Bab 2 Tinjauan Pustaka 2. 1 Presepsi Stres 2. 1. 1 Definisi Stres menurut Cooper & Dewe stres merupakan respon fisiologikal yang ditimbulkan dari sebuah peristiwa (Weiten, Hammer dan Dunn, 2012). Cohen, Kamarack and Mermelstein mendefinisikan persepsi stress ialah dimana seorang individu menemukan kehidupannya yang tidak terduga, beban yang berlebihan dan tidak dapat dikontrol mencakup intrapersonal, interpersonal atau situasi ekstrapersonal dalam kehidupan seseorang yang dipersepsikan sebagai stress (Yarcheski, Mahon, Yarcheski & Hanks, 2010). 2. 1. 2 Sumber Sesuai dengan pernyataan persepsi stress diatas stres tidak mungkin hadir begitu saja tanpa ada sumbernya. Tingkat persepsi stres dipengaruhi oleh keadaan sehari-hari, peristiwa besar, dan perubahan sumber daya coping yang cukup bervariasi dalam waktu yang singkat (Cohen, Kamarack and Mermelstein, 1983). Sumber stress lainnya menurut (Weiten, Hammer dan Dunn, 2012) yaitu : 1. Frustasi Frustasi terjadi ketika seseorang mengalami kegagalan dalam mengejar tujuannya. Pada dasarnya orang mengalami frustasi karena menginginkan sesuatu namun tidak dapat memilikinya. Setiap orang harus berurusan dengan frustasi setiap hari, seperti contohnya kemacetan, pengemudi yang menyebalkan dan perjalanan sehari-hari yang panjang. Frustasi sering pula dapat mengakibatkan agresi pada seseorang (Weiten, Hammer dan Dunn, 2012). 2. Konflik Internal Konflik internal terjadi ketika dua ataulebih perilaku atau motivasi bersaing untung berekspresi. Contohnya seperti ingin makan pizza atau spaghetti, seseorang sakit punggung pergi ke rumah sakit atau menahan sakit dan lain-lain (Weiten, Hammer dan Dunn, 2012). 3. Perubahan Hidup Perubahan hidup adalah perubahn nyata dalam kehidupan yang memerlukan penyesuaian. Seperti perubahan hubungan pribadi, perubahan dalam pekerjaan, perubahan dalam keuangan dan lain sebagainya (Weiten, Hammer dan Dunn, 2012). 4. Tekanan Tekanan melibatkan seseorang harus berperilaku dengan cara tertentu. Seseorang merasa dibawah tekanan ketika seseorang tersebut diminta untuk melaksanakan sebuah tugas dan tanggung jawab dengan cepat, efisien dan berhasil. Contohnya seperti seorang pebisnis diharapkan untuk memakai jas dan dasi atau seorang anak remaja diharapkan untuk mematuhi peraturan dan nilai-nilai orang tua (Weiten, Hammer dan Dunn, 2012). 2. 2. 3 Bentuk Stres Schafer (2000) membagi stres menjadi tiga jenis yaitu (dalam Dewi, 2009) : A. Neustres merupakan jenis stres yang netral dan tidak merugikan. B. Distres dapat terjadi pada saat tuntutan terlalu besar atau terlalu kecil. Simtom distres dapat berupa kurangnya daya konsentrasi, tangan gemetar, sakit punggung, cemas, gugup, depresi, mudah marah, mempercepat cara bicara. C. Positive stres merupakan jenis stres yang dapat membantu untuk mengerjakan halāhal tertentu, misalnya positive stres membantu mendorong seseorang untuk mengerjakan suatu tugas dalam waktu yang terbatas. 2. 2. 4 Dampak Stres Sumber-sumber stres intrapersonal, interpersonal atau situasi ekstrapersonal akan berdampak somatik dan behavioral. Untuk somatik dampaknya seperti sering lupa, mengalami kegelisahan cemas, berkeringat, insomnia atau cepat marah. Untuk dampak secara behavioral yang menimbulkan agresi seperti membanting barang, memukul meja, memukul orang dan lain-lain (Koeswara dalam Mumtahinnah, 2011). Terdapat tiga jenis utama konsekuensi hasil dari stres menurut Baum (1994) yaitu efek fisiologis langsung, perlaku berbahaya dan perilaku yang berhubungan dengan kesehatan secara tidak langung. Ketiga jenis utama tersebut memiliki bentuk masing-masing seperti (Weiten, Hammer dan Dunn, 2012): 1. Efek fisiologis langsung - Meningkatkan tekanan darah. - Penurunan fungsi sistem kekebalan tubuh. - Peningkatan aktivitas hormonal. - Kondisi psiko-fisiologis. 2. Perilaku berbahaya - Peningkatan merokok dan penggunaan alkohol. - Mengalami penurunan nutrisi. - Mengalami penurunan kualitas tidur. - Peningkatan penggunaan narkoba. 3. Perilaku yang berhubungan dengan kesehatan tidak langsung - Menurunnya kepatuhan dengan saran medis. - Meningkatnya keterlambatan dalam mencari nasihat medis. - Menurunnyakemungkinan mencari nasihat medis. 2. 2 Agresivitas 2. 2. 1 Definisi Aronson mengatakan agresivitas adalah perbuatan sengaja yang bertujuan untuk merugikan orang lain atau menyakiti orang lain (Aronson, Wilson & Akert, 2007). Perilaku Agresi menurut Buss (1961) adalah suatu perilaku yang dilakukan untuk menyakiti, mengancam atau membahayakan individu-individu atau objek-objek yang menjadi sasaran perilaku tersebut baik secara fisik atau verbal (dalam Poetra, 2013). 2. 2. 2 Bentuk – Bentuk Agresivitas Menurut Buss & Perry (1992) agresivitas memiliki empat dimensi yaitu : 1. Physical Aggression (PA) Merupakan dimensi pertama dari agresivitas yang terlihat. Kecenderungan untuk melukai orang lain secara fisik sebagai bentuk kemarahan seperti memukul, mencubit, menendang, mendorong dan lain-lain. Contoh dalam kepolisian sering terjadi seperti ini saat pelaku kejahatan melakukan perlawanan fisik, polisi akan melakukan hal yang sama terhadap pelaku kejahatan. 2. Verbal Aggression (VA) Dimensi ini memiliki kecenderungan untuk memberikan stimulus yang bertujuan menyakiti orang lain secara verbal berbentuk perkataan kasar, ancaman, cacian, dan sebagainya. Dalam hal ini contohnya anggota kepolisian melakukannya interogasi, namun pelaku kejahatan tidak menjawab sesuai kenyataannya, maka polisi terkadang mengeluarkan kata-kata kasar. 3. Anger (A) Anger merupakan perasaan marah, kesal dan bagaimana cara mengontrol hal itu. Didalamnya terdapat irritability yaitu kecendrungan untuk cepat marah, mengenai temperamental dan kesulitan untuk mengendalikan amarah. Contohnya seperti saat sedang menghadapi pelaku kejahatan, anggota kepolisian cenderung untuk marah dengan pelaku kejahatan tersebut karena tuntutan untuk menyelesaikan masalah dengan cepat, namun pelaku kejahatan tidak kooperatif. Hal ini menimbulkan rasa kesal dalam diri anggota kepolisian. 4. Hostillity (H) Dimensi terakhir dalam agresi, merupakan golongan perilaku yang tidak terlihat. Hostillity terdiri dari dua bagian yaitu resenment dan suspicion. Resenment adalah perasaan cemburu atau iri dengan orang lain dan Suspicionadalah ketidak percayaan, kekhawatiran dan proyeksi dari rasa bermusuhan dengan orang lain. Contohnya saat anggota kepolisian merasa khawatir dan tidak percaya dengan sesame rekan timnya saat menangani kasus. Khawatir pekerjaan yang sedang dijalani tidak berjalan mulus sesuai dengan yang diinginkan. 2. 2. 3 Sumber Agresivitas Agresi tentu tidak hadir begitu saja, tetapi ada sumber – sumber yang memicu kemunculan agresi tersebut. Berikut merupakan sumber – sumber yang menyebabkan agresi, yaitu : 1. Frustrasi Berkowitz (Koeswara 1988) mengatakan bahwa frustrasi bisa mengarahkan individu kepada bertindak agresif (dalam Mumtahinnah, 2011). Frustasi merupakan dapmak dari kegagalan sesorang untuk mencapai tujuannya. 2. Stres Menurut Koeswara (1988), stres bisa muncul berupa stimulus eksternal (sosiologis atau situasional) dan bisa berupa stimulus internal (intrapsikis), yang diterima atau dialami individu sebagai hal yang tidak menyenangkan atau menyebabkan serta menuntut penyesuaian dan atau menghasilkan efek, baik somatik maupun behavioral. Efek stres yang menjadi fokus pembahasan adalah efek behavioral berupa kemunculan agresi (dalam Mumtahinnah, 2011). a. Stres Internal Meninger ( Koeswara 1988) juga mengungkapkan bahwa tingkah laku yang tidak terkendali, termasuk didalamnya agresi, adalah akibat dari kegagalan ego untuk mengadaptasi hambatan-hambatan, sekaligus sebagai upaya untuk memelihara keseimbangan intrapsikis (dalam Mumtahinnah, 2011). b. Stres Eksternal Menurut Schlesinger dan Revitch (dalam Mumtahinnah, 2011), kondisi-kondisi lain yang bisa menjadi sumber stres eksternal yang pada gilirannya bisa memicu kemunculan agresi adalah : - Isolasi - Kepadatan penduduk dan atau sempitnya ruang hidup. - Kekurangan privacy. - Ketidakbebasan. - Irama kehidupan yang rutin dan monoton. - Perpindahan tempat tinggal atau mobilisasi sosial. 2. 3 Kepolisian Resesrse Kriminal (Reskrim) Kepolisian Negara Republik Indonesia adalah alat negara untuk menegakkan hukum yang bertugas untuk memelihara keamanan negara. Kepolisian terbagi dalam bidang seperti Lalu Lintas (Lantas), Intelejen, Brimob, Harkam, dan Reserse Kriminal (Reskrim). Reskrim adalah satuan fungsi teknis Polri yang bertugas melaksanakan penegakan hukum dan berbeda dengan bagian Polri lain yang hanya melakukan pencegahan saja. Tugas reskrim lebih tepatnya melakukan upaya penegakan hukum dengan melaksanakan Penyelidikan dan Penyidikan (AKBP Robert Da Costa, SIK, M. Hum komunikasi langsung 27 Desember 2013). Tentang Polri Kemandirian Polri diawali sejak terpisahnya dari ABRI tanggal 1 April 1999 sebagai bagian dari proses reformasi haruslah dipandang dan disikapi secara arif sebagai tahapan untuk mewujudkan Polri sebagai abdi negara yang profesional dan dekat dengan masyarakat, menuju perubahan tata kehidupan nasional kearah masyarakat madani yang demokratis, aman, tertib, adil dan sejahtera. Kemandirian Polri dimaksud bukanlah untuk menjadikan institusi yang tertutup dan berjalan serta bekerja sendiri, namun tetap dalam kerangkan ketata negaraan dan pemerintahan negara kesatuan Republik Indonesia yang utuh termasuk dalam mengantisipasi otonomi daerah sesuai dengan Undang-undang No. 22 tahun 1999 tentang Otonomi Daerah dan Undang- undang No. 25 tahun 1999 tentang Perimbangan keuangan antara pusat dan daerah. Pengembangan kemampuan dan kekuatan serta penggunaan kekuatan Polri dikelola sedemikian rupa agar dapat mendukung pelaksanaan tugas dan tanggung jawab Polri sebagai pengemban fungsi keamanan dalam negeri. Tugas dan tanggung jawab tersebut adalah memberikan rasa aman kepada negara, masyarakat, harta benda dari tindakan kriminalitas dan bencana alam. (Polri, par 1). 2. 4 Kerangka Berpikir Physical Aggression (PA) Sumber Stres Verbal Aggression (VA) Polisi Persepsi Stres Agresi Anger (A) Hostillity (H) Gambar 2.1 Kerangka Berpikir Dalam melaksanakan tugas, anggota kepolisian memiliki prosedur – prosedur tersendiri dan sanksi – sanksi untuk yang tidak melakukan tugasnya sesuai dengan prosedur yang ada. Hal ini sering menimbulkan tekanan bagi anggota kepolisian reskrim, dimana saat mereka sedang melakukan pekerjaannya ada saja kendala-kendala yang datang. Seperti saat melakukan penangkapan seorang pelaku tindakan kriminal, di satu sisi polisi reskrim harus melakukannya sesuai prosedur, tetapi disisi lain polisi reskrim harus menghadapi ancaman – ancaman yang akan membahayakan diri sehingga mereka harus melindungi dirinya. Tekanan tersebut biasanya dapat menjadi stres, stres adalah respon fisiologikal yang ditimbulkan dari sebuah peristiwa (Weiten, Hammer dan Dunn, 2012). Terjadinya stress atau tidak tergantung dari individu masing-masing mempersepsikannya. Persepsi stress ialah dimana seorang individu menemukan kehidupannya yang tidak terduga, beban yang berlebihan dan tidak dapat dikontrol mencakup intrapersonal, interpersonal atau situasi ekstrapersonal dalam kehidupan seseorang yang dipersepsikan sebagai stress (Yarcheski, Mahon, Yarcheski & Hanks, 2010). Stres polisi terdapat tiga sumber yaitu yang pertama adalah stres yang datang diluar dari departemen polisi seperti keputusan pengadilan yang tidak menguntungkan, ketiadaan dukungan masyarakat dan potensi kekerasan warga atau pertengkaran rumah tangga. Kedua adalah internal seperti gaji yang rendah, kemajuan karir yang terbatas, perangsangan professional yang kecil dan ketiadaan dukungan administrative. Serta yang ketiga merupakan sumber yang terakhir berasal dari perananya sebagai polisi termasuk perputarn shift, kerja administrative yang berlebihan dan harapan publik bahwa polisi harus menjadi semua hal terhadap semua orang (Yusuf, 2009). Sumber-sumber stres tersebut akan berdampak bagi anggota kepolisian, seperti yang dijelaskan sebelumnya stress memiliki dampak somatik dan behavioral. Behavioral sendiri berbentuk kemunculan agresi. Agresi adalah perbuatan sengaja yang bertujuan untuk merugikan atau menyakiti orang lain (Aronson, 2007). Setiap perilaku agresi memiliki bentuknya tersendiri, diantaranya adalah pertama Physical Aggression, yaitu kecenderungan untuk melukai orang lain dengan melakukan tindakan fisik seperti memukul. Kedua adalah Verbal Aggression yaitu menyakiti atau merugikan orang lain merupakan komponen motor dalam perilaku. Ketiga Anger melibatkan dorongan fisiologis dan persiapan dalam agresi merupakan komponen emosional dan afeksi perilaku. Terakhir adalah Hostillity yaitu perasaan sakit atau ketidakadilan merupakan komponen kognitif perilaku (Buss and Perry,1992). Stres memiliki kaitan dengan semua dimensi agresi, hal itu terjadi disaat melakukan penyelidikan. Dimana pelaku kriminal menjawab pertanyaan penyelidikan dengan tidak jelas. Hal-hal seperti itu dapat menyebabkan tekanan bagi anggota kepolisian, saat tugas mereka mengharuskan mengungkap kebenaran tapi kebenaran tersebut sulit untuk didapatkan, tekanan-tekanan seperti ini dapat mengakibatkan Physical Aggression seperti menendang, memukul meja atau melempar barang-barang yang ada disekitar mereka dimana kegiatan fisik itu sendiri yang mereka miliki sudah terlatih sejak masa pendidikan menjadi seorang polisi. Verbal Aggression memaki atau membentak para tersangka saat penyelidikan. Serta terkadang tekanan yang datang saat pekerjaan yang harus diselesaikan dengan tepat waktu harus mengalami kemunduran dengan kondisi-kondisi tertentu yang dapat menimbulkan Anger seperti rasa kesal atau rasa jengkel terhadap diri sendiri atau lingkungannya, dapat juga menimbulkan rasa iri atau rasa permusuhan (Hostility)ketika melihat teman kerja yang telah dapat menyelesaikan tugas yang diberikan dengan tepat waktu.