berpraktek di RSU Kundur Palembang
di daerah dalam meng-update perkembangan dan ilmu pengetahuan.
ini juga mengatakan kemajuan teknoloMemasuki usianya ke-54, PAPDI jugi yang kian pesat, menutut PAPDI sega dihadapkan pada tantangan terutabagai anggota profesi untuk turut mamma menghadapi era global. “Kami berpu memaksimalkan akses teknologi
syukur saat ini di UNSRI Palembang teyang semakin canggih tersebut. “Bahlah membuka jenjang pendididikan subkan hal sederhana seperti grup PAPDI
spesialis. Ini adalah bagian dari upaya
di Blackberry saja mampu memberi
manfaat yang banyak, seperti yang samenghadapi tantangan zaman,” ujar
ya rasakan,” ujarnya. (HI)
dokter kelahiran Palembang, 25 Okto-
Dr. Nyoman Suarjana, SpPD, K-R
Roadshow Lebih Diperbanyak
EIMED Sebaiknya untuk
Dokter Umum
DOK. PAPDI
E
kat Indonesia. Bagi Dr. Harlinda, PAPDI
berperan mendorong dan meningkatkan penelitian dalam bidang penyakit
dalam. Kegiatan-kegiatannya merupakan salah satu wadah untuk upgrade
dan sharing ilmu pengetahuan terkini.
Dr. Harlinda menilai, PAPDI sejauh ini
telah memiliki kinerja dan peran yang
baik. “Penyelenggaraan Kongres Nasional PAPDI yang dilaksanakan setiap 3
tahun merupakan program yang paling
baik dan sukses selama ini,” ujar bendahara PAPDI Cabang
Manado tersebut.
Namun demikian,
pihaknya
berharap
roadshow yang terselenggara tidak hanya
terpusat terpusat di
Jakarta. “Sebaiknya bisa sampai juga ke daerah-daerah,” ungkapnya. Selain itu, untuk
kegiatan roadshow,
bukan sekadar sharing
ilmu namun ia berharap dapat menjadi
wadah membahas masalah organisasi baik
di cabang maupun di
pusat. Ke depan, ia
ingin PAPDI tetap dapat menjadi induk bagi
organisasi-organisasi
sub-spesialisasi lainnya. (HI)
Dr. Harlinda Haroen, SpPD, K-HOM, FINASIM
erhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia (PAPDI) adalah
perhimpunan yang menjadi wadah
berkumpul dan bersatunya seluruh Internis yang berada di Indonesia. Sejak
dibentuk tahun 1957, PAPDI saat ini
telah memiliki 35 Cabang yang tersebar mulai dari Nangroe Aceh Darussalam hingga dengan Tanah Papua. PAPDI
telah memiliki anggota sebanyak 2416
Internis dengan jumlah Konsultan sebanyak 544 pada masing-masing bidang Ilmu Penyakit Dalam yang berjumlah 12 divisi. Selain itu sebanyak 761
Internis sudah memiliki gelar FINASIM
(Fellow of The Indonesian Society of
Internal Medicine).
Sebagai wadah induk kalangan profesional dokter penyakit dalam di Indonesia, sudah menjadi kewajiban PAPDI
untuk mampu meningkatkan kualitas
anggotanya. Apalagi dalam kancah
menghadapi pertarungan global saat
ini. Menurut Dr. Nyoman Suarjana,
SpPD, K-R anggota PAPDI Cabang Kalimantan Selatan, melalui berbagai kegiatan yang dibentuk seperti lokakarya,
simposium, penerbitan buku ajar maupun majalah ilmiah, PAPDI telah cukup
banyak ambil peran meningkatkan kualitas para anggotanya.
“Penerbitan buku EIMED, sangat
baik karena bisa menjadi panduan dalam penatalaksanaan pasien khususnya bagi anggota PAPDI yang ada di
P
DOK. PAPDI
Dr. Harlinda Haroen, SpPD, K-HOM, FINASIM
ra globalisasi yang memungkinkan
dokter penyakit dalam asing masuk
ke Indonesia. Situasi ini, menurut
Dr. Harlinda Haroen, SpPD, K-HOM, FINASIM menjadi tantangan bagi PAPDI
untuk tetap dapat mempertahankan
kompetensinya.
Sebagai organisasi profesi, PAPDI
menjadi wadah untuk tukar pikiran dan
memperoleh informasi dalam berbagai
soal yang menyangkut ilmu penyakit
dalam yang sedang dihadapi masyara-
5
Dr. Nyoman Suarjana, SpPD, K-R, FINASIM
daerah,” ujar dokter yang sehari-hari
berpraktek di RSUD Ulin Banjarmasin
ini. Namun dokter kelahiran Tabanan,
24 Oktober 1965 ini menilai, program
Emergency in Internal Medicine sebaiknya diperuntukkan bagi dokter umum.
“Program ini bisa menjadi standar
pengetahuan dan ketrampilan kedaruratan dibidang ilmu penyakit dalam,
yang nantinya dipakai sebagai salah
satu syarat yang harus dimiliki oleh
dokter umum, khususnya yang bertugas di rumah sakit/unit gawat darurat,” ungkapnya. Menurut Dr. Nyoman,
sertifikat tersebut nantinya bisa disejajarkan dengan ACLS maupun ATLS, sedangkan untuk anggota PAPDI nantinya
harus memiliki sertifikat EIMED. (HI)
6
SOROT UTAMA
Halo Internis Q Edisi 20 Q Maret 2012
Dr. Sally A. Nasution, SpPD, K-KV, FINASIM,
Wakil Sekretaris Jenderal PB PAPDI
Peran Strategis Organisasi Profesi
FOTO-FOTO: DOK. PAPDI
dalam Menentukan
Sistem Kesehatan
di daerah, rentan dengan sistem rekrutmen yang belum jelas lantaran lemahnya regulasi. “Saya beberapa kali mendapatkan mahasiswa tubel yang mereka
tidak mengenal daerah yang mengutusnya. Bahkan ada yang baru satu bulan
di daerah tersebut langsung dapat tubel, sementara dokter yang sudah lama
praktik disana belum mendapatkan kesempatan. Ini baru yang di penyakit dalam RSCM/FKUI, hal yang sama juga
terjadi di tempat lain. Seleksi mahasiswa tubel mesti dibenahi dengan ketat
untuk menghindari ada
penyelewengan. Sehingga niat mulia pemerintah saat mencanangkan program ini dapat
tercapai tujuannya,” kata Dr. Sally yang juga
salah satu tim penerimaan mahasiswa tubel di
Departemen Ilmu PenyaDelegasi Indonesia di Nossal Institute, Australia. Tampak diantaranya Dr. Sally A. Nasution, Wasekjen PB
kit Dalam RSCM/FKUI.
Dr. Sally A. Nasu
PAPDI (ketiga dari kiri), dan Ketua Umum PB IDI, Dr. Priyo Sidipratomo, SpRad (paling kanan).
Tak jarang kebijakan
maldistribution tion mempresentasikan
dokter spesialis
ecangkir kopi Phoenam menanti di
peran strategis perhimpunan dokter
yang dibuat sulit diaplikadi Indonesia.
Makassar, Sulawesi Selatan. Tuan
dalam menentukan arah sistem kesependidikan kedokteran yang sama
sikan atau kontraproduktif. Pasalrumah Pertemuan Ilmiah Nasional
hatan. Para sejawat dari organisasi prosehingga mudah beradaptanya, regulasi yang terkait tenaga
Perhimpunan Dokter Spesialis Pefesi mendapat paparan bagaimana
si dengan sistem penmedis sering diputuskan senyakit Dalam Indonesia ke-9, PAPDI caketerlibatan organisasi profesi kedokterdidikan di Austrapihak tanpa melibatkan
bang Sulawesi Selatan menyuguhkan
an disana terhadap kebijakan keselia,” jelas Dr.
organisasi kedokteran
kopi dengan cita rasa tinggi ini bagi sehatan di negeri Kangguru ini. Seperti
Sally.
yang memiliki angjawat penyuka kopi. Bila ke Makassar
diketahui Australia sendiri adalah salah
Kendala
gota tersebar di berbelum lengkap rasanya bila tidak mesatu negara yang memiliki sistem kesemal distribusi
bagai daerah. “Di
nyempatkan ke kedai kopi Phoenam.
hatan yang baik. Di sana organisasi projuga terjadi di
Indonesia organisaAlih-alih menyeruput kopi campuran
fesi memiliki andil besar dalam menenIndonesia. Dr.
si profesi belum
robusta dan arabica ini, Dr. Sally Aman
tukan kebijakan pelayanan kesehatan.
Sally, setelah
optimal dilibatkan
Nasution, SpPD, K-KV, FINASIM berteMisalnya: ada beberapa aspek dasar,
Dr. Ian Fraser,
dalam mengambil
patan dengan PIN IX di Makassar malah
seperti jumlah dokter, distribusi, penmempresentakebijakan pemerintah
bertolak ke Melbourne, Australia. Wakil
dapatan, dan kompotensi dokter diatur
sikan distribusi
dalam sistem kesehatSekretaris Jenderal PB PAPDI ini menjaoleh pemerintah bersama dengan kodokter spesialis dean. Banyak kebijakan
di delegasi PAPDI mengikuti workshop
legium.
ngan fokus tentu saja
yang tidak sejalan dengan
“Perhimpunan Profesi Kedokteran Keseinstitusi kedokteran. Ada dua isu
hatan Dalam Memperkuat Sistem Kesepenting yang menjadi perhatian yaitu
hatan yang Berkeadilan” yang diselengmal distribusi dan soal pendapatan dokgarakan pada 12 – 14 Oktober 2011 di
ter.” ungkap Dr. Sally
Melbourne, Australia.“Saya mendapat
Dari workshop “Health Care Professional Association (HCPAs) and Their
tugas dari PB mesti ke Melbourne. MoRole in Achieving MDGs” yang diselenghon maaf kepada tuan rumah PIN, tidak
garakan di Dhaka, Bangladesh, pada
bisa datang ke Makassar. Padahal kopi
2008 dijelaskan bahwa organisasi proPhoenam sudah menanti disana.” Ujar
fesi belum memberikan kontribusi yang
Dr. Sally kepada Prof. Dr. H. AM. Akil,
optimal terhadap peningkatan sistem
SpPD, K-GEH, FINASIM saat sarasehan
pelayanan kesehatan secara global, terPB PAPDI.
utama yang berkaitan dengan pencapaiDr. Sally hadir atas undangan Pusat
an MDGs. Penyebabnya adalah perbeManagemen Pelayanan Kesehatan Fadaan fokus perhatian organisasi profekultas Kedokteran Universitas Gajah
Dr. Ian Fraser dari Royal Australia College of Physicians mempresentasikan bagaimana mengatasi maldistribusi
si, pengelola organisasi profesi, dan kuMada (PMPK FK UGM) dan Nossal Insdokter di Australia.
rangnya integrasi antar-profesi dalam
titute, Melbourne University. Selain
sistem pelayanan kesehatan. Untuk itu,
Hal lain yang menarik, lanjut Dr. Sally,
PAPDI, ada tiga perhimpunan dokter
dokter spesialis penyakit dalam di Indoworkshop tersebut merekomendasikan
paparan dari CEO Rural Doctors Assospesialis lain yang diundang pada acanesia. Kondisinya sangat berbeda demeningkatkan keterlibatan organisasi
ciation of Australia Dr. jenny Jhonson
ra itu, yaitu IDAI, POGI, dan IDSAI.
ngan di Australia. Pemerintah Australia
profesi dalam pencapaian MDGs.
dan Dr. Ian Fraser dari Royal Australia
Dan peserta lainnya adalah dari induk
telah sukses mengatasi persoalan terLalonde dan Peron (2006) dalam maCollege of Physicians mengenai bagaikedokteran IDI, Konsil Kedokteran Insebut dengan memberi apresiasi berukalahnya menyatakan bahwa organisasi
mana mengatasi ketimpangan soal disdonesia (KKI) dan Kementerian Kesepa kesejahteraan bagi dokter yang beprofesi kebidanan dan kandungan di Katribusi dokter di sana. Persoalan mal
hatan. Nossal Institute adalah pusat
kerja di pedesaan. Sementara di Indonedistribution dokter juga menjadi kendala
nada memberikan peran yang sangat
kajian kesehatan masyarakat yang basia, penyebaran dokter yang tidak meradi Australia. Dokter-dokter yang merubesar dalam perbaikan kesehatan renyak berkontribusi terhadap sistem
ta bahkan banyak daerah yang belum
pakan warga Australia enggan di temproduksi di negara berkembang. Kepekesehatan di Australia. Lembaga ini
tersentuh dokter yang telah terjadi lama
patkan dipedesaan. Padahal, pemerinmimpinan dari organisasi ini menjadi
melakukan kerjasama dengan lembaga
hingga kini belum ada jalan keluarnya.
tah telah menjamin dokter tersebut bemotor penggerak sistem pelayanan keserupa di beberapa negara termasuk
Program dokter Pegawai Tidak Tetap
serta keluarganya akan menerima pensehatan. Kedua peneliti tersebut meIndonesia. Sebelumnya, Nossal Insti(PTT) yang diharapkan dapat menjembadapatan yang sangat pantas. Untuk menyebutkan langka-langkah yang mesti
tute telah menjalin kerjasama dengan
tani kendala ini tidak berhasil dikarenangisi tenaga medis pada rural doctor pedilakukan organisasi profesi, diantaraPMPK FK UGM membuat kajian dengan
kan statusnya yang semula diwajibkan
merintah mendatangkan dokter asing
nya penguatan pengelolaan organisasi,
fokus pada sistem kesehatan di Inbagi calon dokter, kini menjadi sukarela
yang umumnya dari negara-negara compeningkatan kapasitas teknis anggota,
donesia.
sifatnya. Sedangkan program tugas bemonwealth. “Dokter-dokter dari negara
dan peningkatan kredibilitas serta kemiPada acara itu, menurut Konsultan
lajar (tubel) yang baru-baru ini digulirkan
persemakmuran Inggris memiliki sistem
traan. (HI)
Kardiovakular ini, banyak membahas
pemerintah untuk mengisi tenaga medis
S
Dua isu penting
yaitu mal distribusi
dan gap pendapatan
yang signifikan.
Organisasi profesi memberi kontribusi dalam
menentukan sistem
kesehatan.
SOROT UTAMA
Halo Internis Q Edisi 20 Q Maret 2012
7
DOK. PAPDI
Waspadai Raibnya
Pendidikan Subspesialis
Media Gathering PAPDI tentang RUU Dikdok.
otel Holiday, Batam sore menjelang malam. Dr. Pranawa, SpPD,
K-GH, FINASIM tampak geram. Ia
segera mencetak surat elektronik
yang baru sore tadi diterima dalam perjalanannya dari Jakarta ke Batam
untuk menghadiri Konferensi Kerja (KONKER) PAPDI, Juni 2011 lalu. Dalam hitungan menit, malam itu ia memutuskan
kembali ke Jakarta. “Ini darurat, ayat
tentang pendidikan subspesialis dalam
draft Undang-Undang Pendidikan Kedokteran, hilang. Pak Ketua saya minta izin
kembali ke Jakarta,” kata Dr. Pranawa
kepada Ketua Umum PB PAPDI, DR. Dr.
Aru W. Sudoyo, SpPD, K-HOM, FINASIM,
FACP.
Kegalauan Dr. Pranawa cukup beralasan. Ketua IDI Jawa Timur ini aktif dalam penggodokan UU Pendidikan Kedokteran (UU Dikdok). Ia tahu persis pasal
26 point c tentang Pendidikan Subspesialis yang mengundang kontroversi, sementara disepakati masuk dalam RUU
Dikdok. Namun dalam proses pembahasan pasal tersebut masih diwarnai tarik-ulur antara pihak yang setuju dimasukkan dan tidak.”Memang ada pihak
yang tidak setuju pendidikan subspesialis masuk dalam jenjang pendidikan kedokteran. Pihak ini cukup kuat. Ini mesti
dikawal dengan ketat, kalau itu tidak masuk, runtuh apa yang telah dibangun selama ini,” tegasnya.
Hilangnya pasal tersebut memicu banyak reaksi dari berbagai pihak, termasuk Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam (PAPDI). Pengurus Besar
PAPDI menggelar Media Gathering pada
awal Februari 2012 lalu untuk mengelaborasi duduk perkaranya. Menurut DR.
Dr. Ari Fahrial Syam, SpPD, K-GEH, FINASIM, MMB, FACP dalam RUU Didok pendidikan kedokteran hanya dibatasi sampai jenjang pendidikan spesialis. Sebelumnya, UU inisiatif DPR itu mencantumkan jenjang pendidikan subspesialis
pada pasal 26, kemudian point tersebut
dihilangkan oleh salah satu tim panja.
Padahal, lanjut Dr. Ari, pendidikan subspesialis di beberapa fakultas kedokteran, termasuk FKUI telah terselenggara
lama.
“Ada upaya penghapusan program
pendidikan subspesialis. Bila jenjang
pendidikan subspesialis ini tidak dimuat
dalam UU, maka proses pendidikan subspesialis di fakultas kedokteran akan dihapuskan. Ini berarti menutup pengem-
H
dan keahlian dibidang kedokteran yang
dihilangkan. Ini dua persoalan yang mesti dipisahkan.”
Pendapat Dr. Aru diamini mantan Ketua Umum PP Ikatan Dokter Spesialis
Anak Indonesia (PP IDAI) DR.Dr Sukman
T. Putra, SpA(K), FACC, FESC. Dr. Sukman mengatakan sistem pembiayaan
kesehatan belum berbasis asuransi.
“Saat ini, sistem kesehatan di negeri ini
masih amburadul. Soal mal distribusi,
sudah 40 tahun tak beres-beres. Bagi
dokter, praktik di kota-kota besar merupakan pilihan, dan tak bisa disalahkan
lantaran mereka membiayai sendiri studinya. Berbeda di luar negeri, dokter
bangan ilmu kedokteran. Dampaknya,
masyarakat
tidak
mendapatkan jenjang pelayanan kesehatan tersier dari
dokter
konsultan.
Tentu, kondisi akan
dimanfaatkan dokter
konsultan
asing
untuk masuk ke
Indonesia melakuan
praktik subspesialis.
Dari kiri ke kanan: DR. Dr. Sukman T. Putra, SpA; Prof. Dr. Zubairi Djoerban, SpPD,
Boleh jadi ini adalah K-HOM, FINASIM; DR. Dr. Aru W. Sudoyo, SpPD, K-HOM, FINASIM, FACP; dengan
pesanan pihak-pihak moderator DR. Dr. Ari Fahrial Syam, SpPD, K-GEH, FINASIM, MMB, FACP.
tertentu. kami akan
yang mengambil pendidikan spesialis
berjuang melawan,” tegas Koordinator
atau subspesialis tidak membayar, maBidang Advokasi PB PAPDI ini.
lah mereka mendapat gaji karena mereHal senada disampaikan Ketua
ka juga melakukan praktik di rumah sakit
Umum PB PAPDI DR. Dr. Aru W. Sudoyo,
pendidikan,” ujar Ketua Program Studi
SpPD, K-HOM, FINASIM, FACP. Hilangnya
Subspesialis Jantung Departemen Ilmu
pasal jenjang pendidikan subspesialis,
Kesehatan Anak RSCM/FKUI ini.
menurut Dr. Aru, akan merugikan fakultas kedokteran. Sebab, seorang subspesialis atau konsultan merupakan
tenaga pendidik bagi jenjang spesialis. Hal ini, tentu akan
menghambat pertambahan
dokter yang saat ini masih
sangat kurang jumlahnya.
“Jumlah dokter dan mal
distribusi dokter masih
menjadi kendala dalam
sistem
kesehatan,”
ujarnya.
Berkaitan “mahalnya”
biaya konsul ke subspesialis, Dr. Aru mengatakan
hal itu bersifat sementara dan
bisa diatasi dengan sistem
rujukan.
Praktik subspesialis
Untuk itu,
adalah layanan kesehatan tersier. Bila
lanjut Dr. Sukman,
sistem pembiayaan kesehatan sudah
regulasi perlu dibenahi, termasuk memberbasis asuransi maka sistem rujukan
buat UU Dikdok. UU ini penting dan
ini akan dapat diselenggarakan dengan
mendesak karena dokter, termasuk konbaik. Seorang pasien yang telah disultan bekerja harus dapat dipertangtanggung asuransi, baru akan mendapat
gungjawabkan mutunya. Oleh karenanya,
layanan subspesialis bila mendapat rujenjang pendidikan ini hendaknya disejukan dari dokter sebelumnya. “Dengan
lenggarakan oleh institusi pendidikan
disahkannya UU SJSN dan BPJS, pada
yang terstandar. Dengan demikian, pihak
2014 akan berlaku universal coverage,
masyarakat akan dijamin pembiayaan
fakultas kedokteran dapat mengelukesehatannya dengan asuransi. Ketika
arkan bukti kompotensi berupa ijazah
itu sistem rujukan dapat terselenggara
kepada peserta didik sebagai pertangdengan efektif,” katanya
gungjawaban atas kompetensinya.
Dr. Aru mengumpamakan “kalau mau
Sayangnya, tambah Dr. Sukman, peirit, jangan tangan yang diamputasi, meserta didik subspesialis hanya menerilainkan sistemnya yang harus diatur. Jama sertifikat yang ditandatangani dekan
di jangan karena biaya, ada kemampuan
dan ketua kolegium. Sesuai dengan UU
Ada upaya
penghapusan program
pendidikan subspesialis. Ini
berarti menutup pengembangan ilmu kedokteran.
Dampaknya, masyarakat tidak
mendapatkan jenjang
pelayanan kesehatan tersier dari dokter konsultan.
Praktik Kedokteran, sertifikat ini tidak
memiliki legalitas untuk mendapat Surat
Tanda Registrasi dari Konsil Kedokteran
Indonesia (KKI). Sebab, KKI hanya mengeluarkan STR berdasar ijazah, bukan
sertifikat dari Dekan.” Indonesia bisa dianggap belum memiliki subspesialis karena dokter konsultan belum memiliki
ijazah sehingga tidak dapat mengurus
STR subspesialis. Silahkan saja dokter
asing masuk, tapi kenapa kita yang sudah ada tidak dianggap,” ujar Dr. Sukman.
Hilangkan Pendidikan
Subspesialis, UU
Dikdok Inkonsisten
Profesi dokter berbeda dengan profesi lain. Profesi ini bekerja sarat dengan
regulasi dan undang-undang. Semestinya antara undang-undang yang satu dengan yang lain saling sinergis. Tapi tidak
pada UU Dikdok tentang pendidikan subspesialis. “Dari undang-undang yang
ada, semuanya memuat peran dan pentingnya pendidikan konsultan. Oleh karena itu pendidikan subspesialis mutlak diperlukan,” kata mantan Ketua Kolegium
Ilmu Penyakit Dalam Prof.Dr. Zubairi
Djoerban, SpPD, K-HOM, FINASIM.
Prof. Zubairi mengatakan dalam sistem Kesehatan Nasional (SKN 2009)
menyebutkan bahwa pelayanan kesehatan diselenggarakan secara berjenjang mulai dari pelayanan primer, sekunder dan tersier. Setiap jenjang pelayanan
ini dipegang oleh tenaga kesehatan yang
sesuai dengan kemampuan dan kompetensinya. “Kalau mengacu SKN maka
pendidikan subspesialis memang diperlukan dan harus ada,” ungkapnya
Undang-Undang Sistem Pendidikan
Nasional (UU Sisdiknas tahun 2003) lebih menguatkan peran konsultan dalam
institusi pendidikan. UU itu menyebutkan
bahwa dalam penyelenggaraan pendidikan maka pendidikan pada satu strata harus dilaksanakan oleh pendidik satu
strata di atasnya. Jadi, calon dokter spesialis dididik oleh dokter konsultan. Dengan demikian pendidikan dokter subspesialis harus dilaksanakan secara formal dan terstruktur.
Sedangkan dalam Undang-Undang
Praktik Kedokteran (UU PK) tahun 2004
menegaskan legalitas pendidikan subspesialis. Di UU PK dijelaskan untuk melaksanakan pelayanan kesehatan diperlukan STR untuk mendapatkan Surat Izin
Praktik (SIP). Untuk mendapatkan STR diperlukan surat pernyataan dari profesi
dan ijazah dari perguruan tinggi (PT).
Dengan demikian pendidikan subspesialis juga harus memiliki ijazah dari PT.
Oleh karenanya, Ketua Senat Akademik FKUI ini menegaskan dari ketiga hukum tersebut maka pendidikan subspesialis harus diselenggarakan oleh institusi pendidikan secara formal dan terstruktur. Nah, aneh bila UU Dikdok tanpa
pendidik subspesialis. Atau kalau UU ini
dipaksakan maka harus melakukan yudisial review terhadap UU yang lebih dulu
ada. Ehmm (HI)
8
SOROT UTAMA
Halo Internis Q Edisi 20 Q Maret 2012
Dekan FKUI DR. Dr. Ratna Sitompul, SpM(K):
DOK. PAPDI
Pendidikan Subspesialis
Mesti Diformalkan
dan Terstruktur
Prof.Dr. Bambang Supriyanto, SpA(K), DR.Dr.Zulkifli Amin, SpPD, K-P, DR.Dr.Iman Subekti, SpPD,K-EMD, Dekan FKUI DR. Dr. Ratna Sitompul, SpM, Prof.Dr. Zubairi
Djoerban, SpPD, K-HOM, DR.Dr.Siti Setiati, SpPD, K-Ger, DR.Dr. Sukman T. Putra, SpA dan DR.Dr. Ari Fahrial Syam, SpPD, K-GEH
aibnya pasal tentang pendidikan
subspesialis membuat geram
institusi pendidikan, tak terkecuali Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Dekan FKUI Dr.
Ratna Sitompul, SpM (K) beser ta
jajarannya menyambangi Komisi X DPR
untuk melaksanakan Rapat Dengar
Pendapat Umum pada 2 Februari
2012.
Pada RDPU itu, selain dari FKUI hadir pula dari panja pemerintah yang terdiri dari Dikti, IDI, dan KKI, dan panja
DPR. Rapat yang dipimpin Ketua Komisi X Prof. Dr. Mahyuddin, SpOG mendengarkan masukan dan saran dari Dekan FKUI. Dr. Ratna mengatakan jenjang pendidikan subspesialis harus dimasukan dalam UU Pendidikan Kedokteran. Pasalnya, hal tersebut merupakan amanat yang terdapat dalam beberapa regulasi seperti UU Praktik Kedokteran tahun 2004, UU Sisdiknas tahun
2003, sesuai dengan Sistem Kesehatan Nasional 2009, serta beberapa regulasi lain. “Dari regulasi sebelumnya
pendidikan subspesialis mesti ada dan
masuk dalam UU Dikdok,” tegas Dr.
Ratna.
Dalam SKN misalnya, Dr. Ratna
mencontohkan, disebutkan bahwa pelayanan kesehatan terselenggara secara berjenjang mulai dari primer, sekunder dan tersier. Setiap jenjang dilaksanakan oleh tenaga medis yang sesuai
dengan kemampuan dan kompetensinya. Untuk itu, pelayanan tersier hanya
dapat dilakukan oleh dokter subspesialis.
Dari sisi pendidikan, tenaga subspesialis merupakan tenaga pendidik spesialis. Hal tersebut telah tertuang dalam UU Tentang Guru dan Dosen tahun
2005 dan UU Sisdiknas tahun 2003.
Disana dikatakan bahwa lulusan dokter
spesialis merupakan tenaga didik untuk calon dokter, lulusan dokter subspesialis adalah tenaga didik untuk calon dokter spesialis dan subspesialis.
R
Institusional Base VS
Hospital Base
Sesuai dengan Keputusan Majelis
Wali Amanat UI tahun 2009 yang menyatakan Universitas Indonesia mem-
beri gelar profesi untuk jenjang pertama, kedua (spesialis) dan ketiga (subspesialis). Maka, Dr. Ratna, mengatakan FKUI telah menyelenggarakan pendidikan subspesialis dan telah menghasilkan 350 konsultan dari 12 departemen. Ini artinya FKUI sebagai institusi sudah menyelenggarakan pendidikan Sp2 tanpa adanya kendala-kendala
yang signifikan dan mereka yang lulus
diterima dimasyarakat dan telah membaktikan dirinya dengan baik. “Pendidikan subspesialis sudah direncanakan, bukannya tiba-tiba ada. Ini merupakan kebutuhan untuk menjawab tantangan saat ini. Perkembangan subspesialistik tak bisa ditahan-tahan lagi.
Hal ini juga terjadi diseluruh dunia,”
ujarnya.
Namun, tambah Dr. Ratna, mesti
ada yang dapat menjamin mutu kompetensi seorang konsultan. Oleh karena itu, pendidikan subspesialis harus
diselenggarakan secara formal oleh
institusi pendidikan yang memiliki kualifikasi standar bukan non formal.
institusi pendidikan dan rumah sakit
berada pada departemen yang berbeda.
Sedangkan di John Hopkins Hospital
Mayo Clinic, misalnya, yang menganut
hospital base. Disana tak ada kendala
karena antara perguruan tinggi dan
rumah sakit berada satu atap.
Meneropong
Perseteruan
Subspesialis
Tarik ulur pembahasan jenjang pendidikan subspesialis cukup alot. Sewaktu-waktu pasal tersebut bisa hilang
timbul. UU inisiatif Dewan ini melibatkan Dikti, IDI, KKI dan Komisi X. sementara Panja DPR dengan suara bulat
menyatakan setuju dimasukan pasal
jenjang pendidikan subspesialis. “Dari
kami, Panja DPR seluruhnya setuju dimasukan pembahasan tentang jenjang
pendidikan subspesialis,” kata Ketua
Komisi X Prof. Dr. Mahyuddin NS,
SpOG(K).
Rapat dengar pendapat umum RUU Dikdok, FKUI bersama Komisi X DPR dan panja pemerintah di ruang sidang
komisi X, Senayan.
Sayangnya, pendidikan subspesialis
belum diakui oleh konsil kedokteran Indonesia (KKI). Lulusan pendidikan ini
hanya menerima bukti lulus berupa sertifikat yang ditandatangi oleh dekan
dan KPS nya, bukan ijazah. Padahal,
kata Dr. Ratna, “Tidak ada perbedaan
yang signifikan dalam menyelenggarakan pendidikan spesialis dan subspesilasi. Lalu kenapa institusi pendidikan
tidak boleh menyelenggarakan pendidikan sp2? Mesti ada jawab yang tegas” katanya.
Untuk kondisi Indonesia, menurut Dr.
Ratna, subspesialis di bawah perguruan
tinggi adalah pilihan tepat. Pasalnya,
Suara berseberangan terdengar keras dari Panja Pemerintah. Tapi
sayangnya ketika RDPU tak ada perwakilan dari pemerintah yang memberi
alasan kenapa dihilangkan. Bahkan
yang terjadi sebaliknya, per wakilan
Dikti malah berbalik mendukung pendidikan subspesialis masuk dalam UU
Dikdok. ”Meski Panja Pemerintah mencoret pasal pendidikan subspesialis,
tapi dalam batang tubuh tetap ada. Ini
jelas inkonsistensi. Saya pribadi
berpandangan bahwa psp2 mesti
dimasukan dalam pendidikan formal.
Karena secara de facto ini sudah
berlangsung di fakultas kedokteran.
Dan sistem pendidikan kedokteran
harus berpegang pada prinsip tiga
tungku, yaitu kolegium, institusi pendidikan dan rumah sakit. Untuk itu
saya menyarankan panja RUU mesti
melihat realitas di lapangan,” tegas
Prof. Dr. Laksono Triantoro dari Universitas Gajah Mada, Yogyakarta.
Berkaitan dengan sikap panja pemerintah, Prof. Mahyuddin menambahkan,
pemerintah melalui Perpres telah menetapkan subspesialis masuk dalam
konsep jenjang pendidikan dan posisinya stara dengan doktor.
Pendapat berbeda di sampaikan
Prof. Dr. Errol Hutagalung, SpB dari IDI.
Menurut Ketua MKKI ini pendidikan
subspesialis tidak bisa lepas dari induk spesialisnya. Spesialis beserta turunannya jangan dipisah-pisahkan dalam jenjang pendidikannya. “Spesialis
beserta turunannya biar dalam satu keranjang,” ujar Prof. Errol.
Tarik ulur pembahasan jenjang pendidikan subspesialis cukup
alot. Meski tidak diakui KKI, secara de
facto fakultas kedokteran telah menyelenggarakan pendidikan subspesialis.
Kenapa institusi pendidikan tidak boleh
menyelenggarakan
pendidikan subspesialis. Memang KKI
tidak memiliki faham
yang sama dengan
fakultas.
Jadi, tambahnya, saat ini yang mesti
dilakukan adalah mendapat pengakuan
secara de jure. Sementara seorang konsultan tetap bisa memberi praktik spesialis. Dengan demikian dalam STR nya
seorang konsultan tidak tertera subspesialisnya tapi hanya spesialisnya.
Sejauh ini, lanjut Prof. Errol, MKKI
sudah menyiapkan konsep akademik
Sp2 dan melakukan loby-loby ke Dikti
dan KKI. Diharapkan konsep ini diterima dan dapat dikeluarkan per Konsil.
Diharapkan naskah ini sinergi dengan
UU Dikdok.
Pandangan Prof. Errol disanggah
DR. Dr Sukman T. Putra, SpA(K), FACC,
FESC. Menurut Dr. Sukman, jenjang pendidikan itu mesti melihat tingkat kompetensinya. Pendidikan subspesialis
memiliki kompetensi berbeda dengan
spesialis. ”Pendidikan subspesialis
berbeda dengan spesialis karena kompetensi berbeda,” ujarnya.
Pendapat Dr. Sukman didukung Dr.
Ratna. Dekan FKUI ini mengatakan
pendidikan subspesialis merupakan
pendidikan berkelanjutan yang mesti
diformalkan agar mutunya terjamin dan
melindungi dokternya. “Jadi jangan dikatakan pendidikan subspesialis cuma
sekeranjang dari spesialis. Tapi ini adalah pendidikan berkelanjutan yang memang dibutuhkan. “Memang KKI tidak
memiliki faham yang sama dengan fakultas,” tandasnya. (HI)
SOROT UTAMA
Halo Internis Q Edisi 20 Q Maret 2012
Seminar RUU Pendidikan Kedokteran-FKUI
UU Pendidikan Kedokteran
Mesti Bisa Menjawab
Tantangan Global
enggat waktu Rancangan UndangUndang Pendidikan Kedokteran
tinggal hitungan hari. RUU Dikdok
ini mesti masuk dalam rapat pleno
DPR pada 29 Maret 2012. Namun
materi yang tersusun masih mengundang perdebatan. Menurut Ketua Komisi X DPR Prof. Dr. Mahyuddin, NS,
SpOG dari 540 masalah yang sudah
terselesaikan 300 masalah. Masih ada
240 masalah yang masih dalam pembicaraan. Diantaranya adalah tentang
jenjang pendidikan subspesialis. “Pendidikan kedokteran berbeda dengan
pendidikan profesi lain. Oleh karena itu
DPR berinisiatif menggagas UU ini,” kata Prof. Mahyuddin pada Seminar RUU
Prof. DR. Dr. Akmal Taher, SpU.
Ketua Komisi X DPR Prof. Dr. Mahyuddin, NS, SpOG.
mutunya oleh institusi pendidikan.
“Penjaminan mutu subspesialis harus
dilakukan oleh institusi pendidikan
yang telah terstandar,” tegasnya.
Salah satunya adalah FK Universitas
Sriwijaya, Palembang yang telah menyelenggarakan pendidikan subspesialis. Menurut Dr. Zulkarnain, hal tersebut sesuai dengan UU Sisdiknas dan
Peraturan Pemerintah No 19 tahun
2005 tentang standar pendidikan.
“Baik dokter umum, spesialis, subspesialis secara berjenjang diselenggarakan oleh perguruan tinggi agar mutu
pendidikannya terjamin,” ujarnya.
Para pembicara pada Seminar RUU Pendidikan Kedokteran di aula FKUI.
FOTO-FOTO: DOK. PAPDI
T
Pendidikan Kedokteran di aula FKUI,
24 Februari 2012.
Prof. Mahyuddin bersama panja DPR
lainnya mendapat asupan soal pendidikan dari pakar yang hadir acara itu.
Seminar yang diketuai oleh DR. Dr. Siti
Setiati, SpPD, K-Ger, FINASIM, MEpid
ini mengundang pembicara dari berbagai institusi kedokteran, seperti Sekretaris Jenderal AIPKI DR. Dr. Ratna Sitompul, SpM, Ketua MPPK IDI Prof.Dr.
Zubairi Djoerban, SpPD, K-HOM, FINASIM, Panja Pemerintah Prof. DR. Dr. Akmal Taher, SpU, Ketua Pendidikan Subspesialis Departemen Ilmu Kesehatan
Anak FKUI-RSCM DR. Dr. Sukman T.
Putra, SpA, Dekan FK Unsri Palembang
9
Dr. H.M Zulkarnain, MMed, ScPKK dan
Panja DPR Prof. Mahyuddin, SpOG.
Dr. Ratna mengatakan jenjang pendidikan subspesialis telah terselenggara di beberapa fakultas kedokteran di
Indonesia. Tenaga-tenaga subspesialis
ini merupakan kebutuhan fakultas yang
akan menjadi pengajar pada jenjang
spesialis. Untuk itu, tenaga konsultan
ini mesti diatur baik jumlah maupun
Pelayanan yang baik
di rumah sakit pendidikan mencerminkan proses pendidikan yang baik.
Penjaminan mutu
subspesialis harus
dilakukan oleh institusi pendidikan yang
telah terstandar
Pendapat Dr. Zulkarnain senada dengan DR. Dr. Sukman T. Putra, SpA.
Menurut DR. Sukman jenjang pendidikan subspesialis dapat disetarakan
dengan jenjang akademik doktor dengan beberapa penambahan bidang
studi yang diambil. Oleh karena itu,
tambah Dr. Sukman, sejatinya pendidikan kedokteran dalam berbagai jenjang merupakan pendidikan formal, bukan non formal.
Dengan demikian, ada penjaminan
mutu yang akan berimplikasi pada pelayanan kesehatan. Menurut Prof. Akmal pelayanan yang baik di rumah sakit
pendidikan mencerminkan proses pendidikan yang baik. Oleh karena itu,
Prof. Akmal mengusulkan agar dalam
UU Pendidikan Kedokteran perlu diintegrasikan rumah sakit pendidikan dengan fakultas kedokteran. “Dari berbagai penelitian, tidak diragukan lagi integrasi antara rumah sakit dengan institusi pendidikan akan membangun sistem pelayanan kesehatan yang optimal,” ujar Direktur Utama RSCM ini.
Pelayanan kesehatan yang baik di
era globalisasi ini merupakan tuntutan
yang tak bisa ditawar-tawar lagi. Prof.
Zubairi Djoerban mengatakan hendaknya Undang-Undang Dikdok ini juga
mempertimbangkan kompetensi-kompetensi kesehatan global. Dengan begitu, mahasiswa kedokteran akan dibekali kompetensi tersebut yang nantinya
dapat menjawab tantangan di era kesehatan global ini. (HI)
10
PROFIL
Halo Internis Q Edisi 20 Q Maret 2012
Prof. Dr. Nuzirwan Acang SpPD, K-HOM, FINASIM
Antara Medis, Musik, dan
Adat Minang
ahun 2011 lalu, Prof. Dr. Nuzirwan Acang SpPD, K-HOM, FINASIM memasuki usia pensiun. Tapi, momen tersebut ternyata tidak mampu membuat aktivitasnya terhenti. Meski telah pensiun, FK
Universitas Andalas Padang tetap meminta Prof. Acang untuk membaktikan
tenaga, waktu, dan pikirannya.
Untunglah, fisik dan stamina Prof
Acang mampu memanipulasi usianya.
Di usia lebih dari 65 tahun, ia masih
segar menjalankan kegiatannya. Saat
ini, ia menjabat sebagai Ketua Program
Studi PPDS Konsultan Bagian Penyakit
T
turut, maka Prof. Acang tidak segan
memberikan teguran hingga sanksi.
"Semua untuk kebaikan bersama. Karena jika tetap seperti itu akan mengganggu yang lain, yang sudah disiplin,"
ujar pria kelahiran 11 Juli 1946 ini.
Di sisi lain, Prof. Acang tidak segan
memberikan reward, misalnya dengan
mengajak staf ikut serta jika Prof
Acang harus ke luar kota. "Meski tidak
ada dana, saya coba usahakan," ujarnya. Selain stafnya dapat melihat ritme
kerja di tempat lain, ke luar kota, misalnya ke Jakarta, juga akan memberikan suasana yang berbeda dengan ru-
Tak heran jika jiwa seni begitu lekat pada
puteranya. Prof. Acang sewaktu muda,
adalah seorang pemusik. Ia di Kota
Bukittinggi Sumatera Barat bahkan memiliki
grup musik yang kerap diundang saat ada
hajatan di kampung.
Dalam FK Unand. Di organisasi, ia
adalah penasehat PB PAPDI, Ketua
Perhimpunan Hematologi dan Transfusi
Darah Indonesia Cabang Padang, Wakil
Ketua PMI Wilayah Sumbar, dan Wakil
Ketua I PP Perhimpunan Hematologi
dan Onkologi Medik Penyakit Dalam
Indonesia.
Kesibukannya baik di profesi maupun organisasi, menurutnya telah biasa dilakukan. Dan, Prof. Acang tidak
merasa terbebani dengan jadwal yang
padat. "Disiplin adalah kuncinya," ujarnya. Dengan disiplin, ia justru merasa
bebas sesibuk apapun.
Hal yang sama berusaha ia tanamkan di lingkungan kerjanya. Prof. Acang
dikenal tegas dalam menjalankan komitmen yang telah ditetapkan bersama. Pernah suatu ketika ada staf yang
tidak masuk selama tiga kali berturut-
tinitas sehari-hari.
Dengan disiplin itu pula
ia menjalankan aktivitasnya yang lain, yaitu sebagai
Manager PIU Pembangunan University
Hospital Universitas Andalas Padang.
Project ini merupakan bagian dari project pemerintah di bawah supervisi
DIKTI yang pada saat yang sama diamanatkan kepada FKUI, FK
UNS, dan FK Unand.
"Sekarang sedang dalam tahap pre desain," ujarnya. Prof
Acang menggambarkan
nantinya desain harus
mampu mengakomodasi kebutuhan
baik untuk pendidikan maupun penelitian disamping untuk pelayanan.
Prof. Acang mengatakan ia tidak kuasa menolak ketika diminta oleh Rektor
Prof. Dr. Nuzirwan Acang SpPD, K-HOM, FINASIM bersama keluarga
Prof. Dr. Nuzirwan Acang, SpPD, K-HOM, FINASIM
Unand untuk menjalankan amanat sebagai Manager PIU dalam membangun university hospital untuk mengembangkan
pendidikan dan penelitian di Unand. Padahal saat itu, Prof Acang sudah hampir
memasuki usia pensiun. Menurutnya,
untuk urusan pendidikan, ia akan selalu
menyediakan waktu dan tenaganya.
Motivasi untuk mengembangkan
pendidikan pula yang mendorongnya
memasuki departemen penyakit dalam
ketika ia lulus dari Unand tahun 1973.
Saat itu, Unand masih sangat kekurangan staf pengajar dan bidang ilmu
penyakit dalam menarik minatnya.
"Begitu lulus, saya langsung mengikuti
pendidikan," ujarnya. Selama 8 tahun
ia menjalani pendidikan penyakit dalam
tidak hanya di Padang, melainkan juga
di Jakarta. "Saya menjalani pendidikan
di sub-bagian jantung, metabolikendokrin dan ginjal di FKUI," katanya.
Usai menyelesaikan pendidikan penyakit dalam, Prof Acang menjalani
pendidikan di bidang penyakit tropik
infeksi. Namun bidang hematologi saat
itu urgent membutuhkan staf, sehingga
usai mendapatkan diploma di bidang
penyakit tropik dan infeksi di Bangkok,
Thailand pada tahun 1979, Prof. Acang
mendalami bidang hematologi.
Untuk lebih menyelami ilmunya, Prof
Acang mengambil pendidikan kemoterapi di Paris Perancis pada 1995 dan Viena Austria pada 2005.
Disiplin Sejak Belia
Prof. Acang mengenang, sosok yang
mendorongnya untuk memasuki dunia
medis adalah ibunda. Sang ibu, adalah
seorang bidan di jaman pendudukan
Belanda. Prof . Acang yang merupakan
anak kedua dari sembilan bersaudara
diminta ibunya untuk menjadi dokter,
karena anak pertama lebih tertarik
menekuni teknik.
Dari ibunya pula, pendidikan disiplin
itu ditanamkan dalam keluarga Prof.
Acang. "Mungkin karena ibu saya hasil
didikan Belanda, maka ia mendidik kami dengan cara Belanda juga," ujarnya.
Sejak bangun tidur pagi hari, setiap
anak harus mengerjakan kewajiban un-
PROFIL
tuk sekolah maupun pekerjaan rumah.
Sang ayah pun tak kalah keras dalam
mendidik anak yang menekankan agar
bekerja giat, berbuat yang terbaik bukan
semata hanya mengharapkan sesuatu.
Meski keluarganya tidak kekurangan dalam sisi materi, sang ayah tidak mentolerir jika anaknya hidup berleha-leha.
Prof . Acang menjalankan apa yang
ditanamkan kedua orang tuanya. Tak
heran jika Prof. Acang dipercaya untuk
menduduki berbagai jabatan. Namun ia
menekankan, ia tidak pernah mengharapkan suatu kedudukan. Bahkan ketika ia diminta untuk menjadi Wakil Direktur Administrasi dan Keuangan RS
Dr. M. Djamil Padang pada 1999, ia
sempat menolak. Namun karena direktur periode sebelumnya juga turut meminta Prof. Acang membantu, ia pun
tak kuasa menolak.
Disiplin dan kerja keras pula yang ia
terapkan pada kedua anaknya, Ikhsan
Perdana, Bc. Hon. Music Engineer dan
Fikrian Hadi, S.T. Tidak seperti dirinya
yang diminta untuk menekuni dunia
medis, Prof. Acang membebaskan puteranya untuk memilih bidang yang
disukai. Dan, tak satupun yang terjun
di dunia medis.
Putera kedua Prof Acang telah lulus
dari ITB. Dan yang unik, putera pertama justru memilih melanjutkan sekolah
musik di Malaysia dan kini menjadi
komposer musik di Kuala Lumpur.
Meski awalnya kaget karena putera
pertamanya menggeluti hobi bermusiknya, Prof. Acang dan istri tidak mampu
berbuat apa-apa. Sampai suatu ketika,
ia dan istri diundang ke Malaysia untuk
menonton pertunjukan anaknya. Ternyata, istrinya sedemikian terpukau
mendengar hasil karya anaknya. Usai
pertunjukan, istrinya menangis sambil
berkata, "Mama rela Pa, mama sekarang rela ia memilih musik."
Sebenarnya, tak heran jika jiwa seni
begitu lekat pada puteranya. Prof.
Acang sewaktu muda, adalah seorang
pemusik. Ia di Sumatera Barat bahkan
Halo Internis Q Edisi 20 Q Maret 2012
memiliki grup musik yang kerap diundang saat ada hajatan di kampung.
Perhatiannya di luar dunia medis, kini tercurahkan pada kampung halamannya Koto Gadang. Sekitar 8 tahun
lalu, Prof. Acang diangkat sebagai "Datuk", tetua di antara kerabat di kampungnya. Selain bertanggung jawab pada masalah kemasyarakatan sukunya,
ia juga harus menjaga adat istiadat
kampungnya. Dan soal adat istiadat ini
menjadi titik perhatiannya.
Bicara soal adat, Prof. Acang mengisahkan, salah satu upaya agar adat istiadat tetap lestari adalah dengan pernikahan yang kedua mempelai berasal
dari daerah yang sama. "Ketika seseorang menikah dengan orang lain daerah,
kecil kemungkinan ia akan selalu kembali ke kampung halaman, termasuk untuk melestarikan pusaka adat," ujarnya.
Meski demikian, ia tak akan memaksakan adat Siti Nurbaya pada kedua puteranya yang belum menikah.
"Sekarang sudah bukan jamannya,"
ujarnya. Tapi, perkawinan orang tua pada jaman dahulu, meski dijodohkan,
banyak yang masih langgeng. "Mungkin
karena kami tidak banyak menuntut
apa-apa dan saling menerima pasangan kami," ujar Prof. Acang. "Istri saya
misalnya, menerima saya dengan kesibukan saya, dan saya sepenuh hati
menjaga kepercayaan yang diberikan
oleh istri saya."
Prof Acang kini tengah membuat
buku mengenai adat istiadat Kotogadang termasuk tata cara menjalankan
adat, seperti menyelenggarakan pernikahan atau upacara kematian. Prof
Acang memiliki tim untuk mengumpulkan data dan riset. Ia sendiri lebih berperan sebagai editor. "Sejauh ini sudah
rampung 2 buku," ujarnya. Buku tersebut akan diwariskan kepada generasi
selanjutnya. "Malu saya jika sampai
mereka tidak paham (adat istiadat),"
ujar Prof Acang.
Bagi Prof Acang semua yang dilakukannya kini lebih merupakan amal
ibadah sebagai bekal kehidupan selanjutnya. "Semuanya Lillahi Ta'ala," ujar
Prof Acang. Dan ia tampak menikmati
waktu dan kesibukannya. (HI)
AGENDA KEGIATAN ROADSHOW PAPDI TAHUN 2012*
Workshop: Penatalaksanaan Nyeri Kanker
PAPDI
Merchandise
PAPDI Store menyediakan pernak-pernik
dengan berlogokan PAPDI. Merchandise
ini untuk mensosialisasikan logo PAPDI
sebagai suatu merek yang telah dipatenkan, di kalangan sejawat, terutama internis. Dengan begitu
semoga PAPDI lebih
dekat lagi di hati
anggotanya.
Untuk pemesanan
Hubungi (021) 2300818
Workshop: Nutrisi
No.
Cabang
Tanggal
No.
Cabang
Tanggal
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
Sumatera Utara
Makassar
Pekanbaru
Denpasar
Palembang
Padang
Jakarta Raya
Semarang
Jawa Barat
Surabaya
Malang
Solo
Banten
Bekasi
Pontianak
10 Maret
Tbc
Tbc
Tbc
17 Maret
24 Maret
31 Maret
7 April
14 April
21 April
19 Mei
15 Sept.
29 Sept.
13 Oktober
20 Oktober
1
2
3
Bogor
Sumatera Barat
Kupang
31 Maret – 1 April
26 – 27 Mei
20 – 21 Oktober
Workshop: Comprehensive Management of
Lipid Disorders And Hypertension in Daily
Practice
No
Cabang
Tanggal
1
2
3
4
5
6
7
8
Jakarta
Medan
Bandung
Solo
Palu
Banjarmasin
Bandarlampung
Pekanbaru
10 Maret
14 April
5 Mei
9 Juni
16 Juni
7 Juli
15 Sept
6 Okt
11
Workshop: Update on Rheumatology 2012
No
Cabang
Tanggal
1
2
3
4
5
Surabaya
Denpasar
Makasar
Palembang
Pekanbaru
5 Mei
14 April
17 Maret
9 Juni
14 Juli
Workshop: Controling All Key BP Parameters:
The Next Big Target in Hypertension
No
Cabang
Tanggal
1
2
3
4
5
Jakarta
Surabaya
Medan
Bali
Pontianak
3 Maret
18 Maret
28 April
9 Juni
19 Mei
Workshop: Comprehensive Management of
Nausea-Vomiting & Acid Related Diseases
No
Cabang
Tanggal
1
2
3
Surabaya
Sumatera Utara
Yogyakarta
21 April
5 Mei
2 Juni
*Jadwal dapat berubah bila diperlukan
12
KABAR PAPDI
Halo Internis Q Edisi 20 Q Maret 2012
Buku Emergency in Internal Medicine (EIMED) PAPDI:
Bangkitkan Sense Of
Emergency Internis
Seorang internis dituntut mampu berlomba
dengan waktu dalam menentukan keputusan
medis bagi pasien emergensi. Menghasilkan
keputusan tepat dan cepat di tengah waktu
yang ketat merupakan perkara sulit. PB PAPDI
menjawabnya dengan menerbitkan buku
EIMED dan pelatihan kegawatdaruratan.
Namun seorang internis tak bisa lepas dari pasien gawat darurat. Berkaitan hal tersebut, PB PAPDI mengakomodasi kebutuhan internis dengan menerbitkan buku Emergency in Internal Medicine (EIMED) PAPDI sebagai upaya
untuk meningkatkan kompetensi anggotanya dalam menangani kasus-kasus kegawatdaruratan penyakit dalam.
“Kami (PAPDI) berharap internis dapat
lebih baik memberikan pelayanan
emergensi dan tidak menolak pasien
an penyakit dalam, termasuk kardiologi
dan paru, dibahas secara paripurna.
Lebih menarik lagi, buku ini bukan saja
membekali internis ketika menerima
pasien emergensi di rumah sakit, tapi
juga memberi penjelasan basic life support seperti resustasi jantung dan paru
agar mampu menghadapi kasus emergensi di prehospital, termasuk pada
kegawatdaruratan saat bencana alam.
Buku terbitan Interna Publishing ini
disuguhkan secara sistematis dan mu-
dah dipahami. Dengan begitu, diharapkan dapat membantu internis mengingat kembali materi-materi kegawatdaruratan yang pernah diperoleh saat
menjadi residen. EIMED PAPDI ini dibagi menjadi tiga jilid. Pada jilid pertama,
mengenai EIMED dasar dan kegawatdaruratan penyakit dalam ditinjau dari
Dr. Bambang Setyohadi, SpPD, K-R, FINASIM, salah
seorang editor EIMED PAPDI
gejala-gejala yang dirasakan pasien pada waktu datang ke unit gawat darurat.
Jilid kedua mengenai kegawatdaruratan ditinjau dari pendekatan penyakit,
dan jilid ketiga membahas prosedur
dan tindakan dalam kegawatdaruratan
penyakit dalam.
Serupa dengan ACLS atau ATLS, tapi EIMED dirancang sebagai panduan
untuk mempelajari kegawatdaruratan
penyakit dalam. Layaknya suatu buku,
EIMED PAPDI mengacu pada standar
prosedur emergensi
nan ideal, namun aplikasinya dapat diterapkan untuk kondisi di Indonesia.
Untuk lebih memahami penerapan
kegawatdaruratan, PB PAPDI mengadakan kursus kegawatdaruratan selama tiga hari. Kursus ini terdiri dari
empat modul yang akan mengulas
berbagai kasus kegawatdaruratan yang
kompleks bersama para pakar dibidangnya. “Kita akan mendiskusikan kasuskasus yang rumit. Dan kita akan membuka wawasan internis bagaimana
menangani kegawatdaruratan pada
prehospital. Bukan hal yang tidak
mungkin internis turun dalam prehospital atau bencana,” ujar Dr. Bambang.
Berkaitan dengan pelatihan EIMED,
Dr. Bambang mengatakan PAPDI sementara akan menyelenggarakan Training of
Tranee (TOT) EIMED, pada 17-19 Februari 2012.Buku EIMED jilid pertama
sudah terbit Oktober 2011 lalu. Jilid pertama terdiri dari 50 bab yang ditulis oleh
50 pakar. Sementara jilid kedua dan
ketiga masih dalam proses penulisan.
Seiring dengan perkembangan ilmu kedokteran, PAPDI akan selalu memperbaharui isinya. Dan PAPDI terbuka atas saran atau kritik untuk kesempurnaan buku ini. Dengan begitu, diharapkan internis memiliki kompetensi yang lebih baik
dalam menangani kasus-kasus emergensi yang mengancam keselamatan
jiwa pasien di negeri ini. (HI)
FOTO-FOTO: DOK. HI
emergensi,” kata Dr. Bambang Setyohadi, SpPD, K-R, FINASIM, salah satu
editor EIMED PAPDI.
Buku Emergency in Internal Medicine
(EIMED) PAPDI bukan sekadar memperkaya khazanah literatur kedokteran
di Indonesia, namun juga menjawab
kebutuhan para dokter, terutama internis dalam menghadapi kasus-kasus
kegawatdaruratan medik. Berbeda dengan referensi kegawatdaruratan lain,
EIMED PAPDI adalah buah karya 50
pakar-pakar ahli penyakit dalam di Indonesia. Kasus-kasus kegawatdarurat-
DOK. HI
I
lmu kedokteran merupakan perpaduan ilmu pengetahuan alam dan ilmu
pengetahuan sosial. Keputusan medis yang didasari ilmu kedokteran
berimplikasi terhadap kehidupan pasien. Keputusan medis ditetapkan secara profesional dengan memperhatikan kondisi pasien. Bahkan dokter dituntut dapat mengambil tindakan medis dikala kondisi emergensi. Tentu ini
bukan perkara mudah, mengambil keputusan yang tepat di tengah waktu
yang sempit. Salah-salah nyawa pasien
taruhannya.
TOT EIMED PAPDI:
Mengasah Kompetensi Emergensi
Penyakit Dalam
etelah sukses meluncurkan buku
EIMED (Emergency in Internal Medicine) PAPDI, PB PAPDI melanjutkan program kegawatdaruratan penyakit dalam ini dengan mengadakan
workshop “Pelatihan Narasumber EIMED PAPDI” pada 17-19 Februari 2012
di Hotel Harris, Jakarta. Pelatihan ini diikuti oleh para tutor dari seluruh cabang
PAPDI di Indonesia. “Pada acara ini sengaja kita memilih sejawat dari tiap-tiap
cabang yang ada, agar nantinya bisa
membantu workshop ke daerah-daerah,” ujar Koordinator EIMED Dr. Bambang Setyohadi, SpPD, K-R.
Program ini, lanjut Dr. Bambang,
akan dilanjutkan dengan penerbitan buku jilid dua dan tiga yang disertai dengan pelatihan EIMED bagi internis dan
dokter umum. “EIMED menjadi standar
kegawatdarurutan ilmu penyakit dalam.
Kelebihan EIMED materinya telah disesuaikan dengan kondisi dan kasus-kasus yang sering terjadi di Indonesia,” katanya
S
Dr. Haerani Rasyid, SpPD, KGH, FINASIM, dari PAPDI Cabang Makassar, Sulawesi Selatan
EIMED ini penting
sekali karena kasus-kasus emergensi penyakit dalam cukup besar,
sekitar 40 persen.
Seorang internis harus meningkatkan kompetensi ini, sehingga kasus-kasus emergensi penyakit
dalam dapat ditangani oleh internis, bukan bidang lain bukan kompetensinya.
Workshop seperti ini bermafaat sekali
sebaiknya dapat dilakukan berkala, minimal 2 kali setahun.
Dr. Samuel Maripadang
Baso, SpPD, FINASIM, dari
PAPDI Cabang Tanah Papua
Kegawatdarurutan penyakit dalam sudah lama dipikirkan. Baru periode Dr. Aru
bisa berjalan. Ini merupakan hal penting
Suasana workshop “Pelatihan Narasumber EIMED PAPDI”.
karena kasus-kasus
emergensi di rumah
sakit yang merupakan kompetensi penyakit dalam besar
sekali. EIMED ini semoga bisa dilakukan di daerah-daerah, sehingga internis
di daerah dapat meningkatkan kemampuannya di bidang ini. EIMED yang pertama di dunia.
Dr. R. Bowo Pramono, SpPD,
K-EMD, dari PAPDI Cabang
Yogyakarta
EIMED mempermudah
memahami
emergensi penyakit
dalam. Modul-modul EIMED dapat
diterapkan di pusat-
pusat pendidikan karena materinya cukup up to date dan dibuat oleh ahlinya.
EIMED dapat setara dengan ACLS, jadi
dokter umum dapat mengambil workshop ini.
Dr. C. Singgih Wahono, SpPD
dari PAPDI Cabang Malang
EIMED dapat menjawab kebutuhan
kami dalam menangani kasus-kasus
emergensi penyakit
dalam yang cukup
dominan di rumah
sakit. Program ini
mesti dibuat standarnya dan dilakukan
terjadwal terutama ke daerah-daerah.
Seorang internis harus memiliki skill ini,
ia harus bisa dan lebih bisa menangani
pasien-pasien emergensi. (HI)
KABAR PAPDI
Halo Internis Q Edisi 20 Q Maret 2012
PIN IX Makassar:
Meng-update Ilmu
di Kota Angin Mamiri
DOK. HI
FINASIM mengatakan yang menarik perhatiannya mengikuti PIN ini karena
tema-tema yang dihadirkan cukup luas
dan menyeluruh. Ini yang membedakan
dengan kegiatan ilmiah dari subspesialis tertentu.”PIN menjadi agenda
wajib tahunan. Karena tema-temanya
bersifat holistik. Dengan ini seorang internis dapat selalu meng-update ke-
PIN menyuguhkan
tema-tema menarik
yang diulas secara holistik. Bagi para sejawat terutama sejawat
di daerah, tema ini
menjadi daya tarik
sehingga dapat diaplikasikan di kamar
praktik.
Ketua Panitia PIN IX Prof. DR. Dr. Idrus Alwi, SpPD, K-KV, FINASIM, FACC, FESC, FAPSIC memberi sambutan
pada pembukaan PIN IX di Makassar.
nyak,” kata Dr. Aru
Meningkatnya jumlah peserta PIN diakui Ketua PAPDI Cabang Makassar,
Prof. DR. Dr. Syamsu, SpPD, K-AI, FINASIM. Menurut Prof. Syamsu yang menjadi daya tarik dari setiap kegiatan PIN
adalah materi yang disuguhkan panitia.
Begitu pula dengan kemasan acara yang
apik, sangat memungkinkan peserta untuk dapat menjalin interaksi dengan para pembicara. “Tema-tema yang disuguhkan sesuai dengan kebutuhan sejawat ketika berpraktik, terutama bagi seDOK. HI
P
Suasana salah satu sessi ilmiah pada PIN IX Makassar. Tampak Dr. Faridin Pango, SpPD, K-R,
FINASIM sebagai pembicara.
K
Dr. Sally A. Nasution, SpPD,K-KV,
FINASIM selaku moderator.
Menurut Dr. Rino, gejala klinis infeksi virus hepatitis A sangat bervariasi,
mulai dari tanpa gejala hingga gangguan fungsi hati, namun umumnya tidak
berat. Kebanyakan 80 persen pasien
yang terinfeksi hepatitis tidak mengalami suatu gejala, sehingga pasien tidak sadar kalau dirinya sudah terinfeksi virus. Hanya sekitar 20 persen saja
yang menunjukkan gejala.
Ia menambahkan, setelah melewati
masa inkubasi selama 15-49 hari,
barulah pasien dapat merasakan gejala seperti misalnya, lemas, mual, muntah, demam, dan kadang diare. "Hepa-
Salah satu work shop pada PIN IX Makassar, Dr. Dono Antono, SpPD,
K-KV, FINASIM sebagai narasumber.
mampuan yang diperlukan dalam menjalankan profesinya,” ujar internis yang
berpraktik di RSUD Dr. Arifin Ahmad
Riau ini.
Lebih jauh, Dr. Rayendra yang juga
Ketua PAPDI Cabang Riau ini mengakui
mendapat manfaat yang besar mengikuti PIN. Menurutnya tema-tema PIN
jawat yang ada di daerah. Selain itu, PIN
Makassar menjadi kesempatan bagi
dokter-dokter di wilayah Timur untuk saling bersilaturahmi,” ujar Prof. Syamsu.
Pada kegiatan PIN ini materi di bidang ilmu penyakit dalam di bahas secara holistik. Salah satu perserta dari
Kepulauan Riau, Dr. Rayendra, SpPD,
PAPDI Peduli
KLB Hepatitis A
Kasus hepatitis A yang merebak di
beberapa daerah membuat resah
masyarakat. Pada waktu bersamaan beberapa daerah di Jawa Barat
seperti Bandung, Depok, Tasikmalaya,
dan Bogor telah ditetapkan sebagai Kejadian Luar Biasa (KLB) Hepatitis A.
Kondisi ini menjadi perhatian PB
PAPDI. Untuk itu, PB PAPDI bersama
Perhimpunan Peneliti Hati Indonesia
(PPHI) berbagi informasi dalam Konferensi Pers seputar Hepatitis A, di Kantor PB PAPDI, Gedung ICB Bumiputera,
Cikini. Hadir sebagai narasumber Ketua Umum PPHI DR. Dr. Rino A. Gani,
SpPD, K-GEH, FINASIM yang didampingi Wakil Sekretaris Jenderal PB PAPDI
dapat diaplikasikan ketika praktik. Dengan begitu ia dapat meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan kepada masyarakat.
Tema yang menarik membuat acara
yang berlangsung tiga hari ini setiap sesinya selalu dipadati peserta. Beberapa
tema workshop yang menarik perhatian
peserta diantaranya: resusitasi jantung
paru (RJP), strategi pemakaian obat anti
hipertensi pada hipertensi emergensi,
penanganan DHF berat, terapi insulin,
pemasangan akses vena & permasalahannya, terapi non operatif pada hemoroid, penatalaksanaan perioperative pasien penyakit dalam, endoskopi saluran
cerna: teknik dan interpretasinya dan
lain-lain.
Pada PIN IX ini juga dikenalkan program baru PB PAPDI yaitu Emergency in
Internal Medicine (EIMED) PAPDI. Program ini diawali dengan meluncurkan
buku panduan EIMED PAPDI. Menurut
Koodinator EIMED PAPDI, Dr. Bambang
Setiyohadi, SpPD, K-R, FINASIM buku ini
berisi kasus-kasus kegawatdaruratan
dalam Ilmu Penyakit Dalam. Buku ini terdiri dari tiga jilid, dan selanjutkan akan
diadakan workshop kegawatdaruratan
penyakit dalam bagi internis. Selain untuk internis, PB PAPDI juga merancang
program EIMED untuk dokter umum.
Di samping memperoleh ilmu dan
keahlian yang memang dibutuhkan dalam praktik, Kota Makassar menawarkan beberapa tempat wisata alam nan
indah. Tak ayal, sebagian peserta me-
manfaatkan kesempatan ini dengan
berwisata di kota Angin Mamiri. “Suatu
kehormatan bagi PAPDI Cabang Makassar dapat mengadakan PIN ini. Terimakasih kepada para sejawat turut
mensukseskan kegiatan ini sembari menikmati wisata di Makassar,” ujar Ketua
PAPDI Cabang Makassar ini. (HI)
DOK. HI
ertemuan Ilmiah Nasional (PIN)
PAPDI adalah kegiatan ilmiah Pengurus Besar Perhimpunan Dokter
Spesialis Penyakit Dalam Indonesia yang diselenggarakan setiap tahun
dengan mengulas perkembangan terbaru mengenai diagnosis dan tata laksana
seputar penyakit dalam. Pada 2011 lalu, PB PAPDI bekerjasama dengan PAPDI
Cabang Makassar menggelar PIN IX di
Hotel Clarion, Makassar, Sulawesi Selatan, 14-16 Oktober 2011 lalu. Kegiatan
ilmiah ini mengedepankan tema “Update in Diagnostic Procedures and
Treatment in Internal Medicine”.
Ketua Panitia PIN IX Prof. DR. Dr.
Idrus Alwi, SpPD, K-KV, FINASIM, FACC,
FESC, FAPSIC mengatakan kegiatan PIN
ini bertujuan membantu internis di seluruh Indonesia untuk meningkatkan ketrampilan dan meng-update ilmu pengetahuan khususnya di bidang Ilmu Penyakit Dalam. Dengan begitu, diharapkan
para internis mampu memperoleh pengetahuan dan ketrampilan tambahan
dalam rangka peningkatan pelayanan
secara holistik kepada pasien.
PIN IX dibuka langsung oleh Ketua
Umum PB PAPDI DR. Dr. Aru W. Sudoyo,
SpPD, K-HOM, FINASIM, FACP. Selanjutnya, acara diisi dalam bentuk simposium, temu ahli dan lokakarya dengan
pembicara yang kompeten. “Dalam pelaksanaan PIN, PIN di Makassar merupakan PIN dengan jumlah peserta terba-
13
PB PAPDI bersama PPHI menggelar Konferensi Pers tentang Hepatitis A di Kantor PB PAPDI, Gedung ICB
Bumiputera, Cikini, Jakarta. Hadir sebagai narasumber Ketua Umum PPHI DR. Dr. Rino A.Gani, SpPD, K-GEH,
FINASIM dan sebagai moderator Wakil Sekretaris Jenderal PB PAPDI Dr. Sally A. Nasution, SpPD, K-KV, FINASIM.
titis A termasuk jenis yang akut (berlangsung kurang dari 6 bulan). Sedangkan hepatitis B dan C biasanya hepatitis kronik (lebih dari 6 bulan)," katanya.
Untuk pengobatan infeksi virus hepatitis A dapat dilakukan secara suportif. Karena menurut Dr. Rino, tidak ada
obat untuk membunuh virus tersebut
secara langsung dan memang tidak
diperlukan obat-obatan. Pasalnya, virus
tersebut akan hilang dengan sendirinya
dalam darah. "Pengobatan supor tif
yang dimaksud misalnya, kalau pasien
muntah harus diberikan obat untuk mengurangi muntahnya. Atau jika pasien
kekurangan cairan, dapat diberikan
cairan infus untuk mengatasi kekurangan cairan tersebut," jelasnya.
14
INFO MEDIS
Halo Internis Q Edisi 20 Q Maret 2012
INTERNATIONAL SEPSIS FORUM 2011, Beijing, China:
nternational Sepsis Forum (ISF), 27 – 28 Oktober
2011 lalu, di Beijing merupakan kegiatan tahunan
pakar sepsis dunia, untuk membicarakan berbagai
perkembangan terbaru dan hasil penelitian terakhir
dalam berbagai aspek yang terkait dengan guidelines, imunopatogenesis, penelitian biomolekuler dan
penatalaksanaan mengenai sepsis.
Beberapa dokter dari Perhimpunan Dokter Spesialis
Penyakit Tropik Infeksi Indonesia (PETRI) hadir pada
acara tersebut. Diantaranya adalah Prof. Dr. Iskandar
Zulkarnain, SpPD, K-PTI, Prof. Dr. Djoko Widodo, DTM &
H, SpPD, K-PTI, Prof. Dr. Herdiman Pohan, SpPD, K-PTI,
Dr. Budi Riyanto, SpPD, K-PTI, DR. Dr. Suhendro, SpPD,
K-PTI, Dr. Samsirun Halim, SpPD, K-PTI,Dr. Soroy Lardo,
SpPD dan Dr. Hambali.
Pada forum itu, PETRI, setelah melalui suatu seleksi
yang ketat, mendapat kesempatan mempresentasikan
tiga poster penelitian dan satu laporan kasus. Keempat
tulisan tersebut dimuat dalam Critical Care 2011, 15
(Suppl 3). Ketiga judul penelitian diantaranya Lactate
Clearance as simple bedside instrument to predict
short term mortality of severe septic patients ( W Hambali, K Chen, D Widodo, E Dewiasty, HT Pohan, S Suwarto), Effect of low dose steroid on NF-kB and caspace3 intestinal expression in a sepsis mouse model. (HA
Guntur, HP Diding, HT Pohan, D Widodo). Low – dose
corticosteroid effect clinical improvement sepsis
patients with APACHE II score (S Devi, AG Hermawan).
Satu Laporan Kasus dari RSPAD Gatot Soebroto dengan
judul Pulmonary Embolism in Sepsis Patient Following
Appendectomy Surgery (S Lardo, A Arianne, K Chen).
Dalam kegiatan tersebut yang mendapatkan The
2011 Stephen F Lowry Young Investigator Award Sophie Mwinsa Chimese dari Department Of Internal Medicine, University Of Zambia, Lusaka Zambia dengan
judul Clinical characteristic, management, and outcomes of sepsis in Lusaka, Zambia. Penelitian ini mudah-mudahan memicu PETRI untuk melakukan penelitian karakteristik dan manajemen sepsis di Indonesia.
I
DOK. HI
An Up Date on Sepsis
Sepsis Sebagai Tantangan
Ahli Penyakit Dalam
Beberapa Clinical Trial
Kegiatan Ilmiah
Pada forus tersebut ada tiga sesi, yaitu plenary session, palarel session dan clinical trials. Dalam plenary
session dibahas tentang definisi dan paradigma baru
Sepsis. Kriteria Sepsis yang dicetuskan oleh Riger
ertepatan Hari AIDS Sedunia, PB PAPDI menggelar
Konferensi Pers mengenai “Pedoman Nasional
Pelayanan Kedokteran (PNPK) HIV/AIDS”, di Munik Restoran, Matraman, Jakarta pada 1 Desember
2011 lalu. Memerangi penyakit HIV/AIDS merupakan
salah satu dari delapan target pembangunan untuk
pencapaian Millenium Development Goals (MDGs).
Hingga kini, berbagai upaya menekan prevalensi
HIV/AIDS telah dilakukan tetapi belum optimal. Pada
kenyataan terdapat empat masalah utama dalam
pemberantasan penyakit ini di Indonesia yaitu deteksi
dini infeksi HIV, ketersediaan obat yang terbatas di
Masyarakat, kemampuan petugas kesehatan yang belum optimal dalam penanganan kasus-kasus HIV, baik
dalam aspek preventif, promotif, kuratif, dan rehabilitasi serta keterbatasan sarana dan prasarana.
Untuk itu, PB PAPDI terpanggil me+nyusun PNPK
HIV/AIDS sebagai panduan bagi para petugas kesehatan dalam menangani kasus-kasus HIV/AIDS. PNPK
HIV/AIDS dibuat oleh tim yang berasal dari multidisiplin
baik dari profesi kesehatan maupun institusi pendidikan kedokteran. Selanjutnya, PNPK akan disahkan oleh
Kementerian Kesehatan dan menjadi asupan bagi seluruh petugas kesehatan terutama yang bekerja di rumah
sakit dalam menangani pasien HIV/AIDS. "Keberadaan
buku pedoman ini sangat penting bagi para medis di
rumah sakit hingga klinik, karena dapat dipakai pegangan dalam mengobati penderita HIV/AIDS," ungkap
Ketua Umum PB PAPDI DR. dr. Aru W. Sudoyo, SpPD, K-
sudah fase III dengan target
TLR pada inflamasi sistemik.
Penelitian
lain
adalah
PROWESS Shock: activated
protein C in septic shock
sebagai studi penting, walaupun belum merupakan obat
yang menjanjikan namun tetap dalam tataran riset.
Selain itu ada penelitian
tentang EGDT melalui ProCeSS, ARISE and ProMISE
untuk memfasilitasi standarisasi EGDT dalam optimalisasi tim sepsis dalam penaRombongan Petri Indonesia dari kiri: DR. Dr. Suhendro, SpPD, K-PTI; Dr. Samsirun Halim, SpPD; Prof. Dr. Djoko
talaksanaan sepsis. Clinical
Widodo, SpPD, K-PTI; Prof. Dr. Herdiman Pohan, SpPD, K-PTI; Prof. Dr. Iskandar Zulkarnain, SpPD, K-PTI;
Dr. Budi Riyanto, SpPD, K-PTI; Dr. Soroy Lardo, SpPD dan Dr. Hambali.
Trial yang akan dilaksanakan
ke depan adalah A large trial of corticosteroid treatBone dengan Bone Criteria perlu penegasan kembali
dengan paradigma terbaru dimana sepsis terdiri dari
ment of septic shock – The Escape Study. Penelitian ini
bertitik tolak terhadap ‘jatuh bangunnya’ pemberian
dua kriteria, yaitu sepsis dan syok sepsis.
steroid. Dalam The Surviving Sepsis Campaign 2008
Pada sesi lain juga dibahas aspek biomolekuler dan
penggunaan dosis rendah kortikosteroid masuk low
imunologi sepsis. Topik The epithelium in sepsis membahas bahwa suatu kejadian MODS terkait dengan
grade recommendation. Berdasarkan kontroversi tersebut, akan dilakukan suatu studi multisenter dengan
berbagai pathway yang menyebabkan disregulasi sistem imun berelaborasi dengan sitokin, oksidan, enzim
jumlah kasus yang besar yaitu ESCAPE study melalui
yang merusak jaringan dan mediator proinflamasi lainANZICS clinical trials group.
nya. Walaupun sampai saat ini proses biokimia dan
basis biologi yang mendasari belum dipahami terkait
dengan histopatologi MODS. Namun yang diyakini saat
ini MODS disebabkan oleh disfungsi sel parenkim pada
multipel organ yang disebabkan memburuknya sistem
Bagaimanapun dengan meningkatnya kasus infeksi
kontrol respon inflamasi. Terdapat harapan bahwa dedengan berbagai komorbid penyakit, baik di daerah
rangements formasi dan fungsi struktur khusus pada
maupun di pusat rujukan, kasus sepsis hendaknya
sel epitel TJs (tight junctions) mungkin merupakan faktor utama terhadap disfungsi pada paru, hati, sistem
menjadi perhatian penting bagi setiap ahli penyakit
saluran cerna dan ginjal yang dikaitkan dengan sepsis
dalam, terutama dalam pemahaman EGDT berdasaryang disebabkan disregulasi proses inflamasi.
kan Sepsis Campaign. Hal utama yang perlu menjadi
perhatian adalah upaya dan usaha bersama untuk senantiasa belajar dan berusaha meningkatkan kompetensi dalam penatalaksanaan sepsis dengan berusaha
Dalam sessi yang lain, dipresentasikan beberapa cli‘berguru’ pada pakarnya serta selalu sharing dari
nical trial yang sedang berjalan dan direncanakan deberbagai kasus sepsis yang dihadapi. Dengan demingan skala besar. Diantaranya penelitian ACCES – Eritokian, melalui kolaborasi sebagai tim sepsis, kesungrian, TLR4 antagonist pada sepsis berat sebagai antaguhan, keikhlasan dan jangan lupa “bekerjasama” degonis yang berfungs sebagai inhibitor kompetitif terhangan keluarga pasien menjadi hal penting dalam keberdap endotoksin pada level kompleks MD2TLR4, yang
hasilan penatalaksanaan sepsis. (HI)
PNPK HIV/AIDS:
B
KABAR PAPDI
Harapan Baru dalam Upaya
Penanggulangan AIDS
DOK. HI
HOM, FINASIM, FACP.
Koordinator Tim PNPK, DR. Dr. Ari Fahrial Syam,
SpPD, K-GEH, FINASIM, MMB, FACP menjelaskan
panduan ini berisi tentang strategi: pencegahan HIV,
diagnosis HIV, pencegahan dan tatalaksana infeksi
oportunistik, obat anti retroviral (ARV) dan pencegahan penularan HIV dari ibu ke bayi. Buku ini juga
menyampaikan 72 rekomendasi untuk penanganan
kasus HIV/AIDS di Indonesia.”Kemampuan petugas
kesehatan yang belum optimal dalam menangani kasus HIV/AIDS menjadi salah satu kendala pemberantasan penyakit ini. Pedoman ini bisa menjadi panduan
bagi petugas kesehatan,” ujar Dr. Ari yang juga koordinator bidang advokasi PB PAPDI.
Terapi antiretroviral dapat menurunkan risiko penularan. Hal tersebut didukung oleh suatu peer-reviewed study
yang mendapatkan bahwa pemberian
terapi ARV kepada orang dengan
HIV/AIDS (ODHA) dapat menurunkan
penyebaran virus Human Immunodefficiency Virus (HIV) hingga 92%. Untuk
itu, Prof.Dr. Zubairi Djoerban, SpPD,KHOM, FINASIM, Tin PNPK sekaligus
penggiat HIV/AIDS menghimbau pemerintah agar ketersediaan dan kelengPB PAPDI menggelar Konferensi Pers dalam rangka Hari AIDS Sedunia. Pada acara tersebut
kapan ARV terus diupayakan. (HI)
hadir sebagai narasumber Prof. Dr. Zubairi Djoerban, SpPD, K-HOM, FINASIM, dan
Kooordinator PNPK DR. Dr. Ari Fahrial Syam, SpPD, K-GEH ,FINASIM, MMB, FACP.
INFO MEDIS
Halo Internis Q Edisi 19 Q Maret 2012
Dr. Bambang Subagyo, SpPD, FINASIM, MM
Tim Advokasi Medicolegal PAPDI Cabang Jakarta Raya, Dewan Etik dan Pembelaan Anggota PB PAPDI
Lima C Untuk Membuat
Informed Consent
Pertanyaanya adalah, bagaimana dokter harus melakukan komunikasi tersebut? Prinsip dari suatu komunikasi dokter-pasien yang etis, adalah komunikasi dua
arah yang bersifat horizontal, sederajat, antara pasien
dan dokter. Lebih ideal lagi apabila komunikasi berjalan
timbal-balik ini, dan bisa berkembang menjadi semacam
diskusi. Disini dokter karena keilmuannya menjadi narasumber, karena lebih memahami masalah medis yang
dihadapi pasien. Namun pasien adalah pemilik sah dari
tubuhnya, yang posisinya harus dihormati oleh dokter.
Siapapun tanpa izin pasien, tidak berhak melakukan tindakan medis pada tubuhnya .
Problemnya adalah dokter harus
memberikan informasi pada seseorang yang sedang mengalami kondisi
yang tidak biasa, pasien yang sedang
berada dalam kondisi bingung, stres,
kesakitan, dan lain sebagainya,
umumnya sulit untuk menerima informasi Bagaimanapun juga, dokter harus bisa memberikan informasi tsb,
dan pasien harus dapat memahami
materi yang diinformasikan oleh dokter Harus diingat tujuan dari lang kah
pertama ini, adalah agar pasien memahami informasi
yang diberikan dokter, Atau dengan kata lain, dokter harus mampu membuat pasien menjadi informed
15
rus dilakukan tindakan medis itu, apa komplikasi/risiko yang akan dihadapi pasien, bila tidak dilakukan tindakan medis, apakah ada alternatif tindakan medis diluar tindakan medis yang direncanakan, bagaimana tindakan medis tadi akan dilakukan, seberapa besar peluang keberhasilannya, dan lain-lain.
Pasien/keluarganya harus mendapat informasi tentang masalah masalah tersebut dengan sejelas-jelasnya. Bila diperlukan, pasien boleh melakukan klarifikasi
dan mencari second opinion pada dokter lain.
Klarifikasi menjadi penting, karena dengan adanya
klarifikasi pasien akan memperoleh pencerahan dari
masalahnya. Artinya pasien/keluarganya benar-benar
akan memahami alasan dokter merencanakan tindakan tersebut. Jadi pasien yang informed, ditambah dengan klarifikasi, akan semakin meningkat pemahamannya, sehingga akan menjadi pasien yang tercerahkan (enlightened).
Selain itu dokter juga harus melakukan klarifikasi
pada pasien. Harus dinilai apakah persepsi pasien/keluarga terhadap tindakan medis yang direncanakan
oleh dokter, telah sesuai dengan persepsi yang diharapkan oleh dokter. Bila ternyata belum ada kesamaan
persepsi antara dokter dan pasien, dokter jangan segan mengulangi lagi langkah yang sudah dilakukan.
Tujuan dari klarifikasi agar pasien/keluarga benarbenar telah dapat memahami: mengapa, untuk apa, dan bagaimana tindakan medis yang direncanakan oleh
dokter tadi. Jadi untuk memperoleh
informed consent harus ada clarification, yang dilakukan baik oleh dokter,
maupun oleh pasien.
Lima C untuk
Informed consent:
I
nformed consent merupakan salah satu isu sentral
dari etika medis yang berlaku pada saat ini, karena
terkait penghormatan dokter pada otonomi pasien.
Sehingga pada saat ini dokter akan dianggap melanggar kode etik, apabila nekat melakukan tindakan
medis, tanpa informed consent. Bahkan dimasa sekarang pelanggaran etika terkait informed consent, berpotensi menjadi sengketa hukum karena beberapa negara telah memberlakukan pelanggaran informed consent, sebagai pelanggaran hukum yang bisa dipidana.
Walaupun begitu sampai sekarang masih ada dokter
yang merasa kesulitan dalam membuat informed consent. Padahal ketrampilan ini, merupakan ketrampilan
dasar yang mutlak harus sudah dikuasai oleh semua
dokter pada saat ini.
Meskipun telah banyak diterbitkan buku, juga tulisan dalam majalah medis, tentang informed consent,
bahkan banyak juga penulis yang membahas dengan
panjang lebar, akan tetapi tidak banyak yang menulis
dari sisi praktisnya. Khususnya bagaimana membuat
informed consent yang praktis, tetapi memenuhi persyaratan etika dan hukum. Padahal resep praktis seperti itu, sangat diperlukan oleh para dokter
Empat Langkah, Lima
Aktivitas
Kita ketahui bahwa proses informed consent harus
melewati serangkaian langkah, dimulai pada saat dokter memberikan informasi kepada pasien, dan diakhiri
sewaktu pasien telah memberikan consent kepada
dokter. Informasi yang diberikan dokter harus jelas, sehingga pasien dapat memahami maksudnya. Sedangkan consent yang diberikan pasien kepada dokter ,juga
harus jelas dan dapat dibuktikan keabsahannya secara
hukum.
Informed consent adalah aktivitas bersama dokterpasien. Minimal harus ada empat langkah dari aktivitas-aktivitas yang dilakukan dokter dan pasien, pada
pembuatan suatu informed consent yang baik dan
benar, yaitu:
Pertama, informed consent harus dibuat melalui
komunikasi dokter pasien. Jadi langkah dokter paling
awal adalah menciptakan communication dengan pasien. Namun disini bukan sembarang komunikasi karena ini merupakan komunikasi etis, dan komunikasi
yang harus bisa memberi pencerahan pada pasien. Disebut komunikasi etis, karena tidak boleh menabrak
rambu-rambu etika, termasuk etika medis. Dan menjadi komunikasi yang mencerahkan, karena informasi
yang diberikan harus membuat pasien mampu memahami, alasan mengapa diperlukan tindakan medis
tersebut.
• Communication
• Condition
• Competent
• Clarification
• Concent
Kedua, hal lain yang sangat penting, sehingga harus diperhatikan oleh dokter, ialah dokter harus memahami bagaimana kondisi klinis pasien dan terutama
kompetensi dari pasien, pada saat dokter akan memberikan informasi tersebut. Jika yang dihadapi dokter, adalah pasien dewasa yang sadar dan kompeten, maka informed consent harus terjadi antara dokter dan pasiennya. Artinya informasinya harus diberikan oleh dokter,
dan consent-nya harus diberikan oleh pasien nya sendiri. Tetapi untuk pasien anak-anak, atau pasien dewasa
yang tidak kompeten secara hukum, maka hukum
mengharuskan consent diberikan oleh pihak ketiga,
yaitu: orang tua, wali, atau orang yang dikuasakan, dan
lain-lain, tentu saja setelah mereka memperoleh informasi yang cukup dari dokter
Apakah yang dimaksudkan dengan pasien yang kompeten? Dalam llmu hukum yang dimaksudkan dengan
individu yang tidak kompeten, adalah mereka yang karena sesuatu hal, dianggap tidak mampu bertindak sebagai subyek hukum. Tidak sah untuk bertindak mewakili
dirinya sendiri, termasuk memberikan persetujuan pada
informed consent. Adapun yang termasuk pada orangorang yang tidak kompeten menurut hukum, diantaranya adalah: mereka yang belum dewasa, penderita keterbelakangan mental, tidak sadar, pikun, gila dan sebagainya. Pada pasien yang tidak sadar, tetapi memerlukan tindakan darurat untuk menyelamatkan jiwanya,
untuk sementara informed consent dapat ditinggalkan.
Tindakan penyelamatan jiwa harus didahulukan, tetapi
informed consent tetap harus dilakukan, yaitu nanti
pada saat pasien tadi telah sadar, dan mampu menerima informasi
Jadi pemahanan dokter pada kondisi klinis pasien
dan kompetensi pasien sangat penting, karena menentukan kualitas dan sahnya suatu informed consent
Mengingat kondisi pasien dan kompetensinya, adalah
dua hal yang kadang-kadang sulit dipisahkan. Maka
penilaian patients condition dan competent sebaik nya
dilakukan sekali jalan dalam satu langkah
Ketiga,
selain memberikan informasi kepada pasien, dokter juga harus mau memberikan penjelasan
(clarification ). Minimal pasien harus tahu mengapa ha-
Keempat, consent merupakan
tujuan akhir dari proses informed
consent. Karena setelah pasien/keluarga telah mendapatkan klarifikasi,
diharapkan dengan pemahaman yang
telah diperoleh, pasien dapat mengambil keputusan
untuk mengabulkan, tindakan medis atau pasien
bersedia memberikan consent.
Yang lebih penting lagi, adalah harus ada jaminan
bahwa consent yang diberikan oleh pasien, betul-betul
terjadi karena kesadaran dari pasien, bukan persetujuan karena pasien menerima intimidasi, atau telah
direkayasa oleh dokter. Informed consent yang direkayasa, sehingga ada resiko pelanggaran etik dan hukum. Dokter seharusnya menghindari informed consent yang demikian.
Dokter dan Pasien
Yang Powered
Informed consent yang baik, harus dibuat melalui
suatu aktivitas Communication dokter-pasien. Dimana
dokter harus selalu mempertimbangkan patient Condition dan Competent dari pasien tersebut. Lewat proses komunikasi, pasien yang semula tidak tahu masalahnya, menjadi pasien yang informed, Selanjutnya dokter maupun pasien, melakukan proses Clarification.
Sehingga pasien akan makin tercerahkan alias enlightened. Terakhir karena pasien sudah memahami masalahnya, pasien tersebut akan menjadi powered, sehingga Concent pada tindakan medis yang direncanakan
Suatu kebetulan kata kata : Communication, Condition, Competent, Clarification dan Consent, semuanya
diawali oleh huruf C Sehingga dengan mengingat ada
lima C yang harus dilakukan dalam aktivitas pembuatan informed consent. Atau lewat jurus lima-C menjadikan pembuatannya menjadi lebih mudah.
Dengan menjadikan lima-C ini menjadi jurus andalan
dalam pembuatan informed consent, diharapkan tidak
ada dokter yang tidak menguasai pembuatannya sehingga nanti tidak akan ada lagi, dokter yang harus
menghadapi masalah etika atau hukum terkait dengan
informed consent. Karena dokter akan makin enlighted tentang informed consent, sehingga menjadi powered. Semakin percaya diri karena telah piawai, sehingga jauh dari pembuatan informed consent yang tidak benar
Tentu saja jurus lima-C ini, masih jauh dari sempurna, Namun rasanya jurus ini bisa diandalkan, cukup
memadai untuk digunakan sebagai panduan praktis
dalam praktik dokter sehari hari.
16
SOSOK
Halo Internis Q Edisi 20 Q Maret 2012
Prof. DR. Dr. Idrus Alwi SpPD, KKV, FINASIM, FACC, FESC, FAPSIC
Terus Bergerak
A
wal tahun 2012, Prof. DR. Dr.
Idrus Alwi SpPD, KKV, FINASIM,
FACC, FESC, FAPSIC telah melewati satu lagi pencapaian dalam
perjalanan hidupnya. Dalam
usia relatif muda, ia resmi dikukuhkan
sebagai Guru Besar Tetap dalam Ilmu
Penyakit Dalam di Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia. Dalam pidatonya, ia memaparkan mengenai sel punca (Stem Cell), bidang yang dapat dikatakan masih baru namun sangat memberi harapan dalam dunia kedokteran.
"Sel punca, memang belum sampai
pada tahap aplikasi secara luas pada
pasien. Sejauh ini, aplikasi sel punca
pada penyakit kardiovaskular masih pada tahap riset," ujar pria kelahiran
Palembang, 22 Maret 1962 ini. Namun
harapan yang dibawa oleh sel punca
sedemikian luar biasa, sehingga riset
bidang ini di dunia mengalami perkembangan pesat beberapa dasawarsa terakhir. "Stem sel di bidang jantung dilakukan pada penyakit jantung tahap akhir
dan untuk pasien dengan infark miokard
akut," ujarnya dalam perbincangan dengan Halo Internis.
Dan Indonesia, untuk bidang satu
ini tidak mau ketinggalan. Selain sebagai salah satu pelopor terapi sel punca
di Asia Tenggara, Indonesia juga merupakan salah satu negara pertama di
Asia selain Hongkong yang memiliki
alat NOGA. "Alat tersebut digunakan
dalam pemetaan (mapping) dan injeksi
stem sel pada otot jantung," ujar Prof.
Idrus.
Di negara ini, Prof. Idrus merupakan
salah satu ahli yang ingin mengembangkan sel punca untuk penyakit jantung. Ia tertarik mendalami sel punca
karena stem sel dianggap sebagai batas akhir pengobatan berbagai penyakit. "Ini opsi terakhir. Salah satu terapi
untuk jantung memang bisa dilakukan
pemasangan stent tapi hal tersebut
tidak mampu memperbaiki jaringan
yang rusak. Sedangkan transplantasi
juga tidak mudah dilakukan," ujar pria
yang pernah mengunduh ilmu tentang
stem cell di Amerika ini.
Perhatiannya di bidang sel punca,
juga membuktikan bahwa Prof Idrus
memiliki pikiran terbuka terhadap
berbagai bidang ilmu.
Sebelumnya, Prof. Idrus di bidang
penyakit jantung mendalami inflamasi
dan ketimbang meneliti obat-obatan
sintetis, ia justru meneliti kurkumin
sebagai anti inflamasi. Ketua Divisi
Kardiologi Departemen Penyakit Dalam
FKUI/RSCM ini memilih herbal karena
ditinjau dari efek samping, relatif tidak
memiliki efek samping.
“Filosofinya seperti
orang berenang, jika
berhenti maka akan
tenggelam. Namun
semuanya harus punya
arah, goal, dan sasaran
bergerak.”
"Kita tidak boleh menutup mata terhadap perkembangan yang terjadi. Visi
kita tidak boleh satu titik. Tidak boleh
hanya fokus pada satu pandangan,"
ujarnya tentang berbagai riset yang
dilakukannya.
Untuk memperdalam bidang jantung
termasuk sel punca, Prof. Idrus menimba ilmu ke manca negara dan juga tentunya kepada ahli sel punca yang juga
ahli penyakit jantung, Prof. DR. Dr. T.
Santoso, SpPD, KKV, FACC, FESC. "Beliau memang mempersiapkan penerus
di bidang stem sel," ujar Koordinator
Terapi Sel Punca pada Penyakit Jantung FKUI/RSCM ini.
Dengan tekun, Prof. Idrus terus
memperkaya ilmu pengetahuannya di
bidang medis terutama jantung. Ia
Prof. Idrus dan istri, saat pengukuhan sebagai Guru Besar FKUI.
Prof. DR. Dr. Idrus Alwi SpPD, KKV, FINASIM, FACC, FESC, FAPSIC.
mengakui, jadwalnya padat, sehingga
ia kini jarang melakukan olahraga fitness yang dulu sering dilakukannya.
Meski demikian, Prof. Idrus selalu
tampil segar dan prima di setiap acara
ataupun dalam aktivitas keseharian. Salah satu resep Ketua Perhimpunan Ahli
Penyakit Dalam Indonesia Cabang Jakarta Raya (PAPDI JAYA) ini adalah menikmati setiap kegiatan yang dilakukan.
Profesi, organisasi, keluarga, semua
mendapat prioritas dalam hidup Prof.
Idrus. "Justru semua hal itu membuat
hidup kita berwarna," ujarnya.
Prof. Idrus mengatakan tidak pernah
ngoyo untuk mencapai sesuatu. "Semua sudah ada yang mengatur, yang
terpenting adalah kita melakukan apapun sebaik-baiknya," ujarnya tersenyum.
Pernikahannya dengan DR. Dr Dwiana Ocviyanti, SpOG(K) telah menghadirkan 3 orang anak yang juga mengikuti jejak orang tuanya sebagai ahli
medis.
"Saya tidak pernah mengarahkan
mereka mau menjadi apa. Demikian juga dalam belajar, saya tidak pernah
mem-push anak-anak," ujarnya. "Mungkin saja mereka melihat orang tuanya
enjoy, maka mereka juga tertarik (dengan dunia medis)."
Sama seperti halnya Prof. Idrus
saat remaja, ia juga tidak pernah diminta orang tuanya untuk menjadi ahli
medis. Menurut Prof. Idrus, keluarganya dulu tidak hidup kekurangan juga
tidak berlebih. Orang tuanya selalu
menekankan pentingnya pendidikan.
Salah satu pesan yang diingat Prof.
Idrus adalah, "Jika mau hidup senang,
harus dengan ilmu."
Maka selepas dari SMA Xaverius I,
Palembang, anak dari pasangan H. Alwi
Idrus Shahab (alm.) dan H. Nafisah
hengkang ke Jakarta untuk belajar di
FKUI. Sebagai anak pertama, ternyata
langkah Prof. Idrus juga diikuti oleh adikadiknya. Dari 12 orang bersaudara, 9
orang menjadi dokter, 1 orang dokter
gigi, dan yang lain mendalami teknik.
Prof.
Idrus
ter tawa
ketika
ditanyakan bagaimana rasanya menghadapi lingkungan yang 'serba dokter',
mulai dari lingkungan pekerjaan, anak,
isteri, hingga saudara kandung. "Saya
jika bertemu adik-adik tidak bicara
kedokteran," ujarnya. "Keluarga besar
biasanya kumpul saat lebaran."
Terlebih, beberapa saudaranya juga
bertempat tinggal di luar kota.
Hal yang sering dilakukan Prof. Idrus
bersama istri dan putranya saat libur
adalah travelling atau kuliner. Restoran
Jepang adalah salah satu favorit keluarga Prof. Idrus.
Di luar aktivitasnya di bidang kedokteran, Prof. Idrus menaruh perhatian
khusus pada organisasi PAPDI. "PAPDI
perlu berorientasi pada masyarakat untuk memberikan pelayanan yang terbaik," ujarnya. Visi PAPDI ke depan harus memberikan yang terbaik untuk
masyarakat. "Intinya, selain untuk kesejahteraan anggotanya, juga untuk
memenuhi kebutuhan masyarakat khususnya di bidang kesehatan."
Ia memaparkan, kualitas internis
yang baik lahir dari proses yang baik
dengan tiga pilar yaitu pendidikan, penelitian, dan pelayanan. Menurutnya,
upaya peningkatan kualitas harus dilakukan secara terus menerus. "Filosofinya seperti orang berenang, jika berhenti maka akan tenggelam. Maka
agar tidak tenggelam, berenang bisa
dilakukan dengan berbagai gaya. Namun semuanya harus punya arah, goal,
dan sasaran bergerak," ujar Prof. Idrus
menutup pembicaraan. (HI)
KABAR CABANG
Halo Internis Q Edisi 19 Q Maret 2012
17
PIN X PB PAPDI, Balikpapan 28 Juni – 1 Juli 2012
Welcome to East Borneo in Celebrating
A Decade of PIN PAPDI
Hotel Grand Senyiur, Balikpapan, tempat bakal berlangsungnya acara PIN X PAPDI.
iagnosis dan pengobatan adekuat
hanya dapat dilakukan oleh dokterdokter yang kompeten. Peningkatan
kompetensi, baik ketrampilan maupun
ilmu pengetahuan kedokteran, dapat diperoleh lewat berbagai cara, diantaranya simposium, pelatihan dan lain-lain.
Pengurus Besar Perhimpunan Dokter
Spesialis Penyakit Dalam Indonesia (PB
PAPDI) setiap tahunnya menyelenggarakan Pertemuan Ilmiah Nasional (PIN)
PAPDI yang bertujuan membantu para
dokter, terutama internis yang tersebut
di seluruh Indonesia untuk meningkatkan skill dan meng up date ilmu pengetahuan, khususnya di bidang ilmu penyakit dalam. ”Dengan adanya PIN ini diharapkan dokter spesialis penyakit dalam dapat memperoleh pengetahuan
D
dan ketrampilan tambahan dalam rangka peningkatan pelayanan secara holistik kepada pasien,” kata Ketua Pelaksana PIN Prof. DR. Dr. Idrus Alwi, SpPD, KKV, FINASIM, FACC, FESC, FAPSIC
Pada 2012 ini pengurus pusat telah
menetapkan PAPDI cabang Kalimantan
Timur menjadi tuan rumah PIN X. Panitia
yang terdiri dari pengurus pusat dan cabang akan menggelar acara di Hotel
Grand Senyiur, Balikpapan, Kalimantan
Timur, 28 Juni – 1 Juli 2012. Dengan
mengusung tema “Update in Diagnostic
Procedures and Treatment in Internal
Medicine” diharapkan menjadi daya tarik tersendiri bagi Internis untuk mempelajari kasus-kasus yang kerap dijumpai disaat praktik. Ditambah lagi dengan
kemasan yang menarik, berupa kuliah
umum, temu ahli dan workshop, memudahkan peserta untuk berinteraksi lebih
jauh dengan para pembicara yang pakar
dibidangnya. “PIN diminati para dokter,
terutama internis. PIN X ini diperkirakan
lebih banyak pesertanya, karena bertepatan dengan libur sekolah. Para dokter
dapat membawa keluarga sembari menikmati tempat wisata di Kalimantan Timur. Panitia optimis dapat menyukseskan acara ini,” kata Ketua PAPDI cabang
Kalimantan Timur Dr. Carta Agrawanto
Gunawan, SpPD, K-PTI, FINASIM.
Dr. Carta menambahkan pada PIN di
Balikpapan nanti akan ada acara baru,
yaitu pelatihan Emergency In Internal
Medicine (EIMED). Pelatihan EIMED diselenggarakan selama tiga hari dengan
membahas tema-tema kegawatdaruratan dalam Penyakit Dalam. Para peserta
Ketua PAPDI Cabang Kalimantan Timur Dr. Carta
Agrawanto Gunawan, SpPD, K-PTI, FINASIM.
KOPAPDI XV, Medan 12 – 15 Desember 2012
Selamat Datang di Kota Medan,
Selamat Berkongres
P
erhelatan akbar Kongres Nasional
Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia (KOPAPDI)
XV akan digelar pada 12-15 Desember di Medan, Sumatera Utara.
PAPDI Cabang Sumatera Utara terpilih
menjadi tuan rumah tiga tahun lalu pada KOPAPDI XIV di Jakarta. Pada saat
itu, PAPDI cabang Sumatera Utara
merupakan kandidat yang dinilai paling
siap menjadi penyelenggara kongres.
“Sebelum berangkat ke Kongres di Jakarta, kami telah mempersiapkan diri
menjadi tuan rumah. Kami telah membawa surat dukungan dari Gubernur
Sumatera Utara,” kata Ketua PAPDI
cabang Sumatera Utara Prof. DR. Dr.
Harun Alrasyid, SpPD, SpGK, FINASIM,
pada kesempatan itu.
KOPAPDI XV mengusung tema “ 55
Tahun Peran Professional PAPDI Menapak Era Globalisasi di Tengah Masyarakat Indonesia dan Kedokteran Universal”. Menurut Prof. Harun, tema ini
mengingatkan internis untuk selalu meningkatkan kemampuan dan pengetahuan supaya dapat memberikan pelayanan kesehatan lebih baik lagi di tengah masyarakat global. Bagi Kota Medan, tambah Prof. Harun, acara ini
akan membuktikan kepada masyarakat
Sumatera Utara bahwa internis di Indonesia tak kalah dibanding negeri tetangga. “Ada sebagian masyarakat disini yang mempercayai soal kesehatannya untuk berobat ke Malaysia, padahal kita juga memiliki skill yang cukup,”
kata Prof. Harun, menyayangkan.
Seperti biasa, KOPAPDI selalu ramai
dihadiri oleh internis. Begitu pula pada
Ketua PAPDI Cabang Sumatera Utara Prof. DR. Dr.
Harun Alrasyid, SpPD, SpGK, FINASIM.
Danau Toba.
KOPAPDI XV di Medan nanti. Para sejawat akan tumpah ruah di empat hotel
bintang lima yaitu Hotel JW Marriot
International, Hotel Grand Aston, Hotel
Aryaduta International, dan Hotel Santika yang berdekatan. Berbagai acara
telah dikemas panitia dengan apik,
seperti sidang organisasi yang menjadi
agenda utama kongres, simposium
ilmiah, workshop, konvokasi, gala dinner, bakti sosial dan olah raga.
Rencananya, kongres akan dibuka
oleh Kementerian Kesehatan Dr. Endang Rahayu Sedyaningsih sekaligus
memberi orasi pada plenary lecture. Sementara, Gubernur Sumatera Utara
akan bersama peserta kongres pada
malam keakraban. Dan yang memberi
orasi memorial lecture pada konvokasi
adalah Ketua PMI Yusuf Kalla yang juga
mantan wakil Presiden RI. Di samping
undangan dari institusi pemerintah dan
tokoh nasional, nuasa kongres lebih
terasa mendunia dengan diundangnya
akan dibekali ketrampilan menangani pasien emergensi baik di hospital maupun
prehospital. Dengan begitu, diharapkan
internis mampu mengambil keputusan
medis yang terbaik di tengah keterbatasan fasilitas dan waktu yang ketat.
Di samping up date pengetahuan, para sejawat dapat menikmati tempat belanja dan wisata alam Kota Modern Balikpapan. Bagi yang ingin memiliki cinderamata berupa permata dan kerajinan
tangan khas Kalimantan Timur, dapat
mengunjungi Pasar Kebon Sayur. Sementara budaya asli suku Dayak beserta keseniaan khasnya dapat ditemui
wisata Budaya Pampang. Untuk menikmati keelokkan alam Tanah Borneo tempat wisata seperti Pantai Melawai, Pantai Manggar, Bukit Bangkirai (Canopy
Bridge), menjadi pilihan yang tepat.
Penggemar kuliner tentunya tidak akan
melewatkan kelezatan kepiting, udang
galah, ikan patin yang banyak dijumpai
di Balikpapan. Selain itu, Pulau Derawan, Kakaban, Sangalaki, dan Maratua
menawarkan keindahan wisata bawah
laut. Daerah wisata ini telah tersohor di
mancanegara surganya para penyelam
dengan keramahan habitat laut seperti
karang laut, ikan hias, penyu hijau, dan
ubur-ubur.
Kekayaan budaya Kalimantan Timur
serta keramahan wisata alam nan elok
akan memanjakan sejawat saat mengikuti PIN. Besar harapan panitia, para
sejawat bersama keluarga dari seluruh
Indonesia dapat hadir di PIN X. Kami
tunggu kedatangan sejawat di Kota
Balikpapan. (HI)
Presiden International Society of Internal
Medicine
(ISIM), dan Asean
Federation of Internal
Medicine
(AFIM).
Di tengah padatnya acara, peserta akan dimanjakan dengan berbagai wisata di Kota Medan. Danau
Toba menjadi tujuan wisata yang
tak boleh dilewatkan. Panorama alam
Danau Toba nan indah akan menjadi
kenangan yang tak terlupakan. Begitu
pula dengan wisata budaya Istana Maimun yang membuat decak kagum pengunjung. Istana Sultan Deli yang dibangun 1888 ini bukan saja usianya yang
tua, tapi juga memiliki desain interior
yang indah dengan memadukan budaya Melayu Islam, Spanyol, India, dan
Arab. Selain itu juga ada wisata kuliner
dengan cita rasa Nusantara yang tersebar di Kota Medan.
KOPAPDI kali ini akan selalu diingat
karena waktu pelaksanaanya yang unik,
serba dua belas. Panitia berencana akan
membuka kongres ini pada tanggal 12 di
bulan 12 tahun 2012 dan tepat pada pukul 12 waktu setempat. “Tanggal ini karena kebetulan saja, tidak ada arti yang
aneh-aneh. Moment ini unik, jadi kita
manfaatkan agar mudah dikenang, insya
Allah,” ujar Prof. Harun Alrasyid, berharap. (HI) Website PB PAPDI: www.pbpapdi.org
18
KABAR CABANG
Halo Internis Q Edisi 20 Q Maret 2012
PAPDI Cabang Semarang
PIT XV 2011:
DOK. HI
Hearts and Systemic Disease,
A Comprehensive Approach
Penyakit jantung tak
berdiri sendiri,
melainkan diikuti
penyakit lain yang
mendasari. Oleh karena itu, penanganan
pasien jantung mesti
bersifat komprehensif.
Ketua PAPDI Cabang Semarang Dr. Tony Suhartono, SpPD, K-EMD, FINASIM membuka PIT XV 2011.
lmu kedokteran terkait diagnosa dan
tatalaksana suatu penyakit sangat dinamis. Dari waktu ke waktu mengalami perkembangan. Tak heran, professional kedokteran terus meng update ilmunya dengan berbagai cara, termasuk
mengikuti seminar dan workshop. Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam (PAPDI) Cabang Semarang bersama
SMF Ilmu Penyakit Dalam FK UndipRSUP Dr. Kariadi Semarang menyelenggarakan Pertemuan Ilmiah Tahunan (PIT)
I
XV, di Patra Semarang Convention Hotel,
7-9 Oktober 2011 lalu.
Pada PIT kali ini mengusung tema
“Hearts and Systemic Disease: A Comprehensive Approach”. Ketua Panitia
PIT XV, Dr. Arwedi Arwanto, SpPD,K-GH
mengatakan penyakit jantung dan penyakit sistemik masih menjadi masalah kesehatan di banyak negara termasuk Indonesia. Prevalensinya kian meningkat setiap tahun. Penyakit jantung
tak berdiri sendiri, melainkan diikuti pe-
nyakit sistemik lain. Oleh karena itu,
penanganan pasien jantung mesti bersifat komprehensif. “Pendekatan yang
komprehensif dalam hal preventif dan
kuratif mempunyai harapan yang cukup
baik dalam penanganan pasien-pasien
penyakit dalam, khususnya pasien jantung,” kata Dr. Arwedi.
Untuk itu, PAPDI berupaya menjaga
kompetensi ilmu penyakit dalam para
dokter, terutama para anggotanya. Menurut Ketua PAPDI Cabang Semarang
KABAR PAPDI
JADWAL KEGIATAN ILMU PENYAKIT DALAM
TAHUN 2012
Sehat Fisik dan Jasmani
Selama Ibadah Haji
I
badah haji membutuhkan kesehatan
jasmani dan fisik nan prima. Pasalnya, kondisi geografis yang sangat
berbeda dengan Indonesia memaksa
tubuh dapat beradaptasi dengan iklim
disana. Ditambah, jutaan umat dari seluruh penjuru dunia berkumpul di satu
tempat melakukan bersama-sama ritual haji. “Ini menjadi beban stress fisik dan metabolik karena suhu di
Makkah pada saat ibadah haji musim
panas diperkirakan berkisar 500 C serta risiko tertular penyakit infeksi menu-
maah haji, PB PAPDI menyelenggarakan PAPDI Forum dengan tema “Sehat
Fisik Dan Jasmani Selama Ibadah Haji”
di Aula FKUI, 13 September 2011. Seminar untuk awam ini, menghadirkan
pembicara yang pakar dibidangnya,
yaitu DR. Dr. Hj. Iris Rengganis, SpPD,
K-AI, FINASIM, DR. Dr. Hj. Dwiana Ocviyanti SpOG, Dr. Hj. Nina Kemalasari,
SpPD, K-Ger, FINASIM, Drs. H.A. Kartono Direktur Pembinaan Haji dan Umrah Kementerian Agama RI, dan Mahdalena Lubisdari Prodia.
Pembicara PAPDI Forum Haji Direktur Pembinaan Haji dan Umroh Kementerian Agama Drs. H.A. Kartono,
DR.Dr.Iris Rengganis, SpPD, K-AI, FINASIM, DR.Dr. Dwiana Ocviyanti, SpOG, Dr. Nina Kemalasari, SpPD, K-Ger
dengan moderator Dr. Alvin Harahap, SpPD
lar misal meningitis serta ISPA,” ungkap Dr. Agasjtya Wisjnu Wardhana,
SpPD, FINASIM, Humas PB PAPDI.
Untuk mengurangi angka kesakitan
selama haji, jemaah haji hendaknya
mempersiapkan kesehatan sebaikbaiknya dan membekali diri dengan beberapa informasi kesehatan. Guna
membantu masyarakat terutama je-
periode 2009-2012, Dr. Tony Suhartono, SpPD, K-EMD, FINASIM acara ilmiah tahunan PAPDI Cabang Semarang
ini menjadi sarana bagi dokter, baik internis, dokter umum dan spesialis lain
untuk melakukan penyegaran dan menambah pengetahuan seputar ilmu penyakit dalam. ”Kegiatan ilmiah ini dimaksudkan untuk penyegaran bagi para dokter agar dapat memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat
lebih professional,” katanya.
PIT XV lebih menarik perhatian peserta karena menghadirkan para pembicara dari berbagai pusat pendidikan
Kedokteran di Indonesia dan beberapa
pembicara asing. Mereka memaparkan
berbagai perkembangan penyakit jantung dan penyakit sistemik. Event ini
terdiri dari delapan topik workshop
yang diadakan pada hari pertama, 7
Oktober, kemudian dilanjutkan 12 topik
symposium. Lebih dari 500 peserta
antusias mengikuti acara yang berlangsung selama tiga hari itu. ”Para peserta diberi asupan kasus-kasus jantung
agar dapat menangani pasien-pasien
jantung lebih baik lagi,” ujarnya.
Di samping acara ilmiah, pada kesempatan itu juga diadakan malam halal bil halal dan rapat PAPDI Cabang Semarang beserta anggotanya. Sessi ini
bersifat internal untuk konsolidasi anggota dan mempererat silaturahmi para
internis lulusan FK Undip yang hadir
dari berbagai daerah. (HI)
Dr. Agasjtya mengatakan melalui
PAPDI Forum ini diharapkan kiat sehat
seama ibadah haji ini dapat berguna
bagi jemaah yang akan menjalankan
haji sehingga angka kesakitan dan kematian dapat dikurangi secara bermakna dan kembali ke Indonesia dengan
kondisi sehat dan mabrur.
(HI)
No Tanggal
Nama Kegiatan
Tempat
Sekretariat / Pendaftaran
1
10-18 Maret
KPPIK
Hotel Grand Sahid Jaya,
Jakarta
CME FKUI, Jl. Salemba Raya No. 6
Telp.: 021-3106737, CP: Ela
2
9-11 Maret
Pertemuan Ilmiah Tahunan
Dokter Umum ke 3
Hotel Pulman,
Jakarta
PDUI
Telp.: 081382916195, CP : Ade
3
10-11 Maret
Temu Ilmiah Psikosomatik
(TIPS) 2012
Hotel Grand Sahid Jaya,
Jakarta
Divisi Psikosomatik
Dept. Ilmu Penyakit Dalam FKUI/RSCM
Telp.: 021-31930956/ 90616075
Fax : 021-3142108 CP: Murti
4
24 Maret
TB Day
GD A Lt. 8
Divisi Pulmonologi
Dept Ilmu Penyakit Dalam FKUI/RSCM
Telp.: 021-3149704 Fax : 021-31902461
CP: Indah, Dr. Ibnu, Samsul, Supri
5
30-31 Maret
Post Satellite Meeting
on Atherosclerosis & XI Holistic
Approach in Cardiovascular
Disease Symposium
Sanur Paradise Plaza Hotel
Bali
Ikatan Keseminatan
Kardioserebrovaskular Indonesia
Divisi Kardiologi FKUI/RSCM
d/a Dept. Ilmu Penyakit Dalam
Telp.: 021-31934636 Fax : 021-3161467
CP : Ella / Mumun
6
6-8 April
Kursus Penyegar Ilmu Penyakit Departemen Ilmu Penyakit
Dalam untuk Dokter Primer
Dalam FKUI/RSCM
7
19-22 April
Temu Ilmiah Reumatologi (TIR) 19 April (RKPD )
Divisi Reumatologi
20-22 April (Hotel Borobudur) d/a Dept. IPD FKUI/RSCM
Telp.: 021-31930166 Fax : 021-31936736
CP : Siti Mahfudzoh / Acep Yulianto
8
27-29 April
13th Jakarta Antimicrobial
Update (JADE)
Hotel Grand Sahid Jaya,
Jakarta
Divisi Tropik Infeksi
d/a Dept. IPD FKUI/RSCM
Telp.: 021 - 3908157/ 3925491/
3920185 Fax: 021 - 319 1873
CP : Leni /Rita
9
5-6 Mei
Simposium Jakarta
Endocrinology Meeting (JEM)
Hotel Nikko, Jakarta
Divisi Metabolik Endokrinologi
d/a Dept. IPD FKUI/RSCM
Telp.: 021- 3907703 Fax : 021- 3103729
CP : Ola & Anna
10 10-13 Mei
Jakarta Nephrology Hypertensi
Care (JNHC)
Jakarta
Sekt. PERNEFRI/Div. Ginjal Hipertensi
d/a Dept. IPD FKUI/RSCM
Telp.: 021-3141203/3149208
CP : Rusmini
11 26-27 Mei
Simposium Jakarta Allergy and
Clinical Immunologi Network
(JACIN)
Jakarta
Divisi Alergi Imunologi Klinik
d/a Dept. IPD FKUI/RSCM
Telp.: 021- 31902822/3141160
Fax : 021- 3904546 CP : Enah
12 2-3 Juni
Temu Ilmiah Geriatri IX (TIG)
Hotel Grand Sahid Jaya,
Jakarta
Divisi Geriatri
d/a Dept. IPD FKUI/RSCM
Telp.: 021-31900275 Fax : 021-3146633
CP : Cici / Indah
13 14 - 16 Juni
Kongres Nasional PETRI XVIII
Banda Aceh
Divisi Tropik Infeksi
d/a Dept. IPD RS. Dr. Zainoel Abidin
FK. Universitas Syiah Kuala
Telp.: 0651-638290 Fax : 0651-26090
CP : Ferdyan Fuad, Ahmad Oktahar
Balikpapan Kaltim
PB PAPDI Ged. ICB Bumiputera lt. dasar
Telp.: 021- 2300818
Fax : 021- 2300858/2300755
CP : Bp. Muchtar/Yunita
14 28 Juni - 1 Juli PIN PAPDI
PKB IPD/ CME
d/a Dept. IPD FKUI/RSCM
Telp.: 021-31930956 / 3142108
Fax : 021-3142108 CP : Nadya
OBITUARI
Halo Internis Q Edisi 19 Q Maret 2012
Prof. Dr. Supartondo, SpPD, K-EMD, K-Ger, FINASIM
Perintis Geriatri Nasional
dan Tokoh Pendidikan
Kedokteran Indonesia
Oleh:
DR. Dr. Czeresna Heriawan Soejono,
SpPD, K-Ger, FINASIM, MEpid, FACP
Direktur Pelayanan Medik RSCM
unia kedokteran Indonesia berduka. Di penghujung 2011, salah satu tokoh pendidikan kedokteran dan perintis geriatri telah kembali ke Sang
Khalik pada 27 Desember 2011 lalu. Ia meninggal
dunia di usia 81 tahun karena sakit yang dirasakan
beberapa tahun ini.
Ia adalah Prof. Dr. Supartondo, SpPD, K-EMD, KGer, FINASIM, salah satu arsitek kurikulum pendidikan kedokteran Indonesia. Pria kelahiran Purwakarta,
7 Mei 1930 silam ini telah memberi kontribusi yang
besar dalam pendidikan kedokteran di negeri ini.
Pandangannya, pendidikan kedokteran mesti mengedepankan pendekatan holistik dengan menanamkan nilai-nilai kemanusiaan. Prof. Supartondo amat
risau jika pasien mendapat pelayanan terkotak-kotak.
Bahkan ia berani menentang pendekatan pelayanan
kesehatan berdasarkan organ-organ tubuh, apalagi
jika hal tersebut terjadi pada pasien usia lanjut.
D
Perintis Geriatri Nasional
Pemikirannya menjangkau jauh ke depan, ia menerapkan pendekatan bio-psiko-sosio-spiritual pada pasien geriatri. Sungguh paripurna. Pendekatan ini berhasil ia terapkan pada layanan terpadu geriatri di
RSCM. Kemudian model layanan ini diaplikasikan pada pelayanan kesehatan pasien usia lanjut di Indonesia. Bahkan ia mengatakan pendekatan paripurna
ini seyogyanya terhadap semua pasien.
Atas prakarsanya, pada Agustus 1996
lahirlah Divisi Geriatri Ilmu Penyakit Dalam
RSCM/FKUI hingga besar seperti sekarang. Pada 1998 Menteri
Kesehatan RI menganugerahkan
penghargaan sebagai Perintis
Geriatri Nasional.
Pelayanan Yang
Berkesinambungan
Ia sangat akrab dengan pasien.
Bahkan ia memahami apa yang dirasakan
pasien. Pola laku pasien menjadi bahan renungan yang akhirnya menjadi suatu pemikiran yang disampaikan dalam bentuk perkuliahan. Salah satu yang
menjadi perhatiannya dalam melayani pasien adalah
pelayanan yang berkesinambungan. Sejak di rumah
sakit dan akhirnya rawat jalan, pasien harus mendapatkan pengelolaan yang lengkap. Ruang pelayanan
tidak terbatas di rumah sakit dan poliklinik, kunjungan
ke rumah pasien menjadi salah satu materi kuliah
yang diajarkan pada mahasiswa. Ia mengatakan pendidikan kedokteran harus bisa menghasilkan lulusan
yang melayani.
Di mata teman-temannya, ia adalah sosok konsisten, satu kata dan perbuatan dan bertanggung jawab.
Lulus tingkat pertama, ia dipercaya sebagai asisten
Prof. Kostermans, Guru Besar dalam bidang kimia
untuk membantu para mahasiswa FKUI dalam praktikum kimia. Dan ia pun sangat aktif di Senat Mahasiswa; pernah menjadi Wakil Ketua Senat Mahasiswa
FKUI.
Lulus menjadi dokter pada 1959, ia melanjutkan
pendidikan spesialis penyakit dalam. Pada 1964 ia
menyandang gelar internis. Selanjutnya, pada 1970
Dr. Rd. Rudolf Simadibrata Kolopaking, SpPD, K-GEH
Pendiri dan Pelopor
Gastroenterologi Indonesia
“R
Simadibrata, Praktik internis”. Papan nama itu
berdiri tegak di depan rumah, Jalan Sumatera
40, Jakarta Pusat. Di sana pemilik nama itu
menghabiskan waktu tuanya melakukan praktik penyakit dalam. Di salah satu sisi rumah yang berukuran sedang Dr. Rd. Rudolf Simadibrata Kolopaking,
SpPD, K-GEH menerima pasien yang kebanyakan lansia. Akan tetapi, plang nama itu kini sudah tidak bertuan. Si pemilik nama telah berpulang ke haribaan
Sang Kuasa pada 20 Oktober 2011 di rumah sakit
Abdi Waluyo, Jakarta Pusat. ”Bapak meninggal di rumah sakit pukul setengah lima sore,” ujar istri almarhum Joyce Bhiyana Simadibrata dalam suasana berduka ketika ditemui HI di kediamannya.
Dr. Rd. Rudolf Simadibrata Kolopaking wafat di
usia 86 tahun dengan tenang. Ia satu dari sekian tokoh pendidikan kedokteran di Indonesia. Ilmu gastroenterologi yang diperoleh ketika fellow di Canada di
bawa dan dikembangkan pertama kali di RSCM/FKUI. Namanya akan selalu dikenang sebagai pendiri
dan pelopor gastroenterologi di Indonesia. ”Beliau
pertama kali membuka divisi gastro di penyakit dalam, dan beberapa periode menjadi ketua Perhimpunan Gastroenterologi Indonesia,” ujar staf Divisi Gastroenterologi dan Hepatologi Departemen Ilmu Penyakit Dalam RSCM/FKUI Dr. Rd. Marcellus Simadibrata Kolopaking, SpPD, K-GEH, PhD, FINASIM,
FACG, FASGE, yang juga putra almarhum.
Kini, pendiri Gastroenterologi Indonesia itu telah
tiada. Duka teramat sangat dirasakan keluarga. Saatsaat ajal menjemput, keluarga sedang melakukan sembayang bersama yang dipimpin
oleh seorang pastor di kamar perawatan.
“Setelah menjenguk bapak, pastor mengajak kita berdoa bersama. Tapi tibatiba jantungnya berhenti dan dinyatakan meninggal,” kenang Joyce, 77
tahun, dengan mata berkaca-kaca.
Memang Dr. Simadibrata telah
setahun terakhir sering keluar
masuk rumah sakit. Pada awalnya, ia merasa tidak enak badan
dan minta dibawa ke rumah sakit
Abdi Waluyo. Ketika itu, ia dirawat
selama enam hari karena stroke.
Kemudian, kondisi fisiknya pun
kian menurun hingga terkena infeksi
pneumonia dan akhirnya sepsis. ”Penyakit papi dasarnya stroke kemudian
infeksi pneumonia akhirnya sepsis,” ujar
Dr. Marcel perihal sakit ayahnya.
Berdedikasi Tinggi
Bagi Dr. Rd. Marcel, dan juga Dr. Rr. Christina Lani
Simadibrata Kolopaking dan Dr. Rd. Paulus Simadibrata Kolopaking, SpPD kepergian ayah meninggalkan
kesedihan yang mendalam. Sosok ayah adalah inspirator dalam mengarungi hidup. Sifatnya yang pekerja
keras dan sangat disiplin dengan waktu menjadi
teladan bagi mereka. Tak heran, ketiga anaknya
mengikuti jejaknya menjadi dokter. Padahal, diakui Dr.
Marcel, ayah tidak pernah memaksa anak-anaknya
untuk menjadi dokter. Ia memberi kebebasan memilih
ia menjadi Kepala Subbagian Metabolik
Endokrin. Di bidang Endokrinologi, Prof.
Supartondo banyak memainkan peran. Ia adalah
klinikus, guru dan organisatoris di dalam
dan luar negeri. Denyut awal organisasi
diabetes dan endokrinologi di
Indonesia, tak bisa lepas dari perannya.
Nilai kearifan dan keadilan
yang kuat sudah tertanam sejak kecil. Supar tondo kecil
hidup berpindah-pindah bersama keluarga. Ketika Ayahnya
ditugaskan ke Tasikmalaya, ia
terpaksa dipindahkan ke Yogyakarta untuk mendalami dan
menekuni budaya leluhur. Ia
pun sudah mulai belajar untuk
mandiri, percaya diri dan bertanggungjawab meskipun jauh dari keluarga. Lulus dari AMS tahun 1950,
kemudian melanjutkan pendidikan ke
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Prof. Supartondo dikenal sebagai pendidik yang
berorientasi pada masyarakat kecil. Ia mengingatkan perlunya perhatian terhadap penerapan etik
kedokteran. Dari waktu ke waktu beliau berusaha
secara konsisten menjadi pemerhati etik kedokteran, dengan mengumpulkan berbagai macam
pemberitaan di surat kabar, terutama yang berkaitan dengan etik dan empati terhadap pasien
kurang mampu.
Keberpihakannya kepada masyarakat yang
kurang berdaya serta jiwa ingin menolong menginspirasi Direksi RSCM. Saat ini, sifat tersebut menjadi nilai inti RSCM dalam transformasi budaya yang
tengah berlangsung.
Untuk itu, pimpinan dan segenap warga RSCM
menyampaikan belasungkawa yang mendalam. Semoga almarhum mendapat tempat terbaik di sisiNya. Nilai-nilai yang engkau jaga selama ini, baik
yang tertulis dalam tulisan maupun tertulis dalam
perbuatan akan terus menemani perjalanan sejarah
ilmu kedokteran di negeri ini.
Selamat jalan Bapak pendidik kami. (HI)
untuk menjadi sarjana apa saja, asal dapat
bermanfaat bagi masyarakat.“ Bagi kami,
ayah itu selain sebagai orang tua, ia juga
guru dan temen. Ia temen yang dapat diskusi,
memberi nasihat dan bimbingan. Kami tidak pernah disuruh menjadi dokter. Boleh menentukan
pilihan, yang penting berguna bagi masyarakat,”
ujar Dr. Marcel mengenang nasihat ayahnya.
Berkat kerja keras dan disiplin, dokter
yang gemar tennis ini dapat meraih
sukses di dunia kedokteran. Padahal, dokter yang tergabung dalam
paduan suara Hegasindo ini lahir dari keluarga yang kurang
mampu. Simadibrata muda hidup berpindah-pindah mengikuti pamannya, Dr. Sim Ki
Ay, dokter keraton Yogyakarta. “Sebenarnya ayah masih
ada hubungan keluarga (keturunan) dengan Senopati Mataram, Raden Kolopaking. Karena dulu Keraton Kolopaking
dihancurkan Belanda, jadi jatuh
miskin. Keluarga Simadibrata di Yogyakarta miskin. Ketika di Jakarta, ia
tidur diemperan sampai akhirnya diterima di FKUI,” kata Dr. Marcel mengenang cerita ayahnya.
Di tengah-tengah kesibukannya ia selalu punya
waktu untuk keluarga. Dedikasinya tinggi baik pada
pekerjaan maupun keluarga. Joyce menambahkan,
ia sudah saling kenal sejak usia 12 tahun. Seiring
waktu, pada 1955 Simadibrata meminang Joyce.
Dalam mengarungi bahtera keluarga, Simadibrata,
diakui Joyce, cukup perhatian. Simadibrata selalu
mengajak Joyce bila ada konferensi di luar negeri.
“Kami selau bersama-sama bila ke luar negeri. Tapi
kenapa sekarang ia pergi meninggalkan saya,”
ujar Joyce dengan nada sedih. (HI)
19
20
PB PAPDI
PB PAPDI
◆l e n g g a r a k a n
“Scientific Meeting on
Thrombolytic Agent”
pada, 17 Desember
2011 di Hotel Borobudur, Jakar ta Pusat.
Acara ini terselenggara
atas kerjasama antara
Perhimpunan Dokter
Spesialis Penyakit Dalam Indonesia (PAPDI),
Perhimpunan Hematologi-Onkologi Medik Penyakit Dalam Indonesia (PERHOMPEDIN), Ikatan Keseminatan Kardioserebrovaskular Indonesia (IKKI) dan PT Dexa Medica. Ketua Umum PB PAPDI, DR. Dr. Aru W. Sudoyo, SpPD, K-HOM, FINASIM, FACP
pada pembukaan acara tersebut mengatakan acara ini memiliki nilai historis karena baru pertama kalinya ada acara khusus yang diselenggarakan oleh dua sub-spesialis penyakit dalam dengan mengambil suatu masalah bersama. Diharapkan hal
ini bisa ditindaklanjuti.
DOK. PAPDI
PB PAPDI menye-
◆ Indonesia (PP PDPI) pada 17 Januari 2012 di Kantor PB PAPDI Gedung ICB
PB PAPDI menerima kunjungan dari Pengurus Pusat Perhimpunan Dokter Paru
Bumiputera, Cikini Jakarta. Kunjungan ini dalam rangka silaturahmi dari pengurus
baru PP PDPI periode 2011-2014. Hadir dalam pertemuan itu dari PB PAPDI adalah
Ketua Umum PB PAPDI, DR. Dr. Aru W. Sudoyo, SpPD, K-HOM, FINASIM, FACP, Wakil
Sekretaris Jenderal Dr. Sally A. Nasution, SpPD,K-KV, FINASIM, Ketua Bidang
Organisasi Dr. Tunggul D. Situmorang, SpPD, K-GH, FINASIM, Dr. Anna Uyainah
Nazir, SpPD,K-P, Mars dan Dr. Ceva W. Pitoyo, SpPD, K-P, FINASIM, KIC perwakilan
dari PERPARI. Sedangkan dari PP PDPI Ketua Umum PP PDPI Dr. Arifin Nawas,
SpP(K), Mars, Bendahara Umum Dr. Temmasonge R. Pakki, SpP(K), Ketua Bidang
Profesi Dr. Budhi Antariksa, SpP (K), dan Dr. Erlina B, SpP(K) sebagai Ketua Bidang
International PP PDPI.
DOK. PAPDI
DOK. PAPDI
DOK. PAPDI
ALBUM PAPDI
Halo Internis Q Edisi 20 Q Maret 2012
◆ but. Pada sesi pertama menghadirkan pembicara, yaitu, DR. Dr. Lugyanti
Acara ini melibatkan pembicara dari masing-masing organisasi profesi terse-
Sukrisman, SpPD, K-HOM, FINASIM, Dr. Sally A. Nasution, SpPD, K-KV, FINASIM
dan DR. Raymond R. Tjandrawinata, MS, MBA, FCB, Ph.D. Sessi ini bertambah
menarik dengan dipandu DR. Dr. Djumhana Atmakusuma, Sp.PD, K-HOM dan Dr.
Ika Prasetya W, SpPD, K-KV, FINASIM. Presentasi selanjutnya menyajikan beberapa
kasus penyakit yang disajikan oleh Dr. Nadia A. Mulansari, SpPD dan Dr. Rachmat
Hamonangan, SpPD. Diskusi ini lebih hidup dengan dua moderator, Prof. DR. Dr. A.
Harryanto Reksodiputro, SpPD, K-HOM, FINASIM dan Prof. DR. Dr. Idrus Alwi, SpPD,
K-KV, FINASIM, FACC, FESC, FASPIC.
Pelantikan PAPDI Cabang Kalimantan Barat
Pelantikan PAPDI Cabang Yogyakarta
◆ W. Sudoyo, SpPD, K-HOM, FINASIM,
Ketua Umum PB PAPDI, DR.Dr. Aru W. Sudoyo, SpPD, K-HOM, FINASIM, FACP
Hotel Kapuas, pada 26 November 2011 lalu. Prosesi pelantikan berlangsung khidmat yang ditandai dengan penyematan PIN oleh Ketua Umum PB PAPDI kepada
Ketua PAPDI Cab. Kalimantan Barat Dr. B.A. Marbun, SpPD, FINASIM, Sekretaris Dr,
Yustar Mulyadi, SpPD, FINASIM dan dilanjutkan keseluruh anggota PAPDI Cab.
Kalimantan Barat. Pelantikan ini disaksikan perwakilan IDI Wilayah Kalimantan
Barat.
Di akhir prosesi
pelantikan
PAPDI Cabang Kalimantan Barat, para
pengurus berkesempatan foto bersama.
Tampak Ketua Umum
PB PAPDI DR, Dr. Aru
W. Sudoyo, SpPD, KHOM, FINASIM, FACP
beser ta Sekretaris
Jenderal Dr. Chairul Rajab Nasution, SpPD, K-GEH, FINASIM, MKes, FACP, Wakil
Sekretaris Jenderal Dr. Sally A.Nasution, SpPD, K-KV, FINASIM, Ketua PAPDI Cab.
Kalimantan Barat Dr. B.A. Marbun, SpPD, FINASIM, Sekretaris Dr, Yustar Mulyadi,
SpPD, FINASIM dan seluruh anggota PAPDI Cabang Kalimantan Barat.
DOK. PAPDI
FACP melantik pengurus PAPDI Cabang
Yogyakarta periode 2011-2012, di Hotel
Melia Purosani, pada 22 Oktober 2011
lalu. Pada prosesi pelantikan tampak Ketua Umum PB PAPDI dan Ketua PAPDI Cabang Yogyakar ta Dr. Ibnu Pur wanto,
SpPD, K-HOM, FINASIM saling menandatangani berita acara pelantikan yang disaksikan oleh perwakilan IDI Wilayah
Yogyakarta dan seluruh pengurus PAPDI Cabang Yogyakarta.
DOK. PAPDI
DOK. PAPDI
Ketua Umum PB PAPDI, DR. Dr. Aru
◆ melantik pengurus PAPDI Cabang Kalimantan Barat periode 2011-2012, di
DOK. PAPDI
◆
Ketua Umum PB PAPDI, DR. Dr. Aru W. Sudoyo, SpPD, K-HOM, FINASIM, FACP,
menerima cindera mata dari Ketua Umum PP PDPI Dr. Arifin Nawas, SpP(K),
Mars.
◆
◆ ta. Tampak Ketua Umum PB PAPDI DR. Dr. Aru W. Sudoyo, SpPD, K-HOM,
Foto bersama pengurus antara pengurus PB PAPDI dan PAPDI Cabang Yogyakar-
FINASIM, FACP beserta Sekretaris Jenderal Dr. Chairul Rajab Nasution, SpPD, K-GEH,
FINASIM, MKes, FACP, Wakil Sekretaris Jenderal Dr. Sally A. Nasution, SpPD, K-KV,
FINASIM, Ketua PAPDI Cabang Yogyakarta Dr. Ibnu Purwanto, SpPD, K-HOM, FINASIM,
Sekretaris Dr, R.Bowo Pramono, SpPD,K-EMD, FINASIM dan seluruh anggota PAPDI
Cab. Yogyakarta. Acara ini bersamaan dengan Roadshow PAPDI.
Download