BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kajian Teori 1. Belajar dan Pembelajaran Istilah belajar dan pembelajaran merupakan suatu istilah yang memiliki keterkaitan yang sangat erat dan tidak dapat dipisahkan satu sama lain dalam proses pendidikan. Pembelajaran sesungguhnya merupakan kegiatan yang dilakukan untuk menciptakan suasana atau memberikan pelayanan agar siswa belajar. Oleh karena itu, harus dipahami bagaimana siswa memperoleh pengetahuan dari kegiatan belajarnya. Seorang guru akan dapat menentukan strategi pembelajaran yang tepat bagi siswanya, jika ia dapat memahami proses pemerolehan pengetahuan. Perbedaan antara belajar dan pembelajaran terletak pada penekanannya. Pembahasan masalah belajar lebih menekankan pada bahasan tentang siswa dan proses yang menyertai dalam rangka perubahan tingkah lakunya. Adapun pembahasan mengenai pembelajaran lebih menekankan pada guru dalam upaya untuk membuat siswa dapat belajar. a. Konsep Dasar Belajar Belajar menurut Sugihartono (2007:76)merupakan suatu proses perubahan tingkah laku sebagai hasil interaksi individu dengan lingkungannya dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Menurut Arif S.Sadiman (2006:2) belajar adalah suatu proses yang komplek yang terjadi pada semua orang dan berlangsung seumur hidup, sejak dia masih bayi hingga ke liang lahat nanti. Wina Sanjaya (2008:112) mendefinisikan belajar sebagai proses perubahan perilaku sebagai akibat dari pengalaman dan latihan. Oemar Hamalik (2003:27) mendefinisikan belajar sebagai modifikasi atau memperteguh kelakuan melalui pengalaman (lerarning is defined as the modification or strengrhening of behavior through experiencing).Menurut berbagai definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa 5 6 belajar merupakan suatu proses memperoleh pengetahuan dan pengalaman dalam wujud perubahan tingkah laku dan kemampuan bereaksi yang relatif permanen atau menetap karena adanya interaksi individu dengan lingkungannya. Tidak semua tingkah laku dikategorikan sebagai aktivitas belajar. Adapun tingkah laku yang dikategorikan sebagai perilaku belajar memiliki ciri-ciri sebagai berikut: 1) Perubahan tingkah laku secara sadar 2) Perubahan sifat kontinu dan fungsional 3) Perubahan sifat positif dan aktif 4) Perubahan sifat permanen 5) Perubahan dalam belajar bertujuan dan terarah 6) Perubahan mencakup seluruh aspek tingkah laku Terdapat 2 faktor yang mempengaruhi dalam belajar yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal adalah faktor yang ada dalam individu yang sedang belajar, sedangkan faktor eksternal adalah faktor yang ada di luar individu. Faktor internal meliputi faktor jasmaniah dan faktor psikologis. Faktor jasmaniah meliputi faktor kesehatan dan cacat tubuh, sedangkan faktor psikologis meliputi intelegensi, perhatian, minat, bakat, motif, kematangan dan kelelahan. Faktor eksternal yang berpengaruh dalam belajar meliputi faktor keluarga, faktor sekolah dan faktor masyarakat. Faktor keluarga dapat meliputi orang tua mendidik, relasi antar anggota keluarga, suasana rumah, keadaan ekonomi keluarga, pengertian orang tua dan latar belakang kebudayaan. Faktor keluarga yang mempengaruhi belajar antara lain metode mengajar, kurikulum, relasi guru dengan siswa, relasi antar siswa, disiplin sekolah, pelajaran dan waktu sekolah, standar pelajaran, keadaan gedung , metode belajar dan tugas rumah. Faktor masyarakat dapat berupa kegiatan siswa dalam masyarakat, teman bergaul, bentuk kehidupan dalam masyarakat dan media masa. 7 b. Konsep Dasar Pembelajaran Pembelajaran menurut Sugihartono (2007:80) merupakan suatu upaya yang dilakukan dengan sengaja oleh pendidik untuk menyampaikan ilmu pengetahuan, mengorganisasi dan menciptakan sistem lingkungan dengan berbagai metode sehingga siswa dapat melakukan kegiatan belajar secara efektif dan efisien serta dengan hasil yang optimal. Pembelajaran menurut Toto Ruhimat (2011:128) adalah suatu upaya yang dilakukan oleh seseorang guru atau pendidik untuk membelajarkan siswa yang belajar. Gulo (dalam Sugihartono dkk, 2007:80) mendefinisikan pembelajaran sebagai usaha untuk menciptakan sistem lingkungan yang mengoptimalkan kegiatan belajar. Lingkungan dalam hal ini tidak hanya meliputi ruang belajar, tetapi juga meliputi guru, alat peraga, perpustakaan, laboratorium dan sebagainya yang relevan dengan kegiatan belajar siswa. Dari berbagai pengertian di atas dapat diartikan bahwa pembelajaran merupakan suatu upaya yang dilakukan oleh guru untuk menyampaikan ilmu pengetahuan kepada peserta didik secara efektif dan efisien agar diperoleh hasil yang optimal. Peran guru dalam aktivitas pembelajaran sangat kompleks. Guru tidak sekedar menyampaikan ilmu pengetahuan kepada anak didiknya, akan tetapi guru juga dituntut untuk memainkan berbagai peran yang bertujuan untuk mengembangkan potensi anak didiknya secara optimal. Djamarah (dalam Sugihartono, 2007:85) merumuskan peran guru dalam pembelajaran sebagai berikut; (1) sebagai korektor, (2) inspirator, (3) informator, (4) organisator, (5) motivator, (6) inisiator, (7) fasilitator, (8) pembimbing, (9) demonstrator, (10) pengelola kelas, (11) mediator, (12) supervisor, dan (13) evaluator. 2. Pengembangan Sumber dan Bahan Ajar Agar menghasilkan lulusan yang mempunyai kemampuan utuh diperlukan pengembangan pembelajaran untuk kompetensi secara sistematis 8 dan terpadu, agar mahasiswa dapat menguasai setiap kompetensi secara tuntas (mastery learning). a. Sumber Belajar Sumber belajar menurut Abdul Majid (2011:170) diartikan sebagai segala tempat atau lingkungan sekitar, benda dan orang yang mengandung informasi dapat digunakan sebagai wahana bagi peserta didik untuk melakukan proses perubahan tingkah laku. Wina Sanjaya (2008:174) mendefinisikan sumber belajar sebagai segala sesuatu yang dapat dimanfaatkan oleh siswa untuk mempelajari bahan dan pengalaman belajar sesuai dengan tujuan yang hendak dicapai. Bentuk media tidak terbatas apakah dalam bentuk cetakan, video, format perangkat lunak atau kombinasi dari berbagai format yang dapat digunakan oleh siswa ataupun guru. Sumber belajar juga diartikan sebagai segala tempat atau lingkungan sekitar, benda dan orang yang mengandung informasi dapat digunakan sebagai wahana bagi peserta didik untuk melakukan proses perubahan tingkah laku. Sumber belajar akan menjadi bermakna bagi peserta didik maupun guru apabila sumber belajar diorganisir melalui satu rancangan yang memungkinkan seseorang dapat memanfaatkannya sebagai sumber belajar. Jika tidak maka tempat atau lingkungan alam sekitar, benda, alam atau buku hanya sekedar tempat, benda, orang atau buku yang tidak berarti tidak apaapa. Sumber belajar harus dipergunakan secara efektif sehingga melakukan kontak pada pelajar secara tepat. Personalia yang terlibat di dalamnya harus melakukan fungsinya, untuk memperoleh kegiatan seperti itu. Fungsi tidak sama dengan pekerjaan (job), tetapi lebih cenderung mengandung arti pengelompokkan tugas-tugas atau kegiatan. Beberapa pekerjaan mungkin terdiri dari tugas-tugas, dan tugas-tugas ini berada dalam lingkungan fungsi. 9 b. Bahan Ajar Bahan ajar menurut Abdul Majid (2011:174) adalah seperangkat materi yang disusun secara sistematis sehingga tercipta lingkungan yang memungkinkan siswa belajar dengan baik. Menurut Wina Sanjaya (2008:175) bahan ajar adalah segala sesuatu yang mengandung pesan yang akan disampaikan kepada siswa. Bahan yang dimaksud bisa berupa bahan tertulis maupun bahan tidak tertulis. Bahan ajar menurut Nana Sudjana dan Ahmad Rivai (2002:1) adalah seperangkat materi keilmuan yang terdiri atas fakta, konsep, prinsip, generalisasi suatu ilmu pengetahuan yang bersumber dari kurikulum dan dapat menunjang tercapainyatujuan pembelajaran. Adanya bahan ajar memungkinkan siswa dapat mempelajari suatu kompetensi atau kompetensi dasar secara runtut dan sistematis sehingga secara akumulatif mampu menguasai semua kompetensi secara utuh dan terpadu. Pengelompokan bahan ajar menurut faculté de Psychologie et des Sciences de l’Education Université de Genéve dalam website-nya adalah media tulis, audio visual, elektronik dan interaktif terintegrasi yang kemudian disebut sebagai medienverbund (bahasa jerman yang berarti media terintegrasi) atau mediamix. Sebuah bahan ajar paling tidak mencakup antara lain: 1) Petunjuk belajar (petunjuk siswa/guru) 2) Kompetensi yang akan dicapai 3) Informasi pendukung 4) Latihan-latihan 5) Petunjuk kerja, dapat berupa lebar kerja (LK) 6) Evaluasi Menurut beberapa pengertian di atas dapat diartikan bahwa bahan ajar adalah seperangkat materi pembelajaran yang disusun secara sistematis dan menarik sehingga membantu guru menciptakan suasana yang memungkinkan siswa untuk belajar. Bentuk bahan ajar paling tidak dapat dikelompokkan menjadi empat yaitu: 10 a) Bahan Ajar Cetak (Printed) Bahan ajar cetak dapat ditampilkan dalam berbagai bentuk misalnya handout, buku, modul, lembar kegiatan siswa, brosur, leaflet, wallchart, foto/gambar, model/maket.Salah satu bahan ajar cetak yang disebutkan tadi adalah modul.Modul merupakan sebuah buku yang ditulis dengan tujuan agar peserta didik dapat belajar secara mandiri tanpa atau dengan bimbingan guru, sehingga modul berisi paling tidak tentang segala komponen dasar bahan ajar yang telah disebutkan sebelumnya. Sebuah modul akan bermakna kalau peserta didik dapat dengan mudah menggunakannya. Pembelajaran dengan modul memungkinkan seorang peserta didik yang memiliki kecepatan yang tinggi dalam belajar akan lebih cepat menyelesaikan satu atau lebih kompetensi dasar dibanding dengan peserta didik lainnya. Melihat hal tersebut, maka modul harus menggambarkan kompetensi dasar yang akan dicapai oleh peserta didik, disajikan dengan menggunakan bahasa yang baik, menarik, dan dilengkapi dengan ilustrasi. Jika bahan ajar cetak tersusun secara baik maka bahan ajar akan mendatangkan beberapa keuntungan seperti yang dikemukakan oleh Steffen Peter Ballsteadt (dalam Abdul Majid, 2011:175 ) yaitu: (1) Bahan tertulis biasanya menampilkan daftar isi, sehingga memudahkan guru untuk menunjukkan kepada peserta didik bagian mana yang sedang dipelajari. (2) Biaya untuk penggandaannya relative sedikit. (3) Bahan tertulis cepat digunakan dan dapat dengan mudah dipindahpindah. (4) Menawarkan kemudahan secara luas dan kreativitas bagi individu. (5) Bahan tertulis relatif ringan dan dapat dibaca dimana saja. (6) Bahan ajar yang baik akan dapat memotivasi pembaca untuk melakukan aktivitas, seperti menandai, mencatat, membuat sketsa. (7) Bahan tertulis dapat dinikmati sebagai sebuah dokumen yang bernilai besar. 11 (8) Pembaca dapat mengatur tempo secara mandiri. b) Bahan Ajar Dengar (Audio) Bahan ajar dengar (audio) bisa berupa kaset/piringan hitam maupun radio.Media kaset dapat menyimpan suara yang dapat secara berulangulang diperdengarkan kepada peserta didik yang menggunakannnya sebagai bahan ajar.Sedangkan radio adalah media dengar yang dapat dimanfaatkan sebagai bahan ajar, dengan radio peserta didik bisa belajar sesuatu.Program radio dapat dirancang sebagai bahan ajar, misalnya pada jam-jam tertentu guru merencanakan sebuah program pembelajaran melalui radio.Misalnya mendengarkan siaran langsung suatu kejadian/fakta yang sedang berlangsung. c) Bahan Ajar Pandang Dengar (Audio Visual) Video/film merupakan salah satu bahan ajar pandang dengar (audio visual).Umumnya program video telah dibuat dalam rancangan lengkap, sehingga setiap akhir dari penayangan radio siswa dapat menguasai satu atau lebih kompetensi dasar. Baik tidaknya video tergantung dari desain awalnya mulai dari analisis kurikulum, penentuan media, skema yang menunjukkan sekuensi (dikenal dengan sekenario) dari sebuah program video, skrip, pengambilan gambar dan proses editingnya. Selain video/film, orang atau nara sumber juga bisa disebut sebagai bahan ajar pandang dengar. Seseorang dapat belajar dengan nara sumber, misalnya orang tersebut (nara sumber) memiliki suatu bakat atau keterampilan tertentu sehingga orang lain belajar kepadanya. Melalui bakat dan keterampilan, seseorang dapat dijadikan sebagai sunber belajar. d) Bahan Ajar Interaktif (interactive teaching material) Bahan ajar interaktif menurut Guidelines forBibliographic Description of Interactive Multimedia, p. 1 dijelaskan sebagai berikut: 12 Multimedia interaktif adalah kombinasi dari dua atau lebih media (audio, teks, grafik, gambar, animasi dan video) yang oleh penggunannya dimanipulasi untuk mengendalikan perintah dan atau perilaku alami dari suatu presentasi. Biasanya bahan ajar multimedia dirancang secara lengkap mulai dari petunjuk penggunaannya sampai penilaiannya. 3. Efektivitas Pembelajaran a. Pengetian Efektivitas Efektivitas dalam pengertian secara umum adalah: “kemampuan berdaya guna dalam melaksanakan sesuatu pekerjaan sehingga menghasilkan hasil guna (efisien) yang maksimal”. Memaknai efektivitas setiap orang memberi arti yang berbeda sesuai sudut pandang dan kepentingan masing-masing dalam kamus bahasa indonesia Mulyasa (dalam Mirawaty: 2010:6) dikemukakan bahwa; “efektif berarti dan efeknya (akibatnya, pengaruhya dan kesannya) manjur atau mujarab, dapat membawa hasil”, jadi efektivitas adalah adanya keseuaian antara orang yang melakukan tugas, dengan sasaran yang dituju. Sedangkan Menurut Desy Anwar efek adalah “akibat pengaruh kesan yang timbul pada pikiran, penonton, pendengar, pembaca, dan sebagainya (sesudah mendengar atau melihat sesuatu); Sedangkan efektif (akibatnya, pengaruhnya, kesannya) Manjur atau mujarab, (tentang efektivitas adalah ukuran berhasil tidaknya pencapaian tujuan suatu program obat) dapat membawa hasil, berhasil guna (tentang usaha, tindakan) halini berlakunya (tentang undang-undang, peraturan)”. (dalam: Wiwi Irjanty Kentjil: 2010: 8). Dari beberapa pendapat diatas maka dapat diartikan bahwa efektivitas adalah serangkaian tugas-tugas yang dilakukan orangorang untuk mencapai sasaran dan tujuan yang telah dietapkan sebelumnya dalam suatu organisasi. b. Ciri-Ciri Efekivitas Pembelajaran Menurut Harry Firman (dalam skripsi Wiwi Irjanty Kentjil: 2010:9) 13 keefektifan program pembelajaran ditandai dengan ciri-ciri sebagai berikut: 1) Berhasil menghantarkan siswa mencapai tujuan-tujuan instruksional yang telah di tetapkan 2) Memberikan pengalaman belajar yang atraktif, melibatkan siswa secara aktif sehingga menunjang pencapaian tujuan instruksional 3) Memiliki sarana-sarana yang menunjang proses belajar mengajar Dari penjelasan di atas dapat diartikan bahwa program pembelajaran yang baik adalah bagimana guru berhasil menghantarkan anak didiknya untuk mendapatkan pengetahuan dan memberikan pengalaman belajar yang antraktif. Berdasarkan ciri pembelajaran efektif seperti yang digambarkan diatas, keefektifan program pembelajaran tidak hanya ditinjau dari tingkat prestasi belajar. Melainkan harus pula ditinjau dari segi proses dan sarana penunjang. Aspek hasil meliputi tinjauan terhadap hasil belajar siswa setelah mengikuti program pembelajaran yang mencakup kemampuan kognitif, afektif, dan fsikomotorik. Aspek proses meliputi pengamatan terhadap keterampilan siswa, motivasi, respon, kerjasama, partisipasi aktif, tingkat kesulitan pada penggunaan media, waktu serta teknik pemecahan masalah yang ditempuh siswa saat kegiatan belajar mengajar berlangsung aspek sarana penunjang meliputi tinjauantinjauan terhadap fasilitas fisik dan bahan serta sumber yang diperlukan siswa dalam proses belajar mengajar seperti ruang kelas, laboratorium, media pembelajaran dan buku-buku teks. c. Kriteria Efetifitas Pembelajaran Efektifitas metode pembelajaran merupakan suatu ukuran yang berhubungan dengan tingkat keberhasilan dari suatu proses pembelajaran. Kriteria keefektifan dalam penelitian ini mengacu pada: 1) Ketentuan belajar pembelajaran dapat dikatakan tuntas apabila sekurangkurangnya 75% dari jumlah 0% siswa telah memperoleh nilai: 60 peningkatan hasil belajar 2) Model pembelajaran dikatakan efektif meningkatkan hasil belajar siswa 14 menunjukan perbedaan yang signifikan antara pemahaman setelah pembelajaran. 3) Model pembelajaran dikatakan efektif jika dapat meningkatkan minat dan motivasi apabila setelah pembelajaran siswa menjadi lebih termotivasi untuk belajar lebih giat dan memperoleh hasil belajar yang lebih baik serta siswa belajar dalam keadaan yang menyenangkan. Metode pembelajaran dapat dikatakan berhasil atau tidaknya dilihat dari bagaimana keefektifan pembelajaran yang dapat memotivasi siswa agar menjadi lebih giat agar memperoleh hasil belajar yang memuaskan. 4. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Efektivitas Pembelajaran Menurut Winarno Surahmad (dalamm Abdul Rahmat: 91) mengatakan kurikulum adalah suatu program pendidikan yang direncanakan dan dilaksanakan untuk mencapai tujuan tertentu. Jadi kurikulum merupakan pedoman dalam kegiatan belajar mengajar. a. Strategi dan Metode Pembelajaran Menurut Wina Sanjaya (2008: 61) Strategi adalah: “rancangan serangkaian kegiatan untuk mencapai tujuan terntentu”; sedangkan metode adalah “cara yang digunakan untuk mengimplementasikan strategi”. Joyce dan Weil (dalam Abdul Rahmat: 129) berpendapat bahwa model pembelajaran adalah: “suatu rencana atau pola yang dapat digunakan untuk membentuk kurikulum (rencana pembelajaran jangka panjang), merancang bahan-bahan pembelajaran dan membimbing pembelajaran dikelas atau yanglain”. Model pembelajaran dapat dijadikan pola pilihan, artinya para guru boleh memilih model pembelajaran yang sesuai dan efisien untuk merancang tujuan pendidikannya. Menurut Djamarah (2006: 46) metode adalah “suatu cara yang dipergunakan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan”. Dalam kegiatan belajar mengajar, metode diperlukan oleh guru dan penggunaannya bervariasi sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai setelah pengajaran berakhir. Tetapi juga penggunaan metode yang bervariasi tidak akan 15 mengguntungkan kegiatan belajar mengajar bila penggunaanya tidak tepat dan sesuai dengan situasi yang mendukungnya dan dengan kondisi psikologis anak didik. b. Materi Pembelajaran Materi pembelajaran pada hakikatnya merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari silabus, yakni perencanaan, prediksi, dan proyeksi tentang apa yang akan dilakukan pada saat kegiatan pembelajaran. Hal-hal yang perlu diperhatikan berkenaan dengan pemilihan materi pembelajaran adalah jenis pembelajaran, cakupan urutan dan perlakuan terhadap pembelajaran tersebut. Menurut Wina Sanjaya (2008: 141) bahan atau materi pelajaran (learning materialis) adalah” segala sesuatu yang menjadi isi kurikulum yang harus dikuasai oleh siswa sesuai kompetensi dasar dalam rangka pencapaian standar kompetensi setiap mata pelajaran dalam satuan pendidikan”. Sedangkan materi pembelajaran merupakan bagian terpenting dalam proses pembelajaran, bahkan dalam pengajaran yang berpusat pada materi pelajaran (subject-cented teacing); Wina Sanjaya (2008: 141), materi pembelajaran merupakan inti dari kegiatan. c. Media Pembelajaran Media pembelajaran yang dalam efektifitas, pembelajaran harus memenuhi bebeberapa syarat. Media pembelajaran harus meningkatkan motivasi pembelajar selain itu juga harus merangsang pembelajaran mengingat apa yang sudah dipelajari selain memberikan rangsangan baru, mediayang baik juga akan mengaktifkan pembelajar dalam memberikan tanggapan, umpan balik dan juga mendorong siswa melakukan praktekpraktek yang benar selama proses belajar mengajar berlangsung. Rossidan Breidle mengemukakan bahwa media pembelajaran adalah: “Seluruh alat dan bahan yang dapat dipakai tujuan pendidikan, seperti radio, televisi, buku, koran, majalah, dan sebagainya. Menurut Rossi, 16 alat-alat semacam radio dan televisi kalau digunakan dan diprogramkan untuk pendidikan, maka merupakan media pembelajaran”. (dalamWina Sanjaya: 204). Menurut Gerlach (dalam:Wina Sanjaya: 204) secara umum media itu meliputi; “orang, bahan, peralatan atau kegiatan yang menciptakan kondisi yang memungkinkan siswa memperoleh pengetahuan, keterampilan, dan sikap”. Pada pengertian ini media bukan hanya alat perantara seperti tv, radio, slide, bahan cetakan, akan tetapi meliputi orang atau manusia sebagai sumber belajar atau juga berupa kegiatan semacam diskusi, seminar, karyawisata, simulasi dan lain sebagainya yang dikondisikan untuk menambah pengetahuan dan wawasan, mengubah sikap atau untuk menambah keterampilan. d. Evaluasi Pembelajaran Guba dan Lincoln mendefinisikan evaluasi itu merupakan; “suatu proses memberikan pertimbangan mengenai nilai dari arti sesuatu yang dipertimbangkan (evalution)”. “Sesuatu yang dipertimbangkan itu bisa berupa orang, benda, kegiatan, keadaan, atau sesuatu kesatuan tertentu”. Sedangkan Rostiyah (dalam Djamarah: 50) mengatakan bahwa evaluasi adalah: “kegiatan mengumpulkan data seluas-luasnya, sedalam-dalamnya, yang bersangkutan dengan kapabilitas siswa guna mengetahui sebab akibat dan hasil belajar siswa yang dapat mendorong dan mengembangkan kemampuan belajar”. e. Gaya Mengajar Guru Menurut Djamarah (dalam Wiwi Irsanty Ketjil: 2010: 15) guru adalah “salah satu unsur manusia dalam proses pendidikan”. Pada proses pendidikan di sekolah, guru memegang tugas ganda yaitu sebagai pengajar atau pendidik. “sebagai pengajar guru bertugas menuangkan sejumlah bahan pelajaran ke dalam otak anak didik, sedankan sebagai pendidik guru 17 bertugas membimbing dengan membina anak didik agar menjadi manusia susila yang cakap, aktif, kreatif, dan mandiri. Menurut Abdul Rahmat (2011: 67) peran Guru: Guru mempunyai fungsi dan peran yang jauh berbeda dari fungsi dan peran seorang guru sebagaimana yang dipahami orang saat ini; Guru bukanlah pengajar yang menuangkan ilmu pengetahauan, ajaran-ajaran, perintah atau pengarahan kepada peserta, melainkan fungsi utama peran guru adalah menfasilitasi berlangsungnya proses belajar yang memungkinkan siswa dapat mengembangkan dirinya, pengetahunnya, pemahamannya, perilakunya serta keterampilan-keterampilan yang dikuasainya. Proses belajar itu terjadi secara internal dan bersifat pribadi dalam diri siswa, agar proses belajar mengarah pada tercapainya tujuan dan kurikulum maka guru harus merencanakan dengan sistematis berbagai pengalaman belajar yang memungkin kan perubahan tingkah laku siswa sesuai dengan apa yang diharapkan, aktivitas guru untuk menciptakan kondisi yang memungkinkan proses belajar siswa berlangsung optimal disebut kegiatan kegiatan pembelajaran. Guru bertugas membantu orang belajar dengan cara memanipulasi lingkungan sehingga siswa dapat belajar dengan mudah, artinya guru harus mengadakan pemilihan terhadap berbagai strategi pembelajaran yang ada dan paling memungkinkan agar proses belajar siswa berlangsung optimal. 5. Media Pendidikan Secara umum media merupakan kata jamak dari “medium”, yang berarti perantara pengantar. Kata media berlaku untuk berbagai kegiatan atau usaha, seperti media dalam penyampaian pesan, media pengantar magnet atau panas dalam bidang teknik. Istilah media digunakan juga dalam bidang pengajaran atau pendidikan sehingga istilahnya menjadi media pendidikan atau media pembelajaran. Ada beberapa konsep atau definisi media pendidikan atau media pembelajaran. Menurut Arief S. Sadiman (2006:7) media adalah segala sesuatu 18 yang dapat digunakan untuk menyalurkan pesan dari pengirim ke penerima sehingga dapat merangsang pikiran, perasaan, perhatian dan minat serta perhatian siswa sedemikian rupa sehingga proses belajar terjadi. Menurut Dwi Siswoyo (2008:137) media pembelajaran adalah segala sesuatu yang secara langsung mebantu terwujudnya pencapaian tujuan pendidikan. Gerlach dan Ely (dalam Wina Sanjaya 2008:163) menyatakan: “A medium, conceived is any person, material or event that establish condition which enable the leaner to ecquire knowledge, skill and attitude.” Menurut Gerlach secara umum media ini meliputi orang, bahan, peralatan, atau kegiatan yang menciptakan kondisi yang memungkinkan siswa memperoleh pengetahuan, keterampilan dan sikap. Jadi, dalam pengertian ini media bukan hanya alat perantara seperti radio, TV, slide, bahan cetakan tetapi meliputi orang atau manusia sebagai sumber belajar atau juga berupa kegiatan semacam diskusi, seminar, karya wisata, simulasi dan lain sebagainya yang dikondisikan untuk menambah pengetahuan dan wawasan, mengubah sikap siswa, atau untuk menambah keterampilan. Media pembelajaran dapat diklasifikasikan menjadi beberapa klasifikasi tergantung dari sudut mana melihatnya. a. Dilahat dari sifatnya, media dapat dibagi ke dalam: 1) Media auditif, yaitu media yang hanya dapat didengar saja, atau hanya memiliki unsur suara seperti radio dan rekaman suara. 2) Media visual, yaitu media yang hanya dapat dilihat saja dan tidak mengandung suara. Yang termasuk ke dalam media ini adalah film slide, foto, transparansi, lukisan, gambar dan lain-lain. 3) Media audiovisual, yaitu jenis media yang selain mengandung unsur suara juga mengandung unsur gambar yang bisa dilihat, misalnya rekaman video, berbagai ukuran film, slide, suara dan lain sebagainya. b. Dilihat dari kemampuan jangkauannya, media dapat pula dapat dibagi ke dalam: 1) Media yang memiliki daya liput yang luas dan serentak seperti radio dan televisi. 19 2) Media yang mempunyai daya liput yang terbatas oleh ruang dan waktu seperti film slide, film, video dan lain sebagainya. c. Dilihat dari cara atau teknik pemakaiannya, media dapat dibagi ke dalam: 1) Media yang diproyeksikan seperti film, slide, film strip, transparansi dan lain sebagainya. 2) Media yang tidak diproyeksikan seperti gambar, foto, lukisan, buku, radio dan lain sebagainya. Agar media pembelajaran benar-benar digunakan untuk membelajarkan siswa, maka ada sejumlah prinsip yang harus diperhatikan, diantaranya adalah: a. Media yang akan digunakan oleh guru harus sesuai dan diarahkan untuk mencapai tujuan pembelajaran. b. Media yang akan digunakan harus sesuai dengan materi pembelajaran. c. Media pembelajaran harus sesuai dengan minat, kebutuhan dan kondisi siswa. d. Media yang digunakan harus memperhatikan efektivitas dan efisien. e. Media yang digunakan harus sesuai dengan kemampuan guru dalam mengoperasikannya. Dalam hubungannnya dengan penggunaan media pada waktu berlangsungnya pengajaran setidak-tidaknya digunakan guru pada situasi sebagai berikut: a. Perhatian siswa terhadap pengajaran sudah berkurang akibat kebosanan mendengarkan uraian guru. Penjelasan atau penuturan secara verbal oleh guru mengenai bahan pengajaran biasanya sering membosankan apalagi bila cara guru menjelaskan tidak menarik. b. Bahan pengajaran yang diajarkan guru kurang dipahami oleh siswa. Dalam situasi ini sangat bijak apabila guru menampilakan media untuk memperjelas pemahaman siswa tentang bahan pengajaran. c. Terbatasnya sumber pengajaran. Tidak semua sekolah mempunyai buku sumber, atau tidak semua bahan pengajaran ada dalam buku sumber. 20 d. Guru tidak bergairah dalam menjelaskan bahan pengajaran melalui penuturan kata-kata (verbal) akibat terlalu lelah disebabkan telah mengajar terlalu lama. Dalam situasi ini guru dapat menampilakan media sebagai sumber belajar bagi siswa. Berdasarkan penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa peranan media dalam proses pembelajaran dapat ditempatkan sebagai: a. Alat untuk memperjelas bahan pengajaran pada saat guru menyampaiakan pengajaran. Dalam hal ini media digunakan guru sebagai variasi penjelasan verbal mengenai bahan pengajaran. b. Alat untuk mengangkat persoalan untuk dikaji lebih lanjut dan dipecahkan oleh siswa dalam proses belajarnya. Paling tidak guru dapat menempatkan media sebagai sumber pertanyaan atau stimulasi belajar siswa. c. Sumber belajar bagi siswa, artinya media tersebut berisikan bahan-bahan yang harus dipelajari para siswa baik individu maupun kelompok. 6. Modul a. Pengertian dan Karakteristik Modul Modul adalah sebuah buku yang ditulis dengan tujuan agar peserta didik dapat belajar secara mandiri tanpa atau dengan bimbingan guru (Abdul Majid, 2011:176). Modul merupakan bahan ajar cetak yang dirancang untuk dapat dipelajari secara mandiri oleh peserta pembelajaran (Surya Dharma, 2008:3). Sedangkan menurut Joko Sutrisno (2008:4) modul adalah salah satu bentuk bahan ajar yang dikemas secara utuh dan sistematis, di dalamnya memuat seperangkat pengalaman belajar yang terencana dan didesain untuk membantu peserta didik menguasai tujuan belajar yang spesifik. Dari beberapa pengertian di atas disimpulkan bahwa modul adalah sebuah bahan ajar cetak yang didesain secara sistematis dan utuh dengan tujuan untuk membantu peserta didik belajar secara mandiri. Modul disebut juga media untuk belajar mandiri karena di dalamnya telah dilengkapi petunjuk untuk belajar sendiri. Artinya, pembaca dapat melakukan kegiatan belajar tanpa kehadiran pengajar secara langsung. 21 Bahasa, pola, dan sifat kelengkapan lainnya yang terdapat dalam modul ini diatur sehingga ia seolah-olah merupakan ”bahasa pengajar” atau bahasa guru yang sedang memberikan pengajaran kepada murid-muridnya dengan tatap muka, tetapi cukup dengan modul-modul ini. Modul minimal memuat tujuan pembelajaran, materi/substansi belajar, dan evaluasi. Modul merupakan alat atau sarana pembelajaran yang berisi materi, metode, batasan-batasan dan cara mengevaluasi yang dirancang secara sistematis dan menarik untuk mencapai kompetensi yang diharapkan sesuai dengan tingkat kompleksitasnya. Sebuah modul bisa dikatakan baik dan menarik apabila terdapat karakteristik sebagai berikut: 1) Self instructional; yaitu melalui modul tersebut seseorang atau peserta belajar mampu membelajarkan diri sendiri, tidak tergantung pada pihak lain. Untuk memenuhi karakter self instructional, maka di dalam modul harus; a) Berisi tujuan yang dirumuskan dengan jelas. b) Berisi materi pembelajaran yang dikemas ke dalam unit-unit kecil/spesifik sehingga memudahkan belajar secara tuntas. c) Menyediakan contoh dan ilustrasi yang mendukung kejelasan pemaparan materi pembelajran. d) Menampilkan soal-soal latihan, tugas dan sejenisnya yang memungkinkan pengguna memberikan respon dan mengukur tingkat penguasaannya. e) Kontekstual yaitu materi-materi yang disajikan terkait dengan suasana atau konteks tugas dan lingkungan penggunaannya. f) Menggunakan bahasa yang sederhana dan komunikatif. g) Terdapat rangkuman materi pembelajaran. h) Terdapat instrumen penilaian/assessment, yang memungkinkan penggunaan diklat melakukan ”self assessment”. i) Terdapat instrumen yang dapat digunakan penggunanya mengukur atau mengevaluasi tingkat penguasaan materi. 22 j) Terdapat umpan balik atas penilaian, sehingga penggunannya mengetahui tingkat penguasaan materi, dan k) Tersedia informasi tentang rujukan/pengayaan/referensi yang mendukung materi pembelajaran dimaksud. 2) Self contained; yaitu seluruh materi pembelajaran dari satu unit kompetensi atau sub kompetensi yang dipelajari terdapat di dalam satu modul secara utuh. Tujuan dari konsep ini adalah memberikan kesempatan peserta didik/pebelajar mempelajari materi pembelajaran yang tuntas, karena materi dikemas ke dalam satu kesatuan yang utuh. Jika harus dilakukan pembegian atau pemisahan materi dari satu unit kompetensi harus dilakukan dengan hati-hati dan memperhatikan keluasan kompetensi yang harus dikuasai. 3) Stand Alone (berdiri sendiri); yaitu modul yang dikembangkan tidak tergantung pada media lain atau tidak harus digunakan bersama-sama dengan media pembelajaran yang lain. Pembelajar tidak tergantung dan harus menggunakan media yang lain untuk mempelajari dan atau mengerjakan tugas pada modul tersebut jika mempergunakan modul ini, jika masih menggunakan dan tergantung pada media lain selain modul yang digunakan, maka media tersebut tidak dikategorikan sebagai media yang berdiri sendiri. 4) Adaptive; modul hendaknya memiliki daya adaptif yang tinggi terhadap perkembangan ilmu dan teknologi. Dikatakan adaptif jika modul dapat menyesuaikan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, serta fleksibel digunakan. Dengan memperhatikan percepatan perkembangan ilmu dan teknologi pengembangan modul multimedia hendaknya tetap “up to date”. Modul yang adaptif adalah jika isi materi pembelajaran dapat digunakan sampai dengan kurun waktu tertentu. 5) User Friendly; modul hendaknya bersahabat dengan pemakainya. Setiap instruksi dan paparan informasi yang tampil bersifat membantu dan bersahabat dengan pemakainya, termasuk kemudahan pemakai dalam merespon, mengakses sesuai dengan keinginan. Penggunaan bahasa yang 23 sederhana, mudah dimengerti serta menggunakan istilah yang umum digunakan merupakan salah satu bentuk user friendly. b. Prosedur Penulisan Modul Penulisan modul merupakan proses penyusunan materi pembelajaran yang dikemas secara sistematis sehingga siap dipelajari oleh pembelajaran untuk mencapai kompetensi atau sub kompetensi. Penyusunan modul belajar mengacu pada kompetensi yang terdapat didalam tujuan yang ditetapkan. Terkait dengan hal tersebut dilakukan langkah-langkah sebagai berikut: 1) Analisis Kebutuhan Modul Analisis kebutuhan modul merupakan kegiatan menganalisis kompetensi/tujuan untuk menentukan jumlah dan judul modul yang dibutuhkan untuk mencapai suatu kompetensi tersebut. Penetapan judul modul didasarkan pada kompetensi yang terdapat pada garis-garis besar program yang ditetapkan. Analisis kebutuhan modul bertujuan untuk mengidentifikasi, menetapkan jumlah dan judul modul yang harus dikembangkan. Analisis kebutuhan modul dapat dilakukan dengan langkah sebagai berikut: a) Tetapkan kompetensi yang terdapat di dalam garis-garis besar program pembelajaran yang akan disusun modulnya. b) Identifikasi dan tentukan ruang lingkup unit kompetensi tersebut. c) Identifikasi dan tentukan pengetahuan, keterampilan dan sikap yang dipersyaratkan. d) Tentukan judul modul yang akan ditulis e) Kegiatan analisis kebutuhan modul dilaksanakan pada periode awal pengembangan modul. 2) Penyusunan Draft Penyusunan draft modul merupakan proses penyusunan dan pengorganisasian materi pembelajaran dari suatu kompetensi atau sub 24 kompetensi menjadi satu kesatuan yang sistematis. Penyususnan draft modul bertujuan menyediakan draft suatu modul sesuai dengan kompetensi atau sub kompetensi yang telah ditetapkan. Penulisan draft modul dapat dilaksanakan dengan mengikuti langkah-langkah sebagai berikut: a) Tetapkan judul modul. b) Tetapkan tujuan akhir yaitu kemampuan yang harus dicapai oleh peserta didik setelah selesai mempelajari suatu modul. c) Tetapkan tujuan antara yaitu kemampuan spesifik yang menunjang tujuan akhir. d) Tetapkan gari-garis besar atau outline modul e) Kembangkan materi-materi pada garis besar. f) Periksa ulang draft yang telah dihasilkan Kegiatan penyusunan draft modul hendaknyamenghasilkan draft modul yang sekurang-kurangnya mencakup: a) Judul modul; menggambarkan materi yang akan dituangkan didalam modul. b) Kompetensi atau sub kompetensi yang akan dicapai setelah menyelesaikan mempelajari modul. c) Tujuan terdiri dari tujuan akhir dan tujuan antara yang akan dicapai peserta didik setelah mempelajari modul. d) Materi pelatihan yang berisi pengetahuan, keterampilan dan sikap yang harus dipelajari dan dikuasai oleh peserta didik. e) Prosedur atau kegiatan pelatihan yang harus diikuti oleh peserta didik untuk mempelajari modul. f) Soal-soal, latihan dan atau tugas yang harus dikerjakan atau diselesaiakan oleh peserta didik. g) Evaluasi atau penilaian yang berfungsi mengukur kemampuan peserta didik dalam menguasai modul. h) Kunci jawaban dari soal, latihan dan taua pengujian. 25 3) Uji Coba Uji coba draft modul adalah kegiatan penggunaan modul pada peserta terbatas, untuk mengetahui keterlaksanaan dan manfaat modul dalam pembelajaran sebelum modul tersebut digunakan secara umum. Untuk melakukan uji coba draft modul dapat diikuti langkah-langkah sebagai berikut: a) Siapkan dan gandakan draft modul yang akan diuji cobakan sebanyak peserta yang akan diikutkan dalam uji coba. b) Susun instrumen pendukung uji coba. c) Distribusikan draft modul dan instrumen pendukung uji coba kepada peserta. d) Informasikan kepada peserta uji coba tentang tujuan uji coba dan kegiatan yang harus dilakukan oleh peserta uji coba. e) Kumpulkan kembali draft modul dan instrumen uji coba. f) Proses dan simpulkan hasil pengumpulan masukan yang dijaring melalui intrumen uji coba. Diharapkan dari hasil uji coba diperoleh masukan sebagai bahan penyempurnaan draft modul yang diuji cobakan. Terdapat dua macam uji coba yaitu, uji coba dalam kelompok kecil dan uji coba lapangan. Uji coba kelompok kecil adalah uji coba yang dilakukan hanya kepada 2-4 peserta didik, sedangkan uji coba lapangan adalah uji coba yang dilakukan kepada peserta dengan jumlah 20-30 peserta didik. 4) Validasi Validasi adalah proses permintaan persetujuan atau pengesahan terhadap kesesuaian modul dengan kebutuhan. Untuk mendapatkan pengakuan kesesuaian tersebut, maka validasi perlu dilakukan dengan melibatkan pihak praktisi yang ahli sesuai dengan bidang-bidang terkait dalam modul. Validasi modul bertujuan untuk memperoleh pengakuan atau pengesahan kesesuaian modul dengan kebutuhan sehingga modul 26 tersebut layak dan cocok digunakan dalam pembelajaran. Validasi modul dinilai dari segi isi materi dan dari segi medianya (tampilan). Validasi dapat dimintakan dari beberapa pihak sesuai dengan keahliannya masing-masing untuk menghasilkan modul pembelajaran yang mampu memerankan fungsi dan perannyadalam pembelajaran yang efektif, maka modul yang dirancang harus memperhatikan beberapa aspek yang mensyaratkan. Menurut Joko Sutrisno (2008:12) elemen mutu modul tersebut yaitu; a) Format (1) Gunakan format kolom (tunggal atau multi) yang proporsional. Penggunaan kolom tunggal atau multi harus sesuai dengan bentuk dan ukuran kertas. (2) Gunakan format kertas (vertikal atau horisontal) yang tepat. Penggunaan format kertas vertikal atau horisontal harus memperhatikan tata letak dan format pengetikan. (3) Gunakan tanda-tanda ikon yang mudah ditangkap dan bertujuan untuk menekankan pada hal-hal yang dianggap penting atau khusus. Tanda dapat berupa gambar, cetak tebal, cetak miring atau lainnya. b) Organisasi (1) Tampilkan peta/bagan yang menggambarkan cakupan materi yang akan dibahas dalam modul. (2) Organisasikan isi materi pembelajaran dengan urutan dan susunan yang sistematis, sehingga memudahkan peserta didik memahami materi pembelajaran. (3) Susun dan tempatkan naskah, gambar dan ilustrasi sedemikian rupa sehingga informasi mudah dimengerti oleh peserta didik. (4) Organisasikan antar bab, antar unit, dan antar paragrap dengan susunan dan alur yang memudahkan peserta didik memahaminya. (5) Organisasikan antar judul, sub judul diikuti oleh peserta didik. dan uraian yang mudah 27 c) Daya Tarik Daya tarik modul dapat ditempatkan di beberapa bagian seperti; (1) Bagian sampul (cover) depan, dengan mengkombinasikan warna, gambar (ilustrasi), bentuk dan ukuran huruf yang serasi. (2) Bagian isi modul dengan menempatkan rangsangan-rangsangan berupa gambar atau ilustrasi, pencetakan huruf tebal, miring, garis bawah atau warna. (3) Tugas dan latihan dikemas sedemikian rupa sehingga menarik. d) Bentuk dan ukuran huruf (1) Gunakan bentuk dan ukuran huruf yang mudah dibaca sesuai dengan karakteristik umum peserta didik. (2) Gunakan perbandingan huruf yang proporsional antar judul, sub judul dan isi naskah. (3) Hindari penggunaan huruf kapital untuk seluruh teks, karena dapat membuat membaca menjadi sulit. e) Ruang (spasi kosong) Gunakan spasi atau ruang kosong tanpa naskah atau gambar untuk menambah kontras penampilan modul. Spasi kosong dapat berfungsi untuk menambahkan catatan penting dan memberikan kesempatan jedah kepada peserta didik. Penempatan ruang spasi kosong dapat dilakukan di beberapa tempat seperti; (1) Ruang sekitar judul bab dan sub judul (2) Batas tepi (margin) (3) Spasi antar kolom (4) Pergantian antar paragraf dan dimulai dengan huruf kapital (5) Pergantian antar bab atau bagian f) Konsistensi (1) Gunakan bentuk-bentuk huruf secara konsisten dari halam-ke halaman. 28 (2) Gunakan jarak spasi yang konsisten. Jarak antar judul dengan baris pertama, antar judul dengan teks utama. Jarak baris atau spasi yang tidak sama sering dianggap buruk. (3) Gunakan tata letak pengetikan yang konsisten, baik pola pengetikan maupun batas pengetikan. 5) Revisi Revisi atau perbaikan merupakan proses penyempurnaan modul setelah memperoleh masukan dari kegiatan uji coba dan validasi. Kegiatan revisi draft modul bertujuan untuk melakukan finalisasi atau penyempurnaan akhir yang komperenshif terhadap modul, sehingga modul siap diproduksi sesuai dengan masukkan yang diperoleh dari kegiatan sebelumnya, maka perbaikan modul harus mencakup aspek-aspek penting penyusunan modul di antaranya yaitu : a) Pengorganisasian materi pembalajaran; b) Penggunaan metode intruksional; c) Penggunaan bahasa; dan d) Pengorganisasian tata tulis dan perwajahan. Mengacu pada prinsip peningkatan mutu kesinambungan, secara terus menerus modul dapat ditinjau ulang dan diperbaiki. 7. Materi Praktik Las dan Tempa Lanjut Materi praktek las dan tempa lanjut merupakan lanjutan dari pembelajaran praktek las dan tempa dasar. Praktek las dan tempa lanjut diberikan pada semester IV di PTM FKIP UNS. Pembelajaran yang diberikan di sini yaitu tentang membuat produk atau barang jadi dengan menggunakan peralatan dan perlengkapan las yang ada di bengkel las PTM FKIP UNS. Diberikannya mata kuliah praktek las dan tempa lanjut dengan tujuan agar mahasiswa bisa membuat sebuah produk yang layak jual dengan peralatan dan perlengkapan las. Dengan begitu mahasiswa akan mempunyai keterampilan dalam bidang las. Sehingga nanntinya setelah lulus mahasiswa 29 sudah mempunyai kereampilan untuk berwirausaha. Berikut adalah isi singkat dari materi modul praktek las dan tempa lanjut yang dikembangkan denganproses las busur metal manual. a. Menentukan Kuat Arus yang Digunakan Arus yang digunakan dalam pengelasan harusnya tepat, karena akan mempengaruhi hasil pengelasan. Dalam menentukan kuat arus harus memperhatikan bebrapa hal penting, diantaranya : 1) diameter elektroda 2) tebal bahan yang dilas 3) jenis elektroda yang digunakan 4) posisi pengelasan 5) polaritas (sifat) pengutuban b. Cara Menyalakan Busur Untuk menyalakan busur harus liat dulu jenis pesawat las yang digunakan. 1) Pesawat Las AC Dengan cara menggoreskan ujung elektroda pada permukaan benda kerja yang akan dilas. Seperti menyalakan batang korek, bila busur sudah jadi, pertahankan nyala tersebut untuk pengelasan. 2) Pesawat Las DC Dengan cara menyentuhkan ujung elektroda pada permukaan benda kerja secara tegak lurus. Bila sudah menyala angkat setinggi elektroda (diameter elektroda/lingkaran) Bila pengelasan belum selesai, sementara elektroda sudah habis, maka elektroda harus diganti dan busur dinyalakan lagi dengan cara jalur las harus dibersihkan dari terak las, nyala busur las +10mm dari jalur las tadi, setelah busur las terjadi cepat-cepatlah busur las di tarik kebelakang di tempat busur las terhenti, lanjutkan pengelasan sampai panjang yang di tentukan. c. Pengaruh Panjang Busur Panjang busur juga akan mempengaruhi hasil pengelasan: 30 1) Bila panjang busur tepat L=D, maka cairan elektroda akan mengalir dan mengendap dengan baik. Sehingga akan menghasilkan rigi-rigi las yang halus dan baik, serta percikan teraknya halus. 2) Bila busur terlalu panjang L>D, maka cairan elektroda akan mengalir dan menyebar. Sehingga akan menghasilkan rigi-rigi las yang kasar, tembusannya dangkal dan percikan teraknya kasar serta keluar dari jalur las. 3) Bila busur terlalu pendek L<D, busur yang terjadi sukar dipelihara sehingga sering terjadi pembekuan pada ujung elektroda yang mengakibatkan rigi-rigi las tidak rata, tembusan las tidak baik dan percikan teraknya kasar serta berbentuk bola. d. Gerakan dan Pengaruh Kecepatan Elektroda Pada Hasil Las 1) Gerakan Elektroda Pada waktu mengelas elektroda harus digerakkan agar memperoleh dampak yang diinginkan, gerakan elektroda itu diantaranya adalah: Gerakan arah turun sepanjang sumbu elektroda, gerakan ini dilakukan untuk mengatur jarak busur listrik agar tetap. Gerakan ayunan elektroda, gerakan ini fungsinya untuk mengatur lebar jalur las yang dikehendaki.Gerakan ayunan segitiga/zigzag, gerakan ini fungsinya untuk mendapatkan penembusan yang baik diantara dua celah plat. 2) Pengaruh Kecepatan Elektroda pada Hasil Las Kecepatan tangan menarik atau mendorong elektroda pada waktu mengelas harus stabil, sehingga akan memperoleh rigi-rigi las yang rata dan halus dengan penembusan yang baik jika elektroda digerakkan trlalu cepat, maka pemanasan bahan dasar kurang, sehigga akan diperoleh rigirigi las yang kecil dengan penembusan dangkal. Jika elektroda digerakkan terlalu lambat, maka akan diperoleh rigi-rigi las yang lebar dan kuat dengan penembusan yang dalam. Bahkan kadang-kadang menimbulkan kerusakan pada sisi las atau yang sering disebut under cut. 31 8. Job Sheet a. Pengertian Job Sheet Lembaran Kerja (job sheet) adalah lembar pekerjaan yang memiliki gambar kerja sebagai materi yang akan dipraktekkan dan dibarengi langkahlangkah kerja operasional serta dilengkapi lembar evaluasi hasil praktek siswa. Job sheet yang disebut pula lembaran kerja adalah suatu media pendidikan yang dicetak membantu instruktur dalam pengajaran keterampilan, terutama di dalam laboratorium (work shop), yang berisi pengarahan dan gambar-gambar tentang bagaimana cara untuk membuat atau menyelesaikan sesuatu job atau pekerjaan (Team MPT TTUC Bandung, 1985). Jadi, job sheet adalah pedoman tertulis yang dibuat oleh instruktur untuk jadipedoman siswa dalam melaksanakan praktik (praktik work) di workshop.Job sheet berisi petunjuk-petunjuk bagaimana mempersiapkan, melaksanakan, dan mengakhiri praktek. Petunjuk-petunjuk yang dimaksud antara lain: 1) Tujuan praktek yang akan dicapai, 2) Bahan dan alat yang diperlukan, 3) Langkah-langkah melaksanakan pekerjaan, 4) Langkah-langkah menjaga keselamatan kerja, 5) Waktu yang dialokasikan untuk menyesuaikan pekerjaan, dan 6) Bagaimana hasil kerja yang akan dinilai. b. Fungsi Job Sheet Job sheet berfungsi sebagai pedoman; pelaksanaan kegiatan pembelajaran praktek di laboratorium, dan lembaran kerja juga dilengkapi dengan lembar evaluasi hasil kerja siswa. Edy Supriadi dkk (1997) mengatakan fungsi Lembaran Kerja sebagai berikut: 32 1) Pedoman bagi guru untuk mengarahkan semua aktivitasnya dalam proses pembelajaran, 2) Pedoman bagi siswa dalam proses pembelajaran praktek, 3) Sebagai alat evaluasi pencapaian hasil latihan. 9. Pendidikan Teknologi dan Kejuruan a. Definisi Pendidikan Teknologi dan Kejuruan Rupert Evans (1978): Pendidikan Kejuruanadalah bagian dari sistem yang mempersiapkanseseorang agar lebih mampu bekerja pada satukelompok pekerjaan atau satu bidang pekerjaandaripada bidang-bidang pekerjaan lainnya. United States Congress (1976): Pendidikan Kejuruan adalah program pendidikan yang secara langsung dikaitkan dengan penyiapan seseorang untuk pekerjaan tertentu atau untuk persiapan tambahan karier seseorang. UUNo.20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 21: Pendidikan Kejuruan merupakan jenjang pendidikan menengah yang mempersiapkan peserta didik terutama untuk bekerja dalam bidang tertentu. Technical Education: diartikan sebagai program pendidikan yang bertujuan untuk mempersiapkan tenaga kerja pada level teknisi atau subprofesional, yang biasanya tingkatannya berada satu level di atas craftsman akan tetapi levelnya berada di bawah profesional. b. Fungsi Pendidikan Kejuruan 1) Menyiapkan individu menjadi manusia seutuhnya yang mampu meningkatkan kualitas hidup, mengembangkan dirinya, dan memiliki keahlian dan keberanian membuka peluang meningkatkan penghasilan. 2) Menyiapkan individu menjadi tenaga kerja produktif 3) Menyiapkan individu untuk hidup bermasyarkat 4) Menyiapkan individu menguasai IPTEK 33 c. Tujuan Pendidikan Kejuruan 1) Menyiapkan peserta didik agar menjadi manusia produktif, mampu bekerja mandiri, mengisi lowongan pekerjaan yang ada didunia usaha dana dunia industri, sebagai tenaga kerja tingkat menengah sesuai dengan kompetensi bidang keahliannya. 2) Menyiapkan peserta didik agar mampu memilih karir, ulet dan gigih dalamberkompetensi,beradaptasidilingkungankerjadanmengembangkan sikap professional dalam bidangnya. 3) Membekali peserta didik dengan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni agar mampu mengembangkan diri melalui jenjang pendidikan yang lebih tinggi. 4) Membekali peserta didik dengan kompetensi-kompetensi sesuai dengan program keahiannya yang dipilih. 10. Belajar dan Pembelajaran di Kejuruan a. Belajar di Kejuruan Dalam paradigma baru ini, kelas di pandang bukan lagi sebagai kerumunan individu dengan semangat individual, akan tetapi sebagai masyakarat belajar yang berekologi sosial. Dengan demikian, belajar berlangsung dalam konteks masyarakat belajar, kolaboratif, dan empatetik. Masyarakat belajar. Masyarakat belajar menolak fragmentasi dan kompetisi individual, dan menempatkan siswa belajar lebih kolaboratif. Kolaboratif. Dalam masyarakat belajar, intelegensi diasumsikan tersebar ke semua anggota. Kelaskolaboratif, sekolah, dan masyarakat mendorong semua siswa mengajukan pertanyaan, menemukan masalah, berbicara atau mengajukan pendapat pada saat yang tepat, partisi pasi dalam pengukuran dan dalam penyusunan tujuan, standar, dan benchmarks; melakukan perbicangan dengan orang dewasa tentang hal-hal yang berhubungan dengan tempat kerja didalam maupun diluar sekolah; dan engaged dalam kegiatan kewirausahaan. Empatetik. Menelusuri masyarakat belajar untuk strategi membangun 34 belajar semua anggota. Strategi ini secara khusus penting bagi sistuasi belajar dimana anggota memiliki pengetahuan dasar yang berbeda-beda. Penggunaan paradigma baru pembelajaran adalah bagian terpenting dari upaya menuju perubahan secara komprehensif. Perubahan secara komprehensif dapat berlangsung dengan inovasi pembelajaran teknologi dan kejuruan dilakukan menggunakan sejumlah indikator belajar berparadigma baru. Indikator-indikator inovasi pembelajaran dengan paradigma baru meliputi berbagai hal substantif mengenai hakikat belajar, yakni (1) perubahan visi belajar menuju, (2) karakteristik tugas belajar, (3) model dan strategi pembelajaran, (4) pengukuran hasil belajar, (5) konteks belajar, (6) pola pengelompokan, (7) peran guru, dan (8) peran siswa. b. Pembelajaran Kejuruan Pembelajaran adalah proses yang diselenggarakan oleh guru untuk membelajarkan peserta didik dalam belajar, bagaimana belajar memperoleh dan memproses pengetahuan, keterampilan dan sikap (Dimyati Mudjiono, 2006: 157). Pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar (UU No. 20/2003, Bab I Pasal Ayat 20). Pembelajaran merupakan bantuan yang diberikan pendidik agar dapat terjadi proses pemerolehan ilmu dan pengetahuan, penguasaan kemahiran dan tabiat, serta pembentukan sikap dan kepercayaan pada peserta didik. Berdasarkan pengertian-pengertian diatas, pembelajaran merupakan usaha sadar dari guru untuk membuat siswa belajar, yaitu terjadinya perubahan tingkahlaku pada diri siswa yang belajar, dimana perubahan itu dengan didapatkannya kemampuan baru yang berlaku dalam waktu yang relatif lama dan karena adanya usaha. Pembelajaran yang berlangsung dalam lingkup pendidikan kejuruan harus memungkinkan peserta didik menangani tugas-tugas yang khas untuk bidang kejuruannya, begitu pula menanggulangi persoalan-persoalan dalam kenyataan bidang profesinya, karena itu pembelajaran dikejuruan sebagian 35 besar berupa pembelajaran praktek. Suasana belajar yang diciptakan guru harus melibatkan peserta didik untuk melakukan hal tersebut dengan lancar dan termotivasi. Untuk itu seorang guru harus bisa menentukan strategi, pendekatan, model, dan teknik pembelajaran sebelum melakukan proses pembelajaran agar dapat mencapai tujuan pembelajaran. B. Hasil Penelitian yang Relevan Penelitian yang dilakukan oleh Sigit Aji Wibowo pada tahun 2012 yang berjudul “Pengembangan Modul Mata Pelajaran Mengelas dengan Proses Las Gas Tungsten di SMK N 1 Purworejo” mengalami peningkatan prestasi belajar.Hasil pretest pada uji coba pemakaian dari 29 siswa diperoleh nilai tertinggi 65 dan terendah 15. Rata-rata nilai hasil pretest adalah 45,5 dan semua siswa belum ada yang lulus. Sedangkan hasil posttest dari uji coba pemakaian didapat nilai tertinggi sebesar 100 dan nilai terendah sebesar 60. Rata-rata nilai yang didapat pada hasil posttest adalah 80,86. Jumlah siswa yang lulus pada posttest adalah 26 atau 86,21% siswa dan yang belum lulus adalah 4 atau 13,79% siswa. Berdasarkan perbandingan rata-rata nilai dari hasil pretest ke posttest uji coba pemakaian maka dapat disimpulkan bahwa terdapat peningkatan prestasi belajar siswa yang signifikan antara sebelum dan sesudah diberikan perlakuan dengan modul. Penelitian yang dilakukan Arif Samsudin pada tahun 2012 tentang “ Pengembangan Modul Mata Pelajaran Mengelas Dengan Proses Las Oxy Acetylen (Las Karbit) di SMK Muhammadiyah Yogyakarta” mempunyai kualitas sangat baik. Hal ini ditunjukkan oleh penilaian ahli materi mencakup aspek kualitas materi memperoleh persentase sebesar 83,75% dengan kriteria "sangat baik". Hasil validasi ahli media mencakup aspek kualitas tampilan memperoleh persentase sebesar 81,25% dengan kriteria "sangat baik". Evaluasi guru pengampu mencakup aspek kemudahan penggunaan modul dan aspek kemanfaaatan penggunaan modul memperoleh persentase sebesar 88,33% dengan kriteria "sangat baik". Uji coba kelompok kecil mencakup aspek kemudahan modul dan aspek kemenarikan modul memperoleh persentase sebesar 80,25 % 36 dengan kriteria "baik". Uji coba lapangan mencakup aspek kualitas siswa belajar dengan rata-rata nilai postest sebesar 87,8 dengan kriteria "sangat baik". Penelitian yang dilakukan oleh Khusni Syauqi pada tahun 2012 dalam artikel tentang “ Pengembangan Media Pembelajaran Modul Interaktif Las Busur Manual di SMK Negeri 1 Sedayu” diperoleh data kelayakan media dalam tahap validasi dinilai oleh ahli media dan guru SMK. Data penilaian pada uji coba kelompok kecil ditinjau dari kelayakan aspek komunikasi diperoleh skor 4,38 dengan kategori “Sangat Baik” dan kelayakan aspek desain teknis sebesar 4,19 dengan kategori “Baik”. Data penilaian pada uji coba kelompok besar ditinjau dari kelayakan aspek komunikasi diperoleh skor 4,27 dengan kategori “Sangat Baik” dan kelayakan aspek desain teknis sebesar 4,2 dengan kategori “Baik”. Dalam jurnal internasional penelitian yang dilakukan oleh Norlidah Alias bersama Saedah Siraj pada tahun 2013 dengan judul “Desain dan Pengembangan Modul Fisika Berdasarkan Gaya Belajar dan Teknologi Tepat Guna dengan Menggunakan Model Desain Instruksional Isman”. Temuan dari penelitian ini menunjukkan bahwa Isman Instructional Design Model yang memperhatikan instruksi dari perspektif pelajar dari dari perspektif konten cocok dalam merancang dan mengembangkan modul Fisika berdasarkan gaya belajar dan teknologi yang tepat dalam pengaturan pendidikan menengah di Malaysia. Dalam jurnal internasional penelitian yang dilakukan oleh Mareike Burmeister dan Ingo Eilks pada tahun 2013 dengan judul “Menggunakan Penelitian Tindakan Partisipatif untuk Mengembangkan Modul Kursus tentang Pendidikan untuk Pembangunan Berkelanjutan di Pre-Service Pendidikan Guru Kimia". Pengalaman yang diperoleh selama aplikasi tiga tahun yang akan tercermin di sini, termasuk umpan balik yang dikumpulkan dari lembar evaluasi siswa. Pada akhirnya, para peserta merespon sangat positif untuk kursus. Para guru siswa menyatakan bahwa modul menarik, relevan dan berharga bagi profesi kemudian mereka sebagai guru kimia SMA. 37 C. Kerangka Berpikir Modul Praktik Las dan TempaLanjut merupakan salah satu bentuk bahan ajar yang dirancang secara utuh dan sistematis, didalamnya memuat seperangkat pengalaman belajar tentang proses pengelasandengan standar kompetensi mengelas, contoh-contoh hasil las dan tempa lanjut. Modul ini dirancang untuk membantu proses pembelajaran yang di dalamnya memuat teori-teori tentang las dan tempa terutama padalas asitilen dan las listrik. Materi las dan tempa lanjut diantaranya peralatan las, keselamatan kerja, teknik-teknik las, contoh hasil las dan tempa lanjut, pemeriksaan hasil las dan lain-lain.Untuk mewujudkan proses pembelajaran yang optimal dan efektif maka diperlukan adanya sumber belajar berupa modul las dan tempalanjut pada standar kompetensi mengelas. Dengan menggunakan modul yang dikembangkan ini, maka mahasiswa dapat belajar secara aktif dan mandiri, dapat mengukur atau mengevaluasi hasil belajarnya sendiri. Diharapkan dengan pengembangan modul las dan tempa lanjut ini mahasiswa lebih mudah melaksanakan praktik las dan tempa lanjut sehingga motivasi belajar mahasiswa meningkat dan juga hasil belajarnya. D. Pertanyaan Penelitian Berdasarkan uraian yang telah ditulis oleh penelitian ini dapat dirumuskan pertanyaan penelitiannya sebagai berikut: 1. Apakah dengan adanya modul pembelajaran praktik las dan tempa lanjut dapat mendukung mahasiswa dalam belajar las dan tempa? 2. Apakah dengan adanya modul pembelajaran proses pembelajaran pada mata kuliah praktik las dan tempa lanjut menjadi lebih efektif?