INTERNALISASI NILAI-NILAI KEARIFAN LOKAL MELALUI PRINSIP

advertisement
INTERNALISASI NILAI-NILAI KEARIFAN LOKAL MELALUI PRINSIP
PENDIDIKAN MONTESSORI PADA ANAK USIA DINI
Oleh: Fuad Fitriawan©
ABSTRAK : Observing the child's development and learning in early childhood, there
are three things to note in early childhood education, namely: 1) educational materials,
2) the application of educational methods, and 3) the environment. the fact that the
environment is important for children's development, forms of culture, people's behavior
in an environment that provides impact and a major influence on the model for early
childhood education. age children involve participation needs of the children to develop
themselves need to be stimulated. form of stimulus through the manifestation of the
parents, and community leaders, as well as the need for appropriate media, in order to
avoid delays in its development stage. Form of stimulus is another meaning of a Local
Wisdom (local wishdom). the principle of local knowledge with educational theory
motessori is the feel of freedom in education, the community became an important part
in education, aspects of structure and order in the institution of social wisdom of the
local community are on order, Aspect realistic and natural, people to rural areas provide
a natural feel in learning as well as the aspect of beauty and natural aspect of play
equipment
Kata Kunci: Values, Local Wishdom, Montessori.
A.
PENDAHULUAN
Seorang anak merupakan sumber kebahagian bagi orang tua, saat anak
tumbuh dan berkembang saat itu pulalah terjadi perkembangan potensi yang kelak
akan berharga sebagai sumber daya manusia. Demikian juga dimana anak
berkembang, dengan siapa anak berkembang maka itulah yang akan menajdi
cerminan kelak anak ketika telah dewasa. Perubahan dan perkembangan anak di
lingkungannya, akan melalui beberapa tahapan-tahapan, oleh sebab itu anak harus
diperlakukan sesuai dengan tahap-tahap perkembangannya. Hanya saja, dalam
praktik pendidikan sehari-hari, tidak selalu demikian yang terjadi. Banyak contoh
yang menunjukkan betapa para orang tua dan masyarakat pada umumnya belum
sepenuhnya memberikan stimulus dan media yang diperlukan anak untuk
mengembangkan kemampuan mereka sesuai dengan tahapan-tahapan
perkembangannya.
Dengan keterbatasan pengetahuan dan pendidikan orang tua, muncul
berbagai macam cara dan model pendidikan yang diterapkan para orang tua
terhadap anaknya, yang kemudian tidak jarang ditemui bentuk model pendidikan
kolonialisme yang masih mewarnai pendidikan orang tua kepada anaknya,
sehingga ini merupakan bentuk factor lain hambatan bagi perkembangan anak
usia dini terhadap bakat terpendamnya.
Mencermati perkembangan anak dan perlunya pembelajaran pada anak
usia dini, tampaklah bahwa ada tiga hal yang perlu diperhatikan pada pendidikan
©
Dosen Tetap Fak. Tarbiyah Prodi PGMI INSURI Ponorogo
1
anak usia dini, yakni: 1) materi pendidikan, 2) metode pendidikan yang dipakai,
dan 3) lingkungan nya. Secara singkat dapat dikatakan bahwa lingkungan menjadi
penting bagi perkembangan anak, bentuk budaya, perilaku masyarakat pada
sebuah lingkungan akan memberikan dampak dan pengaruh besar terhadap model
pendidikan bagi anak usia dini.
Kebutuhan anak untuk mengembangkan dirinya perlu distimulus.
Diantaranya perlunya tauladan dari orang tua, tokoh dan masyarakat, demikian
juga perlunya media yang tepat, agar tidak terjadi keterlambatan dalam tahap
perkembangannya. Bentuk stimulus tersebut merupakan arti lain dari sebuah
Kearifan Lokal (local wishdom). Selanjutnya menurut Ridwan1 bahwa Kearifan
lokal atau sering disebut local wisdom dapat dipahami sebagai usaha manusia
dengan menggunakan akal budinya (kognisi) untuk bertindak dan bersikap
terhadap sesuatu, objek, atau peristiwa yang terjadi dalam ruang tertentu, suatu hal
yang menjadi nilai lebih dalam konteks kearifan lokal adalah bahwa nilai nilai
etika dan estetika luhur nya bisa menjadi sebuah langkah awal untuk mewujudkan
pendidikan berbasis keunggulan lokal yaitu sebuah konsep pendidikan yang
mencakup segala sesuatu yang menjadi ciri khas kedaerahan baik yang meliputi
ekonomi, budaya, teknologi, komunikasi, ekologi dan lain sebagainya2
Hal tersebut diatas selaras dengan model pendidikan yang telah dikenalkan
oleh Dr. maria Montessori. Metode Learning to Learn merupakan metode yang
dilatihkan pada anak di sekolah Montessori. Selama tahap awal pembelajaran,
anak memerlukan motivasi dari orang dewasa, maka diperlukan reward
(penghargaan), aturan dan disiplin serta kontrol diri harus dilatihkan pada anak,
keteladan dari orang dewasa merupakan metode yang menonjol dalam
Montessori, sebab anak belajar segala hal dengan cara meniru orang dewasa 3.
Sudah saatnya dunia pendidikan mencoba untuk menerapkan bentuk pendidikan
berbasis kearifan local yang internalisasi nilai-nilainya dipadukan dengan
pendidikan Montessori, harapannya adalah agar pendidikan Learning to be learn
bisa lebih fleksibel disesuaikan dengan tempat Lembaga pendidikan tersebut ada.
Melalui tulisan ini, penulis mencoba untuk memberikan gagasan mengenai
internalisasi nilai-nilai kearifan local dengan model pendidikan Montessori
khususnya pada anak usia dini.
B.
PEMBAHASAN
1. Pengertian Metode Montessori
Dalam dunia pendidikan kita mengenal seorang pakar pendidikan, yaitu
Dr. Maria Montessori. Maria Montessori memiliki pemikiran-pemikiran dengan
berbagai metode pendidikan yang masih populer di seluruh dunia sampai saat ini.
Metode pendidikan yang Montessori ciptakan mengembangkan sebuah sistem
untuk pendidikan anak usia dini yang berpengaruh besar pada pendidikan anak
usia dini.4 Lebih jelasnya, metode Montessori adalah suatu metode pendidikan
1
Ridwan, N.A.“Landasan Keilmuan Kearifan Lokal”. (Jurnal Studi Islam dan Budaya, Vol.5,
(1),2007), Hal: 27-38.
2
Asmani, MJ. Pendidikan berbasis keunggulan Lokal.( . Jogjakarta: Diva Press, 2012), Hal: 29.
3
https://id.wikipedia.org/wiki/Metode_Montessori, diakses tanggal 1 April 2016
4
Padmodewo, Soemantri, Pendidikan Praskolah (Jakarta: DEPDIKBUD, 1995), hlm. 14.
2
untuk anak-anak, berdasar pada teori perkembangan anak dari Dr. Maria
Montessori, seorang pendidik dari Italia di akhir abad 19 dan awal abad 20.5
Metode ini diterapkan terutama di pra-sekolah.
Metode Mentessori berdasarkan filosofinya, mencakup: pengelompokkan
anak multi-usia berdasarkan periode perkembangannya, kecenderungan manusia,
proses pembelajaran anak-anak, lingkungan yang dipersiapkan, observasi, pusat
aktivitas, metode mengajar, ukuran kelas, pelajaran dasar, area belajar, jadwal
sehari-hari, penilaian, gaya belajar dan pendidikan karakter.6
Ciri dari metode ini adalah penekanan pada aktivitas pengarahan diri pada
anak dan pengamatan klinis dari guru. Metode ini menekankan pentingnya
penyesuaian dari lingkungan belajar anak dengan tingkat perkembangannya, dan
peran aktivitas fisik dalam menyerap konsep akademis dan keterampilan praktik.
Ciri lainnya adalah adanya penggunaan peralatan otodidak (koreksi diri) untuk
memperkenalkan berbagai konsep.7 Metode Montessori merupakan metode
pembelajaran yang digunakan oleh sekolah-sekolah privat atau swata di berbagai
Negara bagian di Amerika Serikat. Tujuan dari semua metode pembelajaran atau
teori-teori pendidikan yang ada adalah untuk membantu anak menjadi manusia
mandiri dan produktif ketika mereka dewasa. Demikian halnya dengan metode
Montessori yang bertujuan membantu anak menjadi manusia mandiri.8
2. Metode pembelajaran Montessori
Metode Montessori mengembangkan kepribadian anak secara keseluruhan.
Metode Learning to Learn merupakan metode yang dilatihkan pada anak di
sekolah Montessori. Selama tahap awal pembelajaran, anak memerlukan motivasi
dari orang dewasa, maka diperlukan reward (penghargaan), aturan dan disiplin
serta kontrol diri harus dilatihkan pada anak, keteladan dari orang dewasa
merupakan metode yang menonjol dalam Montessori, sebab anak belajar segala
hal dengan cara meniru orang dewasa9.
Metode montessori membangun observasinya bahwa proses belajar
didatangkan oleh kecenderungan manusia untuk bertindak, mengekplorasi,
berkarya.10
Adapun aspek-aspek metode Montessori sebagai berikut:
a. Aspek pentingnya kebebasan (Concept of freedom)
Metode pendidikan Montessori menekankan pentingnya kebebasan11.
Karena hanya dalam nuansa atau iklim yang bebaslah anak dapat
menunjukkan dirinya. Alasan kedua, kunci terjadinya perkembangan
yang optimal adalah kebebasan. Montessori mengatakan, “Real
freedom is a concequence of development” yaitu kebebasan sejati
adalah suatu konsekuensi dari perkembangan. Montessori
mengatakan, “Jika anak di hadapkan pada lingkungan yang tepat, dan
5
https://id.wikipedia.org/wiki/Metode_Montessori, diakses tanggal 1 April 2016
Cathy Nurtbrown, peter Clough,2015, Pendidikan Anak Usia Dini, sejarah, filosofi dan
pengelaman, edisi kedua, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, hlm. 80
7
https://id.wikipedia.org/wiki/Metode_Montessori, diakses tanggal 1 April 2016
8
Agnes Triharjaningrum dkk, Peranan Orang Tua dan Praktisi Dalam Membantu Tumbuh Anak
Berbakat Melalui Pemahaman Teori dan Tren Pendidikan (Jakarta: Prenada: 2007), hlm. 55-56.
9
https://id.wikipedia.org/wiki/Metode_Montessori, diakses tanggal 1 April 2016
10
Cathy Nutbrown., hlm. 81
11
Maria Montessori, 2016, Rahasia Masa Kanak-kanak, Yogyakarta, Pustaka Pelajar, hlm. 178
6
3
b.
c.
memberikan peluang kepada mereka untuk secara bebas merespon
secara individual terhadap lingkungan tersebut, maka pertumbuhan
alami anak terbuka dalam kehidupan mereka”.12
Makna lain dari prinsip kebebasan adalah bahwa pendidikan sudah
selayaknya untuk tidak dibebankan kepada anak. Lingkungan belajar
harus diciptakan dalam suasana kondusif yang memberikan
kesempatan kepada anak untuk bertindak secara bebas dan
mengembangkan dirinya sendiri. Montessori merasa bahwa kebebasan
dalam lingkungan yang telah dimodifikasi ini sangatlah penting untuk
perkembangan fisik, mental, dan spiritualnya.13
Lebih lanjut, melalui kebebasan-kebebasan dalam kelas Montessori,
maka anak akan memperoleh kesempatan-kesempatan unik terhadap
tindakannya sendiri. Mereka akan menyadari segala konsekuensi atas
apa yang anak lakukan baik terhadap dirinya maupun orang lain,
mereka belajar membuktikan atau menguji dirinya terhadap batasanbatasan realistis, mereka akan belajar tentang apa saja yang
membuatnya atau orang lain merasa puas atau sebaliknya merasa
kosong dan tidak puas atau kecewa. Peluang untuk mengembangkan
pengetahuan diri (self-knowledge) inilah yang merupakan hasil
penting dari kebebasan yang kita ciptakan dalam kelas Montessori.
Aspek stuktur dan keteraturan (Structure and order)
Struktur dan keteraturan alam semesta harus tercermin dalam
lingkungan kelas Montessori. Melalui keteraturan, anak tahu kemana
harus mencari barang mainan
yang ia inginkan, misalnya. Oleh
karena itu, diperlukan desain untuk merancang penempatan barang
mainan sesuai dengan klasifikasi berdasarkan keteraturan tertentu dan
sesuai dengan tingkat perkembangannya. Sebagai contoh, alat bermain
ditempatkan dalam rak yang rendah sehingga terjangkau anak, ditata
dengan rapi dan teratur sesuai dengan kategori, begitu pula halnya
dengan ruangan kelas tertata sedemikian rupa dengan penuh
keteraturan.14
Dengan demikian anak akan menginternalisasinya dan akhirnya
membangun mental dan inteligensinya sendiri terhadap lingkungan.
Dalam lingkungan yang dirancang dengan tepat dan benar, anak dapat
mengkategorisasikan persepsinya yang pada akhirnya nanti akan
membentuk pemahaman mereka yang benar terhadap realistis dunia.
Aspek realistis dan alami (Realistis and nature)
Lingkungan pendidikan Montessori didasarkan atas prinsip realistis
dan kealamian. Anak harus memiliki kesempatan untuk
menginternalisasikan keterbatasan alam dan realistis supaya mereka
terbebas dari sikap berangan-angan (fantasy) atau ilusi baik yang
bersifat fisik maupun psikologis. Menurut Montessori yang dikutip
12
David Gettman, “Basic Montessori: Learning Activities for Under-Fives”, (New York: St.
Martin’ Press, 1987), hlm. 30.
13
Anita Yus, Model Pendidikan Anak Usia Dini (Jakarta: Kencana Prenada Media Grup, 2012),
hlm. 14-15.
14
John Chattin, McNochols, “The Montessori Controversy”, (New York: Delmar Publiser Inc.,
1998), hlm. 51.
4
d.
e.
dalam buku Teori Perkembangan William Crain menjelaskan fantasi
sebagai produk pikiran yang sudah kehilangan ikatannya dengan
realitas.15
Hanya dengan cara mengembangkan disiplin diri dan keamanan yang
dia perlukan untuk menggali dunia eksternal dan internal mereka dan
untuk menjadikan mereka pengamat realistis hidup yang aktif dan
apresiatif. Alat bermain dan lingkungan dalam kelas Montessori
didasarkan atas konsep realistis. Sebagai contoh, anak dihadapkan
dengan telepon yang sebenarnya, gelas sebenarnya, setrika, pisau dan
lain-lain. Semuanya adalah benda sebenarnya.
Aspek keindahan dan nuansa (Beauty and nuance)
Lingkungan Montessori harus sederhana. Semua yang ada didalamnya
harus memiliki desain yang cocok untuk tingkat perkembangan anak.
Tema warna harus menunjukkan kegembiraan. Nuansa ruangan harus
terkesan santai dan hangat sehingga mengundang anak untuk bebas
berpartisipasi aktif. Tatanan akan menghasilkan kesenangan alami
yang mungkin dapat dilihat dari jenis permainan-permainanyang
dimainkan oleh anak-anak.16
Aspek alat bermain Montessori (Montessori Materials)
Yang dimaksud dengan Montessori Materials di sini adalah bukan
semata-mata alat bermain. Tapi semua benda yang ada dalam
lingkungan. Tujuan dari semua benda itu bukan bersifat eksternal
untuk mengajar anak keterampilan. Tapi tujuan utamanya adalah
bersifat internal yaitu membantu perkembangan fisik dan
pembangunan diri anak. Montessori mengatakan, ”Hal penting
pertama perkembangan anak adalah konsentrasi. Ia harus menemukan
cara bagaimana berkonsentrasi, dan oleh karenanya mereka
membutuhkan benda-benda yang dapat membuatnya berkonsentrasi,
karena itulah pentingnya sekolah kita mendasarkan pada hal ini. Yaitu
tempat dimana mereka dapat menemukan aktifitas yang
memungkinkan mereka melakukan konsentrasi.”17
Benda-benda atau alat-alat bermain harus membantu pembentukan
internal anak. Oleh karenanya benda atau alat bermain tersebut harus
sesuai dengan kebutuhan internal anak. Artinya, benda-benda dan alatalat bermain tersebut harus disajikan atau diberikan pada situasi yang
sesuai dengan perkembangan mereka.
3. Implementasi Nilai Nilai Kearifan Lokal Melalui Pendidikan Montessori di
PAUD
Dalam pengimplementasiannya, diketahui bahwa Montessori telah
mendirikan casa dei bambini, meliputi dalam berbagai kegiatan.
15
William Crain, 2014, Teori Perkembangan, konsep dan Aplikasi edisi ketiga, Yogyakarta:
Pustaka Pelajar. Hlm. 119
16
Ibid., hal. 79
17
John Chattin., hlm 53.
5
Berikut merupakan tabel kegiatan di casa dei bambini.18
Adapun dalam pelaksanaan metode pengajaran Montessori juga harus
mengetahui prinsip Metode Montessori yang selalu dipantau, sehingga dapat
mengetahui apa yang dibutuhkan anak didik, dan apa yang harus dilakukan oleh
orang tua maupun pendidik, tiga prinsip Metode Montessori, yaitu19:
1.
Pendidikan Anak Usia Dini (early childhood), memperhatikkan
segala pembiasaan dan pengetahuan dasar yang dibutuhkan anak sesuai dengan
perkembangannya. Cara pembelajarannya juga disesuaikan dengan cara belajar
anak yang spontan tanpa tekanan melalui bermain.
2.
Lingkungan Pembelajaran (the Learning environment), yaitu
mendesain keadaan dan lingkungan seperti lingkungan dirumah. Anak-anak diajak
untu melakukan pekerjaan rumah, mencuci perabot atau memandikan boneka.
3.
Peran Guru (The role of the Teacher), guru sebagai fasilitator.
Dengan mendesain lingkungan menarik perhatian dan minat anak sehingga anakanak berkesan. Dengan timbulnya kesan inilah keingintahuan anak menimbulkan
banyak yang akan dikomunikasikan dengan guru.
Dalam mengiplementasikan metode pembelajaran Montessori yang perlu
diperhatikan dan dipenuhi agar tujuan pendidikan dapat tercapai adalah :
1.
Kurikulum
Kurikulum pada pendidikan anak usia dini didesain berdasarkan tingkat
perkembangan anak. Dalam pelaksanaan kurikulum ada perlu mengetahui masa
peka anak, agar dalam memberikan stimulus yang tepat untuk mengembangkan
18
Maria Montessori, Metode Montessori Panduan Wajib Untuk Guru Dan Orang Tua Didik
PAUD (Pendidikan Anak Usia Dini) Trjmh Ahmad Lintang Lazuardi, (Yogyakarta, Pustaka
Pelajar 2013), hlm. 201-202.
19
Anggani Sudono, 2000, Sumber Belajar dan Alat Permainan untuk anak usia dini, Jakarta,
Grasindo, hlm. 17
6
tahapan-tahapan perkembangan anak. Montessori membagi 9 (Sembilan) masa
peka anak20:

0 – 3 tahun
: Masa Penyerapan total : perkenalan dan
pengalaman panca indera/sensorik

1,5 – 3 tahun : perkembangan bahasa

1,5 – 4 tahun : perkembangan dann koordinasi antara mata dan
otot-ototnya

2 – 4 tahun
: perkembangan dan penyempurnaan gerakangerakan. Perhatian anak ke hal-hal nyata. Mulai ada kesadaran
tentang urutan waktu dan ruang.

2,5 – 6 tahun : penyempurnaan penggunaan pancaindera

3 – 6 tahun
: peka terhadap pengaruh orang dewasa

3,5 – 4,5 tahun : mulai mencoret-coret

4 – 4,5 tahun : indera peraba mulai berkembang

4,5 – 5,5 tahun : mulai tumbuh minat baca
Elizabeth Hainstock yang dikutip dalam buku Sumber belajar dan alat
permainan menjelaskan dalam bukunya Essential Montessori bahwa Metode Dr.
Maria Montessori tetap relevan digunakan untuk saat kini maupun yang akan
datang. Hal ini dikarenakan konsep Montessori yang menjadikan kelas sebagai
laboratorium, melakukan pengujian terhadap berbagai ide baru maupun
perbaikannya demi perkembangan anak.21
2.
Materi pendidikan
Materi maupun metodologi pendidikan yang dipakai dalam rangka
pendidikan anak usia dini harus benar-benar memperhatikan tingkat
perkembangan mereka. Memperhatikan tingkat perkembangan berarti pula
mempertimbangkan tugas perkembangan mereka, karena setiap periode
perkembangan juga mengemban tugas perkembangan tertentu.
3.
Kompetensi akademis
Kompetensi akademis merupakan alat untuk mencapai tujuan, dan
manipulasi dilihat sebagai materi yang berguna untuk pengembangan diri anak.
Montessori menganjurkan perlu adanya area yang berbeda mewakili lingkungan
yang disediakan. Kompetensi Akademis ini seperti halnya pendidikan Anak Usia
Dini dengan pendekatan Sentra atau area. Adapun area-area yang menjadi pusat
latihan dalam kurikulum Montessori, yaitu:
a.
Latihan Kehidupan Praktis ( LKP)
Practical life memberikan pengembangan dari tugas organisasional dan
urutan kognisi melalui perawatan diri sendiri, perawatan lingkungan, melatih rasa
syukur dan saling menghormati, dan koordinasi dari pergerakan fisik. Pada tahap
perkembangan usia antara 2 sampai 6 tahun merupakan fase dimana anak-anak
mempunyai keinginan yang kuat untuk meniru orang dewasa dan hal ini sangat
diperlukan untuk pengembangan mereka. Pada fase ini, anak-anak diberi
kesempatan untuk meniru apa yang dilakukan oleh orang dewasa di sekitar
mereka setiap hari. Misalnya, mereka menyapu, mencuci, memindahkan suatu
barang dengan berbagai alat yang berbeda ( sendok, sumpit dan lain-lain). Melalui
berbagai aktivitas yang menarik ini, anak-anak belajar untuk membantu diri
20
21
Ibid., hlm. 17
Ibid., hlm. 16
7
mereka sendiri (self help), berkonsentrasi dan mengembangkan kebiasaan bekerja
dengan baik.
Seperti telah diungkapkan di atas bahwa Montessori meyakini bahwa
anak secara bawaan telah memiliki suatu pola perkembangan psikis. Selain itu,
anak juga memiliki motif yang kuat ke arah pembentukan sendiri jiwanya (self
construction). Dengan dorongan ini anak secara spontan berupaya
mengembangkan dan membentuk dirinya melalui pemahaman terhadap
lingkungan.22
b.
Penginderaan
Bahan-bahan tentang penginderaan dirancang untuk memperbaiki
perasaan/kepekaan anak-anak akan waktu pada saat terutama sensitif untuk
mempelajari keahlian. Anak-anak dapat belajar untuk menilai, memisahkan dan
membedakan dimensi, tinggi, berat, warna, suara, bau, barang tenunan dan
mengembangkan bahasa dan kosa kata. Melalui bahan-bahan tentang
penginderaan, anak-anak dapat mengembangkan kontrol otot untuk hal-hal
tertentu, misalnya mengontrol pensil pada saat menulis, dan melukis dengan jari
untuk mengkoordinasikan mata dengan tangan.
c.
Matematika
Pengenalan akan matematika dilakukan melalui penyesuaian, pemilahan
dan penyusunan terhadap apa yang anak-anak hadapi sehari-hari di area LKP dan
area penginderaan. Matematika diperkenalkan kepada anak-anak melalui konsepkonsep yang jelas dan menarik. Metode yang dirancang dan disesuaikan dengan
kebutuhan anak untuk merekayasa bahan-bahan yang nyata/jelas sebelum mereka
sampai pada tahap konsep abstrak yang berkaitan dengan dunia angka. Setelah
anak-anak memahami konsep dasar kuantitas/jumlah dan hubungannya dengan
lambang-lam bang, hal lain yaitu mempelajari angka-angka yang lebih besar dan
operasi matematika seperti penjumlahan, pengurangan, perkalian dan pembagian
akan menjadi lebih alami. Selain itu, anak dapat belajar matematika melalui
pengukuran, seperti mengukur jarak, mengukur literan, mengukur besar kecil dan
lain-lain.
d.
Bahasa
Kelas Pra sekolah Montessori menekankan bahasa lisan sebagai dasar
dalam semua ekspresi bahasa. Melalui seluruh lingkungan Montessori, anak-anak
mendengar dan menggunakan kosa kata yang tepat untuk seluruh kegiatan,
mempelajari nama-nama susunan, bentuk geometris, komposisi, tumbuhtumbuhan, operasi matematika dan sebagainya. Selain itu, bahan-bahan tertentu di
area bahasa sangat mendukung dalam berbahasa secara lisan. Bahan-bahan untuk
bahasa tulisan diperkenalkan pertama kali kepada anak-anak melalui huruf-huruf
yang dapat dipindahkan. Setelah itu, anak-anak mulai diperkenalkan tentang
komposisi/susunan kata, kalimat dan seluruh cerita dengan menggunakan bahanbahan tersebut guru dan orang tua sebaiknya mulai mengenalkan bahasa kedua
pada anak.
e.
Kebudayaan
Anak-anak diperkenalkan mempelajari Geografi, Sejarah, IImu tentang
tumbuh-tumbuhan dan iImu pengetahuan yang sederhana. Anak-anak belajar
melalui latihan individual, kelompok dan aktivitas-aktivitas latihan seperti diskusi
22
Jaipaul L. R dan james E. J, “ Pendidikan Anak Usia Dini; dalam erbagai pendekatan” (Jakarta:
Prenada Media Group, 2011) hal 385-393
8
mengenai dunia sekitar mereka, pada saat ini dan masa lalu. Pengenalan akan
tumbuh-tumbuhan dan kehidupan binatang seperti juga pengalaman sederhana
untuk mengetahui lebih jauh tentang ilmu pengetahuan alam. Selain itu, anakanak pun diperkenalkan tentang masakan khas daerah, melalui 'cooking'.
Sepanjang hari di sekolah diperkenalkan pula aktivitas-aktivitas yang
memungkinkan anak-anak menikmati dan mengembangkan keahlian dan
kepekaan sosial mereka.
4.
Perkembangan Kepribadian
Ide Montessori
dikenal sebagai pembelajaran terpadu, yang
mempercayai bahwa pemahaman terbentuk dengan; kontruksi anak, kreatifitas
personal, partisipasi aktif dengan
lingkungan dan aktualisasi diri. Ia
mengidentifikasi beberapa perbedaan tahap-tahap perkembangan dan percaya
bahwa kedewasaan seseorang tergantung dari kemajuan melalui setiap tahap yang
memuaskan.Tahap tersebut ialah:
a.
Selama tahap pertama (masa kanak-kanak), anak perlu dibuat
untuk merasa aman dan menjalin hubungan yang menyenangkan dengan orangtua,
pengasuh atau Ibu penggantinya, oleh karena itu kebutuhan fisiknya harus
dipenuhi.
b.
Pada tahap berikutnya, anak perlu mengembangkan kebebasan.
Dia selalu membutuhkan orangtua, khususnya ketika ia berusaha untuk
melakukan sesuatu sendiri, karena jika ia terlalu sering mengalami kegagalan, ia
akan kehilangan kepercayaan diri dan mulai meragukan kemampuan dirinya
sendiri. Montessori yakin bahwa pada usia 3 tahun, seorang anak telah meletakkan
dasar-dasar kepribadiannya.
c.
Pada tahap akhir berlangsung dari usia 3-6, sesuai dengan ”fasedari pikiran yang mudah menyerap”, kepribadian anak akan menjadi lunak cukup
untuk menjadi ”normal”, ini berarti bahwa dengan berhati-hati dan penanganan
yang simpatik, ia akan menjadi dirinya sendiri dan akan tampak bahagia serta
berarti dalam dunianya.
Montessori memandang perkembangan anak usia dini sebagai suatu
proses yang berkesinambungan. Ia juga memahami pendidikan sebagai aktivitas
diri, mengarah pada pembentukan disiplin pribadi, kemandirian dan pengarahan
diri. Dengan mengetahui perkembangan kepribadian, menjadi modal awal untuk
menyiapkan stimulus maupun media pembelajaran yang sesuai dengan tahapantahapan yang dihadapi oleh anak.
5.
Peran Orang Tua dan Guru
Peran orang tua adalah membantu kepribadian anak berkembang selama
6 tahun pertamanya, sebagai orang tua butuh untuk menyadari pentingnya peran
orang tua dalam pembangunan ini, serta pentingnya sikap terhadap menangani
berbagai situasi yang muncul dari hari ke hari.
Montessori memberikan gambaran peran guru dan pengaruh lingkungan
terhadap perkembangan kecerdasan23, sebagai berikut:
a. 80 % aktifitas bebas dan 20 % aktifitas yang diarahkan guru
b. Melakukan berbagai tugas yang mendorong anak untuk memikirkan
tentang hubungan dengan orang lain
23
http://gallerypendidikan.blogspot.co.id/2009/11/implementasi-konsep-montessori-pada.html,
diakses tanggal 1 April 2016
9
c. Menawarkan kesempatran untuk menjalin hubungan social melalui
interaksi yang bebas
d. Dalil-dalil ditemukan sendiri, tidak disajikan oleh guru
e. Aturan pengucapan didapat melalui pengenalan pola, bukan dengan
hafalan
Menurut Montessori, tugas pendidik atau orang tua adalah menyiapkan
lingkungan belajar yang responsif pada kebutuhan anak. Dalam hal ini pendidik
atau orangtua tetap perlu menetapkan, menentukan aturan-aturan dan
membimbing anak tanpa anak terlalu merasakan kehadiran sang pendidik. Dengan
kata lain, pendidik hanya mengarahkan dan menolong anak jika dibutuhkan
sehingga dia tidak berpotensi menjadi penghalang antara anak dengan
pengalaman-pengalaman barunya.
6.
Lingkungan pendidikan
Anak usia dini menggabungkan fungsi psiko-sosial, fisik dan akademis
dari seorang anak. Tugas pentingnya adalah untuk menyediakan dasar yang awal
dan umum, dimana di dalamnya termasuk tingkah laku yang positif terhadap
sekolah, inner security, kebiasaan untuk berinisiatif, kemampuan untuk
mengambil keputusan, disiplin diri dan rasa tanggung jawab anggota kelas
lainnya, sekolah dan komunitas. Dasar ini akan membuat anak-anak mampu untuk
mendapatkan pengetahuan dan keahlian yang lebih spesifik dalam kehidupan
sekolah mereka.24
Untuk memfasilitasi tingkat perkembangan fisik anak, pada taman kanakkanak perlu dibuat adanya arena bermain yang dilengkapi dengan alat-alat peraga
dan alat-alat keterampilan lainnya, karena pada usia 2- 6 tahun tingkat
perkembangan fisik anak berkembang sangat cepat, dan pada umur tersebut anakanak perlu dikenalkan dengan fasilitas dan alat-alat untuk bermain, guna lebih
memacu perkembangan fisik sekaligus perkembangan psikis anak terutama untuk
kecerdasan.
Dalam proses pembelajaran yang memberikan kesempatan kepada anak
untuk melakukan uji coba (trial and error), mangadakan penyelidikan bersamasama, menyaksikan dan menyentuh sesuatu objek, mengalami dan melakukan
sesuatu , anak-anak akan jauh lebih mudah mengerti dan mencapai hasil belajar
dengan mampu memanfaatkan atau menerapkan apa yang telah dipelajari.25
Lebih lanjut bahwa penggunaan metode Montessori ini sangat membantu
untuk perkembangan anak, karena metodenya sesuai dengan perkembangan anak.
Montessori memiliki konsep bahwa spiritual sudah ada sejak lahir. Seperti pada
hadist Rasulullah Saw, yang menerangkan bahwa setiap anak lahir dalam keadaan
fitrah dan tergantung bagaimana orang yang lebih dewasa dapat
mengembangkannya.26
Adaptasi pembelajaran kearah child center bisa dijadikan sebagai bentuk
inovasi internalisasi nilai-nilai kearifan lokal melalui pendidikan montessori.
Contoh konkritnya adalah negara jepang. Jepang banyak melahirkan produk
24
http://gallerypendidikan.blogspot.co.id/ Implementasi Konsep Montessori pada Pendidikan
Anak usia Dini, diakses pada tanggal 24 Maret 2016.
25
Maria Montessori, The Absorbent Mind: Pikiran yang Mudah Menyerap (Yogyakarta: Pustaka
Pelajar, 2008), hlm. XIII
26
Feni Meiliana, Penerapan Metode Montessori Untuk Spiritualitas Anak Usia Dini di TK IT
Amanah Sidapurna Dukuh Turi Tegal, (Skripsi: UIN Walisongo, 2015), hlm. 32.
10
inovatif. Selama tinggal di Jepang, psikolog pendidikan Dien Nurdini Nurdin atau
Adin27, mengamati hal tersebut berkaitan dengan sistem pendidikan ideal yang
ada di sana.
Ada dua jenis pendidikan anak usia dini di jepang yaitu Youchien (TK)
dan Hoikuen (Day care). Dikutip dari MEXT28 beberapa hal yang ditekankan
dalam pendidikan taman kanak-kanak di sana adalah (1) Mendorong anak-anak
untuk melakukan kegiatan sukarela yang memungkinkan mereka memimpin
kehidupan yang tepat untuk usia dini. Hal ini didasarkan pada gagasan bahwa
anak-anak memanfaatkan pengalaman penting untuk perkembangan mereka
dengan menunjukkan kemampuan mereka dalam emosi yang stabil. (2) Secara
komprehensif mencapai tujuan pendidikan melalui bermain yang berpusat pada
instruksi. Hal ini didasarkan pada gagasan bahwa bermain sebagai 'kegiatan
sukarela anak' adalah aspek penting dari pembelajaran yang memupuk fondasi
bagi keseimbangan fisik dan mental. (3) Bertujuan untuk melaksanakan tugastugas perkembangan dengan merespon karakter individual setiap anak. Hal
ini didasarkan pada gagasan bahwa perkembangan awal masa kanak-kanak
dicapai melalui proses yang beragam dan interaksi antara berbagai aspek fisik dan
mental dan bahwa pengalaman hidup dari masing-masing anak beragam. Dalam
hal ini, guru harus menciptakan lingkungan belajar yang bisa mendorong anakanak berpartisipasi dalam kegiatan sukarela berdasarkan pada pemahaman dan
mengantisipasi kegiatan individu setiap anak. Oleh karena itu, guru harus
membuat fisik dan psikologis lingkungan yang mengakui pentingnya hubungan
yang baik antara anak, guru, dan segala sesuatu. Guru juga harus bermain
berbagai peran tergantung pada kegiatan masing-masing anak dan harus berupaya
untuk membuat kegiatan yang lebih memperkaya anak-anak.
Menurut Adin29, salah satu target pendidikan usia dini di Jepang adalah
mengembangkan rasa ingin tahu mengenai lingkungan. Setiap siswa di Jepang
dilatih untuk peka terhadap lingkungan, tertarik pada berbagai macam benda
buatan manusia maupun benda di alam, serta menemukan nilai potensi benda itu.
Dari segi ekspresi, anak-anak dilatih untuk memperkaya kreativitas, di antaranya
membebaskan mereka dalam menggambar, menyanyikan lagu dan membuat ritme
sederhana, serta mengungkapkan imajinasi dengan gerakan dan kata-kata.
Lebih lanjut beliau memaparkan bahwa rasa percaya diri juga
ditumbuhkan melalui dukungan yang diberikan oleh guru. Misalnya, guru
mendorong anak untuk berani mencoba permainan dan memberi pujian jika anak
menunjukkan kemajuan walau sedikit. Sistem pendidikan di Jepang juga sangat
menghargai hasil karya anak-anak. Biasanya dinding kelas selalu penuh dengan
hasil tugas siswa. Tidak semuanya bagus karena yang dipajang bukan hanya
karya-karya yang dianggap paling menarik. Yang dipajang adalah karya yang
diselesaikan dengan tuntas. Bentuk apresiasi ini mendorong siswa untuk dapat
menyelesaikan sebuah karya dan menghasilkan karya-karya selanjutnya.
Pendidikan untuk anak-anak (TK dan SD) juga fokus pada hal-hal yang konkret.
27
Laporan observasi budaya dalam http://nationalgeographic.co.id/berita/2014/03/siswa-di-jepangdilatih-peka-dan-kreatif-sejak-dini
28
(Ministry of Education, Culture, Sports, and Science)
http://www.mext.go.jp/english/lawandplan/index.htm
29
Laporan observasi budaya dalam http://nationalgeographic.co.id/berita/2014/03/siswa-di-jepangdilatih-peka-dan-kreatif-sejak-dini
11
Misalnya, belajar ilmu pengetahuan alam tidak melalui teori dalam buku
mengenai bagian-bagian tumbuhan, tetapi menanam tanaman di pot yang
diletakkan di halaman sekolah. Setiap minggu mereka diminta mengamati
perkembangan tanaman itu, menggambar dan mencatatnya dalam kertas laporan.
Disisi lain juga ada suatu ruangan prakarya yang berisi alat-alat lukis,
kain jahit, dan berbagai perkakas lainnya. Ketika itu pelajaran melukis. Setiap
siswa memiliki kanvas. Lukisan yang dibuat sangat beragam, tangan-tangan dan
baju mereka kotor oleh cat. Anak-anak di Jepang berkreasi sejak dini dan tidak
dimarahi. Siswa didukung berkreasi pada sarananya dan tetap diarahkan
membereskan perkakasnya dan mencuci tangan setelah kegiatan selesai. Mereka
juga tidak dibatasi ketika berkreasi, misalnya mewarnai gunung dengan warna
kuning. Secara umum, faktor pendidikan di Jepang yang memungkinkan
tumbuhnya ide dan inovasi adalah dukungan dan apresiasi dari lingkungan.
Sebaliknya, kepekaan terhadap lingkungan juga menyebabkan mereka tahu akan
kebutuhan sehingga mampu menghasilkan produk yang berdaya guna. Misalnya
mereka membuat tali jemuran yang berlubang-lubang sehingga cucian tidak
bergeser-geser. Hal menarik lain yang menurut Adin ikut menentukan
berkembangnya inovasi di Jepang adalah rata-rata orang Jepang memilih jalur
pekerjaan yang spesifik dan konsisten di sana. Kesetiaan orang Jepang terhadap
pekerjaan membuat dia konsisten mengembangkan bidangnya walau terkesan
sepele. Misalnya, pekerja di pabrik pulpen membuat pulpen dengan tinta yang
bisa dihapus.
Idealisme kearifan lokal pendidikan di Jepang sangat nampak dan selaras
dengan kentalnya budaya mereka yang telah ditanamkan secara turun temurun
sejak usia dini, sehingga hal tersebut seharusnya bisa kita contoh sebagai bentuk
inovasi kurikulum yang telah dimandatkan undang undang sistem pendidikan
indonesia. Minimal beberapa muatan lokal pada satuan pendidikan anak usia dini
dapat memberikan pesan mengenai warisan budaya lokal masyarakat indonesia.
Menurut Widiyanto30 beberapa beberapa contoh kearifan lokal
masyarakat jawa sebagai berikut;
1. Orang Jawa melakukan upacara wiwitan sebelum panen padi sehingga ada
pelajaran untuk membiasakan memilih benih unggul buatannya sendiri
sebelum dilakukan pemanenan padi yang akan diperjualbelikan atau untuk
konsumsi. Menyiapkan benih unggul adalah sangat penting bagi
keberlanjutan usaha tani.
2. Di desa-desa masa lalu Jawa selalu ada tempat yang disebut punden
berupa hutan lebat dan disampingnya adalah makam. Segala jenis tanaman
yang tumbuh di punden tidak boleh diganggu keberadaannya kecuali untuk
dilestarikan dan dikembangkan. Punden biasanya memberi manfaat pada
kelestarian sumber air dan ketersediaan plasma nutfah lokal.
3. Petani Mataraman tempo dulu wajib untuk membudidayakan tanaman
terpadu yang berupa kombinasi jenis oyod-oyodan, kekayon,
gegodhongan, kekembangan, woh-wohan, dan gegedhangan. Jika hal
30
Widiyanto, h. Kearifan lokal Budaya jawa sebagai bahan Ajar bahasa Indonesia bagi penuntun
asing. (Makalah Badan Pengembangan dan Pembinaan bahasa http://kidemang.com/kbj5/images/MAKALAH%20PENGOMBYONG/25%20Kearifan%20L
okal%20Budaya%20Jawa%20sebagai%20Bahan%20Ajar%20Bahasa%20Indonesia.p
df) diakses 28 Februari 2016
12
tersebut dilakukan maka kebutuhan pangan, bahan bakar, perumahan,
obat-obatan, dan harum-haruman akan dapat dipenuhi dari lingkungannya
sendiri.
4. Penyuburan tanah dan tanaman serta pengendalian hama-penyakit tanaman
biasa dilakukan dengan memanfaatkan doa, lelaku dan menggunakan alat
dan bahan hayati lokal.
5. Masyarakat pedesaan biasa memanfaatkan tanaman-tanaman lokal untuk
berbagai keperluan adat, kesehatan, asesoris, dan lain-lain.
6. Masyarakat desa yang masih memiliki hutan, biasa menanam aneka
tanaman umbi-umbian yang dapat tumbuh subur tanpa harus menebang
pohon di atasnya.
7. Masyarakat biasa menanam aneka tanaman koro-koroan untuk penyubur
tanah dan sumber pangan kaya protein.
8. Orang Jawa memantang membakar tanaman kelor yang setelah diteliti
ternyata tanaman kelor akan kehilangan unsur hara penyubur daun bila
dibakar.
9. Orang desa biasa mengolah hasil umbi-umbian untuk berbagai keperluan
dengan tanpa pewarna, pengawet, dan bumbu penyedap karena ternyata
unsur unsur tersebut sudah ada secara alami.
10. Pesan nenek moyang, jika ingin kuat bertahan hidup maka kita harus
menanam aneka tanaman yang sifatnya uripan, Jika ingin berdiri kokoh
maka kita harus bertanam oyod-oyodan atau umbi-umbian.
Memperkelankan pada anak usia dini beberapa budaya jawa di atas akan
memiliki nilai tersendiri terutama bagi kurikulum yang mengintegrasikan
pendidikan kearifan loca dengan materi-materi yang ada di lembaga pendidikan
anak usia dini.
Karena menurut teorinya Montessori bahwa paling tidak ada beberapa
tahap perkembangan sebagai berikut: 1. Sejak lahir sampai usia 3 tahun, anak
memiliki kepekaan sensoris dan daya pikir yang sudah mulai dapat “menyerap”
pengalaman-pengalaman melalui sensorinya. 2. Usia setengah tahun sampai kirakira tiga tahun, mulai memiliki kepekaan bahasa dan sangat tepat untuk
mengembangkan bahasanya (berbicara, bercakap-cakap). 3. Masa usia 2 – 4
tahun, gerakan-gerakan otot mulai dapat dikoordinasikan dengan baik, untuk
berjalan maupun untuk banyak bergerak yang semi rutin dan yang rutin, berminat
pada benda-benda kecil, dan mulai menyadari adanya urutan waktu (pagi, siang,
sore, malam). 4. Rentang usia tiga sampai enam tahun, terjadilah kepekaan untuk
peneguhan sensoris, semakin memiliki kepekaan indrawi, khususnya pada usia
sekitar 4 tahun memiliki kepekaan menulis dan pada usia 4 – 6 tahun memiliki
kepekaan yang bagus untuk membaca31.
Pendapat Mantessori ini mendapat dukungan dari tokoh pendidkan
Taman Siswa, Ki hadjar Dewantara32, sangat meyakini bahwa suasana pendidikan
yang baik dan tepat adalah dalam suasana kekeluargaan dan dengan prinsip asih
31
32
Montessori, M. The Absorben Mind ( Pikiran yang mudah menyerap) (Terjemah; Daryanto;
Yogyakarta; Pustaka pelajar, 2008) Hal 15
Soeratman, D. Ki Hajar Dewantara. (Jakarta: Departemen Pendidikan Dan kebudayaan, 1985)
Hal:55
13
(mengasihi), asah (memahirkan), asuh (membimbing). Anak bertumbuh kembang
dengan baik kalau mendapatkan perlakuan kasih sayang, pengasuhan yang penuh
pengertian dan dalam situasi yang damai dan harmoni.
C.
PENUTUP
Maria Montessori merupakan pencipta metode yang mempunyai
kontribusi bagi pendidikan anak usia dini, mentessori mengembangkan
serangkaian prinsip, berdasarkan observasinya mengenai anak-anak, kemudian
diterapkan untuk proses belajar untuk semua anak yang berasal dari hasil
observasinya.
Implementasi Nilai-nilai kearifan lokal melalui metode montesori antara
lain harus memperhatikan lingkungan, sarana dan prasarana, ketersediaan sumber
dana, sumber daya manusia (pendidik, tenaga kependidikan, dan peserta didik).
Sedangkan kriteria muatan lokal yang dapat diekmbangkan antara lain kesesuaian
dengan tingkat perkembangan peserta didik (fisik, psikis, dan sosial); ketersediaan
pendidik yang diperlukan; ketersediaan sarana dan prasarana; ketersediaan sumber
dana; Sedangkan beberapa jenis keunggulan lokal sebagai bentuk kearifan lokal
yang dapat dikembangkan dalam dunia pendidikan antara lain. Kesenian daerah;
Tata busana, tata boga, perawatan tubuh, dan sejenisnya; Elektronika (perakitan,
perawatan, dan perbaikan alat-alat elektronik); Kewirausahaan, industri kecil
(penyiapan, produksi, dan pemasaran); dan lain-lain.
Bentuk-bentuk Integrasi dengan kearifan lokal seharusnya dapat
mencontoh bagaimana jepang menerapkannya pada pendidikan usia dini, salah
satu caranya yaitu mencoba membumikan nilai-nilai karakter kearifan local di
jawa dalam kurikulum pada anak usia dini, mengingat anak usia dini adalah
sesosok makhluk dengan daya intelegensia yang sangat sempurna.
Penerapan metode pembelajaran Montessori harus memperhatikan prinsipprinsip dan kebutuhan anak didik sesuai dengan tahapan-tahapan
perkembangannya. Selain itu juga memperhatikan tingkatan-tingkatan periode
atau masa peka anak. Secara riil, implementasi metode pembelajaran Montessori
harus memperhatikan: kurikulum pendidikan anak usia dini didesain berdasarkan
tingkat perkembangan anak, materi pengajaran harus benar-benar memperhatikan
tingkat perkembangan anak, Kompetensi Akademik, Perkembangan Kepribadian,
peran orang tua dan guru, serta lingkungan pendidikan.
DAFTAR PUSTAKA
Anggani Sudono, 2000, Sumber Belajar dan Alat Permainan untuk anak usia dini,
Jakarta, Grasindo.
Agnes Triharjaningrum dkk, Peranan Orang Tua dan Praktisi Dalam Membantu
Tumbuh Anak Berbakat Melalui Pemahaman Teori dan Tren Pendidikan
(Jakarta: Prenada: 2007).
14
Cathy Nurtbrown, peter Clough,2015, Pendidikan Anak Usia Dini, sejarah,
filosofi dan pengalaman, edisi kedua, Yogyakarta: Pustaka Pelajar
David Gettman, “Basic Montessori: Learning Activities for Under-Fives”, (New
York: St. Martin’ Press, 1987)
http://gallerypendidikan.blogspot.co.id/ Implementasi Konsep Montessori pada
Pendidikan Anak usia Dini.
http://gallerypendidikan.blogspot.co.id/2009/11/implementasi-konsep-montessoripada.html
https://id.wikipedia.org/wiki/Metode_Montessori
Jaipaul L. R dan james E. J, “ Pendidikan Anak Usia Dini; dalam erbagai
pendekatan” (Jakarta: Prenada Media Group, 2011).
John Chattin, McNochols, “The Montessori Controversy”, (New York: Delmar
Publiser Inc., 1998)
Maria Montessori, 2016, Rahasia Masa Kanak-kanak, Yogyakarta, Pustaka
Pelajar.
Maria Montessori, The Absorbent Mind: Pikiran yang Mudah Menyerap
(Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2008)
Maria Montessori, Metode Montessori Panduan Wajib Untuk Guru Dan Orang
Tua Didik PAUD (Pendidikan Anak Usia Dini) Terj. Ahmad Lintang
Lazuardi, (Yogyakarta, Pustaka Pelajar 2013).
Padmodewo, Soemantri, Pendidikan Praskolah (Jakarta: DEPDIKBUD, 1995).
Undang-Undang Republik Indonesia, nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional.
William Crain, 2014, Teori Perkembangan, konsep dan Aplikasi edisi ketiga,
Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
15
Download