Tgs SIM UTS - Pelayanan Kesehatan dan Keperawatan Online

advertisement
Penggunaan Teknologi Kode Bar Untuk Menurunkan
Kesalahan Obat
Disusun Sebagai Tugas Mata Ajar Sistem Informasi Manajemen
Koordinator: Rr.Tutik Haryati, MARs
Disusun Oleh:
Regina VT Novita
NIM : 0906621483
PROGRAM STUDI MAGISTER KEPERAWATAN
FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN
UNIVERSITAS INDONESIA
2010
Abstrak
Perkembangan teknologi informasi semakin maju seiring dengan kebutuhan manusia
akan informasi. Manusia dalam memenuhi kebutuhannya tidak jarang menggunakan
teknologi informasi, dimana sudah merambah pada dunia kesehatan. Pelayanan yang
diberikan di rumah sakit salah satunya adalah pemberian obat. Selama beberapa tahun
terakhir, kesalahan Obat merupakan kejadian tersering dan penyebab 7000 kematian
pertahunnya di AS. (Paoletti, 2007).
Barcode ini adalah sistem yang sudah terbukti dapat mengurangi kesalahan dalam
pemberian obat sebesar 50%. Secara efektif dengan menggunakan sistem ini mampu
mengidentifikasi kesalahan pengobatan selama proses administrasi.
Sistem barcode juga merupakan solusi teknologi terbaik, untuk meningkatkan komunikasi
farmasi dan keperawatan, untuk menjaga kepuasan keperawatan dengan meminimalkan
beban kerja tambahan, untuk mengidentifikasi terus-menerus dalam rangka memfasilitasi
pendekatan proaktif untuk mencegah terjadinya kesalahan obat.
Electronic Medical Record (EMR) termasuk di dalamnya adalah electronic medication
administration record (EMAR), adalah komponen penting seiring dengan hal tersebut
maka proses yang baik diperlukan juga adalah CPOE (Computerized prescriber order
entry) (Gozdan, 2009).
1. Latar belakang
Perkembangan teknologi informasi semakin maju seiring dengan kenbutuhan manusia
akan informasi . Penggunaan teknologi informasi sudah merambah luas di semua bidang,
dapat dikatakan bahwa perkembangan teknologi informasi akan menyebabkan fenomena
dalam cara hidup manusia. Manusia dalam memenuhi kebutuhannya cenderung
menginginkan kemudahan, termasuk penggunaan teknologi informasi. Hal ini dapat
dibuktikan bahwa teknologi informasi
ini sudah masuk
ke hampir semua bidang
kehidupan termasuk dunia kesehatan.
Profesi perawat yang merupakan bagian dari tenaga kesehatan dalam beberapa tahun
terakhir ini juga mengalami perkembangan yang sangat pesat. Perawat sebagai ujung
tombak pelayanan bergerak kearah positif, hal ini
dikarenakan adanya pengaruh
globalisasi dimana tuntutan masyarakat akan profesi keperawatan semakin tinggi.
Pelayanan yang diberikan kepada pasien dirumah sakit merupakan kerjasama antara
berbagai disiplin ilmu dalam kesehatan. Kerjasama inilah yang menuntut suatu mutu yang
berkualitas dalam memberikan asuhan keperawatan.
Pelayanan yang diberikan di rumah sakit salah satunya adalah pemberian obat. Kesalahan
yang terjadi di rumah sakit dan terjadi sangat sering serta menyebabkan kerugian pasien.
Selama beberapa tahun terakhir, diilustrasikan bahwa
kesalahan Obat merupakan
penyebab 7000 kematian diperkirakan setiap tahunnya (Paoletti, 2007). Bates dan asosiasi
menemukan 34% dari obat yang merugikan dapat dicegah. Kejadian tersebut terjadi pada
langkah administrasi dari proses permintaan obat.
Teknologi informasi memiliki potensi untuk mengurangi kesalahan pengobatan, jenis yang
paling umum dari kesalahan medis yang dilakukan di rumah sakit akhir-akhir ini. Survei
praktek farmasi 2005 di Amerika dalam pengaturan rumah sakit mengungkapkan bahwa
pada tahun 2002, hanya 3% dari rumah sakit yang memiliki 400 tempat tidur telah
menyelesaikan pelaksanaan administrasi bar-kode-obat (BCMA), dan jumlah ini
meningkat menjadi 17,2 % pada tahun 2005. BCMA pelaksanaan keseluruhan meningkat
juga, dengan 9,4% dari rumah sakit melaporkan pelaksanaannya pada tahun 2005,
dibandingkan dengan hanya 1,5% pada tahun 2002. Penggunaan obat catatan administrasi
tulisan tangan (MARS) mengalami penurunan, dengan pergeseran ke arah MARS kertas
yang dihasilkan komputer dan administrasi catatan elektronik obat-obatan (EMARs),
keduanya mengurangi risiko kesalahan yang terkait dengan tulisan tangan dan kelalaian.
Menurut Poon, 2010 mengidentifikasi 6,5 efek samping terkait dengan penggunaan obat
per 100 penerimaan rawat inap; lebih dari seperempat dari peristiwa ini adalah akibat
kesalahan yang sebetulnya dapat dicegah. Di antara kesalahan pemberian obat yang serius,
sekitar sepertiga terjadi pada tahap proses pemesanan obat, sepertiga lainnya terjadi
selama pemberian obat-obatan. Sedangkan menurut Gozdan, 2009 mengatakan pada tahun
2007di rumah sakit Aultman Ohio Amerika total medication errors 873 kejadian dengan
Nursing medication errors 462. Kesalahan tersebut dikategorikan dalam salah pasien (28),
salah dosis (108), salah obat (66), salah waktu (50), salah cara pemberian (route (19),
kelebihan dosis (45), penulisan resep oleh perawat (102).
Teknologi Informasi kesehatan perawatan telah disebut-sebut sebagai strategi yang sangat
menjanjikan untuk mencegah kesalahan obat. Sebagai contoh, komputerisasi dokter-order
entry telah terbukti mengurangi timbulnya kesalahan obat secara serius sampai 55%
dengan menggunakan Bar-kode teknologi verifikasi. Studi sebelumnya telah menunjukkan
bahwa teknologi ini dapat mencegah kesalahan dalam pengeluaran obat dari pharmacy dan
dalam menghitung dosis obat yang akan diberikan. Pengoperasian pada sisi tempat tidur,
digunakan teknologi bar-kode untuk memverifikasi identitas pasien dan pengobatan yang
akan diberikan dan penggunaannya telah meningkat, terutama di Veterans Affairs
hospitals.
Memverifikasikan
obat
dengan
Bar-kode
di
samping
tempat
tidur
biasanya
diimplementasikan dalam hubungannya dengan sistem administrasi obat-elektronik
(Emar), yang memungkinkan perawat untuk secara otomatis memberikan obat sesuai
dengan pendokumentasian dengan cara bar-code scanning. Karena order obat berasal dari
Emar elektronik baik dari entri perintah dokter atau sistem farmasi, pelaksanaannya dapat
mengurangi kesalahan dalam berproses.
Tujuan dari bar code ini menurut Paoletti, 2007 adalah untuk mengurangi kesalahan
pengobatan yang terjadi selama pemberian obat sebesar 50%. Secara efektif menggunakan
sistem obat dengan mendeteksi pengamatan menggunakan mekanisme yang handal dan
efektif untuk mengidentifikasi kesalahan pengobatan selama proses administrasi. Sistem
bar code juga untuk mengidentifikasi dan menerapkan solusi teknologi terbaik, untuk
meningkatkan komunikasi farmasi dan keperawatan, untuk
menjaga kepuasan
keperawatan melalui meminimalkan beban kerja tambahan, untuk membentuk sumber
data untuk mengidentifikasi terus-menerus dalam rangka memfasilitasi pendekatan
proaktif untuk mencegah terjadinya kesalahan obat.
2. Kajian Literatur
a.
Sistem Informasi Managemen Keperawatan
Sistem Informasi Keperawatan merupakan pemanfaatan
teknologi jaringan
komunikasi (network) dan sistem informasi secara cepat, tepat, dan akurat dengan
menyajikan data dan informasi yang dibutuhkan oleh perawat untuk membantu
perawat dalam pengelolaan data dan informasi untuk mendukung praktik keperawatan
dan meningkatkan mutu perawatan.
Teknologi RFID (Radio Frequency Identification) bukanlah teknologi informasi (TI)
yang terbaru. Teknologi ini ternyata telah ditemukan pada tahun 1950-an ketika
Harris mematenkan penemuannya berupa sistem radio transmisi dan sebagai awal
dimulainya riset teknologi RFID pada skala laboratorium (Hunt et al., 2007).
Sejalan dengan kemajuan teknologi pada tahun 2004 dikenal electronic Medical
Record (EMR) termasuk di dalamnya adalah electronic medication administration
system. Tahun 2006-2007 perawat memulai penggunaan electronic medication
administration record (EMAR), seiring dengan pemberian obat yang aman bagi pasien
maka proses yang komplek diperlukan salah satunya adalah CPOE (Computerized
prescriber order entry) (Gozdan, 2009),.
Menurut Bates, 2000 menggunakan teknologi informasi dapat menurunkan kesalahan
dalam pemberian obat kepada pasien, dimana CPOE secara online dokter dapat
menuliskan resep. Sedangkan menurut Kaushal (2009) secara komputerisasi pada
pemesanan obat dapat meningkatkan keamanan dengan bebagai jalan: pertama semua
order bersifat terstruktur yang berisi dosis, rute pemberian, dan frekuensinya. Kedua
pengorderan terbaca dengan jelas dan dapat diidentifikasi pemebri order. Ketiga,
informasi yang didapat terbukti untuk dipesan selama proses. Keempat, semua
pemesanan obat dapat diperiksa untuk jumlah termasuk alergi terhadap obat, interaksi
obat,dan kelebihan dosis bahkan masalah kecukupan dosis yang dapat menggangu
fungsi liver dan ginjal.(Bakhtiari, 2010)
b.
Sistem Bar code
Ketika seorang pasien dirawat di bangsal, maka pasien akan menerima sebuah gelang
dengan barcode satu dimensi dari bagian administrasi yang mengurus pasien. Gambar
1 mengilustrasikan barcode sampel dari gelang pasien. Meskipun onedimensional
barcode dapat menyimpan hingga 20 bytes, dimana rumah sakit hanya menggunakan
10 byte. Byte pertama menunjukkan mulai, dan 8 byte berikutnya digunakan untuk
mengidentifikasi jumlah pasien. Byte terakhir menunjukkan akhir dari Barcode.
Gambar 1: Contoh Barcode 1 dimensi pada gelang pasien
No register
Nama dan sex
Reregister
No rekam Medis
Reregister
Barcode 2 dimensi
Contoh label barcode 2 dimensi pada
kantong obat
c.
Desain Barcode
Sistem berbasis Barcode yang digunakan menjadi jadi dua bagian: diluar kamar
pasien atau di sisi tempat tidur pasien dan ruang server di mana server
mesin ditempatkan. Di bangsal,
pasien memakai gelang yang berisi identifikasi
informasi, dan bungkusan obat dan kantong darah diberi label dengan barcode. Ketika
perawat menscan barcode menggunakan PDA, maka data yang diperoleh dari barcode
akan dikirim ke server yang terletak di kamar melalui Access Point nirkabel (AP).
Kemudian server akan memeriksa kembali data yang berisi informasi yang telah
diresepkan oleh dokter, dan mengembalikan hasil ke PDA tersebut. (Gb 2.)
Gambar 2 : Desain Barcode
Gambar 3 : Pencegahan Kesalahan obat dengan Menempelkan Barcode Pasien
pada Obat, bag transfusi.
kantong darah untuk transfusi juga diberi label dengan barcode oleh petugas di bank
darah (Gb 3). Meskipun barcode dua dimensi dapat menyimpan hingga 2.000 bytes,
rumah sakit menggunakan hanya 32 byte. BIP-5300 PDA dari Bluebird Soft Inc,
produsen PDA, telah digunakan oleh rumah sakit. PDA memiliki barcode yang
memiliki kemampuan untuk membaca hasil dari scan barcode dari gelang, kantung
obat, dan kantong darah. Selain itu juga sebuah driver jaringan wireless terhubung
dengan jaringan HIS dan transfer data ke server. Kemudian layar dari PDA dapat
memberikan hasil yang telah diperiksa dan diterima dari server. Aliran barcode pada
sistem obat, melalui wireless AP, memeriksa data dasar dan mengembalikan hasil ke
PDA.
Gambar 4 menggambarkan langkah screen shot pada masing-masing obat
menggunakan sistem ini. Sebelum perawat memberikan obat dan kantong darah
kepada pasien, pada awalnya mereka login ke HIS menggunakan PDA (Gb 5). Dan
kemudian perawat memeriksa identifikasi pasien pada gelang, kantong obat, dan
kantong darah. menggunakan PDA, perawat melakukan scan barcode pada kantong
obat dan kantong darah. Kemudian informasi ditransfer ke server melalui AP
wireless. Kemudian tampilan PDA keluar dan apakah ID pasien sama dengan ID
informasi yang diperoleh dari gelang tersebut. Jika kedua informasi yang sama,
perawat boleh memberikan obat ke pasien. Dalam kasus transfusi, sebelum perawat
memberikan darah untuk pasien, perawat harus scan ID perawat di untuk disimpan
informasi tentang siapa yang memberikan darah ke pasien. Semua data yang
dihasilkan selama proses seluruhnya disimpan pada server.
Gambar 5 : HIS : Hospital Information System
d.
Alur penggunaan barcode
3. Kesimpulan dan Rekomendasi
3.1. Kesimpulan
Keberhasilan integrasi sistem informasi tergantung pada dukungan luas dan
penerimaan di antara dokter, perawat, dan apoteker. Salah satu tantangan utama
untuk berhasil mengurangi kesalahan pemberian obat adalah menerima sistem
barcode. Memberikan kesempatan seseorang yang kompeten dalam bidangnya
khususnya IT untuk membimbing desain dan memberi dukungan dari sistem tersebut
sangat penting bagi keberhasilan secara keseluruhan. Sistem informasi hanyalah
sebuah alat yang memfasilitasi pemberi pelayanan untuk memenuhi kebutuhan klien
dengan berusaha untuk mengurangi kesalahan dalam pemberian obat.
Kerja sama berbagai profesi kesehatan akan berdampak pada keberhasilan integrasi
sistem informasi. Efisiensi waktu, pengurangan beban kerja, manajemen persediaan,
dan biaya medis yang lebih rendah adalah dampak positif dari sistem barcode dimana
sistem ini dapat meningkatkan keselamatan pasien dengan secara drastis dengan
mengurangi kesalahan dalam pemberian obat.
Keselamatan pasien dalam semua aspek adalah landasan bagi pelayanan kesehatan
yang bermutu dan diharapkan inisiatif dapat diterapkan dimana pun pelayanan
kesehatan yang
memerlukan kolaborasi lanjutan dari semu pihak. Faktor-faktor
penentu keberhasilan antara lain yang mencakup perbaikan untuk setiap langkah
dalam proses pencatatan resep, pengiriman obat-obatan, penerimaan oleh pengguna.
3.2. Rekomendasi
Pencegahan dari kesalahan pemberian obat yang berpotensial merugikan pasien bisa
dihubungkan dengan pengurangan kesalahan dokumentasi. Temuan ini dapat
menyimpulkan bahwa komponen Emar dari barcode Emar memiliki efek lebih besar.
Penggunaan Emar sebaiknya sejalan dengan penggunaan electronic Medical Record
(EMR)), untuk proses yang lebih komplek lagi diperlukan juga CPOE (Computerized
prescriber order entry). Emar, EMR dan CPOE beriring untuk mengurangi tingkat
kesalahan dalam pelayanan keperawatan khususnya pemberian obat.
Daftar Pustaka
Bakhtiari, Elyas., (2010). Study: Bar Code Technology Reduces Medication Errors, diambil
25 Oktober 2010 dari http://www.healthleadersmedia.com/content/TEC-250673/
Bate, David W.,(2000). Using Information to Reduce Medication Errors in Hospitals, BMJ
Journal diambil 26 Oktober 2010 dari http://www.bmj.com/content/320/7237/788.full
Choi, Jong Soo., Kim, Dongsoo., (2009). Technical Considerations for Successful
Implementation of Barcode-Based Medication System in Hospital, diambil 23 Oktober
2010 dari http://synapse.koreamed.org/Synapse/Data/PDFData/0088JKSMI/jksmi
Gozdan, Marie J., (2009). Using Technology to Reduce Medication Errors, diambil 24
Oktober 2010 dari http://journals.lww.com/nursing/Citation/2009/06000/Using
Hunt, V. D., Puglia, A., and Puglia, M., 2007. RFID - a Guide to Radio Frequency
Identification, John Wiley & Sons, Hoboken-New Jersey, diambil 25 Oktober 2010
dari http://onlinelibrary.wiley.com/doi/10.1002/9780470112250.ch7/summary
Kaushal,Rainu.,Barker, Kenneth N, Bates, David W., (2009). How Can Information
Technology Improve Patient Safety and Reduce Medication Errors in Children’s
Health Care? diambil 25 Oktober 2010 dari http://archpedi.amaassn.org/cgi/reprint/155/9/1002.pdf
Miliard, Mike., (2010). Bar code tech and eMAR significantly reduce medication errors,
diambil 25 Oktober 2010 dari http://www.healthcareitnews.com/news/bar-code-tech
Paoletti, Richard D., et all.,(2007). Using Bar-Code Technology and Medication Observation
Methodology For Safer Medication Administration, From American Journal of
Health System Pharmacy, diambil 25 Oktober 2010 dari http://www.medscape.com/
Poon, Eric G., et all., (2010). Effect of Bar-Code Technology on The Safety of Medication
Administration, diambil 25 Oktober 2010 dari http://www.nejm.org/doi/full/10.1056
Wang, S. W., Chen, W. H., Ong, C. S., Liu, L., and Chuang, Y. W. (2005). RFID
Applications in Hospitals: A Case Study on a Demonstration RFID Project in a
Taiwan Hospital. Proceedings of the 39th Hawaii International Conference on
Systems Sciences, Los Alomos.
Download