1 TASAWUF DAN KECERDASAN SPIRITUAL Abdul Basith

advertisement
TASAWUF DAN KECERDASAN SPIRITUAL
Abdul Basith1
ABSTRAK
Kehidupan tasawwuf bukan mengajak manusia untuk menjauhi dunia apalagi
bermalas-malasan yang waktunya habis dengan obat terlarang, minuman keras
dan dugem dengan lainnya hilang, mereka menyibukkan diri dengan aktivitas
ibadah. Tetapi sebaliknya, dunia dijadikan alat untuk memperoleh hidup
seoptimal mungkin. Sebaiknya kita benar-benar di Indonesia mampu membuka
diri kotanya dipenuhi oleh para pelaku hidup sufi. Sebab ini mrupakans alah satu
upaya peningkatan sumber daya manusia yang komplit. Pola hidup konsumtif,
sela jabatan, korupsi, tidak disiplin dapat dikikis secara lambat laun yang pada
akhirnya menghasilkan manusia yang berakhlakul karimah.
KATA KUNCI: Sufisme perkotaan, kecerdasan spiritual,Tasawuf
PENDAHULUAN
Sebagai agama yang sempurna Islam bukan saja mengatur urusan ibadah.
Tetapi Islam juga mengatur bagaimana urusan dunia yang erat hubungannya dengan
antar manusia berjalan dan tertata dengan baik. Setiap urusan apapun bentuk dan
aspeknya, agama dapat menjawab semua itu. Oleh karena itu al-Quran dan al-Hadits
merupakan jawaban yang selalu tepat pada zaman dan masa apupun.
Persoalannya adalah apa yang ada pada kedua pedoman dan sumber tersebut,
mampukah kita mencerna, dan memahami dengan baik dan benar. Jika ada persoalan
yang belum terjawab dan teratasi mestinya kita berintrospeksi kedalam diri kita
sendiri. Bukan meninggalkan dalil naqli yang ada pada keduanya. Dengan kata lain
penyelesaian kebutuhan hidup hendaknya didasari oleh ajaran Islam yang optimal.
Jangan sekedar mengambil, bisa jadi salah penerapan atau bisa saja menjadi salah
pemahaman sehingga hasilnya justru menambah masalah. Banyak ibadah dilakukan
bukan karena merupakan kebutuhan hidup, melainkan lebih kepada pribadi yang tidak
menutup kemungkinan cuma jasmani saja terpenuhi.
Kemajuan teknologi, budaya, sosial ekonomi dan pendidikan menyebabkan
kebutuhan manusia semakin kompleks, kebutuhan hidup baik yang menyangkut
1
Dosen Fakultas Agama Islam Universitas Muhammadiyah Jakarta.
1
masalah pribadi ataupun kelompok tidak bisa dihindari. Akhirnya manusia sebagai
pelakunya dituntut untuk meladeni dan mengimbangi persaingan yang gagal. Tentu
saja timbul rasa pesimis, frustasi, mungkin gelisah dan tidak mengerti kemana hidup
ini akan berakhir. Sebenarnya banyak manusia merasa puas jika urusan jasmaninya
terpenuhi, dianggap persoalan hidup selesai sudah. Ternyata baik yang gagal atau
yang sukses mempunyai kadar yang didasarkan pola penilaian tersirat material namun
lahiriah mentalnya tidak siap. Emosional rohaniah harus dihidupkan kcerdasan
spiritualnya terus ditajamkan. Jadi semuanya harus berjalan seiring, tidak ada yang
lebih penting, semuanya diperlukan.
Tidak ada dikotomi ilmu seperti teori barat yang memisahkan spiritual, dengan
dunia. Antara dzikir dan piker. Sebab jika rohani rapuh, maka sendi sosial budaya dan
ekonomi menjadi rapuh. Harus ada integrasi secara menyeluruh dan komprehensif
bagi seluruh masalah terlebih kepuasan batin. Semuanya dengan satu tujuan
bagaimana rohani mereka tidak kering, selalu segar dan memiliki kemauan besar
membangun kembali potensi rohani yang ada di dalam diri setiap orang. Potensi
jasmani dibangun dengan cara bersifat material. Tetapi kebutuhan rohani dengan cara
pendalaman, pemahaman dan sekaligus pengamalannya. Inilah yang sekarang
menjamur di perkotaan yaitu kajian tasawwuf dan dzikir yang persertanya berasal dari
kalangan menengah ke atas.
ASAL-USUL KATA TASAWUF
Dari segi bahasa terdapat sejumlah kata atau istilah yang dihubung-hubungkan
para ahli untuk menjelaskan kata tasawwuf. Dari segi linguistik (bahasa) ini segera
dapat dipahami bahwa tasawwuf adalah sikap mental yang selalu memelihara
kesucian diri, beribadah, hidup sederhana, rela berkorban untuk kebaikan dan selalu
bersikap bijaksana.
Adapun pengertian tasawwuf dari segi istilah atau pendapat para ahli amat
bergantung pada sudut yang digunakannya masing-masing. Selama ini ada tiga sudut
pandang yang digunakan para ahli untuk mendefinisikan tasawwuf, yaitu sudut
pandang manusia sebagai makhluk terbatas, manusia sebagai makhluk yang harus
selalu berjuang dan manusia sebagai makhluk yang ber-Tuhan.
2
Jika dilihat dari sudut pandang manusia sebagai makhluk terbatas, maka
tasawwuf dapat didefinisikan sebagai upaya menyucikan diri dengan cara menjauhkan
pengaruh kehidupan dunia, dan memusatkan perhatian hanya kepada Allah SWT2.
Selanjutnya jika sudut pandang manusia sebagai makhluk yang harus
berjuang, tasawwuf dapat didefinisikan dengan upaya memperindah diri dengan
akhlak yang bersumber dari ajaran agama dalam rangka mendekatkan diri kepada
Allah SWT3.
Pembahasan mengenai tasawwuf pada intinya adalah pembahasan mengenai
masalah perpecahan dan perbedaan pendapat. Hal ini disebabkan caraetimologis arti
tasawwuf itu sendiri masih diperselisihkan oleh banyak ahli baik dari kalangan ulama
sufi, salaf, ataupun ahli bahasa. Secara garis besar pendapat-pendapat tersebut dapat
diterangkan sebagai berikut. Tasawwuf berasal dari kata shaff yang artinya barisan
dalam salat berjamaah. Alasannya, seorang sufi mempunyai iman yang kuat, jiwa
yang bersih, dan sealu memilih shaf terdepan dalam salat berjamaah4.
Dalam buku Tasawwuf Modern Hamka menyatakan arti tasawwuf dan asal
katanya yang menjadi pertikaian para ahli bahasa. Setengahnya berkata bahwa
perkataan itu diambil dari perkataan shafa’ yang artinya suci dan bersih. Sebagian lagi
mengatakan bearasal dari kata shaf artinya bulu binatang, sebab orang-orang yang
memasuki tasawwuf itu memakai baju dari bulu binatang, karena benci mereka pada
pakaian yang indah-indah, pakaian ’orang dunia’ ini. Dan kata sebagian lagi diambil
dari kata shuffah, ialah segolongan sahabat-sahabat Nabi yang menyisihkan dirinya di
suatu tempat terpencil di samping masjid Nabi. Kemudian ada juga dari perkataan
shufanah, ialah sebangsa kayu yang mersik tumbuh di padang pasir tanah Arab.
Tetapi setengah ahli bahasa dan riwayat, terutama di zaman yang akhir ini
mengatakan bahwa perkataan shufi itu bukanlah berasal dari bahasa Arab, melainkan
bahasa Yunani lama yang telah diarabkan. Asalnya theofisme, artinya Ilmu
Ketuhanan, kemudian diarabkan dan diucapkan dnegan lidah orang Arab sehingga
bertransformasi menjadi tasawwuf. 5
2
Definisi tersebut dirangkum dari sejumlah definisi tasawwuf yang dikemukakan para ahli seperti
ma’ruf al-Karkhy (w. 200 H), Abu Turab al-Nakhsaty (w. 245 H), Sahl ibn Abd Allah al-tusary (w. 283
H). Lihat Proyek Pembinaan Perguruan Tinggi Agama, IAIN Sunatera Utara, Pengantas Ilmu
Tasawwuf, 1981/1982, hal. 3 - 4
3
Definisi tersebut dirangkum dari sejumlah pendapat para ahli, di antaranya al-Qusyairi, al-kanany, annury dan Sam nun. lih, ibid, hal. 5
4
DR. Abdurrahman Abdul Khaliq Ctc, Pemikiran Sufisme di bawah Bayang-bayang Fatamorgana,
Jakarta, Amzah, hal. 11
5
Prof. DR. Hamka, Tasawwuf Modern, Jakarta, Panji Mas, hal. 12
3
Walupun pengambilan perkataan itu tidak seragam, bahasa Arab atau Yunani,
namun dapat disimpulkan bahwa yang dimaksudkan dengan kaum Tasawwuf, atau
shufi itu ialah kumpulan yang menyisihkan diri dari orang banyak, dengan maksud
membersihkanhati, memakai pakaian yang sederhana, hidup kurus kering bagaikan
kayu di padang pasir, atau memperdalam penyelidikan tentang hubungan makhluk
dan Khalik.
Tasawwuf adalah salah satu filsafat Islam, yang maksudnya bermula ialah
hendak zuhud dari dunia yang fana. Tetapi lantaran banyaknya bercampur gaul
dengan negeri bangsa lain, banyak sedikitknya masuk jugalah pengajian agama dari
bangsa lain ke dalamnya. Karena tasawwuf bukanlah agama, melainkan suatu ikhtiar
yang setengahnya diizinkan oleh agama dan setengahnya pula tidak sadar, telah
tergelincir dari agama, atau terasa enaknya pengajaran agama lain dan terikut dengan
tidak diingat.
Ibnu Khaldun berkata: ”Tasawwuf itu adalah semacam ilmu syariah yang
timbul kemudian di dalam agama, aslanya ialah bertekun beribadah dan memutuskan
pertalian dengan segala selain Allah, hanya menghadap Allah saja. Menolak hiasanhiasan dunia serta membenci perkara-perkara yang selalu mendaya orang-orang,
kelezatan harta-benda, dan kemegahan. Dan menyendiri menuju jalan Tuhan dalam
khalwat dan ibadah6.
Demikianlah kalua kita dengarkan kupasan Ibnu Khaldun, yang meneropong
suatu perkara dari segi ilmu pengetahuan. tetapi ahli-ahli tasawwuf yang terbesar
mempunyai pula kaidah tersendiri tentang arti tasawwuf itu.
Ada yang berkata: ”Tasawwuf ialah putus hubungan dengan makhluk dan kuatnya
hubungan dengan Khalik”.
Al-Junaid berkata: ”Tasawwuf ialah keluar dari budi, perangai yang tercela
dan masuk kepada budi, perangai yang terpuji”7.
Jika diperhatikan dari berbagai pandangan atau definisi yang dibuat para pakar
tasawwuf di atas satu dan lainnya dihubungkan, maka segera tampak bahwa tasawwuf
pada intinya adalah upaya melatih jiwa dengan berbagai kegiatan yang dapat
membebaskan dirinya dari pengaruh kehidupan dunia sehingga tecermin akhlak yang
mulia dan dekat dengan Allah SWT. dengan kata lain, tasawwuf adalah bidang
6
7
Prof. DR. Hamka, Op. Cit, hal. 13
Prof. DR. Hamka, Op. Cit, hal. 13
4
kegiatan yang berhubungan dengan pembinaan mental ruhaniah agar selalu dekat
dengan Tuhan. inilah esensi atau hakikat tasawwuf.
MENGENAL AJARAN SUFI
Para pakar tasawwuf banyak berbeda pendapat dalam memberikan definisi
sufi. karena memang aspek, pandangan serta tinjauannya yang berbeda. namun
sebagai perbandingan, ada beberapa definisi yang dapat Penulis temukan.
Kata shufi atau shufiyah, diartikan diartikan sebagai orang yang selalu
mengamalkan ajaran tasawwuf dalam kehidupan sehari-hari.
Selanjutnya rumusan definisinya telah dikemukakakn oleh para ulama
tasawwuf, antar lain:
a. Asy-Syeikh Muhamamd Amin al-Kurdy
Sufi adalah orang yang hatinya jernih dari kehidupan yang buruk dan terisi
pengajaran (dari Tuhan) serta kemurnian bagaikan emas dan tanah liat8.
b. al-Qusyairi
Sufi adalah orang yang tidak pernah merasakan letih (bila) mencari (keridhaan
Allah), dan tidak pernah susah (bila) ditimpa suatu sebab (cobaan)9
c. Imam al-Ghazaly
Sufiyah adalah ahli ibadah yang telah melakukan suluk dengan nur (petunjuk)
ihsan (perbuatan mulia)10.
Setalah Nabi resmi mdiangkat menjadi Rasul, ia mulai melaksanakan
tugasnya, dan menanamkan keimanan dan akhlak mulia kepada masyarakat Quraisy.
Meskipun Nabi sebagai kepala pemerintahan, ia masih tetap memilih
kehidupan yang sederhana, sebagaimana yang diriwayatkan oleh para sahabatnya,
bahwa di rumah beliau hanya terdapat selembar tikar dan makanan yang sederhana.
Dna kadang-kadang juga Nabi dan keluarganya berpuasa karena tidak ada makanan di
rumahnya.
Selanjutnya dituturkan dalam riwayat Imam Bukhary, bahwa pada suatu hari
Aisyah mengeluh kepada keponakannya yang bernama Urwah dengan mengatakan:
”Lihatlah hai urwah, kadang-kadang dapurku setiap hari tidak pernah berfungsi (tidak
8
Kuliah Akhlaq Tasawwuf, drs. Mahjuddin, Jakarta, Kalam Mulia, 1991, hal. 49
Drs. Mahjuddin, Op. Cit, hal. 50
10
Drs. Mahjuddin, Op. Cit, hal. 50
9
5
pernah masak), sehingga aku sering bingung. Maka Urwah belaik bertanya; ’Apakah
yang engkau makan setiap hari ?’ jawab Aisyah, paling untung kalau kami
mandapatkan beberapa buah kurma dan air biasa; kecuali bila ada tetangga yang
mengantarkans esuatu kepada Rasulullah, baru kami bisa merasakan makanan atau
minuman susu segar”11.
Apabila Rasulullah SAW mendapatkan rezeki, ia malah cepat-cepat
membagikannya kepada fakir-miskin. Dan pada suatu ketika, beliau hendak
menunaikan salat di masjid, tiba-tiba teringat bahwa masih ada pundi-pundi emas dan
perak yang tersimpan di rumahnya. maka beliau mempercepat salatnya, lalu pulang ke
rumahnya dan mengambil benda tersebut, kemudian dibagikan kepada fakir-miskin
yang bermukim di sekitar rumahnya.
Ketika beliau sakit keras, beliau memerintahkan kepada keluarganya agar
uang yang senilai tujuh dirham yang masih tersimpan padanya, segera dibagi-bagikan
kepada orang-orang yang sangat membutuhkannya. Sehinga diriwayatkan bahwa
ketika Nabi wafat, ia tidak mewariskan harta benda kepada keluarganya. hal in
menggambarkan bahwa pertumbuhan tasawwuf berasal dari sikap dan amalan
rasulullah SAW yang dituntun oleh wahyu Ilahi12.
Demikian juga para sahabat, terutama para khulafaturrasyidin, mereka
mengikuti jejak Nabi Muhammad SAW, bahkan mereka menjadi guru bagi pendatang
dari luar kota Madinah yang tertarik pada kehidupan sufi.
Islam telah mencapai tujuannya yang sebenar-benarnya dalam masa yang
gilang-gemilang itu. Kaum muslimin telah berjaya oleh kejayaan dalam segala
bidang, bidang agama, siasat perang, politik dan pemerintahan, sosial dan budi
pekerti, dan dalam bidang ilmu pengetahuan sebagai hasil dari ajaran Islam yang
murni itu.
Kesejahteraan dan keamanan masyarakat Islam pada abad pertama hijriah ini
berakhir dengan pembunuhan Usman ibn Affan. Usman termasuk sahabat Nabi dan
pejuang yang pertama, seorang yang sudah dijelaskan di masa hidupnya sebagai ahli
surga, seorang yang berjasa dalam mengumpulkan wahyu-wahyu Tuhan serupakan
sebuah kitab suci bagi ummat Islam, orang yang sudah mengorbankan seluruh
kekayaannya untuk Islam, membiayai seluruh peperangan.
11
12
Mahjuddin, Op. Cit, hal. 60
Mahjuddin, Op, Cit, hal. 61
6
Terutama dalam abad kedua hijriah bagian pertama, timbul pulalah ajaranajaran baru yang penuh dengan hikmah. Katanya orang tidak puas lagi dengan hukum
fiqh yang kering. Orang lalu memakai istilah-istilah yang pelik mengenai kebersihan
jiwa. thaharatunnafsi, kemurnian hati, naqaul qalbi, hidup ikhlas, menolah pemberian
orang, bekerja mencari makan dengan tangan sendiri, berdiam diri, seperti yang
dianjurnkan oleh Ali Syaqiq al-Balkhi, Ma’ruf al-Karakhi, menyedikitkan makan,
memerangi hawa nafsu dengan khalwat, malakukan perjalanan dan safar, puasa,
mengurangi tidur atau sahar, serta memperbanyak zikir dan riadhah seperti yang
dianjurkan oleh Ibrahim ibn Adham13.
MENGENAL TASAWUF DI INDONESIA
Kita ketahui bahwa agama Islam masuk ke Indonesia tidak langsung dari
tanah Arab tetapi melalui negeri Persia dan India, dibawa oleh para pedagang atau
orang-orang yang memang datang khusus untuk menyebarkan Islam. Sekitar abad
keempat atau kelima hijriah. Pada masa itu paham sufi dan tasawwuf sedang tersiar
luas dan mendapat perhatian umum dari negara-negara Islam, termasuk pula
Indonesia. Dalam sejarah Wali Songo kita dapati Syeikh Sitti Jenar yang
mempertahankan pendirian fana dan kesatuan antara Khalik dengan makhluk, yang
dinamakan ittihad, di samping Sunan Kali Jaga yang mempertahankan Ahli Sunnah
bersama dengan para wali yang lain, lalu mengambil tindakan terhadapa Syeikh Sitti
Jenar itu. Di Aceh Hamzah Fansuri menyiarkan paham bersatu dengan Tuhan itu, di
samping Abdur Rauf Singkil yang menyiarkan paham Islam yang sebenarnya untuk
memberantas paham ittihad dalam ketuhanann itu, yang dianggapnya sesat dan
menyesatkan.
Oleh karena itu di Indoensia pun sejak ketika itu sebenarnya sudah terdapat
pertentangan paham gerakan ilmu lahir dan ilmu batin, golongan yang dinamakan
syariat dan golongan yang dinamakan hakikat.
Keberadaan para tokoh sufi memang mempunyai latar belakang yang berbeda.
Di antara mereka mempunyai status sosial yang berbeda-beda. Taraf hidup
keberagamaan. keilmuan, keturunan yang lebih istimewa, tidak semua dari mereka
13
Prof. DR. Hamka, Op. Cit, hal. 57
7
berangkat dari orang-orang yang menekuni agama secara baik. Dengan kata lain
tingkat ibadahnya belum mencerminkan sebagai pengamal tasawwuf.
Ada di antara mereka menjadi atau berkelakuan sufi disebabkan karena
peristiwa atau musibah berat khususnya penyakit, tetapi mereka bisa terhindar dan
lolos ayng secara logika kecil kemungkinannya untuk selamat. Sebagai contoh, Ust.
Arifin Ilham, seorang tokoh kegiatan Dzikir (sudah dibahas) pernha mengalami
peristiwa hebat yang membuatnya mati suri. Peristiwa tersebut membawa perubaha
besar pada dirinya, di antaranya sebagaia rasa syukur atas pertolongan Allah SWT.
Sering melakukan dzikir dan ibadah sunnah lainnya. Terus memperdalam agama, b
ukan saja untuk dirinya tetapi mengajak orang lain dengan membuat Jama’ah Dzikir.
Dalam waktu yang tidak lama, jama’ahnya bertambah banyak dan berkembang
sampai sekarang. Contoh lainnya, seperti Alm. Gito Rolies yang akhir hidupnya diisi
dengan da’wah islamiyah dan gaya hidupnya yang berubah total menjadi seorang
muslim yang kuat dengan menjalani hiudp sufi, baik perbuatan atau ucapannya serta
cara berpakaiannya.
Sebagai perbandingan bila kita melihat dan memperlajari kehidupan para
sahabat Nabi, atau dari kelompok tabi’in, mereka diawali oleh kehidupan yang jauh
dari nilai-nilai agama, atau bahkan menentangnya. Tetapi karena ada pengalaman atau
peristiwa yang menimpanya, akhirnya mereka sadar dan berbalik menjadi manusia
pilihan dan banyak yang meneladani mereka, baik kata atau perbuatan. Pola hidup
mereka bergitu teratur, sesuai dengan ajaran agama, perhatian hidupnya benar-benar
dicurahkan untuk kepentingan agama. Sikap kedermawanannya yang hebat, ibadah
merke seakan tidak mengenal lelah, jujur, amanah dan mempunyai akhlakul karimah
dalam bermasyarakat.
Terutama di Jawa, paham-paham ilmu batin, pikiran-pikiran sufi yang
disiarkan oleh Wali Songo itu sangat mempengaruhi kehidupan Islam di Jawa, dan
sampai sekarang masih kelihatan gemanya dalam gerakan-gerakan batin yang banyak
muncul.
8
FENOMENA SUFISME PERKOTAAN
Perkataan sufi berasal dari Ibnu Shaufi yang sudah dikenal sejak sebelum
Islam sebgai gelar dari seorang anak Arab yang saleh yang selalu mengasingkan diri
di dekat ka’bah untuk mendekatkan diri kepada Tuhannya.14
Kata sufi itu berasal dari kata shaffa atau barisan, sebab para sufi berada pada
barisan pertama di hadapan Allah. Yang lainnya menyatakan bahwa kata tersebut
dinisbatkan kepada Abu Shuffah, sekelompok kaum Muhajirin dna Anshar yang
miskin, yang tinggal dalam suatu ruangan di sisi masjid Nabawi. Mereka yang tinggal
di dalam ruangan tersebut dikenal tekun beribadah.15
Menurut sejarah, orang yang memakai kata ”sufi” adalah seorang zahid
bernama Abu Hasyim al-Kufi di Iraq (w. 150 H). Sedangkan arti kata sufi sendiri
memiliki beberapa rumusan, di antaranya ahl ash-shuffah, yaitu mereka para sahabat
yang miskin, yang tinggal di suatu ruangan di masjid Nabawi, mereka berbaik hati
dan mulia; shaf, ialah orang-orang yang melakukan salat di barisan pertama; shufi
juga bermakna suci; sophos, asal kata Yunani yang berarti hikmat; sedangkan shufi
bermakna kain yang dibuat dari bulu domba, yaitu wol kasar yang biasa dipakai
orang-orang miskin.16
Sementara itu dari data yang terungkap bahwa oirang pertama yang mendapat
gelar sufi adalah Abu Hasyim (w. 761 H) dari Kuffah, bukan dari Mekkah atau
Madinah dan ia adalah dari generasi tabi’in, bukan dari generasi sahabat. Sedangkan
di sisi lain, masa terjemahan telah terjadi terlebih dahulu, paling tidak beberapa puluh
tahun sebelum munculnya orang pertama yang bergelar sufi itu.
Akhirnya, jika istilah ”sufi” itu juga dianggap serasal dari kata shuf (bulu
domba, wol kasar) yang biasa dipakai oleh para sufi Kristen, hal ini bisa diterima,
bahkan antara kata sophia dan shuf saling menguatkan. Sebab ajaran sufi di dunia
Kristen yang paling berpengaruh berasal dari Plotinus, sehingga sangat logis jika
aliran ini berpengaruh pada kaum sufi Kristen di Syiria, Mesir, Baghdad dan Yaman.
Lebih memperkuat lagi ialah bahwa kaum sufi muslim pada umumnya memakai kain
shuf. 17
14
Aboebakr Atceh, engantar Sejarah Sufi dan Tasauf, (Solo: 1989), hal. 25 -26
Abu al-Wafa al-Ghanimi at-Taftazani, Sufi dari Zaman ke Zaman, terj. (Bandung: 1985), hal. 21
16
Harun Nasution, Filsafat dan Mistisisme dalam Islam, (Jakarta: 1992) hal. 56 - 57
17
Drs. H. Abdul Qadir Djaelani, Korelasi Terhadap Ajaran Tasawwuf, Jakarta, Gema Insani Press,
1996, hal. 15
15
9
Dari beberapa penjelasan yang diambil dari berbagai sumber, secara sepintas
sulit bagi kita untuk memperoleh kepastian tentang asal kata istilah ”tasawwuf” (sufi)
tersebut. Tetapi jika ditelusuri lebih jauh, akan diperoleh kejelasan yang lebih
mendekati kebenaran. Jika istilah ”sufi’ berasal dari nama Ibnu Shauf, maka berarti
pada zaman jahiliyah kehidupan kaum sufi telah ada di Mekkah. Padahal tidak
ditemui fakta sejarah yang menyebutkan bahwa di mekkah – sejak Nabi SAW
dilahirkan sampai hijrah ke madinah – ada nama dan kegiatan kaum sufi. Bahkan
pada saat nabi SAW melakukan tahannuts di Gua Hira sampai turunnya wahyu yang
pertama, tidak ada keterangan sedikitpun yang menyatakan bahwa ia melakukan hal
itu karena meniru pola mengasingkan diri Ibnu Shauf adalah tidak wajar.
Sementara kata perkotaan berasal dari kata ”kota” dengan menyertakan
awalan ”per” dan akhiran ”an”, adalah daerah atau kawasan kota atau kelompok
pemukiman yang terdiri dari tempat tinggal dan tempat kerja pertanian18.
Dengan demikian sufi perkotaan adalah kehidupan sekelompok orang
(komunitas) yang dilakukan dengan penuh berbagai macam aktivitas ibadah di tengah
keramaian kota. Dapat dipahami bahwa sufi perkotaan sebuah gerakan positif oleh
penduduk kota di tengah
corak dan gaya hidup kota yang penuh dengan gaya
metropolisnya. Seperti individualistis, hedonisme, westernisme, modisme dan
materialisme yang membuat mereka menjadi jauh dari nilai dan kehidupan beragama
sehingga rohaninya kosong dan gersang memasuki tahun 2000-an, karena
pertumbuhan ekonomi, sosial, budaya dan politik dan semakin menjamurnya rumahrumah mewah, pusat-pusat perbelanjaan di samping penduduk yang memiliki latar
belakang sosial berbeda pasti sedikit banyak mempengaruhi pola dan gaya hidup
penduduk kota. Di antaranya adalah mereka banyak yang menderita penyakit
kejiwaan karena tidak adanya porsi yang seimbang antara kebutuhan jasmani dan
rohaninya. Akhirnya menjadi mudah stress dan cepat mengambil keputusan hidup
yang merugikan baik bagi dirinya sendiri ataupun orang lain. Pemandangan ini sangat
sering dijumpai dan diberitakan baik melalui media cetak maupun elektronik dari
panorama yang berbagai dinamikanya tersebut banyak penduduk kota yang mulai
menaruh perhatian tentang pentingnya pemenuhan kebutuhan rohani di antaranya
adalah pertama kajian Shahih Bukhari yang dimotori oleh para habaib dan Arab
keturunan yang langsung dipimpin oleh habib Mundzir Mustawa, seorang tokoh muda
18
Departemen Pendidika, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta, Balai Pustaka, 1996, hal. 528
10
yang mempunyai perhatian khusus terhadap pembinaan rohani (mental). Di samping
kajian yang sifatnya teoritis tersebut. Pada saat tertentu mereka, kelompok yang
menamakan diri dengan Majelis Rasulullah SAW mengadakan dzikir dengan
melantunkan kalimat thayyibah (tahmid, takbir, tasbih, istighfar dan salawat) dalam
jumlah tertentu (ribuan) dengan tempat yang berpindah-pindah. Jamaah majelis
tersebut datang dari sekitar Jabodetabek dengan ragam dan unsur status sosial.
Biasanya kegiatan rutinnya dilaksanakan pada minggu keempat setiap malam jumat.
Suasana kota terutama di sekitar jalan Kebayoran Lama menjadi menarik sekali. Di
samping aneka ragam umbul-umbul, ditambah dengan beliho besar yang penuh
dengan foto, dipenuhi oleh ribuan jamaah dengan berbagai macam jenis kendaraan,
pemandangan menarik lainnya adalah kedatangan dan kepulangan mereka ke tempat
tinggal masing-masing. Membuat Jakarta kota metropolitan, berubah dengan nuansa
kota santri seperti pakaian dan peci berwarna putih (peci haji dan baju kokoh) di
samping kain sarung serta bendera yang dibawa oleh mereka terus berkibar.
Kelompok kedua adalah pengajian dzikir yang dipimpin oleh Ust. Arifin
Ilham yang dipusatkan di masjid At-Tien Taman Mini Indonesia Indah. Acara ini
disiarkan langsung oleh salah satu stasiun televisi swasta di Indonesia (TPI).
Umumnya jamaah diajak berdzikir dengan jumlah tertentu penuh dengan kekhusyu’an
sehingga banyak yang meneteskan air mata. Jama’ah diajak untuk mengenali dirinya
siapa sebenarnya manusia itu, apa tujuan hidupnya di dunia, memperbanyak
mensyukuri nikmat Allah SWT dan cinta Rasulullah SAW, banyak bertaubat
(istighfar) yang pada akhirnya jiwa mereka menjadi tentram, senang dan penuh
tawaddhu. Sebab apapun fungsi mereka dengan status sosial yang beraneka ragam
akan menjumpai mati dan yang berat adalah dimintai pertanggungjawabannya atas
semua perbuatan yang telah dilakukan. Salah satu simbolnya adalah mereka
berpakaian serba putih, baik dari jama’ah perempuan maupun laki-laki. Pada momenmomen tertentu, mereka mengundan pejabat dan para tokoh negeri ini dengan
melakukan dzikir bersama yang biasanya dilakukan ketika ada bencana alam yang
terjadi di negeri ini.
Ketiga adalah pengajian Jama’ah dilaksanakan oleh Habaib baik dari
keturunan Arab atau dari keturunan Arab Betawi. Organisasi ini dikenal dengan nama
FUHAB (Forum Ulama dan habaib Betawi), kebetulan penulis berada di dalam
kepengurusan. Anggota FUHAB tersebar di seluruh Jabodetabek. Pengajian yang
dilakukan berbeda dengan sufi perkotaan lainnya. Mereka mempunyai kitab kajian
11
(referensi) yang kebanyakan mengkaji ktab tasawuuf klasik terutama krangan Imam
al-Ghazali. para pengasuh diambil dari Kyai Sepuh yang sudah memasuki dunia sufi
dalam hidup kesehariannya. Tawadhu dan karismatiknya begitu nampak ketika
menyampaikan materi. Sebelum pengajian dimulai dibacakan riwayat Nabi
Muhammad SAW seperti rawi barzanji, rawi Azab, rawi Simtu Durar, rawi Syaraful
Anam dll. Diawali dengan pembacaan qasidah dan diakhiri dengen pembacaan tahlil
sedcara bersama, terkadang dilengkapi dengan makan nasi kebuli bersama-sama.
Peserta pengajian umumnya para assatidzah dari berbagai majelis ta’lim. Usia jamaah
pengajian habaib biasanya mayoritas orang tua, jarang ada anak muda yang
bergabung. Hal ini menunjukkan keseriusan mereka dalam memperdalam kehidupan
sufi yang sudah menjauhi hidup duniawi, tingkat kezuhudan mereka nampak dari cara
berpakaian, tetapi tidak mengurangi keidahan dan kebersihan.
Dari ketiga fenomena sufi perkotaan tersebut berbeda satu dan lainnya. ada
karakteristik tersendiri yang menjadi ciri khasnya. Tetapi mempunyai muara yang
sama yaitu dalam rangka meningkatkan ibadah kepada Allah SWT dan menghidupkan
sunnah-sunnah rasul-Nya. Dengan memperbanyak atau paling tidak seimbang antara
kebutuhan jasmani dan rohani salam menjalani sisa hidup di dunia. Tidak bisa
memang mereka disatukan karena berangkat dari materi kajian yang berbeda di
samping juga kominutas dan sasaran gerakan yang berbeda pula. Namun demikian
keberadaan mereka sebagai gerakan sufi perkotaan yang berada di tengah kota seperti
Jakarta ini merupakan fenomena tersendiri bagi kota Jakarta sebagai ibu kota negara
yang penuh
hingar-bingar,
aneka
gaya
hidup,
budaya
serta
kemodernan
masyarakatnya.
Kecendurungan hidup bahagia bagi setiap manusia merupakan fitrah. Apalagi
seorang muslim pasti menjadi keharusan, bahkan doa ini setiap saat dibaca, seperti:
Ya Tuhan kami, Berilah kami kebaikan dunia dan akhirat dan serta selamatkanlah
kami dari api neraka.
Bahagia mempunyai ukuran yang berbeda antara satu orang dengan orang
lain. Ada yang berkata bahagia itu diukur dari banyaknnya materi yang didapatkan,
yang lain mengukurnya dari keberhasilan karir, ilmuan dan seterusnya. Ukuranukuran tersebut bisa jadi benar jika diukur dari segi material, namun banyak orang
sukses tetapi mengakhiri hidupnya denga bunuh diri. Merusak dan membunuh
karakter kepribadiannnya dengan cara melakukan perbuatan yang tidak terpuji, seperti
tindakan-tindakan asosial. Faktor utamanya adalah jiwa mereka yang kosong dari
12
nilai-nilai rohaniah. Sementara nilai tersebut hanya terdapat dalam ku\omunitas dan
tempat tertentu saja yaitu masjid, psantren dan majlis ta’lim, kelompok zikir atau
kajian-kajian tasawwuf.
Pada kelompok-kelompok zikir dan kijan tasawwuf ini banyak terdapat para
eksekutif, konsultan, ahli profesi, cendikiawan, politikus, ekonom, budayawan dan
lain-lain. Mereka sangat sukses dalam kehidupan duniawinya, namun merasa kurang
bahgia secara batiniah. Merasakan kegelisahan batin, ada kegelisahan dalam dirinya
mereka yang menuruti nafsu lawwamah dengan mengambil jalan yang justru
menambah kegersangan diri. Seperti ke diskotik, pub, dari satu hotel ke hotel lain.
Tetapi tidak sedikit juga yang menempuh jalan yang benar dengan merapatkan diri
kepada agama, yaitu melalui pendalaman ibadah. baik berupa ibadah mahdhah
ataupun pendalaman zikir melalui dengan berbagai m,acam kegiatan. Sekarang ini
banyak sekali kegiatan keagamaan baik melalui perorangan atau lembaga seperti
kajian Shahih Bukhari, Zikir Akbar setiap malam jumat. Bahkan terkadang dilakukan
ditempat terbuka, seperti:
-
Kajian kitab Hikam yang sangan mnekankan hidup dekat dengan tasawwuf
-
Kajian zikir dan salawat
-
Majelis Maulid
-
Istighatsah
-
Qiyamul Lail
-
Ziarah makam para wali dan sufi
Kegiatan kerohanian dalam bentuk zikir semakin hari semakin menambah dan
peningkatan intensitas, baik pertemuan kajian kitab atau pemahaman dan penghayatan
zikir. Baik secara pribadi kajian dengan jumlah tertentu atau dilakukan secara
berjamaah dengan jumlah yang lebih besar. Lambat laun namun pasti mereka yang
istiqamah mengikuti kegiatan rohani bertambah mantap keimanan dan ketaqwaan,
serta qanaah dalam menjalani kenyataan hidup. Jika mereka kaya tidak membuat
mereka angkuh dan lupa diri, jika jatuh usaha dan karir mereka tidak menjadikan
mereka lemah dan putus asa. Mereka memahami kesemua itu kecil dan tidak
mempunyai nilai apa-apa jika dibandingkan dengan rahmat Allah. Ternyata kekayaan
materi yang mereka punyai tidaklah dapat menjaga diri dan mendatangkan
ketentraman hati. Pola dan cara pandang mereka menghadapi kehidupan bukan saja
didasari oleh teori yang bersifat eksak, namun juga sudah lebih banyak pada pola pikir
yang didasari oleh nilai-nilai ilahiyyah (spiritual).
13
Kekayaan hakiki ialah mencukupkan apa yang ada dan sudi menerima
walaupun berlipat ganda beratus ribu milyard, sebab Dia nikmat Tuhan, dan tidaklah
jumlahnya berkurang, sebab Dia datang dari sana akan kembali ke sana.19
Sikap seperti ini tidaklah mudah didapat dengan serta-merta. Tetapi
mebutuhkan latihan yang lama dan banyak pengorbanan yang dibutuhkan, waktu
bahkan perasaan terutama hawa nafsu. jadi ketentraman hati dan ketangan jiwaitulah
yang mereka cari para peserta kajian tasawwuf dan zikir perkotaan.
Sunggunnya hati yang tentram dan pikiran yang hening memberi bekas yang
nyata untuk kebahgiaan manusia, bahkan inilah kebahagian sejati.20 Kebersihan jiwa
memang harus dipelihara, jiwa adalah harta yang tidak ternilai harganya kesucian jiwa
menyebabkan kebersihan diri, lahir dan batin. Manusia makhluk yang lengkap dengan
potensi baik dan buruk jadi dinamika salah benar adalah bagian hidup manusia. Tidak
ada yang salah terus-menerus tetapi tidak ada juga yang berbuat kebaikan tanpa cacat.
Di sinilah menggosok kesucian batin mempunyai peranan kebahagiaan baru didapat
setelah melalui susah payah yang berkepanjanganan, jadi bahagia itu ada di dalam
diri, bukan dari luar.
Dengan berjamurnya pertumbuhan pengajian model sufi di jakarta khussunya
membawa fenomena tersendiri dalam masyarakat baik politik, ekonomi, sosialbudaya fenomena ini sidah pasti mempengaruhi pola hidup sikap dan karakter
masyarakat. Seperti sikap individualistis, berpacu dengan waktu, persaingan hidup,
ketidakamanan, rasa mementingkan diri yang tinggi. Kebutuhan hidup yang tidak
menentu. Semua itu membuat orang mudah pesimis, tidak tenang hidupnya dan stress
yang berkepanjangan. Penyakit ini bukan saja menimpa orang yang lamah secara
finansial, dan sosial saja, mereka sudah terbiasa akan hal itu. Melainkan yang ironis
justr menimpa para orang sukses dalam karirnya kenapa bisa seperti itu karena
jasmani mereka basah tetapi rohaninya kering. Selama ini banyak berkembang dalam
masyarakat kita sebuah pandangan stereoptipe,dikotomisasi antara dunai dan akhirat,
antara unsur-unsur kebendaan dan agama, kasat mada dan tidak, metrialisme dan
orientasi nilai-nilai Ilahiyyah semata. Mereka yang memilih keberhasilan secara
vertikal cenderung berpikir bahwa kesuksesan dunia adalah sesuatu yang bisa
dinisbikan, atau sesuatu yang tidak sedemikian mudahnya dimarginalkan. Hasilnya
mereka unggul dalam kakuasaan zikir dan kekhitaman berkontemplasi namun
19
20
Prof. DR. Hamka, Tasawwuf Modern, Jakarta, Porujas, 1987, hal. 190
Prof. DR. Hamka, Op. Cit, hal. 193
14
menjadi kalah dalam percaturan ilmu pengetahuan, sosial, politik dan perkembangan
alam secara horizontal.21
Begitupun sebaliknya yang berpijak hanya pada kebandaan kekuatan
berpikirnya tidak pernah diimbangi oleh kekuatan zikir, rialitas kebendaannya masih
membelenggu hati tidak memudahkan baginya untuk berpijak pada alam fitrahnya
yang hidup perkotaan berada di tengah. Artinya meninggalkan pikir, banyak zikir atau
banyak zikir tetapi melupakan pikir tidak boleh dipisahkan harus ada perpaduan
harmonis. Sehingga membawa hidup menjadi benar. Sufi perkotaan tidak ada
dikotomi antar kebutuhan materi dengan spiritual yang menyebabkan peserta
jamiyyah menjadi kerasan. Bahkan terus meningkat jumlah zikir yang dibacanya.
Semakin banyak itu dilakukan betambah kuat nilai spritual inilah yang melekat pada
dirinya. Tidak heran jika mereka kerasan mengikuti semua yang menjadi petunjuk dan
arahan guru yang menjadi idola. Meskipun harus mengorbankan waktu, tenaga dan
pikiran. Terkadang harus berhadapan dengan kondisi iklim. Semua itu terkonpensasi
dengan ketenangan datin karena jiwanya penuh dengan nilai spiritual.
KARAKTERISTIK SUFISME PERKOTAAN
Jika diperhatikan ada beberpa yang menjadi ciri khas sufi perkotaan, artinya
mereka tampil bebrbeda dengan para sifi konvensional yang berangkat dari pesantren,
majlis ta’lim atau aliran/tarekat tertentu. Diantaranya adalah;
-
Peserta
-
Materi Kajian
-
Pakaian
-
Tempat
a. Pola peserta sufi perkotaan tidak sama seperti lazimnya pengajian tasawwuf di
pesantren atau majelis ta’lim pada umumnya datang dari masyarakat yang
sifatnya heterogen bukan dari kalangan tertentu. tetapi sufisme perkotaan
mempunyai jamaah yang datang dari kalangan tertentu. Mereka datang dari
berbagai daerah di Jabodetabek, dengan mengendarai kendaraan sendiri.
Penampilan mereka begitu rapi dan trendy lengkap dengan gaya kehidupan
perkotaan. Karena memang mereka kelompok orang yang berpunya (the
21
Ary Ginanjar, ESQ, Arga, hal. 13
15
Have). Bisa jadi akomodasi yang digunakan dengan fasilitas hotel atau gedung
pertemuan berkelas. Walaupun demikian banyak mereka yang sudah terbiasa
hidup dengan model sufi banyak seperti zikir, salat malam, puasa sunnah,
membantu sarana pendidikan Islam, bahkan tidak sedikit yang mempunyai
anak asuh. Yaitu membiayai anak yatim-piatu/fakir miksin sampai selesai
pendidikan formalnya. Secara lahiriah bisa jadi penampilan mereka mewah
tetapi akhlak dan perhatiannya terhadap agama begitu besar.bahkan bisa
mengalahkan mereka yang secara formal mempunyai kemampuan keagamaan
yang baik..
b. Dalam Materi Kajian, kitab yang mereka gunakan kebanyakan kitab yang
mengajarkan serta membangun rasa spiritual yang tinggi, gemar ibadah,
banyak zikir dan membaca sejarah rasul dan sahabat. Diantaranya adalah
Minhajul Abidin, Hazinul Asrar, Ihya Ulumuddin atau Kitab Kifayatul Atqiya,
kajian Shahih Bukhari. Mereka bukan saja mempelajari tetapi juga mengkaji
secara mendalam agar dampak positif paham dan nilai tasawwuf pada zaman
modern seperti ini dapat menjawab semua persoalan yang terjadi pada banyak
sektor,
terutama
yang
menyangkut
karir
mereka
yang
dominan
memperebutkan dan memburu sesuatu yang sersifat materialistis saja. Karena
segala persoalan rutin mereka yang terkadang begitu mencari penyelesainnya
tidak bisa ditemui jawaban dan penyelesaiannya kecuali melalui kajian sperti
ini. Tidak jarang mereka melakukan qiyamul lail secara berjamaah dilanjutkan
dengan zikir tertentu dengan jumlah yang ditentukan pula. Dengan demikian
pertahanan spiritual mereka semkain mengakar sehingga pola dan penampilan
mereka bisa menjadi manusia yang mampu mangaplikasikan doa bahagia
hidup dunia dan akhirat.
c. Pakaian adalah salah satu identitas sufi perkotaan. Cara berpakaian seringkali
yang serba putih lengkap dengan simbol guna mengetahui dari kelompok
mana mereka berasal bahkan dilengkapi bendera. Ternyata pakaian ini sangat
membantu
keberadaan
mereka
seperti
menambah
popularitas
rasa
kebersamaan dan persatuan yang pada akhirnya akan bertambah jamaahnya.
Ada satu hal yang menarik dari pakaian yaitu secara filosofis warna putih di
samping memang sunnah Rasul. Tetapi mengajak mereka untuk lebih banyak
mengingta mati, bahkan kematian tidak mengenal waktu, tepmat dan usia.
16
Kematian sangat misterius. Di sinilah betapa besar pengaruh warna puthi
terhadap eksistensi mereka dalam melakuka kegiatan.
d. Salah satu mereka tampil beda dari keoompok kajian tasawwuf lain adalah
tempat mereka lebih representatif. jauh dari keramaian, banyak di perumahan
pribadi atau terkadang di hotel berbintang. Sekali-kali mengambil tempat di
masjid bahkan di lapangan terbuka. Tetapi tetap saja mereka membaur dengan
komnutas lain. Perbedaan yang ada pada mereka tidak mendatangkan
kecurigaan, atau ada rasa sentimen klelompok. Mereka saling menjaga nama
baik. Mereka tidak ingin berpindah, para guru, kyai, mursyid tetap
membimbing jamaaahnya dengan rasa istiqamah yang merupakan bagian yang
terpenting. Baik dalam mengamalkan dan menjalankan kajian tasawwuf, atau
pada menjaga rasa memiliki jamaahnya. Jika akan diadakah acara
memperingati kelahiran tokoh (haul) atau hari-hari besar Islam, semakin ramai
jamaah yang datang. Bukan saja yang berada di wilayah sekitar Ibu Kota
melainkan juga dari luar kota. Lokasi dihias seindah mungkin, penuh dengan
atribut, bendera, umbul-umbul, spandunk. Pengelolaan tempat memang tertata
seallu rapi, baik pada pengajian biasa teristimewa pada acara khusus. Ternyata
tempat mereka juga sering dikunjungi oleh pejabat, politisi, sipil atau militer.
Tempat yang istimewa merupakan kelebihan mereka. Bahkan menjadi
karakteristik tersendiri yang bila dibandingkan dengan kajian sufi pada
umumnya masa lalu khususnya yang berangkat dari pesantren yang lebih
berkesan apa adanya.
PENUTUP
Munculnya fenomena sufi perkotaan mempunyai dampak positif dan kesan
tersendiri bagi masyarakat Jakarta sebagai ibukota negara. Diantaranya adalah
mengurangi kesan negatif walaupun tidak secara menyeluruh. Jakarta sebagai ibukota
yang
berpenduduk
individualistis,
hedonis,
materialistis,
huru-hara
kurang
memperhatikan hidup bernuansa agamis. Betapa tidak, dengan banyak munculnya
berbagai pengajian (majelis ta’lim) yang menghantarkan para jamaahnya kepada
hidup yang berpolakan sufisme, sangat membantu pemerintah khususnya Pemda DKI
Jakartamenjadi kota yang sejuk dan bernuansa santri. Terutama pada malam hari,
hingar-bingar kota dapat terminimalisasi, paling tidak ada fenomena lain yang bersifat
religi. banyak kalngan muda dari anak sekolah, mahasiswa, pengusaha, entertainer,
17
politikus, budayawan, yangmengaktifkan diri dalam meningkatkan kehidupan rohani
mereka. Semula mereka merasa gersang menghadapi hidup ini, karena jiwa mereka
kering dengan wawasan agama. Setelah tidak terlalu lama, perubahan religiusnya
berbeda jauh. Inilah yang membuat para pencari ketenangan jiwa memburu dan aktif
mengikuti pengajian yang menghantarkan mereka menjadi manusia paripurna dalam
pengertian kebutuhan jasmani yang seimbang dengan kebutuhan rohani. Dan itulah
tujuan hidup seorang muslim. Tidak bisa ada perbedaan yang fantastis walaupun
begitu memasuki hari tua intensitas kehidupan ukhrawi harus jauh lebih banyak
prestasinya. Inilah yang dapat Penulis cermati, bahwa kalangan tua lebih menaruh
perhatian khusus pada hal-hal yang bersifat ukhrawi karena memang sudah waktunya.
Jika diperhatikan mereka yang sudah terikat jauh dengan kehidupan sufi,
waktu yang ada mereka tidak ada yang terbuang secara percuma. Di rumah, di tempat
usaha atau kerja, di jalan, sendiri atau keadaan ramai tidak menghilangkan rasa
cintanya kepada Allah dan Rasul-Nya. Banyak sikapnya yang ditunjukkan
mempunyai nilai ibadah. Seperti berdzikir, membaca al-Quran, salawat dan istighfar
walaupun secara fisik tidak terlihat secara jelas. tetapi hati dan mulut mereka keuar
kalimat-kalimat thayyibah, yang pada akhirnya akan membentuk manusia optimis dan
cerdik karena segala apa yang diperbuat akan membawa hasil baik di dunia maupun
akhirat.
DAFTAR PUSTAKA
Abdul Khaliq DR, Abdurrahman Ctc, Pemikiran Sufisme di bawah Bayang-bayang
Fatamorgana, Jakarta, Amzah, 1998.
Prof. DR. Hamka, Tasawwuf Modern, Jakarta, Panji Mas, 1987.
Prof. DR. Hamka, Tasawwuf dan Sufi, Jakarta, Panji Mas, 1983.
Ary Ginanjar, ESQ, Arga, 2003.
Mahjuddin, Kuliah Akhlaq Tasawwuf, Jakarta, Ilmu Kalam, 1991.
Atjeh, Aboebakar, Pengantar Sejarah Sufi dan tasauf, Solo, 1989.
Mahmud, Abd Halim, Hal Ihwal Tasawwuf, Jakarta, terjemahan.
Ghamini at-Tafzani, Abu al-Wafa, Filsafat dan Mistisisme dalam islam, Jakarta, 1992.
18
Qadir Djaelani, Abdul, Kereksi Terhadap Ajaran tasawwuf, Jakarta, Gema Insani
Press, 1996.
Nata, Abudin, Akhlak Tasawwuf, Jakarta, PT. Grafindo Persada, 1996.
19
Download