Serah Terima Jabatan Kepala LPMP Sulsel dan Pemprov Sulsel

advertisement
 Serah Terima
Jabatan Kepala
LPMP Sulsel dan Pemprov
Sulsel Kawal Pendidikan
Muh. Nurhidayat
Dukung Kemandirian Alutsista dari
Darwis Sasmedi
Membangun Budaya Sekolah
Mainan Kerajinan
Mansur HR.
Komunikasi Efektif dalam Pembelajaran
Meydiawati
Teaching Listening Strategy:
How To Help Your Students?
Mardin Andi Marhabang
Pengelolaan Tenaga Pendidik
EBuletin LPMP Sulsel – Maret 2016 | 1 | dalam Era Otonomi Daerah
TIMREDAKSI
Daftar Isi

Pembina/Penasehat:KepalaLPMPProvinsiSulsel
Serah Terima Jabatan Kepala
LPMP Sulawesi Selatan Tahun
2016............................................... 3

Pengarah:KabagUmum,KasubagT.U&R.T,
Sosialisasi Flexible Learning dan
Massive Open Online Course ........ 5
Temu Awal Pemeriksaan Laporan
Keuangan Kementerian
Pendidikan Dan Kebudayaan
Tahun 2015 ................................... 7
Capacity Building Pegawai LPMP
Sulawesi Selatan ........................... 9
Workshop Penyusunan Peta
Manajemen Resiko LPMP
Sulawesi Selatan ......................... 13
KasubagPerencanaandanPenganggaran,Kasi
PMP.

TimEditor:Dr.H.A.Rusdi,M.Pd,Drs.Syamsul
Alam,M.Pd,Drs.MuhammadHasri,M.Hum,Dr.
EndangAsriyantiA.S.,S.S.,M.Hum.

TimAdminPemuatan:ImranS.Kom,M.T.,Fahry
Sahid,MiftahAshari,S.Kom.,DaudAryaBangun
S.Kom.

TimHumas:BudhiSantoso,S.Sos,AgungSetyoB.,
S.Sos.,M.Si
Diklat Perencanaan dan
Pengembangan Karir PNS LPMP
Sulawesi Selatan ......................... 14
LPMP dan Pemprov Sulawesi
Selatan Kawal Pendidikan
Bersama ...................................... 17
PENGANTARREDAKSI
Puji dan syukur kita panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Kuasa karena atas limpahan karunia‐Nyalah kami diberi kesempatan dan kemampuan untuk Membangun Budaya Sekolah ..... 19
menerbitkan tabloid elektronik ini dengan nama Teaching Listening Strategy:
How To Help Your Students? ...... 24
eBuletin. Tabloid ini merupakan sarana publikasi Dukung Kemandirian Alutsista,
Pria ini Buat Mainan .................... 30
resmi Lembaga Penjaminan Mutu Pendidikan (LPMP) Provinsi Sulawesi Selatan yang di dalamanya Komunikasi Efektif dalam
Pembelajaran .............................. 33
berisi tentang informasi seputar kegiatan LPMP dan Pengelolaan Tenaga Pendidik
dalam Era Otonomi Daerah ......... 42
eBuletin ini merupakan tabloid elektronik yang dunia pendidikan lainnya. dapat diakses dengan membuka website resmi LPMP, www.lpmpsulsel.net. Pembaca dapat mengunduh tabloid kami tanpa dipungut biaya apapun, Pembaca juga dapat dengan bebas menyalin artikel yang ada di dalamnya tetapi dengan tetap mencantumkan asal kutipan artikel tersebut. Demikian pengantar dari kami tim redaksi, semoga eBuletin ini sangat bermanfaat untuk pembaca dan dunia pendidikan. EBuletin LPMP Sulsel – Maret 2016 | 2 | Serah Terima Jabatan Kepala LPMP
Sulawesi Selatan Tahun 2016
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan melalui Surat Keputusan Nomor 111/MPK/RHS/KP/2016 mengangkat Dr. H. Abdul Halim Muharram, M.Pd. sebagai Kepala LPMP Sulawesi Selatan. S
erah terima jabatan Kepala LPMPSulawesi Selatan dilaksanakan di Aula I LPMP
SulawesiSelatanpadaTanggal13Februari2016.SerahterimajabatandariProf.
Dr.H.M.WasirThalib,MSkepadaDr.H.AbdulHalimMuharramdisaksikanoleh
Direktur Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah (Dirjen Dikdasmen) Kementerian
PendidikandanKebudayaanBapakHamidMuhammad,Ph.D.Dalamacarainijuga,turut
dilaksanakan serah terima jabatan Kepala LPMP Sulawesi Tengah dari Dr. H. Abdul
HalimMuharramkepadaMuhammadAskari,SH,M.Si.
Tarian tradisional bugis Makassar “Paduppa” menjadi pembuka dimulainya acara
kegiatan serah terima jabatan yang dihadiri oleh seluruh pegawai dan dharmawanita
LPMP Sulawesi Selatan, beberapa pegawai LPMP Sulawesi Tengah dan undangan dari
unsurPerguruanTinggi,DinasPendidikan,dantokohmasyarakat.
Setelah penandatangan berita acara serah terima jabatan, para pejabat lama maupun
pejabat yang lama masing‐masing mendapat kesempatan untuk menyampaikan kesan
danpesanselamamenjabatdanjabatanbaruyangakandiemban.
Sementara itu, Dirjen Dikdasmen, Dr. Hamid Muhammad dalam pengarahannya
menyampaikan ucapan terima kasih kepada pejabat lama kepala LPMP yang telah
mengabdikandiridilembagamasing‐masingdanucapanselamatkepadapejabatbaru
yangakanmengembantugassebagaiKepalaLPMPyangsemakinberatkedepan.Beliau
juga berpesan kepada seluruh pejabat untuk mampu menjadi pemimpin yaitu
menggerakkan oranglain,menjaga komunikasi yang baikantaraatasandan bawahan,
selalu mendengarkan suara staf/bawahannya, tidak terlena dengan suara indahnya
sendiri,sehinggaakanterciptakeharmonisandidalamlembagaitusendiri.
Dr. Hamid Muhammad kembali menegaskan peran dan fungsi LPMP antara lain
pemetaan dan peningkatan mutu pendidikan sekolah dalam mencapai 8 Standar
Nasional Pendidikan. Dari tugas tersebut, maka output yang diharapkan adalah rapor
EBuletin LPMP Sulsel – Maret 2016 | 3 | mutusetiapsekolahdiseluruhkabupaten/kotajenjangSD,SMP,SMA,danSMK,berapa
persen sekolah yang telah mencapai SNP, dan berapa peningkatan index produktifitas
yangmengalamipeningkatandarisekolahbelumSNPmenjadiSNPsetiaptahun.“Tahun
2016 ini akan kita jadikan sebagai baseline pemetaan, instrumennya sudah siap”
tegasnya.
Di bagian lain pengarahannya, Dr. Hamid juga menegaskan hal yang harus di lakukan
oleh LPMP yaitu melakukan fasilitasi dalam melatih guru melalui Pendidikan dan
Pelatihan (Diklat) dan melakukan pemetaan fasilitas belajar dan kondisi fisik sekolah,
apakah sekolah yang digunakan itu layak atau tidak layak untuk menyele nggarakan
kegiatanbelajarmengajar.
“Kedepan, Tugas LPMP memang akan semakin besar dan berat” ucapnya. “Sekolah
harus merasakan langsung kehadiran LPMP, jangan sampai masih ada guru yang
bertanyaapaituLPMP.Sebaliknyakitaberharapmerekaakanmengatakanuntungada
LPMP, sehingga sekolah kami sekarang menjadi lebih baik berkat bimbingan dan
bantuanLPMP”sambungnya.
Menurutbeliau,LPMP bahkanharus“melihat”apayangterjadi dikelas,apakahsiswa
betul‐betul mempelajari apa yang harus dipelajari. Sekolah harus dilihat satu persatu
dan tidak lagi mengandalkan penilaian berdasarkan hasil ujian nasional atau bentuk
evaluasi umum lainnya. Untuk tugas berat tersebut, LPMP harus menjalin kerjasama
dengan Dinas pendikan kabupaten/kota dan provinsi khususnya pengawas sekolah.
“Tugas ini berat, LPMP tidak bisa mengerjakannya sendiri. LPMP harus bekerja sama
dengan Dinas pendidikan, khususnya pengawas” tegasnya. Beliau juga menambahkan
bahwa pendidikan di Indonesia mengalami kekurangan reading literacy dan minat
menulis, kebanyakan hanya budaya bicara sedangkan pendidikan dunia sekarang
mengakui kepandaian seseorang dengan melihat tulisan yang dihasilkan, hal ini yang
jugamerupakantantanganLPMPuntukmembangunminatbacadanmenulisparaguru
dananakdidiknya.Selainitu,tahun2016iniLPMPmemilikibeberapakegiatanantara
lain: implementasi kurikulum 2013, Sekolah rujukan, dan Sekolah garis depan
(pelosok).(BahtiardanNursaidawatyA.)
EBuletin LPMP Sulsel – Maret 2016 | 4 | Sosialisasi Flexible Learning dan
Massive Open Online Course
Pendidikan bukanlah sesuatu yang tanpa masalah, dan untuk menyelesaikannya pun
tidak dapat oleh satu pihak saja namun harus menjadi pola pikir dari banyak pihak,
tetapibukanberartisemuapihakjugaikutmemutuskanmasalahpendidikanini.Karena
jika semua ikut memutuskan maka betapa kisruhnya dunia pendidikan Indonesia.
Banyak hal yang harus diselesaikan dalam tubuh pendidikan itu sendiri, terutama
tuntutan atas peran strategis pendidikan sebagai suatu pranata sosial yang kuat dan
berwibawa untuk mewujudkan pencerdasan kehidupan bangsa, telah mendorong
tumbuhnyaberbagaiinovasidalamsistempendidikan.
Untukitukitaharusbisamengembangkansistempendidikanyanglebihterbuka,lebih
luwes,dandapatdiaksesolehsiapasajayangmemerlukantanpalokasi,kondisisosial
ekonomi, maupun pengalaman pendidikan sebelumnya. Sistem tersebut juga mampu
meningkatkan mutu pendidikan secara merata. Sistem pendidikan tersebut adalah
sistempendidikanterbukaatausistembelajarjarakjauh,yangmerupakanbagiandari
sistempendidikannasional.Sistembelajarjarakjauhadalahsuatumodelpembelajaran
yang tidak terikat oleh segala peraturan yang mengikat seperti pada pendidikan
konvensional.
Kondisi geografis negara Indonesia yang unik, serta perubahan yang besar dalam
sistem pembangunan yang dipengaruhi oleh lingkungan secara global mengharuskan
kita untuk mengembangkan sistem pendidikan yang lebih terbuka, luwes, dan dapat
diakses oleh siapa saja yang memerlukan. Sistem yang perlu dikembangkan dalam
memperluaskesempatanpendidikan,jugaharusberfungsisebagaiupayameningkatkan
mutu pendidikan secara merata, meningkatkan relevansi pendidikan sesuai dengan
kebutuhan, dan meningkatkan efisiensi dalam penyelenggraan pendidikan. Salah satu
cara yang dapat digunakan dan dapat dikembangkan dalam memecahkan persoalan
tersebutadalahdenganmenerapkansistempendidikanjarakjauh,yangmanasistem
tersebutmerupakansalahsatusubsistemdalampendidikannasional.
EBuletin LPMP Sulsel – Maret 2016 | 5 | Kunjungan Direktur SEAMOLEC (SEAMEO Regional Open Learning Centre), Bapak Abi
Sujak ke LPMP Sulawesi Selatan pada hari Rabu tanggal 3 Februari 2016 untuk
mensosialisasikan program dari SEAMOLEC yaitu FLEXIBLE LEARNING & MASSIVE
OPEN ONLINE COURSE (MOOC). Program ini memanfaatkan Teknologi Informasi dan
Komunikasi (TIK) untuk memudahkan pembelajaran jarak jauh bagi siswa maupun
umumyangberadadinegaramanapun.Prinsippembelajaraniniadalahmudahdiakses
secaraonline,murahdalambiaya,masal(massive)tidakadapembatasanpeserta,minat
terhadap pelatihan sangat ditentukan oleh kompetensi yang spesifik dan menjawab
kebutuhanpasarsertamampumeningkatkankompetensikeahliansesuaikebutuhan.
Sosialisasi ini dihadiri oleh pejabat struktural dan staf LPMP Sulawesi Selatan, Ketua
Ikatan Guru Indonesia, Perwakilan Kanwil Depag, dan lain lain. Bapak abi
mengemukakanbahwaprograminisangatmudahuntukdiaplikasikankesiswa,apalagi
jika sering menggunakan aplikasi jejaring sosial seperti facebook yang memudahkan
untuk mengakses dan model pembelajaran yang menganut sistem flexible learning
dengankatalainprogrampembelajaraninidapatdiaksesdimanasaja,kapansajadan
olehsiapasaja.
Untuk awal pelatihan ini dibutuhkan 60 orang dari LPMP Sulawesi Selatan dan
beberapa guru inti untuk dilatih mengaplikasikan program ini selama 3 hari oleh
instruktur dari SEAMOLEC, selanjutnya diharapkan peserta yang telah dilatih akan
mengimbaskanilmunyakeguru‐gurudisekolah,danguruinilahyangakanmengajari
siswanyauntukmenggunakanprogramini.
Dengan adanya program ini diharapkan partisipasi dan kerjasama dari semua pihak
untuk memajukan dunia pendidikan di Indonesia umumnya dan Provinsi Sulawesi
Selatanpadakhususnya.BesarharapankitauntukgurudansiswadiSulawesiSelatan
dapat meningkatkan pengetahuannya dengan berbagi ilmu dengan siswa yang ada di
indonesia maupun dari negara lain, sehingga tidak ada perbedaan pengetahuan
diantaranya.(NursaidawatyA.)
EBuletin LPMP Sulsel – Maret 2016 | 6 | Temu Awal Pemeriksaan Laporan
Keuangan Kementerian Pendidikan Dan
Kebudayaan Tahun 2015
Tujuan temu awal ini untuk menginformasikan akan dilaksanakannya pemeriksaan Laporan
keuanganKemendikbudtahunanggaran2015olehBPKyangbertujuanmelihatkesesuaianLK
Keme ndikbud tahun 2015 dengan Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP), Kecukupan
pengungkapanLKKLKemndikbudtahun2015sesuaidenganpengungkapanyangdiaturdalam
SAP,Kepatuhanterhadapperaturanperundang‐undanganterkaitdenganpelaporankeuangan,
danefektivitassistempengendalianintern.
Lingkup pemeriksaan meliputi pemeriksaan
dilakukan atas LK Kemdikbud TA 2015 dan
kekayaan negara lainnya yang termasuk
dalam keuangan negara sebagaimana diatur
dalam pasal 2 undang‐undang nomor 17
tahun 2003 tentang keuangan negara.
Sasaran pemeriksaan adalah pengujian atas
akun‐akun dan saldo yang disajikan dalam
nerca serta transaksi‐transaksi pada LRA
dengan pertimbangan materialitas sebesar
3% dari total realisasi belanja berdasarkan
LK Kemendikbud tahun 2015, dengan fokus
pada seluruh akun neraca dan LRA, laporan
operasionaldanlaporanperubahanekuitas.
Fokuspemeriksaan: a. perubahan penerapansistem akuntansiberbasisKasmenujuakrual ke
basis akrual; b. pemisahan Ditjen Dikti sejak pembentukan kabinet kerja bulan Oktober 2014
dari Kemendikbud ke Kementerian Ristek dan DIKTI beserta dampaknya terhadap laporan
keuangan; c. kemendikbud mengalami perubahan struktur organisasi internal antara lain
likuidasi3uniteselon1sehinggasatkerdibawahnyaberpindah/bergabungkesatkereselon1
yanglainbesertadampaknyaterhadaplaporankeuangan;d.Bansospadakemendikbudtahun
2015 sebesar 63,53% dari total anggaran dan berdasarkan PMK no. 168 tahun 2015 tentang
mekanismepelaksanaananggaranbantuanpemerintahbahwabelanjabansosberalihdariMAK
57 (belanja bansos) ke MAK 52 (belanja barang) beserta berdampaknya terhadap laporan
keuangan.
Pada hari Selasa, 9 Februari 2016 diadakan temu awal BPK (Badan Pemeriksa Keuangan)
denganLPMPSulawesiSelatan,LP3TKKPTKGowa,BalaiArkeologi,BPPAUDNIReg.III,Balai
Pelestarian Cagar Budaya, Balai Pelestarian Nilai Budaya, Balai Bahasa, dan Satker penerima
Dekon.PertemuaninidilaksanakandiruangAula1lantai2LPMPSulawesiSelatan.
EBuletin LPMP Sulsel – Maret 2016 | 7 | Tujuan temu awal ini untuk menginformasikan akan dilaksanakannya pemeriksaan Laporan
keuanganKemendikbudtahunanggaran2015olehBPKyangbertujuanmelihatkesesuaianLK
Keme ndikbud tahun 2015 dengan Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP), Kecukupan
pengungkapan LKKL Kemendikbud tahun 2015 sesuai den gan pengungkapan yang diatur
dalam SAP, Kepatuhan terhadap peraturan perundang‐undangan terkait dengan pelaporan
keuangan,danefektivitassistempengendalianintern.
Lingkup pemeriksaan meliputi pemeriksaan dilakukan atas LK Kemendikbud TA 2015 dan
kekayaan negara lainnya yang termasuk dalam keuangan negara sebagaimana diatur dalam
pasal2undang‐undangnomor17tahun2003tentangkeuangannegara.Sasaranpemeriksaan
adalah pengujian atas akun‐akun dan saldo yang disajikan dalam neraca serta transaksi‐
transaksi pada LRA dengan pertimbangan materialitas sebesar 3% dari total realisasi belanja
berdasarkan LK Kemendikbud tahun 2015, dengan fokus pada seluruh akun neraca dan LRA,
laporanoperasionaldanlaporanperubahanekuitas.
Fokus pemeriksaan: a.perubahanpenerapansistemakuntansi berbasisKas menujuakrual ke
basis akrual; b. pemisahan Ditjen Dikti sejak pembentukan kabinet kerja bulan Oktober 2014
dari Kemendikbud ke Kementerian Ristek dan DIKTI beserta dampaknya terhadap laporan
keuangan; c. kemendikbud mengalami perubahan struktur organisasi internal antara lain
likuidasi3uniteselon1sehinggasatkerdibawahnyaberpindah/bergabungkesatkereselon1
yanglainbesertadampaknyaterhadaplaporankeuangan;d.Bansospadakemendikbudtahun
2015 sebesar 63,53% dari total anggaran dan berdasarkan PMK no. 168 tahun 2015 tentang
mekanismepelaksanaananggaranbantuanpemerintahbahwabelanjabansosberalihdariMAK
57 (belanja bansos) ke MAK 52 (belanja barang) beserta berdampaknya terhadap laporan
keuangan.(NursaidawatyA.)
EBuletin LPMP Sulsel – Maret 2016 | 8 | Capacity Building
Pegawai LPMP Sulawesi Selatan
D
alam rangka memenuhi kewajiban pegawai
untuk menyusun sasaran kerja
berdasarkan jabatan
yang diampuh dimana
sasaran
kerja
pegawai tersebut
merupakan
kontrak
kerja
antarabawahandan
atasan, maka LPMP
Sulawesi
Selatan
mengadakan
Capacity
Building pada tanggal 25
s.d. 27 Februari 2016 di
Hotel Wisata Pantai Galesong, Desa Sampulungan, Kec. Galesong Utara, Kab. Takalar. Dengan
adanyaperalihanunitutamaLPMPdariBPSDMPK&PMPkeDitjenDikdasmenmengakibatkan
perubahanpadaaplikasie‐SKPyangdigunakandariaplikasiSKPyangberasaldariBPSDMPK&
PMP telah dihentikan tahun 2015 dan beralih ke aplikasi e‐SKP yang dikeluarkan oleh Biro
KepegawaianKemendikbud.
Kegiatan ini dilaksanakan untuk meningkatkan kemampuan berproduktivitas, motivasi dan
keterampilan pegawai dalam pengembangan dan membangun kemampuanpersonal, serta
meningkatkanpengetahuandanpemahamanpegawaitentangaplikasie‐SKPBiroKepegawaian
Kemendikbud.Acaradimulaipadaharikamis(25/02/16)pukul17.00sore,dibukaolehKepala
LPMPSulawesiSelatan,Dr.H.AbdulHalimMuharram,M.Pd.,dalamacarapembukaaniatanini
dilaksanakanuntukmengawalikegiatanditahun2016,namunsebelummemulaisebaiknyakita
membangun komitmen dan semangat kerja yang tinggi agar apa yang kita kerjakan tidak
menjadi sebuah beban yang sangat berat sehingga
membuat kita
engganuntukmelirikapalagimengerjakannya.
“LPMP
Sulawesi
Selatan
adalah
sebuah
lembaga
yangbesar,lembaga
yang
besar
EBuletin LPMP Sulsel – Maret 2016 | 9 | membutuhkan semangat yang besar untuk memulai sesuatu yang besar....lembaga yang besar
harus dikawal dengan orang‐orang yang mempunyai komitmen yang tinggi dalam
melaksanakantugaskedinasan,baikituPNSmaupunNonPNS...,dibutuhkansalingpengertian
diantara kita, untuk bersama‐sama membangun dan mengembalikan kejayaan LPMP Sulawesi
Selatan seperti pada tahun 2005 sebagai LPMP yang berjaya dibidang IT dan pelan‐pelan
menghapuspredikatsebagaiLPMPterburukkebersihannya...”ulasanbeliaudalammemotivasi
seluruh pegawai LPMP Sulawesi Selatan. Keinginan beliau juga adalah menarik minat orang‐
orang diluar lingkungan LPMP Sulawesi Selatan untuk datang berkunjung ke LPMP dengan
memberikan keramah‐tamahan dan keamanan kepada setiap tamu yang datang, hal ini bisa
dimulaidariparasecuritykitakemudianberlanjutkesetiapbagian.Untukmembedakantamu
danpegawaihendaknyaseluruhpegawaimenggunakanid‐card.
Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil
disampaikan Kepala Bagian Umum LPMP Sulawesi Selatan, Bapak Drs. Suardi B., M.Pd
memaparkan antara lain tentang Kewajiban, Tingkat dan Jenis Hukuman Disiplin, Jenis
Pelanggaran,dansegala peraturan yang mengikat PNSdalammelaksanakantugas kedinasan.
Hendaknya seluruh pegawai LPMP Sulawesi Selatan melaksanakan tugas dengan sebaik‐
baiknyasesuai dengansumpah dan aturan yang berlaku sehingga akanmeminimalisir tingkat
pelanggarandanhukumandisiplindikalanganPNSLPMPSulawesiSelatan.
ElektronikSasaranKerjaPegawai
Aplikasi Elektronik Sasaran Kerja Pegawai yang dising kat
dengan e‐SKP digunakan untuk mencatat rencana kerja,
realisasi kerja dan menghitung kinerja dari seorang
pegawai dalam jabatan yang diampunya. Sesuai yang
dikemukakanolehbapakSalehSaripuddin,S.KomdariBiro
Kepegawaian Kementerian Pendidikan dan kebudayaan
bahwa Proses perhitungan realisasi SKP mengacu pada
Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2011 tentang
Penilaian Prestasi Kerja Pegawai Negeri Sipil yang
Ketentuan Pelaksanaannya diatur dalam Peraturan Kepala
Badan Kepegawaian Nomor 1 Tahun 2013. Sedangkan
Peraturan Pemerintah no. 107 mengatur tentang disiplin
kehadiranpegawaitepatdatangtepatpulang.
Aplikasi SKP dapat diakses menggunakan web browser seperti internet explorer, firefox, dan
crhom pada laman http://skp.sdm.kemdikbud.go.id. Atau http://118.98.234.94/skpbaru
PegawaiyangdapatmenggunakanaplikasiSKPadalahCPNS/PNSyangtercatatdalamdatabase
kepegawaianKementerianPendidikandanKebudayaan.Untukmelakukanpembaruandatabase
kepegawaiantersebutdapatdilakukanolehuserdaripengelolakepegawaiandimasing‐masing
unitkerjayangditunjukmelaluilamanhttp://data.sdm.kemdikbud.go.id.
EBuletin LPMP Sulsel – Maret 2016 | 10 | Keterangan:
Pegawaimelakukanloginpadaaplikasie‐SKPdenganmenggunakanNIPdanPassword(standar
passwordadalahskp12345)kemudianmengisiRencanaSKP(Kuantitas,Kualitas,Waktu,Biaya,
AK), mengisi Target Bulanan dari Rencana SKP, mencetak Rencana SKP, Hasil cetakan
disampaikan kepada Atasan Langsung untuk mendapatkan persetujuan terhadap Rencana
SasaranKerjaPegawaiyangtelahdisusun,PersetujuandilakukanolehAtasanlangsungdengan
cara menandatangani Rencana SKP dan memberikan persetujuan secara elektronik melalui
Aplikasi SKP, Setelah mendapatkan persetujuan secara elektronik pegawai tidak dapat lagi
merubah SKP yang telah ditetapkan, Untuk merubah SKP yang telah disetujui, pegawai harus
mengajukan perubahan kepada atasan langsung untuk dilakukan perubahan (pembatalan
persetujuan) sampai pegawai mengajukan Rencana SKP yang baru, Sepanjang Rencana SKP
belum disetujui oleh atasan langsung, maka pegawai tidak dapat memasukkan data laporan
hasil pekerjaan pada realisasi rencana SKP. Nilai Kinerja Formulir Realisasi Sasaran Kerja
PegawaiakanbertambahsetelahlaporanrealisasiSKPdisetujuiolehatasanmelaluiaplikasie‐
SKP,LaporanRealisasiSKP,baikyangdisetujuimaupuntidakolehatasanakantercatatdalam
laporanrealisasipegawai.
Pada aplikasi e‐SKP ini tidak ada upload dan download dokumen namun pegawai tetap
mengumpulkan bukti fisik dan pencatatan kinerja kemudian membuat summary (ringkasan
laporan)dalamsetahun.
DinamikaKelompok
Selain mengikuti materi dalam kelas, terdapat materi di luar kelas yaitu Dinamika Kelompok
yang diikuti oleh seluruh pegawai LPMP Sulawesi Selatan. Kegiatan ini dilaksanakan secara
berkelompok yang bertujuan meningkatkan nilai kerjasama kelompok, meningkatkan proses
interaksi antara anggota kelompok, meningkatkan produktivitas anggota kelompok,
mengembangkan kelompok ke arah yang lebih baik dan lebih maju dan meningkatkan
kesejahteraan hidup anggotanya. Diharapkan dengan mengikuti kegiatan ini seluruh pegawai
EBuletin LPMP Sulsel – Maret 2016 | 11 | LPMP Sulawesi Selatan dapat menjalin kerjasama yang baik dalam membangun lembaga,
memikirkan bersama‐sama segala permasalahan yang dialami lembaga sehingga dapat
diperolehpemecahannyadengancepat,efektifdanefisien.
EBuletin LPMP Sulsel – Maret 2016 | 12 | Workshop Penyusunan Peta Manajemen
Resiko LPMP Sulawesi Selatan
Lembaga Penjaminan Mutu Pendidikan
(LPMP)SulawesiSelatanmenyelenggarakan
Workshop Penyusunan Manajemen Risiko
di Hotel Singgasana, tanggal 3 s.d. 5 Maret
2016. Workshop ini diikuti oleh 80 orang
peserta Pegawai Negeri Sipil (PNS), dengan
sebaran perwakilan dari subbagian/seksi,
yangterdiridariUnsurPimpinandanstafdi
lingkunganLPMPSulawesiSelatan.
Tujuan Workshop Penyusunan Manajemen Resiko ini antara lain agar staf dan
pimpinan dapat memahami pentingnya manajemen resiko khususnya dalam
pelaksanaan program prioritas lembaga; mengidentifikasi keberadaan dan penyebab
munculnya resiko dalam pelaksanaan program prioritas lembaga; melakukan
penanganan dan pengendalian terhadap resiko yang muncul, serta upaya
pendanaannya; dan menyusun atau membuat peta resiko dari program prioritas
lembaga.
HasilyangdiharapkandariWorkshopiniantaralainadalahStafdanpimpinanmemiliki
pemahaman tentang manajemen resiko, mampu mengidentifikasi, dan mengendalikan
resiko program prioritas lembaga dan membuat atau menyusun Peta Resiko dari
programprioritaslembaga.
Narasumberyangmenjadifasilitatordalamkegiataninisebanyak5orang,terdiridari
pejabat eselon (Kepala LPMP), dengan materi Kebijakan dan Program Lembaga;
NarasumberDaerahdanNarasumberPusatyangmemandupesertadalampenyusunan
petaresiko.
Berikutmateriyangdisampaikandalamworkshoptersebut:
MATERI
Pembukaan/Kebijakan&Program
PrioritasLPMPProv.SulselT.A.2016
AnalisisResiko,StandardanKerangka
KerjaManajemenResiko,dan
IdentifikasiResiko
SistemPengendalianInstansi
Pemerintah(SPIP)
PenyusunanPetaResikoProgram
PrioritasLPMPProv.Sulsel
NARASUMBER/FASILITATOR
KepalaLPMPProv.Sulsel
(Drs.H.Abd.HalimMuharram,M.Pd.)
EkoHeryWinarno,Ak,MAP,CA
Dr.SofyanSyafar,S.Sos.,M.Si.
Drs.MaralusPanggabean,SE,SH,M.Sc
(Bahtiar)
EBuletin LPMP Sulsel – Maret 2016 | 13 | Diklat Perencanaan dan Pengembangan
Karir PNS LPMP Sulawesi Selatan
Salah satu narasumber, bapak Drs. Suyadi, M.Ed Setditjen Dikdasmen mengatakan
bahwa pegawai yang akan melanjutkan pendidikan hendaknya memperhatikan
integritas dari Universitas yang akan dijadikan tempat belajar dan segera mengurus
suratijinbelajaratautugasbelajar.Begitupuladalambekerjahendaknyabekerjadalam
satu tim yang solid, ketika salah satu teman tidak bisa hadir dan sementara sedang
mengerjakan suatu pekerjaan maka rekan satu timnya yang harus membantu
menyelesaikan pekerjaan tersebut sehingga tidak ada penundaan pekerjaan dan
pelayanan pun tetap berjalan dengan baik. Absensi dilengkapi dengan baik dan
diberengi dengan kinerja yang baik pula, tidak hanya datang pagi dan sore saja
istilahnya704datangpukul7pagisiangmenghilangdandatangkembalipadapukul4
soreuntukceklok,namunmemaksimalkankinerjadarijam7.30sampaidengan16.00
setiaphari.
ParapesertadiberikanpengetahuantentangManajemenSDMStrategikdanManajemen
Karir berdasarkan UU ASN (Aparatur Sipil Negara) dalam rangka mewujudkan sistem
pemerintahan yang bersih dan berwibawa (good governance) serta mewujudkan
pelayanan publik yang baik, efisien, efektif dan berkualitas tentunya perlu didukung
adanyanSumberDayaManusia(SDM)aparaturkhususnyaPegawaiNegeriSipil(PNS)
yangprofesional,bertanggungjawab,adil,jujurdankompetendalambidangnya.Dengan
kata lain, PNS dalam menjalankan tugas tentunya harus berdasarkan pada
profesionalismedankompetensisesuaikualifikasibidangilmuyangdimilikinya.
Untuk mewujudkan SDM aparatur (PNS) yang profesional dan berkompetensi dengan
pembinaan karir PNS yang dilaksanakan atas dasar perpaduan antara sistem prestasi
kerja dan karir, maka pengembangan SDM aparatur berbasis kompetensi merupakan
EBuletin LPMP Sulsel – Maret 2016 | 14 | suatukeharusanagarorganisasi(birokrasi)dapatmewujudkankinerjayanglebihbaik
danmemberikanpelayananpublikyangterbaik.
Pengembangankariryangdilaksanakandandikembangkanpada
SDM aparatur (PNS) adalah melalui pembinaan karir dan
penilaian sistem prestasi kerja. Sistem karir pada umumnya
melalui kenaikan pangkat, mutasi jabatan serta promosi.
Pengembangan karir bukan sekedar promosi ke jabatan yang
lebih tinggi, melainkan pegawai mengalami kemajuan dalam
bekerja,adanyakepuasandalamjabatanyangdipercayakanserta
meningkatnyaketerampilanpegawai.
SelainUUASNparapesertajugadiajakolehPraktisiPsikologi,ibufauziahZulfitriuntuk
meningkatkan motivasi kerja dan bersemangat dalam meraih prestasi dalam bekerja.
Diperlukan tiga hal untuk memotivasi diri kita yaitu kekuatan untuk memotivasi diri
kita, diperlukan tujuan dalam hidup kita, dan dilakukan secara terus menerus serta
pantang menyerah dalam menghadapi kegagalan. “Anda tidak akan menjadi apa yang
andainginkan,jikaandatetapmenjadisepertiyangsekarang....”,katakuncinyaadalah
BERUBAH.
Mudah‐mudahan dengan adanya kegiatan ini peserta pegawai LPMP Sulawesi Selatan
dapat menambah pengetahuannya tentang UU ASN dan dapat mengembangkan
karirnyasesuaidenganpolakarirPNSyangberlakusertameningkatnyamotivasikerja
pegawaiLPMPSulawesiSelatansehinggasemakinterampildanmampumelaksanakan
segalatanggungjawabnyadenganbaik.
LPMP Sulawesi Selatan mengadakan kegiatan Diklat Perencanaan dan Pengembangan
Karir PNS untuk memberikan pengetahuan kepada pegawai tentang pengembangan
karir ASN dan meningkatkan motivasi kerja pada pegawai. Sehingga diharapkan
pegawaimempunyaipersamaanpersepsitentanghakdankewajibandansyarat‐syarat
dalam pengembangan karir dan akan menjadi acuan pegawai dalam rencana
pengembangankarirnyasesuaidenganpolakarirPNSyangberlaku.
Kegiataniniberlangsungpadatanggal24s.d.26Maret2016diAula1LPMPSulawesi
Selatan.Polapembelajaranyaitupemaparanolehnarasumberyangdilengkapidengan
tanya jawab dan praktek. Materi yang diberikan pada kegiatan ini sangat menarik
antaralainManajemenKarirASN,MotivasiBerprestasidanManajemenSDMStrategik.
Salah satu narasumber, bapak Drs. Suyadi, M.Ed Setditjen Dikdasmen mengatakan
bahwa pegawai yang akan melanjutkan pendidikan hendaknya memperhatikan
integritas dari Universitas yang akan dijadikan tempat belajar dan segera mengurus
suratijinbelajaratautugasbelajar.Begitupuladalambekerjahendaknyabekerjadalam
satu tim yang solid, ketika salah satu teman tidak bisa hadir dan sementara sedang
mengerjakan suatu pekerjaan maka rekan satu timnya yang harus membantu
menyelesaikan pekerjaan tersebut sehingga tidak ada penundaan pekerjaan dan
pelayanan pun tetap berjalan dengan baik. Absensi dilengkapi dengan baik dan
diberengi dengan kinerja yang baik pula, tidak hanya datang pagi dan sore saja
istilahnya704datangpukul7pagisiangmenghilangdandatangkembalipadapukul4
soreuntukceklok,namunmemaksimalkankinerjadarijam7.30sampaidengan16.00
setiaphari.
EBuletin LPMP Sulsel – Maret 2016 | 15 | ParapesertadiberikanpengetahuantentangManajemenSDMStrategikdanManajemen
Karir berdasarkan UU ASN (Aparatur Sipil Negara) dalam rangka mewujudkan sistem
pemerintahan yang bersih dan berwibawa (good governance) serta mewujudkan
pelayanan publik yang baik, efisien, efektif dan berkualitas tentunya perlu didukung
adanyanSumberDayaManusia(SDM)aparaturkhususnyaPegawaiNegeriSipil(PNS)
yangprofesional,bertanggungjawab,adil,jujurdankompetendalambidangnya.Dengan
kata lain, PNS dalam menjalankan tugas tentunya harus berdasarkan pada
profesionalismedankompetensisesuaikualifikasibidangilmuyangdimilikinya.
Untuk mewujudkan SDM aparatur (PNS) yang profesional dan berkompetensi dengan
pembinaan karir PNS yang dilaksanakan atas dasar perpaduan antara sistem prestasi
kerja dan karir, maka pengembangan SDM aparatur berbasis kompetensi merupakan
suatukeharusanagarorganisasi(birokrasi)dapatmewujudkankinerjayanglebihbaik
danmemberikanpelayananpublikyangterbaik.
Pengembangan karir yang dilaksanakan dan dikembangkan pada SDM aparatur (PNS)
adalahmelaluipembinaankarirdanpenilaiansistemprestasikerja.Sistemkarirpada
umumnya melalui kenaikan pangkat, mutasi jabatan serta promosi. Pengembangan
karir bukan sekedar promosi ke jabatan yang lebih tinggi, melainkan pegawai
mengalami kemajuan dalam bekerja, adanya kepuasan dalam jabatan yang
dipercayakansertameningkatnyaketerampilanpegawai.
SelainUUASNparapesertajugadiajakolehPraktisiPsikologi,ibufauziahZulfitriuntuk
meningkatkan motivasi kerja dan bersemangat dalam meraih prestasi dalam bekerja.
Diperlukan tiga hal untuk memotivasi diri kita yaitu kekuatan untuk memotivasi diri
kita, diperlukan tujuan dalam hidup kita, dan dilakukan secara terus menerus serta
pantang menyerah dalam menghadapi kegagalan. “Anda tidak akan menjadi apa yang
andainginkan,jikaandatetapmenjadisepertiyangsekarang....”,katakuncinyaadalah
berubah.(NursaidawatyA.)
EBuletin LPMP Sulsel – Maret 2016 | 16 | LPMP dan Pemprov Sulawesi Selatan
Kawal Pendidikan Bersama
Pendidikan merupakan gerbang menuju kehidupan yang lebih baik. Dengan
memperjuangkanhal‐halterkecilhinggahal‐halterbesaryangnormalnyaakandilewati
olehsetiapmanusia.SepertiitulahyangdilontarkanGubernurSulawesiSelatan,Syahrul
YasinLimpokepadaLembagaPenjaminanMutuPendidikan(LPMP)Sulsel.
"Masalahpendidikanitukankewajiban.Jadisemuapihakharus berkontribusikarena
bangsa ini bisa lebih baik kalau pendidikannya itu baik. Salah satu cara memperbaiki
Indonesia itu dengan menghasilkan orang pintar," Jelas Syahrul di Ruang Kerja
Gubernur,Senin(28/3/2016).
Dalam kunjungannya, Halim Muharram mengungkapkan kalau maksud dan tujuannya
untuk bersua dengan Gubernur adalah tidak lain untuk meminta wejangan atau
petunjukdariPemprovSulselsebelummengimplementasikanprogram,yangkemudian
akanditerjemahkanuntukmengawalmutupendidikan.
"Tujuannya,supayaLPMPdanPemprovSulselberadapadasaturel.Sehingga,capaian
program bisa cepat dan tepat sasaran. Saya juga akan minta saran dan masukan dari
berbagai stakeholder dan satuan pendidikan, bagaimana mengawal kualitas
pendidikan,"ujarHalimMuharram,selakuKepalaLPMPSulsel.
EBuletin LPMP Sulsel – Maret 2016 | 17 | Pendidikan juga adalah bekal untuk mengejar semua yang menjadi target oleh
seseorangdalamkehidupannyasehinggatanpapendidikan,makalogikanyasemuayang
diimpikannyaakanmenjadisangatsulituntukdapatdiwujudkan.
"Kitaharuskejarketertinggalankita.Makadariitusayatitipkan,apalagiLPMPadalah
label.SayaakansupportdanberadadibelakangLPMP.Harapansayabesarsekalisama
kita,kalauadakendalaharapsampaikansamasaya,"tuturSyahrul.
Syahruljugamenambahkanagartenagapendidikbetul‐betulditanganidenganserius,
danSyahrulsiapjikadiundangdalamkegiatanyangbersangkutandenganpendidikan.
"Guru‐gurukitamendapatsaingandariteknologi.Bapakharusmerapatsamasaya,kita
masihbisabicarakanbanyakhalmengenaipendidikan.Sayasiap,pertemukansayadan
undangsaya,"tegasSyahrul.
Pendidikan merupakan gerbang menuju kehidupan yang lebih baik. Dengan
memperjuangkanhal‐halterkecilhinggahal‐halterbesaryangnormalnyaakandilewati
olehsetiapmanusia.SepertiitulahyangdilontarkanGubernurSulawesiSelatan,Syahrul
YasinLimpokepadaLembagaPenjaminanMutuPendidikan(LPMP)Sulsel.
"Masalah pendidikan itu kan kewajiban. Jadi semua pihak harus berkontribusi karena
bangsa ini bisa lebih baik kalau pendidikannya itu baik. Salah satu cara memperbaiki
Indonesia itu dengan menghasilkan orang pintar," Jelas Syahrul di Ruang Kerja
Gubernur,Senin(28/3/2016).
Dalam kunjungannya, Halim Muharram mengungkapkan kalau maksud dan tujuannya
untuk bersua dengan Gubernur adalah tidak lain untuk meminta wejangan atau
petunjukdariPemprovSulselsebelummengimplementasikanprogram,yangkemudian
akanditerjemahkanuntukmengawalmutupendidikan.
"Tujuannya,supayaLPMPdanPemprovSulselberadapadasaturel.Sehingga,capaian
program bisa cepat dan tepat sasaran serta terukur. Saya juga akan minta saran dan
masukan dari berbagai stakeholder dan satuan pendidikan, bagaimana mengawal
kualitaspendidikan,"ujarHalimMuharram,selakuKepalaLPMPSulsel.
Pendidikan juga adalah bekal untuk mengejar semua yang menjadi target oleh
seseorangdalamkehidupannyasehinggatanpapendidikan,makalogikanyasemuayang
diimpikannyaakanmenjadisangatsulituntukdapatdiwujudkan.
"Kitaharuskejarketertinggalankita.Makadariitusayatitipkan,apalagiLPMPadalah
label.SayaakansupportdanberadadibelakangLPMP.Harapansayabesarsekalisama
kita,kalauadakendalaharapsampaikansamasaya,"tuturSyahrul.
Syahrul juga menambahkan agar tenaga pendidik betul‐betul ditangani dengan serius,
danSyahrulsiapjikadiundangdalamkegiatanyangbersangkutandenganpendidikan.
"Guru‐gurukitamendapatsaingandariteknologi.Bapakharusmerapatsamasaya,kita
masihbisabicarakanbanyakhalmengenaipendidikan.Sayasiap,pertemukansayadan
undangsaya,"tegasSyahrul.(ArisApriadiSaputra)
EBuletin LPMP Sulsel – Maret 2016 | 18 | Membangun Budaya Sekolah
DarwisSasmedi
WidyaiswaraLPMP
SulawesiSelatan
M
embangun budaya sekolah sangat penting dilakukan demi meningkatkan mutu
pendidikan. Dalam membangun budaya sekolah tersebut, kepala sekolah bertugas
mengembangkan kondisi sekolah dan kelas yang kondusif. Kondisi itu memerlukan
komunikasidaninteraksiyangyangsehatantarakepalasekolahdengansiswa,guru,staf,orang
tuasiswa,masyarakat,danpemerintah.
Belumsemuasekolahmemahamipentingnyabudayasekolah.Haliniterlihatpadafaktabahwa
belumsemuasekolahmemilikiprogrampengembangannya.Kondisiiniterjadikarenasebagian
kepala sekolah belum memahami dan dan terampil dalam merencanakan, melaksanakan
pengembangan,danmengukurefektivitaspengembanganbudayasekolah.Halitutidakberarti
kepala sekolah tidak memperhatikan pengembangannya. Pada kenyataannya banyak kepala
sekolah yang sangat memperhatian akan pentingnya membangun suasana sekolah, suasana
kelas,membangunhubunganyangharmonisuntukmenunjangterbentuknyanorma,keyakinan,
sikap, karakter, dan motif berprestasi sehingga tumbuh menjadi sikap berpikir warga sekolah
yang positif. Hanya saja kenyataan itu sering tidak tampak pada dokumen program
pengembanganbudaya.
Budayasekolahsangateratkaitanyadenganpembentukansuasanasekolahyangkondusifdan
diarahkan pada elemen perubahan kurikulum 2013, antara lain: (1) pembelajaran yang
berpusat pada siswa, dimana siswaberinteraksi,beragumen, berdebat,danberkolaborasi;(2)
pembelajaran interkatif, yaitu guru berusaha membuat kelas semenarik mungkin dengan
menggunakan pendekatan tematik integratif, sains, kontekstual yang terencana; (3)
pembelajarandalamkonteksjejaring,dimanasiswamenimbailmudariberbagaisumber;dari
siapa saja, dari mana saja, dari internet, dari perpustakaan sekolah, dari hasil praktik di luar
kelas,daripraktikdidalamkelas,daripengalamanteman‐teman,daripengalamanorang‐orang
EBuletin LPMP Sulsel – Maret 2016 | 19 | sukses; dan (4) pembelajaran siswa aktif, dimana guru memfasilitasi siswa aktif dengan cara
merumuskanberbagaipertanyaanyanginginmerekacarijawabannya.
PengertianBudayaSekolah
Kebudayaan menurut Koetjaraningkat
dalam Kemdikbud (2013) merupakan
keseluruhan sistem gagasan, tindakan, dan
hasil karya manusia dalam rangka
kehidupan masyarakat yang dijadikan
miliknya melalui belajar. Penyebaran dan
perkembangannya
berproses
seiring
dengan perkembangan kehidupan. Stolp
dan Smith (1994 ) menyatakan budaya
sekolah pun perkembangan bersamaan
dengan sejarah sekolah. Wujudnya dalam
bentuk norma, nilai‐nilai, keyakinan, tata
upacara,ritual,tradisi,mitosyangdipahami
oleh seluruh warga sekolah. Karena
perbedaan tingkat keyakinan, norma, dan
nilai‐nilaiyangdiyakiniolehwargasekolah
telah menyebabkan sekolah miliki tradisi
berbeda‐beda.
Data menunjukkan meskipun terdapat
beberapa sekolah yang memiliki sumber
keungan yang sama besar, namun
penampilan fisik dan prestasinya dapat
beda. Lebih dari itu, bisa terjadi sekolah
dalam satu kompleks, didukung dengan
lingkungan masyarakat yang sama, latar
belakang pendidikan kepala sekolah dan
guru‐gurunya sama, namun karena
memiliki budaya sekolah yang berbeda,
iklimmaupunartefaksekolahpunberbeda,
maka prestasinya menjadi berbeda.
Perbedaan tersebut dipengaruhi oleh
pemahaman dan kepatuhan warga sekolah
terhadap norma, nilai‐nilai, dan keyakinan
yangmerekajunjung.Makinkuatkeyakinan
dan kepatuhan warga terhadap norma dan
nilai‐nilai
semakin
tinggi
pula
keterikatannya pada sekolahnya, semakin
besar rasa memilikisekolahnya,danmakin
kuatmotifbelajarnya.
Homer Dixon dalam kemdikbud (2013)
menyatakan bahwa kepala sekolah
menghadapi tantangan dalam mengelola
masalah
yang
makin
kompleks.
Ketidakpastian menyebabkan krisis datang
tanpa aba‐aba. Daya kendalinya selalu
memerlukan dukungan pemikiran yang
handal. Gelombang masalah yang datang
selalu berbeda. Karena itu, kepala sekolah
harus selalu membaharui idenya secara
inovatif untuk mendukung kebijakan dan
tindakanyangefektifataumencapaitujuan.
Tantangan utama kepala sekolah dalam
mengembangkan budaya sekolah adalah
membangunsuasanasekolahyangkondusif
melalui pengembangan komunikasi dan
interaksi yang sehat antara kepala sekolah
dengan siswa, guru‐guru, staf, orang tua
siswa, masyarakat, dan pemerintah.
Komunikasi dan interaksi yang sehat
memilki dua indikator yaitu tingkat
keseringan dan kedalaman materi yang
dibahas. Di samping itu, kepala sekolah
perlu mengembangkan komunikasi multi
arah untuk mengintegrasikan seluruh
sumberdayasecaraoptimal.
Dalam membangun budaya sekolah, kepala
sekolah bertugas mengembangkan kondisi
sekolah yang kondusif dan kelas yang
kondusif. Kondisi itu memerlukan
komunikasi dan interaksi antara kepala
sekolah dengan guru, orang tua siswa, staf
dan siswa harmonis. Kerja sama yang baik
semua pihak diharapkan dapat menunjang
pengembangan interaksi yang positif
menumbuhkan pola pikir dan pola tindak
dalam bentuk terhadap norma, nilai‐nilai
yang sekolah junjung. Di samping itu,
diharapkan pula dengan dukungan sekolah
yang kondusif para pemangku kepentingan
memiliki keyakinan bahwa sekolahnya
dapat mewujudkan prestasi terbaik karena
ditunjang dengan motif berprestasi yang
tinggi.
EBuletin LPMP Sulsel – Maret 2016 | 20 | Kepala sekolah harus mampu mengelola
sumber daya yang sekolah miliki secara
efektif dalam menjamin terwujudnya
keunggulan
pemenuhan
standar
kompetensi lulusan pada implementasi
kurikulum 2013 melalui pembangunan
budayasekolah.Kepalasekolahmempunyai
tiga tugas utama dalam membangun
budayasekolah,yaitu:(1)mengembangkan
keharmonisan
hubungan
yang
direalisasikan
dalam
komunikasi,
kolaborasiuntukmeningkatkanpartisipasi;
(2) mengembangkan keamanan baik
secarapsikologis,visi,sosial,dankeamanan
kultural.Sekolahmenjagaagarsetiapwarga
sekolah kerasan dalam komunitasnya; dan
(3) mengembangkan lingkungan sekolah
yang agamis, lingkungan fisik sekolah yang
bersih,
indah,
dan
nyaman,
mengembangkan lingkungan sekolah yang
kondusif secara akademik. Guru dan siswa
memiliki motif berprestasi serta keyakinan
yang tinggi untuk mencapai target belajar
yang bernilai dengan suasana yang
berdisiplindankompetitif.
Untuk mendukung pengembangan budaya
sekolah, kepala sekolah hendaknya
memperhatikan kemampuan diri dalam
mengendalikan kepribadian, prilaku, dan
sikap kepemimpinan kepala sekolah yang
mendukung sehingga semua pihak dapat
menjaga harmoni kerja sama yang baik.
Keterampilan lain yang diperlukan adalah
membangun kreasi dalam memberikan
pelayanan agar memenuhi harapan semua
pihak.Halinimerupakanbagianterpenting
dalam kepemimpinan (Celtus R Bulach,
2011).
Tinggi rendahnya semangat kerja sama,
kepatuhan terhadap norma atau nilai‐nilai
yang baik, kebiasaan baik, kayakinan yang
tinggi, motif berprestasi guru dan siswa
sangat
bergantung
pada
karakter
kepemimpinan kepala sekolah. Dalam
menunjangpengembanganbudayasekolah,
Fullan (2001) menyatakan bahwa kepala
sekolah hendaknya menegakkan lima
prinsip, yaitu (1) selalu berorientasi pada
pencapain tujuan; mengembangkan visi
dengan jelas dan kandungannya menjadi
milik
bersama;
(2)
menerapkan
kepemimpinan
partisipatif
dengan
memperluas peran pendidik dalam
pengambilan keputusan; (3) berperan
sebagai kepala sekolah yang inovatif
dengan meningkatkan keyakinan bahwa
pendidik dapat mengembangkan prilaku
yang
mendukung
perubahan;
(4)
memerankan
kepemimpinan
yang
meyakinkan pendidik sehingga mereka
berpersepsi bahwa kepala sekolahnya
“benar” menunjang efektivitas mereka
bekerja; (5) mengembangkan kerja sama
yang baik antar pendidik dalam interaksi
formalmaupuninformal.
Bagi kepala sekolah aspek mana pun
kembali ke pemikiran awal yang
menyatakan bahwa seluruh unsur
kebudayaan berkembang melalui proses
belajar. Oleh karena itu, inti dari
pengembangan budaya adalah membangun
hubungan yang baik, meningkatkan
keamanan sekolah secara fisik maupun
psikologis, meningkatkan lingkungan yang
kondusif. Untuk itu, kepala sekolah dan
seluruh pemangku kepentinganperluterus
belajar karena konteks budaya sekolah
terusberubahtanpahenti.
Relevan dengan kondisi itu, Peter Senge
menyatakan bahwa kepala sekolah perlu
memerankan diri sebagai teladan yang
ditunjukkan dengan indikator, yaitu: (1)
menjadi personal yang bersiplin tinggi
dalam memfokuskan energi dalam
mewujudkan visi‐misi, bersabar, dan
memahami fakta secara objektif; (2)
menjadi
mental
model
dalam
mempengaruhi dan memahami keadaan
sekitar dan serta dapat merespon dengan
tepat; (3) mengembangkan visi‐misi
EBuletin LPMP Sulsel – Maret 2016 | 21 | bersama
sebagai
dasar
untuk
mengembangkan
komitmen
yang
berkembang secara berkelanjutan sehingga
kepala
sekolah
tidak
hanya
mengembangkan
kepatuhan;
(4)
mengembangkan tim pembelajar yang
dialogis, mengembangkan kapasitas tim,
mengganti asumsi dengan pemikiran
bersama;dan(5)mengembangkanberpikir
sistem yang mengintegrasikan dengan
keempatdisiplindiatas.
Keberhasilan
pengembangan
budaya
sekolah menjadi penentu keberhasilan
meningkatkan lulusan yang bermutu.
Karena itu, kepala sekolah penting
memperhatikan berbagai prinsip utama,
yaitu: (1) budaya merupakan norma, nilai,
keyakinan, ritual, gagasan, tindakan, dan
karya sebagai hasil belajar; (2) perubahan
budaya mencakup proses pengembangan
norma,nilai,keyakinan,dantradisisekolah
yang dipahami dan dipatuhi warga sekolah
yang dikembangkan melalui komunikasi
dan interaksi sehingga mengukuhkan
partisipasi; (3) untuk dapat mengubah
budaya sekolah memerlukan pemimpin
inspiratif
dan
inovatif
dalam
mengembangkan perubahan perilaku
melalui proses belajar; (4) Efektivitas
perubahan budaya sekolah dapat terwujud
dengan mengembangkan sekolah sebagai
organisasipembelajarmelaluiperankepala
sekolah menjadi teladan; dan (5)
mengembangkan
budaya
sekolah
memerlukanketekunan,keharmonisan,dan
perjuangan tiada henti karena budaya di
sekitarsekolahselaluberubahkearahyang
tidakselalusesuaidenganharapansekolah.
ModelStrategiPengelolaanBudayaSekolah
Pengembangan budaya sekolah tidak lepas
daribudayamasyarakatdisekitarnya.Oleh
karena itu, pengembangan budaya
sebaiknya berdasarkan kebutuhan sekolah
yang di dalamnya terdapat kepala sekolah,
guru, dan siswa yang terintegrasi pada
budayayangberkembangdilingkungannya.
Di samping budaya sekolah merupakan
bagian dari budaya lingkungan sekitarnya,
sekolahharusdapatberfungsisebagaiagen
pengembang budaya lingkungan. Sekolah
dalam fungsinya sebagai agen perubahan
budayaperlumerumuskanrencana,strategi
pengembangan, dan monitoring dan
evaluasi pembangunan budaya sekolah
dengan
menggunakan
strategi
pengembangan budaya sekolah di bawah
ini.
Langkah
pertama
adalah
analisis
Lingkungan eksternal dan internal. Pada
tahapiniapabiladilihatdarimodelanalisis
lingkunganadalahmengidentifikasipeluang
dan ancaman yang datang dari budaya
sekitar sekolah. Di samping itu analisis
lingkungan
diperlukan
untuk
mengidentifikasi kekuatan kelemahan dari
dalam. Dari analisis lingkungan akan
diperoleh sejumlah masalah yang sekolah
perluselesaikan.
Langkah Kedua adalah merumuskan
strategi yang meliputi penetapan visi‐misi
yang menjadi arah pengembangan, tujuan
pengembangan,stategipengembangan,dan
penetapan kebijakan. Arah pengembangan
dapat dapat dijabarkan dari visi‐dan misi
menjadi indikator pada pencapaian tujuan.
Contoh dalam pengembangan keyakinan
akan dibuktikan dengan sejumlah target
yang tinggi pada setiap indikator
pencapaian. Hal ini dapat dijabarkan lebih
lanjut pada model operasional penguatan
nilai kerja sama dan yang kompetitif.
Misalnya sekolah membagi kelompok kerja
dengan semangat kebersamaan, namun
antar kelompok dikondisikan agar selalu
berkompetisi untuk mencapai target yang
terbaik. Oleh karena itu, sekolah secara
internal tidak mengembangkan model
kompetisi individual karena dapat
mengurangi makna pengembangan nilai
kebersamaan dan kekompakan. Program
EBuletin LPMP Sulsel – Maret 2016 | 22 | kerja berbasis kolaborasi pada model ini
dapat dikukuhkan melalui penetapan
kelompok kerja yang ditetapkan dalam
surat tugas dari kepala sekolah sebagai
pemangkukebijakan.
Langkah ketiga adalah Implementasi
strategi untuk dapat menjawab bagaimana
caranya sekolah melaksanakan program.
Jikapadamodelpertamasekolahberencana
untuk mengembangkan nilai kebersamaan
melalui pelaksanaan kegiatan kolaboratif
dan kompetitif, maka sekolah hendaknya
menyusun strategi pada kegiatan yang
mana yang dapat dikolaborasikan dan
dikompetisikan.
Sekolah dapat memilih bidang yang akan
dikolaborasikan bersifat kompetitif dari
berbagaibidangkegiatan,misalnyasekolah
berencana
untuk
mengembangkan
lingkunganfisiksekolahyangnyaman.Pada
kegiatan ini diperkukan nilai kebersamaan,
semangat
berkolaborasi,
semangat
berpartisipasi dari seluruh pemangku
kepentingan di sekolah. Pengembangan
nilai harus diwujudkan dalam kepatuhan
atas kesepatan yang dituangkan dalam
pengaturan.Olehkarenaitupengembangan
budaya sekoah sangat erat kaitannya
dengan peraturan dan kepatuhan seluruh
warga sekolah pada pelaksanaan kegiatan
sehari‐haridisekolah.Padalangkahketiga,
peran kepala sekolah yang penting adalah;
(1)menetapkankebijakanataskesepakatan
bersama; (2) merealisasikan strategi; (3)
melaksanakan
perbaikan
proses
berdasarkan data yang diperoleh dari
pemantauan; (4) melakukan evaluasi
kegiatanberbasisdatahasilpemantauann.
Langkah keempat adalah monitoring dan
evaluasi. Langkah ini merupakan bagian
dari sistem penjaminan mutu. Kepala
sekolah melalui monitoring memenuhi
kewajibanuntukmemastikanbahwaproses
pelaksanaan kegiatan sesuai dengan
rencana. Jadwal pelaksanaan memenuhi
target waktu. Tahap pelaksanaan sesuai
dengan yang direncanakan. Lebih dari itu
hasilyangdiharapkansesuaidengantarget.
Rumusan
rencana,
strategi
pengembangan, dan monitoring dan
evaluasi pembangunan budaya sekolah
dengan
menggunakan
strategi
pengembangan budaya sekolah yang telah
diuraikan
menjadi
acuan
dalam
mengembangkan budaya sekolah. Dengan
demikian, untuk mengembangkan budaya
sekolah kepala sekolah memerlukan
keterampilan
untuk
merancang
pengembangan budaya sekolah dalam
menunjang implementasi krikulum 2013,
menggunakan
instrumen
pemantuan
perkembangandanrekomendasiperbaikan
budayasekolahdanmenilaiketerlaksanaan
dankeberhasilansertamenyusunsarandan
rencanatindaklanjutperbaikan.
DAFTARPUSTAKA
Kemdikbud. 2013. Bahan Ajar: Budaya
Sekolah:BPSDMPKdanPMP.Jakarta.
EBuletin LPMP Sulsel – Maret 2016 | 23 | Teaching Listening Strategy:
How To Help Your Students?
Meydiawati,SS.M.Pd
WidyaiswaraLPMPMalukuUtara
Abstract
Some topics will elaborate through this paper. The first is the importance of listening
components.Then,itdiscussesrecentsstudiesonlisteningstrategyonbottom‐upand
top‐down processes that combine during listening. Two different perspectives of
listeningascomprehensionandlisteningasacquisition.Next,thispaperidentifiestwo
kindsofstrategiesinlistening,cognitivestrategiesrelatestomentalactivitiesrelatedto
comprehending and storing input in working memory or long‐term memory Another
strategy is metacognitive strategies: those conscious or unconscious mental activities
thatperformanexecutivefunctioninthemanagementofcognitivestrategies,assessing
thesituation,monitoringandself‐evaluating.
Key words: listening as comprehension, listening as acquisition, cognitive strategy,
metacognitivestrategy
Introduction
prior knowledge and schema in
Theteachingoflisteninghasattracteda
comprehension. Listening came to be
greater level of interest in recent years
seen as an interpretive process. At the
than it did in the past. Earlier views of
same time, the fields of discourse
listening showed it as the mastery of
analysis and conversational analysis
discrete skills or microskills, such as
revealed a great deal about the nature
recognizing reduced forms of words,
and organization of spoken discourse
recognizing cohesive devices in texts,
and led to a realization that reading
andidentifyingkeywordsinatext,and
written texts aloud could not provide a
thattheseskillsshouldformthefocusof
suitable basis for developing the
teaching. Later views of listening drew
abilities needed to process real‐time
on the field of cognitive psychology,
authentic discourse. Hence, current
which introduced the notions of
viewsoflisteningemphasizetheroleof
bottom‐up and top‐down processing
the listener, who is seen as an active
and brought attention to the role of
participant in listening, employing
EBuletin LPMP Sulsel – Maret 2016 | 24 | strategies to facilitate, monitor, and
evaluatehisorherlistening.
Recentsstudiesonlisteningstrategy
Over the past two decades, learning
strategy has been one of the most
important topics in ESL listening. The
literature
review
focused on
previous
research
findings
related to
five
particular
areas:
listening
processes, differences between more
and less effective listeners, listening
strategy instruction, assessment of
listening strategies, and students’
perceptions of strategy instruction.
General findings along with critiques of
individual studies in each area were
presented.
Bottom‐up and top‐down processes are
the two cognitive processes that
combine during listening. The bottom‐
up processing begins with sound
elements and gradually combines
increasing larger units of meaning to
construct meaning. Listeners focus on
linguistic features and decode each
sound and word for semantic meaning
(Siegel,2011).Incontrast,thetop‐down
processing begins with a holistic view
and moves from the whole to the
individual parts. In other words,
listeners process the context of the
listening situation by activating their
prior knowledge and building up
expectations of the upcoming listening
text(Clement,2007).
ListeningasComprehension
Listening as comprehension is the
traditional way of thinking about the
nature of listening. Indeed, in most
methodology manuals listening and
listening
comprehensionare
synonymous. This view of listening is
based on the assumption that the main
functionoflisteninginsecondlanguage
learningistofacilitateunderstandingof
spokendiscourse.
We will examine
this view of
listening in some
detail
before
considering
a
complementary
view of listening
– listening as
acquisition. This
latter view of
listening considers how listening can
provide input that triggers the further
development
of
second‐language
proficiency.
Understanding
spoken
discourse:
bottom‐upandtop‐downprocessing
Twodifferentkindsofprocessesare
involved in understanding spoken
discourse.Theseareoftenreferredtoas
bottom‐up and top‐down processing.
Bottom‐upprocessingreferstousing
the incoming input as the basis for
understanding
the
message.
Comprehension begins with the
received data that is analyzed as
successive levels of organization –
sounds, words, clauses, sentences,texts
– until meaning is derived. Clark and
Clark(1977:49)summarizethisviewof
listening in the following way:
[Listeners]takeinrawspeechandhold
a phonological representation of it in
working memory; They immediately
attempt to organize the phonological
representation
into
constituents,
identifying their content and function;
Theyidentifyeachconstituentandthen
construct underlying propositions,
building continually onto a hierarchical
representation of propositions; Once
EBuletin LPMP Sulsel – Maret 2016 | 25 | theyhaveidentifiedthepropositionsfor
a constituent, they retain them in
working memory and at some point
purge memory of the phonological
representation.Indoingthis,theyforget
the exact wording and retain the
meaning.
Teachingbottom‐upprocessing
Learners needalargevocabularyanda
good
working
knowledge
of
sentencestructure to process texts
bottom‐up. Exercises that develop
bottom‐up processing help the learner
to do such things as the following:
Retaininputwhileitisbeingprocessed;
Recognize word and clause divisions;
Recognize key words; Recognize key
transitions in a discourse; Recognize
grammatical relationships between key
elements in sentences; Use stress and
intonation to identify word and
sentencefunctions
Many traditional classroom listening
activities focus primarily on bottom‐
up processing, with exercises such as
dictation, cloze listening, the use of
multiple choice questions after a text,
and similar activities that require close
and detailed recognition, and
processingoftheinput.Theyassume
that everything the istener needs to
understandiscontainedintheinput.In
theclassroom, examplesofthekindsof
tasks that develop bottom up listening
skills require listeners to do the
following kinds of things:Identify the
referents of pronouns in an utterance;
Recognize the time reference of an
utterance; Distinguish between positive
and negative statements; Recognize the
order in which words occurred in an
utteranceIdentify sequence markers;
Identify key words that occurred in a
spokentext;Identifywhichmodalverbs
occurredinaspokentext
Top‐downprocessing
Top‐down processing, on the other
hand,referstotheuseofbackground
knowledge in understanding the
meaningofamessage.Whereasbottom‐
upprocessinggoesfromlanguageto
meaning, top‐down processing goes
from meaning to language. The
EBuletin LPMP Sulsel – Maret 2016 | 26 | background knowledge required for
top‐down processing may be previous
knowledgeaboutthetopicofdiscourse,
situational or contextual knowledge, or
knowledgeintheformof“schemata”or
“scripts” – plans about the overall
structureofeventsandtherelationships
betweenthem.
Muchofourknowledgeoftheworld
consists of knowledge about specific
situations, the people one might expect
to encounter in such situations, what
their goals and purposes are, and
how they typically accomplish them.
Likewise, we have knowledge of
thousands of topics and concepts, their
associated meanings, and links to other
topics and concepts. In applying this
priorknowledgeaboutthings,concepts,
people, and events to a particular
utterance, comprehension can often
proceed from the top down. The
actual discourse heard is used to
confirm expectations and to fill out
details.
Teachingtop‐downprocessing
Exercises that require top‐down
processing develop the learner’s ability
todothefollowing:
 Use key words to construct the
schemaofadiscourse
 Inferthesettingforatext
 Infer the role of the participants
andtheirgoals
 Infercausesoreffects
 Infer unstated details of a
situation
 Anticipate questions related to
thetopicorsituation
The following activities develop top‐
downlisteningskills:Studentsgenerate
a set of questions they expect to hear
about a topic, then listen to see if they
are answered; Students generate a list
of things they already know about a
topicandthingstheywouldliketolearn
more about, then listen and compare;
Students read one speaker’s part in a
conversation, predict the other
speaker’spart,thenlistenandcompare;
Students read a list of key points to be
covered in a talk, then listen to see
which ones are mentioned; Students
listen to part of a story, complete the
story ending, then listen and compare
endings; Students read news headlines,
guesswhathappened,thenlistentothe
fullnewsitemsandcompare.
Combining bottom‐up and top‐down
listeninginalisteninglesson
In real‐worldlistening, both bottom‐
upandtop‐downprocessinggenerally
occurtogether.Theextenttowhichone
or the other dominates depends on the
listener’s familiarity with the topic and
content of a text, the density of
information in a text, the text type,
and the listener’s purpose in
listening.
A typical lesson in current teaching
materials involves a three‐part
sequence consisting of pre‐listening,
while‐listening,andpost‐listeningand
contains activities that link bottom‐up
andtop‐downlistening(Field,1998).
The pre‐listening phase prepares
studentsforbothtop‐downandbottom‐
up processing through activities
involving activating prior knowledge,
making predictions, and reviewing key
vocabulary. The while‐listening phase
focuses on comprehension through
exercises that require selective
listening, gist listening, sequencing, etc.
The post‐listening phase typically
involves a response to comprehension
and may require students to give
opinions about a topic. However, it can
also include a bottom‐up focus if the
teacher and the listeners examine the
texts or parts of the text in detail,
focusingonsectionsthatstudentscould
not follow. This may involve a
microanalysis of sections of the text to
EBuletin LPMP Sulsel – Maret 2016 | 27 | enable students to recognize such
features as blends, reduced words,
ellipsis, and other features of spoken
discourse that they were unable to
processorrecognize.
ListeningStrategies
Buck(2001:104)identifiestwokindsof
strategies in listening: first, Cognitive
strategies: Mental activities related to
comprehending and storing input in
working memory or long‐term memory
for later retrieval, Comprehension
processes: Associated with the
processing
of
linguistic
and
nonlinguisticinput,Storingandmemory
processes: Associated with the storing
of linguistic and nonlinguistic input in
workingmemoryorlong‐termmemory,
Using and retrieval processes:
Associated with accessing memory, to
be readied for output. Second,
Metacognitive
strategies:
Those
conscious or unconscious mental
activities that perform an executive
functioninthemanagementofcognitive
strategies, Assessing the situation:
Taking stock of conditions surrounding
a language task by assessing one’s own
knowledge, one’s available internal and
external resources, and the constraints
of the situation before engaging in a
task, Monitoring: Determining the
effectiveness of one’s own or another’s
performance while engaged in a task,
Self‐evaluating:
Determining
the
effectiveness of one’s own or another’s
performance after engaging in the
activity, Self‐testing: Testing oneself to
determine the effectiveness of one’s
ownlanguageuse.
ListeningasAcquisition
Ourdiscussionsofarhasdealtwithone
perspective on listening, namely,
listening as comprehension.
Everything we have discussed has
beenbasedontheassumptionthatthe
role of listening in a language program
is to help develop learners’ abilities to
understandthingstheylistento.
Thisapproachtoteachingoflistening
is based on the following
assumptions; Listening serves the goal
of extracting meaning from messages;
To do this, learners have to be taught
how to use both bottom‐up and top‐
down processes to understand
messages; The language of utterances –
the precise words, syntax, and
expressions – used by speakers are
temporary carriers of meaning. Once
meaningisidentified,thereisnofurther
need to attend to the form of messages
unless problems in understanding
occurred; Teaching listening strategies
can help make learners more effective
listeners.
What classroom strategies are
appropriate for the listening‐as‐
acquisition phase? We propose a two‐
part cycle of teaching activities: 1.)
Noticing activities. 2.) Restructuring
activities. Noticing activities involve
returning to the listening texts that
servedasthebasisforcomprehension
activitiesandusingthemasthebasis
for language awareness. For example,
studentscanlistenagaintoarecording
inordertoIdentifydifferencesbetween
whattheyhearandaprintedversionof
thetext,completeaclozeversionofthe
text, complete sentences stems taken
fromthetextandcheckoffentriesfrom
alistofexpressionsthatoccurredinthe
text. Restructuring activities are oral
orwrittentasksthatinvolveproductive
use of selected items from the listening
text.Suchactivitiescouldincludepaired
readingofthetapescriptsinthecaseof
conversational texts, written sentence‐
completion tasks requiring use of
expressions and other linguistic items
that occurred in the texts, dialog
practice that incorporates items from
thetext,roleplaysinwhichstudentsare
EBuletin LPMP Sulsel – Maret 2016 | 28 | required to use key language from the
texts
Conclusion
There are two different perspectives of
listening.
First,
listening
as
comprehension that is the traditional
way of thinking about the nature of
listening.Thisviewoflisteningisbased
on the assumption that the main
functionoflisteninginsecondlanguage
learningistofacilitateunderstandingof
spoken discourse. Some strategies that
could help the students are using
incorrectanswerstodetectweaknesses,
and designing activities to help,
avoiding listening tasks that require
memorization and helpingstudents
develop a wider range of listening
strategies. The other classroom
strategies are appropriate for the
listening are noticing activities involve
returning to the listening texts that
servedasthebasisforcomprehension
activitiesandusingthemasthebasis
for language awareness. and
restructuring activities are oral or
written tasks that involve productive
use of selected items from the listening
text. The second is listening as
acquisitionthatbasedonthefollowing
assumptions:listeningservesthegoalof
extracting meaning from messages, to
do this, learners have to be taught how
to use both bottom‐up and top‐down
processes to understand messages,the
language of utterances – the precise
words, syntax, and expressions – used
by speakers are temporary carriers of
meaning. Once meaning is identified,
thereisnofurtherneedtoattendtothe
form of messages unless problems in
understanding occurred, teaching
listening strategies can help make
learnersmoreeffectivelisteners.
References:
http://www.tesol.org/docs/books/bk_E
LTD_Listening_004
Richards, Jack C. 2008. Teaching
Listening and Speaking. From
Theory to Practice. Cambridge
University Press 32 Avenue of
the Americas, New York,
NY10013‐2473,USA
https://gianfrancoconti.wordpress.com
/2015/07/07/nine‐interesting‐
foreign
language‐research‐
findings‐you‐may‐not‐know‐
about/
International Journal of Teaching,
Education
and
Language
Learning (IJTELL) January
2015,Vol.2,No.1,pp.32‐70
EBuletin LPMP Sulsel – Maret 2016 | 29 | Dukung Kemandirian Alutsista, Pria ini
Buat Mainan
Semarang
MuhammadNurhidayat
Keberhasilan bangsa muslim terbesar dunia, Indonesia dalam memproduksi sendiri
beberaapaalatutamasistempersenjataan(alutsista),memperolehbanyakpujian dari
berbagai lapisan masyarakat. Salah satunya adalah Muhammad Nurhidayat. Pria
kelahiran Surabaya 37 tahun silam, yang kini berdomisili di Semarang ini, sejak
beberapatahunlaluhobimembuatalutsistamainanberbahandasarkaretpenghapus.
Mainantersebutiaberinama“minikar”.Minikarmerupakankependekandari“miniatur
ukirdarikaretpenghapus”.
Ide membuat minikar berawal ketika sekitar 4 tahun lalu, sang anak minta
dibelikan mainan pesawat N‐250 karya Profesor Habibie dkk.. “Saat itu anak pertama
saya masih TK. Dia minta dibelikan pesawatnya Pak Habibie (N‐250). Wah, saya
bingung. Selama ini yang ada di pasaran kan mainan miniatur pesawat buatan luar
negeri. Belum ada pesawat buatan (negara) kita yang diperbanyak menjadi mainan.
Sayakatakankepadaanaksaya,bahwabelumadamainansepertiitu(miniaturN‐250),”
kataNurhidayat.
Bapak3anakyangbekerjasebagaidosensebuahperguruantinggiswasta(PTS)di
Gorontalokembalibingungsewaktusanganakjugamintadibelikanmainanberbentuk
panser Anoa buatan Indonesia. “Anak saya lihat (panser) Anoa di internet. Dia bilang
sangat bagus dan keren. Lalu juga minta dibelikan mainan (panser Anoa) itu,” ujar
Nurhidayat.
PriayangkinikuliahdipascasarjanaUniversitasDiponegoroinipunmemilikiide
membuatmainanberbentukalutsistasetelahmelihatmaketarsitekturdisebuahkantor
pemerintah daerah. “Pada maket itu kan juga terpajang miniatur mobil‐mobilnya
berbahan karet penghapus. Nah, dari situ saya mendapat ide. Maka saya membeli
EBuletin LPMP Sulsel – Maret 2016 | 30 | beberapa buah karet penghapus dan perlengkapan lainnya
untukmembuatmainanalutsista,”ceritaNurhidayat.
Nurhidayat mengukir batangan‐batangan karet
penghapus dan mengecatnya hingga berbentuk
menyerupai aneka alutsista seperti tank, panser, truk
peluncur rudal, truk angkut tentara, rantis (kendaraan
taktis),helikopterserbu,helikopterangkuttentara,hingga
pesawat tempur. “Alhamdulillah meskipun
tidakmiripbangetdenganaslinya,tapianak
saya suka,” kata pria yang mengagumi B.J.
Habibieini.
TernyatatidakhanyaanakNurhidayat
saja yang menyukai minikar buatannya,
tetapi juga anak‐anak tetangga sekitar
rumahnya,baiksewaktumasihdiGorontalo
maupunsetelahpindahkeSemarang.“Anak‐
anak tetangga, juga teman‐teman sekelas
anak saya minta dibuatkan juga. Malah ada
yang minta diajari cara pembuatannya.
Maka saya pun membuatkan ataupun mengajari cara pembuatannya,” kenang
Nurhidayat.
Nurhidayat mendukung bangsa muslim terbesar dunia ini, untuk mandiri dalam
hal pengadaan alutsista. “Semoga alutsista (buatan bangsa) kita banyak juga diminati
bangsa lain. Agar kita suatu saat nanti kita bukan lagi sebagai pengimpor,” harap pria
yang menyelesaikan pendidikan dasar hingga menengahnya di Tarakan, Kalimantan
Utaraini.
Ayah 3 anak ini secara pribadi sangat menyayangkan Indonesia masih punya
ketergantungan pengadaan alutsista dari AS dan Rusia. “AS penah menjajah Vietnam,
dan kini masih mencengkeramkan pengaruh kolonialismenya di Afghanistan dan Irak.
Sementara Rusia juga masih menjajah Chechnya dan Dagestan. Seharusnya (bangsa)
kitatidakmembelialutsistadarinegara‐negarapenjajah.Sebabpenjajahantidaksesuai
denganperikemanusiaandanperikeadilan,sepertidisebutkandalampembukaanUUD
1945,”kataNurhidayat.
Namun, Nurhidayat mengakui bahwa minikar buatannya tidak mirip dengan
alutsistasungguhanyangdibuatIndonesia.“Alasanpertama,karenasayabelumminta
izin dari pemerintah terkait. Itu hak cipta orang lain. Kita harus menghormatinya.
Alasan kedua, saya memang tidak bisa membuatnya menjadi mirip.” Kata Nurhidayat
sambiltertawa.
AlumniUniversitasHasanuddinitujugaberharapagarpemerintahmemproduksi
mainanatauminiaturberbentukalutsistaproduksidalamnegeri.“Selamainikananak‐
anakkenalnyadengan(panser)Tarantula,padahalkitasudahpunya(panser)Anoadan
Badak. Anak‐anak akrab dengan (rantis) Hummer‐nya Amerika, meskipun kita sudah
produksiKomodo.Sebabselamainialutsistakitatidakdisosialisasaikandalambentuk
EBuletin LPMP Sulsel – Maret 2016 | 31 | mainan.Jadibanyakanak‐anaktidakkenalkaryabangsasendiri.Anaksayasajabilang
sendiribahwa(rantis)KomodobentuknyalebihkerendaripadaHummer‐nyaAmerika,”
jelasNurhidayat.
Menurut Nurhidayat, jika ada BUMN maupun perusahaan swasta yang mau memproduksi secara massal mainan atau miniatur berbentuk alutsista Indonesia, maka anak‐anak bangsa ini akan semakin cinta dengan produksi dalam negeri. “Bahkan bisa juga diekspor ke mancanegara. Sehingga anak‐anak di seluruh dunia pun mengenal (panser) Anoa, Badak, (ranris) Komodo, dan semua kendaraan buatan Indonesia lain,” harapnya. (Daud Arya Bangun). EBuletin LPMP Sulsel – Maret 2016 | 32 | Komunikasi Efektif dalam Pembelajaran
Oleh Mansur HR
Widyaiswara LPMP Sul-Sel
ABSTRAK
Hasil penelitian menunjukkan bahwa kemampuan komunikasi merupakan
kemampuan yang paling utama yang dibutuhkan dalam dunia kerja. Dalam
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 16 tahun 2007 tentang
Standar Kualifikasi dan Standar Kompetensi Guru juga dinyatakan bahwa
“Berkomunikasi Secara Efektif, Empatik, dan Santun dengan Peserta Didik”
merupakan bagian dari kompetensi pedagogik yang harus dikuasai oleh guru
sebagai pendidik profesional. Namun fakta menunjukkan bahwa proses
pembelajaran di sekolah belum berjalan secara optimal, penyebabnya antara
lain guru belum sepenuhnya menerapkan kaidah-kaidah komunikasi efektif
dalam pembelajaran. Tulisan ini bertujuan untuk memberikan informasi
tentang bagaimana seharusnya guru berkomunikasi secara efektif dalam
pembelajaran, yang meliputi pengertian komunikasi efektif, pengertian
pembelajaran, serta kaidah-kaidah komunikasi efektif dalam pembelajaran
yang meliputi respect (hormat), empathy (empati), audible (dapat didengar
dan dipahami), clear (jelas), dan humble (rendah hati).
Kata kunci: Komunikasi efektif, Pembelajaran.
Pendahuluan
Dalam kehidupan sehari-hari kita
menghabiskan sebagian besar waktu kita
sejak bangun pagi untuk berkomunikasi.
Oleh karena itu kemampuan komunikasi
merupakan hal yang sangat penting untuk
dikuasai karena perannya yang sangat vital
dalam hubungan antar manusia. Beberapa
hasil penelitian menunjukkan bahwa
kemampuan
komunikasi
merupakan
kemampuan yang paling utama yang
dibutuhkan dalam dunia kerja.
Hasil penelitian dari National
Association of Colleges
and Employee
(NACE) tahun 2002 (dalam Elfindri,dkk,
2010:156) menunjukkan bahwa 5 (lima)
dengan skor tertinggi dari 19 (sembilan
belas) kemampuan yang diperlukan di pasar
kerja adalah: 1) Komunikasi;
2)
Kejujuran/Integritas; 3) Bekerjasama; 4)
Interpersonal; dan 5) Etos kerja yang baik.
Sementara hasil penelitian Farkas tahun 2010
(dalam Kemendikbud, 2015) menunjukkan
bahwa dari 28 (dua puluh delapan)
kompetensi yang diharapkan oleh pemberi
kerja, 5 (lima) dengan skor tertinggi adalah:
1) Komunikasi; 2) Etika kerja; 3)
Kemampuan memahami prosedur; 4)
Kerjasama; dan 5) Menerapkan pengetahuan
EBuletin LPMP Sulsel – Maret 2016 | 33 | dalam pekerjaan. Dari dua hasil penelitian
tersebut, terdapat satu titik persamaan yaitu
bahwa komunikasi memperoleh skor
tertinggi dari sejumlah kompetensi yang
dibutuhkan oleh dunia kerja. Ini berarti
bahwa kompetensi komunikasi merupakan
hal yang paling utama dalam dunia kerja.
Dalam Peraturan Menteri Pendidikan
Nasional Nomor 16 tahun 2007 tentang
Standar Kualifikasi dan Standar Kompetensi
Guru, juga dinyatakan bahwa guru sebagai
pendidik profesional wajib memiliki
kompetensi yang meliputi ranah kompetensi
pedagogik,
kompetensi
kepribadian,
kompetensi
sosial,
dan
kompetensi
profesional
yang
diperoleh
melalui
pendidikan profesi. Salah satu kompetensi
dari ranah kompetensi pedagogik yang harus
dikuasai
guru
adalah
kompetensi
“Berkomunikasi Secara Efektif, Empatik,
dan Santun dengan Peserta Didik”.
Kompetensi tersebut sangat menentukan
keberhasilan guru dalam mengelola kegiatan
pembelajaran, sebab meskipun penguasaan
materi pelajaran (kompetensi profesional)
guru sangat baik, jika tidak didukung oleh
kemampuan berkomunikasi yang efektif
dalam menyajikan materi pelajaran maka
semuanya akan menjadi sia-sia.
Dari visitasi yang dilakukan oleh
Lembaga Penjaminan Mutu Pendidikan
(LPMP) Provinsi Sulawesi Selatan untuk
pendampingan audit mutu internal yang
dilakukan
Sekolah
Berbasis
Standar
Nasional Pendidikan (SBSNP) di 23 (dua
puluh tiga) kabupaten/Kota di Sulawesi
Selatan tahun 2015 dan hasil evaluasi diri
sekolah (EDS) diperoleh informasi bahwa
pelaksanaan proses pembelajaran di sekolah
belum berjalan secara optimal. Menurut
pengamatan penulis hal tersebut antara lain
disebabkan karena komunikasi yang
dilakukan guru dalam menyajikan materi
pelajaran belum secara utuh memenuhi
kaidah-kaidah komunikasi yang efektif.
Faktanya antara lain: 1) dalam penyajian
materi pelajaran, guru tidak memulai dengan
pendahuluan yang berfungsi menyiapkan
peserta didik secara fisik dan psikis untuk
menerima materi pelajaran; 2) dalam
menyajikan materi pelajaran, guru masih
sering menggunakan kata/istilah yang sulit
dipahami oleh peserta didiknya; 3) ketika
peserta didik salah dalam menjawab
pertanyaan atau tugas yang diberikan oleh
guru, maka serta merta guru mengatakan
“salah” atau “bukan itu jawabannya” atau
ungkapan lain yang kurang mendidik, namun
ketika peserta didik menjawab dengan benar
pertanyaan atau tugas tersebut, ataupun
peserta didik melakukan hal-hal yang baik
dalam kegiatan pembelajaran, guru tidak
memberikan penghargaan atau pujian
terhadap peserta didiknya; 4) ketika peserta
didik bertanya kadang-kadang guru tidak
merespon dengan baik pertanyaan tersebut;
5) guru kurang terbuka dalam menerima
saran atau kritik dari peserta didiknya.
Sehubungan dengan hal tersebut,
maka dipandang perlu adanya informasi
tentang
bagaimana
seharusnya
guru
berkomunikasi secara efektif dengan peserta
didik dalam kegiatan pembelajaran. Hal ini
penting karena keberhasilan guru dalam
mengelola kegiatan pembelajaran sangat
ditentukan oleh kemampuan guru dalam
melakukan komunikasi secara efektif.
Kemampuan
tersebut
oleh
penulis
dirangkum dalam tulisan “Komunikasi
Efektif Dalam Pembelajaran”.
Komunikasi Efektif
Komunikasi dianggap sebagai hal
yang otomatis terjadi begitu saja, sehingga
kita tidak memiliki kesadaran untuk
melakukannya secara efektif. Padahal fakta
menunjukkan bahwa banyak terjadi kesalah
pahaman yang berakibat sangat fatal dalam
EBuletin LPMP Sulsel – Maret 2016 | 34 | hubungan antar manusia atau antar kelompok
karena
miskomunikasi atau kekurang
mampuan berkomunikasi. Demikian halnya
kegagalan seseorang meniti karier dalam
dunia kerja juga banyak disebabkan oleh
kegagalan dalam menjalin komunikasi secara
efektif di lingkungan kerjanya. Oleh karena
itu komunikasi yang efektif perlu
mendapatkan perhatian agar semua aktivitas
yang dilakukan berjalan dengan lancar dan
sukses.
Komunikasi efektif terdiri dari dua
kata, yakni komunikasi dan efektif.
Komunikasi menurut Depdikbud (2007:6)
adalah proses penyampaian pesan/informasi
dari seseorang (pengirim) kepada orang lain
(penerima)
dengan
menggunakan
cara/teknik/sarana
penyampaian
pesan/informasi tertentu. Marpaung dan
Saptoaji (2002:6) menyatakan bahwa proses
komunikasi
membutuhkan
serangkain
kegiatan timbal balik antara komunikator
(pengirim) pesan dengan komunikan
(penerima) pesan.
Pihak pengirim
menyandikan pesan komunikasi dalam
bentuk kode-kode komunikasi (lisan, tulisan,
gerak atau melalui media). Pesan itu
selanjutnya disalurkan secara langsung atau
tidak langsung (melalui media). Pesan yang
disandikan ini selanjutnya diartikan oleh
pihak penerima (komunikan), kemudian
komunikan memberikan respon terhadap
pesan yang diterima dan seterusnya secara
berkesinambungan
dan
bergantian.
Berdasarkan uraian tersebut, nampak bahwa
dalam proses komunikasi terdapat 5 (lima)
komponen, yaitu: 1) pengirim pesan;
2)
pesan yang dikirim; 3) cara mengirimkan
pesan; 4) penerima pesan; 5) balikan atau
feedback. Ada pula pendapat yang
mengatakan bahwa cara terbaik untuk
menggambarkan komunikasi adalah dengan
menjawab pertanyaan siapa mengatakan
apa, dengan saluran apa, kepada siapa,
dengan pengaruh bagaimana (Depdiknas,
2007:6).
Adapun kata “efektif” menurut
kamus besar bahasa Indonesia (2003:284)
berarti dapat membawa hasil, berhasil guna.
Sedangkan secara etimologis menurut
Lestari dan Maliki (2006:18) “efektif” sering
diartikan sebagai mencapai sasaran yang
diinginkan, berdampak menyenangkan,
bersifat aktual dan nyata. Dengan demikian
menurut Lestari dan Maliki (2006:18)
komunikasi yang efektif dapat diartikan
sebagai penerimaan pesan oleh komunikan
(penerima) sesuai dengan pesan yang dikirim
oleh komunikator (pengirim) kemudian
komunikan memberikan respon yang positif
sesuai dengan yang diharapkan. Jadi,
komunikasi efektif itu terjadi apabila
terdapat aliran informasi dua arah antara
komunikator dengan komunikan dan
informasi tersebut sama-sama direspon
sesuai dengan harapan kedua pelaku
komunikasi tersebut (komunikator dan
komunikan). Sejalan dengan pendapat
tersebut Hartono (2013:50) mengemukakan
bahwa komunikasi itu bisa disebut efektif
apabila pesan dari pihak komunikator
(pengirim pesan) itu dapat ditangkap dengan
mudah oleh komunikan (penerima pesan).
Dari beberapa pendapat tersebut maka dapat
dikatakan bahwa inti komunikasi efektif
adalah
kedua
belah
pihak
yang
berkomunikasi sama-sama mengerti apa
pesan yang disampaikan.
Menurut
Mehrabian
(dalam
Tjiptono, 2005:38) bahwa dalam komunikasi
tatap muka ada tiga dimensi yang biasa
disingkat
dengan
3V
yang
perlu
mendapatkan perhatian, yaitu verbal (katakata yang diucapkan), vokal (nada, tekanan
dan warna suara seseorang), dan visual
EBuletin LPMP Sulsel – Maret 2016 | 35 | (ekspresi wajah atau bahasa tubuh). Dari
hasil
penelitiannya,
Mehrabian
menyimpulkan bahwa verbal menyumbang
7%, vokal menyumbang 38%, dan visual
menyumbang 55% untuk kesuksesan
seseorang dalam berkomunikasi. Oleh karena
itu untuk menciptakan komunikasi yang
efektif, maka dalam menyampaikan pesan
perlu dipadukan dan disesuaikan antara katakata (pesan) yang diucapkan dengan nada
dan tekanan suara serta ekspresi wajah atau
bahasa tubuh dalam menyampaikan pesan
tersebut.
Pembelajaran
Dalam
Peraturan
Menteri
Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud)
Nomor
103
Tahun
2014
tentang
Pembelajaran pada Pendidikan Dasar dan
Pendidikan Menengah, dinyatakan bahwa
Pembelajaran adalah proses interaksi
antarpeserta didik dan antara peserta didik
dengan pendidik dan sumber belajar pada
suatu lingkungan belajar. Dari pengertian
tersebut, maka dapat dikatakan bahwa inti
pembelajaran adalah berkomunikasi. Oleh
karena itu menurut Hartono (2013:50) proses
pembelajaran juga disebut sebagai proses
komunikasi antara guru yang berperan
sebagai penyampai pesan (materi pelajaran)
dan peserta didik sebagai orang yang
menerima pesan (materi pelajaran) tersebut.
Guru menjadi sumber pesan untuk
menyampaikan materi pelajaran terhadap
peserta didik melalui komunikasi. Untuk
itulah sebaik apapun pemahaman materi
pelajaran oleh guru tetapi tidak disampaikan
melalui proses komunikasi yang efektif,
maka peserta didik akan sulit memahami
materi pelajaran tersebut.
Pada
dasarnya
berbicara
(berkomunikasi)
secara
efektif
pada
kesempatan apapun terdiri dari tiga unsur
pokok, yakni pembukaan, isi atau inti
permasalahan, dan penutup (Sameto,
2004:1). Demikian halnya komunikasi antara
guru dengan peserta didik dalam proses
pembelajaran meliputi pembukaan atau
pendahuluan,
inti,
dan
penutup
(Permendikbud Nomor 103 Tahun 2014).
Pendahuluan
dalam
proses
pembelajaran merupakan kegiatan awal yang
bertujuan untuk membangkitkan motivasi
dan memfokuskan perhatian peserta didik
untuk berpartisipasi aktif dalam proses
pembelajaran. Hal-hal yang perlu dilakukan
guru dalam kegiatan pendahuluan adalah
mengondisikan suasana belajar yang
menyenangkan, mengaitkan kompetensi
yang sudah dipelajari dengan kompetensi
yang akan dipelajari dan dikembangkan,
menyampaikan kompetensi yang akan
dicapai dan manfaatnya dalam kehidupan
sehari-hari, menyampaikan lingkup dan
teknik penilaian yang akan digunakan.
Sedangkan kegiatan inti merupakan proses
pembelajaran untuk mencapai kompetensi,
yang dilakukan secara interaktif, inspiratif,
menyenangkan, menantang, memotivasi
peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta
memberikan ruang yang cukup bagi
prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai
dengan bakat, minat dan perkembangan fisik
serta psikologis peserta didik. Sementara
kegiatan penutup adalah kegiatan yang
dilakukan untuk mengakhiri aktivitas
pembelajaran, yang meliputi pembuatan
rangkuman atau kesimpulan, refleksi,
penilaian, umpan balik, dan tindak lanjut.
Ketiga kegiatan tersebut yakni
kegiatan pendahuluan, kegiatan inti dan
kegiatan penutup merupakan satu rangkaian
kegiatan pembelajaran dalam satu pertemuan
(tatap muka) yang tidak boleh terputus
karena ketiga kegiatan tersebut saling
berkaitan antara satu dengan yang lain dan
EBuletin LPMP Sulsel – Maret 2016 | 36 | menentukan
pencapaian
tujuan
pembelajaran. Mengingat bahwa proses
pembelajaran adalah proses komunikasi
antara guru dan peserta didik, maka untuk
mengelola kegiatan pembelajaran secara
efektif, diperlukan kemampuan komunikasi
yang efektif bagi seorang guru. Untuk itu
perlu dipahami kaidah-kaidah komunikasi
efektif dalam pembelajaran.
Kaidah Komunikasi Efektif dalam
Pembelajaran.
Berdasarkan pengertian komunikasi
efektif dan pembelajaran sebagaimana uraian
di atas, maka komunikasi efektif dalam
pembelajaran dapat diartikan sebagai
komunikasi antara guru dengan peserta didik
dalam proses pembelajaran dimana pesan
atau materi pelajaran yang disampaikan oleh
guru dapat dipahami dengan baik oleh
peserta
didik.
Untuk
menciptakan
komunikasi
yang
efektif
dalam
pembelajaran, maka perlu dipahami kaidahkaidah komunikasi efektif.
Menurut
Depdiknas (2007:23)
terdapat lima kaidah komunikasi efektif yang
telah dikembangkan dan dirangkum dalam
satu kata yang mencerminkan esensi dari
komunikasi itu sendiri, yaitu REACH. Secara
harfiah reach berarti menjangkau, mencapai,
merengkuh, atau meraih. Jadi pada dasarnya
komunikasi adalah upaya bagaimana kita
meraih perhatian, kasih sayang, minat,
kepedulian, simpati, tanggapan atau respon
dari orang lain.
REACH juga merupakan akronim
dari lima kaidah komunikasi efektif yang
dimaksud, yakni Respect (hormat), Empathy
(empati), Audible
(dapat didengar dan
dipahami), Clear (jelas), dan Humble
(rendah hati). Dalam konteks pembelajaran,
lima kaidah komunikasi tersebut, penulis
menguraikannya sebagai berikut;
Kaidah pertama, Respect (hormat).
Respek atau rasa hormat dan sikap
menghargai individu yang menjadi sasaran
pesan yang kita sampaikan merupakan
kaidah pertama dalam kita berkomunikasi
dengan orang lain. Perlu diingat bahwa pada
prinsipnya manusia ingin dihargai dan
dianggap
penting,
sebagaimana
dikemukakan oleh seorang ahli psikologi
William James (dalam Depdiknas, 2007:24)
bahwa prinsip paling dalam pada sifat dasar
manusia adalah kebutuhan untuk dihargai.
Sejalan dengan pendapat tersebut Abraham
Lincoln pernah mengawali suratnya dengan
mengatakan “Semua orang menyukai
pujian”.
Demikian
pula
mahaguru
komunikasi Dale Carnegie (2010:60)
mengemukakan bahwa rahasia terbesar yang
merupakan salah satu prinsip dasar dalam
berurusan dengan manusia adalah dengan
memberikan penghargaan yang jujur dan
tulus.
Charles Schwabb (dalam Dale
Carnegie, 2010:28) salah satu orang pertama
dalam sejarah perusahaan Amerika yang
mendapat gaji lebih dari satu juta dolar
setahun, mengatakan bahwa aset atau modal
paling besar yang dia miliki adalah
kemampuannya dalam
membangkitkan
antusiasme pada orang lain. Dan cara untuk
membangkitkan antusiasme dan mendorong
orang lain melakukan hal-hal terbaik adalah
dengan memberi penghargaan yang tulus.
Hal tersebut sejalan dengan dalil psikologi
belajar yang dikemukakan oleh Thorndike
(dalam Baharuddin dan Wahyuni, 2008:65)
yang menyatakan bahwa jika suatu perilaku
mendapatkan akibat yang menyenangkan
maka perilaku tersebut cenderung untuk
diulangi,
dan
jika
suatu
perilaku
EBuletin LPMP Sulsel – Maret 2016 | 37 | mendapatkan
akibat
yang
tidak
menyenangkan maka perilaku tersebut
cenderung untuk ditinggalkan.
Oleh karena itu dalam komunikasi
pembelajaran, hal yang perlu dilakukan guru
untuk membangkitkan antusiasme belajar
peserta didiknya adalah memberikan
penghargaan atau pujian yang jujur dan tulus
atas hal-hal positif yang telah ditunjukkan
oleh peserta didiknya. Penghargaan atau
pujian itu bisa dalam bentuk visual atau
bahasa tubuh misalnya senyum atau acungan
jempol, bisa pula pujian itu dalam bentuk
verbal atau kata-kata, misalnya kamu pintar,
kamu hebat,
kamu pasti bisa, dan
sebagainya.
Sebaliknya dalam berkomunikasi
dengan
peserta
didik,
guru
harus
menghindari penggunaan killer statement
atau pernyataan yang dapat mematikan
potensi dan kreativitas peserta didik, seperti
ungkapan kamu bodoh, kamu malas, kamu
bandel, jawaban kamu salah, dan ungkapan
yang tidak mendidik lainnya. Karena
ungkapan atau pernyataan semacam itu akan
membuat
peserta
didik
kehilangan
kepercayaan diri, peserta didik menjadi takut
bertanya, takut menjawab pertanyaan, takut
mencoba, takut berbuat dan sebagainya.
Keadaan yang demikian tentu akan membuat
pembelajaran menjadi tidak menyenangkan.
Padahal pembelajaran yang menyenangkan
adalah kondisi yang harus diciptakan di kelas
agar peserta didik menjadi aktif, produktif,
kreatif, inovatif, dan afektif sebagaimana
yang menjadi tujuan kurikulum 2013.
Kaidah kedua: Empathy (empati).
Empati adalah kemampuan kita untuk
menempatkan diri kita pada situasi atau
kondisi yang dihadapi oleh orang lain. Salah
satu prasyarat utama dalam memiliki sikap
empati adalah kemampuan kita untuk
mendengarkan atau mengerti terlebih dahulu
sebelum didengarkan atau dimengerti orang
lain. Dengan memahami dan mendengar
orang lain terlebih dahulu kita dapat
membangun keterbukaan dan kepercayaan
yang kita perlukan dalam membangun
kerjasama dengan orang lain.
Dalam kegiatan pembelajaran rasa
empati guru ditunjukkan melalui penyajian
materi pelajaran dengan cara dan sikap yang
akan memudahkan peserta didik menerima
materi pelajaran tersebut, atau mengajar
sesuai dengan gaya belajarnya peserta didik.
Oleh karena itu sebelum guru menyajikan
materi pelajaran, terlebih dahulu harus
mengenal karakteristik peserta didik yang
meliputi aspek fisik, intelektual, sosialemosional, moral, dan latar belakang sosialbudaya.
Dengan mengenal karakteristik
peserta didik, maka guru dapat memberikan
pelayanan yang tepat kepada peserta
didiknya sesuai dengan karakteristik dan
gaya belajar peserta didik tersebut. Bagi
peserta didik yang memiliki gaya belajar
auditory bisa difasilitasi dengan membiarkan
mereka membaca nyaring atau sering
memberi pertanyaan kepada mereka atau
membuat diskusi kelas. Sedangkan bagi
peserta didik yang memiliki gaya belajar
visual bisa difasilitasi dengan lebih banyak
menggunakan bagan-bagan, diagram, flowchart dalam menjelaskan materi pelajaran.
Sementara bagi peserta didik yang memiliki
gaya belajar kinestetik dapat difasilitasi
dengan memperbanyak simulasi dan role
playing atau
memperbanyak praktek
lapangan. Dengan cara demikian, maka
materi pelajaran yang disampaikan guru
dapat diterima tanpa ada halangan psikologi
atau penolakan dari peserta didik.
EBuletin LPMP Sulsel – Maret 2016 | 38 | Kaidah ketiga: Audible
(dapat
didengar dan dipahami). Audible mempunyai
makna dapat didengarkan atau dimengerti
dengan baik. Jika empati berarti kita harus
mendengar terlebih dahulu ataupun mampu
menerima balikan dengan baik, maka
audible berarti pesan atau materi pelajaran
yang disampaikan guru dapat diterima oleh
penerima pesan atau peserta didik. Kaidah
ini mengatakan bahwa pesan (materi
pelajaran) harus disampaikan melalui saluran
tertentu sehingga dapat diterima dengan baik
oleh peserta didik.
Oleh karena itu dalam penyajian
materi
pelajaran
hendaknya
guru
menggunakan bahasa yang jelas dan mudah
dimengerti oleh peserta didik, penggunakan
kata-kata atau istilah asing yang tidak
dipahami oleh peserta didik perlu dihindari
atau istilah tersebut harus dijelaskan
maknanya. Demikian pula intonasi atau
tekanan suara perlu diatur sesuai dengan kata
atau kalimat yang diucapkan. Dan yang lebih
penting lagi diperhatikan adalah ekspresi
wajah
atau
bahasa
tubuh
dalam
menyampaikan materi pelajaran, karena
semua hal tersebut yakni verbal (kata-kata
yang diucapkan), vokal (intonasi atau
tekanan suara) serta visual (ekspresi wajah
atau bahasa tubuh) berkontribusi terhadap
keberhasilan guru dalam menyampaikan
materi pelajaran.
Audible atau dapat didengar dan
dipahami juga berarti bahwa guru harus
konsisten dan jujur terhadap apa yang
dilakukan dan disampaikan kepada peserta
didiknya. Jika guru menjanjikan bahwa
besok diadakan ulangan, maka esok harinya
guru harus benar-benar memberikan ulangan.
Demikian halnya jika guru menjanjikan
bahwa hasil ulangan atau tugas (pekerjaan
rumah) peserta didik dibagikan minggu
depan, maka minggu depan hasil pekerjaan
peserta didik tersebut sudah harus ada di
tangan peserta didik. Dengan demikian maka
guru itu betul-betul menjadi sosok yang
dapat digugu dan ditiru. Digugu berarti
didengar ucapannya dan ditiru berarti
dicontoh prilakunya.
Kaidah keempat: Clear (jelas).
Selain pesan harus dapat dimengerti dengan
baik, pesan itu sendiri juga harus memiliki
kejelasan agar tidak menimbulkan tafsiran
yang berlainan. Kaidah ini mengisyaratkan
perlunya guru menggunakan media dalam
menyampaikan pesan (materi pelajaran)
kepada peserta didik. Media adalah perantara
atau pengantar pesan dari pengirim ke
penerima pesan. Menurut LAN (2005)
penggunaan media dalam pembelajaran
bertujuan untuk: 1) menghilangkan salah
tafsir; 2) menghindarkan kebosanan; 3)
menarik perhatian dan minat; 4) mengatasi
keterbatasan obyek; 4) memberikan umpan
balik. Oleh karena itu penggunaan media
menjadi penting dalam menciptakan
komunikasi
efektif
dalam
kegiatan
pembelajaran.
Pentingnya penggunaan media
diperkuat pula oleh hasil penelitian yang
menyimpulkan bahwa kemampuan daya
serap manusia 2,5% diperoleh dari
pengecapan, 3,5% dari perabaan, 1% dari
penciuman, 11% dari pendengaran, dan 82%
dari penglihatan (LAN, 2005). Hasil
penelitian tersebut menunjukkan bahwa daya
serap tertinggi manusia diperoleh dari
penglihatan. Hal tersebut menunjukkan
pentingnya penggunaan media dalam
menyampaikan materi pelajaran kepada
peseta didik.
Clear atau jelas juga bisa berarti
bahwa dalam penyajian materi pelajaran,
materi tersebut dikaitkan dengan pengalaman
EBuletin LPMP Sulsel – Maret 2016 | 39 | dan lingkungan peserta didik dengan
memberikan contoh-contoh yang ada di
lingkungan sekolah atau di sekitar tempat
tinggal peserta didik. Dengan demikian,
maka materi pelajaran tersebut menjadi jelas
dan mudah dimengerti oleh peserta didik.
Kaidah kelima: Humble (rendah
hati). Kaidah kelima dalam membangun
komunikasi yang efektif adalah sikap rendah
hati. Sikap rendah hati pada intinya antara
lain sikap menghargai, mau mendengar dan
menerima kritik, tidak sombong, dan tidak
memandang rendah orang lain, berani
mengakui kesalahan, rela memaafkan, lemah
lembut dan penuh pengendalian diri, serta
mengutamakan kepentingan yang lebih
besar.
Sikap rendah hati guru dalam
kegiatan pembelajaran ditunjukkan dengan
senantiasa mendengar dan bersikap terbuka
untuk menerima kritikan, masukan ataupun
balikan apapun dengan sikap yang positif.
Kritikan atau masukan dari peserta didik
adalah sesuatu yang amat dibutuhkan oleh
guru
sebagai
umpan
balik
untuk
menyempurnakan kegiatan pembelajaran.
Komunikasi satu arah dalam kegiatan
pembelajaran tidak akan efektif manakala
tidak ada balikan dari peserta didik sebagai
penerima pesan, karena esensi dari
komunikasi adalah proses dua arah.
Sikap rendah hati juga ditunjukkan
dengan senantiasa menggunakan tiga kata
magik dalam berkomunikasi, yakni terima
kasih, maaf, tolong. Misalnya ketika peserta
didik hadir tepat waktu di kelas, maka
sebaiknya guru menyampaikan “terima kasih
karena telah hadir tepat waktu di kelas.”
Demikian pula ketika peserta didik
mengumpulkan tugas yang diberikan,
hendaknya guru menyampaikan “terima
kasih karena telah mengerjakan tugas dengan
penuh tanggung jawab.” Dalam hal peserta
didik merasa tidak nyaman atau mengalami
kesulitan dalam belajar, maka seyogyanya
guru menyampaikan “maaf.” Misalnya
ketika guru terlambat masuk kelas,
hendaknya guru menyampaikan “maaf saya
agak terlambat hari ini.” Demikian halnya
jika pelayanan yang diberikan guru dalam
pembelajaran kurang memuaskan, maka guru
dapat
menyampaikan
“maaf
jika
pembelajaran hari ini kurang memuaskan”
mudah-mudahan pertemuan berikutnya akan
lebih baik. Adapun kata tolong, dapat
digunakan guru ketika memberikan instruksi
atau tugas tertentu kepada peserta didik.
Misalnya “tolong dikerjakan tugas di buku
siswa halaman sekian”, “tolong dirapikan
tempat duduknya”, dan sebagainya. Dengan
penggunaan tiga kata magik tersebut (terima
kasih,
maaf,
dan
tolong)
dalam
berkomunikasi maka guru akan menguasai
alam pikiran dan tingkah laku peserta
didiknya. Di samping itu guru juga telah
mencontohkan komunikasi yang santun dan
empatik kepada peserta didik sebagai bagian
dari pendidikan karakter.
Jika komunikasi yang dilakukan
oleh guru dalam kegiatan pembelajaran
didasarkan pada lima kaidah pokok
komunikasi efektif sebagaimana uraian
tersebut di atas, maka guru akan menjadi
seorang komunikator yang andal. Guru akan
mendapatkan akseptabilitas atau tingkat
keberterimaan yang tinggi di kalangan
peserta didiknya. Guru akan lebih mudah
mengendalikan peserta didik dalam kegiatan
pembelajaran. Jika hal tersebut sudah
terbangun maka kegiatan pembelajaran akan
lebih menyenangkan dan pada gilirannya
peserta didik akan lebih aktif, produktif,
kreatif, inovatif, dan afektif.
EBuletin LPMP Sulsel – Maret 2016 | 40 | Simpulan
Mencermati uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa: 1) komunikasi efektif adalah
aliran informasi dua arah antara komunikator (pengirim) dengan komunikan (penerima) dan
informasi tersebut sama-sama direspon sesuai dengan harapan kedua pelaku komunikasi
tersebut, 2) pembelajaran adalah proses komunikasi antara guru yang berperan sebagai
penyampai pesan (materi pelajaran) dan peserta didik sebagai orang yang menerima pesan
(materi pelajaran) tersebut, 3) komunikasi efektif dalam pembelajaran adalah komunikasi
antara guru dengan peserta didik dalam proses pembelajaran dimana pesan atau materi
pelajaran yang disampaikan oleh guru dapat dipahami dengan baik oleh peserta didik,
4) kaidah komunikasi efektif dalam pembelajaran meliputi respect (hormat), empathy
(empati), audible (dapat didengar dan dipahami), clear (jelas), dan humble (rendah hati).
Daftar Pustaka
Baharuddin dan Wahyuni. 2008. Teori belajar dan Pembelajaran. Jogjakarta: Ar-Ruzz Media.
Carnegie, Dale. 2010. How to Win Friends and Influence People (Bagaimana Mencari Teman
dan Mempengaruhi Orang Lain) dierjemahkan oleh Prihastuti. Jogjakarta:
Cinta Buku.
Departemen Pendidikan Nasional, 2007. Komunikasi Efektif (Bahan pelatihan pra jabatan
pegawai negeri sipil).
Elfindri, dkk. 2010. Soft Skills untuk Pendidik. Jakarta: Baduose Media.
Hartono, Rudi. 2010. Ragam Model Mengajar Yang Mudah Diterima Murid. Jogjakarta:
DIVA Press.
Kemendikbud. 2014. Permendikbud Nomor 103 tahun 2014 tentang Pembelajaran Pada
Pendidikan Dasar dan Pendidikan Menengah.
Kemendikbud. 2015. Kurikulum 2013 (Bahan Pelatihan). Jakarta: Kemendikbud.
Lembaga Administrasi Negara (LAN). 2005. Media Pembelajaran (Bahan Diklat
Kewidyaiswaraan).
Lestari, Endang dan Maliki, MA. 2006. Komunikasi Yang Efektif. Jakarta: Lembaga
Administrasi Negara.
Marpaung, P.M dan Saptoaji, Giri. 2002. Komunikasi dan Presentasi Efektif Dalam
Pengajaran. Jakarta: Lembaga Administrasi Negara.
Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 103 Tahun 2014 tentang
Pembelajaran pada Pendidikan Dasar dan Pendidikan Menengah.
Sameto, Hudoro. 2004. Cara Berbicara dan Presentasi dengan Audio-Visual. Jakarta:
PT. Gramedia Pustaka Utama.
Tjiptono, Fandy. 2005. Prinsip-Prinsip Total Quality Service. Yogyakarta. CV.Andi Offset
Wijaya, Johanes Arifin dan Setiawan Budi. 2007. Public Speaking is Easy.Yogyakarta: CV.Andi Offset.
EBuletin LPMP Sulsel – Maret 2016 | 41 | Pengelolaan Tenaga Pendidik
dalam Era Otonomi Daerah
MardinAndiMarhabang
WidyaiswaraLPMPSulsel
I.Pendahuluan
SesungguhnyaAllahtidakmengubahkeadaan/nasibsesuatukaumsehinggamerekamengubah
keadaanyangadapadadirimerekasendiri.(Q.S.Ar‐Ra’d:11)
Firman Allah di atas mengisyaratkan betapa pentingnya manusia dalam sebuah upaya
memperbaiki (mengubah) suatu sistem kehidupan manusia itu sendiri di muka bumi ini,
termasukmelaluisuatupendidikanyangsistemik.
Undang‐undang No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pada pasal 1 ayat 3
dengan tegas disebutkan bahwa Sistem Pendidikan Nasional adalah keseluruhan komponen
pendidikanyangsalingterkaitsecaraterpaduuntukmencapaitujuanpendidikannasionalyaitu
untukberkembangnyapotensipesertadidikagarmenjadimanusiayangberimandanbertakwa
kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan
menjadiwarganegarayangdemokratissertabertanggungjawab.
Salah satu komponen penting dalam pendidikan adalah manusia itu sendiri. Wajar jika ayat
padapembukakatadiatasmenegaskanpentingnyamegubahdirisendiri(manusia).Manusia
dalam organisasi memiliki posisi yang sangat penting. Keberhasilan organisasi sangat
ditentukanolehkualitasmanusiayangbekerjadidalamnya.Perubahanlingkunganyangsangat
cepatdankompleks, menuntut kemampuan manusia untuk menangkap fenomena perubahan
tersebut, menganalisis dampaknya terhadap organisasi dan menyiapkan langkah‐langkah
strategisgunamenghadapikondisilingkunganeksternalorganisasiyangberubahtersebut.
Menyadari pentingnya manusia dalam komponen pendidikan, maka pada delapan Standar
Nasional Pendidikan, tidak berlebihan jika dikatakan bahwa Standar Pendidik dan Tenaga
Kependidikanmemegangperankuncidiantaradelapanstandaryangada.Halinikarenasatu‐
satunya standar yang ada adalah manusia. Sangat rasional karena standar isi, proses,
kompetensi lulusan, sarana dan prasarana, pengelolaan, pembiayaan, dan penilaian,
keberhasilannya sangat ditentukan oleh manusia yang mengelolahnya pada setiap satuan
pendidikan.
Sekaitan dengan uraian di atas dapat dikemukakan secara tegas sebuah masalah yaitu;
Bagaimana pengelolaan SDM aparatur khusnya pendidik, yang mencakup perencanaan,
pengangkatan (rekruitmen), pengembangan, implementasi kebijakan yang tekait pengelolaan
tenaga pendidik, strategi dan upaya pengelolaan, dan pengembangan profesionalsme tenaga
pendidik?
EBuletin LPMP Sulsel – Maret 2016 | 42 | II.KebijakantentangPerencanaan,
Rekruitmen,Penempapatan,dan
PembinaanProfesionalsme,Tenaga
Pendidik
permendiknasnomor63tahun2009tentang
Sistempenjaminanmutupendidikan
III.StrategidanUpayaPengelolaandan
PengembanganProfesionalismeTenaga
Pendidik
Perencanaan dan rekruitmen pegawai
negeri sipil tenaga kependidikan pada
prinsipnya menggunakan peraturan yang
sama dengan pegawai negeri sipil non
pendidik yaitu menggunakan Keputusan
KepalaBadanKepegawaianNegaraNomor11
Tahun 2002 tentang pengadaan pegawai
negeri sipil yang merupakan aturan
pelaksanaan dari Peraturan Pemerintah
nomor 98 tahun 2000. Perencanaan dan
pengadaanpegawainegerisipilbaikpendidik
maupun non pendidik melalui tahapan
sebagai beriku (1) perencanaan pengadaan
pegawai negeri sipil, (2) pengumunan, (3)
persyaratan,(4)pelamaran.
Keputusan kepala BKN Nomor 11
tahun 2002 tersebut mengatur tentang
materi ujian yang terdiri dari (1) tes
kompetensi, namun tes kompetensi ini yang
terdiri dari : (a) Pengetahuan umum, (b)
Bahasa Indonesia, (c) Kebijakan pemerintah,
(d) pengetahuan teknis, (e) pengetahuan
lainnya
Pengembangan profesionalisme guru
pada satuan pendidikan mengacu pada
permendiknasnomor16tahun2007tentang
standarkualifikasiakademikdankompetensi
guru, untuk kepla sekolah mengacu pada
permendiknasnomor13tahun2007tentang
satndar kepala sekolah, dan permendiknas
nomor28tahun2010sebagaipenggantidari
kepmendiknas nomor 162 tahun 2003,
tentang penugasan guru sebagai kepala
sekolah/madrasah, serta untuk pengawas
sekolah mengacu pada permendiknas nomor
12 tahun 2007 tentang standar pengawas
sekolah/madrasah
Pengembangan
profesionalisme
tenaga kependidikan disetiap satuan
pendidikan seharusnya mengacu pada
Pengelolaan
dan
penembangan
profesionalsme tenaga pendidik sebaiknya
dilaksanakan dengan mempertimbangkan
kebutuhan setiap satuan pendidikan,
termasuk tenaga pendidik yang berbasis
evaluasi diri sekolah (EDS), sehingga
program pendidikan mulai dari satuan
pendidikan sapai di tingkat pusat berbasis
EDS. Pengelolaan tenaga pendidik sebaiknya
menggunakan aturan tersendiri. Artinya,
peraturan yang mendasari pengelolaan
tenaga
pendidik
dibuat
dengan
mempertimbangkan beban kerja. Sebagai
contohAhmadseorangguruIPSdisalahsatu
SMA, berdasarkan struktur kurikulum maka
dalam satu minggu Ahmad harus mengajar
duajampelajaranperkelas(@45menit).Ini
berarti Ahmad harus mengajar 12 kelas
dalam satu minggu untuk memenuhi jam
tatap muka 24 jam pelajaran. Akibatnya,
Ahmaddalamsatuminggumengahdapisiswa
sekitar 12 x 34 orang = 408 siswa.
Seandainya Ahmad memberi pekerjaan
rumah kepada semua siswanya, anggaplah
setiap siswa diperiksa selama dua menit
maka Ahmad menggunakan waktu untuk
memerikasapekerjaansiswasebanyak408x2
menit = 816 menit. Ini berarti waktu yang
digunakan Ahmad untuk memeriksa
pekerjaan siswanya 816/60 = 13,6 jam.
Belumlagipadaanalisisdaninterpretasihasil
ujiandanpendokumentasiansertapelaporan
hasil ujian, tidak pernah dihitung jumlah
waktuyangdigunakan.
Mengacu pada penjelasan di atas maka
pengembangan profesionalisme tenaga
kependidikan
sebaiknya
mempertim‐
bangkan beban kerja guru sebagaimana
rasional dalam kasus yang dikemukakan di
atas. Pertimbangan beban kerja ini tentu
EBuletin LPMP Sulsel – Maret 2016 | 43 | perlukajianmendalamkarenasecarateoretis
semakin tinggi beban kerja seseorang
semakin rendah kinerjanya. Oleh karena itu,
dibutuhkan kebijakan yang rasional dengan
mempertimbangkanbebeankerjatersebut.
Kondisi beban kerja tenaga pendidik
sesuai perundang‐undangan yang berlaku
memang masih sangat berat. Namun
demikian, perlu strategi efektif untuk
menyaiasati kondisi tersebut dengan
memperkuat pengembangan profesional‐
ismeberbasisklastersebagaiberikut::
a. SekolahDasar:terdiridari:(1)Kelompok
kerja guru (KKG), (2) Kelompok Kerja
Kepala Sekolah (KKKS), (3) Kelompok
KerjaPengawasSekolah(KKPS),
b. Sekolah Mengengah Pertama (SMP),
Sekolah Menengah atas (SMA), dan
Sekolah Menengah kejuruan (SMK) :
terdiri dari (1) Musyawah guru mata
pelajaran (MGMP), (2) Musyawarah Kerja
Kepala Sekolah (MKKS), dan (3)
Musyawah Kerja Pengawas Sekolah
(MKPS)
c. Pendekatan pengembangan profesional‐
isme guru di setiap kelompok menjalin
kerja sama dalam segala hal dengan
Lembaga Penjamin Mutu Pendidikan
(LPMP) di setiap propinsi sebagai UPT
Pusat guna pendampingan terhadap
kelompok kerja tersebut, ini yang
menuntut kemudian agar LPMP secara
konsisten melakukan pengembangan
kasitasdidalamlembaga.
Khusus untuk bagian a dan b di atas
seharusnya menjadi wadah pengembangan
profesionalisme tenaga pendidikan, namun
kenyataannya
kelompok
tersebut
berlangsung dengan baik jika mendapatkan
suntikandanabaikdaripemerintahmaupun
pemerintahDaerah.
Program peningkatan dan pengembangan
pengelolaan satuan pendidikan khususnya
tenaga kependidikan dilaksanakan berbasis
evaluasi diri sekolah (EDS) yang merupakan
salah satu kegiatan untuk mendapatkan data
yang obyektif kondisi nyata pengelolaan
satuanpendidikandalamrangkanimplentasi
permendiknas nomor 63 tahun 2009, agar
program pengembangan satuan pendidikan
berdasarkan kebutuhan setiap satuan
pendidikan. Fakta menunjukkan bahwa
pelaksanaan EDS masih ada rekayasa data
dari satuan pendidikan oleh karena
masyarakat kita termasuk masyarakat
pendidikan belum terbiasa mengevalusi diri
secaraobyektif.
IV.Rekomendasi
Berdasarkan penjelasan terdahulu, maka
gunamelakukanpengelolaantenagapendidik
yang efektif dan efisien serta senantiasa
mengembangakan profesional‐isme tenaga
pendidik maka direkomendasikan beberapa
halsebagaiberikut:
a. Program pengelolaan dan pengembangan
pendidik berbasis evaluasi diri sekolah
(EDS) mulai dari satuan pendidikan
sampai kepada pemerintah menjadi
komitmen Pemerintah dan Pemerintah
Daerah
b. Adanya konsistensi dan kesatupaduan
antara kebijakan pusat dan kebijakan
daerah dalam rangka pengelolaan tenaga
pendidik
c. Pembinaan kelompok kerja pendidik
seharusnya mendapatkan dukungan yang
optimal baik dari pemerintah, maupun
pemerintahdaerah
d. LPMP sebagai UPT pusat di Daerah harus
lebih proaktif meningkatkan kerja sama
dengan pemerintah Daerah dalam rangka
penjaminan
Mutu
Pendidikan
EBuletin LPMP Sulsel – Maret 2016 | 44 | Bacaan
1. BrataKusumaD.S.OtonomiPenyelenggaraanPemerintahanDaerah.GramediaPustaka
Utama.Jakarta.2001
2. DanimSudarwan,VisiBaruManajemenSekolah.BumiAksara.Jakarta.2008.
3. ............................,InovasiPendidikan.Pustakasetia.Bandung.2002
4. HasibuanMalayu.ManajemenSumberDayaManusia.BumiAksara.Jakarta.2001
5. KalohJ.MencariBentukOtonomiDaerah.RINEKACipta.Jakarta.2002
6. KoontzH.ManajemenTerjemahan(HutaurukG).Erlangga.Jakarta.1996
7. SamsuddinSadili.ManajemenSumberdayaManusia.PustakaSetia.Bandung.2006.
8. SimonHerbert.Terjemahan(Dianjung)AdministrativeBehavior.BinaAksara.Jakarta1984
EBuletin LPMP Sulsel – Maret 2016 | 45 | EBuletin LPMP Sulsel – Maret 2016 | 46 | 
Download