5 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kajian Teori 1. Belajar dan

advertisement
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Kajian Teori
1. Belajar dan Pembelajaran
Istilah belajar dan pembelajaran merupakan suatu istilah yang
memiliki keterkaitan yang sangat erat dan tidak dapat dipisahkan satu sama
lain dalam proses pendidikan. Pembelajaran sesungguhnya merupakan
kegiatan yang dilakukan untuk menciptakan suasana atau memberikan
pelayanan agar siswa belajar. Oleh karena itu, harus dipahami bagaimana
siswa memperoleh pengetahuan dari kegiatan belajarnya. Seorang guru akan
dapat menentukan strategi pembelajaran yang tepat bagi siswanya, jika ia dapat
memahami proses pemerolehan pengetahuan.
Perbedaan
antara
belajar
dan
pembelajaran
terletak
pada
penekanannya. Pembahasan masalah belajar lebih menekankan pada bahasan
tentang siswa dan proses yang menyertai dalam rangka perubahan tingkah
lakunya. Adapun pembahasan mengenai pembelajaran lebih menekankan pada
guru dalam upaya untuk membuat siswa dapat belajar.
a. Konsep Dasar Belajar
Belajar menurut Sugihartono (2007:76)merupakan suatu proses
perubahan
tingkah
laku
sebagai
hasil
interaksi
individu
dengan
lingkungannya dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Menurut Arif
S.Sadiman (2006:2) belajar adalah suatu proses yang komplek yang terjadi
pada semua orang dan berlangsung seumur hidup, sejak dia masih bayi
hingga ke liang lahat nanti. Wina Sanjaya (2008:112) mendefinisikan
belajar sebagai proses perubahan perilaku sebagai akibat dari pengalaman
dan latihan. Oemar Hamalik (2003:27) mendefinisikan
belajar sebagai
modifikasi atau memperteguh kelakuan melalui pengalaman (lerarning is
defined as the modification or strengrhening of behavior through
experiencing).Menurut berbagai definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa
5
6
belajar merupakan suatu proses memperoleh pengetahuan dan pengalaman
dalam wujud perubahan tingkah laku dan kemampuan bereaksi yang relatif
permanen atau menetap karena adanya interaksi individu dengan
lingkungannya.
Tidak semua tingkah laku dikategorikan sebagai aktivitas belajar.
Adapun tingkah laku yang dikategorikan sebagai perilaku belajar memiliki
ciri-ciri sebagai berikut:
1) Perubahan tingkah laku secara sadar
2) Perubahan sifat kontinu dan fungsional
3) Perubahan sifat positif dan aktif
4) Perubahan sifat permanen
5) Perubahan dalam belajar bertujuan dan terarah
6) Perubahan mencakup seluruh aspek tingkah laku
Terdapat 2 faktor yang mempengaruhi dalam belajar yaitu faktor
internal dan faktor eksternal. Faktor internal adalah faktor yang ada dalam
individu yang sedang belajar, sedangkan faktor eksternal adalah faktor yang
ada di luar individu. Faktor internal meliputi faktor jasmaniah dan faktor
psikologis. Faktor jasmaniah meliputi faktor kesehatan dan cacat tubuh,
sedangkan faktor psikologis meliputi intelegensi, perhatian, minat, bakat,
motif, kematangan dan kelelahan. Faktor eksternal yang berpengaruh dalam
belajar meliputi faktor keluarga, faktor sekolah dan faktor masyarakat.
Faktor keluarga dapat meliputi orang tua mendidik, relasi antar anggota
keluarga, suasana rumah, keadaan ekonomi keluarga, pengertian orang tua
dan latar belakang kebudayaan. Faktor keluarga yang mempengaruhi belajar
antara lain metode mengajar, kurikulum, relasi guru dengan siswa, relasi
antar siswa, disiplin sekolah, pelajaran dan waktu sekolah, standar pelajaran,
keadaan gedung , metode belajar dan tugas rumah. Faktor masyarakat dapat
berupa kegiatan siswa dalam masyarakat, teman bergaul, bentuk kehidupan
dalam masyarakat dan media masa.
7
b. Konsep Dasar Pembelajaran
Pembelajaran menurut
Sugihartono (2007:80) merupakan suatu
upaya yang dilakukan dengan sengaja oleh pendidik untuk menyampaikan
ilmu pengetahuan, mengorganisasi dan menciptakan sistem lingkungan
dengan berbagai metode sehingga siswa dapat melakukan kegiatan belajar
secara efektif dan efisien serta dengan hasil yang optimal.
Pembelajaran menurut Toto Ruhimat (2011:128) adalah suatu
upaya yang dilakukan oleh seseorang guru atau pendidik untuk
membelajarkan siswa yang belajar.
Gulo
(dalam
Sugihartono
dkk,
2007:80)
mendefinisikan
pembelajaran sebagai usaha untuk menciptakan sistem lingkungan yang
mengoptimalkan kegiatan belajar. Lingkungan dalam hal ini tidak hanya
meliputi ruang belajar, tetapi juga meliputi guru, alat peraga, perpustakaan,
laboratorium dan sebagainya yang relevan dengan kegiatan belajar siswa.
Dari berbagai pengertian di atas dapat diartikan bahwa pembelajaran
merupakan suatu upaya yang dilakukan oleh guru untuk menyampaikan
ilmu pengetahuan kepada peserta didik secara efektif dan efisien agar
diperoleh hasil yang optimal.
Peran guru dalam aktivitas pembelajaran sangat kompleks. Guru
tidak sekedar menyampaikan ilmu pengetahuan kepada anak didiknya, akan
tetapi guru juga dituntut untuk memainkan berbagai peran yang bertujuan
untuk mengembangkan potensi anak didiknya secara optimal. Djamarah
(dalam Sugihartono, 2007:85) merumuskan peran guru dalam pembelajaran
sebagai berikut; (1) sebagai korektor, (2) inspirator, (3) informator, (4)
organisator, (5) motivator, (6) inisiator, (7) fasilitator, (8) pembimbing, (9)
demonstrator, (10) pengelola kelas, (11) mediator, (12) supervisor, dan (13)
evaluator.
2. Pengembangan Sumber dan Bahan Ajar
Agar menghasilkan lulusan yang mempunyai kemampuan utuh
diperlukan pengembangan pembelajaran untuk kompetensi secara sistematis
8
dan terpadu, agar mahasiswa dapat menguasai setiap kompetensi secara tuntas
(mastery learning).
a. Sumber Belajar
Sumber belajar menurut Abdul Majid (2011:170) diartikan sebagai
segala tempat atau lingkungan sekitar, benda dan orang yang mengandung
informasi dapat digunakan sebagai wahana bagi peserta didik untuk
melakukan proses perubahan tingkah laku. Wina Sanjaya (2008:174)
mendefinisikan sumber belajar sebagai segala sesuatu yang dapat
dimanfaatkan oleh siswa untuk mempelajari bahan dan pengalaman belajar
sesuai dengan tujuan yang hendak dicapai.
Bentuk media tidak terbatas apakah dalam bentuk cetakan, video,
format perangkat lunak atau kombinasi dari berbagai format yang dapat
digunakan oleh siswa ataupun guru. Sumber belajar juga diartikan sebagai
segala tempat atau lingkungan sekitar, benda dan orang yang mengandung
informasi dapat digunakan sebagai wahana bagi peserta didik untuk
melakukan proses perubahan tingkah laku.
Sumber belajar akan menjadi bermakna bagi peserta didik maupun
guru apabila sumber belajar diorganisir melalui satu rancangan yang
memungkinkan seseorang dapat memanfaatkannya sebagai sumber belajar.
Jika tidak maka tempat atau lingkungan alam sekitar, benda, alam atau buku
hanya sekedar tempat, benda, orang atau buku yang tidak berarti tidak apaapa.
Sumber belajar harus dipergunakan secara efektif sehingga
melakukan kontak pada pelajar secara tepat. Personalia yang terlibat di
dalamnya harus melakukan fungsinya, untuk memperoleh kegiatan seperti
itu. Fungsi tidak sama dengan pekerjaan (job), tetapi lebih cenderung
mengandung arti pengelompokkan tugas-tugas atau kegiatan. Beberapa
pekerjaan mungkin terdiri dari tugas-tugas, dan tugas-tugas ini berada dalam
lingkungan fungsi.
9
b. Bahan Ajar
Bahan ajar menurut Abdul Majid (2011:174) adalah seperangkat
materi yang disusun secara sistematis sehingga tercipta lingkungan yang
memungkinkan siswa belajar dengan baik. Menurut Wina Sanjaya
(2008:175) bahan ajar adalah segala sesuatu yang mengandung pesan yang
akan disampaikan kepada siswa. Bahan yang dimaksud bisa berupa bahan
tertulis maupun bahan tidak tertulis. Bahan ajar menurut Nana Sudjana dan
Ahmad Rivai (2002:1) adalah seperangkat materi keilmuan yang terdiri atas
fakta, konsep, prinsip, generalisasi suatu ilmu pengetahuan yang bersumber
dari kurikulum dan dapat menunjang tercapainyatujuan pembelajaran.
Adanya
bahan ajar memungkinkan siswa dapat mempelajari suatu
kompetensi atau kompetensi dasar secara runtut dan sistematis sehingga
secara akumulatif mampu menguasai semua kompetensi secara utuh dan
terpadu.
Pengelompokan bahan ajar menurut faculté de Psychologie et des
Sciences de l’Education Université de Genéve dalam website-nya adalah
media tulis, audio visual, elektronik dan interaktif terintegrasi yang
kemudian disebut sebagai medienverbund (bahasa jerman yang berarti
media terintegrasi) atau mediamix.
Sebuah bahan ajar paling tidak mencakup antara lain:
1) Petunjuk belajar (petunjuk siswa/guru)
2) Kompetensi yang akan dicapai
3) Informasi pendukung
4) Latihan-latihan
5) Petunjuk kerja, dapat berupa lebar kerja (LK)
6) Evaluasi
Menurut beberapa pengertian di atas dapat diartikan bahwa bahan
ajar adalah seperangkat materi pembelajaran yang disusun secara sistematis
dan menarik
sehingga membantu guru menciptakan suasana yang
memungkinkan siswa untuk belajar. Bentuk bahan ajar paling tidak dapat
dikelompokkan menjadi empat yaitu:
10
a) Bahan Ajar Cetak (Printed)
Bahan ajar cetak dapat ditampilkan dalam berbagai bentuk misalnya
handout, buku, modul, lembar kegiatan siswa, brosur, leaflet, wallchart,
foto/gambar, model/maket.Salah satu bahan ajar cetak yang disebutkan
tadi adalah modul.Modul merupakan sebuah buku yang ditulis dengan
tujuan agar peserta didik dapat belajar secara mandiri tanpa atau dengan
bimbingan guru, sehingga modul berisi paling tidak tentang segala
komponen dasar bahan ajar yang telah disebutkan sebelumnya. Sebuah
modul akan bermakna kalau peserta didik dapat dengan mudah
menggunakannya. Pembelajaran dengan modul memungkinkan seorang
peserta didik yang memiliki kecepatan yang tinggi dalam belajar akan
lebih cepat menyelesaikan satu atau lebih kompetensi dasar dibanding
dengan peserta didik lainnya. Melihat hal tersebut, maka modul harus
menggambarkan kompetensi dasar yang akan dicapai oleh peserta didik,
disajikan dengan menggunakan bahasa yang baik, menarik, dan
dilengkapi dengan ilustrasi.
Jika bahan ajar cetak tersusun secara baik maka bahan ajar akan
mendatangkan beberapa keuntungan seperti yang dikemukakan oleh
Steffen Peter Ballsteadt (dalam Abdul Majid, 2011:175 ) yaitu:
(1) Bahan
tertulis
biasanya
menampilkan
daftar
isi,
sehingga
memudahkan guru untuk menunjukkan kepada peserta didik bagian
mana yang sedang dipelajari.
(2) Biaya untuk penggandaannya relative sedikit.
(3) Bahan tertulis cepat digunakan dan dapat dengan mudah dipindahpindah.
(4) Menawarkan kemudahan secara luas dan kreativitas bagi individu.
(5) Bahan tertulis relatif ringan dan dapat dibaca dimana saja.
(6) Bahan ajar yang baik akan dapat memotivasi pembaca untuk
melakukan aktivitas, seperti menandai, mencatat, membuat sketsa.
(7) Bahan tertulis dapat dinikmati sebagai sebuah dokumen yang bernilai
besar.
11
(8) Pembaca dapat mengatur tempo secara mandiri.
b)
Bahan Ajar Dengar (Audio)
Bahan ajar dengar (audio) bisa berupa kaset/piringan hitam maupun
radio.Media kaset dapat menyimpan suara yang dapat secara berulangulang diperdengarkan kepada peserta didik yang menggunakannnya
sebagai bahan ajar.Sedangkan radio adalah media dengar yang dapat
dimanfaatkan sebagai bahan ajar, dengan radio peserta didik bisa belajar
sesuatu.Program radio dapat dirancang sebagai bahan ajar, misalnya pada
jam-jam tertentu guru merencanakan sebuah program pembelajaran
melalui
radio.Misalnya
mendengarkan
siaran
langsung
suatu
kejadian/fakta yang sedang berlangsung.
c) Bahan Ajar Pandang Dengar (Audio Visual)
Video/film merupakan salah satu bahan ajar pandang dengar (audio
visual).Umumnya program video telah dibuat dalam rancangan lengkap,
sehingga setiap akhir dari penayangan radio siswa dapat menguasai satu
atau lebih kompetensi dasar. Baik tidaknya video tergantung dari desain
awalnya mulai dari analisis kurikulum, penentuan media, skema yang
menunjukkan sekuensi (dikenal dengan sekenario) dari sebuah program
video, skrip, pengambilan gambar dan proses editingnya.
Selain video/film, orang atau nara sumber juga bisa disebut sebagai
bahan ajar pandang dengar. Seseorang dapat belajar dengan nara sumber,
misalnya orang tersebut (nara sumber) memiliki suatu bakat atau
keterampilan tertentu sehingga orang lain belajar kepadanya. Melalui
bakat dan keterampilan, seseorang dapat dijadikan sebagai sunber belajar.
d) Bahan Ajar Interaktif (interactive teaching material)
Bahan ajar interaktif menurut Guidelines forBibliographic Description of
Interactive Multimedia, p. 1 dijelaskan sebagai berikut:
12
Multimedia interaktif adalah kombinasi dari dua atau lebih media (audio,
teks, grafik, gambar, animasi dan video) yang oleh penggunannya
dimanipulasi untuk mengendalikan perintah dan atau perilaku alami dari
suatu presentasi. Biasanya bahan ajar multimedia dirancang secara
lengkap mulai dari petunjuk penggunaannya sampai penilaiannya.
3. Efektivitas Pembelajaran
a. Pengetian Efektivitas
Efektivitas dalam pengertian secara umum adalah: “kemampuan
berdaya
guna
dalam
melaksanakan
sesuatu
pekerjaan
sehingga
menghasilkan hasil guna (efisien) yang maksimal”. Memaknai efektivitas
setiap orang memberi arti yang berbeda sesuai sudut pandang dan
kepentingan masing-masing dalam kamus bahasa indonesia Mulyasa (dalam
Mirawaty: 2010:6) dikemukakan bahwa; “efektif berarti dan efeknya
(akibatnya,
pengaruhya dan kesannya) manjur atau mujarab, dapat
membawa hasil”, jadi efektivitas adalah adanya keseuaian antara orang yang
melakukan tugas, dengan sasaran yang dituju.
Sedangkan Menurut Desy Anwar efek adalah “akibat pengaruh
kesan yang timbul pada pikiran, penonton, pendengar, pembaca, dan
sebagainya (sesudah mendengar atau melihat sesuatu); Sedangkan efektif
(akibatnya, pengaruhnya, kesannya) Manjur atau mujarab, (tentang
efektivitas adalah ukuran berhasil tidaknya pencapaian tujuan suatu program
obat) dapat membawa hasil, berhasil guna (tentang usaha, tindakan) halini
berlakunya (tentang undang-undang, peraturan)”. (dalam: Wiwi Irjanty
Kentjil: 2010: 8). Dari beberapa pendapat diatas maka dapat diartikan
bahwa efektivitas adalah serangkaian tugas-tugas yang dilakukan orangorang untuk mencapai sasaran dan tujuan yang telah dietapkan sebelumnya
dalam suatu organisasi.
b. Ciri-Ciri Efekivitas Pembelajaran
Menurut Harry Firman (dalam skripsi Wiwi Irjanty Kentjil: 2010:9)
13
keefektifan program pembelajaran ditandai dengan ciri-ciri sebagai berikut:
1) Berhasil menghantarkan siswa mencapai tujuan-tujuan instruksional yang
telah di tetapkan
2) Memberikan pengalaman belajar yang atraktif, melibatkan siswa secara
aktif sehingga menunjang pencapaian tujuan instruksional
3) Memiliki sarana-sarana yang menunjang proses belajar mengajar
Dari
penjelasan
di
atas
dapat
diartikan
bahwa
program
pembelajaran yang baik adalah bagimana guru berhasil menghantarkan
anak
didiknya
untuk
mendapatkan
pengetahuan
dan
memberikan
pengalaman belajar yang antraktif. Berdasarkan ciri pembelajaran efektif
seperti yang digambarkan diatas, keefektifan program pembelajaran tidak
hanya ditinjau dari tingkat prestasi belajar. Melainkan harus pula ditinjau
dari segi proses dan sarana penunjang. Aspek hasil meliputi tinjauan
terhadap hasil belajar siswa setelah mengikuti program pembelajaran yang
mencakup kemampuan kognitif, afektif, dan fsikomotorik. Aspek proses
meliputi pengamatan terhadap keterampilan siswa, motivasi, respon,
kerjasama, partisipasi aktif, tingkat kesulitan pada penggunaan media,
waktu serta teknik pemecahan masalah yang ditempuh siswa saat kegiatan
belajar mengajar berlangsung aspek sarana penunjang meliputi tinjauantinjauan terhadap fasilitas fisik dan bahan serta sumber yang diperlukan
siswa dalam proses belajar mengajar seperti ruang kelas, laboratorium,
media pembelajaran dan buku-buku teks.
c. Kriteria Efetifitas Pembelajaran
Efektifitas metode pembelajaran merupakan suatu ukuran yang
berhubungan dengan tingkat keberhasilan dari suatu proses pembelajaran.
Kriteria keefektifan dalam penelitian ini mengacu pada:
1) Ketentuan belajar pembelajaran dapat dikatakan tuntas apabila sekurangkurangnya 75% dari jumlah 0% siswa telah memperoleh nilai: 60
peningkatan hasil belajar
2) Model pembelajaran dikatakan efektif meningkatkan hasil belajar siswa
14
menunjukan perbedaan yang signifikan antara pemahaman setelah
pembelajaran.
3) Model pembelajaran dikatakan efektif jika dapat meningkatkan minat dan
motivasi apabila setelah pembelajaran siswa menjadi lebih termotivasi
untuk belajar lebih giat dan memperoleh hasil belajar yang lebih baik
serta siswa belajar dalam keadaan yang menyenangkan.
Metode pembelajaran dapat dikatakan berhasil atau tidaknya dilihat
dari bagaimana keefektifan pembelajaran yang dapat memotivasi siswa agar
menjadi lebih giat agar memperoleh hasil belajar yang memuaskan.
4. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Efektivitas Pembelajaran
Menurut Winarno Surahmad (dalamm Abdul Rahmat: 91) mengatakan
kurikulum adalah suatu program pendidikan yang direncanakan dan
dilaksanakan untuk mencapai tujuan tertentu. Jadi kurikulum merupakan
pedoman dalam kegiatan belajar mengajar.
a. Strategi dan Metode Pembelajaran
Menurut Wina Sanjaya (2008: 61) Strategi adalah: “rancangan
serangkaian kegiatan untuk mencapai tujuan terntentu”; sedangkan metode
adalah “cara yang digunakan untuk mengimplementasikan strategi”.
Joyce dan Weil (dalam Abdul Rahmat: 129) berpendapat bahwa
model pembelajaran adalah: “suatu rencana atau pola yang dapat digunakan
untuk membentuk kurikulum (rencana pembelajaran jangka panjang),
merancang bahan-bahan pembelajaran dan membimbing pembelajaran
dikelas atau yanglain”. Model pembelajaran dapat dijadikan pola pilihan,
artinya para guru boleh memilih model pembelajaran yang sesuai dan
efisien untuk merancang tujuan pendidikannya.
Menurut Djamarah (2006: 46) metode adalah “suatu cara yang
dipergunakan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan”. Dalam
kegiatan belajar mengajar, metode diperlukan oleh guru dan penggunaannya
bervariasi sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai setelah pengajaran
berakhir. Tetapi juga penggunaan metode yang bervariasi tidak akan
15
mengguntungkan kegiatan belajar mengajar bila penggunaanya tidak tepat
dan sesuai dengan situasi yang mendukungnya dan dengan kondisi
psikologis anak didik.
b. Materi Pembelajaran
Materi pembelajaran pada hakikatnya merupakan bagian yang
tidak terpisahkan dari silabus, yakni perencanaan, prediksi, dan proyeksi
tentang apa yang akan dilakukan pada saat kegiatan pembelajaran. Hal-hal
yang perlu diperhatikan berkenaan dengan pemilihan materi pembelajaran
adalah jenis pembelajaran, cakupan urutan dan perlakuan terhadap
pembelajaran tersebut.
Menurut Wina Sanjaya (2008: 141) bahan atau materi pelajaran
(learning materialis) adalah” segala sesuatu yang menjadi isi kurikulum
yang harus dikuasai oleh siswa sesuai kompetensi dasar dalam rangka
pencapaian standar kompetensi setiap mata pelajaran dalam satuan
pendidikan”. Sedangkan materi pembelajaran merupakan bagian terpenting
dalam proses pembelajaran, bahkan dalam pengajaran yang berpusat pada
materi pelajaran (subject-cented teacing); Wina Sanjaya (2008: 141), materi
pembelajaran merupakan inti dari kegiatan.
c. Media Pembelajaran
Media pembelajaran yang dalam efektifitas, pembelajaran harus
memenuhi bebeberapa syarat. Media pembelajaran harus meningkatkan
motivasi pembelajar selain itu juga harus merangsang pembelajaran
mengingat apa yang sudah dipelajari selain memberikan rangsangan baru,
mediayang baik juga akan mengaktifkan pembelajar dalam memberikan
tanggapan, umpan balik dan juga mendorong siswa melakukan praktekpraktek yang benar selama proses belajar mengajar berlangsung.
Rossidan Breidle mengemukakan bahwa media pembelajaran
adalah: “Seluruh alat dan bahan yang dapat dipakai tujuan pendidikan,
seperti radio, televisi, buku, koran, majalah, dan sebagainya. Menurut Rossi,
16
alat-alat semacam radio dan televisi kalau digunakan dan diprogramkan
untuk pendidikan, maka merupakan media pembelajaran”. (dalamWina
Sanjaya: 204).
Menurut Gerlach (dalam:Wina Sanjaya: 204) secara umum media
itu meliputi; “orang, bahan, peralatan atau kegiatan yang menciptakan
kondisi yang memungkinkan siswa memperoleh pengetahuan, keterampilan,
dan sikap”.
Pada pengertian ini media bukan hanya alat perantara seperti tv,
radio, slide, bahan cetakan, akan tetapi meliputi orang atau manusia sebagai
sumber belajar atau juga berupa kegiatan semacam diskusi, seminar,
karyawisata, simulasi dan lain sebagainya yang dikondisikan untuk
menambah pengetahuan dan wawasan, mengubah sikap atau untuk
menambah keterampilan.
d. Evaluasi Pembelajaran
Guba dan Lincoln mendefinisikan evaluasi itu merupakan; “suatu
proses memberikan pertimbangan mengenai nilai dari arti sesuatu yang
dipertimbangkan (evalution)”. “Sesuatu yang dipertimbangkan itu bisa
berupa orang, benda, kegiatan, keadaan, atau sesuatu kesatuan tertentu”.
Sedangkan Rostiyah (dalam Djamarah: 50) mengatakan bahwa evaluasi
adalah: “kegiatan mengumpulkan data seluas-luasnya, sedalam-dalamnya,
yang bersangkutan dengan kapabilitas siswa guna mengetahui sebab akibat
dan hasil belajar siswa yang dapat mendorong dan mengembangkan
kemampuan belajar”.
e. Gaya Mengajar Guru
Menurut Djamarah (dalam Wiwi Irsanty Ketjil: 2010: 15) guru
adalah “salah satu unsur manusia dalam proses pendidikan”. Pada proses
pendidikan di sekolah, guru memegang tugas ganda yaitu sebagai pengajar
atau pendidik. “sebagai pengajar guru bertugas menuangkan sejumlah bahan
pelajaran ke dalam otak anak didik, sedankan sebagai pendidik guru
17
bertugas membimbing dengan membina anak didik agar menjadi manusia
susila yang cakap, aktif, kreatif, dan mandiri.
Menurut Abdul Rahmat (2011: 67) peran Guru: Guru mempunyai
fungsi dan peran yang jauh berbeda dari fungsi dan peran seorang guru
sebagaimana yang dipahami orang saat ini; Guru bukanlah pengajar yang
menuangkan ilmu pengetahauan, ajaran-ajaran, perintah atau pengarahan
kepada peserta, melainkan fungsi utama peran guru adalah menfasilitasi
berlangsungnya
proses
belajar
yang
memungkinkan
siswa
dapat
mengembangkan dirinya, pengetahunnya, pemahamannya, perilakunya serta
keterampilan-keterampilan yang dikuasainya.
Proses belajar itu terjadi secara internal dan bersifat pribadi dalam
diri siswa, agar proses belajar mengarah pada tercapainya tujuan dan
kurikulum maka guru harus merencanakan dengan sistematis berbagai
pengalaman belajar yang memungkin kan perubahan tingkah laku siswa
sesuai dengan apa yang diharapkan, aktivitas guru untuk menciptakan
kondisi yang memungkinkan proses belajar siswa berlangsung optimal
disebut kegiatan kegiatan pembelajaran. Guru bertugas membantu orang
belajar dengan cara memanipulasi lingkungan sehingga siswa dapat belajar
dengan mudah, artinya guru harus mengadakan pemilihan terhadap berbagai
strategi pembelajaran yang ada dan paling memungkinkan agar proses
belajar siswa berlangsung optimal.
5. Media Pendidikan
Secara umum media merupakan kata jamak dari “medium”, yang
berarti perantara pengantar. Kata media berlaku untuk berbagai kegiatan atau
usaha, seperti media dalam penyampaian pesan, media pengantar magnet atau
panas dalam bidang teknik. Istilah media digunakan juga dalam bidang
pengajaran atau pendidikan sehingga istilahnya menjadi media pendidikan atau
media pembelajaran.
Ada beberapa konsep atau definisi media pendidikan atau media
pembelajaran. Menurut Arief S. Sadiman (2006:7) media adalah segala sesuatu
18
yang dapat digunakan untuk menyalurkan pesan dari pengirim ke penerima
sehingga dapat merangsang pikiran, perasaan, perhatian dan minat serta
perhatian siswa sedemikian rupa sehingga proses belajar terjadi. Menurut Dwi
Siswoyo (2008:137) media pembelajaran adalah segala sesuatu yang secara
langsung mebantu terwujudnya pencapaian tujuan pendidikan.
Gerlach dan Ely (dalam Wina Sanjaya 2008:163) menyatakan: “A
medium, conceived is any person, material or event that establish condition
which enable the leaner to ecquire knowledge, skill and attitude.” Menurut
Gerlach secara umum media ini meliputi orang, bahan, peralatan, atau kegiatan
yang
menciptakan
kondisi
yang
memungkinkan
siswa
memperoleh
pengetahuan, keterampilan dan sikap. Jadi, dalam pengertian ini media bukan
hanya alat perantara seperti radio, TV, slide, bahan cetakan tetapi meliputi
orang atau manusia sebagai sumber belajar atau juga berupa kegiatan semacam
diskusi, seminar, karya wisata, simulasi dan lain sebagainya yang dikondisikan
untuk menambah pengetahuan dan wawasan, mengubah sikap siswa, atau
untuk menambah keterampilan.
Media
pembelajaran
dapat
diklasifikasikan
menjadi
beberapa
klasifikasi tergantung dari sudut mana melihatnya.
a. Dilahat dari sifatnya, media dapat dibagi ke dalam:
1) Media auditif, yaitu media yang hanya dapat didengar saja, atau hanya
memiliki unsur suara seperti radio dan rekaman suara.
2) Media visual, yaitu media yang hanya dapat dilihat saja dan
tidak
mengandung suara. Yang termasuk ke dalam media ini adalah film slide,
foto, transparansi, lukisan, gambar dan lain-lain.
3) Media audiovisual, yaitu jenis media yang selain mengandung unsur
suara juga mengandung unsur gambar yang bisa dilihat, misalnya
rekaman video, berbagai ukuran film, slide, suara dan lain sebagainya.
b. Dilihat dari kemampuan jangkauannya, media dapat pula dapat dibagi ke
dalam:
1) Media yang memiliki daya liput yang luas dan serentak seperti radio dan
televisi.
19
2) Media yang mempunyai daya liput yang terbatas oleh ruang dan waktu
seperti film slide, film, video dan lain sebagainya.
c. Dilihat dari cara atau teknik pemakaiannya, media dapat dibagi ke dalam:
1) Media yang diproyeksikan seperti film, slide, film strip, transparansi dan
lain sebagainya.
2) Media yang tidak diproyeksikan seperti gambar, foto, lukisan, buku,
radio dan lain sebagainya.
Agar
media
pembelajaran
benar-benar
digunakan
untuk
membelajarkan siswa, maka ada sejumlah prinsip yang harus diperhatikan,
diantaranya adalah:
a. Media yang akan digunakan oleh guru harus sesuai dan diarahkan untuk
mencapai tujuan pembelajaran.
b. Media yang akan digunakan harus sesuai dengan materi pembelajaran.
c. Media pembelajaran harus sesuai dengan minat, kebutuhan dan kondisi
siswa.
d. Media yang digunakan harus memperhatikan efektivitas dan efisien.
e. Media yang digunakan harus sesuai dengan kemampuan guru dalam
mengoperasikannya.
Dalam hubungannnya dengan penggunaan media pada waktu
berlangsungnya pengajaran setidak-tidaknya digunakan guru pada situasi
sebagai berikut:
a. Perhatian siswa terhadap pengajaran sudah berkurang akibat kebosanan
mendengarkan uraian guru. Penjelasan atau penuturan secara verbal oleh
guru mengenai bahan pengajaran biasanya sering membosankan apalagi bila
cara guru menjelaskan tidak menarik.
b. Bahan pengajaran yang diajarkan guru kurang dipahami oleh siswa. Dalam
situasi ini sangat bijak apabila guru menampilakan media untuk
memperjelas pemahaman siswa tentang bahan pengajaran.
c. Terbatasnya sumber pengajaran. Tidak semua sekolah mempunyai buku
sumber, atau tidak semua bahan pengajaran ada dalam buku sumber.
20
d. Guru tidak bergairah dalam menjelaskan bahan pengajaran melalui
penuturan kata-kata (verbal) akibat terlalu lelah disebabkan telah mengajar
terlalu lama. Dalam situasi ini guru dapat menampilakan media sebagai
sumber belajar bagi siswa.
Berdasarkan penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa peranan
media dalam proses pembelajaran dapat ditempatkan sebagai:
a. Alat untuk memperjelas bahan pengajaran pada saat guru menyampaiakan
pengajaran. Dalam hal ini media digunakan guru sebagai variasi penjelasan
verbal mengenai bahan pengajaran.
b. Alat untuk mengangkat persoalan untuk dikaji lebih lanjut dan dipecahkan
oleh siswa dalam proses belajarnya. Paling tidak guru dapat menempatkan
media sebagai sumber pertanyaan atau stimulasi belajar siswa.
c. Sumber belajar bagi siswa, artinya media tersebut berisikan bahan-bahan
yang harus dipelajari para siswa baik individu maupun kelompok.
6. Modul
a. Pengertian dan Karakteristik Modul
Modul adalah sebuah buku yang ditulis dengan tujuan agar peserta
didik dapat belajar secara mandiri tanpa atau dengan bimbingan guru (Abdul
Majid, 2011:176). Modul merupakan bahan ajar cetak yang dirancang untuk
dapat dipelajari secara mandiri oleh peserta pembelajaran (Surya Dharma,
2008:3). Sedangkan menurut Joko Sutrisno (2008:4) modul adalah salah
satu bentuk bahan ajar yang dikemas secara utuh
dan sistematis, di
dalamnya memuat seperangkat pengalaman belajar yang terencana dan
didesain untuk membantu peserta didik menguasai tujuan belajar yang
spesifik. Dari beberapa pengertian di atas disimpulkan bahwa modul adalah
sebuah bahan ajar cetak yang didesain secara sistematis dan utuh dengan
tujuan untuk membantu peserta didik belajar secara mandiri.
Modul disebut juga
media untuk belajar mandiri karena di
dalamnya telah dilengkapi petunjuk untuk belajar sendiri. Artinya, pembaca
dapat melakukan kegiatan belajar tanpa kehadiran pengajar secara langsung.
21
Bahasa, pola, dan sifat kelengkapan lainnya yang terdapat dalam modul ini
diatur sehingga ia seolah-olah merupakan ”bahasa pengajar” atau bahasa
guru yang sedang memberikan pengajaran kepada murid-muridnya dengan
tatap muka, tetapi cukup dengan modul-modul ini. Modul minimal memuat
tujuan pembelajaran, materi/substansi belajar, dan evaluasi.
Modul merupakan alat atau sarana pembelajaran yang berisi materi,
metode, batasan-batasan dan cara
mengevaluasi yang dirancang secara
sistematis dan menarik untuk mencapai kompetensi yang diharapkan sesuai
dengan tingkat kompleksitasnya. Sebuah modul bisa dikatakan baik dan
menarik apabila terdapat karakteristik sebagai berikut:
1) Self instructional; yaitu melalui modul tersebut seseorang atau peserta
belajar mampu membelajarkan diri sendiri, tidak tergantung pada pihak
lain. Untuk memenuhi karakter self instructional, maka di dalam modul
harus;
a) Berisi tujuan yang dirumuskan dengan jelas.
b) Berisi materi pembelajaran yang dikemas ke dalam unit-unit
kecil/spesifik sehingga memudahkan belajar secara tuntas.
c) Menyediakan contoh dan ilustrasi yang mendukung kejelasan
pemaparan materi pembelajran.
d) Menampilkan
soal-soal
latihan,
tugas
dan
sejenisnya
yang
memungkinkan pengguna memberikan respon dan mengukur tingkat
penguasaannya.
e) Kontekstual yaitu materi-materi yang disajikan terkait dengan suasana
atau konteks tugas dan lingkungan penggunaannya.
f) Menggunakan bahasa yang sederhana dan komunikatif.
g) Terdapat rangkuman materi pembelajaran.
h) Terdapat
instrumen
penilaian/assessment,
yang
memungkinkan
penggunaan diklat melakukan ”self assessment”.
i) Terdapat instrumen yang dapat digunakan penggunanya mengukur
atau mengevaluasi tingkat penguasaan materi.
22
j) Terdapat umpan balik atas penilaian, sehingga penggunannya
mengetahui tingkat penguasaan materi, dan
k) Tersedia
informasi
tentang
rujukan/pengayaan/referensi
yang
mendukung materi pembelajaran dimaksud.
2) Self contained; yaitu seluruh materi pembelajaran dari satu unit
kompetensi atau sub kompetensi yang dipelajari terdapat di dalam satu
modul secara utuh. Tujuan dari konsep ini adalah memberikan
kesempatan peserta didik/pebelajar mempelajari materi pembelajaran
yang tuntas, karena materi dikemas ke dalam satu kesatuan yang utuh.
Jika harus dilakukan pembegian atau pemisahan materi dari satu unit
kompetensi harus dilakukan dengan hati-hati dan memperhatikan
keluasan kompetensi yang harus dikuasai.
3) Stand Alone (berdiri sendiri); yaitu modul yang dikembangkan tidak
tergantung pada media lain atau tidak harus digunakan bersama-sama
dengan media pembelajaran yang lain. Pembelajar tidak tergantung dan
harus menggunakan media yang lain untuk mempelajari dan atau
mengerjakan tugas pada modul tersebut jika mempergunakan modul ini,
jika masih menggunakan dan tergantung pada media lain selain modul
yang digunakan, maka media tersebut tidak dikategorikan sebagai media
yang berdiri sendiri.
4) Adaptive; modul hendaknya memiliki daya adaptif yang tinggi terhadap
perkembangan ilmu dan teknologi. Dikatakan adaptif jika modul dapat
menyesuaikan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, serta
fleksibel digunakan. Dengan memperhatikan percepatan perkembangan
ilmu dan teknologi pengembangan modul multimedia hendaknya tetap
“up to date”. Modul yang adaptif adalah jika isi materi pembelajaran
dapat digunakan sampai dengan kurun waktu tertentu.
5) User Friendly; modul hendaknya bersahabat dengan pemakainya. Setiap
instruksi dan paparan informasi yang tampil bersifat membantu dan
bersahabat dengan pemakainya, termasuk kemudahan pemakai dalam
merespon, mengakses sesuai dengan keinginan. Penggunaan bahasa yang
23
sederhana, mudah dimengerti serta menggunakan istilah yang umum
digunakan merupakan salah satu bentuk user friendly.
b. Prosedur Penulisan Modul
Penulisan
modul
merupakan
proses
penyusunan
materi
pembelajaran yang dikemas secara sistematis sehingga siap dipelajari oleh
pembelajaran untuk mencapai kompetensi atau sub kompetensi. Penyusunan
modul belajar mengacu pada kompetensi yang terdapat didalam tujuan yang
ditetapkan. Terkait dengan hal tersebut dilakukan langkah-langkah sebagai
berikut:
1) Analisis Kebutuhan Modul
Analisis
kebutuhan
modul
merupakan
kegiatan
menganalisis
kompetensi/tujuan untuk menentukan jumlah dan judul modul yang
dibutuhkan untuk mencapai suatu kompetensi tersebut. Penetapan judul
modul didasarkan pada kompetensi yang terdapat pada garis-garis besar
program yang ditetapkan. Analisis kebutuhan modul bertujuan untuk
mengidentifikasi, menetapkan jumlah dan judul modul yang harus
dikembangkan. Analisis kebutuhan modul dapat dilakukan dengan
langkah sebagai berikut:
a) Tetapkan kompetensi yang terdapat di dalam garis-garis besar
program pembelajaran yang akan disusun modulnya.
b) Identifikasi dan tentukan ruang lingkup unit kompetensi tersebut.
c) Identifikasi dan tentukan pengetahuan, keterampilan dan sikap yang
dipersyaratkan.
d) Tentukan judul modul yang akan ditulis
e) Kegiatan analisis kebutuhan modul dilaksanakan pada periode awal
pengembangan modul.
2) Penyusunan Draft
Penyusunan
draft
modul
merupakan
proses
penyusunan
dan
pengorganisasian materi pembelajaran dari suatu kompetensi atau sub
24
kompetensi menjadi satu kesatuan yang sistematis. Penyususnan draft
modul bertujuan menyediakan draft suatu modul sesuai dengan
kompetensi atau sub kompetensi yang telah ditetapkan. Penulisan draft
modul dapat dilaksanakan dengan mengikuti langkah-langkah sebagai
berikut:
a) Tetapkan judul modul.
b) Tetapkan tujuan akhir yaitu kemampuan yang harus dicapai oleh
peserta didik setelah selesai mempelajari suatu modul.
c) Tetapkan tujuan antara yaitu kemampuan spesifik yang menunjang
tujuan akhir.
d) Tetapkan gari-garis besar atau outline modul
e) Kembangkan materi-materi pada garis besar.
f) Periksa ulang draft yang telah dihasilkan
Kegiatan penyusunan draft modul hendaknyamenghasilkan draft modul
yang sekurang-kurangnya mencakup:
a) Judul modul; menggambarkan materi yang akan dituangkan didalam
modul.
b) Kompetensi atau sub kompetensi yang akan dicapai setelah
menyelesaikan mempelajari modul.
c) Tujuan terdiri dari tujuan akhir dan tujuan antara yang akan dicapai
peserta didik setelah mempelajari modul.
d) Materi pelatihan yang berisi pengetahuan, keterampilan dan sikap
yang harus dipelajari dan dikuasai oleh peserta didik.
e) Prosedur atau kegiatan pelatihan yang harus diikuti oleh peserta didik
untuk mempelajari modul.
f) Soal-soal, latihan dan atau tugas yang harus dikerjakan atau
diselesaiakan oleh peserta didik.
g) Evaluasi atau penilaian yang berfungsi mengukur kemampuan peserta
didik dalam menguasai modul.
h) Kunci jawaban dari soal, latihan dan taua pengujian.
25
3) Uji Coba
Uji coba draft modul adalah kegiatan penggunaan modul pada peserta
terbatas, untuk mengetahui keterlaksanaan dan manfaat modul dalam
pembelajaran sebelum modul tersebut digunakan secara umum. Untuk
melakukan uji coba draft modul dapat diikuti langkah-langkah sebagai
berikut:
a) Siapkan dan gandakan draft modul yang akan diuji cobakan sebanyak
peserta yang akan diikutkan dalam uji coba.
b) Susun instrumen pendukung uji coba.
c) Distribusikan draft modul dan instrumen pendukung uji coba kepada
peserta.
d) Informasikan kepada peserta uji coba tentang tujuan uji coba dan
kegiatan yang harus dilakukan oleh peserta uji coba.
e) Kumpulkan kembali draft modul dan instrumen uji coba.
f) Proses dan simpulkan hasil pengumpulan masukan yang dijaring
melalui intrumen uji coba.
Diharapkan dari hasil uji coba diperoleh masukan sebagai bahan
penyempurnaan draft modul yang diuji cobakan. Terdapat dua macam uji
coba yaitu, uji coba dalam kelompok kecil dan uji coba lapangan. Uji
coba kelompok kecil adalah uji coba yang dilakukan hanya kepada 2-4
peserta didik, sedangkan uji coba lapangan adalah uji coba yang
dilakukan kepada peserta dengan jumlah 20-30 peserta didik.
4) Validasi
Validasi adalah proses permintaan persetujuan atau pengesahan terhadap
kesesuaian modul dengan kebutuhan. Untuk mendapatkan pengakuan
kesesuaian tersebut, maka validasi perlu dilakukan dengan melibatkan
pihak praktisi yang ahli sesuai dengan bidang-bidang terkait dalam
modul. Validasi modul bertujuan untuk memperoleh pengakuan atau
pengesahan kesesuaian modul dengan kebutuhan sehingga modul
26
tersebut layak dan cocok digunakan dalam pembelajaran. Validasi modul
dinilai dari segi isi materi dan dari segi medianya (tampilan).
Validasi dapat dimintakan dari beberapa pihak sesuai dengan keahliannya
masing-masing untuk menghasilkan modul pembelajaran yang mampu
memerankan fungsi dan perannyadalam pembelajaran yang efektif, maka
modul yang dirancang harus memperhatikan beberapa aspek yang
mensyaratkan. Menurut Joko Sutrisno (2008:12) elemen mutu modul
tersebut yaitu;
a) Format
(1) Gunakan format kolom (tunggal atau multi) yang proporsional.
Penggunaan kolom tunggal atau multi harus sesuai dengan bentuk
dan ukuran kertas.
(2) Gunakan format kertas (vertikal atau horisontal) yang tepat.
Penggunaan
format
kertas
vertikal
atau
horisontal
harus
memperhatikan tata letak dan format pengetikan.
(3) Gunakan tanda-tanda ikon yang mudah ditangkap dan bertujuan
untuk menekankan pada hal-hal yang dianggap penting atau
khusus. Tanda dapat berupa gambar, cetak tebal, cetak miring atau
lainnya.
b) Organisasi
(1) Tampilkan peta/bagan yang menggambarkan cakupan materi yang
akan dibahas dalam modul.
(2) Organisasikan isi materi pembelajaran dengan urutan dan susunan
yang sistematis, sehingga memudahkan peserta didik memahami
materi pembelajaran.
(3) Susun dan tempatkan naskah, gambar dan ilustrasi sedemikian
rupa sehingga informasi mudah dimengerti oleh peserta didik.
(4) Organisasikan antar bab, antar unit, dan antar paragrap dengan
susunan dan alur yang memudahkan peserta didik memahaminya.
(5) Organisasikan antar judul, sub judul
diikuti oleh peserta didik.
dan uraian yang mudah
27
c) Daya Tarik
Daya tarik modul dapat ditempatkan di beberapa bagian seperti;
(1) Bagian sampul (cover) depan, dengan mengkombinasikan warna,
gambar (ilustrasi), bentuk dan ukuran huruf yang serasi.
(2) Bagian isi modul dengan menempatkan rangsangan-rangsangan
berupa gambar atau ilustrasi, pencetakan huruf tebal, miring, garis
bawah atau warna.
(3) Tugas dan latihan dikemas sedemikian rupa sehingga menarik.
d) Bentuk dan ukuran huruf
(1) Gunakan bentuk dan ukuran huruf yang mudah dibaca sesuai
dengan karakteristik umum peserta didik.
(2) Gunakan perbandingan huruf yang proporsional antar judul, sub
judul dan isi naskah.
(3) Hindari penggunaan huruf kapital untuk seluruh teks, karena dapat
membuat membaca menjadi sulit.
e) Ruang (spasi kosong)
Gunakan spasi atau ruang kosong tanpa naskah atau gambar untuk
menambah kontras penampilan modul. Spasi kosong dapat berfungsi
untuk menambahkan catatan penting dan memberikan kesempatan
jedah kepada peserta didik. Penempatan ruang spasi kosong dapat
dilakukan di beberapa tempat seperti;
(1) Ruang sekitar judul bab dan sub judul
(2) Batas tepi (margin)
(3) Spasi antar kolom
(4) Pergantian antar paragraf dan dimulai dengan huruf kapital
(5) Pergantian antar bab atau bagian
f) Konsistensi
(1) Gunakan bentuk-bentuk huruf secara konsisten dari halam-ke
halaman.
28
(2) Gunakan jarak spasi yang konsisten. Jarak antar judul dengan baris
pertama, antar judul dengan teks utama. Jarak baris atau spasi yang
tidak sama sering dianggap buruk.
(3) Gunakan tata letak pengetikan yang konsisten, baik pola
pengetikan maupun batas pengetikan.
5) Revisi
Revisi atau perbaikan merupakan proses penyempurnaan modul setelah
memperoleh masukan dari kegiatan uji coba dan validasi. Kegiatan revisi
draft modul bertujuan untuk melakukan finalisasi atau penyempurnaan
akhir yang komperenshif terhadap modul, sehingga modul siap
diproduksi sesuai dengan masukkan yang diperoleh dari kegiatan
sebelumnya, maka perbaikan modul harus mencakup aspek-aspek
penting penyusunan modul di antaranya yaitu :
a) Pengorganisasian materi pembalajaran;
b) Penggunaan metode intruksional;
c) Penggunaan bahasa; dan
d) Pengorganisasian tata tulis dan perwajahan.
Mengacu pada prinsip peningkatan mutu kesinambungan, secara terus
menerus modul dapat ditinjau ulang dan diperbaiki.
7. Materi Praktik Las dan Tempa Lanjut
Materi praktek las dan tempa lanjut merupakan lanjutan dari
pembelajaran praktek las dan tempa dasar. Praktek las dan tempa lanjut
diberikan pada semester IV di PTM FKIP UNS. Pembelajaran yang diberikan
di sini yaitu tentang membuat produk atau barang jadi dengan menggunakan
peralatan dan perlengkapan las yang ada di bengkel las PTM FKIP UNS.
Diberikannya mata kuliah praktek las dan tempa lanjut dengan tujuan
agar mahasiswa bisa membuat sebuah produk yang layak jual dengan peralatan
dan
perlengkapan
las.
Dengan
begitu
mahasiswa
akan
mempunyai
keterampilan dalam bidang las. Sehingga nanntinya setelah lulus mahasiswa
29
sudah mempunyai kereampilan untuk berwirausaha. Berikut adalah isi singkat
dari materi modul praktek las dan tempa lanjut yang dikembangkan
denganproses las busur metal manual.
a. Menentukan Kuat Arus yang Digunakan
Arus yang digunakan dalam pengelasan harusnya tepat, karena akan
mempengaruhi hasil pengelasan. Dalam menentukan kuat arus harus
memperhatikan bebrapa hal penting, diantaranya :
1) diameter elektroda
2) tebal bahan yang dilas
3) jenis elektroda yang digunakan
4) posisi pengelasan
5) polaritas (sifat) pengutuban
b. Cara Menyalakan Busur
Untuk menyalakan busur harus liat dulu jenis pesawat las yang
digunakan.
1) Pesawat Las AC
Dengan cara menggoreskan ujung elektroda pada permukaan benda kerja
yang akan dilas. Seperti menyalakan batang korek, bila busur sudah jadi,
pertahankan nyala tersebut untuk pengelasan.
2) Pesawat Las DC
Dengan cara menyentuhkan ujung elektroda pada permukaan benda kerja
secara tegak lurus. Bila sudah menyala angkat setinggi elektroda
(diameter elektroda/lingkaran)
Bila pengelasan belum selesai, sementara elektroda sudah habis,
maka elektroda harus diganti dan busur dinyalakan lagi dengan cara jalur las
harus dibersihkan dari terak las, nyala busur las +10mm dari jalur las tadi,
setelah busur las terjadi cepat-cepatlah busur las di tarik kebelakang di
tempat busur las terhenti, lanjutkan pengelasan sampai panjang yang di
tentukan.
c. Pengaruh Panjang Busur
Panjang busur juga akan mempengaruhi hasil pengelasan:
30
1) Bila panjang busur tepat L=D, maka cairan elektroda akan mengalir
dan mengendap dengan baik. Sehingga akan menghasilkan rigi-rigi las
yang halus dan baik, serta percikan teraknya halus.
2) Bila busur terlalu panjang L>D, maka cairan elektroda akan mengalir
dan menyebar. Sehingga akan menghasilkan rigi-rigi las yang kasar,
tembusannya dangkal dan percikan teraknya kasar serta keluar dari
jalur las.
3) Bila busur terlalu pendek L<D, busur yang terjadi sukar dipelihara
sehingga sering terjadi pembekuan pada ujung elektroda yang
mengakibatkan rigi-rigi las tidak rata, tembusan las tidak baik dan
percikan teraknya kasar serta berbentuk bola.
d. Gerakan dan Pengaruh Kecepatan Elektroda Pada Hasil Las
1) Gerakan Elektroda
Pada waktu mengelas elektroda harus digerakkan agar memperoleh
dampak yang diinginkan, gerakan elektroda itu diantaranya adalah:
Gerakan arah turun sepanjang sumbu elektroda, gerakan ini dilakukan
untuk mengatur jarak busur listrik agar tetap. Gerakan ayunan elektroda,
gerakan
ini
fungsinya
untuk
mengatur
lebar
jalur
las
yang
dikehendaki.Gerakan ayunan segitiga/zigzag, gerakan ini fungsinya
untuk mendapatkan penembusan yang baik diantara dua celah plat.
2) Pengaruh Kecepatan Elektroda pada Hasil Las
Kecepatan tangan menarik atau mendorong elektroda pada waktu
mengelas harus stabil, sehingga akan memperoleh rigi-rigi las yang rata
dan halus dengan penembusan yang baik jika elektroda digerakkan trlalu
cepat, maka pemanasan bahan dasar kurang, sehigga akan diperoleh rigirigi las yang kecil dengan penembusan dangkal. Jika elektroda
digerakkan terlalu lambat, maka akan diperoleh rigi-rigi las yang lebar
dan kuat dengan penembusan yang dalam. Bahkan kadang-kadang
menimbulkan kerusakan pada sisi las atau yang sering disebut under cut.
31
8. Job Sheet
a. Pengertian Job Sheet
Lembaran Kerja (job sheet) adalah lembar pekerjaan yang memiliki
gambar kerja sebagai materi yang akan dipraktekkan dan dibarengi langkahlangkah kerja operasional serta dilengkapi lembar evaluasi hasil praktek
siswa.
Job sheet yang disebut pula lembaran kerja adalah suatu media
pendidikan
yang
dicetak
membantu
instruktur
dalam
pengajaran
keterampilan, terutama di dalam laboratorium (work shop), yang berisi
pengarahan dan gambar-gambar tentang bagaimana cara untuk membuat
atau menyelesaikan sesuatu job atau pekerjaan (Team MPT TTUC
Bandung, 1985).
Jadi, job sheet adalah pedoman tertulis yang dibuat oleh instruktur
untuk jadipedoman siswa dalam melaksanakan praktik (praktik work) di
workshop.Job sheet berisi petunjuk-petunjuk bagaimana mempersiapkan,
melaksanakan, dan mengakhiri praktek. Petunjuk-petunjuk yang dimaksud
antara lain:
1) Tujuan praktek yang akan dicapai,
2) Bahan dan alat yang diperlukan,
3) Langkah-langkah melaksanakan pekerjaan,
4) Langkah-langkah menjaga keselamatan kerja,
5) Waktu yang dialokasikan untuk menyesuaikan pekerjaan, dan
6) Bagaimana hasil kerja yang akan dinilai.
b. Fungsi Job Sheet
Job sheet berfungsi sebagai pedoman; pelaksanaan kegiatan
pembelajaran praktek di laboratorium, dan lembaran kerja juga dilengkapi
dengan lembar evaluasi hasil kerja siswa.
Edy Supriadi dkk (1997) mengatakan fungsi Lembaran Kerja
sebagai berikut:
32
1) Pedoman bagi guru untuk mengarahkan semua aktivitasnya dalam proses
pembelajaran,
2) Pedoman bagi siswa dalam proses pembelajaran praktek,
3) Sebagai alat evaluasi pencapaian hasil latihan.
9. Pendidikan Teknologi dan Kejuruan
a. Definisi Pendidikan Teknologi dan Kejuruan
Rupert Evans (1978): Pendidikan Kejuruanadalah bagian dari
sistem yang mempersiapkanseseorang agar lebih mampu bekerja pada
satukelompok pekerjaan atau satu bidang pekerjaandaripada bidang-bidang
pekerjaan lainnya.
United States Congress (1976): Pendidikan Kejuruan adalah
program pendidikan yang secara langsung dikaitkan dengan penyiapan
seseorang untuk pekerjaan tertentu atau untuk persiapan tambahan karier
seseorang.
UUNo.20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal
21: Pendidikan Kejuruan merupakan jenjang pendidikan menengah yang
mempersiapkan peserta didik terutama untuk bekerja dalam bidang tertentu.
Technical Education: diartikan sebagai program pendidikan yang
bertujuan untuk mempersiapkan tenaga kerja pada level teknisi atau subprofesional, yang biasanya tingkatannya berada satu level di atas craftsman
akan tetapi levelnya berada di bawah profesional.
b. Fungsi Pendidikan Kejuruan
1) Menyiapkan individu menjadi manusia seutuhnya yang mampu
meningkatkan kualitas hidup, mengembangkan dirinya, dan memiliki
keahlian dan keberanian membuka peluang meningkatkan penghasilan.
2) Menyiapkan individu menjadi tenaga kerja produktif
3) Menyiapkan individu untuk hidup bermasyarkat
4) Menyiapkan individu menguasai IPTEK
33
c. Tujuan Pendidikan Kejuruan
1) Menyiapkan peserta didik agar menjadi manusia produktif, mampu
bekerja mandiri, mengisi lowongan pekerjaan yang ada didunia usaha
dana dunia industri, sebagai tenaga kerja tingkat menengah sesuai dengan
kompetensi bidang keahliannya.
2) Menyiapkan peserta didik agar mampu memilih karir, ulet dan gigih
dalamberkompetensi,beradaptasidilingkungankerjadanmengembangkan
sikap professional dalam bidangnya.
3) Membekali peserta didik dengan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni
agar mampu mengembangkan diri melalui jenjang pendidikan yang lebih
tinggi.
4) Membekali peserta didik dengan kompetensi-kompetensi sesuai dengan
program keahiannya yang dipilih.
10. Belajar dan Pembelajaran di Kejuruan
a. Belajar di Kejuruan
Dalam paradigma baru ini, kelas di pandang bukan lagi sebagai
kerumunan individu dengan semangat individual, akan tetapi sebagai
masyakarat belajar yang berekologi sosial. Dengan demikian, belajar
berlangsung dalam konteks masyarakat belajar, kolaboratif, dan empatetik.
Masyarakat belajar. Masyarakat belajar menolak fragmentasi dan
kompetisi individual, dan menempatkan siswa belajar lebih kolaboratif.
Kolaboratif. Dalam masyarakat belajar, intelegensi diasumsikan
tersebar ke semua anggota. Kelaskolaboratif, sekolah, dan masyarakat
mendorong semua siswa mengajukan pertanyaan, menemukan masalah,
berbicara atau mengajukan pendapat pada saat yang tepat, partisi pasi dalam
pengukuran dan dalam penyusunan tujuan, standar, dan benchmarks;
melakukan perbicangan dengan orang dewasa tentang hal-hal yang
berhubungan dengan tempat kerja didalam maupun diluar sekolah; dan
engaged dalam kegiatan kewirausahaan.
Empatetik. Menelusuri masyarakat belajar untuk strategi membangun
34
belajar semua anggota. Strategi ini secara khusus penting bagi sistuasi
belajar dimana anggota memiliki pengetahuan dasar yang berbeda-beda.
Penggunaan paradigma baru pembelajaran adalah bagian terpenting
dari upaya menuju perubahan secara komprehensif. Perubahan secara
komprehensif dapat berlangsung dengan inovasi pembelajaran teknologi dan
kejuruan dilakukan menggunakan sejumlah indikator belajar berparadigma
baru. Indikator-indikator inovasi pembelajaran dengan paradigma baru
meliputi berbagai hal substantif mengenai hakikat belajar, yakni (1)
perubahan visi belajar menuju, (2) karakteristik tugas belajar, (3) model dan
strategi pembelajaran, (4) pengukuran hasil belajar, (5) konteks belajar, (6)
pola pengelompokan, (7) peran guru, dan (8) peran siswa.
b. Pembelajaran Kejuruan
Pembelajaran adalah proses yang diselenggarakan oleh guru untuk
membelajarkan peserta didik dalam belajar, bagaimana belajar memperoleh
dan memproses pengetahuan, keterampilan dan sikap (Dimyati Mudjiono,
2006: 157). Pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan
pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar (UU No.
20/2003, Bab I Pasal Ayat 20). Pembelajaran merupakan bantuan yang
diberikan pendidik agar dapat terjadi proses pemerolehan ilmu dan
pengetahuan, penguasaan kemahiran dan tabiat, serta pembentukan sikap
dan kepercayaan pada peserta didik.
Berdasarkan pengertian-pengertian diatas, pembelajaran merupakan
usaha sadar dari guru untuk membuat siswa belajar, yaitu terjadinya
perubahan tingkahlaku pada diri siswa yang belajar, dimana perubahan itu
dengan didapatkannya kemampuan baru yang berlaku dalam waktu yang
relatif lama dan karena adanya usaha.
Pembelajaran yang berlangsung dalam lingkup pendidikan kejuruan
harus memungkinkan peserta didik menangani tugas-tugas yang khas untuk
bidang kejuruannya, begitu pula menanggulangi persoalan-persoalan dalam
kenyataan bidang profesinya, karena itu pembelajaran dikejuruan sebagian
35
besar berupa pembelajaran praktek. Suasana belajar yang diciptakan guru
harus melibatkan peserta didik untuk melakukan hal tersebut dengan lancar
dan termotivasi. Untuk itu seorang guru harus bisa menentukan strategi,
pendekatan, model, dan teknik pembelajaran sebelum melakukan proses
pembelajaran agar dapat mencapai tujuan pembelajaran.
B. Hasil Penelitian yang Relevan
Penelitian yang dilakukan oleh Sigit Aji Wibowo pada tahun 2012 yang
berjudul “Pengembangan Modul Mata Pelajaran Mengelas dengan Proses Las Gas
Tungsten di SMK N 1 Purworejo” mengalami peningkatan prestasi belajar.Hasil
pretest pada uji coba pemakaian dari 29 siswa diperoleh nilai tertinggi 65 dan
terendah 15. Rata-rata nilai hasil pretest adalah 45,5 dan semua siswa belum ada
yang lulus. Sedangkan hasil posttest dari uji coba pemakaian
didapat nilai
tertinggi sebesar 100 dan nilai terendah sebesar 60. Rata-rata nilai yang didapat
pada hasil posttest adalah 80,86. Jumlah siswa yang lulus pada posttest adalah 26
atau 86,21%
siswa dan yang belum lulus adalah 4 atau 13,79% siswa.
Berdasarkan perbandingan rata-rata nilai dari hasil pretest ke posttest uji coba
pemakaian maka dapat disimpulkan bahwa terdapat peningkatan prestasi belajar
siswa yang signifikan antara sebelum dan sesudah diberikan perlakuan dengan
modul.
Penelitian yang dilakukan Arif Samsudin pada tahun 2012 tentang “
Pengembangan Modul Mata Pelajaran Mengelas Dengan Proses Las Oxy
Acetylen (Las Karbit) di SMK Muhammadiyah Yogyakarta” mempunyai kualitas
sangat baik. Hal ini ditunjukkan oleh penilaian ahli materi mencakup aspek
kualitas materi memperoleh persentase sebesar 83,75% dengan kriteria "sangat
baik". Hasil validasi ahli media mencakup aspek kualitas tampilan memperoleh
persentase sebesar 81,25%
dengan kriteria "sangat baik". Evaluasi guru
pengampu mencakup aspek kemudahan penggunaan modul dan aspek
kemanfaaatan penggunaan modul memperoleh persentase sebesar 88,33% dengan
kriteria "sangat baik". Uji coba kelompok kecil mencakup aspek kemudahan
modul dan aspek kemenarikan modul memperoleh persentase sebesar 80,25 %
36
dengan kriteria "baik". Uji coba lapangan mencakup aspek kualitas siswa
belajar dengan rata-rata nilai postest sebesar 87,8 dengan kriteria "sangat baik".
Penelitian yang dilakukan oleh Khusni Syauqi pada tahun 2012 dalam
artikel tentang “ Pengembangan Media Pembelajaran Modul Interaktif Las Busur
Manual di SMK Negeri 1 Sedayu” diperoleh data kelayakan media dalam tahap
validasi dinilai oleh ahli media dan guru SMK. Data penilaian pada uji coba
kelompok kecil ditinjau dari kelayakan aspek komunikasi diperoleh skor 4,38
dengan kategori “Sangat Baik” dan kelayakan aspek desain teknis sebesar 4,19
dengan kategori “Baik”. Data penilaian pada uji coba kelompok besar ditinjau dari
kelayakan aspek komunikasi diperoleh skor 4,27 dengan kategori “Sangat Baik”
dan kelayakan aspek desain teknis sebesar 4,2 dengan kategori “Baik”.
Dalam jurnal internasional penelitian yang dilakukan oleh Norlidah Alias
bersama Saedah Siraj pada tahun 2013 dengan judul “Desain dan Pengembangan
Modul Fisika Berdasarkan Gaya Belajar dan Teknologi Tepat Guna dengan
Menggunakan Model Desain Instruksional Isman”. Temuan dari penelitian ini
menunjukkan bahwa Isman Instructional Design Model yang memperhatikan
instruksi dari perspektif pelajar dari dari perspektif konten cocok dalam
merancang dan mengembangkan modul Fisika berdasarkan gaya belajar dan
teknologi yang tepat dalam pengaturan pendidikan menengah di Malaysia.
Dalam jurnal internasional penelitian yang dilakukan oleh Mareike
Burmeister dan Ingo Eilks pada tahun 2013 dengan judul “Menggunakan
Penelitian Tindakan Partisipatif untuk Mengembangkan Modul Kursus tentang
Pendidikan untuk Pembangunan Berkelanjutan di Pre-Service Pendidikan Guru
Kimia". Pengalaman yang diperoleh selama aplikasi tiga tahun yang akan
tercermin di sini, termasuk umpan balik yang dikumpulkan dari lembar evaluasi
siswa. Pada akhirnya, para peserta merespon sangat positif untuk kursus. Para
guru siswa menyatakan bahwa modul menarik, relevan dan berharga bagi profesi
kemudian mereka sebagai guru kimia SMA.
37
C. Kerangka Berpikir
Modul Praktik Las dan TempaLanjut merupakan salah satu bentuk bahan
ajar yang dirancang secara utuh dan sistematis, didalamnya memuat seperangkat
pengalaman belajar tentang proses pengelasandengan standar kompetensi
mengelas, contoh-contoh hasil las dan tempa lanjut. Modul ini dirancang untuk
membantu proses pembelajaran yang di dalamnya memuat teori-teori tentang las
dan tempa terutama padalas asitilen dan las listrik. Materi las dan tempa lanjut
diantaranya peralatan las, keselamatan kerja, teknik-teknik las, contoh hasil las
dan tempa lanjut, pemeriksaan hasil las dan lain-lain.Untuk mewujudkan proses
pembelajaran yang optimal dan efektif maka diperlukan adanya sumber belajar
berupa modul las dan tempalanjut pada standar kompetensi mengelas.
Dengan menggunakan modul yang dikembangkan ini, maka mahasiswa
dapat belajar secara aktif dan mandiri, dapat mengukur atau mengevaluasi hasil
belajarnya sendiri. Diharapkan dengan pengembangan modul las dan tempa lanjut
ini mahasiswa lebih mudah melaksanakan praktik las dan tempa lanjut sehingga
motivasi belajar mahasiswa meningkat dan juga hasil belajarnya.
D. Pertanyaan Penelitian
Berdasarkan uraian yang telah ditulis oleh penelitian ini dapat
dirumuskan pertanyaan penelitiannya sebagai berikut:
1. Apakah dengan adanya modul pembelajaran praktik las dan tempa lanjut dapat
mendukung mahasiswa dalam belajar las dan tempa?
2. Apakah dengan adanya modul pembelajaran proses pembelajaran pada mata
kuliah praktik las dan tempa lanjut menjadi lebih efektif?
Download