BAB III METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitan

advertisement
21
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Waktu dan Tempat Penelitan
Penelitian Laboratorium dilaksanakan mulai bulan Agustus 2015 sampai
Februari 2016. Pengambilan sampel dilakukan di tiga tempat pemeliharaan Sapi
Bali di Timor Tengah Selatan pada tempat pemeliharaan sapi secara semi intensif
yaitu sekitar Danau Supul, penggemukan sapi di karantina sapi, dan di tempat
pemeliharaan sapi secara ekstensif (liar). Isolasi, identifikasi dan karakterisasi
bakteri dilaksanakan di Laboratorium Biologi Fakultas MIPA Universitas Sebelas
Maret Surakarta, sedangkan sequencing DNA dilakasanakan di Laboratorium 1 st
base Singapura.
B. Alat Dan Bahan
1. Alat
Alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain: cool box, botol
sampel, kertas label, pensil, digital camera, tabung reaksi, cawan petri, gelas
beker, erlemeyer, neraca analitik, hot plate, shaker, laminar air flow,
autoclave, bunsen, batang pengaduk, gelas ukur,
jarum ose, batang L,
magnetic strirrer, kapas, alumunium foil, pipet, mikro pipet, freezer, tip, dan
polymerase
chain
reaction
(PCR),
seperangkat
alat
elektroforesis,
biophotometer, ultraviolet transilumminator (gel doc), tabung eppendorf.
2. Bahan
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain: sampel kotoran
Sapi Bali (Bos sondaicus) yang diambil di Timor Tengah Selatan. Medium
21
22
carboximetil celulosa (CMC), aquades, 63 forward primer, 1387 reservese
primer,DNA template, gel agarose, PrestoTMMini gDNA bacterial kit
(Geneaid), Kapa 2G Fast Ready Mix (Kapa Biosystem), buffer TAE 1X.
C. Rancangan Penelitian
Penelitian dilakukan dengan beberapa metode, yaitu:
1. Pengambilan sampel kotoran Sapi Bali
Pengambilan sampel kotoran Sapi Bali di Timor Tengah Selatan
berdasarkan titik sampling yang telah ditentukan, yaitu di tempat pemeliharaan
sapi secara semi intensi disekitar Danau Supul, karantina sapi, dan lokasi
pemeliharaan sapi secara ekstensif (liar). Penentuan titik sampling menggunakan
metode porposive sampling. Sampling ditetapkan berdasarkan perbedaan tempat,
perbedaan pakan
dan keberadaan sampel pada masing-masing pengambilan
sampel Gambar 4.
: Liar
: Sekitar Danau Supul
: Karantina sapi
Gambar 4. Peta lokasi pengambilan sampel kotoran Sapi Bali di Timor Tengah
Selatan
23
Kotoran Sapi Bali yang diambil yaitu berupa kotoran sapi yang masih
basah sebanyak 5-10 gr, dimasukan ke dalam botol sampel dan diberi label berisi
informasi tempat pengambilan sampel. Tiap titik sampling diambil 3 jenis kotoran
sapi yang diambil pada jarak yang tidak berjauhan, kemudian sampel dimasuk
kedalam cool box, dibawa ke laboratorium dan disimpan dalam lemari pendingin
5oC, selama kurang lebih 12 jam dan dilakukan pengenceran sebelum
diinokulasikan pada media CMC agar.
2. Sterilisasi alat dan bahan
Proses sterilisasi dilakukan secara sterilisasi basah dengan autoclave
dengan tekanan 1 atm dan suhu 121oC selama 20 menit. Peralatan yang disterilkan
antara lain: tabung reaksi, cawan petri, gelas ukur, erlenmeyer, dan tip. Bahan
yang disterilisasi yaitu aquades, media CMC, indikator red congo, dan NaCl.
3. Pembuatan media CMC dan indikator congo red
Media CMC dibuat dengan mencampur 1 gr CMC, MgSO4 7H2O 0,02 gr,
KNO3 0,075 gr, K2HPO4 0,05 gr, FesO4 7H2O 0,002 gr, CaCl2 0,004 gr, yeast
ekstrak 0,2 gr, agar 1,8 gr, glukosa 0,1 gr ke dalam erlemeyer dan ditambahkan
100 mL aquades. Erlemeyer diletakan diatas hot plate, magnetic stirrer
dimasukan kedalam elemeyer dan ditunggu sampai mendidih dan berwarna jernih.
Lubang tabung erlemeyer ditutup dengan kapas dan alumunium foil, disterilkan
dengan menggunakan autoclave pada suhu 121oC selama 20 menit. Kemudian
media dituang kecawan petri dan disimpan pada suhu 37oC.
Untuk membuat agar miring, setelah larutan mendidih dan berwarna jernih
maka media CMC langsung dituang ke dalam tabung reaksi masing-masing 4 ml,
kemudian lubang tabung reaksi ditutup menggunakan kapas dan autoclave pada
24
suhu 121oC selama 20 menit pada tekanan 1 atm. Setelah disterilkan tabung
dimiringkan 45o hingga media mengeras.
Pembuatan indikator congo red 0,1% dilakukan dengan mencampur 0,5 gr
congo red ke dalam erlemeyer dan ditambahkan 100 ml aquades. Lubang tabung
erlemeyer di tutup dengan kapas dan alumunium foil, disterilkan menggunakan
autoclave 121oC selama 20 menit dengan tekanan 1 atm kemudian di simpan pada
suhu 37oC.
4. Isolasi bakteri selulolitik dari kotoran Sapi Bali di Timor Tengah Selatan
Isolasi bakteri selulolitik dilakukan dengan mengencerkan 1 gr sampel ke
dalam 9 ml aquades steril secara aseptik, selanjutnya dibuat seri pengenceran
sampai 10-6, kemudian dari seri pengenceran 10-4 sampai 10-6 diambil 0,1 ml dan
disebarkan pada media CMC dengan teknik cawan sebar (spread plat), kemudian
diinkubasi pada suhu 37oC selama 4 x 24 jam (Syulasmi et al., 2009).
5. Populasi bakteri selulolitik
Pengamatan populasi bakteri selulolitik yang diinoklulasi pada media
CMC dilakukan setelah masa inkubasi 4 x 24 jam, dengan metode hitung cawan
yaitu cawan dengan jumlah koloni 30-300 dipilih kemudian dihitung jumlah
masing-masing koloni dalam cawan berdasarkan penampakan morfologinya.
6. Koleksi kultur murni bakteri selulolitik
Untuk mendapatkan kultur murni, koloni bakteri berbeda yang tumbuh
pada media CMC diambil dengan ose dan digores kembali pada media miring
CMC kemudian diinkubasi kembali pada suhu ruangan.
25
7. Seleksi dan uji aktivitas selulase bakteri selulolitik
Isolat bakteri kultur murni pada media miring CMC ditotolkan pada cawan
petri yang berisi media CMC, kemudian diinkubasi 48 jam dan setelah masa
inkubasi berakhir selanjutnya dilakukan pewarnaan congo red 0,1%, didiamkan
selama 15 menit dan dibilas dengan larutan NaCl 1M. Jika ada daerah bening di
sekitar koloni menandakan adanya hidrolisis selulosa oleh enzim selulase
(Jalgaonwala et al., 2011).
8. Isolasi DNA genom bakteri selulolitik
Tahap pertama untuk
mengisolasi DNA bakteri adalah bakteri
ditumbuhkan dalam media cair CMC dan diinkubasi pada inkubator shaker
selama 24 jam. Sebanyak 1,5 ml kultur disentrifugasi pada kecepatan 14.000 rpm.
Kemudian DNA diekstrak dengan menggunakan PrestoTMMini gDNA bacterial
kit (Geneaid).
9. Analisis kemurnian dan kosentrasi DNA dengan biofotometer
Analisis DNA dilakukan dengan menambahkan 5 l DNA hasil isolasi ke
dalam kuvet biofotometer yang berisi blanko 95 µl. Blanko biofotometer dengan
kuvet berisi 1 ml aquades dibaca absorbansi sampel dengan biofotometer pada
260 nm dan 280 nm. Kualitas DNA yang berhubungan dengan kemurnian
terhadap kontaminan protein dapat dilihat dari perbandingan absorbansi suspensi
DNA pada panjang gelombang 260 nm terhadap 280 nm. Rasio OD 260 / OD 280
antara 1,8 – 2,0 menujukan DNA yang relatif murni dan terbebas dari kontaminan
protein. Panjang gelombang yang digunakan untuk mengetahui DNA / RNA
mengunakan biofotometri UV adalah 260 nm, sedangkan untuk mengetahui
26
kandungan protein menggunakan biofotometri UV dengan panjang gelombang
280 nm.
10. Amplifikasi gen penyandi 16S rRNA dengan PCR
Gen penyandi 16S rRNA diamplifikasi menggunakan polymerase chain
reaction (Veriti Thermal Cycler). Reaksi dilakukan dengan mencampurkan 12,5
μl Kapa 2G Fast Ready Mix (Kapa biosystem), 1,25 μl 63 forward primer (5’CAGGCCTAACACAT-GCAAGTC-3’), 1,25 μl 1387 reverse primer (5’GGCGGAWGTGTACAAGGC-3’), 2 μl DNA template dan 8 μl ddH2O. PCR
dijalankan dengan profil sebagai berikut: predenaturasi pada suhu 94oC selama 2
menit, diikuti dengan 30 siklus tahap denaturasi pada suhu 94 oC selama 30 detik,
penempelan primer (annealing) pada suhu 55oC selama 30 detik, elongasi 72 oC
selama 1 menit, dan finalizing pada suhu 72 oC selama 5 menit. Kemudian
disimpan pada suhu 4oC untuk digunakan dan diperiksa menggunakan
elektoforesis (Marchesi et al., 1998). DNA di sekuensing di laboratorium 1 st base
singapure.
Analisis hasil sekuensing urutan basa nukleutida gen penyandi 16S rRNA
diawali dengan mengsejajarkan (alignment) urutan basa DNA pengkode 16S
rRNA sekuen forward (F) dan sekuen reverse (R) dengan menggunakan program
bioedit contig assembly program (CAP), kemudian hasil contig dianalisis lanjut
menggunakan program BLAST dan dibandingkan dengan beberapa sekuen gen
penyandi 16S rRNA yang ada pada GenBank.
Perbandingan dilakukan
menggunakan sekuen-sekuen yang paling mirip (highly similar sequence) dan
mempunyai kesamaan dengan spesies yang telah diketahui sebelumnya.
Identifikasi bakteri dengan menggunakan metode gen 16S rRNA melibatkan
27
perbandingan antara hasil sekuensing yang akan diidentifikasi dengan sekuen
referensi yang tersimpan di database GenBank (Waturangi et al., 2008).
11. Analisis hubungan kekerabatan
Hubungan kekerabatan antar spesies bakteri selulolitik dari kotoran Sapi
Bali di sekitar Danau Supul, karantina dan liar yang ditemukan dengan spesies
lain yang sudah ditemukan pada penelitian-penelitian sebelumnya dianalisis
dengan menggunakan sofware MEGA (Molecular Evolutionary Genetics
Analysis) 7.0 pada perangkat komputer (Koichiro et al., 207).
D. Analisis Data
Data isolat dan data uji aktivitas bakteri selulolitik yang ditandai dengan
terbentuknya zona bening ketika ditambahkan congo red 0,1% kemudian diamati
secara deskriptif. Amplikon hasil amplifikasi gen penyandi 16S rRNA diperiksa
dan dianalisis dengan melihat adanya pita-pita pada gel elektroforesis. Sekuen gen
penyandi 16S rRNA dianalisis dengan bioinformatika untuk mendapatkan data
identifikasi spesies bakteri selulolitik.
Sekuen gen penyandi 16S rRNA yang diperoleh dianalisis menggunakan
perangkat BLAST pada NCBI untuk melihat kemiripan bakteri yang bakt.
Hubungan kekerabatan dianalisis dengan menggunakan sofware MEGA 7.0 untuk
mendapatkan struktur pohon phylogenetic yang menggambarkan hubungan
kekerabatan bakteri selulolitik kemudian dianalisis secara deskriptif.
Download