instructional leadership kepala sekolah dalam modal efektifitas

advertisement
INSTRUCTIONAL LEADERSHIP KEPALA SEKOLAH
DALAM MODAL EFEKTIFITAS PROGRAM PENDIDIKAN
Oleh:
Moh. Khusnuridlo1
Abstrak
Sekolah merupakan lembaga sosial yang memberi bantuan kepada
masyarakat. Ketika kebutuhan masyarakat berkembang dan berubah, maka
berubahlah kehidupan di sekolah, yang diikuti oleh perubahan peran sekolah dan
pemimpinnya. Tulisan ini berupaya mendeskripsikan instructional leadership
menurut perspektif teoretik, legalistik, dan praktik. Melalui tulisan ini para
pemimpin pendidikan dapat menambah wawasan dan kesadaran profesional
dalam menjalankan tugasnya.
Kata Kuncis: Instructional Leadership, Efektifitas Program
PENDAHULUAN
Sekolah merupakan lembaga sosial yang memberi bantuan kepada
masyarakat. Maka, ketika kebutuhan masyarakat berkembang dan berubah
berubahlah kehidupan di sekolah, yang diikuti oleh perubahan peran sekolah dan
pemimpinnya. Sampai detik ini kita menjadi saksi bahwa arus globalisasi telah,
sedang dan terus menghampiri segala aspek kehidupan umat manusia, tidak
terkecuali dunia pendidikan Indonesia. Untuk merespon tuntutan global ini
berbagai pihakpemerintah dan masyarakat pendidikanmelakukan reformasi di
segala bidang untuk meningkatkan daya saing gloal (global competitiveness).
Selama satu setengah dasa warsa terakhir, reformasi tersebut ditempuh melalui
restrukturisasi institusional dan rekulturisasi kinerja sumberdaya manusia. Hal ini,
diisyaratkan adanya sejumlah kebijakan afirmatif untuk meningkatkan mutu
pendidikan nasional; seperti UU Guru dan Dosen, Permendiknas No. 13 Tahun
2007 tentang Standar Kompetensi Kepala Sekolah, profesionalisasi guru melalui
sertifikasi, dan pemberlakuan K-13.
Pada tataran praktis, apapun bentuk reformasi yang dilakukan di sekolah,
1
Professor of Educational Management IAIN Jember. e-mail: [email protected]
2
maka kepala sekolah harus sanggup menjadi penanggungjawab sekaligus top
manager di lembaga yang dipimpinnya. Menyadari tanggungjawab yang besar di
pundaknya, ia seyogyanya memiliki kapasitas dan kualitas yang memadai untuk
mensukseskan program yang telah digariskannya. Diantara tugas penting kepala
sekolah adalah memberdayakan guru melalui restrukturisasi program dan
mengimplementasikan keputusan sekolah secara partisipatif (school-based shared
decision making),jauh dari pengawasan birokratik menuju profesionalisasi
pembelajaran.2Sekolah-sekolah di negara maju (developed countries), guru diberi
kebebasan mengembangkan pembelajaran kolaboratif yang berupa coaching,
reflecting, group investigation of data, studyteams, dan risk-laden explorations
untuk memecahkan masalah3. Eksistensi guru profesional, dengan demikian,
senantiasa memberi layanan akademik dan moral kepada siswa.
Tulisan ini bermaksud memberi cakrawala kepada para pemimpin
pendidikan, khususnya kepala sekolah untuk mengembangkan kepemimpinan
pendidikan (instructional leadership) secara efektif. Untuk memenuhi harapan
tersebut, dibahas sejumlah subtopik substantif, yang meliputi: (1) kepemimpian
pendidikan dan karakteristiknya, (2) standar kepemimpinan pendidikan, (3)
keterampilan kepemimpinan pendidikan, dan (4) sifat-sifat kepemimpinan
pendidikan.
KEPEMIMPINAN PENDIDIKAN YANG EFEKTIF
Kepemimpinan pendidikan berakar dari “instructional Leadership” berarti
instruction,the process or act of teaching: education; sedang leadership berarti a
person who rules, guides, or inspires others (Collins Dictionary). Dalam konteks
ini, “kepemimpinan pendidikan” yang berakar dari terma “Instructional
Leadership” dapat dimengerti sebagai tindakan kepala sekolah, atau pelimpahan
2
Louis, K.S., Marks, H.M. and Kruse, S. 1996. ``Teachers' professional community in
restructuring schools'', American Educational Research Journal, Vol. 33 No.4, pp. 757-89.
3
Dowling, G. and Sheppard, K. 1976. ``Teacher training: a counseling focus'', paper
presented at the national convention of Teachers of English to Speakers of Other Languages, New
York, NY.
3
kepada pihak lain, untuk mendukung pertumbuhan belajar siswa4. Sementara
Greenfield5, memandang kepemimpinan pendidikan sebagai tindakah kepala
sekolah yang bertujuan mengembangkan lingkungan kerja yang produktif dan
memuaskan bagi guru dan kondisi belajar yang diinginkan serta hasil-hasil
(prestasi) bagi siswa. Ia menambahkan efektifitas kepemimpinan ditentukan
sejauhmana tujuan tersebut dicapai. Sejalan dengan Manase6, ia mendeskripsikan
kepala sekolah (instuctional leader) yang efektif ke dalam tiga kriteria, yaitu: (1)
kepala sekolah efektif memiliki citra (an image) atau visi tentang apa saja yang
dilakukan; (2) visi tersebut menjadi pedoman dalam mengelola dan memimpin
sekolah; dan (3) kepala sekolah efektif memfokuskan aktifitasnya pada
pembelajaran dan kinerja guru di kelas. Mengapa guru? Ingat, guru merupakan a
central player yang menentukan. Tidak salah bahwa untuk merubah pendidikan
dimulai dari guru.
Secara umum, konseptualisasi kepemimpinan pendidikan dapat dikategori
ke dalam empat bidang besar. Pertama, model preskriptif (prescriptive models),
yang memandang kepemimpinan pendidikan sebagai: keseluruhan tugas untuk
memberi bantuan guru secara langsung, pengembangan kelompok, pengembangan
staf, pengembangan kurikulum, dan penelitian tindakah7;aktifitas demokratik,
pengembangan, dan transformasionalberdasarkan keadilan dan pertumbuhan;
usaha inkuiri (an inquiry-oriented endeavor)yang mendorong kemampuan guru;
dan studi kritis terhadap interaksi di kelas untuk mencapai keadilan sosial.8
Kedua,
studi
tentang
kepemimpinan
pendidikan,
termasuk
studi
eksploratoris tentang pengaruh tidak langsung rapat dan perilaku kepala sekolahguru dalam pembelajaran, seperti dampak monitoring kemajuan belajar siswa
4
DeBovoise, W. 1984. Sythesis of research on the prinscipal as instructional leader.
Educational Leadership, 42(2), 14-20.
5
Greenfield, W. D. 1987. Instructional leadership: Concepts, issues, and controvesies.
Boston: Allyn & Bacon.
6
Manasse, A. L. 1985. Improving conditions for principal effectiveness: Policy implications
of research. Elementary School Journal 85(3), 439-463.
7
Glickman, C.D., Gordon, S.P. and Ross-Gordon, J.M. 1995. Supervision of Instruction: A
Developmental Approach, 3rd ed. Boston, MA: Allyn and Bacon.
8
Smyth, J. 1997. ``Is supervision more than the surveillance of instruction?'', in Glanz, J.
and Neville, R.F. (Eds), Educational Supervision: Perspectives, Issues, and Controversies,
Christopher-Gordon, Norwood, MA, pp. 286-95.
4
(student progress)9. Ketiga, studi tentang dampak langsung perilaku kepala
sekolah terhadap guru dan pembelajaran di kelas. Sheppard10menyimpulkan
dalam penelitiannya bahwa ada hubungan antara perilaku kepala sekolah tertentu
dengan komitmen, keterlibatan, dan inovasi guru. Keempat, studi tentang dampak
langsung dan tidak langsung terhadap prestasi siswa. Hallinger &Heck melakukan
review tentang peranan kepala sekolah dalam penggunaan kepemimpinan
partisipatif dan pembuatan keputusan desentralistik dalam hubungannya dengan
keefektifan sekolah.11
Merujuk kepada deskripsi di atas, nampaknya patut dikembangkan risetriset tentang hubungan antara kepemimpinan pendidikan,pembelajaran, dan
prestasi siswa. Begitu pula, riset tentang dampak perilaku pemimpin pendidikan
terhadap perilaku guru, hubungan antara kepemimpinan pendidikan dengan
pembelajaran, karakteristik pemimpin pendidikan, dan kondisi-kondisi yang
esensial bagi kepemimpinan pendidikan yang efektif sangat dibutuhkan. Usaha ini
diharapkan dapat mendorong akselerasi reformasi pendidikan pada satuan
pendidikan secara mandiri dan kontekstual.
Profil seorang kepala sekolah sebagai pemimpin pendidikan yang efektif
tidak dapat dipisahkan dari sikap, ekspektasi, dan perilaku nyata setiap waktu;
khususnya perilaku yang terkait dengan penciptaan iklim akademik (an academic
climate) di sekolah.
Terkait dengan deskripsi tentang kepala sekolah efektif, para pakar
menwawarkan pandangan-pandangan mereka. Rutherford mencatat sejumlah
kualitas-kualitas esensial sebagai ciri efektifitas pemimpin pendidikan. Pertama,
kepala sekolah efektif memiliki visi yang jelas dan terbuka tentang gambaran
9
Blase, J.R. and Blase, J. 1996. ` Micropolitical strategies used by administrators and
teachers in instructional conferences', Alberta Journal of Educational Research, Vol. 42 No. 4, pp.
345-60.Lihat juga Reitzug, U.C. and Cross, B. 1993. ``Deconstructing principal instructional
leadership: from `super' vision to critical collaboration'', paper presented at the annual conference
of the University Council for Educational Administration, Houston, TX.
10
Sheppard, B. 1996. ``Exploring the transformational nature of instructional leadership'',
The Alberta Journal of Educational Research, Vol. 42 No. 4, pp. 325-44.
11
Hallinger, P. and Heck, R.H. 1996a. ``The principal's role in school effectiveness: an
assessment of methodological progress, 1980-1995'', in Leithwood, K., Chapman, J., Corson, D.,
Hallinger, P. and Hart, A. (Eds), International Handbook of Educational Leadership and
Administration, Kluwer, Dordrecht, pp. 723-83.
5
lembaga yang mereka cita-citakan. Visi mereka memfokus kepada siswa dan
kebutuhan belajar mereka. Lalu, kepala sekolah menterjemahkan visi mereka ke
dalam tujuan-tujuan operasional sekolah dan sesuai harapan guru, siswa, dan staf
administrasi. Bersamaan dengan itu, kepala sekolah memantapkan iklim sekolah
yang mendukung kemajuan pembelajaran menuju pencapaian tujuan dan harapan
tersebut. Indikator ini ditunjukkan oleh minimnya kekacauan akibat stres dan
konflik di dalamnya.
Kepala sekolah yang efektif juga memantau progres pembelajaran melalui
pengamatan terhadap guru ketika mereka mengajar di kelas dan memberi balikan
(feedback) setelah pengamatan. Hal ini, berbeda dari kepala sekolah yang tidak
efektif, yang senang melakukan klaim-klaim subyektif dengan mengatakan,”Guru
saya semua profesional, sehingga saya biarkan mereka bekerja di kelas.” Kalau
kepala sekolah dituntut untuk mengamati dan mengevaluasi guru, maka
kepadanya dituntut memiliki dan mampu mengaplikasikan teori-teori evaluasi
secara baik. Rutherford juga menjelaskan bahwa kepala sekolah yang efektif
menjembatani para guru dengan cara suportif dan positif, misalnya melalui
pemberian hadiah atas karya dan konrtibusi yang positif. Atau, begitu muncul
masalah pembelajaran kepala sekolah segera memberi bantuan secara suportif
yang menghasilkan perbaikan; bukan sebaliknya.
STANDAR KEPEMIMPINAN PENDIDIKAN
Berbasis kepada teori tentang mutu, maka dikatakan bahwa sebagai
instuctionalleader, kepala sekolah yang bermutu adalah kepala sekolah yang
mampu melaksanakan tugasnya sesuai standar yang telah digariskan. Standar
kompetensi kepala sekolah menurut Permendiknas No. 13 Tahun 2007 dapat
dijadikan standar mutu kepala sekolah di Indonesia secara nasional. Permen ini
menggariskan bahwa sebagai pemimpin pendidikan seorang kepala sekolah harus
memenuhi lima kompetensi utama agar mampu menjalankan tugasnya dengan
baik. Kelima kompetensi tersebut, meliputi: kompetensi kepribadian, kompetensi
manajerial, kompetenasi kewirausahaan, kompetensi supervisi, dan kompetensi
sosial.
6
Kompetensi kepribadian mencakup subkompetensi-subkompetensi: (1)
memilikitanggung jawab sebagai pengawas satuan pendidikan, (2) memiliki
integritas kepribadian sebagai pemimpin, (3) memiliki keinginan yang kuat dalam
pengembangan diri sebagai kepala sekolah/madrasah, (4) bersikap terbuka dalam
melaksanakan tugas pokok dan fungsi, (5) mengendalikan diri dalam menghadapi
masalah dalam pekerjaan sebagai kepala sekolah/madrasah, dan (6) memiliki
bakat dan minat jabatan sebagai pemimpin pendidikan.Dengan bekal kompetensi
ini kepala sekolah akan dihormati dan disegani oleh masyarakat.
Kompetensi
manajerial,
terdiri
dari:
(1)
menyusun
perencanaan
sekolah/madrasah untuk berbagai tingkatan perencanaan; (2) mengembangkan
organisasi
sekolah/madrasah
sesuai
dengan
kebutuhan;
(3)
memimpin
sekolah/madrasah dalam rangka pendayagunaan sumber daya sekolah/madrasah
secara optimal; (4) mengelola perubahan dan pengembangan sekolah/madrasah
menuju organisasi pembelajar yang efektif; (5) menciptakan budaya dan iklim
sekolah/madrasah yang kondusif dan inovatif bagi pembelajaran peserta didik; (6)
mengelola guru dan staf dalam rangka pendayagunaan sumber daya manusia
secara optimal; (7) mengelola sarana dan prasarana sekolah/madrasah dalam
rangka pendayagunaan secara optimal; (8) mengelola hubungan sekolah/madrasah
dan masyarakat dalam rangka pencarian dukungan ide, sumber belajar, dan
pembiayaan sekolah/madrasah; (9) mengelola peserta didik dalam rangka
penerimaan peserta didik baru, dan penempatan dan pengembangan kapasitas
peserta
didik;
(10)
mengelola pengembangan
kurikulum
dan
kegiatan
pembelajaran sesuai dengan arah dan tujuan pendidikan nasional; (11) mengelola
keuangan
sekolah/madrasah
sesuai
dengan
prinsip
pengelolaan
yang
akuntabel,transparan, dan efisien; (12) mengelola ketatausahaan sekolah/madrasah
dalam mendukung pencapaian tujuan sekolah/madrasah; (13) mengelola unit
layanan khusus sekolah/madrasah dalam mendukung kegiatan pembelajaran dan
kegiatan peserta didik di sekolah/madrasah; (14) mengelola sistem informasi
sekolah/madrasah dalam mendukung penyusunan program dan pengambilan
keputusan; (15) memanfaatkan kemajuan teknologi informasi bagi peningkatan
pembelajaran dan manajemen sekolah/madrasah; dan (16) melakukan monitoring,
7
evaluasi, dan pelaporan pelaksanaan program kegiatan sekolah/madrasah dengan
prosedur yang tepat, serta merencanakan tindak lanjutnya.
Kompetensi kewirausahaan, terdiri dari: (1) menciptakan inovasi yang
berguna bagi pengembangan sekolah/madrasah; (2) bekerja keras untuk mencapai
keberhasilan sekolah/madrasah sebagai organisasi pembelajar yang efektif; (3)
memiliki motivasi yang kuat untuk sukses dalam melaksanakan tugas pokok dan
fungsinya
sebagai
pemimpin
sekolah/madrasah;
(4)
memiliki
naluri
kewirausahaan dalam mengelola kegiatan produksi/jasa sekolah/madrasah sebagai
sumber belajar peserta didik; dan (5) pantang menyerah dan selalu mencari solusi
terbaik dalam menghadapi kendala yang dihadapi sekolah/madrasah. Di era
perubahan ini kompetensi ini sangat dibutuhkan.
Kompetensi supervisi, meliputi: (1) merencanakan program supervisi
akademik dalam rangka peningkatan profesionalisme guru; (2) melaksanakan
supervisi akademik terhadap guru dengan menggunakan pendekatan dan teknik
supervisi yang tepat; dan (3) menindaklanjuti hasil supervisi akademik terhadap
guru dalam rangka peningkatan profesionalisme guru. Adapun kompetensi sosial
mencakup indikator-indikator: (1) bekerja sama dengan pihak lain untuk
kepentingan
sekolah/madrasah;
(2)
berpartisipasi
dalam
kegiatan
sosial
kemasyarakatan; dan (3) memiliki kepekaan sosial terhadap orang atau kelompok
lain.
Di sisi lain, dalam perspektif global standar mutu dapat dikembangkan
sesuai kebutuhan global. Salah satu standar kepemimpinan pendidikan pada level
internasional adalah Leadership Standards Professional Learning and Training
dari The Interstate School Leader Licensure Consortium (ISLLC) yang
mendeskripsiakn sebanyak 6 standar yang harus dipenuhi oleh kepala
sekolah/pemimpin pendidikan yang efektif. Keenam standar ini, meliputi:
Standard 1: Vision and Goals, Standard 2:Teaching and Learning, Standard
3:Managing Organizational Systems and Safety, Standard 4:Collaborating with
Key Stakeolders, Standard 5:Ethics and Integrity, dan Standard 6:The Education
System. Masing-masing diuraikan sebagai berikut:
Standard 1:Vision and Goals. Pemimpin pendidikan mendukung
8
kesuksesan setiap siswa melalui fasilitasi terhadap pengembangan, artikulasi,
implementasi, dan pengembangan visi belajar yang telah dibagi dan didukung
oleh masyarakat.Dalam hal ini, kegiatan utama kepala sekolah berupa: (1)
mengembangkan visi dan misi sekolah; (2) menggunakan data untuk
mengidentifikasi tujuan, menilai efektifitas organisasi, dan mendorong belajar di
sekolah; (3) menciptakan rencana untuk mencapai tujuan; (4) mengimplementasi
rencana untuk mencapai tujuan; (5) memantau dan mengevaluasi kemajuan
belajar siswa dan merevisi rencana; dan (6) mendorong perbaikan secara kontinyu
dan lestari (continuous and sustainable improvement).
Standard 2:Teaching and Learning. Pemimpin pendidikan mendukung
kesuksesan setiap siswa dengan mempertahankan, memberi pendampingan dan
melestarikan budaya sekolah dan program pembelajaran yang kondusif bagi
kegiatan belajar siswa dan pertumbuhan profesional. Standar ini dapat
implementasikan dengan cara: (1) memelihara dan melestarikan budaya saling
percaya (a culture of trust), belajar, dan harapan berprestasi yang tinggi; (2)
menciptakan program kurikuler yang tepat dan terpadu; (3) menciptakan
lingkungan yang mendukung kepribadian dan memotivasi belajar bagi siswa; (4)
melaksanakan supervisi dan evaluasi pembelajaran; (5) mengembangkan sistem
asesmen dan akuntabilitas untu memantau kemajuan belajar siswa; (6)
mengembangkan kapasitas instruksional staf; (7) memaksimalkan penggunaan
waktu untuk pembelejaran yang bermutu; dan (8) mendorong penggunaan
teknologi yang secara efektif dan tepat untuk mendukung pembelajaran.
Untuk mendorong pertumbuhan profesional (professional growth), kepala
sekolah dapat menggunakan strategi yang tepat. Diantara strategi yang patut
dipertimbangkan adalah: (1) memantapkan kajian tentang pembelajaran; (2)
mendukung upaya kolaboratif antar tenaga pendidik; (3) mengembangkan
pelatihan hubungan antar tenaga pendidik;(4) mendorong dan mendukung
redesign program;(5) mengaplikasikan prinsip-prinsip belajar orang dewasa (adult
learning), pertumbuhan, dan pengembangan ke dalam semua fase pengembangan
staf; dan (6) mengimplementasikan action researchuntuk memberi informasi
dalam pembuatan keputusan instruksional.
9
Standard 3:Managing Organizational Systems and Safety. Pemimpin
pendidikan mendorong kesuksesan siswa dengan menjamin pengelolaan
organisasi, operasi, dan sumber-sumber untuk menciptakan lingkungan belajar
yang aman, efisien, dan efektif. Dalam mengelola sistem dan keselamatan
organisasi, kepala sekolah melakukan serangkaian kegiatan, yaitu: (1) mengelola,
memonitor, dan mengevaluasi sistem operasional; (2) mencari, mengalokasi, dan
mengembangkan sumber daya manusia, uang, dan teknologi; (3) mempromosikan
dan
melindungi
kesejahteraan
dan
keselamatan
siswa
dan
staf;
(4)
mengembangkan kapasitas kepemimpinan pada warga sekolah dan mendorong
pola-pola distribusi epemimpinan yang produktif; dan (5) melindungi guru dan
waktu serta memfokus untuk mendukung pembelajaran yang bermutu.
Standard 4:Collaborating with Key Stakeholders. Pemimpin pendidikan
mendukung kesuksesan siswa melalui kerjasama dengan guru dan anggota
masyarakat dalam rangka merespon kepentingan dan kebutuhan masyarakat, serta
memobilisasi sumber daya masyarakat. Tugas ini dilakukan kepala sekolah
dengan: (1) menganalisis lingkungan pendidikan; (2) mendorong staf, siswa,
keluarga, dan pihak terkait lain terhadap pemahaman, apresiasi, dan pemanfaatan
sumber daya kultural, sosial, dan intelektual yang beragam, (3) membangun dan
memelihara hubungan dengan keluarga; dan (4) membangun dan memelihara
hubungan dengan mitra masyarakat.
Standard 5:Ethics and Integrity. Pemimpin pendidikan mendorong
kesuksesan belajar siswa melalui tindakan-tindakan yang penuh dengan
inttegritas, keterbukaan, dan dengan cara yang etis. Hal ini, dapat ditempuh
dengan cara: (1) menjamin akuntabilitas bagi setiap kesuksesan siswa secara
akademik dan sosial; (2) memberi teladan terhadap prinsip-prinsip kesadaran diri
(self-awareness), praktik reflektif, dan perilaku etis; (3) menjaga nilai-nilai
demokrasi, kesetaraan, tranpransi, dan kemajemukan; (4) mengevaluasi
konsekuensi moral dalam pembuatan keputusan, (5) menjamin bahwa keadilan
sosial dan belajar siswa secara individual menyampaikan semua aspek
persekolahan.
Standard 6:The Education System. Pemimpin pendidikan memdorong
10
kesuksesan setiap siswa dengan memahami, tanggap kepada, dan mempengaruhi
konteks politik, sosial, ekonomi, hukum, dan kultural. Untuk mewujudkannya,
kepala sekolah: (1) membela anak dan keluarganya; (2) memberi pengaruh kepada
keputusan lokal, regional, dan nasional tentang kegiatan belajar siswa; (3)
mengantisipasi dan memberi pengaruh terhadap tren, inisiatif, dan tekanan di luar
organisasi; dan (4) mengasesmen dan menganalisis tren yang muncul untuk
mengadaptasi strategi kepemimpinan dan prioritas dalam masyarakat demkrasi.
KETERAMPILAN KEPEMIMPINAN PENDIDIKAN
Menyadari besarnya tanggungjawab kepala sekolah sebagai pemimpin
pendidikan, padanya membutuhkan seperangkat keterampilan yang memadai.
Fullan (2005), menyatakan:
“A highly effective school leader can have a dramatic influence on the overall
academic achievement of students.”(pemimpin sekolah yang efektif dapat
memiliki pengaruh luar biasa/dramatik terhadap keseluruhan prestasi
akademik siswa).
Pandangan tersebut mengisyaratkan bahwa untuk memiliki pengaruh yang
signifikan kepala sekolah harus memiliki keterampilan yang memadai. Secara
umum, terdapat tiga macam keterampilan yang harus dimiliki kepala sekolah,
yakni: keterampilan konseptual (conceptual skill), keterampilan manajerial
(mangerial skill), dan keterampilan manusiawi (human skill). Secara lebih rinci,
Stogdil
(1974)
berdasar
hasil
risetnya
mengidentifikasi
keterampilan
kepemimpinan ke dalam: pintar (clever/intelligent), terampial membuat konsep
(conceptually skilled), kreatif, diplomatik dan taktik, lancar berbicara, menguasai
tugas kelompok, tertib administrasi (organised/administrative ability), persuasif
(persuasive), dan pandai bergaul (socially skilled). Selain sifat-sifat ini, ia
memasukkan ke dalam keterampilan kepemimpinan itegritas, kejujuran,
kesabaran, dan keramahan.
SIFAT-SIFAT KEPEMIMPINAN
Sebagai public figure kepala sekolah akan selalu menjadi pusat perhatian
11
masyarakat, tidak saja di sekolah namun juga di masyarakat luas. Menyadari hal
ini, padanya dituntut untuk memiliki dan mengembangkan sifat-sifat yang mulia
untuk diteladani oleh mereka. Stogdill (1974) memerinci sifat-sifat seorang
pemimpin ke dalam: situasi yang fleksibel (adaptable to situations), peka
terhadap lingkungan sosial, berambisi dan berorientasi prestasi, tegas, kooperatif,
bijak, terbuka, dominan, enerjik, tepat (persistent), percaya diri (self-confident),
toleran terhadap stres, dan bertanggungjawab.
Mempertimbangkan bahwa kepemimpinan merupakan faktor determinan
bagi efektifitas sekolah, maka seorang kepala sekolah harus memiliki seperangkat
sifat-sifat produktif. Para ahli menaruh perhatiannya tentang hal ini secara serius,
dengan
mengemukakan
pandangan-pandangan
mereka.
Little
&
Bird12
memandang kepala sekolah efektif memiliki keinginan memimpin dan kemauan
bertindak dengan penuh semangat dalam situasi yang sulit. Memiliki inisiatif yang
tinggi dan orisinal13. Begitu pula, menurut keduanya, berorietnasi pada tujuan dan
merasa jelas terhadap tujuan instruksional dan organisasional. Kepala sekolah
juga harus menata tauladan yang baik melalui kerja keras 14. Kepala sekolah
efektif juga harus mengenali kekhasan guru dalam gaya, sikap, dan orientasi
mereka, serta mendukung gaya mengajar mereka yang berbeda. Ia juga mampu
menyesuaikan keterampilan mengajarnya dengan penataan pembelajaran dan
penugasan. Akhirnya, ia juga memberi kesempatan kepada guru untuk muncul
atau tampil sebagai pemimpin15.
KESIMPULAN
Sejalan dengan perubahan lingkungan global, tuntutan masyarakat
terhadap sekolah semakin kompleks. Para kepala sekolah harus menyadari bahwa
perubahan struktural sekolah mengharuskan perubahan peran dalam dirinya.
Little, J. W., & Bird, T. D. 1987. Instructional leadership “close to classroom” in
secondary school. Dalam Greenfield, W. D. 1987. Instructional leadership: Concepts, issues, and
controvesies. Boston: Allyn & Bacon.
13
Blumberg, A. 1987. The work of principals: A touch of craft. Dalam Greenfield, W. D.
1987. Instructional leadership: Concepts, issues, and controvesies. Boston: Allyn & Bacon.
14
Ubben, G. C., & Hughes, L. W. 1987. The principal: Creative leadership for effective
schools. Newton, MA: Allyn & Bacon.
15
Ubben, G. C., & Hughes, L. W. 1987. The principal.
12
12
Untuk menghadapi perubahan global secara sukses, kepala sekolah perlu
mengkaji kembali esensi instructionalleadership, karakteristik, skil, dan sifat
kepemimpinan yang harus dipelihara dan kembangkan.
Secara komprehensif, Sergiovanni16 menggariskan bahwa kepala sekolah
yang efektif adalah kepala sekolah yang mampu menjadikian sekolahnya efektif.
Kriteria sekolah efektif, ditandai oleh: skor tes yang meningkat; kehadiran
meningkat; karya tulis dan tugas meningkat; waktu belajar efektif; partisipasi
masyarakat dan orang tua; partisipasi siswa dalam akatifitas ekstra kurikuler;
hadiah dan penghargaan bagi siswa dan guru; serta mutu dukungan bagi siswa
berkebutuhan khusus.
REFERENCES
Blase, J.R. and Blase, J. 1996. ` Micropolitical strategies used by administrators
and teachers in instructional conferences',Alberta Journal of Educational
Research, Vol. 42 No. 4,pp.
Blumberg, A. 1987. The work of principals: A touch of craft. Dalam Greenfield,
W. D. 1987. Instructional leadership: Concepts, issues, and controvesies.
Boston: Allyn & Bacon.
DeBovoise, W. 1984. Sythesis of research on the prinscipal as instructional
leader. Educational Leadership, 42(2).
Dowling, G. and Sheppard, K. 1976. ``Teacher training: a counseling focus'',
paper presented atthe national convention of Teachers of English to
Speakers of Other Languages, New York,NY.
Glanz, J. and Neville, R.F. 1997. Educational Supervision: Perspectives, Issues,
andControversies.Norwood, MA:Christopher-Gordon.
Glickman, C.D., Gordon, S.P. and Ross-Gordon, J.M. 1995. Supervision of
Instruction: A Developmental Approach, 3rd ed. Boston, MA: Allyn and
Bacon.
Gordon, S.P. 1997.``Has the field of supervision evolved to a point that it should
be calledsomething else?'', in Glanz, J. and Neville, R.F. (Eds), Educational
Supervision:
Perspectives,Issues,
and
Controversies.Norwood,
MA:Christopher-Gordon, pp.
Greenfield, W. D. 1987. Instructional leadership: Concepts, issues, and
controvesies. Boston: Allyn & Bacon.
16
Sergiovanni, T. J. 1987. The principalship: A reflective practice perspective. Boston:
Allyn & Bacon.
13
Hallinger, P. and Heck, R.H. 1996a. ``The principal's role in school effectiveness:
an assessmentof methodological progress, 1980-1995'', in Leithwood, K.,
Chapman, J., Corson, D.,Hallinger, P. and Hart, A. (Eds), International
Handbook of Educational Leadership and Administration, Kluwer,
Dordrecht, pp.
Hallinger, P. and Heck, R.H. 1996b. ``Reassessing the principal's role in school
effectiveness: areview of empirical research, 1980-1995'', Educational
Administration Quarterly, Vol. 32No. 1, pp.
Little, J. W., & Bird, T. D. 1987. Instructional leadership “close to classroom” in
secondary school. Dalam Greenfield, W. D. 1987. Instructional
leadership: Concepts, issues, and controvesies. Boston: Allyn & Bacon.
Louis, K.S., Marks, H.M. and Kruse, S. 1996. ``Teachers' professional community
inrestructuring schools'', American Educational Research Journal, Vol. 33
No.4, pp.
Manasse, A. L. 1985. Improving conditions for principal effectiveness: Policy
implications of research. Elementary School Journal 85(3).
Permendiknas Nomor 13 Tahun 2007
Reitzug, U.C. and Cross, B. 1993. ``Deconstructing principal instructional
leadership: from`super' vision to critical collaboration'', paper presented at
the annual conference of theUniversity Council for Educational
Administration, Houston, TX.
Sergiovanni, T. J. 1987. The principalship: A reflective practice perspective.
Boston: Allyn & Bacon.
Sheppard, B. 1996. ``Exploring the transformational nature of instructional
leadership'',The Alberta Journal of Educational Research, Vol. 42 No. 4.
Smyth, J. 1997. ``Is supervision more than the surveillance of instruction?'', in
Glanz, J. andNeville, R.F. (Eds),Educational Supervision: Perspectives,
Issues, and Controversies,Christopher-Gordon, Norwood, MA, pp. 286-95.
Ubben, G. C., & Hughes, L. W. 1987. The principal: Creative leadership for
effective schools. Newton, MA: Allyn & Bacon.
Download