1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pemberian obat secara aman merupakan perhatian utama ketika melaksanakan pemberian obat kepada pasien. Sebagai petugas yang terlibat langsung dalam pemberian obat, petugas harus mengetahui yang berhubungan dengan peraturan dan prosedur dalam pemberian obat karena hampir semua kejadian error dalam pemberian obat terkait dengan peraturan dan prosedur. Petugas harus mengetahui informasi tentang setiap obat sebelum diberikan kepada pasien untuk mencegah terjadinya kesalahan. Melaksanakan pemberian obat secara benar dan sesuai instruksi dokter, mendokumentasikan dengan benar dan memonitor efek dari obat merupakan tanggung jawab dari semua petugas yang terlibat dalam pemberian obat. Jika obat tidak diberikan seperti yang seharusnya maka kejadian medication errors dapat terjadi. Kejadian medication errors yang memberi efek serius ataupun tidak harus dilaporkan (WHO, 2012) The National Coordinating Council for Medication errors Reporting and Prevention mendefenisikan medication errors sebagai setiap kejadian yang dapat dihindari yang menyebabkan atau berakibat pada pelayanan obat yang tidak tepat atau membahayakan pasien ketika obat berada dalam pengawasan tenaga kesehatan atau pasien. Sebagai komitmen terhadap peningkatan mutu pelayanan kesehatan dan patient safety pada tahun 2005 World Health Organization (WHO) bekerjasama dengan Joint Commission International (JCI) sepakat untuk membuat tujuan bersama yaitu mengurangi angka kejadian medical errors yang hampir setiap hari terjadi di seluruh dunia yang mana medication errors merupakan salah satu faktor yang umum menyebabkan terjadinya medical errors (Bruwer, 2012). Menurut The Joint Commission (2008) error yang berhubungan dengan pemberian obat dipercaya sebagai penyebab paling umum dari kejadian medical error dan umumnya 1 2 disebabkan kejadian yang dapat dihindari. Para ahli setuju bahwa anak-anak memiliki potensial lebih tinggi mengalami cedera akibat medication errors dibandingkan dewasa. Sebagai contoh kesalahan dalam dosis obat lebih sering terjadi pada anak dibandingkan dewasa karena pada anak harus dilakukan penghitungan dosis obat berdasarkan berat badan, fractional dosing (mg dan Gm) dan sering sekali menggunakan nilai desimal. Ada dua tipe medication errors yaitu pertama kesalahan terhadap penyiapan obat yang terdiri dari salah dosis, salah obat/cairan, salah pasien, salah waktu, salah formulir obat, salah larutan dan wadah obat yang tidak diberi label. Kedua adalah kesalahan administrasi obat (Agyemang & While, 2010). Sedangkan Barker et al (2002) mengungkapkan 6 tipe medication errors yaitu omission errors, penggunaan obat yang tidak sah, salah dosis, salah rute, salah sediaan obat dan salah waktu. Angka kejadian medication errors di dunia sangat bervariasi. Di Amerika Serikat angka kejadian medication errors antara 2 – 14 % dari jumlah pasien yang dirawat di rumah sakit, dengan 1 – 2 % yang menyebabkan kerugian pasien dimana umumnya terjadi karena peresepan yang salah. Kesalahan obat diperkirakan mengakibatkan 7000 pasien meninggal per tahun di AS. Kejadian ini hampir serupa dengan rumah sakit di Inggris. Menurut laporan terbaru dari National Audit Commission Report on Patient safety, medication errors (7 % dari semua kejadian medical errors ) merupakan faktor kedua yang paling umum dari kejadian yang membahayakan pasien setelah pasien jatuh (Williams, 2007). Di Indonesia medication errors relatif sering terjadi di institusi pelayanan kesehatan namun belum ada data yang akurat meskipun umumnya jarang yang mengakibatkan cedera pada pasien. Pada pasien rawat inap di rumah sakit dilaporkan sekitar 3 – 6,9% kejadian medication errors, yang mana 0,03 – 16,9% terjadi akibat peresepan yang tidak sesuai dan 11% berhubungan dengan kesalahan dalam dosis obat dan memberikan obat yang salah kepada pasien (Dwiprahasto, 2006). Berdasarkan hasil observasi yang dilakukan Perwitasari (2010), di instalasi rawat jalan salah satu rumah sakit pemerintah di Yogyakarta terhadap 229 resep ditemukan 3 226 resep dengan medication errors. Dari 226 medication errors, 99,12 % adalah prescribing errors, 3,02 % merupakan pharmaceutical errors dan 3,66 % adalah pada proses dispensing. Berdasarkan data diatas dapat diketahui bahwa angka kejadian medication errors masih sering terjadi di rumah sakit di Indonesia. Pada umumnya ketidaksesuaian pemberian obat ini tidak pernah dilaporkan kecuali terjadi efek samping kepada pasien. Kesalahan obat tidak hanya terjadi pada pemberian obat, ini juga dapat terjadi pada proses penyiapan. Salah satu kejadian yang pernah terjadi di bangsal anak di salah satu rumah sakit swasta adalah seorang anak dengan diagnosis hand foot mouth disease diresepkan oleh dokter Daktarin oral gel, namun petugas farmasi memberikan Daktarin diapers. Hal ini dikarenakan kemasan obat yang mirip (look a like). Perawat yang menerima obat tidak memperhatikan secara teliti dan setelah melakukan double check kepada seniornya kemudian memberikan kepada ibu pasien untuk diberikan kepada anaknya. Sebelum ibu pasien memberikan kepada anaknya ibu pasien membaca petunjuk yang tertera pada kemasan obat tersebut dan langsung melaporkan kepada perawat bahwa Daktarin yang diberikan tidak sesuai dengan kebutuhan pasien. Dari pengalaman tersebut dapat dilihat bahwa medication errors dapat terjadi oleh berbagai faktor meski telah ada pedoman yang jelas dalam penatalaksanaan obat. Prinsip 6 benar merupakan salah satu cara untuk meminimalkan terjadinya kejadian medication errors. Menurut World Health Organization (2005) mengatakan manajemen penggunaan obat berdasarkan prinsip pemberian obat 6 benar yaitu: benar pasien, benar obat, benar dosis, benar cara pemberian, benar waktu pemberian dan benar dokumentasi. Bila terjadi ketidaksesuaian atau medication errors dalam penatalaksanaan obat, petugas kesehatan yang mengetahui dapat segera melaporkan kepada penanggung jawabnya. Hampir semua pasien yang dirawat di rumah sakit menerima obat sebagai bagian dari pengobatan, menurut London Department of Health yang dikutip dari Smith (2004) sekitar 200 juta resep ditulis di rumah sakit setiap tahunnya. Kesalahan obat sering terjadi dan diperkirakan sekitar 10 – 20 % kejadian Medication errors dan 4 biaya yang dihabiskan diperkirakan £ 200 – 400 juta per tahun. Obat – obatan merupakan penyebab paling sering terjadinya kejadian yang tidak diinginkan di rumah sakit yang dapat menimbulkan perpanjangan lama rawat inap, penambahan pemanfaatan sumber daya, perpanjangan jam kerja dan rendahnya tingkat kepuasaan pasien. Meskipun beberapa reaksi obat yang tidak dapat diduga tidak dapat dihindari selama pengobatan, tetapi kesalahan pemberian obat yang disebabkan kesalahan, slips dan lapses selama peresepan, penyediaan obat dan pemberian obat kepada pasien tetap dapat dihindari (Agyemang & While, 2010). Menurut Kohn ( 2000) kejadian medication errors banyak terjadi namun tidak didokumentasikan atau dilaporkan dan kejadian medication errors seringkali sebenarnya dapat dicegah. Penggunaan obat merupakan proses yang kompleks dan melibatkan sistem organisasi dan tenaga profesional dari berbagai disiplin. Kesalahan dalam pemberian obat tidak hanya berdampak kepada pasien tetapi juga kepada petugas kesehatan dan rumah sakit. Menurut smith (2004) di rumah sakit proses administration merupakan proses akhir dari pemberian obat, sehingga petugas yang terkait harus bekerjasama untuk memastikan semua tahap berlangsung sesuai prosedur sehingga pemberian obat yang aman kepada pasien dapat terlaksana. Manajemen risiko dalam proses administration sangat diperlukan di rumah sakit karena bila terjadi kesalahan dalam proses ini dapat berakibat langsung kepada pasien. Ada banyak faktor yang menimbulkan kesalahan dalam proses administration diantaranya adalah penulisan resep yang tidak jelas, order secara lisan, label obat yang tidak jelas, pengetahuan petugas yang kurang, kelelahan, beban kerja dan adanya gangguan. Menurut Johnson et al (2011) medication errors termasuk dalam 3 besar kejadian sentinel events dan kesalahan yang terbanyak terjadi pada proses administration. Laporan dari 184 penyedia pelayanan kesehatan di United Stated selama tahun 2000, 42 % kejadian medication errors terjadi pada proses administration. Sebuah observasi yang dilakukan di ruang intensive care unit pada 2 rumah sakit di Duth, dari 233 proses administration terdapat 77 (33%) medication errors. Observasi yang dilakukan terhadap proses administrtion obat oleh perawat di 5 beberapa rumah sakit di US menunjukkan kejadian medication errors yang tertinggi pada dosis obat. Tetapi banyak perawat yang tidak menyadari kesalahan tersebut dan tidak adanya pelaporan yang akurat terhadap kejadian medication errors (WHO, 2005). Hasil penelitian yang dilakukan di RS PKU Muhammadiyah Surakarta di ruang rawat inap pada 52 kasus pasien stroke terdapat kesalahan dalam proses administration sebesar 68.12% (Mutmainah, 2005). Berdasarkan data ini, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian mengenai evaluasi implementasi medication safety practice berdasarkan perspektif 6 benar di Rumah Sakit Advent Bandung. B. Perumusan Masalah Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah apakah pemberian obat di ruang rawat inap Rumah Sakit Advent Bandung sudah sesuai dengan medication safety practice berdasarkan prinsip 6 benar? C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan umum penelitian Untuk menilai pelaksanaan medication safety practice pada tahap administration di ruang rawat inap RSAB berdasarkan prinsip 6 benar. 2. Tujuan khusus penelitian a. Menilai kesesuaian pelaksanaan medication safety practice di RSAB berdasarkan prinsip 6 benar b. Mengukur pada bagian apakah medication safety practice paling sering tidak dilakukan? c. Menganalisa penyebab tidak dilaksanakannya medication safety practice berdasarkan prinsip 6 benar d. Mengetahui faktor yang mempengaruhi pelaksanaan medication safety practice berdasarkan prinsip 6 benar 6 D. Manfaat Penelitian 1. Sebagai bahan masukan untuk pihak manajemen dalam merencanakan sistem administration obat yang mengutamakan keselamatan pasien di ruang rawat inap RSAB. 2. Untuk memberi informasi faktor – faktor yang mempengaruhi terjadinya medication errors di RSAB berdasarkan prinsip 6 benar. 3. Data pelaksanaan medication safety practice dapat menjadi masukan bagi petugas yang terkait dalam pemberian obat untuk lebih mengutamakan keselamatan pasien melalui pemberian obat berdasarkan prinsip 6 benar. 4. Meningkatkan kepuasaan pasien melalui pemberian obat yang aman dan terhindar dari kejadian medication errors 5. Sebagai masukan bagi pengembangan ilmu pengetahuan dalam penatalaksanaan pemberian obat berdasarkan prinsip 6 benar untuk meminimalkan terjadinya kesalahan pemberian obat. 6. Bagi peneliti untuk menambah pengetahuan dan pengalaman dalam penelitian. E. Keaslian Penelitian Penelitian tentang evaluasi implementasi medication safety practice berdasarkan perspektif 6 benar di Rumah Sakit Advent Bandung belum pernah dilakukan. Penelitian mengenai medication errors di rawat jalan sudah diteliti di salah satu rumah sakit pemerintah di Yogyakarta oleh Perwitasari (2010). Hasil penelitian ini ditemukan dari 229 resep yang diteliti terdapat 226 resep dengan medication errors yang terdiri dari 99.12% adalah prescribing errors, 3.02% merupakan pharmaceutical errors dan 3.66% terjadi pada proses dispensing. Kaushal et al (2001) melakukan penelitian tentang Medication errors and Adverse Drug Events in Pediatric Patients. Penelitian tersebut bertujuan untuk mengukur angka kejadian medication errors di bangsal anak dengan metode 7 prospektif cohort study yang dilakukan pada 10778 pasien anak yang di rawat di 2 rumah sakit pendidikan menemukan 616 kejadian medication errors. Risdiana (2008) melakukan penelitian identifikasi indikator medication errors di rumah sakit PKU Muhammadiyah Yogyakarta. Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian kualitatif dengan rancangan penelitian action research. Subjek pada penelitian ini meliputi pasien, resep dan tindakan yang terkait pemilihan, penyiapan dan penggunaan obat. Hasil penelitian menemukan sebenarnya medication errors telah sering terjadi namun sistem pencegahan dan pelaporan yang baik belum dilakukan. Hasil dari penelitian ini yaitu disetujuinya 16 indikator yang dinyatakan layak dan sesuai digunakan untuk mengukur kejadian di RS PKU Muhammadyah Yogyakarta.